pelanggaran hak konsumen terhadap...

80
PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR LEGAL DI DKI JAKARTA STUDI KASUS JAVA CURRY IMPORTIR PT MUSTIKA BOGA FOODNINDO Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: Abdul Muadz Kurniawan 11140480000067 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: doantu

Post on 01-Apr-2019

252 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR

LEGAL DI DKI JAKARTA STUDI KASUS JAVA CURRY IMPORTIR PT

MUSTIKA BOGA FOODNINDO

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Abdul Muadz Kurniawan

11140480000067

P R O G R A M S T U D I I L MU H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 2: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

ii

PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR

LEGAL DI DKI JAKARTA STUDI KASUS JAVA CURRY IMPORTIR PT

MUSTIKA BOGA FOODNINDO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Abdul Muadz Kurniawan

NIM. 11140480000067

Pembimbing

H. Syafrudin Makmur, S.H., M.H.

NUPN. 9920112680

P R O G R A M S T U D I I L MU H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 3: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP

PANGAN IMPOR LEGAL DI DKI JAKARTA STUDI KASUS JAVA CURRY

IMPORTIR PT MUSTIKA BOGA FOODNINDO” telah diajukan dalam sidang

Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 18 Mei 2018. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata

Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, Mei 2018

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A

NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. ( )

NIP. 196912161996031001

2. Sekretaris : Nur Rohim Yunus, LLM. ( )

NIP. 197904162011011004

3. Pembimbing : H. Syafrudin Makmur, S.H., M.H. ( )

NUPN. 9920112680

4. Penguji I : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. ( )

NIP. 19591231198601003

5. Penguji II : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. ( )

Page 4: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatulah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini plagiat maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2018

Abdul Muadz Kurniawan

Page 5: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

v

ABSTRAK

Abdul Muadz Kurniawan. NIM 11140480000067. PELANGGARAN HAK

KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR LEGAL DI DKI JAKARTA

STUDI KASUS JAVA CURRY IMPORTIR PT MUSTIKA BOGA FOODNINDO.

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. ix

+ 63 halaman.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana bentuk perlindungan

hukum bagi konsumen atas dilanggar haknya terhadap produk pangan impor yang

tidak memiliki izin edar dari pihak yang berwenang seperti yang dilakukan oleh

importir PT Mustika Boga Foodnindo pada produk Java Curry. Pada produk Java

Curry tidak memiliki izin edar dari pihak yang berwenang ketika dilakukan

penyidikan oleh BPOM. Jelas bahwa pelaku usaha telah melakukan pelanggaran

yang sangat membahayakan konsumen. Penelitian ini pun bertujuan untuk

mengetahui peran pemerintah dalam peredaran produk pangan, dan siapa yang

dapat dimintai pertanggung jawaban atas produk pangan impor tersebut serta

tanggung jawab apa yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha ketika mengabaikan

hak konsumen.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum

normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute

approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-

undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan

dengan cara menelaah produk impor Java Curry importir PT Mustika Boga

Foodnindo.

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa produk pangan impor

harus memiliki izin edar dari BPOM untuk diperdagangkan diwilayah Indonesia

agar hak konsumen dapat terpenuhi seperti yang diatur dalam beberapa peraturan

seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

tentang Label dan Iklan Pangan, serta Peraturan Kepala BPOM. Selanjutnya kepada

setiap importir yang mengedarkan produk impor tidak memenuhi persyaratan yang

telah berlaku selalu diawasi oleh pihak yang terkait yakni Badan Pengawas Obat

dan Makanan Republik Indonesia melalui pengawasan Pre Market dan Post

Market, serta tanggung jawab importir sebagai pelaku usaha.

Kata Kunci: Pelanggaran Hak Konsumen, Perlindungan Konsumen, Produk

Pangan, Pangan Impor.

Pembimbing : H. Syafrudin Mahmur, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1987 sampai 2016

Page 6: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Allhamdulilahirabbil’aalamin, penulis menyampaikan segala puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-

Nya kepada kita semua. Penulis menghaturkan shalawat serta salam senantiasa kita

curahkan kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW, kepada segenap

keluarganya, sahabat serta umatnya sepanjang zaman, yang Insya Allah kita ada di

dalamnya.

Dengan rahmat dan petunjuk penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. Atas

segala karunia sehingga peneliti beryukur, dengan limpahan dan kasih sayang-Nya,

mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PELANGGARAN

HAK KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR LEGAL DI DKI JAKARTA

STUDI KASUS JAVA CURRY IMPORTIR PT MUSTIKA BOGA

FOODNINDO”, sebagai salah satu persyaratan yang diwajibkan untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Proses perjalanan yang panjang untuk menyelesaikan skripsi ini tidaklah

mudah terdapat banyak hambatan dan rintangan yang peneliti temui dan alami.

Berkat ridha-Nya dan doa, kesungguhan hari dan kerja keras, akhirny penulis

sampai titik proses akhir penulisan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa sangat sederhana karya tulis ini dan jauh dari kata

sempurna. Namun juga peneliti tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang

telah banyak memberikan bantuan, arahan dan bimbingan, sehingga dalam

kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada yang

terhormat:

Page 7: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

vii

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan berupa saran

dan masukan terhadap kelancaran proses penyusunan skripsi ini.

3. Syafrudin Makmur, S.H., M.H., dosen pembimbing yang telah bersedia

menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan,

masukan, serta bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang telah

memberikan banyak informasi kepada penulis melalui website resminya

sehingga membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Kedua Orang Tua tercinta yaitu Bapak Enjum HM dan Ibu Komariah yang

selalu memberikan doa dan motovasi kepada penulis, serta telah memberikan

dukungan moril maupun materil kepada penulis tanpa lelah.

6. Kakak kandung penulis, Indah Nurbaiti karena telah memberikan dukungan

moril ataupun materil kepada penulis hingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

7. Pihak perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Universitas

Indonesia (UI), terima kasih karena telah menyediakan buku-buku yang cukup

lengkap sehingga penulis tidak kebingungan mencari referensi.

8. Penulis artikel, jurnal, opini dan lain-lainnya yang membantu penulis dalam

proses penulisan.

9. Teman-teman dekat yang jadi tempat pelampiasan keluh kesah penulis, teman-

teman seperjuangan proposal skripsi, dan teman-teman satu bimbingan yang

telah banyak memberikan motivasi dan masukan kepada penulis.

10. Kawan-kawan seangkatan Ilmu Hukum 2014, kawan-kawan hukum bisnis

yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam penyusunan skripsi

ini.

11. Tirana Putri Ishlah, yang telah memberikan semangat dan motivasi serta

dukungan moral maupun material dengan meluangkan waktunya selama

pengerjaan skripsi ini.

Page 8: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

viii

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT

memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka semua.

Akhir kata penulis berharap kepada semua pihak untuk memberikan masukan

yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 21 Mei 2018

Peneliti

Page 9: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 8

D. Metode Penelitian .................................................................................... 9

E. Sistematika Penulisan ............................................................................ 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Tinjauan Kajian Umum ......................................................................... 14

1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen .................................. 14

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ...................................... 16

3. Hak dan Kewajiban Konsumen ....................................................... 20

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha................................................... 24

5. Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha ................................... 27

6. Sanksi-sanksi ................................................................................... 29

7. Tanggung Jawab Produk (Product Liability) .................................. 30

8. Pengertian Produk Pangan dan Impor ............................................. 32

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu......................................................... 35

Page 10: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

x

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PANGAN

IMPOR ILEGAL DI DKI JAKARTA

A. Profil PT Mustika Boga Foodnindo....................................................... 37

B. Tinjauan Umum Mengenai Badan Pengawas Obat dan Makanan ........ 38

C. Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Pangan yang Tidak

Mencantumkan Izin Edar....................................................................... 46

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PRODUK PANGAN IMPOR

JAVA CURRY

A. Penemuan Produk Java Curry Importir PT Mustika Boga

Foodnindo .............................................................................................. 50

B. Peran Pemerintah Terkait Peredaran Pangan yang Tidak Terdapat

Izin Edar ................................................................................................ 52

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ............................................................. 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 64

B. Rekomendasi ......................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67

Page 11: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia hidup membutuhkan pangan, sandang, dan

papan. Ketiga unsur itu merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk

keberlangsungan hidupnya. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2012 Tentang Pangan mendefinisikan pangan adalah segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,

perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak

diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan

lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau

pembuatan makanan dan minuman.

Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam

kehidupan manusia disamping dua kebutuhan dasar lainnya yaitu sandang

dan papan.1 Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari serta menjaga kesehatan

tentunya harus ditopang dengan pangan yang cukup dan sesuai, oleh karena

itu ketersediaan pangan merupakan hal penting dan harus diperhatikan dalam

kebutuhan masyarakat.

Pembangunan serta pertumbuhan perekonomian di Indonesia khususnya

dalam bidang perindustrian dan perdagangan membantu kegiatan usaha yang

dapat menghasilkan berbagai jenis barang dan atau jasa yang dapat

dikonsumsi. Tingkat konsumtif masyarakat Indonesia khususnya dalam

bidang pangan sangat tinggi dan beraneka ragam. Kebutuhan pangan di suatu

negara dapat dipenuhi oleh produk dalam negeri ataupun produk luar negeri

yang biasa disebut impor. Pada era globalisasi, aktivitas perdagangan

internasional berupa kegiatan ekspor atau impor barang dan atau jasa sudah

1 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”. Dalam

Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 21, No. 2, Juni 2009.

Page 12: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

2

tidak dapat dihindari lagi. Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah

terlibat dalam aktivitas ekspor maupun impor dengan negara lain. Untuk

kegiatan impor Indonesia sudah mulai sejak tahun 1990an. Kebutuhan impor

barang dan jasa di Indonesia dirasakan meningkat setelah terjadinya krisis

ekonomi. Hal ini dikarenakan banyak kebutuhan akan produk barang dan jasa

masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen

dalam negeri, di samping juga kualitas produk barang dan jasa impor

dipandang mempunyai kualitas tinggi.2

Kondisi demikian pada satu satu pihak mempunyai manfaat bagi

konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan atau jasa yang

diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk

memilih aneka jenis dan kualitas barang atau jasa sesuai dengan keinginan

dan kemampuan konsumen. Akan tetapi, keinginan masyarakat untuk

mengkonsumsi produk luar negeri/ impor banyak dimanfaatkan oleh pelaku

usaha yang tidak bertanggung jawab dengan memproduksi atau

memperdagangkan produk pangan impor yang tidak memenuhi persyaratan

untuk diedarkan kepada masyarakat atau ilegal.

Banyak masyarakat sangat tertarik terhadap produk luar negeri/impor

dengan harga murah dan sebagai ajang gengsian terhadap lingkungan

sekitarnya. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang membeli produk pangan

impor walaupun produk pangan yang dibelinya merupakan produk ilegal atau

bisa dikatakan tidak terdaftar dalam pihak yang berwenang yakni Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Pangan tersebut mudah

didapatkan dengan harga yang terjangkau karena ilegal, tidak adanya ijin edar

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, tidak adanya

label bahan baku, dan tidak adanya keterangan yang jelas mengenai produk

pangan tersebut. Karena produk impor dapat dibeli dan diperdagangkan

dengan mudah, banyak para pelaku usaha memanfaatkan untuk kepentingan

2 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”. Dalam

Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 21, No. 2, Juni 2009.

Page 13: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

3

bisnisnya. Konsumen biasanya tidak meneliti suatu produk sebelum membeli,

ini bisa menjadi salah satu faktor kenapa produk pangan impor yang ilegal

masih diminati oleh masyarakat.

Pangan impor yang diedarkan di Indonesia harus mempunyai izin edar

berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang dikeluarkan oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia atau pangan

tersebut dikatakan ilegal, atau bahkan ketika sudah mendapat izin edar akan

tetapi masa berlaku izin edarnya sudah habis dapat juga digolongkan pangan

impor ilegal. Surat Keterangan Impor (SKI) sangat dibutuhkan karena dengan

adanya Surat Keterangan Impor (SKI) menandakan sudah adanya persetujuan

pemasukan obat dan makanan ke dalam wilayah Indonesia atau legal dalam

rangka memperlancar arus barang untuk kepentingan perdagangan.

Beredarnya produk impor ilegal telah melanggar Pasal 3 Keputusan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

ke dalam Wilayah Indonesia yaitu: pertama, Obat dan Makanan yang dapat

dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan adalah Obat dan

Makanan yang telah memiliki izin edar. Kedua, selain harus memiliki izin

edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang impor.

Pada pasal 3 keputusan Kepala BPOM Tentang Pengawasan Pemasukan

Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia disini sangat jelas bahwa

semua produk impor yang beredar di Indonesia harus mendapat ijin edar dari

BPOM. Selain melanggar pasal 3, peredaran produk impor tanpa izin ini juga

melanggar pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah

Indonesia, dimana dijelaskan bahwa produk impor juga harus mendapat

persetujuan dari Kepala Badan, persetujuan yang dimaksud adalah Surat

Keterangan Impor (SKI).

Produk impor selain mempunyai manfaat bagi konsumen. Disisi lain,

kondisi demikian dapat mengakibatkan pelaku usaha dan konsumen menjadi

Page 14: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

4

tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen

menjadi objek aktivitas bisnis untuk mendapat keuntungan yang sebesar-

besarnya, terkadang bahkan menghiraukan hak konsumen. Disini konsumen

memiliki resiko yang lebih rentan dibanding dengan pelaku usaha.

Faktor utama yang menjadikan konsumen lemah adalah tingkat

kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Posisi konsumen sebagai

pihak yang lemah juga diakui secara internasional sebagaimana tercermin

dalam Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/248 Tahun 1985 tentang

Guidelines for Consumer Protection (Pedoman untuk Perlindungan

Konsumen), yang menghendaki agar konsumen mempunyai hak-hak dasar

tertentu yakni hak mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur, hak

untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak

untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan

kebutuhan dasar manusia, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik, dan

hak untuk mendapatkan pendidikan dasar.3

Di Indonesia pada tahun 1999 telah lahir sebuah peraturan perundang-

undangan yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah

berlaku sejak tanggal 20 April 2000, Undang-Undang ini lahir dengan tujuan

memberikan kepastian hukum kepada konsumen. Dalam Undang-Undang ini

juga diatur mengenai tanggung jawab para pelaku usaha yang tentunya untuk

memberikan kepastian hukum dan melindungi hak para konsumen.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf a salah

satu hak konsumen adalah mendapatkan “hak atas kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Terlihat disini

bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

merupakan hal yang sangat diutamakan. Selain point tersebut, hak konsumen

diantaranya hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapat barang

3 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 2-3.

Page 15: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

5

dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan, mendapat informasi yang jujur dan jelas tentang kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa tersebut, hak untuk didengar pendapat dan

keluhannya, mendapat advokasi atau perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa, mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, hak untuk

diperlakukan dan dilayani dengan benar dan jujur tanpa adanya diskriminatif,

mendapat kompensasi apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

sebagaimana mestinya dan hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam transaksi jual beli, pelaku usaha sering tidak

memperhatikan kondisi produk yang dijual, kondisi merupakan hal yang

sangat penting atau utama dalam transaksi, dimana jika tidak diperhatikan

pelaku usaha akan sangat merugikan konsumen.4 Janus Sidabalok

mengemukakan ada 4 (empat) alasan kenapa konsumen perlu dilindungi,

yaitu sebagai berikut5 :

1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa

sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut

Undang-Undang Dasar 1945;

2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari

dampak negatif penggunaan teknologi;

3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang

sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang

berarti juga menjaga kesinambungan pembangunan nasional;

4. Melindungin konsumen untuk menjamin sumber dana pembangunan

yang bersumber dari masyarakat konsumen.

Walaupun sebenarnya hak-hak konsumen sudah terdapat dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, akan tetapi pada kenyataanya masih

banyak para pelaku usaha yang memanfaatkan kelemahan konsumen untuk

4 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 10.

5 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2006), h. 6.

Page 16: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

6

mendapat keuntungan pribadinya. Karna semestinya suatu produk impor

yang masuk ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan-

persyaratan standar yang telah ditetapkan, akan tetapi pelaku usaha begitu

dengan mudahnya mengabaikan atau melanggar ketentuan yang ada dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, seperti mengabaikan kewajiban-

kewajiban pelaku usaha dan hak-hak konsumen. Salah satu hak yang

dilanggar oleh pelaku usaha adalah kecurangan dalam memperdagangkan

produk pangan impor yang tidak terdaftar dalam sertifikasi Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM) sehingga dapat membahayakan keselamatan dan

kesehatan konsumen. Seperti yang terjadi didaerah Penjaringan Jakarta Utara,

yakni yang dilakukan oleh importir PT Mustika Boga Foodnindo yang

memperdagangkan produk pangan olahan Java Curry6, produk pangan impor

tersebut disinyalir tidak terdapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan

Makanan, yang berarti bahwa keamanan dan kesehatan produk tersebut tidak

dapat dijamin.

Perlindungan konsumen seharusnya menjadi jaminan bagi para

konsumen atas produk pangan yang dibeli dari pelaku usaha dan mendapat

perhatian yang lebih, mengingat produk pangan impor yang beredar sudah

sedemikian meningkat dan perkembangan zaman yang semakin mengglobal.

Masyarakat harus dilindungi keselamatan dan kesehatan dari pangan impor

yang tidak memenuhi syarat serta kerugian akibat perilaku pelaku usaha yang

tidak jujur. Dengan kata lain pangan harus aman dan layak konsumsi.

Konsumen berhak mendapat keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi pangan impor.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, peneliti tertarik untuk

mengangkatnya dalam sebuah penelitian dengan judul: “Pelanggaran Hak

6 “Badan POM RI Temukan Gudang Pangan Impor Ilegal di Jakarta Utara”,

http://www.pom.go.id/new/view/more/pers/392/SIARAN-PERS--BADAN-POM-RI-TEMUKAN-

GUDANG-PANGAN-IMPOR-ILEGAL-DI-JAKARTA-UTARA.html

Page 17: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

7

Konsumen Terhadap Pangan Impor Legal di DKI Jakarta Studi Kasus

Java Curry Importir PT Mustika Boga Foodnindo”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang disampaikan, terdapat beberapa

persoalan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi konsumen

terhadap produk impor ilegal.

Dari latar belakang tersebut terdapat berbagai masalah yang muncul

yaitu:

a. Dalam hukum perlindngan konsumen terkait penjualan produk impor

pangan ilegal, menimbulkan kerugian apabila pihak pelaku usaha

tidak beritikad baik untuk mengganti kerugian tersebut.

b. Bagaimana bentuk perlindungan konsumen dari pelaku usaha

terhadap kerugian pangan impor tanpa adanya izin edar dari pihak

yang berwenang.

c. Bagaimana tanggung jawab yang dilakukan oleh pelaku usaha jika

melakukan peredaran produk pangan impor ilegal.

d. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam hal pertanggungjawaban

terhadap produk pangan impor yang ilegal.

e. Bagaimana peran pemerintah dalam kaitannya mengawasi peredaran

produk pangan impor.

f. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen terhadap

peredaran pangan impor ilegal.

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah pelanggaran terhadap hak-hak

konsumen, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini

peneliti batasi hanya bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen

pangan impor yang tidak terdapat izin edar dari pihak yang berwenang.

Page 18: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

8

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah

dijabarkan sebelumnya yakni adanya pelanggaran yang dilakukan oleh

pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen pangan impor ilegal, maka

dapat dirumuskan permasalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum dalam melindungi hak-hak

konsumen atas peredaran pangan impor ilegal ?

b. Bagaimana peran pemerintah dalam mengawasi produk pangan impor

yang beredar ?

c. Bagaimana tanggung jawab yang harus dilakukan oleh importir

selaku pelaku usaha ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu dari penelitian

yang dilakukannya, penelitian ini bertujuan :

a. Untuk menjelaskan mekanisme perlindungan hukum terhadap

konsumen impor ilegal atau tidak adanya izin edar dari pihak yang

berwenang.

b. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam mengawasi produk

pangan impor yang beredar.

c. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan

oleh pelaku usaha ketika melakukan pelanggaran terhadap hak

konsumen.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat dari penelitian dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Page 19: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

9

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan mengenai perlindungan konsumen produk pangan impor

dengan baik.

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap

Pemerintah dalam meningkatkan pengawasan terhadap produk

impor yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin edar dari

pihak yang berwenang.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap para

pelaku usaha atau produsen dalam memproduksi atau

memperjual belikan produk pangan impor harus mendapatkan

izin edar dari pihak yang berwenang dan harus sesuai dengan

standar yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

D. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa

metode yang akan digunakan, diantaranya adalah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.7 Soerjono Soekanto

dan Sri Mamudji pun berpendapat penelitian hukum normative adalah

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

kepustakaan (data sekunder).8 Dalam penelitian ini penulis mencari fakta-

fakta yang akurat mengenai sebuah peristiwa yang menjadi objek

penelitian. Penelitian ini juga dilakukan dan ditujukan pada peraturan-

peraturan tertulis dan bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan-

peraturan yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan sifat dari

7 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet.1 (Jakarta: Tim Pengajar, 2005), h. 9.

8 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, cet.1 (Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 31.

Page 20: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

10

penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian yang bersifat

deskriptif, yaitu penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah

yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek

atau obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak.

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapat informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang sedang dicari jawabannya. Pendakatan yang

dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)

dimana guna memahami kedudukan hukum dalam kaitannya pada pangan

impor ilegal, serta pendekatan konseptual dan pendekatan kasus (case

approach). Pendekatan kasus diterapkan dalam mengamati kasus yang

telah terjadi yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.

3. Sumber Data

Sumber pada penelitian skripsi ini antara lain mencakup bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum (tersier).

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.9

Bahan hukum primer merupakan bahan utama. Bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Cetakan ke- 9 (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2014), h. 181.

Page 21: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

11

3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yakni bahan yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder merupakan bahan

hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer, yang berupa rancangan peraturan perundang-undnagan, hasil

penelitian, buku-buku teks, jurnal, media cetak, dan media

elektronik.10

c. Bahan non hukum (tersier)

Bahan non hukum merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder.

Seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan penelitian hukum normatif

menggunakan prosedur pengumpulan bahan hukum dengan cara studi

kepustakaan (library research) terhadap bahan-bahan hukum maupun

non hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik kepustakaan

(library research) yakni upaya untuk memperoleh data atau upaya

mencari dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-

undangan, artikel, dan serta jurnal hukum yang tentunya relevan dengan

penelitian agar dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau

dalam memecah suatu masalah.11

5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan adalah menglola data

sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum tersebut tersusun secara

10 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 157-158.

11 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2009),

h.56.

Page 22: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

12

sistematis. Sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis dan

menarik kesimpulan dari pembahasan masalah yang ada.

6. Analisis Bahan Hukum

Adapun analisis bahan hukum yang diperoleh bersifat perspektif

memberi petunjuk atau bergantung pada ketentuan yang berlaku,

dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang

lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Cara pengolahan bahan hukum dianalisis untuk melihat kecurangan

dalam pelanggaran para pelaku usaha yang dilakukan tersebut guna

menangani masalah perlindungan terhadap konsumen impor ilegal yang

dirugikan oleh pelaku usaha.

7. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan penulis dalam

skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat

dalam Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima (5) bab, dimana pada setiap

bab akan dibahas secara rinci sebagai bagian dari keseluruhan penelitian ini.

Sistematika uraian penelitian ini sebagai berikut:

BAB I: Didalam bab ini menguraikan mengenai alasan dalam

pemilihan judul, diuraikan juga mengenai Latar Belakang

Masalah, Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sitematika

Penelitian.

BAB II: Dalam bab ini akan menguraikan tentang teori-teori yang

mendukung permasalahan skripsi ini dan tinjauan (review)

kajian terdahulu. Peneliti akan membahas Tinjauan Umum

Page 23: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

13

Tentang Perlindungan Konsumen yang menguraikan

mengenai pengertian perlindungan konsumen, asas dan tujuan

perlindungan konsumen. Diuraikan juga mengenai kewajiban

dan tanggungjawab konsumen serta kewajiban dan

tanggungjawab pelaku usaha.

BAB III: Dalam bab ini berisi profil perusahaan dan akan membahas

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

pangan impor yang mengharuskan adanya izin edar.

BAB IV: Dalam bab ini merupakan inti dari penulisan skripsi yaitu

berisi analisis hasil penelitian mengenai produk pangan olahan

impor.

BAB V: Dalam bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan

skripsi, berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi peneliti

yang didapatkan berdasarkan pemaparan pada bab-bab

sebelumnya.

Page 24: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

14

BAB II

TINJAUAN KAJIAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Tinjauan Kajian Umum

1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua

bidang hukum yang sulit untuk dipisahkan. Pada dasarnya, baik hukum

konsumen dan hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang

sama, yakni kepentingan hak-hak (hukum) konsumen. Bagaimana hak-hak

konsumen itu diakui dan diatur didalam hukum, serta bagaimana di

implementasikan dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Az. Nasution hukum konsumen adalah sebagai keseluruhan

asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah

penyediaan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia

dan penggunaannya dalam kehidupan masyarakat.1 Sedangkan hukum

perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah

yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungannya dengan

masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara

penyedia dan penggunaannya dalam kehidupan masyarakat.2 Tegasnya,

hukum perlindungan konsumen merupakan keseluruhan peraturan

perundang-undangan, baik undang-undang maupun peraturan perundang-

undangan lainnya serta putusan-putusan hakim yang substansinya

mengatur mengenai kepentingan konsumen.3

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 angka 1

menyatakan bahwa, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

1 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,

2007) h. 22.

2 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar... h. 22.

3 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2013) h. 21-24.

Page 25: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

15

konsumen. Menurut Az. Nasution kepastian hukum itu meliputi segala

upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan

pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan

atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha

penyedia kebutuhan konsumen tersebut.4

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi

perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap

kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat

dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.5

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua

aspek, yaitu:6

a. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

b. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil

kepada konsumen.

Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan

dengan pelaku usaha berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal dalam

perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen, antara lain:

a. Let The Buyer Beware

Prinsip ini beranggapan bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah

dua pihak yang sangat seimbang sehingga konsumen tidak

memerlukan perlindungan.

b. The Due Care Theory

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban

untuk berhati-hati dalam memasarkan produk. Selama pelaku usaha

4 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, Cet. 3, (Jakarta: Predana Media Group, 2015) h. 4.

5 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 21-22.

6 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 22.

Page 26: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

16

berhati-hati dengan produknya, maka ia tidak dapat dipersalahkan.

Prinsip ini berlaku pembuktian siapa yang mendalilkan maka dialah

yang harus membuktikan.

c. The Privity Of Contract

Prinsip ini beranggapan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban

untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika

diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku

usaha tidak dapat dipersalahkan diluar hal-hal yang terdapat dalam

perjanjian. Dengan demikian konsumen dapat menggugat

berdasarkan wanprestasi.

d. Kontrak Bukan Syarat

Pada prinsip ini kontrak bukan lagi syarat untuk menetapkan

eksistensi suatu hubungan hukum. Pada saat terjadi transaksi maka

sudah ada perikatan antara konsumen dan pelaku usaha.

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Sistem hukum adalah keseluruhan tertib hukum yang didukung oleh

sejumlah asas. Asas-asas ini satu sama lain berfungsi sebagai pendukung

angunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan, dan mencegah

adanya tumpang tindih, serta menciptakan kepastian hukum didalam

keseluruhan tata tertib hukum tersebut.7

Hubungan antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah yang

seimbang menjadi harapan bagi terwujudnya perlindungan konsumen di

Indonesia. Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha

bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan

pemerintah berdasarkan lima asas, yaitu menurut Pasal 2, Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah:8

7 Siwi Purwandari, Pengantar Teori Hukum, (Bandung: Nusa Media, 2010) h.94.

8 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004) h. 25-26.

Page 27: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

17

a. Asas Manfaat

Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku

usaha secara keseluruhan;

Asas ini mempunyai makna bahwa dalam menerapkan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat kepada pihak-

pihak yang bersangkutan yaitu konsumen dan pelaku usaha sehingga

tidak ada satu pihak yang merasa kedudukannya lebih tinggi diantara

yang lainnya.

b. Asas Keadilan

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil;

Asas keadilan mempunyai makna agar antara pelaku usaha dan

konsumen masing-masing memperoleh keadilan dam melakukan

kewajiban dan keadilan dalam menerima hak-haknya, karena itu

Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur hak dan kewajiban

konsumen dan pelaku usaha.

c. Asas Keseimbangan

Asa keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah;

Dengan adanya asas ini diharapkan antara kepentingan konsumen,

pelaku usaha, dan pemerintah agar dapat terwujud secara seimbang.

Tidak ada pihak yang merasa dirinyan lebih dilindungi dari pihak lain.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau digunakan;

Page 28: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

18

Asas ini mempunyai makna adanya suatu jaminan atas keamanan dan

keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang akan dimanfaatkan atau

digunakan. Bahwa produk yang akan dimanfaatkan atau digunakan

tidak akan mengancam ketentraman, keselamatan jiwa, dan harta

bendanya.

e. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen, negara dalam

hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut;

Asas ini dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati

hukum yang berlaku dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-

hari agar memperoleh keadilan. Oleh karena itu negara menjamin akan

adanya kepastian hukum tersebut.

Memperhatikan substansi pada Pasal 2 Undang Undang Perlindungan

Konsumen demikian, tampak bahwa perumusannya mengacu pada

filosofis pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya yang berlandaskan kepada falsafah Republik Indonesia.9

Kelima asas yang disebutkan pada Pasal tersebut, jika diperhatikan

substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas, yaitu:

a. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan

keselamatan konsumen,

b. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan

c. Asas kepastian hukum.

Asas kepastian dan keseimbangan yang dikelompokkan ke dalam asas

keadilan, mengingat bahwa hakikat keseimbangan yang dimaksud adalah

9 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2010), h. 26.

Page 29: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

19

juga keadilan bagi kepentingan masing-masing para pihak, yakni

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Sedangkan menyangkut asas

keamanan dan keselamatan konsumen yang dikelompokkan ke dalam asas

manfaat, karena keamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri

merupakan bagian dari manfaat penyelenggaraan perlindungan yang

diberikan kepada konsumen disamping kepentingan pelaku usaha secara

keseluruhan.10

Selain kelima asas tersebut, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen juga merumuskan tujuan perlindungan konsumen, yang diatur

dalam Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta ekses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

10 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 26.

Page 30: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

20

3. Hak dan Kewajiban Konsumen

Istilah konsumen berasal dan ahli bahasa dari kata consumer, secara

harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang

menggunakan barang.11 Pengertian konsumen dalam arti umum adalah

pemakai, pengguna, dan atau pemanfaat barang dan atau jasa untuk tujuan

tertentu.12 Sedangkan pengertian konsumen menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain maupun makhluk hidup lain,

dan tidak untuk diperdagangkan. Dengan demikian, konsumen bisa orang-

perorangan atau sekelompok masyarakat maupun makhluk hidup lain yang

membutuhkan barang dan/atau jasa untuk dikonsumsi oleh yang

bersangkutan, atau dengan kata lain barang/jasa tersebut tidak untuk

diperdagangkan.13

Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah “konsumen” yang

mengaburkan dari maksud yang sesungguhnya, pengertian konsumen

dapat terdiri dari 3 (tiga) pengertian, yaitu:14

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau

jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan/komersial.

Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut,

konsumen antara ini sesungguhnya adalah pengusaha yang berbentuk

badan usaha perorangan maupun pengusaha yang berbentuk badan

11 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 15.

12 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 30.

13 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Edisi Revisi

Cet. 9, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016) h. 194.

14 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, Cet. 3, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015) h.62.

Page 31: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

21

hukum atau tidak, baik pengusaha swasta maupun pengusaha publik

(perusahaan milih negara), dan dapat terdiri dari penyedia dana

(investor), pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen

akhir atau produsen, atau penyedia atau penjual produk akhir seperti

supplier, atau pedagang (distributor).

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami (natuurlijke persoon) yang

mendapatkan barang dan/atau jasa, yang digunakan untuk tujuan

memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, keluarga dan/atau rumah

tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Setiap individu diberikan hak dan kewajibannya masing-masing tidak

terkecuali hak dan kewajiban sebagai pemakai barang dan/atau jasa.

Pemahaman tentang hak-hak konsumen sangat penting agar penyedia

barang dan/atau jasa tidak berbuat semena-mena, serta orang bisa

bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.

Presiden Jhon F.Kennedy mengemukakan 4 (empat) hak konsumen

yang harus dilindungi, yaitu:15

a. Hak memperoleh keamanan (the right to safety)

b. Hak memilih (the right to choose)

c. Hak mendapat informasi (the right to be informed)

d. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248 Tahun 1985

tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection),

juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi,

meliputi:16

a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan

keamanan;

15 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 47.

16 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 32.

Page 32: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

22

b. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen;

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai

kehendak dan kebutuhan pribadi;

d. Pendidikan konsumen;

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efekktif;

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi

lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi

tersebut untuk menyeruakan pendapatnya dalam proses pengambilan

keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of

Consumers Union-IOCO) menambahkan 4 (empat) hak dasar konsumen

yang harus dilindungi, yaitu:17

a. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup.

b. Hak untuk memperoleh ganti rugi.

c. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen.

d. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada pasal 4, menetapkan hak-hak konsumen

sebagai berikut:

a. Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapat barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa.

17 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 49.

Page 33: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

23

d. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara

tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Selain memperoleh hak-hak tersebut, sebagai balance konsumen juga

mempunyai beberapa kewajiban. Kewajiban-kewajiban tersebut diatur

dalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa.

c. Membayar sesuai engan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Hal tersebut dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh

hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi

dirinya. Serta memberikan konsekuensi terhadap pelaku usaha tidak akan

bertanggungjawab jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian

akibat mengabaikan kewajiban tersebut.

Page 34: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

24

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pihak yang terkait dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

selain konsumen adalah pelaku usaha. Pada Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

memberikan pengertian Pelaku Usaha adalah “setiap perseorangan atau

badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-

sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi”.

Definisi pelaku usaha yang diberikan oleh Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen tersebut, pelaku usaha tidak harus suatu

badan hukum, tetapi dapat pula orang perseorangan. Menurut definisi

tersebut, Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku baik bagi

pelaku usaha ekonomi kuat, maupun bagi pelaku usaha ekonomi lemah

(UKM). Pelaku usaha menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen

juga tidak terbatas pada pelaku usaha perorangan yang

berkewarganegaraan Indonesia atau badan hukum Indonesia, tetapi juga

pelaku usaha perorangan yang bukan berkewarganegaraan Indonesia atau

pelaku usaha badan hukum asing, sepanjang mereka itu melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia.18

Pengertian pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen ini, mempunyai cakupan yang luas

karena meliputi penjual grosir, leveransi sampai pada pengecer. Namun

dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau

pelaku usaha di luar negeri, karena Undang-Undang Perlindungan

Konsumen membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

18 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, Cet. 3, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015) h. 67.

Page 35: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

25

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia.19

Dalam Undang-Undangn Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga

memuat definisi tentang pelaku usaha pangan, yakni dalam Pasal 1 angka

(39). Menyebutkan pelaku usaha pangan adalah setiap orang yang

bergerak pada satu atau lebih subsistem agribisnis Pangan, yaitu penyedia

masukan produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan,

dan penunjang.

Hak-hak yang diberikan kepada konsumen untuk menciptakan

kenyamanan dalam menggunakan suatu barang dan/atau jasa. Sebagai

keseimbangan, makan kepada para pelaku usaha diberikan hak.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Pasal 6, yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan, maka

kepada pelaku usaha dibebankan kewajiban-kewajiban sebagaimana

19 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 9.

Page 36: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

26

diatur dalam Pasal 7, Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Kewajiban pelaku usaha antara lain:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha

diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,

sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Kewajiban

pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang

dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam

memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan

mutu pelayanan kepada konsumen.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang

yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau

kerugian.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

Page 37: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

27

g. Memberik kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

5. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan

larangan-larangan bagi pelaku usaha yang berujung kerugian konsumen.

Pelanggaran terhadap larangan-larangan tersebut merupakan tindak

pidana.20 Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

diatur dalam Pasal 8-17 Uundang-Undang Perlindungan Konsumen.

Ketentuan tersebut kemudian dapat digolongkan kedalam 3 (tiga)

kelompok, yaitu:

a. Larangan pelaku usaha dalam kegiatan memproduksi (Pasal 8).

b. Larangan pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16).

c. Larangan pelaku usaha dalam periklanan (Pasal 17).

Pasal 8, Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur larangan

bagi pelaku usaha meliputi kegiatan:

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah

dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket

barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

20 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen... h. 53.

Page 38: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

28

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan, atau promosi penjualan yang paling baik atas

barang tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alat pelaku

usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut

ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan

barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat

atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap

dan benar atau barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan

yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa

memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)

dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib

menariknya dari peredaran.

Page 39: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

29

Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) larangan pokok,

yaitu (1) Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi

syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau

dimanfaatkan oleh konsumen dan (2) Larangan mengenai ketersediaan

informasi yang tiak benar, dan tidak akurat, yang menyesatkan

konsumen.21

6. Sanksi-sanksi

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik

dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.22 Jika ada

konsumen yang merasa dirugikan oleh perbuatan pelaku usaha maka dia

memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha

tersebut.

Sanksi –sanksi yang bisa dikenakan atas pelanggaran yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam suatu produk di atur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen di dalam bab XIII, dari Pasal 60 sampai dengan

Pasal 63. Undang-Undang Perlindungan Konsumen membedakan menjadi

sanksi administratif dan sanks pidana, yaitu sebagai berikut:

a. Sanksi Administratif

Sanksi administratif di atur dalam Pasal 60 yang menyatakan terhadap

pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20,

Pasal 25 dan Pasal 26 berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp

200.000.000,00.

b. Sanksi Pidana Pokok

21 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 43.

22 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011) h. 44.

Page 40: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

30

Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dikenakan dan dijatuhkan

oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap

pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ketentuan mengenai

sanksi pidana pokok dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

diatur pada Pasal 62.

c. Sanksi Pidana Tambahan

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimungkinkannya

diberikan sanksi pidana tambahan diluar sanksi pidana pokok. Sanksi

ini tercantum dalam Pasal 63 yaitu berupa: perampasan barang

tertentu, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti rugi,

perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran atau

pencabutan izin usaha.

7. Tanggung Jawab Produk (Product Liability)

Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat

dilihat dan dipegang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.

Tanggung jawab produk atau tanggung gugat produk merupakan istilah

yang diterjemahkan dari product liability. Tanggung jawab produk

mengacu juga kepada tanggung jawab produsen, yang dalam istilah bahasa

Jerman disebut produzenten haftung. Menurut Az Nasution Product

Liability sering diistilahkan dengan tanggung jawab produk cacat atau

tidak sempurna.23 Dalam hal tanggung jawab produk ini Undang-Undang

Perlindungan Konsumen menggunakan istilah tanggung jawab pelaku

usaha.

Product Liability merupakan sebuah tanggungjawab perdata secara

langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami oleh konsumen

akibat dari mengkonsumsi barang atau produk yang dihasilkan, inti sari

dari Product Liability adalah tanggungjawab berdasarkan perbuatan

23 Tami Rusli, “Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen”. Dalam

Jurnal Pranata Hukum. Vol. 7, No. 1, Januari 2012.

Page 41: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

31

melawan hukum (teritious liability) yang telah diratifikasi menjadi strict

liability (tanggung jawab mutlak).24

Pengertian lain dari tanggungjawab produk adalah suatu

tanggungjawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan

suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang

menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut, juga

terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang

bengkel dan pergudangan, demikian juga para agen dan pekerja dari

badan-badan usaha tersebut.25

Product Liability akan digunakan oleh konsumen untuk mendapatkan

ganti kerugian secara langsung dari pelaku usaha sekalipun konsumen

tersebut tidak memiliki kontaktual dengan pelaku usaha tersebut.26

Tanggungjawab ini diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, yang menjelaskan bahwa pelaku usaha

bertanggungjawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan,

pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

atau produk yang dihasilkan atau yang diperdagangkan oleh pelaku usaha.

Kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan dapat terjadi

karena pelaku usaha melanggar larangan atau ketentuan sebagaimana

dalam Pasal 8 sampai Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Product Liability dapat diklasifikasikan kedalam beberapa hal yang

berkaitan dengan berikut ini:27

a. Proses Produksi

24 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia

Indoensia, 2008), h.64.

25 Tami Rusli, “Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen”. Dalam

Jurnal Pranata Hukum. Vol. 7, No. 1, Januari 2012.

26 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen... h.64.

27 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen... h.64.

Page 42: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

32

Menyengkut tanggung jawab produsen atas produk yang dihasilkan

bila menimbulkan kerugian terhadap konsumen. seperti menyangkut

produk yang cacat, baik cacat design atau cacat produk.

b. Promosi Niaga/Iklan

Menyangkut tanggung jawab produsen atas promosi niaga atau iklan

tentang perihal produk yang dipasarkan bila menimbulkan kerugian

terhadap konsumen.

c. Praktik Perdagangan yang tidak jujur

Praktik ini seperti persaingan yang curang, pemalsuan, penipuan, dan

periklanan yang menyesatkan sehingga menimbulkan kerugian bagi

konsumen.

8. Pengertian Produk Pangan dan Impor

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling mendasar.

Tanpa makanan dan minuman yang memadai, manusia tidak akan

produktif dalam melakukan kegiatan sehari-hari, serta tidak dapat bertahan

hidup karena pasokan energi bagi manusia bersumber dari makanan dan

minuman. Pengertian makanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah segala apa yang boleh dimakan (seperti panganan, lauk pauk, kue)

dan segala bahan yang kita makan/masuk ke dalam tubuh yang

membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau

mengatur semua proses didalam tubuh.

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012

tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang

berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,

perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak

diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumen manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku

Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Page 43: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

33

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3

(tiga), yaitu:28

1. Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan.

Pangan segar dapat dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni

dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Seperti beras, gandum,

buah-buahan, ikan, air segar, dan sebagainya.

2. Pangan Olahan

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses

pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa

bahan tambahan. Seperti kopi, nasi, ubi goreng dan sebagainya.

Pangan olahan pun dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji

dan tidak saji.

a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah

diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha

atau dasar pesenan.

b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang

sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih

memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan

atau diminum.

3. Pangan Olahan Tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan

bagi kelompok tertentu upaya memelihara dan meningkatkan kualitas

kesehatan. Seperti ekstrak tanaman mahkota dewa untuk diabetes

melitus, susu rendah lemak untuk orang yang menjalankan diet, dan

sebagainya.

28 Cahyo Saparinto, Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, (Jogjakarta: Kanisius,

2006).

Page 44: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

34

Kebutuhan konsumen akan suatu barang khususnya pangan sangat

tidak terbatas sehingga mereka bingung untuk memenuhinya. Hal itu dapat

terjadi ketika suatu barang dikonsumsi, maka lama kelamaan akan habis

dan ketika produksi tidak dapat memenuhinya lagi jalan satu-satunya

adalah melakukan kegiatan impor untuk mencukupi kebutuhan konsumen.

Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang dan jasa ke dalam

pasar sebuah negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai

barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri. Semakin besar

impor, disatu sisi baik karena menyediakan kebutuhan rakyat negara itu

akan produk atau jasa tersebut, namun disisi lain bisa mematikan produk

dan jasa sejenis dalam negeri, dan yang paling mendasar menguras devisa

negara yang bersangkutan.29

Sedangkan pengertian Impor Pangan dapat dilihat pada Pasal 1 angka

(25) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang

menyebutkan bahwa Impor Pangan adalah kegiatan memasukkan Pangan

ke dalam daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah

darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona

Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen.

Kegiatan impor pangan dapat dilakukan suatu negara apabila kegiatan

produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi/memenuhi dan/atau tidak

dapat diproduksi di dalam negeri tersebut. Bahkan impor pangan pokok

pun dapat dilakukan apabila cadangan pangan nasional tidak memenuhi

dan produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi. Dalam melakukan

kegiatan impor pangan tentunya konsumen berhak mendapat informasi

yang jelas mengenai produk tersebut dan tentunya harus benar-benar

memenuhi kandungan gizi dan standar mutu keamanan bagi kesehatan

setiap konsumen. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

29 Edward Christianto, “Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Beras di Indonesia”,

Jurnal Jibeka. Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.

Page 45: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

35

tentang Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk

mendapat informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan

bertanggung jawab. Oleh karena itu, konsumen perlu dilindungi dari

produk pangan impor yang dapat merugikan atau bahkan membahayakan

kesehatan konsumen.

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada beberapa penelitian

terdahulu, diantaranya:

1. Skripsi disusun oleh Syahirah Banun, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada tahun

2015. Berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Produk Saus

Sambal Indosari”. Penelitian ini lebih menjelaskan perlindungan terhadap

pangan olahan produk dalam negeri yakni saus sambal Indosari. Perbedaan

skripsi tersebut dengan skripsi yang diangkat oleh peneliti adalah lebih

memfokuskan terhadap peredaran pangan impor yang tidak terdapat izin

edar dari pihak yang berwenang.

2. Skripsi disusun Ayu Eza Tiara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2016. Berjudul

“Perlindungan Konsumen dalam Peredaran Kosmetik Berbahaya Cream

Syahrini”. Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap

peredaran kosmetik berbahaya yang dilakukkan BPOM, sedangkan

peneliti mengenai peredaran pangan impor yang tidak terdapat izin edar

dari pihak yang berwenang dimana dapat merugikan hak konsumen.

3. Buku yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen yang ditulis oleh Eli

Wuria Dewi. Buku ini membahas mengenai hukum perlindungan

konsumen secara garis besar, tanggung jawab pelaku usaha, perlindungan

konsumen dalam hukum positif Indonesia, serta lembaga yang berperan

dalam upaya perlindungan konsumen. Sedangkan peneliti membahas

Page 46: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

36

mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen pangan impor yang

merugikan hak-hak konsumen.

4. Jurnal Mimbar Hukum Vol. 21 No. 2 Juni 2009 yang ditulis oleh Irna

Nurhayati mengenai “Efektifitas Pengawasan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Terhadap Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam

Mewujudkan Perlindungan Konsumen”. Jurnal ini terfokus terhadap

pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

sudah efektif atau tidak untuk memberikan perlindungan terhadap

konsumen. sedangkan skripsi yang disusun oleh peneliti, lebih terfokus

mengenai perlindungan hak-hak konsumen terhadap peredaran pangan

impor ilegal.

Page 47: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

37

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PANGAN IMPOR

ILEGAL DI DKI JAKARTA

A. Profil PT Mustika Boga Foodnindo

1. Data Perseroan

Nama Perseroan : Mustika Boga Foodnindo

Nama Singkatan :

Nomor SK Pengesahan : AHU-12045.AH.01.01.Tahun 2014

Tanggal SK : 21 Maret 2014

Jenis Perseroan : PMDN NON FASILITAS

Jangka Waktu Perseroan : Tidak Terbatas

Status Perseroan : Tertutup

2. Data Notaris

Nama Notaris : Udin Nasrudin, SH.

Kedudukan Notaris : Kabupaten Tangerang

Nomor Akta : 57

Tanggal Akta : 23 Januari 2014

3. Kedudukan Perseroan

Perseroan ini beralamat di komplek Duta Harapan Indah (DHI) Blok JJ

Nomor 78-A, RT.008, RW.002, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan

Penjaringan, Kota Jakarta Utara.

4. Maksud dan Tujuan

Perusahaan PT Mustika Boga Foodnindo merupakan perusahaan yang

bergerak dibidang industri makanan dan minuman, yakni berupa makanan-

minuman (snack), bahan makanan-minuman, dan makanan kesehatan.

Perusahaan ini memperdagangkan seperti makanan dan minuman (botol,

kaleng) termasuk roti, kue, snack, bumbu-bumbu makanan serta kegiatan

usaha terkait. Pada perusahaan ini pun menyediakan jasa konsultan bidang

makanan dan minuman kesehatan dan analisa laboratorium.

5. Pengurus Perseroan

Page 48: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

38

a. Nama : Lima

NIK : 3671032403780004

Tempat, tanggal lahir : Bagan Siapi Api, 24 Maret 1978

Jabatan : Komisaris

b. Nama : Stephens

NIK : 3172012305780009

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 23 Mei 1978

Jabatan : Direktur

B. Tinjauan Umum Mengenai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang

cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan,

kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern,

industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang

besar. Dengan dukungan kemajuan teknologi tersebut, maka produk-

produk lokal ataupun impor dalam jangka waktu yang singkat dapat

menyebar secara luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.

Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan, dan gaya hidup

konsumen yang cenderung terus meningkat, pada realitasnya dapat

keningkatkan resiko dengan implikasi yang luas kepada konsumen

terhadap kesehatan dan keselamatannya. Terlebih jika terdapat produk

yang rusak atau terkontaminasi bahan berbahaya maka risiko yang terjadi

akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara cepat.

Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan

Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi,

mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi

keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumennya baik didalam

maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM yang memiliki

Page 49: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

39

jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum

dan memiliki kredibiltas profesional yang tinggi.1

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017

tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Pasal 1 menyebutkan

bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat

BPOM adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengawasan obat dan

makanan. Serta BPOM berada di bawah dan tanggungjawab kepada

Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang kesehatan.

Dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Nomor 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan

Pengawas Obat dan Makanan pun pada Pasal 1 menyebutkan bahwa

Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya di sebut BPOM,

adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dibentuk untuk

melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden.

2. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan BPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga

pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standarisasi, dan sertifikasi

produk makanan dan obat yang mengcakup keseluruhan aspek pembuatan,

penjualan, penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatam, kosmetik,

dan produk lainnya.2 BPOM RI dikepalai oleh pejabat setingkat menteri.

Sesuai yang terdapat pada Pasal 2 Keputusan Kepala BPOM Nomor

02001/SK/KBPOM, BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas

pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Peraturan

Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan

1 http://www.pom.go.id/new/view/direct/background. Diakses pada 1 Maret 2018.

2 Rosaria, ”Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Dalam Produk Kosmetika Di

Kota Samarinda”, eJournal Administrasi Negara, Vol. 4, No.2, 2016.

Page 50: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

40

Makanan pada Pasal 2 menjelaskan bahwa obat dan makanan yang

dimaksudkan terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika,

prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan

pangan olahan.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017

tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:

(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan

Makanan;

b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan

Makanan;

c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria

di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama

Beredar;

d. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan

Selama Beredar;

e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan obat dan makanan dengan

instansi pemerintah pusat dan daerah;

f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan

obat dan makanan;

g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pengawasan obat dan makanan;

h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian

dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di

lingkungan BPOM;

i. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung

jawab BPOM;

j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkup BPOM; dan

k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh

unsur organisasi di lingkungan BPOM.

Page 51: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

41

(2) Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai

tindakan pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan yang

beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,

khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.

(3) Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk

memastikan Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan

persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang

ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan obat dan makanan, dalam

Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, BPOM memiliki

kewenangan sebagai berikut :

a. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan

persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat

dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan obat dan

makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Prinsip Dasar dan Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan

Makanan (SisPOM)

Dalam upaya meningakatkan perlindungan masyarakat dari resiko

produk obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,

khasiat/manfaat, dan mutu, BPOM berupaya memperkuat Sistem

Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang komprehensif dan

menyeluruh. SISPOM memiliki prinsip dasar, yaitu:3

3 http://www.pom.go.id/new/view/direct/pdsispom. Di akses pada 4 Maret 2018.

Page 52: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

42

a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan prefesional.

b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis

bukti-bukti.

c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus

proses.

d. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.

e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang

berkolaborasi dengan jaringan global.

g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

Untuk menekan sekecil resiko yang bisa terjadi dikarenakan

pengawasan obat dan makanan memiliki permasalahan yang berdimensi

luas dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang

komprehensip dari sejak awal proses suatu produk sampai produk tersebut

beredar. Dilakukan SisPOM tiga lapis, yakni:4

a. Sub-sistem pengawasan Produsen

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-

cara produksi yang baik atau good manufacting practices agar setiap

bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.

Secara hukum produsen bertanggungjawab atas mutu dan keamanan

produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan

pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen

dikenakan sanksi, baik administratif maupun pidana.

b. Sub-sistem pengawasan Konsumen

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui

peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai

kualitas produk yang digunakan dan cara-cara penggunaan produk

yang rasional. Pengawasan ini sangat penting karena pada akhirnya

4 http://www.pom.go.id/new/view/direct/kksispom. Di akses pada 4 Maret 2018.

Page 53: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

43

masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan

menggunakan suatu produk. Dalam hal ini pelayanan komunikasi,

informasi, edukasi mempunyai arti penting untuk pemberdayaan

masyarakat/konsumen.5

c. Sus-sistem pengawasan pemerintah/BPOM

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan

standardisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum

diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan

pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada

publik yang di dukung penegakan hukum.

4. Struktur Organisasi BPOM

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017

mengatur susunan organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia yang terdapat pada BAB II. yaitu sebagai berikut:

a. Kepala

Organisasi BPOM dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai

tugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas,

fungsi, dan kewenangan BPOM.

b. Sekretariat Utama

Sekretariat Utama yang dipimpin oleh Sekretaris Utama mempunyai

tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan,

dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi

di lingkungan BPOM.

c. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor,

dan Zat Adiktif

Di pimpin oleh seorang Deputi, yang mempunyai tugas

menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

5 http://ulpk.pom.go.id/ulpk/?page=profil&id=9. Di akses pada 4 Maret 2018.

Page 54: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

44

pengawasan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan

zat adiktif.

d. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,

dan Kosmetik

Di pimpin oleh seorang Deputi yang salah satu fungsinya adalah

melakukan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar

meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan produksi dan

pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan

kosmetik.

e. Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan

Di pimpin oleh seorang Deputi yang mempunyai tugas

menyelenggarakan penyusunan pelaksanaan kebijakan di bidang

pengawasan pangan olahan. Deputi ini menyelenggarakan salah satu

fungsinya yakni penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

bidang pengawasan olahan pangan. Serta pemberian bimbingan teknis

dan supervisi dalam rangka Pengawasan Sebelum dan Selama Beredar.

f. Deputi Bidang Penindakan

Deputi Bidang Penindakan di pimpin oleh Deputi yang mempunyai

tugas menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan

penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

g. Inspektorat Utama

Di pimpin oleh seorang Inspektur Utama, mempunyai tugas

menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan BPOM. Deputi di

bidang ini menyelenggarakan fungsi, salah satunya yaitu pelaksanaan

pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu,

evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya.

Page 55: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

45

5. Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Definisi kode dalam kamus besar Bahasa Indonesia yaitu tanda

(kata-kata, tulisan) yang telah disepakati untuk maksud tertentu,

sedangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri sesuai

Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 adalah lembaga pemerintah

nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang

pengawasan Obat dan Makanan yang beredar diwilayah Indonesia.

Produk pangan yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) dapat dilihat pada kode registrasi yang terdapat pada

kemasan luar yang terdiri dari kode POM kode huruf 2 (dua) digit yakni

MD dan ML.

a. MD merupakan singkatan dari “makanan dalam” adalah nomor izin

yang dikeluarkan Badan Pengawasa Obat dan Makanan (BPOM)

untuk industri makanan besar dan berasal dari dalam negeri. Dalam

satu brand makanan, kode MD-nya bisa berbeda, tergantung dengan

lokasi pabrik yang memproduksi produk makanan tersebut.

b. ML merupakan singkatan dari “makanan luar” adalah nomor izin yang

dikeluarkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk

industri makanan besar dan berasal dari luar negeri atau impor. Selain

jaminan keamanan makanan yang akan dikonsumsi, kode ML juga

menandakan bahwa makanan tersebut telah secara legal dan resmi

masuk ke wilayah Indonesia.

C. Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Pangan yang Tidak

Mencantumkan Izin Edar

Perlindungan hukum tersendiri merupakan memberi pengayoman

kepada hak asasi manusia yang telah dirugikan oleh orang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dibutuhkan

Page 56: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

46

untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik

untuk memperoleh keadilan sosial.6

Menurut Philipus M. Hadjon, teori perlindungan hukum dalam

kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan

“rechtbescherming van de budgers”.7 Dari pendapat tersebut dapat ditarik

bahwa perlindungan hukum berasal dari kata rechtbescherming dalam bahasa

Belanda.

Adanya hubungan yang terjadi antara produsen/pelaku usaha dan

pembeli/konsumen menciptakan adanya perlindungan hukum bagi keduanya

dengan saling tidak mengurangi perlindungan hukum dari tiap pihak.

Sedangkan perlindungan konsumen dalam Pasal 1 angka 1 merupakan

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen. Az Nasution berpendapat bawah kepastian itu

meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau

menentukan pilihannya atas barang kebutuhannya serta mempertahankan atau

membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha.8

Produk makanan yang berasal dari luar negeri harus melewati

pendaftaran yang dilakukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Republik Indonesia untuk mendapatakan izin edar agar dapat di perjualbelikan

di wilayah Indonesia. Peredaran makanan sendiri merupakan setiap kegiatan

dalam rangka penyaluran makanan kepada masyarakat, baik untuk

diperdagangkan maupun untuk dikonsumsi. Hal ini tentu harus dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara umum perlindungan konsumen atas makanan impor yang harus

memiliki izin edar melalui perundang-undangan dapat dikatakan telah diatur

sedemikian rupa, hal ini terlihat dengan terdapatnya berbagai peraturan

6 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 54.

7 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1987), h. 1.

8 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, cet. 3, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), h. 4.

Page 57: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

47

perundang-undangan yang mengatur tentang produk makanan dengan izin

edar, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen diatur mengenai perbuatan yang dilarang oleh

pelaku usaha. Selanjutnya dalam Pasal 19 dan Pasal 21 mengatur

mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam memperdagangkan

makanan impor tanpa izin edar.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Mengenai impor pangan dalam undang-undang ini diatur dalam bagian

kelima, pada Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa impor pangan yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri wajib

memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi, dan tidak bertentangan

dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Dilanjutkan pada Pasal

40 menyebutkan bahwa impor pangan dilakukan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam undang-undang ini pun pada Pasal 91 ayat (1) berisi tentang

pengawasan keamanan, mutu, dan gizi. Setiap produk pangan olahan yang

dibuat didalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam

kemasan eceran, pelaku usaha pangan wajib memiliki izin edar. Oleh

karena itu, secara tidak langsung makanan impor tersebut harus memiliki

izin edar sebelum dipasarkan kepada masyarakat. Terkecuali pangan

olahan tertentu yang diproduksi oleh industri rumah tangga. Ditambahkan

pada Pasal 93 menyebutkan bahwa setiap orang yang mengimpor pangan

untuk diperdagangkan wajib memenuhi standar keamanan pangan dan

mutu pangan.

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam Pasal 111 ayat (1) menyebutkan bahwa makanan dan minuman

yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar

dan/atau persyaratan kesehatan, ayat (2) makanan dan minuman hanya

dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan

Page 58: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

48

peraturan perundang-undangan; selanjutnya ayat (6) mengatakan bahwa

makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar,

persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk

peredaran, dicabut izin edar dan untuk dimusnahkan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Dalam pasal 32 ayat (1) disebutkan bahwasannya seorang produsen atau

importir yang akan memperdagangkan barang terkait dengan keamanan,

keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup wajib mendaftarkan barang

yang akan diperdagangkan dan harus mencantumkan nomor tanda

pendaftaran pada kemasan barang tersebut. Dilanjutkan pada ayat (2)

bahwa kewajiban mendaftarkan barang dilakukan sebelum barang tersebut

beredar dipasaran.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang

Label dan Iklan Pangan.

Pada Pasal 30 disebutkan bahwa semua produk pangan yang akan dijual

di Indonesia, baik yang di produksi dalam negeri atau impor, harus

didaftarkan terlebih dahulu dan mendapat nomor pendaftaran dari Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Selain nomor

pendaftaran, pada Pasal 31 menyebutkan bahwa kode produksi pangan

olahan pun wajib dicantumkan pada label, wadah atau kemasan pangan

yang tentu letaknya terdapat pada bagian yang mudah untuk dilihat dan

dibaca. Kode produksi tersebut sekurang-kurangnya dapat memberikan

penjelasan mengenai riwayat pangan yang bersangkutan. Para pelaku

usaha yang melanggar untuk mengedarkan makanan impor tanpa adanya

izin edar akan mendapatkan sanksi berupa tindakan administratif, yakni

berupa peringatan tertulis, pelarangan untuk mengedarkan makanan impor

sementara waktu, pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan

kesehatan, dan bahkan pencabutan izin usaha.

Page 59: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

49

6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun

2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

Setiap pangan olahan baik yang diproduksi dalam negeri atau yang di

impor untuk diperdagangkan dalam kemasan wajib memiliki izin edar.

Pendaftaran pangan yang diimpor ke dalam wilayah Indonesia diajukan

oleh Importir atau Distributor yang mendapat penunjukan dari perusahaan

di negara asal produk. Dalam Pasal 14 dijelaskan bahwa sebelum

melakukan pendaftaran pangan olahan, pendaftar wajib mengajukan

permohonan audit sarana produksi dan sarana distribusi pada Kepala Balai

yakni selaku kepala unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Pengawas

Obat dan Makanan. Dimana dalam sarana produksi dan distribusi

dilakukan dengan cara produksi pangan dan distribusi yang baik.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa perlu adanya

pendaftaran pangan olahan pada produk makanan dan larangan untuk

mengedarkan pangan tanpa persetujuan pendaftaran.

Dari beberapa ketentuan yang telah disebutkan, secara normatif sudah

menunjukan bahwa ada aspek perlindungan hukum terhadap konsumen, karena

setiap produk makanan olahan impor yang akan diedarkan di seluruh wilayah

Indonesia harus memperoleh izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) Republik Indonesia sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan agar adanya jaminan terhadap produk pangan yang

beredar tersebut dari pihak yang berwenang.

Page 60: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

50

BAB IV

ANALISIS HUKUM MENGENAI PRODUK PANGAN IMPOR JAVA

CURRY

A. Penemuan Produk Java Curry Importir PT Mustika Boga Foodnindo

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia mendapat

laporan dari masyaratkat bahwa terdapat salah satu gudang milik suatu

perusahaan yakni PT Mustika Boga Foodnindo yang menyimpan dan

memperjualbelikan pangan impor yang dicurigai masyarakat merupakan suatu

praktik usaha ilegal, gudang penyimpanan pangan tersebut berada di komplek

Pergudangan Duta Harapan Indah (DHI) Blok JJ No. 78-A, Kapuk Muara,

Penjaringan, daerah Jakarta Utara. Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) RI bersama petugas dari Polda Metro Jaya melakukan penindakan

terhadap gudang milik PT Mustika Boga Foodnindo tersebut1, petugas

melakukan investigasi terhadap pemilik dan legalitas barang yang diedarkan.

Hasilnya ditemukan produk pangan impor Java Curry dan beberapa produk

impor lainnya yang total berjumlah 45 macam produk pangan impor, yang

terdiri dari pangan olahan dan pangan segar beku yang tersimpan tanpa adanya

izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Java Curry merupakan produk bumbu kari instan yang bisa digunakan

untuk membuat kuah ramen, nasi kari, kari ayam atau daging, dan lain

sebagainya untuk bahan makanan. Java Curry merupakan produk impor yang

berasal dari perusahaan House Foods di Jepang.

Importir dan distributor yakni PT Mustika Boga Foodnindo sudah berdiri

sejak tahun 2014. Sejak pertengahan 2017 perusahaan ini diduga jika produk-

produk yang disalurkan atau diperdagangkan ternyata produk TIE (tanpa izin

edar) dan masuk ke Indonesia melalui jalur ilegal. Pelaku melakukannya

1 “Siaran Pers Badan POM RI Temukan Gudang Pangan Impor Ilegal di Jakarta Utara”,

http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/pers/392/SIARAN-PERS--BADAN-POM-RI-

TEMUKAN-GUDANG-PANGAN-IMPOR-ILEGAL-DI-JAKARTA-UTARA.html. Diakses pada

1 Maret 2018.

Page 61: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

51

dengan cara membawa produk berupa bulk yang dikemas menggunakan koper

pakaian ukuran besar yang bagian dalamnya dilapisi dengan sterofoam. Produk

pangan tersebut berasal dari Jepang, Thailand, dan Tiongkok yang dibeli dari

Singapura, selanjutnya dibawa ke Indonesia melalui jalur udara dan jalur laut.

Di lokasi gudang selain menjadi tempat penyimpanan juga tempat

pengemasan ulang porduk (repacking) tanpa tahu bagaimana kualitasnya,

dijamin keamanannya, manfaat, dan mutunya karena belum melalui penilaian

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.

Hasilnya kemudian disalurkan atau diperdagangkan ke restoran-restoran

didaerah Sumatera dan Jakarta, hotel-hotel, dan kepada masyarakat tanpa

adanya izin edar dari BPOM. Tentu saja hal tersebut sudah melanggar hak

konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, pada Pasal 4 huruf a menyebutkan bahwa konsumen

mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang, aspek ini tentu sangat penting karna menyangkut

langsung dengan kesehatan konsumen. Selain itu, hak konsumen lainnya yang

dilanggar yakni hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang sesuai yang terdapat pada Pasal 4 huruf c. PT

Mustika Boga Foodnindo sebagai pelaku usaha juga telah mengabaikan

kewajibannya beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya dan juga

mengabaikan kewajibannya mencantumkan nomor izin edar pada kemasan

pangan impor yang diedarkan.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen yang

dilakukan oleh pelaku usaha tentu harus adanya bentuk perlindungan hukum

yang diberikan guna menghindari hilangnya hak-hak yang semestinya

didapatkan oleh konsumen. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan

adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah,

penerbitan Standar Mutu Barang.2 Disamping yang tidak kalah pentingnya

adalah melakukan pengawasan pada penerapan peraturan, ataupun standar-

2 Ahmad Miru, dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kedua,

(Jakarta: Raja Grafinfo Persada, 2004), h. 110.

Page 62: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

52

standar yang telah ada agar menciptakan suasana yang kondusif dan tidak

menimbulkan kerugian diantara para pihak.

B. Peran Pemerintah Terkait Peredaran Pangan yang Tidak Terdapat Izin

Edar

Pemerintah didalam upaya perlindungan konsumen memiliki peran yang

cukup penting sebagai penengah diantara kepentingan konsumen dan

kepentingan pelaku usaha, agar masing-masing pihak dapat berjalan seiring

tanpa saling merugikan. Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan dan

pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, untuk menjamin

didapatkannya hak konsumen dan hak pelaku usaha serta dilaksanakannya

kewajiban konsumen dan kewajiban pelaku usaha, sebagaimana diatur dalam

Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

Pasal 29

(1) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan

pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku

usaha.

(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen

sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakannya oleh Menteri dan/atau

menteri teknis terkait.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas

penyelenggaraan perlindungan konsumen.

(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk:

a. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara

pelaku usaha dan konsumen;

b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat;

Page 63: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

53

c. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia serta meningkatkan

kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan

konsumen.

Pasal 30 ayat (1)

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta

penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan

oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58

Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Perlindungan Konsumen, pada Pasal 2 disebutkan bahwa pemerintah

bertanggung jawab atas pembinaan perlindungan konsumen yang menjamin

diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya

kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Selanjutnya dalam hal pengawasan

pemerintah, diatur lebih lanjut pada Pasal 7 yang menyebutkan bahwa

pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen dan penerapan

ketentuan peraturan perundang-undangannya dilakukan oleh pemerintah,

masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Dengan demikian, jelas bahwa pemerintah memiliki bagian dalam hal

tanggung jawab untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen.

Pengawasan dilakukan guna menghindari terjadinya kemungkinan

penyimpangan atas tujuan yang ingin dicapai. Melalui pengawasan diharapkan

dapat membantu pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai

tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien.

Peran pemerintah sebagai pengawas merupakan fungsi penting untuk

melindungi masyarakat sebagai konsumen dari peredaran produk makanan

impor yang tidak memiliki izin edar yang dapat membahayakan konsumen

dikarenakan tidak adanya jaminan atas produk impor tersebut. Importir PT

Mustika Boga Foodnindo yang melakukan kegiatan menyimpan dan

Page 64: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

54

mengedarkan produk Java Curry yang tidak memiliki izin edar tentu sangat

berbahaya. Oleh karena itu, tanpa adanya pengawasan yang baik dikhawatirkan

konsumen tidak akan terlindungi dari peredaran produk pangan impor ilegal

yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Pemerintah melalui lembaga pemerintahan Non-Departemen yaitu

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang memiliki peranan penting

dalam mengatur dan mengawasi peredaran pangan impor yang tidak memiliki

izin edar tentunya mempunyai pengawasan yang efektif dan efisien agar

mampu mencegah dan mengawasi terhadap peredaran produk-produk tersebut.

Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga yang mengawasi

peredaran produk pangan, salah satu misinya yaitu mendorong kemandirian

pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat dan makanan.3

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) terdiri dari 2 (dua) bentuk, yakni: Pre Market dan Post Market.4

Pengawasan pangan secara Pre Market adalah pengawasan yang dilakukan

sebelum pangan olahan diedarkan, antara lain standardisasi, pembinaan dan

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi serta penilaian dan atas mutu

keamanan pangan olahan.5 Pre Market di antaranya dilakukan saat pelaku

usaha/importir mengurus pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan

dan saat pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen dan barang di

3 Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,

http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-

produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.

4 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar

Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.

5 Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,

http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-

produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.

Page 65: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

55

pintu gerbang pelabuhan /bandara yang dilakukan oleh Petugas Bea dan

Cukai.6

Setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang

dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam

kemasan eceran wajib memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran. Sebelum

beredar di Indonesia, importir pangan olahan wajib mendaftarkan produknya

ke BPOM RI untuk mendapatkan Surat Persetujuan Pendaftaran.7 Sesuai

dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan

Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia, yang didalam

Pasal 2 dan 3 diatur hal berikut:

Pasal 2:

(1) Obat dan Makanan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia

untuk diedarkan merupakan Obat dan Makanan yang telah memiliki Izin

Edar.

(2) Selain harus memiliki Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga

harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

impor.

Pasal 3

(1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

Pemasukan Obat dan Makanan juga harus mendapat persetujuan dari

Kepala Badan.

(2) Persetujuam dari Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berupa :

6 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar

Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.

7 Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,

http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-

produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.

Page 66: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

56

a. SKI Border, dan

b. SKI Post Border.

(3) SKI Border atau SKI Post Border sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pemasukan.

(4) SKI Border atau SKI Post Border sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.

Pengajuan permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) sudah diatur

dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30 Tahun

2017. Perngajuan permohonan dilakukan secara online, tetapi sebelumnya

pemohon SKI harus melakukan pendaftaran untuk mendapatkan nama

pengguna (username) dengan mekanisme single sign on guna untuk

memperoleh akses login di inhouse Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM), pendaftaran tersebut dilakukan melalui website Badan Pengawas

Obat dan Makanan http://www.pom.go.id. Akan tetapi, untuk Balai Besar/Balai

Pengawas Obat dan Makanan seluruh wilayah Indonesia yang belum

terkoneksi dengan sistem Indonesia National Single Window, permohonan SKI

dapat dilakukan secara manual. Dalam Pasal 15 Pereturan Kepala Badan POM

Nomor 30 Tahun 2017 disebutkan bahwa Permohonan SKI harus dilengkapi

dengan dokumen elektronik berupa : persetujuan izin edar; sertifikasi analisis;

faktur (invoice). Sertifikasi analisis paling sedikit harus memuat nama produk,

parameter uji sesuai ketentuan, hasil uji, metode analisa, nomor batch/ nomor

lot/ kode produksi, tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa.

Sedangkan pengawasan Post Market adalah pengawasan yang dilakukan

setelah pangan olahan diedarkan di masyarakat. Teknis pengawasan peredaran

produk pangan olahan impor sama saja dengan produk makanan dalam negeri.8

Pengawasan dilakukan dengan cara antara lain inspeksi sarana produksi dan

8 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar

Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.

Page 67: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

57

distribusi, dilakukan sampling dan uji laboratorium untuk pangan olahan yang

telah beredar, penilaian dan pengawasan iklan atau promosi, serta penyebaran

informasi melalui edukasi masyarakat dan puclic warning/ peringatan publik.9

Bisa dikatakan Post Market yakni terkait masa setelah produk memiliki izin

edar ML (Makanan Luar) dan diedarkan di masyarakat.10 Dalam Post Market

ini dilakukan secara rutin oleh BPOM dengan wujud nyata melakukan

sampling ke pasar-pasar, toko-toko, warung, dan supermarket. Petugas BPOM

memeriksa labelnya, apakah baik atau tidak, ada izin edar atau tidak, ada kode

produksi atau tidak, dan untuk impor pangan labelnya harus bertuliskan bahasa

Indonesia.

Tujuan melakukan Post Market merupakan untuk pengawasan langsung

atas kegiatan produksi dan distribusi dan untuk menentukan apakah pelaku

usaha konsisten dalam menerapkan cara-cara produksi atau distribusi. Hal ini

tentu sangat penting sebagai sistem pengawasan internal yang menjamin mutu

pada seluruh proses produksi dan distribusi yang dilakukan.

Peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di dalam

pelaksanaan fungsinya bila dikaitkan dengan aturan-aturan hukum yang di atur

dalam aturan Hukum Administrasi Negara adalah saling menunjang dan

berkaitan, karena sebagai suatu organisasi, Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) melakukan pembentukan peraturan-peraturan yang sifatnya

penetapan (beschiking).11 Dimana dalam mengeluarkan seritifikasi obat dan

makanan yang di daftarkan ke BPOM tentunya melalui proses yang sesuai

9 Rosemrry Fatmawati, “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,

http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informasi/view/45/pengawasan-

produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea, diakses pada 4 Maret 2018.

10 Irna Nurhayati, “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap

Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen”, Mimbar

Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009.

11 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/130212-T26751-Peranan%20BPOM-Literatur.pdf. Di

akses pada 4 Maret 2018.

Page 68: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

58

dengan mekanisme dan sistem yang berlaku. Oleh karena itu, Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM) wajib melindungi masyarakat dari peredaran obat

dan makanan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi persyaratan

yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Dalam hal pengawasan apabila Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) menemukan atau mendapatkan produk-produk makanan impor yang

tidak memiliki izin edar, sesuai yang diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30 Tahun 2017 tentang

Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia,

diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan administratif, berupa:

1. Memberikan peringatan secara tertulis

2. Penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau peredaran. Tindakan

ini dapat diambil apabila terdapat dugaan bahwa pangan impor yang akan

diperdagangkan belum memenuhi persyaratan atau belum memiliki izin

edar, sehingga perlu diurus terlebih dahulu persyaratan yang dibutuhkan

agar dapat dilaksanakan kembali peredarannya.

3. Memerintahkan Pemusnahan atau pengiriman kembali ke negara asal (re-

ekspor). Pemusnahan ini dapat dilakukan apabila pangan impor telah

terbukti tidak memiliki izin edar dan terbukti bahan-bahan produk pangan

tersebut membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

4. Pembekuan Izin Edar. Tindakan ini dapat diambil apabila produk pangan

impor sudah mendapatkan izin edar akan tetapi ada dugaan bahwa produk

tersebut terdapat suatu pelanggaran yang perlu untuk diperiksa lebih lanjut.

5. Pencabutan Izin Edar. Tindakan ini dapat diambil apabila produk impor

tersebut sudah mendapatkan izin edar akan tetapi produk impor tersebut

setelah diperiksa kembali ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan.

Tindakan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

dengan merespon laporan masyarakat yang menduga adanya praktek bisnis

ilegal dengan langsung melakukan penyidikan terhadap gudang milik PT

Page 69: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

59

Mustika Boga Foodnindo sudah sangat tepat, karena sesuai dengan tugasnya

yakni melakukan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

Dikarenakan tindakan penyidikan seperti ini perlu dilakukan apabila

ditemukan pelanggaran terhadap pangan yang beredar dimasyarakat, baik

pangan impor atau pangan dalam negeri yang tidak terdapar izin edar atau

ilegal, pangan yang mengandung bahan berbahaya, pangan kadaluwarsa

ataupun yang lainnya.

Dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap

importir PT Mustika Boga Foodnindo melakukan penyitaan terhadap produk

pangan impor tersebut dan penghentian kegiatan peredaran pangan impor

tersebut. Tindakan yang dilakukan pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) sesuai dengan salah satu kewenangannya yang diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan

Pasal 4, yaitu pemberian tindakan administratif kepada pelaku usaha sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Apabila produk yang diperdagangkan telah menimbulkan kerugian

terhadap konsumen maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa Importir

barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila

importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen

luar negeri. Selanjutnya berdasarkan Pasal 19 ayat (1) pada undang-undang

yang sama, disebutkan bahwasannya pelaku usaha bertanggung jawab

memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian

konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang diperdagangkan.

Kasus yang terjadi didaerah Jakarta Utara yakni yang dilakukan oleh

importir PT Mustika Boga Foodnindo yang bukan sebagai agen atau importir

resmi dari produsen negara asal, telah mengedarkan produk Java Curry yang

tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Page 70: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

60

Republik Indonesia. Pangan impor asal Jepang ini telah beredar sejak 6 bulan,

pelaku usaha mendapatkan barang-barang tersebut dengan dikirim dari

Singapura yang dilakukan melalui jalur udara dan laut. Lalu pelaku usaha

mendistribusikan kepada restauran-restauran atau konsumen yang ingin

membelinya.

Tentu saja tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha ini sangat tidak

patut untuk dicontoh, dikarenakan setiap pelaku usaha harus memiliki etika

yang baik ketika melakukan kegiatan usahanya sesuai yang terdapat pada Pasal

7 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, dan dalam islam pun di ajarkan bahwa sebagai pelaku usaha harus

bersikap jujur dalam melakukan jual-beli atau ketika menawarkan barang

kepada konsumen. Segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama

suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak diperbolehkan adanya

ancaman dan penipuan. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka transaksi tersebut

dilakukan dengan cara yang Bathil.12 Pada surah An-Nisa ayat 29 disebutkan :

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta

kamu diantara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan

perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu”.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata :

ه عليهه وسلم مر على صبرةه طعام فأدخل يده فهيها فنالت أن رسول الل صلى الل

ه قال ب الطعامه قال أصابته السماء يا رسول الل أصابهعه بللا فقال ما هذا يا صاحه

نه أفل جعلته فوق الطعامه كي ييراه الناس من غش فليس مه

12 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 97.

Page 71: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

61

Artinya: “Rasulullah shallahu alaihi wasallam pernah melewati setumpuk

makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan

beliau menyentuh sesuatu yang basah. Maka beliaupun bertanya: “Apa ini

wahai pemilik makanan?.” Dia menjawab “makanan tersebut terkena air

hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak

meletakkannya dibagian atas agar manusia dapat melihatnya?! Barangsiapa

yang menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim No. 102)

Selanjutnya berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, maka pelaku usaha yang merupakan badan hukum harus

bertanggung jawab atas segala kerugian yang ditimbulkan walaupun hanya

sebagai importir bukan sebagai produsen barang tersebut. Pelaku usaha

tersebut bertanggung jawab selayaknya seperti pembuat barang yang diimpor

tersebut, karena yang melakukan impor barang tersebut bukanlah agen ataupun

perwakilan (importir) resmi dari produsen di Jepang. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa pelaku usaha dalam hal ini importir PT Mustika Boga

Foodnindo yang menjual pangan impor tanpa memiliki izin edar dari Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengedarkan di dalam Indonesia

dapat dimintai dan harus bertanggung jawab. Seperti yang dikemukakan oleh

Hans Kelsen bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum terhadap suatu

perbuatan tertentu atau karena ia memikul tanggung jawab hukum tersebut

yang berarti ia bertanggung jawab apabila ia melakukan suatu perbuatan yang

bertentangan dengan hukum.13

Importir PT Mustika Boga Foodnindo sebagai pelaku usaha telah

melakukan pelanggaran yang dirumuskan dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dikarenakan kegiatan pemasaran pangan impor yang

tidak memiliki izin edar atau ilegal, jadi dapat digolongkan sebagai praktek

niaga negatif. Oleh sebab itu, terhadap kerugian yang diderita konsumen,

13 Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara,

Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, Penerjemah Somardi

(Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013), h.95

Page 72: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

62

pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan penggantian ganti rugi

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Selanjutnya pada Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa ganti rugi yang diberikan oleh

pelaku usaha dapat berupa: pengembalian uang atau penggantian barang

dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan

dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan.

Apabila pelaku usaha tidak memberikan ganti rugi yang diminta

konsumen sesuai jangka waktu yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang

diatur pada Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen maka

konsumen dapat mengajukan gugatan melalui badan penyelesaian sengketa

konsumen (BPSK) atau kepada badan peradilan ditempat kedudukan

konsumen.

Pelaku usaha harus menerima konsekuensi akibat dari perbuatannya,

dalam hal ini tanggung jawab dan sanksi administratif yang diberikan kepada

pelaku usaha PT Mustika Boga Foodnindo dalam pengedaran produk pangan

impor yaitu berupa penarikan produk pangan impor serta penyitaan terhadap

produk-produk pangan impor tersebut, dikarenakan produk pangan impor

tersebut tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) sehingga tidak ada jaminan bahwa produk pangan impor tersebut

aman untuk di konsumsi, selain itu tindakan yang dilakukan juga penghentian

sementara kegiatan perusahaan. Menurut penulis konsekuensi tersebut sudah

tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Seperti yang tercantum dalam

surah Al-Muddhatsir ayat 38 :

Artinya: “tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya”

(Q.S 74:38).

Akan tetapi selain sanksi yang disebutkan diatas, pelaku usaha juga dapat

diberikan berupa sanksi pidana terhadap pelanggaran dalam melakukan

praktek niaga, khususnya terkait dengan ketentuan yang terdapat dalam

Page 73: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

63

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 19 ayat (4) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa tanggung jawab pelaku

usaha untuk pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghilangkan tanggung

jawab pidana berdasarkan pembuktian terhadap unsur kesalahan. Dalam Pasal

45 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga menyebutkan

bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan

tanggung jawab pidana, oleh karena itu walaupun telah tercapai kesepakatan

antara para pihak yang bersengketa, tapi tidak menghilangkan tanggung jawab

pidana dari pihak pelaku usaha.

Dalam hal ini importir PT Mustika Boga Foodnindo dapat dikenakan

sanksi pidana sesuai Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

terkait pelanggaran yang dilakukan pada Pasal 8 ayat (1) huruf a. Maka dapat

dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak

Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Page 74: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan dari permasalahan yang telah dikemukakan dalam skkripsi ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Bentuk perlindungan konsumen atas pangan olahan impor yang tidak

memiliki izin edar melalui peraturan perundang-undangan:

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999

tentang Label dan Iklan Pangan.

f. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12

Tahun 2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

Pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha sangat merugikan bagi

konsumen, karena telah menghiraukan hak konsumen dalam hal

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk

pangan, serta hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan produk pangan tersebut. Selain itu,

perbuatan pelaku usaha juga merugikan konsumen dari segi kesehatan,

dalam hal ini kesehatan konsumen terancam karena produk pangan impor

tersebut tidak memiliki izin edar dari pihak yang berwenang yakni Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Oleh karna itu

produk pangan impor tersebut tidak dapat dijamin mutu dan keamanannya.

2. Peran pemerintah dalam melindungi konsumen terhadap produk pangan

impor adalah mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia serta

Page 75: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

65

melaksanakan penegakan hukum (law enforcement) atas peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Bentuk perlindungan konsumen yang

diberikan pemerintah sebagai pengayom konsumen dan juga sebagai

pembina pelaku usaha adalah dengan mengeluarkan undang-undang,

peraturan-peraturan pemerintah, atau peraturan lain serta melakukan

pengawasan melalui instansi yang berwenang terkait peredaran pangan

impor. Penanganan atas laporan-laporan masyarakat selaku konsumen

diberikan respon yang baik dengan segara melakukan penggerebekan dan

penyelidikan terhadap importir PT Mustika Boga Foodnindo yang

menyimpan dan memperdagangkan produk pangan impor ilegal.

3. Setiap pelaku usaha yang mengedarkan atau memperdagangkan produk

impor yang tidak memenuhi persyaratan wajib mempertanggungjawabkan

perbuatannya, walaupun pelaku usaha tersebut bukanlah agen ataupun

perwakilan (importir) resmi dari produsen dinegara asal. Terhadap produk

impor yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku maka produk impor tersebut

harus ditarik dari peredaran. Sedangkan terhadap pelaku usaha dapat

dibebankan tanggung jawab atas sanksi pidana berkenaan dengan

pelanggaran dalam melakukan praktek niaga, khususnya terkait dengan

ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

pada Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menyebutkan bahwa tanggung jawab pelaku usaha untuk pemberian ganti

rugi tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab pidana berdasarkan

adanya bukti terhadap unsur kesalahan, selain tanggung jawab pidana

pelaku usaha juga harus bertanggung jawab melakukan penarikan barang

yang telah diedarkan dan penyitaan terhadap produk impor.

B. Rekomendasi

Adapun rekomendasi dari penulis sebagai berikut:

1. Perlu adanya pembinaan berupa pendidikan atau penyuluhan terhadap

konsumen agar konsumen lebih berhati-hati serta lebih bijaksana dalam

Page 76: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

66

memilih produk pangan, terlebih produk pangan impor yang ingin

dikonsumsinya.

2. Instansi yang berwenang yaitu pemerintah dan Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) hendaknya lebih meningkatkan sosialisasi dan

pengawasan terhadap pelaku usaha dan pada daerah-daerah perbatasan

yang sering kali dilalui oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab

untuk menyelundupkan barang impor.

3. Selain itu perlu adanya penegakan hukum (law inforcement) yang lebih

baik dalam rangka perlindungan konsumen di bidang pangan, terlebih

terhadap pangan impor. Pemerintah dan pelaku usaha harus memberikan

informasi yang seluas-luasnya kepada semua pihak, terutama yang berada

didaerah perbatasan. Dan diharapkan kepada pelaku usaha yang

melakukan pelanggaran diberikan sanksi yang tegas sehingga dapat

memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang lainnya.

Page 77: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

67

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Suci

Al-Qur’anul Karim

Bahan Buku:

Ahmad, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, cet.1,

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia Edisi

Revisi cet.9, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.

Barkatullah, Abdul Halim, Hak-hak Konsumen, Bandung: Nusa Media, 2010.

Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT

Bina Ilmu, 1987.

Kelsen, Hans, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara,

Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif

Empirik, Penerjemah Somardi, Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2014.

Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2010.

Page 78: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

68

Nasution, Az., Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diatit

Media, 2007.

Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari

Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Prenada Media

Group, 2015.

Nukilan, Widya, Metode Penelitian Hukum, cet.1, Jakarta: Tim Pengajar, 2005.

Purwandari, Siwi, Pengantar Teori Hukum, Bandung: Nusa Media, 2010.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, Jogjakarta:

Kanisius, 2006.

Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2006.

Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera,

2009.

Sutedi, Adrian, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2008.

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2013.

Bahan Jurnal:

Christianto, Edward. “Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Beras di

Indonesia.” Jurnal Jibeka. Vol. 7, No.2, (2013).

Nurhayati, Irna. “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Terhadap Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan

Perlindungan Konsumen.” Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 21, No. 2, (2009).

Hal 203-408.

Page 79: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

69

Rusli, Tami. “Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen”.

Dalam Jurnal Pranata Hukum. Vol. 7, No. 1, Januari 2012.

Rosaria. “Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Dalam Produk

Kosmetik di Kota Samarinda.” eJournal Administrasi Negara. Vol. 4, No.2,

(2016).

Website:

Rosemrry Fatmawati “Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor di Era Mea”,

http://registrasipangan.pom.go.id/subsite/subsitebackup/index.php/informa

si/view/45/pengawasan-produk-pangan-olahan-impor-di-era-mea.

Badan POM RI Temukan Gudang Pangan Impor Ilegal di Jakarta Utara,

http://www.pom.go.id/new/view/more/pers/392/SIARAN-PERS--BADAN-

POM-RI-TEMUKAN-GUDANG-PANGAN-IMPOR-ILEGAL-DI-

JAKARTA-UTARA.html.

http://www.pom.go.id/new/view/direct/background.

http://www.pom.go.id/new/view/direct/pdsispom.

http://www.pom.go.id/new/view/direct/kksispom.

http://ulpk.pom.go.id/ulpk/?page=profil&id=9.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/130212-T26751-Peranan%20BPOM-

Literatur.pdf.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Page 80: PELANGGARAN HAK KONSUMEN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43279...masyarakat konsumen di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri,

70

Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan

Makanan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2016

tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30 Tahun 2017

tenatng Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah

Indonesia.