pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

25
PEDOMAN PRAKTIS untuk Menyusun Kajian Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten Catatan Pertanyaan Utama Contoh-contoh Data Data

Upload: world-bank-indonesia-bank-dunia

Post on 14-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Understanding the spending patterns of district governments and how these correlate with other inputs and outputs is one of the tools that can help to translate the significant resources in education into improved outcomes. By conducting a public expenditure analysis on education, a proper assessment of the effectiveness and efficiency of district government spending can be made. This manual is intended as a guide for stakeholders at the district level to conduct their own assessments of public expenditure on education in order to achieve the objectives.

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

PEDOMAN PRAKTISuntuk

Menyusun Kajian Pengeluaran Publikuntuk

Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Catatan

Pertanyaan Utama

Contoh-contoh

Data

Data

Page 2: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Daftar Isi

DAFTAR ISI 2

1. PENDAHULUAN 3

2. PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN ANGGARAN 4

3. BELANJA PENDIDIKAN 6

1. Sumber anggaran pendidikan kabupaten 6

2. Gambaran belanja pendidikan di tingkat kabupaten 7

3. Analisis komposisi belanja 7

4. Analisis belanja pribadi rumah tangga (out-of-pocket) 10

5. Analisis perbandingan 10

4. KINERJA PENDIDIKAN 13

1. Analisis input 13

2. Analisis output 14

3. Analisis pencapaian 16

5. ANALISIS EKUITAS DAN EFISIENSI 17

1. Analisis ekuitas 17

2. Analisis efisiensi 18

3. Batasan praktik terbaik 20

6. LAMPIRAN 21

DATA YANG DIBUTUHKAN 21

ANALISIS DATA 24

2

Page 3: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

1. Pendahuluan

Beberapa tahun belakangan ini, belanja pendidikan di tingkat kabupaten telah meningkat pesat baik dalam hal tingkatan maupun sebagai bagian dari belanja pendidikan nasional. Jumlah belanja pendidikan di tingkat kabupaten meningkat dari Rp. 26 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp. 52 triliun pada tahun 2006 dan mencapai lebih dari 50 persen dari total pengeluaran publik nasional untuk pendidikan pada tahun 2006. Bagi sebagian kabupaten, pendidikan merupakan prioritas dalam anggaran pemerintah daerah dan rata-rata menyerap hampir satu per tiga dari pengeluaran di tingkat pemerintah daerah. Selain itu, pendidikan di tingkat kabupaten juga menjadi prioritas sejak berlakunya UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran mereka untuk sektor tersebut.

Akan tetapi, masih terdapat perbedaan dalam hal output dan pencapaian walaupun belanja pendidikan telah ditingkatkan. Beberapa kabupaten masih tertinggal, sementara kabupaten-kabupaten lainnya berhasil menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam mencapai sasaran-sasaran pendidikannya. Perbedaan-perbedaan dalam distribusi guru, jumlah sekolah, mutu sarana dan prasarana, serta berbagai sumber daya lainnya mungkin merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan pencapaian tersebut. Kurangnya keselarasan antara perencanaan dan penyusunan anggaran serta inefisiensi dalam alokasi anggaran juga dapat menghambat pencapaian seperti yang diharapkan.

Memahami pola pengeluaran pemerintah kabupaten dan bagaimana hal tersebut terkait dengan input dan output di bidang pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat membantu mengubah sumber daya pendidikan yang signifikan menjadi pencapaian yang meningkat. Dengan melakukan analisis terhadap pengeluaran publik untuk pendidikan, dapat dibuat penilaian yang baik terhadap efektivitas dan efisiensi pengeluaran pemerintah kabupaten. Panduan ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten untuk melakukan penilaian sendiri atas pengeluaran publik untuk pendidikan guna mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. Panduan ini disusun sebagai bagian dari program peningkatan kapasitas SISWA bagi pemerintah daerah. Buku panduan ini dikembangkan atas dasar metodologi yang telah diterapkan dalam program PEACH (Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization atau Analisis Pengeluaran Publik dan Harmonisasi Kapasitas).

3

Page 4: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

2. Perencanaan dan Penyusunan Anggaran

Tujuan

Tujuan dari bab ini adalah untuk: (i) menganalisis konsistensi antara perencanaan, penyusunan anggaran, dan pola realisasi belanja; (ii) menganalisis konsistensi antara perencanaan sektoral dan daerah; (iii) menganalisis apakah rencana sektor pendidikan mencerminkan permasalahan dan tantangan aktual yang dihadapi oleh sektor pendidikan di daerah yang bersangkutan; dan (iv) menganalisis kelebihan dan kekurangan dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran.

Dokumen-dokumen dasar yang diperlukan untuk melaksanakan analisis tersebut adalah dokumen-dokumen anggaran (APBD) yang dapat diperoleh dari kantor anggaran dan dokumen-dokumen perencanaan dari kantor Bappeda.

Jenis analisis yang diperlukan

1. Analisis prioritas pembangunan. (i) Jelaskan prioritas pembangunan daerah, bahaslah prioritas untuk sektor pendidikan sebagaimana tercantum dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). (ii) Lakukan penilaian apakah prioritas-prioritas tersebut mencerminkan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan di daerah yang bersangkutan berdasarkan pencapaian dan output di bidang pendidikan saat ini. (iii) Lakukan penilaian terhadap tingkat keterkaitan dan keselarasan di antara berbagai dokumen perencanaan tersebut.

2. Keterkaitan antara perencanaan dan penyusunan anggaran. Pandanglah anggaran sebagai perwujudan perencanaan pembangunan dan tetapkan prioritas pembangunan. Lakukan penilaian apakah anggaran yang ada (APBD) benar-benar berkaitan dengan dokumen-dokumen perencanaan. Lakukan penilaian apakah anggaran publik mengungkapkan tujuan-tujuan pembangunan yang tercantum dalam dokumen-dokumen perencanaan.

3. Praktik yang baik dalam perencanaan dan penyusunan anggaran: Lakukan tinjauan ulang apakah dokumen-dokumen perencanaan dan penyusunan anggaran yang ada juga mempertimbangkan prinsip-prinsip Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework atau MTEF) dan penyusunan anggaran berdasarkan kinerja (performance-based budgeting atau PBB). Lihat bagaimana konsep MTEF dan PBB diterapkan dalam sistem anggaran saat ini.

4. Perencanaan dan penyusunan anggaran pembangunan secara partisipatif. Periksa apakah daerah yang berkaitan telah menerapkan proses partisipatif dalam perencanaan pembangunan. Pahamilah manfaat dan kerugian dari proses tersebut.

5. Analisis kerangka peraturan perundang-undangan. Perhatikan apakah proses perencanaan dan penyusunan anggaran telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kerangka waktu yang ditentukan.

4

Page 5: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

6. Sistem kinerja anggaran. Perhatikan ketersediaan indikator kinerja dan lakukan analisis tentang apakah indikator-indikator kinerja tersebut telah ditentukan dengan benar. Pastikan bahwa indikator-indikator kinerja tersebut realistis dan terukur.

5

Page 6: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

3. Belanja Pendidikan

Tujuan

Tujuan dari bab ini adalah untuk memahami bagaimana pemerintah daerah membelanjakan anggaran pendidikannya dengan melihat sumber belanja pendidikan, tren-tren yang muncul seiring berjalannya waktu, komposisi belanja pendidikan berdasarkan klasifikasi ekonomi dan program, dan dengan membandingkan pengeluaran untuk sektor pendidikan dengan sektor-sektor lainnya serta membandingkan belanja pendidikan dengan anggaran di kabupaten-kabupaten lainnya atau dengan jumlah rata-rata nasional.

Dokumen-dokumen dasar yang diperlukan untuk melaksanakan analisis tersebut adalah dokumen-dokumen anggaran (APBD) yang dapat diperoleh dari kantor anggaran atau Bappeda, Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) Dinas Pendidikan, dan dokumen-dokumen perencanaan untuk sektor tersebut.

Jenis analisis yang diperlukan

1. Sumber anggaran pendidikan kabupaten. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang sumber-sumber anggaran pendidikan dengan melihat belanja pendidikan dari pemerintah pusat untuk kabupaten termasuk dana Bantuan Operasional Sekolah, belanja pendidikan di kabupaten, dan pengeluaran rumah tangga di kabupaten tersebut.

Contoh 1. Sumber belanja pendidikan di kabupaten, 2005

Contoh diagram di atas menunjukkan porsi relatif dari kontributor-kontributor utama untuk belanja pendidikan di tingkat kabupaten. Diagram tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar

6

Page 7: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

pengeluaran untuk pendidikan berasal dari pemerintah daerah, disusul oleh rumah tangga dan pemerintah pusat. Diagram ini juga memberikan gambaran umum tentang tingkat desentralisasi fiskal saat ini di sektor pendidikan. Untuk dapat membuat diagram tersebut, diperlukan data-data tentang anggaran pemerintah daerah dari laporan-laporan anggaran kabupaten, dana dekonsentrasi pemerintah pusat dari pemerintah provinsi atau kantor kas daerah, dan data rumah tangga dari BPS.

2. Gambaran belanja pendidikan di tingkat kabupaten. Tujuannya di sini adalah untuk lebih memahami perbandingan tren dari tahun ke tahun antara jumlah belanja pendidikan di kabupaten dengan pengeluaran kabupaten secara keseluruhan. Analisis dilakukan dengan melihat tren pengeluaran absolut, porsi belanja pendidikan terhadap total jumlah pengeluaran kabupaten, dan membandingkan belanja pendidikan per kapita di kabupaten dengan kabupaten-kabupaten tetangga atau yang memiliki karakteristik serupa. Untuk analisis tren, lebih baik menggunakan nilai harga konstan.

Contoh 2. Tren belanja pendidikan di tingkat kabupaten, 2001-06

Contoh diagram di atas memberikan dua rangkaian informasi dalam satu diagram: pertama, diagram tersebut menunjukkan tren dalam belanja pendidikan secara absolut, dan kedua, diagram tersebut menunjukkan porsi yang dialokasikan untuk pendidikan dari jumlah anggaran pemerintah kabupaten dari waktu ke waktu. Diagram tersebut dapat dijadikan dasar untuk analisis lebih lanjut tentang alasan-alasan di balik penurunan porsi belanja pendidikan walaupun terdapat tren kenaikan dalam belanja pendidikan absolut.

3. Analisis komposisi belanja. Disini tujuannya adalah untuk melihat komposisi belanja pendidikan berdasarkan kategori belanja rutin dibandingkan dengan belanja pembangunan, atau belanja modal dibandingkan dengan belanja bukan modal. Belanja dapat dibagi lebih lanjut menurut klasifikasi ekonomi dan program. Analisis menurut klasifikasi ekonomi dapat dieksplorasi dengan membagi lebih lanjut belanja tersebut menjadi belanja pegawai, barang, operasional/pemeliharaan, perjalanan, dan lainnya. Untuk belanja pendidikan berdasarkan

7

Page 8: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

program, informasinya biasanya tersedia dalam pembukuan anggaran terpisah yang dipegang oleh satuan kerja dari dinas pendidikan di kabupaten terkait. Pembagian belanja berdasarkan jenjang pendidikan juga dapat dilakukan apabila data-datanya tersedia. Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan analisis terhadap komposisi belanja, perlu dilengkapi latar belakang tentang format anggaran saat ini (belanja langsung dan tidak langsung) dan perkembangan format anggaran pemerintah daerah, terutama terkait dengan bagaimana belanja diklasifikasikan berdasarkan jangka waktu 5-6 tahun. Perlu dilakukan pemetaan atau penyelarasan terhadap berbagai format anggaran, terutama di sisi belanja, untuk memperoleh analisis tren belanja yang konsisten berdasarkan komposisinya.

Contoh 3. Komposisi belanja pendidikan rutin dan pembangunan, Persen

Kabupaten2001 2002 2003 2004 2005

Rutin Pemb Rutin Pemb Rutin Pemb Rutin Pemb Rutin Pemb

Kab. Asahan 93,0 7,0 92,6 7,4 92,6 7,4 93,1 6,9 96,5 3,5

Kota Binjai 89,0 11,0 91,0 9,0 84,1 15,9 91,1 8,9 90,3 9,7

Kab. Wonosobo

96,7 3,3 92,5 7,5 88,5 11,5 84,2 15,8 90,7 9,3

Kota Magelang 97,2 2,8 92,7 7,3 71,2 28,8 87,7 12,3 88,2 11,8

Kab. Minahasa 98,2 1,8 99,9 0,02 98,9 1,1 96,8 3,2 88,6 11,4

Kota Manado 83,2 16,8 98,8 1,2 91,8 8,2 96,4 3,6 96,0 4,0

Kab. Timtengsel

87,1 12,9 90,5 9,5 89,5 10,5 84,4 15,6 82,2 17,8

Kab. Belu 95,4 4,6 94,5 5,5 86,1 13,9 87,2 12,8 87,8 12,2

Kab. Jayawijaya 68,5 31,5 76,9 23,1 86,9 13,1 97,9 2,1 90,7 9,3

Kab. Jayapura - - 51,3 48,7 45,8 54,2 92,1 7,9 80,1 19,9

Semua kabupaten di Indonesia

89,3 10,7 86,9 13,1 87,1 12,9 88,9 11,1 86,1 13,9

Tabel di atas menunjukkan pembagian belanja berdasarkan belanja rutin dan pembangunan. Untuk memperoleh penggolongan belanja rutin dan pembangunan, perlu dilakukan pemetaan antara format anggaran yang terdiri dari aparat dan publik, dan format anggaran sebelumnya yang terdiri dari belanja rutin dan pembangunan. Pemetaan ini sangat penting mengingat format anggaran daerah mengalami perubahan pada tahun 2003 dan yang lebih terkini lagi pada tahun 2007. Pemetaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan tren belanja yang konsisten berdasarkan periode waktu.

8

Page 9: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Contoh 4. Komposisi ekonomi belanja rutin Nias, 2001- 2005

Belanja rutin berdasarkan klasifikasi ekonomi dapat dibagi lebih jauh, sebagaimana tampak pada diagram di atas, menjadi belanja pegawai, barang dan jasa, operasional dan pemeliharaan, perjalanan dinas, dan lain-lain. Klasifikasi ekonomi ini memungkinkan kita untuk melihat komponen apa yang mendapatkan alokasi terbesar dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi komponen-komponen lainnya. Pada diagram contoh tersebut, belanja untuk pegawai menyerap porsi paling besar dari anggaran pendidikan kabupaten dari waktu ke waktu, menyisakan hanya sedikit porsi untuk komponen-komponen lainnya. Analisis dapat pula dilakukan dengan melihat porsi anggaran untuk pemeliharaan dan menghubungkan hal ini dengan kondisi sarana dan prasarana pendidikan di seluruh kabupaten.

Contoh 5. Komposisi program dari kabupaten-kabupaten yang telah dikunjungi, 2006

9

Page 10: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Selain klasifikasi ekonomi, analisis juga dapat dilakukan dengan melihat pembagian belanja menurut klasifikasi program. Contoh diagram di atas menunjukkan porsi belanja yang dialokasikan untuk setiap program. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa klasifikasi belanja menurut program mungkin tidak sama antara satu kabupaten dengan lainnya. Analisis lebih lanjut berdasarkan diagram ini dapat dilakukan dengan membandingkan belanja yang dialokasikan untuk setiap program dengan output atau pencapaian yang berkaitan dengan program tersebut.

4. Analisis belanja pribadi rumah tangga (out-of-pocket). Analisis ini menelaah kontribusi rumah tangga dalam hal belanja pendidikan. Misalnya, analisis mengenai: besarnya kontribusi rumah tangga terhadap pendidikan; tren kontribusi tersebut dari waktu ke waktu; dan komposisi belanja pada berbagai tingkat pendapatan. Dampak dari program-program pembiayaan pendidikan yang baru, seperti program BOS, program beasiswa, dsb. terhadap pola belanja rumah tangga juga dapat dianalisis.

Contoh 6. Belanja out-of-pocket rumah tangga di sejumlah kabupaten, 2004-06

5. Analisis perbandingan. Di sini dilakukan analisis relativitas pada seluruh kabupaten dan provinsi, serta seluruh sektor strategis. Perbandingan antara jumlah belanja yang dialokasikan dengan sektor-sektor strategis dalam tahun-tahun tertentu memberikan gambaran tentang apakah alokasi belanja pendidikan mencukupi atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan kunci antara lain: seberapa besar porsi yang dialokasikan untuk pendidikan dibandingkan dengan sektor-sektor strategis lainnya seperti kesehatan dan infrastruktur; bagaimana kinerja belanja pendidikan kabupaten apabila dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain atau secara nasional; dan kabupaten-kabupaten mana yang memiliki tingkat belanja pendidikan per kapita tertinggi. Setelah itu, alasan-alasan tentang perbedaan-perbedaan yang signifikan juga perlu dijelaskan lebih rinci.

10

Page 11: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Contoh 7. Keseluruhan belanja sektoral di Kab. Nias dan Kab. Nias Selatan, 2001-2005

Contoh 7 menunjukkan perbandingan belanja antara sektor pendidikan dan sektor-sektor utama lainnya. Tujuan dari diagram tersebut adalah untuk menunjukkan prioritas pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumber dayanya dan untuk memperoleh gambaran umum tentang tingkat relatif belanja pendidikan dibandingkan dengan sektor-sektor strategis lainnya. Analisis juga dapat membandingkan belanja dalam hal porsi (dalam persentase) yang dialokasikan untuk pendidikan dengan yang dialokasikan untuk sektor-sektor lainnya. Contoh diagram di atas menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi prioritas dalam anggaran pemerintah daerah selama beberapa tahun dan tren yang ada saat ini dapat diperkirakan akan berlanjut apabila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan.

Contoh 8. Belanja pendidikan per kapita, 2005

11

Page 12: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Selain penilaian di seluruh sektor, perbandingan antar kabupaten dan provinsi juga dapat membantu memberikan gambaran umum tentang kinerja suatu kabupaten dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Kabupaten-kabupaten pembanding dapat dipilih berdasarkan berbagai indikator seperti kabupaten-kabupaten dengan kesamaan kelompok geografis, kelompok ekonomi,atau karakteristik lainnya yang terkait. Angka rata-rata nasional dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai sejauh mana suatu kabupaten lebih maju atau tertinggal atas suatu indikator tertentu dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya.

12

Page 13: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

4. Kinerja Pendidikan

Tujuan

Tujuan dari bab ini adalah untuk melihat dengan lebih rinci mengenai keterkaitan antara belanja dan beberapa indikator kinerja utama dalam sektor pendidikan. Pembahasan tentang kinerja didasarkan pada beberapa indikator input (mis., fasilitas, SDM, dsb.), output (mis., angka partisipasi sekolah, angka melek huruf, dsb.), dan indikator-indikator pencapaian (mis., nilai ujian). Perbandingan angka antar kecamatan, kabupaten, dan rata-rata nasional berguna untuk menambah wawasan analisis.

Dokumen-dokumen dasar yang diperlukan untuk melakukan analisis tersebut adalah: statistik pendidikan tahunan kabupaten; dokumen-dokumen perencanaan di tingkat Dinas; survei-survei BPS (Susenas, Podes, dsb.); dan laporan-laporan Kabupaten dalam Angka.

Jenis analisis yang diperlukan

1. Analisis input: Analisis pada bagian ini mempertimbangkan kondisi fasilitas, peralatan belajar dan mengajar, dan sumber daya manusia di sektor pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan kunci antara lain: Apakah terdapat cukup sekolah di kabupaten tersebut? Bagaimana kondisi ruang kelas? Apakah buku-buku yang tersedia bagi para siswa telah memadai? Apakah jumlah guru yang memenuhi syarat di kabupaten tersebut mencukupi (rasio siswa-guru, besarnya kelas), dsb.? Keterkaitannya dengan belanja pendidikan dapat diperoleh misalnya dengan membandingkan kondisi ruang kelas dengan anggaran pemeliharaan dan operasional, atau dengan membandingkan jumlah guru yang memenuhi syarat dengan anggaran program peningkatan kapasitas guru/staf.

Contoh 9. Sekolah Dasar/1.000 anak usia SD di Kab. Wonosobo, 2006

13

Page 14: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Diagram di atas menunjukkan rasio sekolah dasar per 1.000 anak usia SD di Kabupaten Wonosobo. Rasio tersebut mencoba mengukur apakah wilayah tersebut telah memiliki jumlah sekolah dasar yang memadai. Pada contoh di atas, rasio bervariasi dari yang paling tinggi yaitu 14 sekolah dalam satu kecamatan sampai yang paling rendah yaitu tiga sekolah dalam satu kecamatan. Kecamatan dengan jumlah sekolah tertinggi, yaitu 14 sekolah yang mengakomodasi 1.000 anak usia sekolah atau sekitar 71 anak per sekolah mengindikasikan adanya kelebihan jumlah sekolah. Sebaliknya, kecamatan dengan rasio terendah, yaitu satu sekolah yang mengakomodasi 333 anak usia sekolah, atau rata-rata 55 anak per kelas mengindikasikan bahwa jumlah sekolah berada sedikit di bawah tingkat yang disarankan secara umum. Diagram tersebut dapat digunakan untuk mengindikasikan wilayah mana saja yang masih membutuhkan adanya sekolah baru dan wilayah mana yang telah memiliki terlalu banyak sekolah.

Contoh 10. Kualifikasi guru sekolah dasar di sejumlah kabupaten, 2006

Diagram ini menunjukkan perbedaan besar antar kabupaten dalam hal kualifikasi guru. Kerangka peraturan perundang-undangan menetapkan bahwa guru-guru paling sedikit harus memiliki latar belakang pendidikan D-4 (setara S1) atau sarjana (S1). Sebagian besar kabupaten hanya memiliki sejumlah kecil guru lulusan sarjana di tingkat sekolah dasar, sementara latar belakang pendidikan sebagian besar guru di kabupaten-kabupaten yang tertinggal hanya lulusan SLTA. Diagram ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya guna meningkatkan kualifikasi guru di kabupaten tersebut.

2. Analisis output: Analisis pada bagian ini menilai pencapaian output di sektor pendidikan dengan menganalisis berbagai indikator output dari waktu ke waktu dan membandingkan indikator-indikator tersebut dengan kabupaten-kabupaten lainnya atau rata-rata nasional. Beberapa contoh indikator output yang digunakan dalam analisis ini adalah: angka partisipasi sekolah kasar dan murni, angka putus sekolah, angka melek huruf, persentase populasi berusia 15 tahun ke atas yang belum bersekolah (ini dapat dihubungkan dengan angka melek huruf), dan rata-rata tahun lamanya bersekolah. Keterkaitan dengan belanja pendidikan dapat dilihat dengan membandingkan belanja untuk sektor tersebut dari waktu ke waktu (5 sampai 6 tahun) dengan perubahan indikator kinerja output.

14

Page 15: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Contoh 11. Angka partisipasi kasar sekolah tingkat SMP di Kab. Nias, 2001-2005

Diagram ini menunjukkan angka partisipasi kasar pada tingkat sekolah menengah pertama selama tahun 2001-2005. Ada beberapa cara untuk menafsirkan diagram ini: pertama, tren dari waktu ke waktu mengungkapkan bahwa Kab. Nias berhasil meningkatkan angka partisipasi kasar SMP. Kedua, angka partisipasi kasar sekolah dapat dibandingkan dengan rata-rata provinsi dan nasional, yang mengungkapkan bahwa Nias masih tertinggal dibandingkan dengan rata-rata provinsi dan nasional.

Contoh 12. Rata-rata tahun lamanya bersekolah di sejumlah kabupaten, 2001-2005

Rata-rata lamanya sekolah mengindikasikan rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk di suatu kabupaten untuk bersekolah dan dengan demikian mengindikasikan kualitas modal manusia di wilayah tersebut. Rata-rata lamanya sekolah 9 tahun, seperti terlihat di Kota Manado dan Kota Magelang, berarti bahwa rata-rata populasi di kota tersebut telah menyelesaikan pendidikan menengah pertama. Harap dicatat bahwa indikator sumber daya manusia ini akan lebih rendah apabila populasi yang lebih tua berpendidikan lebih rendah daripada populasi usia sekolah saat ini, dengan demikian mengurangi rata-rata untuk seluruh populasi.

15

Page 16: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Contoh 13. Angka melek huruf di sejumlah kabupaten, 2001-05

Diagram di atas menunjukkan angka melek huruf pada orang dewasa di Indonesia, yang didefinisikan sebagai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Untuk dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat modern, orang dewasa harus memiliki kemampuan dasar tersebut. Perincian angka melek huruf berdasarkan kelompok umur mengindikasikan apakah terdapat angka melek huruf yang rendah dalam populasi usia sekolah dan dengan demikian dapat diatasi dengan sistem sekolah, atau apakah angka melek huruf yang rendah tersebut terdapat dalam populasi di atas usia sekolah, yang mungkin mengindikasikan perlunya perluasan program-program pendidikan informal untuk orang dewasa.

3. Analisis pencapaian: Bagian ini menilai pencapaian pendidikan melalui parameter prestasi akademis seperti rata-rata nilai ujian dalam mata pelajaran utama. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan urutan waktu dan perbandingan antar kabupaten. Analisis pada bagian ini menggunakan pendekatan yang hampir sama dengan yang digunakan dalam analisis output. Analisis output dan pencapaian seringkali digabungkan apabila hanya terdapat sedikit indikator pencapaian yang bisa diperoleh.

16

Page 17: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

5. Analisis Ekuitas dan Efisiensi

Tujuan

Bab ini membahas lebih terperinci lagi tentang efisiensi belanja untuk pendidikan dan ekuitas dari belanja tersebut. Analisis ekuitas di sektor tersebut mempertimbangkan distribusi geografis dari input, output, dan pencapaian, serta distribusi belanja antar tingkat pendapatan. Tingkat efisiensi diperoleh dengan cara memperkirakan efektivitas biaya dari input yang diberikan dengan output yang diperoleh, serta dengan membandingkan unsur-unsur tersebut dengan sasaran-sasaran pendidikan di kabupaten. Perbandingan antar kecamatan dan kabupaten serta dengan angka-angka di tingkat nasional juga bermanfaat untuk memberikan wawasan analitis.

Dokumen-dokumen dasar yang diperlukan untuk melakukan analisis tersebut adalah anggaran kabupaten (APBD), statistik pendidikan tahunan kabupaten, dokumen-dokumen perencanaan di tingkat Dinas, survei BPS (Susenas, Podes, dll), dan Kabupaten dalam Angka.

Jenis analisis yang diperlukan

1. Analisis ekuitas: Analisis ini memperhatikan perbedaan-perbedaan berdasarkan gender, pendapatan rumah tangga, lokasi tempat tinggal (desa vs. kota), dan kelompok etnis atau agama. Perbedaan dianalisis berdasarkan indikator-indikator input, output, dan pencapaian. Pertanyaan-pertanyaan kunci antara lain: Bagaimana perbedaan angka partisipasi sekolah, angka putus sekolah, dan prestasi belajar berdasarkan sub-kelompok? Berapa rata-rata belanja untuk pendidikan yang dialokasikan rumah tangga di berbagai kuintil pendapatan? Bagaimana distribusi guru di daerah perkotaan vs. pedesaan? Program-program atau kebijakan-kebijakan pemerintah apa saja yang terkait dengan pemberian insentif keuangan untuk pendidikan?

Contoh 14. Angka partisipasi murni sekolah berdasarkan kuintil pendapatan, 2004

17

Page 18: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Diagram di atas menggambarkan distribusi angka partisipasi sekolah antar kelompok pendapatan rumah tangga. Berdasarkan informasi yang diberikan dalam diagram, dapat dianalisis apakah terdapat persamaan atau perbedaan untuk angka partisipasi sekolah pada tingkat kuintil pendapatan. Diagram di atas menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah SD di kabupaten-kabupaten tersebut hampir universal untuk semua kuintil pendapatan. Akan tetapi, hal ini berbeda di jenjang pendidikan menengah, di mana terdapat kesenjangan besar pada angka partisipasi sekolah antara kuintil pendapatan terendah dan tertinggi.

Contoh 15. Belanja agregat kabupaten per kuintil kemiskinan, 2005

Kuintil kabupaten

Pengeluaran kabupaten per kapita (Rp)

Belanja pendidikan per siswa sekolah (Rp)

% Jumlah belanja pendidikan non-personil

Belanja pribadi rumah tangga [out-of-pocket] (Rp juta)

Termiskin 858.296 1.097.255 6,99 26.067

2 807.164 941.367 5,02 43.121

3 595.605 1.048.785 5,38 62.138

4 896.367 1.402.839 5,01 66.642

Terkaya 912.590 1.574.280 4,68 114.132

Tabel di atas memberikan pendekatan serupa dengan menggunakan kuintil kemiskinan di tingkat kabupaten. Tabel tersebut membandingkan belanja pendidikan di tingkat kabupaten dan rumah tangga secara agregat di lima kuintil kabupaten, dari yang termiskin (kuintil 1) sampai dengan yang terkaya (kuintil 5).

2. Analisis efisiensi: Menganalisis apakah anggaran tersebut telah dibelanjakan secara efisien dan efektif bergantung pada informasi seperti ketersediaan sistem kinerja, sistem evaluasi tahunan, dan standar pelayanan minimum, dsb. Pertanyaan-pertanyaan kunci antara lain: Apakah belanja pendidikan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan? Apakah keterkaitan antara kesuksesan di tiap jenjang pendidikan dengan pekerjaan dan gaji? Apakah yang menjadi dasar dalam mempekerjakan dan menempatkan guru-guru: kebutuhan geografis, jasa, atau senioritas? Apakah kriteria yang dipakai dalam memutuskan untuk membangun sekolah baru dan menetapkan lokasinya? Bagaimanakah tren-tren dalam populasi usia sekolah berpengaruh terhadap input yang diperlukan di kemudian hari? Apakah kabupaten yang bersangkutan telah berhasil memenuhi target standar pelayanan minimumnya?

18

Page 19: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Contoh 16. Kelebihan dan kekurangan jumlah guru SD, 2006

Diagram di atas menunjukkan porsi kecamatan dalam suatu kabupaten dengan kelebihan atau kekurangan jumlah guru. Data yang digunakan terdiri dari jumlah guru di kecamatan saat ini dan perkiraan jumlah guru yang dibutuhkan untuk sekolah-sekolah yang terdapat di setiap kecamatan. Perbedaan antara kedua set tersebut menghasilkan perkiraan tentang kelebihan atau kekurangan jumlah guru. Analisis terhadap kelebihan dan kekurangan jumlah guru memberikan gambaran tentang distribusi guru di kabupaten-kabupaten dan bagaimana negara secara keseluruhan dapat meningkatkan efisiensinya dalam hal distribusi guru, terutama dengan adanya porsi belanja pendidikan yang begitu besar untuk personil.

Contoh 17. Rasio siswa-guru di tingkat SD di Kab. Timtengsel, 2006

19

Page 20: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Diagram di atas merupakan contoh grafik sederhana tentang perbedaan distribusi guru antar kecamatan. Grafik semacam ini dapat juga diterapkan untuk indikator-indikator lain, seperti jumlah sekolah per 1.000 siswa usia SD, angka melek huruf, belanja per kapita, dsb. dan ditujukan untuk membantu menganalisis disparitas di tingkat kabupaten dan provinsi.

3. Batasan praktik terbaik: Analisis batasan efisiensi menunjukkan perbedaan dalam kinerja sektor pendidikan antar kecamatan/kabupaten/provinsi. Analisis ini berupaya untuk menggambarkan kabupaten yang memiliki praktik terbaik dalam memaksimalkan output mereka dengan tingkat input tertentu. Dengan demikian, analisis tersebut juga dapat diartikan sebagai pengukur tingkat efisiensi dari sistem pendidikan di suatu kabupaten. Analisis batasan efisiensi dikembangkan dengan menggunakan serangkaian data input (seperti jumlah sekolah, rasio siswa-guru, belanja pemerintah daerah untuk pendidikan, dsb.) dan serangkaian data output (seperti angka partisipasi sekolah, angka melek huruf, nilai ujian, dsb.). Kedua rangkaian data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan metode analisis faktor yang bertujuan untuk membuat suatu indeks input dan output yang akan digunakan untuk menilai efisiensi sektor tersebut.

Contoh 18. Batasan praktik terbaik kinerja sektor pendidikan di tingkat kabupaten

20

Page 21: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

6. Lampiran

Data yang Dibutuhkan

Tabel di bawah ini menyediakan beberapa daftar atas data yang dibutuhkan dan sumber-sumber data untuk para peneliti. Jangka waktu dari setiap rangkaian data bergantung pada kebutuhan dari setiap analisis.

Data kuantitatif

No Jenis Nama Deskripsi Sumber Indikator

1 Fiskal APBN Belanja Nasional berdasarkan klasifikasi ekonomi dan fungsi.

Depkeu Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan

APBD Anggaran daerah (Tingkat Kab/Kota & Provinsi) yang terdiri dari pendapatan (berdasarkan komponen-komponennya), belanja langsung dan tidak langsung untuk dipetakan dengan format belanja sebelumnya.

BPS ; Depkeu

Pendapatan, belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi dan sektor

DAU Alokasi DAU dan data dasar yang digunakan untuk penghitungan DAU (Tingkat Kab/Kota & Provinsi)

Depkeu Alokasi DAU, populasi, angka kemiskinan, wilayah, IHBG, dsb.

DAK DAK Dana Reboisasi dan DAK Non Dana Reboisasi (Tingkat Kab/Kota & Provinsi)

Depkeu Alokasi DAK (Sektor infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan)

2 Non Fiskal

Indikator-indikator Sosial

Sensus Kependudukan

Sensus kependudukan nasional, diselenggarakan setiap 10 tahun sekali

BPS Populasi

SUSENAS SUSENAS yang terdiri dari KOR (tahunan) dan MODUL (setiap tiga tahun sekali untuk masing-masing jenis modul). Meliputi karakteristik rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam rumah tangga sampel.

BPS Prestasi pendidikan, angka melek huruf, % populasi perkotaan dan pedesaan, pendapatan dan belanja rumah tangga.

SAKERNAS Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahunan yang meliputi karakteristik pasar tenaga kerja nasional dari semua perorangan usia kerja dalam rumah tangga sampel.

BPS Angkatan kerja (berdasarkan sektor), tingkat partisipasi kerja, angka pengangguran, dsb.

21

Page 22: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

PODES Survei Potensi Desa (PODES) memberikan informasi tentang karakteristik dan infrastruktur desa.

BPS Jumlah fasilitas sekolah, jarak ke sekolah, keadaan jalan atau infrastruktur, dll.

Indikator Ekonomis

GRDP Produk Regional (tingkat kab/kota dan provinsi) berdasarkan harga berlaku & konstan

BPS Produk-produk sektoral

Karakteristik Pemerintah Daerah

GDS Survei Desentralisasi Kepemerintahan (Governance Decentralization Survey) 1, GDS 1+, GDS 2

WBOJ & PSKK-UGM

Indikator kepemerintahan dan desentralisasi (transparansi, akuntabilitas, kualitas layanan)

22

Page 23: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Dokumen- dokumen kualitatif

Jenis Rincian Jangka Waktu

Sumber Informasi yang diperlukan

Perencanaan Proses perencanaan

Terkini Bappeda, Dinas Pendidikan

• Apa sajakah rencana yang dipersiapkan?• Apakah masyarakat berpartisipasi dalam

proses perencanaan? Jika ya, bagaimana?• Apakah terdapat rencana/strategi

peningkatan sektor pendidikan?• Bagaimana pencapaian rencana yang

terpantau?Anggaran Penyusunan

AnggaranTerkini Biro Keuangan,

Bappeda, Dinas Pendidikan

• Apakah terdapat mekanisme formal bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran? Jika ya, seberapa efektif?

• Bagaimana informasi kuantitatif digunakan untuk mengambil keputusan terkait anggaran?

• Bagaimana pengambilan keputusan terkait intervensi pemerintah dalam suatu sektor tertentu?

• Lembaga/instansi mana yang mengambil keputusan tentang alokasi anggaran final?

Publikasi Anggaran

Terkini Bappeda, Sekda • Apakah anggaran tersedia untuk umum? Jika ya, bagaimana (melalui koran, berita negara, dsb.)?

Pelaksanaan anggaran

Terkini Biro Keuangan, Bappeda

• Unit apa yang bertanggung jawab untuk pencairan dana?

• Apakah kantor perbendaharaan daerah (BUD) telah didirikan?

• Apakah mekanisme pembayarannya (SPP)?

• Apakah terdapat masalah dengan pengelolaan kas? Jika ya, masalah apa?

• Apakah anggaran telah direvisi selama tahun buku tersebut?

Penganggaran berdasar kinerja

Terkini Bappeda • Apakah telah diperkenalkan penyusunan anggaran kinerja?

• Jika ya, bagaimana kinerja dipantau?Transfer Pemakaian

dana transferTerkini Biro Keuangan • Berapa besar dana transfer yang berasal

masing-masing dari DAU, bagi hasil, dan DAK untuk pendidikan?

• Bagaimana proses pengalokasiannya?**Format – sedapat mungkin dalam bentuk elektronik

23

Page 24: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

Analisis Data

• Menyepakati sumber dan analisis data

Sumber data harus disepakati agar terdapat rangkaian data yang konsisten di sepanjang analisis, terutama pada kasus dimana analisis bagian yang berbeda dilakukan oleh peneliti yang berbeda.

Hal-hal apa yang perlu disepakati?

a. Data yang akan digunakan dalam analisis. Misalnya, data anggaran tersedia di tingkat pusat maupun daerah. Data yang akan digunakan perlu disepakati sebelum proses pengumpulan data dimulai. Idealnya, data fiskal sebaiknya berasal dari data yang dikumpulkan di tingkat kabupaten, karena data-data ini didasarkan pada dokumen-dokumen resmi yang telah diaudit. Akan tetapi, data yang berasal dari tingkat pusat juga berguna untuk melakukan analisis komparatif dengan kabupaten lain atau secara nasional.

b. Data tentang Indeks Harga Konsument (IHK) daerah dan populasi. Data kependudukan ada bermacam-macam, yang berasal dari BPS pusat, BPS daerah, hingga berbagai instansi di pemerintah daerah. Kesepakatan tentang data mana yang akan digunakan sangat penting karena data tersebut digunakan untuk menghitung angka per kapita. Kadangkala, IHK untuk suatu daerah tidak tersedia. Perlu dibuat kesepakatan tentang IHK daerah mana yang akan digunakan untuk menormalkan angka-angka terhadap inflasi. Selain itu, diperlukan juga kesepakatan tentang tahun dasar untuk angka riil. Biasanya, tahun dasar adalah tahun terawal dalam rangkaian data. Akan tetapi, agar analisis memiliki wawasan ke depan, disarankan untuk menggunakan tahun terkini sebagai tahun dasar. Keuntungannya adalah pada waktu membandingkan angka-angka tren dan angka-angka antar bagian (yang merupakan data terkini), angka-angka yang diperoleh akan konsisten.

c. Jangka waktu yang diperlukan. Ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas analisis. Idealnya, semakin panjang jangka waktunya, semakin baik, walaupun terdapat batasan data di suatu titik. Provinsi yang ditetapkan setelah desentralisasi tidak akan memiliki data sebelum tahun 2000. Idealnya, data minimum yang diperlukan adalah lima tahun.

d. Keterbatasan data. Pada waktu membuat perbandingan daerah, tim akan menghadapi keterbatasan data, terutama data dari sumber-sumber di daerah. Biasanya, data yang diperoleh di tingkat daerah tidak mencakup data antar daerah. Data dari sumber-sumber di tingkat pusat mencakup data antar daerah, tetapi biasanya tidak serinci yang diperoleh di tingkat daerah. Oleh sebab itu, disarankan untuk menggunakan data dari sumber di tingkat daerah untuk kepentingan analisis dan perbandingan untuk internal

24

Page 25: Pedoman pengeluaran publik pendidikan di kabupaten

Pedoman Praktis untuk Menyusun kajian atas Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Tingkat Kabupaten

lingkup daerah tersebut, sementara data dari sumber di tingkat pusat digunakan untuk melakukan analisis antar daerah dan membuat perbandingan di tingkat pemerintah agregat yang lebih tinggi. Hal ini juga merupakan salah satu hal yang harus disepakati.

Catatan tentang analisis:1. Semua analisis yang melibatkan data dari tahun-tahun yang berbeda harus diubah

ke dalam angka riil (harga konstan). 2. Pada waktu menyampaikan analisis kuantitatif, jangan gunakan angka-angka desimal

terlalu terperinci sampai digit terakhir. Bulatkan ke dalam ribuan, jutaan, milyaran, atau triliunan terdekat, walaupun hal ini tidak perlu dilakukan untuk angka per kapita.

25