pemanfaatan cu-naa dan naa dengan prekursor sio … · prinsip adsorpsi, adsorben digunakan ......

13
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS PEMANFAATAN Cu-NaA DAN NaA DENGAN PREKURSOR SiO 2 DARI SEKAM PADI UNTUK ADSORPSI GAS NO X Riesthandie*, Dr.rer.nat Irmina Kris Murwani 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada penelitian ini telah dipelajari adsorpsi gas NOx pada zeolit NaA yang disintesis dari sekam padi dan (3, 6, 9 dan 12%) Cu-NaA sebagai adsorben. Zeolit NaA dan Cu-NaA hasil sintesis dikarakterisasi strukturnya dengan XRD, FTIR dan penentuan luas permukaan dengan metode metilen biru. Luas permukaan zeolit NaA, 3% Cu-NaA, 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA dan 12% Cu- NaA adalah 18,22; 17,66; 17,75; 17,81 dan 17,84 m 2 /g. Konsentrasi NO x yang teradsorp pada adsorben ditentukan dengan metode spektrofotometri. Berdasarkan hasil uji adsorpsi, kemampuan adsorpsi adsorben dari tinggi ke rendah adalah 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA, NaA, 3% Cu-NaA dan 12% Cu-NaA. Hasil uji adsorpsi menunjukkan kemampuan adsorpsi adsorben dipengaruhi oleh keberadaan Cu pada zeolit NaA. Kata kunci : Adsorpsi NO x , sintesis zeolit NaA, sekam padi, spektrofotometri ABSTRACT NO x adsorption has been studied on NaA zeolite from rice husk and (3, 6, 9 and 12% wt) Cu- NaA as adsorbent. NaA and Cu-NaA were characterized using XRD, FTIR and spesific surface area were determined by methylene blue method. The spesific surface area of NaA, 3% Cu-NaA, 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA and 12% Cu-NaA are 18,22; 17,66; 17,75; 17,81 dan 17,84 m 2 /g respectively. The NO x concentration on adsorbent was determined by spectrophotometric method. Based on test results adsorption, adsorption ability of adsorbent from high to low is 6% Cu-NaA> 9% Cu-NaA>NaA>3% Cu-NaA>12% Cu-NaA . The experiment results showed that adsorptivity was influenced by loading Cu on NaA zeolite. Keywords : NaA zeolite synthesis, NO x adsorption, rice husk, spectrophotometry PENDAHULUAN Berkembang pesatnya penduduk Indonesia pada saat ini menimbulkan berbagai efek negatif, salah satu diantaranya adalah penurunan kualitas lingkungan, hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah industri yang bergerak untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, selain mobilitas penduduk yang tinggi dari satu tempat ketempat lain yang mengakibatkan tingginya penggunaan kendaraan bermotor. Serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang di picu oleh banyaknya produksi gas NO x pada industri dan emisi kendaraan bermotor. Gas NO x merupakan komponen pencemar udara yang potensial. Beberapa contoh kelompok NO x adalah nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ), diatmosfer keduanya dapat bereaksi membentuk ozon, menyebabkan timbulnya hujan asam dan membahayakan kesehatan karena dapat mengganggu sistem pernafasan (Velzen, 1991). Salah satu pemecahan masalah ini adalah dengan menggunakan prinsip adsorpsi, adsorben digunakan untuk Prosiding Tugas Akhir Semester Gasal 2010/2011 SK - 06 * Corresponding author Phone : 085231109187 e-mail: [email protected] 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya.

Upload: dangtuyen

Post on 15-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

PEMANFAATAN Cu-NaA DAN NaA DENGAN PREKURSOR SiO2

DARI SEKAM PADI UNTUK ADSORPSI GAS NOX

Riesthandie*, Dr.rer.nat Irmina Kris Murwani1

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dipelajari adsorpsi gas NOx pada zeolit NaA yang disintesis dari

sekam padi dan (3, 6, 9 dan 12%) Cu-NaA sebagai adsorben. Zeolit NaA dan Cu-NaA hasil sintesis

dikarakterisasi strukturnya dengan XRD, FTIR dan penentuan luas permukaan dengan metode

metilen biru. Luas permukaan zeolit NaA, 3% Cu-NaA, 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA dan 12% Cu-

NaA adalah 18,22; 17,66; 17,75; 17,81 dan 17,84 m2/g. Konsentrasi NOx yang teradsorp pada

adsorben ditentukan dengan metode spektrofotometri. Berdasarkan hasil uji adsorpsi, kemampuan

adsorpsi adsorben dari tinggi ke rendah adalah 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA, NaA, 3% Cu-NaA dan

12% Cu-NaA. Hasil uji adsorpsi menunjukkan kemampuan adsorpsi adsorben dipengaruhi oleh

keberadaan Cu pada zeolit NaA.

Kata kunci : Adsorpsi NOx, sintesis zeolit NaA, sekam padi, spektrofotometri

ABSTRACT

NOx adsorption has been studied on NaA zeolite from rice husk and (3, 6, 9 and 12% wt) Cu-

NaA as adsorbent. NaA and Cu-NaA were characterized using XRD, FTIR and spesific surface

area were determined by methylene blue method. The spesific surface area of NaA, 3% Cu-NaA,

6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA and 12% Cu-NaA are 18,22; 17,66; 17,75; 17,81 dan 17,84 m2/g

respectively. The NOx concentration on adsorbent was determined by spectrophotometric method.

Based on test results adsorption, adsorption ability of adsorbent from high to low is 6% Cu-NaA>

9% Cu-NaA>NaA>3% Cu-NaA>12% Cu-NaA. The experiment results showed that adsorptivity

was influenced by loading Cu on NaA zeolite.

Keywords : NaA zeolite synthesis, NOx adsorption, rice husk, spectrophotometry

PENDAHULUAN

Berkembang pesatnya penduduk

Indonesia pada saat ini menimbulkan

berbagai efek negatif, salah satu diantaranya

adalah penurunan kualitas lingkungan, hal ini

dikarenakan meningkatnya jumlah industri

yang bergerak untuk memenuhi kebutuhan

manusia itu sendiri, selain mobilitas

penduduk yang tinggi dari satu tempat

ketempat lain yang mengakibatkan tingginya

penggunaan kendaraan bermotor. Serta

terjadinya penurunan kualitas lingkungan

yang di picu oleh banyaknya produksi gas

NOx pada industri dan emisi kendaraan

bermotor. Gas NOx merupakan komponen

pencemar udara yang potensial. Beberapa

contoh kelompok NOx adalah nitrogen

monoksida (NO) dan nitrogen dioksida

(NO2), diatmosfer keduanya dapat bereaksi

membentuk ozon, menyebabkan timbulnya

hujan asam dan membahayakan kesehatan

karena dapat mengganggu sistem pernafasan

(Velzen, 1991). Salah satu pemecahan

masalah ini adalah dengan menggunakan

prinsip adsorpsi, adsorben digunakan untuk

Prosiding Tugas Akhir Semester Gasal 2010/2011 SK - 06

* Corresponding author Phone : 085231109187

e-mail: [email protected] 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi 10

Nopember, Surabaya.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

mengadsorp gas NOx. Dari literatur yang ada

adsorben yang dapat digunakan untuk

menyerap gas NOx adalah karbon aktif

(Papanicolaou, 2008), (Zhen-Shu Liu, 2007),

alumina (Aine Desikusumastuti, 2008) dan

zeolit (Peter Balle, 2008)

Padi merupakan hal penting bagi

masyarakat Indonesia, karena padi

menghasilkan makanan pokok masyarakat

Indonesia. Selain menghasilkan beras, padi

juga menghasilkan limbah yang disebut

dengan sekam. Saat ini pemanfaatan sekam

padi masih sangat sedikit, sehingga sekam

tetap menjadi bahan limbah yang

mengganggu lingkungan. Sekam padi

merupakan lapisan keras yang meliputi

kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang

disebut lemma dan palea yang saling

bertautan (Balitbang, 2002), sekam padi yang

melimpah ini perlu dicari cara pemanfaatan

dengan nilai yang lebih ekonomis. Kadar

SiO2 pada sekam padi yang tinggi (94-96%)

(Harsono, 2002; Yalcin, 2001) menjadi suatu

alasan digunakannya sekam padi untuk

sintesis zeolit (Malek, 2007), dimana salah

satu manfaatnya dapat digunakan sebagai

adsorben. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian yang dapat mengatasi dua masalah

tersebut diatas. Selain dapat mengurangi

limbah sekam padi, juga dapat mengurangi

NOx yang terlepas di udara dan masuk ke

badan air.

Penelitian ini diawali dengan

pembuatan abu dari sekam padi yang dapat

dijadikan sebagai sumber silika untuk sintesis

zeolit NaA. Zeolit NaA disintesis dengan

metode hidrotermal dari campuran gel silikat

dan gel aluminat dengan perbandingan

tertentu. Zeolit NaA saja tidak memberikan

kapasitas adsorpsi yang optimal, menurut

Choudhary (2003), logam dapat

mempengaruhi kinerja zeolit, kapasitas

adsorpsi dari zeolit NaA juga dipengaruhi

oleh logam, oleh karena itu ditambahkan

logam Cu sebagai penambah adsorptivitas

zeolit NaA. Zeolit yang diperoleh kemudian

digunakan sebagai adsorben dan

dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-

X, FT-IR dan pengukuran luas permukaan

dengan metilen biru. Uji adsorbsi NOx pada

zeolit NaA dan Cu dopped NaA dilakukan

dengan cara mengalirkan gas NOx pada

adsorben. Konsentrasi NOx yang teradsorpsi

pada adsorben diukur menggunakan metode

kolorimetri (Basuki, 1993; Kil, 2006; Park,

2006; Rahayu, 2005).

METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat

Peralatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah peralatan gelas dan

instrumen. Peralatan sederhana meliputi botol

timbang, botol ampul, beker gelas, cawan,

corong gelas, corong buchner, erlenmeyer,

gelas ukur, kaca arloji, lumpang, pengaduk,

pipet tetes, tabung reaksi, termometer.

Instrumen yang digunakan antara lain hot

plate dengan magnetik stirrer, oven, neraca

analitis, sentrifuse, Shimadzu FTIR – 8201

PC, JEOL JDX – 3530 X-ray diffraktometer

dan UV 1100 Spektrofotometer.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah bahan kimia dengan

grad p.a (pro analisis) seperti, natrium

aluminat, asam klorida, asam nitrat,

Cu(NO3)2·3H2O, CuSO4, metilen biru,

natrium hidroksida, hidrazin sulfat

(N2H4·H2SO4), asam sulfanilamid, larutan

fosfat. Juga bahan kimia lain seperti, kertas

saring, sekam padi, dan aquades.

PROSEDUR KERJA

Pembuatan Silika Amorf Dari Sekam Padi

Pada penelitian ini akan diperoleh SiO2

dari sekam padi melalui beberapa tahap.

Mula – mula sekam padi dipilah dari

pengotor dan dioven pada suhu 600°C selama

4 jam hingga dihasilkan abu berwarna putih.

Kemudian abu dicuci dengan HCl berkali-

kali sampai didapatkan SiO2 murni dan

dibilas dengan aquades, lalu disaring

menggunakan corong buchner, hingga

didapatkan residu dan filtrate. Residu

selanjutnya dioven pada suhu 100ºC hingga

diperoleh padatan kering. Abu sekam padi

yang diperoleh selanjutnya digunakan

sebagai SiO2 dalam sintesis zeolit Na-A.

Selanjutnya padatan dikarakterisasi

strukturnya menggunakan XRD untuk

melihat struktur SiO2 yang terbentuk,

kemudian padatan digunakan sebagai bahan

baku untuk sintesis zeolit A.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Preparasi Pendukung Katalis (Zeolit Na-A)

dari Sekam Padi

Katalis zeolit NaA disintesis

menggunakan bahan dasar SiO2, natrium

aluminat, natrium hidroksida dan aquades

secara stoikhiometris (3,9 N2O:Al2O3:1,8

SiO2·270 H2O). Zeolit NaA dapat dibuat

melalui reaksi campuran A dan campuran B.

Mula – mula natrium hidroksida dilarutkan

dengan aquades membentuk larutan NaOH.

Selanjutnya larutan NaOH tersebut dibagi

menjadi 2. Larutan NaOH pertama

ditambahkan natrium aluminat membentuk

campuran A, sedangkan larutan NaOH kedua

ditambahkan SiO2 membentuk campuran B.

Masing – masing campuran diaduk,

kemudian kedua campuran digabungkan

dengan tetap diaduk membentuk campuran

A-B. Campuran A-B dimasukkan ke dalam

reaktor dan dioven pada suhu 100°C selama

12 jam, kemudian disaring hingga

mendapatkan residu dan filtrate. Selanjutnya

residu dicuci dengan aquades, di keringkan

lagi dan di kalsinasi pada suhu 450 selama 4

jam. Padatan Zeolit yang diperoleh

dikarakterisasi strukturnya menggunakan

XRD, FT-IR, analisis luas permukaan dengan

metode metilen biru dan di uji

adsorptivitasnya terhadap gas NOx.

Preparasi Cu-NaA

Doping zeolit NaA dengan logam Cu

dilakukan dengan cara menambahkan 3, 6, 9,

dan 12 Cu yang berasal dari Cu(NO3)2·3H2O

ke dalam campuran gel silikat dan gel

aluminat pada prosedur diatas, kemudian

campuran dioven pada temperatur 100°C

sesuai dengan waktu optimum yang diperoleh

pada sintesis NaA. Hasil sintesis kemudian

disaring, padatan dicuci dengan aquades

hingga pH netral, kemudian dioven pada

temperatur 100°C selama 24 jam. Padatan

dikalsinasi pada temperatur 450°C selama 4

jam sehingga didapatkan padatan biru.

Padatan selanjutnya dikarakterisasi

strukturnya menggunakan XRD, FT-IR,

sedangkan untuk analisis luas permukaannya

dengan menggunakan metode metilen biru.

Padatan zeolit NaA dan Cu-NaA yang telah

dipreparasi digunakan sebagai adsorben

untuk adsorpsi gas NOx.

Karakterisasi Struktur Padatan

Zeolit hasil sintesis dikarakterisasi

menggunakan difraksi sinar-X, FT-IR dan

pengukuran luas permukaan dengan metode

adsorpsi nitrogen atau metilen biru.

Penentuan luas permukaan adsorben dengan

metilen biru, tahap pertama adalah penentuan

panjang gelombang metilen biru

menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 640 – 665.

Tahap kedua adalah pembuatan kurva

kalibrasi larutan metilen biru dengan variasi

konsentrasi 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 dan 6 ppm

yang diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang

maksimum. Kemudian dibuat grafik

absorbansi terhadap konsentrasi.

Tahap ketiga adalah penentuan waktu

perendaman adsorben dalam larutan metilen

biru, dimana padatan adsorben sebanyak 50

mg direndam dalam 15 mL larutan metilen

biru 5 ppm, dengan variasi waktu

perendaman selama 5 ; 10; 15; 20 dan 25

jam. Kemudian disaring dan filtrat diukur

absorbansinya dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang maksimum. Waktu

perendaman optimum dipilih pada nilai

absorbansi terkecil.

Tahap terakhir adalah penentuan

luas permukaan dengan cara pengukuran

larutan metilen biru pada panjang

gelombang maksimum. Padatan adsorben

sebanyak 10 mg direndam dalam larutan

metilen biru selama waktu perendaman

optimum, kemudian disaring dan filtrat

diukur absorbansinya dengan

menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang maksimum. Nilai

absorbansi yang dihasilkan merupakan

konsentrasi metilen biru sisa, sehingga

untuk mengetahui banyaknya metilen

biru yang terserap adalah selisih dari

konsentrasi awal dengan konsentarsi yang

terbaca setelah perendaman.

Adsorpsi Gas NOx pada zeolit NaA dan Cu-

NaA

Padatan zeolit NaA dan Cu-NaA hasil

preparasi digunakan untuk adsorpsi gas NOx.

Secara bergantian tabung reaktor diisi dengan

20 mg adsorben NaA dan Cu-NaA dengan

empat variasi konsentrasi Cu yang berbeda,

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

yaitu 3, 6, 9 dan 12%. Selanjutnya tabung

diletakkan ke dalam reaktor adsorpsi, sampel

sebelumnya telah diaktivasi terlebih dahulu

pada temperatur 100°C. Gas NOx dialirkan

pada reaktor selama 1 jam. NOx yang

teradsorb diekstraksi berkali-kali dengan 15

mL aquades, kemudian dipusingkan selama 5

menit, sehingga diperoleh ekstrak jernih.

Ekstrak ini mengandung NO2- dan NO3-,

jumlah NO2- dan NO3- diukur menggunakan

metode reaksi diazotasi griess.

Reagen Griess dibuat sesuai

dengan literatur yang ditulis oleh Haris

(1997). Masing-masing hasil ekstraksi

dianalisis baik kandungan nitrit maupun

nitratnya. Kandungan nitrit dianalisis tanpa

reduktor hidrazin, sedangkan kandungan total

nitrat dan nitrit melalui reduksi hidrazin.

Ekstrak yang mengandung kandungan total

nitrit dan nitrat direduksi dengan hidrazin

sulfat yaitu dengan cara ditambah 1 mL

CuSO4, 1 mL larutan hidrazin sulfat dan 2

mL larutan natrium hidroksida ditambahkan

kedalam 1 mL ekstrak. Reduksi dilakukan

pada temperatur 37°C selama 10 menit,

kedua ekstrak kemudian ditambah reagen

Griess. Perubahan warna yang dihasilkan

diukur dengan spektrofotometer pada λ

maksimum (540 nm). Konsentrasi NO2-

ditentukan melalui kurva kalibrasi dari nilai

absorbansi yang didapatkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Zeolit NaA

Sintesis zeolit NaA diawali dengan

pengambilan sumber silika dari sekam padi

kering yang diperoleh dari pusat

penggilingan padi kelurahan Jagir, Surabaya.

Menurut Harsono (2002) dan Yalcin (2001)

kadar SiO2 pada sekam padi cukup tinggi

(94-96%). Inilah yang menjadi suatu alasan

digunakannya sekam padi untuk sintesis

zeolit (Malek dan Yusof., 2007). Sekam padi

terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor

seperti batu, kayu serta pengotor lainnya,

setelah itu, sekam dicuci untuk

menghilangkan debu dan pengotor lainnya

yang tidak dapat dibersihkan pada

pembersihan awal. Tahap berikutnya adalah

proses pengeringan di bawah sinar matahari

untuk menghilangkan air sisa pencucian.

Sekam yang telah bersih kemudian dibakar

dalam tanur listrik pada suhu 600 ºC selama

4 jam. Pembakaran pada suhu 600 ºC

dilakukan agar silika yang diperoleh dalam

bentuk amorf. Yalcin dan Sevinc (2001)

mengatakan bahwa pembakaran sekam

diatas temperatur 700°C akan

meningkatkan kristalinitas silika yang

diperoleh. Kadar SiO2 yang diperoleh dari

pembakaran sekam padi pada suhu 600°C

dapat mencapai sekitar 87 – 98% silika dalam

bentuk amorf dan sebagian kecil pengotor

berupa elemen logam. Variasi kadar SiO2 ini

disebabkan karena adanya perbedaan

varietas, iklim dan lokasi geografis

pertumbuhan padi (Huang dkk., 2001).

Pembakaran pada suhu 600 ºC juga

dilakukan untuk menghilangkan kadar

H2O dan senyawa organik dalam sekam

padi menjadi CO2.

Abu sekam yang berwarna putih

diperoleh setelah pembakaran.

Selanjutnya abu sekam dicuci dengan

HCl untuk menghilangkan pengotor-

pengotor oksida logam dan non logam.

Cara ini diadopsi dari Yalçin dan Sevinc

(2001), dimana sekam padi ditingkatkan

kemurniannya melalui pencucian dengan

asam mineral seperti asam klorida.

Selanjutnya, abu sekam padi dicuci

dengan aquades dan disaring hingga

diperoleh filtrat dengan pH 7. Proses

pencucian ini dilakukan untuk

menghilangkan sisa-sisa asam yang dapat

mengganggu proses selanjutnya. Padatan

kemudian dikeringkan pada oven pada

suhu 100 °C selama 24 jam untuk

menghilangkan air dan menghasilkan

padatan putih. Diperoleh SiO2 sebesar 3,9

g, yang mengandung 93% SiO2 dari

sekam padi. Hasil pengamatan dengan

XRD menunjukkan bahwa SiO2 yang

diperoleh dari abu sekam padi berbentuk

amorf seperti pada Gambar 4.1

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Pada difraktogram Gambar 4.1 terlihat

hump pada daerah 2θ antara 15-30° dengan

maksimum pada 2θ = 22° dan tidak terdapat

puncak yang tajam. Hal ini menunjukkan

bahwa SiO2 dari sekam padi pada penelitian

ini adalah SiO2 dalam bentuk amorf (warna

merah). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya oleh Malek

(2007), dimana silika hasil pembakaran

sekam padi pada temperatur 600°C

menunjukkan adanya gundukan atau hump

pada daerah 2θ antara 15-30° dengan puncak

pada 2θ = 23° dengan struktur amorf.

Suraidah (2008) melakukan pengamatan

pembakaran padatan amorf pada suhu sampai

1000°C, yang menunjukkan bahwa hump

yang terbentuk pada pembakaran sekam pada

600°C membentuk puncak yang lebih tinggi.

Difraktogram pada Gambar 4.1 juga

menunjukkan padatan putih hasil

pembakaran pada 1000°C (warna hitam)

sesuai dengan data base PDF 82-1410

(warna biru), yang menunjukkan bahwa

struktur silika telah berubah dari amorf

menjadi kristal SiO2 kristobalit. Puncak dari

difraktogram yang sesuai dengan PDF 82-

1410 berada pada daerah 2θ = 21, 31 dan 36°.

Silika yang diperoleh dari pembakaran pada

temperatur 600°C kemudian digunakan untuk

pembuatan zeolit NaA.

Sintesis zeolit NaA pada penelitian ini

dilakukan dengan metode hidrotermal, yaitu

dengan menggunakan media air. Pada proses

hidrotermal terjadi transformasi padatan

amorf menjadi kristalin. Transformasi ini

dilakukan dalam air karena air merupakan

media transformasi yang membutuhkan

temperatur relatif rendah (100-300°C)

dengan tekanan tertentu. Temperatur yang

rendah diperlukan untuk menghindari

perubahan zeolit NaA. Pada suhu tinggi,

zeolit NaA dapat berubah menjadi zeolit

bentuk lain (Perego, 1997). Sintesis zeolit

NaA diadopsi dari penelitian sebelumnya

(Rozalina, 2009) yang dibuat melalui reaksi

campuran gel aluminat (A) dan gel silikat (B)

dengan perbandingan yang stoikiometris,

yaitu 3,9 Na2O:Al2O3:1,8 SiO2:270 H2O

(Huang dkk., 2007; Luh, 2008). Reaktan

yang digunakan adalah SiO2, NaAlO2, NaOH

dan aquades. Natrium aluminat dan silika

merupakan sumber framework T. Natrium

hidroksida dapat meningkatkan kelarutan zat

terlarut pada proses hidrotermal oleh karena

itu NaOH ditambahkan untuk pertumbuhan

kristal tunggal. Aquades digunakan sebagai

pelarut karena memiliki sifat sesuai dengan

reaktan lainnya untuk pencampuran,

membantu mineralizer, diperlukan dalam

proses kristalisasi dan transformasi termal.

Campuran A dibuat dengan

mencampurkan NaAlO2 dengan larutan

NaOH menghasilkan larutan bening yang

kental, disebut dengan gel aluminat.

Sedangkan campuran B dibuat dengan

mencampurkan SiO2 dengan larutan NaOH

menghasilkan larutan keruh cokelat yang

masih memiliki endapan dari silika, yang

kemudian disebut dengan gel silikat. NaOH

berfungsi sebagai mineralizer. Kemudian

kedua gel tersebut dicampur sehingga

membentuk gel keabu-abuan. Campuran A-B

dimasukkan ke dalam reaktor kemudian

dipanaskan pada suhu 100°C selama 12 jam.

Tujuan pemanasan ini adalah untuk

mendapatkan kristal zeolit dengan cara

hidrotermal. Menurut penelitian sebelumnya

zeolit NaA murni terbentuk pada suhu

hidrotermal 100°C (Malek dan Yusof, 2007;

Liu dkk., 2003; Sang dan Zhongmin, 2006)

dan selama 12 jam (Rozalina, 2009). Setelah

direaksikan dengan metode hidrotermal,

maka diperoleh padatan putih. Kemudian

padatan putih ini dikarakterisasi

menggunakan difraksi sinar X.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Difraktogram zeolit NaA pada

pemanasan 12 jam dicocokkan dengan data

base zeolit NaA yang terdapat pada JCPDS-

International Centre For Diffraction Data

2002, seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.

Difraktogram zeolit NaA 12 jam ternyata

mempunyai puncak yang sama dengan data

base PDF 39-0222. Berdasarkan gambar

tersebut dapat dikatakan bahwa padatan putih

hasil reaksi hidrotermal merupakan zeolit

NaA.

Setelah pemanasan, reaktor didiamkan

hingga dingin. Kemudian campuran yang

berada di dalam reaktor disaring dan padatan

yang diperoleh dicuci dengan aquades hingga

pH netral (Prasetyoko dkk., 2006). Tujuan

dari pencucian setelah disaring adalah untuk

menghilangkan sisa-sisa larutan NaOH yang

bersifat basa yang dapat mengganggu proses

selanjutnya. Padatan yang telah diperoleh

kemudian dikeringkan di dalam oven selama

24 jam pada suhu 100°C untuk

menghilangkan air sehingga diperoleh

padatan serbuk zeolit NaA yang berwarna

putih. Sebelum digunakan untuk karakterisasi

dan uji adsorpsi, adsorben terlebih dahulu

dikalsinasi pada suhu 450°C selama 4 jam,

hal ini dilakukan untuk menghilangkan air

yang tidak dapat hilang pada pemanasan

awal, sehingga adsorben dapat bekerja

dengan maksimal.

4.1.2 Sintesis Cu-NaA

Pada penelitian ini dilakukan sintesis

adsorben yang merupakan doping Cu pada

NaA dengan variasi konsentrasi Cu 3, 6, 9

dan 12%. Prekursor yang digunakan adalah

Cu(NO3)2·3H2O. Adsorben ini disintesis

untuk melihat pengaruh konsentrasi logam

yang ditambahkan terhadap aktivitas

adsorben, selanjutnya digunakan sebagai

pembanding untuk melihat aktivitas pada

zeolit NaA. Berdasarkan literatur, tambahan

logam pada zeolit dapat mempengaruhi

kemampuan adsorpsi padatan (Bentrup

dkk., 2001; Goscianska dkk., 2007; Li

dkk., 2005). Hasil sintesis ditentukan luas

permukaannya dengan metode metilen

biru dan digunakan sebagai adsorben gas

NOx. Preparasi dilakukan seperti zeolit

NaA, tetapi pada awal pembuatan

ditambahkan logam sesuai dengan

prosentase yang diinginkan. Padatan hasil

reaksi selanjutnya dikalsinasi pada suhu

450°C selama 4 jam hingga diperoleh

padatan putih keabu-abuan. Secara visual padatan dengan tambahan logam Cu

mempunyai warna yang berbeda dengan

zeolit NaA. Lebih lanjut diamati struktur Cu-

NaA dengan difraktometer sinar X. Hasil

analisis berbagai konsentrasi Cu yang

didoping pada NaA ditampilkan pada

Gambar 4.3.

Pada Gambar 4.3 ditunjukkan pola

difraksi dari zeolit NaA dan Cu-NaA dengan

berbagai konsentrasi. Pola difraksi diatas

masih menunjukkan karakteristik zeolit NaA

yang ditunjukkan dengan munculnya puncak-

puncak khas milik zeolit NaA pada sudut 2θ

= 7, 10, 12, 16, 22, 24, 27, 30 dan 34°.

Puncak yang muncul pada zeolit NaA dan

Cu-NaA dengan berbagai konsentrasi

ternyata menunjukkan 2θ yang sama,

perbedaan hanya terdapat pada intensitas

puncak. Perbedaan hanya muncul pada

doping Cu dengan 9 dan 12% di sekitar 2θ =

35, 38 dan 63° (simbol ♦). Setelah

dicocokkan dengan difraktogram CuO hasil

kalsinasi pada suhu 450°C selama 4 jam

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

(Gambar 4.4) ternyata puncak baru yang

muncul pada konsentrasi 9 dan 12%

merupakan puncak dari CuO. Hal ini

membuktikan bahwa doping yang dilakukan

sampai pada konsentrasi 6% telah berhasil,

tetapi doping sudah mulai jenuh pada

penambahan Cu 9 dan 12%. Pada

penambahan ini logam tidak lagi menyusun

struktur, tetapi sudah keluar ke permukaan

sehingga mengeluarkan puncak-puncak khas

CuO.

Pola difraksi yang ditunjukkan oleh

Cu-NaA yang sama dengan NaA mempunyai

kemungkinan yang sangat besar bahwa Cu

yang ditambahkan tidak merusak kerangka

utama zeolit sampai konsentrasi 6%. Pada

konsentrasi 9 dan 12% mulai ditunjukkan

adanya puncak yang tidak terlibat dalam

pembentukan kerangka zeolit NaA.

Penelitian El-Bahy (2007)

menunjukkan bahwa kristalinitas menurun

dengan meningkatnya konsentrasi logam

yang ditambahkan pada zeolit. Penurunan

kristalinitas dapat dilihat dari turunnya

intensitas puncak difraksi, penurunan ini

dapat menyebabkan meningkatnya absorpsi

suatu zeolit.

Selain karakterisasi menggunakan

XRD, padatan adsorben dikarakterisasi

dengan FTIR untuk mengetahui ikatan yang

muncul setelah zeolit NaA di doping dengan

Cu. Seperti terlihat pada Gambar 4.5, secara

umum kelima spektra FTIR menunjukkan

puncak serapan yang hampir sama dan tidak

muncul puncak baru. Puncak serapan NaA

masih muncul pada adsorben dengan doping

logam. Pada spektra terlihat adanya puncak

pada bilangan gelombang 3600 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi ulur O-H dan puncak

pada bilangan gelombang 1600 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi tekuk H-O-H dari H2O

yang terserap secara fisis (Nakamoto, 1978;

Cordoba dkk., 1996; Figueiredo dkk., 2006;

Wang dkk, 2003). Puncak vibrasi T-O

ditunjukkan pada bilangan gelombang 1170

cm-1 dimana posisi T dapat ditempati oleh Si

atau Al (Wang dkk., 2003 dan Thammavong,

2003). Puncak pada bilangan gelombang 940

cm-1 menunjukkan adanya vibrasi dari T-O-

(Cordoba dkk, 1996 dan Wang dkk, 2003 ),

sedangkan puncak TO4 muncul pada bilangan

gelombang 670 cm-1 dan vibrasi O-T-O

terdeteksi pada bilangan gelombang 500 cm-

1. Puncak vibrasi T-O yang muncul pada

bilangan gelombang 1170 cm-1 tidak

mengalami perubahan dengan meningkatnya

doping logam, tetapi pada bilangan

gelombang 940 cm-1, puncak vibrasi T-O- (♠)

mengalami penurunan dengan meningkatnya

doping logam, hal ini dimungkinkan karena

Cu ikut berperan dalam pembentukan

kerangka zeolit.

4.2 Penentuan Luas Permukaan dengan

Metode Metilen Biru

Penentuan luas permukaan pada

penelitian ini menggunakan metode metilen

biru karena metode ini sederhana dan relatif

murah. Terdapat tiga tahap yang perlu

dilakukan pada metode ini yaitu, tahap

penentuan panjang gelombang maksimum

dari metilen biru, tahap pembuatan kurva

kalibrasi dan tahap penentuan konsentrasi

metilen biru yang terserap.

Tahap pertama adalah penentuan

panjang gelombang maksimum dari metilen

biru, panjang gelombang maksimum diukur

pada 500-700 nm. Setelah dilakukan

pengukuran, diperoleh panjang gelombang

larutan metilen biru 668 nm. Hasil ini

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

mendekati daerah panjang gelombang metilen

biru yang dilaporkan oleh Mikhail (1983)

yaitu 665 nm. Tahap kedua adalah

pembuatan kurva kalibrasi larutan metilen

biru. Kurva kalibrasi dibuat dengan

mengukur absorbansi dari larutan metilen

biru dengan konsentrasi 0,050; 0,125; 0,25;

0,5; 0,75; 1; 1,3 ppm. Selanjutnya, persamaan

dari kurva kalibrasi tersebut digunakan dalam

perhitungan untuk menentukan konsentrasi

larutan metilen biru setelah perendaman.

Konsentrasi metilen biru dalam larutan

dihitung dengan kurva kalibrasi tersebut di

atas. Metilen biru yang terserap dihitung

berdasarkan selisih absorbansi larutan

metilen biru sebelum perendaman dan

sesudah perendaman. Waktu optimum

adsorben menyerap metilen biru terdapat

pada perendaman 10 jam (Suraidah, 2008).

Waktu optimum perendaman kemudian

digunakan dalam penentuan luas permukaan

adsorben.

Tahap selanjutnya adalah penentuan

luas permukaan adsorben dengan cara

melakukan perendaman pada waktu optimum

dan dengan konsentrasi metilen biru 5 ppm.

Waktu optimum ditentukan dengan cara

merendam 10 mg adsorben kedalam 15 mL

metilen biru 5 ppm, dengan variasi waktu 5,

10, 15, 20 dan 25 jam, pada tahap ini

diperoleh waktu perendaman optimum pada

10 jam. Selanjutnya, adsorben direndam

dengan metilen biru 5 ppm selama 10 jam.

Konsentrasi metilen biru yang teradsorb

merupakan selisih dari konsentrasi yang

terbaca pada spektrofotometri dengan

konsentrasi mula-mula. Data yang diperoleh

selanjutnya disubtitusikan ke persamaan SMB

pada sub bab 2.6, dimana luas permukaan

metilen biru adalah 197,2 Ǻ. Luas permukaan

adsorben ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Luas Permukaan Adsorben

Adsorben Luas Permukaan (m2/g)

NaA 18,22

3% Cu-NaA 17,66

6% Cu-NaA 17,75

9% Cu-NaA 17,81

12% Cu-NaA 17,84

Berdasarkan Tabel 4.1, luas

permukaan zeolit NaA dan Cu-NaA dengan

berbagai konsentrasi logam pada dasarnya

hampir sama. Luas permukaan zeolit NaA

adalah 18,22 m2/g. Luas permukaan zeolit

NaA pada penelitian ini mendekati hasil uji

luas permukaan zeolit NaA dengan

menggunakan metode BET (Rozalina, 2009)

yaitu 18,03 m2/g.

Zeolit NaA memiliki luas permukaan

yang paling besar. Penambahan 3% Cu

menyebabkan luas permukaan menjadi lebih

kecil dari pada luas permukaan zeolit NaA.

Hal ini dimungkinkan karena logam Cu yang

ditambahkan ikut membentuk kerangka

adsorben yang seharusnya hanya tersusun

dari Si/Al. Akibatnya dengan tambahan

logam Cu tersebut terjadi pengurangan

jumlah Si/Al, sehingga luas permukaannya

lebih kecil dari pada zeolit NaA. Akan tetapi,

dengan bertambahnya konsentrasi logam Cu

yang ditambahkan, luas permukaan adsorben

semakin besar. Hal ini dikarenakan

penambahan logam Cu membentuk struktur

yang semakin besar, sehingga memperbesar

luas permukaan adsorben tersebut. Tetapi

penambahan luas permukaan ini tidak

melebihi dari luas permukaan adsorben NaA.

4.3 Adsorpsi Gas NOx pada Zeolit NaA dan

Cu-NaA

Padatan zeolit NaA dan Cu-NaA

dengan berbagai konsentrasi diuji

adsorptivitasnya terhadap gas NOx. Produksi

gas NOx dilakukan dengan cara mereaksikan

logam tembaga dengan HNO3 pekat pada

reaktor yang sudah disusun seperti pada

Gambar 3.1.

Gas NOx yang digunakan untuk uji

adsorpsi pada penelitian ini adalah gas NO2,

hal ini dibuktikan dengan gas hasil produksi

berwarna coklat yang merupakan warna khas

dari NO2 seperti yang terlihat pada Gambar

4.6.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Mekanisme reaksi pembentukan gas

NOx adalah sebagai berikut:

3Cu + 8HNO3 → 3Cu2+ + 6NO3- + 2NO +

4H2O (4.1)

2NO + O2 → 2NO2 (4.2)

(Vogel, 1990)

Sebelum digunakan sebagai adsorben,

padatan diaktivasi pada suhu ±100°C.

Aktivasi dilakukan untuk menghilangkan air

yang terikat secara fisis pada adsorben.

Proses adsorpsi gas NOx pada adsorben

dilakukan selama 1 jam. Waktu adsorpsi

merujuk pada hasil optimasi yang telah

dilakukan oleh Suraidah (2008), karena

waktu adsorpsi lebih dari 1 jam

menyebabkan gas mengalami desorpsi.

Setelah proses adsorpsi, dilakukan ekstraksi

gas NOx yang teradsorp pada adsorben

dengan aquades. Aquades digunakan dalam

tahapan ini karena mampu mengekstrak gas

NOx yang terjebak dalam adsorben. Hasil

ekstraksi dalam aquades dianalisis

kandungan nitrit dan nitratnya dengan

menggunakan metode reaksi diazotasi Griess (Kill dkk., 2006; Park dkk., 2006).

Masing-masing hasil ekstraksi

dianalisis baik kandungan nitrit maupun

nitratnya. Kandungan nitrit dianalisis tanpa

reduktor hidrazin, sedangkan kandungan total

nitrat dan nitrit melalui reduksi hidrazin.

Selisih analisis dengan hidrazin dan tanpa

hidrazin adalah kandungan nitrat. Kedua

sampel ditambahkan reagen Griess hingga

diperoleh larutan berwarna merah keunguan,

kemudian diukur absorbansinya dengan

spektrofotometri UV-Vis pada λ 541 nm.

Hasil analisis terlihat pada Tabel 4.2

adsorben total

(NOx) NO2

- non

reduksi NO3-

NaA 0,0798 0,0060 0,0738 3% Cu-

NaA 0,0785 0,0035 0,0750 6% Cu-

NaA 0,1061 0,0338 0,0723 9% Cu-

NaA 0,0935 0,0039 0,0896 12% Cu-

NaA 0,0360 0,0086 0,0274

Pada zeolit NaA kemampuan adsorpsi

dipengaruhi oleh struktur zeolit. Doping 3%

Cu pada zeolit NaA tidak mampu

meningkatkan kemampuan adsorpsi terhadap

gas NOx. Bahkan kemampuannya cenderung

menurun jika dibandingkan dengan NaA.

Tetapi pada 6% Cu-NaA, adsorben

mengalami peningkatan adsorpsi gas NOx

dibandingkan dengan zeolit NaA dan 3% Cu-

NaA. Konsentrasi 6% merupakan

penambahan logam Cu yang optimum

dibuktikan dengan konsentrasi optimum NOx

yang terserap. Konsentrasi doping logam Cu

melebihi 6% menyebabkan Cu tidak lagi

menyusun kerangka zeolit, tetapi sudah

keluar dari kerangka, sehingga dapat

menutup pori zeolit. Tertutupnya pori zeolit

menyebabkan menurunnya kemampuan

adsorpsi terhadap gas NOx. ini seperti terlihat

pada data Tabel 4.2, konsentrasi Cu 9 dan

12% mengalami penurunan adsorptivitas

terhadap NOx. Dibawah ini terdapat Gambar

4.7, yang menggambarkan hubungan antara

luas permukaan adsorben terhadap

konsentrasi (mmol) NOx dan NO3-.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Gambar 4.7 menggambarkan

hubungan antara luas permukaan adsorben

terhadap konsentrasi (mmol) NOx dan NO3-.

Dari gambar di atas terlihat bahwa besarnya

NOx yang terserap pada adsorben tidak

tergantung pada luas permukaan adsorben.

Hal ini membuktikan bahwa adsorpsi yang

terjadi antara adsorben dengan gas NOx

adalah adsorpsi kimia, sesuai dengan laporan

Gill dkk., (2007).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan

pembahasan yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa zeolit NaA dapat

digunakan sebagai adsorben gas NOx dan

doping logam Cu pada zeolit dapat

mempengaruhi kemampuan adsorptivitasnya.

Konsentrasi optimum dopping Cu yang

dapat menyerap gas NOx dengan maksimal

adalah 6% Cu-NaA. Total NOx yang dapat

teradsorp pada adsorben ini sebesar 0,1061

mmol. Adapun urutan kemampuan adsorben

menyerap gas NOx adalah sebagai berikut:

6% Cu-NaA > 9% Cu-NaA > NaA > 3% Cu-

NaA > 12% Cu-NaA.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah

perlu penelitian lanjutan mengenai

aplikasi di skala industri.

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Ibu Dr.rer.nat Irmina Kris Murwani, selaku

dosen pembimbing atas segala diskusi,

bimbingan, arahan dan semua ilmu yang

bermanfaat

2. Bapak dan Ibu selaku orang tua terbaik atas

segala doa, dorongan materiil dan

spiritualnya.

3. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, (1994), Physical chemistry of

Surfaces, John Wiley and Sons, New

York.

Balle, P., Geiger, B., Kureti, S., (2009),

Selective Catalytic Reduction of NOx

by NH3 on Fe/HBEA Zeolite

Catalysts in Oxygen-Rich Exhaust,

Applied Cataysis B: Environmental

85, 109-119.

Basuki, A., (1993), Analisis emisi NOx pada

gas buang motor diesel dengan

bahan bakar campuran solar dan

minyak kelapa, Tugas Akhir

Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem

Perkapalan ITS, Surabaya.

Bentrup, U., Brückner, U., Richter, M.,

Fricke, R., (2001), NOx Adsorption

on MnO2/ NaY Composite: an in situ

FTIR and EPR Study, Applied

Catalysis B: Environmental 32, 229–

241.

Board, Advisory., (2003), Ullmann’s

Encyclopedia of Industrial

Chemistry, sixth, completely revisied

Edition, volume 1, Wiley-vch,

British, 467-511.

Chang, R., (2002), Chemistry, seventh

edition, McGraw-Hill Companies,

Inc., New York.

Christian, G. D., (2004), Analytical

Chemistry, sixth edition, John Wiley

and Sons, Inc., United State of

America, 469-501.

Clean Air Technology Center, (1999),

Technical Bulletin : Nitrogen Oxides

(NOx), Why and How They Are

Controlled, EPA456/F-99-006R,

United States.

Cordoba, G., Arroyo, R., Fierro, J. L. G. dan

Viniegra, M. (1996), Study of

Xerogel–Glass Transition of

CuO/SiO2, Journal of Solid State

Chemistry, Vol. 123, hal. 93 – 99.

Desikusumastuti, A., Staudt, T., Happel, M.,

Laurin M., Libuda, J., (2008),

Adsorption and reaction of NO2 on

Ordered Alumina Films and Mixed

Baria-Alumina Nanoparticles:

Cooperative Versus Non-cooperative

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Reaction Mechanisms, Journal of

Catalysis, Vol 260, 315-328.

El-Bahy, Z. M., (2007), “ Oxidation of

Carbon Monoxide over Cu- and Ag-

NaY Catalysts with Aqueous

Hydrogen Peroxide”, Materials

Research Bulletin, Vol. 42, hal.

2170-2183.

Figueiredo, H., Neves, I. C., Quintelas, C.,

Tavares, T., Taralunga, M., Mijoin, J.

dan Magnoux, P. (2006), Oxidation

Catalysts Prepared from Biosorbents

Supported on Zeolite, Applied

Catalysis B : Environmental, Vol. 66,

hal. 274 – 280.

Gill, B., Mierzyn´ska, K., Szczerbin´ska, M.,

Datka, J., (2007), Basic Sites in

Zeolites Followed by IR Studies of

NO+, Applied Catalysis A: General

319, 64–71.

Goscianska, J., Bazin, P., Marie, O., Daturi,

M., Sobczak, I., Ziolek, M., (2007),

Pt and Nb Species on Various

Supports: An Alternative to Current

Materials for NOx Removal,

Catalysis Today 119, 78–82.

Haris, D. C., (1997), Exploring Chemical

Analysis, W. H. Freeman and

Company, New York.

Harsono, H., (2002), Pembuatan Silika Amorf

dari Limbah Sekam Padi, Jurnal Ilmu

Dasar, Vol. 3, No. 2, 98-103.

Huang, S., Jing, S., Wang, J., Wang, Z. dan

Jin, Y. (2001), Silica White obtained

from Rice Husk in a Fluidized Bed,

Powder Technology, Vol. 117, hal.

232 – 238.

Kil, J.K., Nam, I.S., Park, J.H., Park, S.J,

(2006), Quantitative Analysis of

Nitrogen Oxides Occluded in

Heterogeneous Catalysis, United

States Patent Application

Publication, US 2006/0024836 A1.

Li, G., Jones, C.A., Grassian, V.H., Larsen,

S.C., (2005), Selective Catalytic

Reduction of NO2 with Urea in

Nanocrystalline NaY Zeolite, Journal

of Catalysis 234, 401–413.

Licker, M.D., (2003), Dictionary of

Chemistry, Second Edition, Mc

Graw-Hill, New York, USA, hal. 10.

Liu, X., Yan, Z., Wang, H. dan Luo, Y.

(2003), In – situ Synthesis of NaY

Zeolite with Coal-Based Kaolin,

Journal of Natural Gas Chemistry,

Vol. 12, hal. 63 - 70.

Lobo, R.F., (2003), Introduction to the

Structural Chemistry of Zeolites,

University of Delaware, USA

Lowell, S., ( 1979), Introduction to Powder

Surface Area, John Willey and

Sons,Inc., New York.

Luh, N. P. (2008), Sintesis dan Karakterisasi

Zeolit Alumina Tinggi Dengan

Difraksi Sinar-X (XRD), Skripsi,

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Pendidikan

Ganesha.

Malek, N.A., Yusof, A.M, (2007), Removal

of Cr(III) from Aqueous Solution

Using Zeolite NaY Prepared from

Rice Husk Ash, The Malaysian

Journal of Analytical Sciences, Vol

11, No 1, 76-83.

Nakamoto, K., (1978), Infrared and Raman

Spectra of Inorganic and

Coordination Compounds, 3th

edition, John Wiley & Sons, New

York.

Nur, H., (2001), Direct Synthesis of NaA

Zeolite from Rice Husk and

Carbonaceous Rice Husk Ash,

Indonesian Journal of Agricultural

Science 1, 40-45

Park, J.H., Min S. H., Sang J. P., (2006),

Colorimetric Assay for a Fast

Parallel Screening of NOx Storage,

Journal of Catalysis 241, 470-474.

Papanicolaou, C., Pasadakis, N., Dimou, D.,

Kalaitzidis, S., Papazisimou, S.,

Foscolos, A.E., (2009), Adsorption of

NO, SO2 and Light Hidrocarbons on

Activated Greek Brown Coals,

International Journal of Coal

Geology 77, 401-408.

Perego, C., (1997), Catalyst Preparation

Methods, Catalysis Today 34, 281-

305.

Prasetyoko, D., Ramli, Z., Endud, S.,

Hamdan, H., Silikowski, B. (2006),

“Conversion of Rice Husk Ash to

Zeolite Beta”, Waste Management,

Vol. 26, hal. 1173 – 1179.

Rahayu, B.S., (2005), Analisis Emisi NOx

dan Partikel Smoke pada Motor

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Diesel Menggunakan Bahan Bakar

Crude Palm Oil Metal Ester, Tugas

Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik

Sistem Perkapalan ITS, Surabaya.

Reed, J.S., (1989), Introduction to The

Process of Ceramic Processing, John

Wiley & Sons, Inc., Singapore, 113-

116

Rozalina, R., (2009). Aktivitas dan

Selektivitas Katalis Sn, Pd dan Sn-Pd

Berpendukung Zeolit NaA yang

Disintesis dari Sekam Padi pada

Reaksi Denitrifikasi, Tesis Magister

Kimia, Jurusan Kimia FMIPA ITS

Surabaya.

Salama, T.M., Ali, I.O., Hanafy, A.I., Al-

Meligy, W.M., (2009), A Novel

Synthesis of NaA Zeolite

Encapsulated Iron (III) Schiff Base

Complex: Photocatalytic Oxidation

of Direct Blue-1 Dye with Hidrogen

Peroxide, Material Chemistry and

Physics 113, 159-165.

Sang, S., Liu, Z., Tian, P., Liu, Z., Qu, L.,

Zhang, Y., (2006), Synthesis of Small

Crystals Zeolite NaY, Materials

letters 60,1131-1133.

Simanjuntak (1993), Penelitian Pemanfaatan

Abu Sekam Padi sebagai Kebutuhan

Rumah Tangga, Proyek Penelitian

dan Pengembangan Industri, ISSN.

No. 0126 – 2343, Badan Penelitian

dan Pengembangan Industri,

Departemen Perindustrian R.I,

Menado.

Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J.,

(1996), Analytical Chemistry,

Seventh Edition, Saunders College

Publishing, New york, 562-597.

Smart., Moore., (1996), Solid State

Chemistry An Introduction, Second

Edition, Chapman & Hall, New

York.

Spasova, I., Nikolov, P., Mehandjiev, D.,

(2005), Adsorption of NO on

Alumina-Supported Oxie and Oxide-

Hydroxides of Manganese, Journal of

Colloid and Interface Science 290,

343-349.

Suraidah, C., (2008). Adsorpsi NOx pada

Zeolit NaY yang Dibuat dari Sekam

Padi, Cu-NaY dan Cu/NaY, Tesis

Magister Kimia, Jurusan Kimia

FMIPA ITS Surabaya.

Thompson, R. W. dan Franklin, K. C. (2001),

Verified Syntheses of Zeolitic

Materials, Elsevier Science,

Amsterdam, hal. 179.

Velzen, D.V., (1991), Sulphur Dioxide and

NitroOxides in ndustrial Waste

Gases: Emission, Legislation and

Abatement, Kluwer Academic

Publishers, Netherlands.

Vogel, (1990), Buku Teks Analisis Anorganik

Kualitatif Makro dan Semimikro,

edisi kelima, PT. Kalman Media

Pustaka, Jakarta.

Walton, K.S., Abney, M.B., LeVan, M.D.,

(2006), CO2 Adsorption in Y and X

Zeolites Modified by Alkali Metal

Cation Exchange, Microporous and

Mesoporous Materials 91, 78–84.

Wang, Z., Liu, Q., Yu, J., Wu, T., Wang, G.,

(2003), “Surface Structure and

Catalytic Behavior of Silica-

Supported Copper Catalysts Prepared

by Impregnation and Sol-Gel

Methods”, Applied Catalysts A:

General, Vol. 239, hal. 87-94.

Weitkamp, J., Puppe, L., (1999), Catalysis

and Zeolites Fundamental and

Application, Springer, New York.

West, A.R., (1985), Solid State Chemistry

and Its Applications, First Edition,

John Willey and Sons Ltd, New

York, USA, 122-123.

Windholz, M, (1983), The Merck Index, an

Encyclopedia of Chemicals, Drugs,

and Biologicals, Tenth Edition,

Merck and Co Inc, New York.

Yalcin, N., Sevinc, V., (2001), Studies on

Silica Obtained from Rice Husk,

Ceramic International 27, 219-224.

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dilahirkan di

Palembang pada tanggal 08

Mei 1987, sebagai anak kedua

dari tiga bersaudara. Penulis

adalah alumnus SD Negeri

176 Palembang, SMP Negeri 1

Bojonegoro dan SMA Negeri

2 Bojonegoro. Setelah lulus menempuh

Pendidikan Menengah Atas, penulis

melanjutkan Pendidikan Tinggi di Jurusan

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Kimia Fakultas MIPA Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB) pada bulan Agustus 2005. Selama

menempuh pendidikan tinggi di ITS, penulis

pernah aktif dan berpartisipasi dalam

organisasi dan kegiatan tingkat Jurusan yaitu

Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMKA) ITS.

Di wadah HIMKA tersebut penulis aktif

menjadi anggota PSDM periode 2006/2007,

Ketua HIMKA periode 2007/2008, penulis

juga aktif di BEM FMIPA ITS sebagai

Menteri KESMA periode 2008/2009. Selain

itu berbagai kegiatan juga pernah diikuti

diantaranya menjadi panitia dalam kegiatan

Seminar K3 (kesehatan dan keselamatan

kerja) dan kegiatan Olimpiade Kimia

Nasional tahun 2008. Penulis juga aktif

mengikuti beberapa pelatihan dan seminar

diantaranya pernah mengikuti seminar

Menghadapi Dunia Kerja, pelatihan

instrumen FTIR, fasih berbahasa Inggris, dan

seminar-seminar tentang kewirausahaan.

Penulis sempat menempuh Kerja Praktek di

PT Surya Kertas yaitu di bagian produksi.

Penulis menamatkan studi di Jurusan Kimia

MIPA dengan mengambil Tugas Akhir pada

bidang kimia anorganik.