perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · web...

38
I. PENDAHULUAN Blefaroptosis atau sering disebut ptosis adalah posisi abnormal kelopak mata atas yang lebih rendah dibanding normal, yang dinilai pada posisi primer. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma, massa, gangguan persarafan, kelainan kompleks levator atau Muller baik kongenital maupun didapat. Ptosis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, ataupun dengan gejala seperti keterbatasan lapang pandang, kesulitan membaca, atau penutupan aksis visual secara total. Masalah paling serius yang ditimbulkan oleh ptosis adalah ambliopia (mata malas), yaitu menurunnya tajam penglihatan terbaik setelah koreksi yang tidak langsung disebabkan oleh kelainan pada bola mata atau jalur penglihatan. Insidensi ptosis pada masa anak-anak yaitu 7,9 per 100.000 pasien. Dua puluh persen pasien dengan ptosis kongenital mengalami ambliopia. 1-4 Penanganan ptosis membutuhkan evaluasi yang akurat pada pasien, pengukuran konsisten, dan dokumentasi yang baik dari defisit fungsional. Pengetahuan mengenai anatomi kelopak mata, dan berbagai teknik koreksi ptosis merupakan suatu keharusan. Referat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya. 2,5 II. ANATOMI PALPEBRA 1

Upload: others

Post on 10-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

I. PENDAHULUAN

Blefaroptosis atau sering disebut ptosis adalah posisi abnormal kelopak mata

atas yang lebih rendah dibanding normal, yang dinilai pada posisi primer.

Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma, massa, gangguan persarafan, kelainan

kompleks levator atau Muller baik kongenital maupun didapat. Ptosis dapat terjadi

tanpa menimbulkan gejala, ataupun dengan gejala seperti keterbatasan lapang

pandang, kesulitan membaca, atau penutupan aksis visual secara total. Masalah

paling serius yang ditimbulkan oleh ptosis adalah ambliopia (mata malas), yaitu

menurunnya tajam penglihatan terbaik setelah koreksi yang tidak langsung

disebabkan oleh kelainan pada bola mata atau jalur penglihatan. Insidensi ptosis

pada masa anak-anak yaitu 7,9 per 100.000 pasien. Dua puluh persen pasien

dengan ptosis kongenital mengalami ambliopia.1-4

Penanganan ptosis membutuhkan evaluasi yang akurat pada pasien,

pengukuran konsisten, dan dokumentasi yang baik dari defisit fungsional.

Pengetahuan mengenai anatomi kelopak mata, dan berbagai teknik koreksi ptosis

merupakan suatu keharusan. Referat ini membahas tentang ptosis dan

penatalaksanaannya.2,5

II. ANATOMI PALPEBRA

Palpebra dapat dibagi menjadi 7 lapisan struktur, yaitu: kulit dan jaringan

subkutan, otot-otot protraktor, septum orbita, lemak orbita, otot-otot retraktor,

tarsus, dan konjungtiva (Gambar 2.1).2,6,7

Kulit palpebra merupakan lapisan kulit paling tipis pada tubuh manusia, dan

tidak memiliki lapisan lemak subkutan. Pada palpebral superior dan inferior

terdapat kerutan (eyelid crease) dan lipatan (eyelid fold). Posisi eyelid crease

menunjukkan kemungkinan letak perlekatan antara levator aponeurosis dengan

bagian pretarsal musculus orbicularis oculi dan kulit. Posisi ini biasanya berada

pada tepi atas tarsus. Eyelid fold terdiri dari jaringan kulit preseptal dan jaringan

subkutan di atas struktur levator aponeurosis dan septum. 2,6,7

1

Page 2: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

2

Gambar 2.1 Anatomi kelopak mata atas dan bawah Dikutip dari: American Academy of Ophthalmology2

Musculus orbicularis oculi merupakan protraktor utama palpebra. Otot ini

dipersarafi oleh nervus kranialis VII. Kontraksi otot ini mengakibatkan fisura

palpebral menyempit. Musculus orbicularis oculi dapat dibagi menjadi bagian

pretarsal, preseptal, dan orbital (Gambar 2.2). Bagian palpebral (pretarsal dan

preseptal) berperan dalam pergerakan involunter kelopak mata (mengedip),

sedangkan bagian orbita terlibat dalam penutupan kelopak mata maksimal. 2,6,7

Page 3: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

3

Gambar 2.2 Musculus Orbicularis dan otot sekitarnya. A, Musculus frontalis; B, musculus corrugator supercilii ; C, musculus procerus; D, musculus orbicularis (bagian orbital); E, musculus orbicularis (bagian preseptal); F, musculus orbicularis (bagian pretarsal); G, medial canthal tendon; H, lateral canthal tendon.

Dikutip dari: American Academy of Ophthalmology2

Septum orbita merupakan jaringan fibrosa berupa lembaran tipis dan

berlapis-lapis, yang berasal dari periosteum rima orbital superior dan inferior pada

arcus marginalis. Septum orbita menyatu dengan levator aponeurosis, sekitar 2-5

mm di atas batas tarsal superior pada kelopak mata atas penduduk non-Asia. Di

kelopak mata bawah, septum orbita menyatu dengan fasia capsulopalpebral pada

atau tepat di bawah batas tarsal inferior. 2,6,7

Lemak orbita terletak pada bagian posterior dari septum orbita dan anterior

dari levator aponeurosis (kelopak mata atas) atau fasia capsulopalpebral (kelopak

mata bawah). Di kelopak mata atas, terdapat 2 kantong lemak: nasal dan sentral.

Page 4: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

4

Di kelopak mata bawah, terdapat 3 kantong lemak: nasal, sentral, dan temporal.

Kantong ini dikelilingi oleh selubung fibrosa tipis yang merupakan perpanjangan

kedepan dari sistem orbitoseptal anterior. Bantalan lemak orbital sentral adalah

bagian penting, baik dalam operasi kelopak mata elektif dan perbaikan laserasi

kelopak mata, karena bantalan lemak tersebut terletak tepat di belakang septum

orbita dan di depan levator aponeurosis . 2,6,7

Retraktor kelopak mata atas adalah otot levator dengan aponeurosis dan otot

tarsal superior (otot Muller). Di kelopak mata bawah, retraktor adalah fasia

capsulapalpebral dan otot tarsal inferior. Pada retraktor kelopak mata atas otot

levator bermula di apeks orbita, yang muncul dari periorbita dari lesser wing

tulang sphenoid, tepat di atas annulus Zinn. Bagian otot dari levator mempunyai

panjang sekitar 40 mm; aponeurosis mempunyai panjang 14-20 mm. Ligamen

transversal superior (ligamen Whitnall) merupakan penutup dari serat elastis di

sekitar otot levator yang terletak di daerah transisi dari otot levator ke levator

aponeurosis.2,6,7

Levator aponeurosis berjalan menuju tarsus, kemudian membagi menjadi

bagian anterior dan posterior pada jarak yang bervariasi di atas batas tarsal

superior. Bagian anterior terdiri dari serabut halus aponeurosis yang masuk ke

dalam septa diantara otot pretarsal orbicularis dan kulit. Penempelan ini

bertanggung jawab atas aposisi erat kulit pretarsal dan otot orbicularis ke tarsus

dibawahnya. Kerutan kelopak mata (eyelid crease) atas dibentuk oleh penempelan

tersebut yang terletak paling superior, dan oleh kontraksi kompleks levator

dibawahnya. Lipatan kelopak mata atas (eyelid fold) terbentuk dari kulit yang

menggantung, lemak, dan otot orbicularis superior dari lipatan. 2,6,7

Otot levator dipersarafi oleh divisi superior CN III, yang juga mempersarafi

otot rektus superior. Palsi divisi superior, mengakibatkan ptosis dan penurunan

kemampuan menatap atas, mengindikasikan adanya gangguan intraorbital dari CN

III. Bagian posterior dari levator aponeurosis masuk secara erat ke permukaan

anterior dari sebagian bawah tarsus. Levator aponeurosis paling melekat erat

sekitar 3 mm di atas margin kelopak mata dan sangat longgar melekat pada

superior tarsus, 2-3 mm dari tarsus. Disinsersi, kelemahan, atau penipisan dari

Page 5: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

5

aponeurosis setelah operasi mata atau karena peradangan intraokular, trauma

kelopak mata, atau penuaan, dapat menimbulkan ptosis. 2,6,7

Otot Muller berasal dari permukaan bawah levator aponeurosis kira-kira pada

tingkat ligamen Whitnall, 12-14 mm di atas margin tarsal atas. Otot polos

simpatetik ini memanjang ke arah inferior untuk masuk sepanjang margin kelopak

mata atas superior . Otot ini berperan dalam elevasi kelopak mata atas sekitar 2

mm; jika terganggu (seperti dalam sindroma Horner), maka ptosis ringan terjadi.

Otot Muller menempel kuat secara posterior ke konjungtiva disebelahnya.,

khususnya tepat diatas batas superior tarsus. Arkade arteri perifer terdapat

diantara levator aponeurosis dan otot Muller, tepat diatas batas superior tarsus.

Arkade vaskular berperan sebagai acuan operasi untuk mengidentifikasi otot

Muller. 2,6,7

Tarsus merupakan lempengan jaringan ikat yang kuat dan padat yang

berperan sebagai penyokong struktural dari kelopak mata. Lempeng tarsal kelopak

mata atas berukuran 10-12 mm secara vertikal pada bagian tengah kelopak mata;

ukuran maksimal lempeng kelopak mata bawah adalah 4 mm. Kedua lempeng

tarsal biasanya mempunyai tebal 1 mm, dan berkurang diujung medial dan lateral

seiring dengan mendekatnya tendon canthal. 2,6,7

Konjungtiva tersusun dari epitel skuamosa non keratin, membentuk lapisan

posterior dari kelopak mata dan berisi sel goblet yang mensekresi mucin dan

kelenjar lakrimal aksesori Wolfring dan Krause. Kelenjar lakrimal aksesori

terdapat di dalam jaringan subkonjungtiva terutama di kelopak mata atas dan

bawah. Kelenjar Wolfring ditemukan terutama di sepanjang batas tarsal

nonmarginal, dan kelenjar Krause ditemukan di forniks. 2,6,7

III. ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN MANIFESTASI KLINIS

Ptosis dapat diklasifikasikan berdasarkan onset dan etiologinya. Berdasarkan

onset, ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan didapat. Berdasarkan etiologi,

ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan

traumatik.1,2,8

Page 6: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

6

Ptosis kongenital adalah ptosis yang didapatkan saat lahir. Ptosis kongenital

dapat berupa ptosis kongenital sederhana (miopatik), sindrom blefarofimosis, dan

sindrom Marcus-Gunn jaw-winking. Sebagian besar ptosis kongenital berupa

ptosis miopatik, yaitu keadaan dimana terjadi miopati developmental pada otot

levator. Ptosis didapatkan saat lahir dan tetap stabil selama hidup. Fungsi levator

berkurang sebanding dengan derajat ptosis. Jaringan otot levator yang fibrotik

membatasi mobilitas ke arah inferior dari kelopak mata, sehingga ptosis saat

melihat ke bawah terlihat lebih tinggi dibandingkan kelopak mata kontralateral

yang normal. Eyelid crease biasanya tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Pasien

terlihat sering mengangkat alis atau mengangkat dagu sebagai kompensasi.1,2,8

Ptosis didapat tidak ditemukan pada saat lahir. Ptosis ini dapat disebabkan

oleh palsi nervus kranialis ke-3 (CN III), sindrom Horner, myasthenia gravis,

oftalmoplegia eksternal progresif kronis, kelemahan levator aponeurosis, dan

karena sebab mekanikal.1,2,8

Kelemahan levator aponeurosis merupakan penyebab utama ptosis. Keadaan

ini paling sering disebabkan oleh perubahan involusional atau berkaitan dengan

penuaan. Penuaan mengakibatkan kelemahan, disinsersi, dan peregangan levator

aponeurosis, sehingga otot levator yang normal tidak mampu mengangkat kelopak

mata atas. Karakteristik ptosis biasanya bilateral, walaupun ptosis unilateral dapat

terjadi. Eyelid crease lebih tinggi, dan fungsi levator baik. Pada kasus yang lebih

parah, eyelid crease dapat tidak terlihat, terjadi penipisan kelopak mata atas, dan

sulkus kelopak mata atas tampak dalam. Metode operasi yang dapat dilakukan

diantaranya reseksi levator dengan pendekatan anterior.1,2,8

Berdasarkan etiologi, ptosis dapat dibagi menjadi ptosis miogenik,

aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik. Ptosis miogenik disebabkan

oleh miopati dari otot levator itu sendiri, atau karena gangguan transmisi impuls

di neuromuscular junction. Contoh dari ptosis miogenik yaitu ptosis kongenital

sederhana, myasthenia gravis, dan oftalmoplegia eksternal progresif kronis. Ptosis

aponeurotik disebabkan oleh defek pada levator aponeurosis. Ptosis neurogenik

disebabkan oleh defek inervasi seperti pada palsi nervus kranialis III dan sindrom

Horner. Ptosis mekanikal terjadi pada jaringan parut kelopak mata, tumor dan

Page 7: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

7

enoftalmos. Ptosis traumatik terjadi karena trauma pada levator aponeurosis, otot

levator, atau nervus kranialis III.1,2,8

IV. EVALUASI KLINIS

Riwayat usia saat terjadi ptosis, durasi, keparahan, dan variabilitas derajat

ptosis sepanjang hari perlu ditanyakan kepada pasien. Riwayat keluarga, trauma,

dan operasi kelopak mata juga dapat mengarahkan diagnosis ptosis. Foto lama

pasien dapat mengarahkan diagnosis dan mendokumentasikan progresivitas

ptosis. Diplopia dan derajat ptosis yang bertambah parah sepanjang hari

mengindikasikan myasthenia gravis okular. Keluhan disfonia, sesak, disfagia,

kelemahan otot proksimal mengarahkan ke diagnosis myasthenia gravis

sistemik.1,2,7

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada penderita ptosis yaitu: margin-

reflex distance (MRD), tinggi fisura palpebra, ada tidaknya dan posisi eyelid

crease kelopak mata atas, fungsi levator, derajat ptosis, dan ada tidaknya

lagoftalmos. MRD 1 diukur dengan mengukur jarak antara margo palpebral

superior dengan refleksi cahaya kornea pada posisi primer. MRD 2 diukur dengan

mengukur jarak antara margo palpebral inferior dengan refleksi cahaya kornea

pada posisi primer.

Tinggi fisura palpebral adalah jarak terlebar antara palpebral superior dan

inferior. Permeriksaan dilakukan saat pasien melihat objek yang jauh pada posisi

primer. Fungsi levator diperkirakan dengan mengukur jarak perubahan posisi

margo palpebral superior saat melihat ke bawah kemudian ke atas. Derajat ptosis

diukur dengan membandingkan antara kelopak mata yang ptosis dengan kelopak

sebelahnya yang normal. Dapat diklasifikasikan ptosis ringan (1-2 mm), sedang

(3-4 mm) dan berat (lebih dari 4 mm).1,2,7

Pemeriksaan lain yang juga diperlukan adalah fenomena Bell’s, fungsi air

mata, pemeriksaan strabismus, gerakan bola mata, lapang pandang, pemeriksaan

permukaan bola mata dan kelopak mata, abnormalitas pupil, dan tes

fenilefrin.1,2,7,8,

Page 8: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

8

V. PENATALAKSANAAN PTOSIS

5.1 Indikasi Operasi

Tidak semua ptosis harus dilakukan tindakan operasi. Operasi diindikasikan

ketika aktivitas sehari-hari pasien terganggu karena obstruksi aksis visual,

penyempitan lapang pandang yang signifikan di bagian superior, dan kelelahan

kelopak mata atas sehingga menutup pupil saat melihat ke bawah atau

membaca.1,2,5,6

Pada sebagian orang, alasan utama untuk operasi adalah kosmetik. Pasien

dengan ptosis kongenital dapat dioperasi saat berusia 5 tahun atau saat usia

prasekolah, untuk menghindari masalah sosial selama sosialisasi di sekolah.

Tindakan lebih dini dilakukan apabila terdapat risiko ambliopia atau risiko

kesulitan untuk belajar berjalan. Tidak adanya mekanisme kompensasi seperti

mengangkat dagu merupakan tanda berkembangnya ambliopia, sehingga harus

dilakukan koreksi segera diikuti dengan manajemen ambliopia. 1,2,5,6

5.2 Tujuan Operasi

Tujuan dari operasi ptosis adalah untuk mendapatkan hasil anatomis dan

fisiologis sebaik mungkin dengan mengangkat kelopak mata ke posisi yang

adekuat. Hal yang harus diperhatikan adalah operasi tersebut tidak mengganggu

kontur alami kelopak mata dan menyebabkan asimetris kelopak mata.1,

5.3 Pemilihan Teknik Operasi

Terdapat berbagai algoritma yang diajukan tentang pemilihan teknik operasi

ptosis. Collin mengajukan algoritma seperti terlihat pada Gambar 5.1. Pada fungsi

levator lebih dari 10 mm, tentukan derajat ptosis pada pasien. Apabila derajat

kurang dari 2 mm, teknik Fasanella-Servat dapat dipilih. Apabila derajat ptosis

lebih dari 2 mm teknik operasi pada aponeurosis menjadi pilihan. Pada ptosis

dengan fungsi levator 2-10 mm, teknik operasi reseksi levator dapat dilakukan,

sedangkan pada fungsi levator dibawah 4 mm direkomendasikan penggunaan

teknik suspensi frontal (frontal sling/brow suspension).7

Page 9: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

9

Fungsi levator

>10 mm < 10 mm

Derajat ptosis fungsi levator

<2 mm >2 mm >2 mm <4 mm

Gambar 5.1 Algoritma Teknik Operasi PtosisDikutip dari: Collin7

5.4 Teknik Operasi

Teknik operasi pada ptosis diantaranya perbaikan levator aponeurosis

(levator aponeurosis repair), reseksi levator, pemendekan musculus Muller, dan

suspensi frontal.1,2,5-7,9

5.4.1 Perbaikan Levator Aponeurosis

Perbaikan levator aponeurosis (levator aponeurosis repair) dapat dilakukan

dengan pendekatan anterior atau posterior. Langkah-langkah perbaikan levator

aponeurosis dengan pendekatan anterior yaitu: menandai eyelid crease simetris

dengan kelopak mata sebelahnya, atau pada posisi yang diinginkan jika kasus

bilateral. Buat insisi kulit sehingga otot orbicularis terlihat, angkat tepi luka

dengan forsep cirurgis, perdalam luka hingga lempeng tarsal terlihat (gambar 5.3

a).1,6,7

Fasanella Servat Operasi aponeurosis

Reseksi levator Brow suspension

Page 10: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

10

Gambar 5.3 a. lempeng tarsal dieksplorasi melalui insisi pada eyelid crease, b. diseksi

dalam dari musculus orbicularis Dikutip dari: Collin 6

Langkah berikutnya adalah identifikasi otot orbicularis di tepi luka atas.

Dibalik lapisan ini adalah levator aponeurosis, yang ujungnya mungkin sudah

terpotong saat memperdalam insisi tadi (gambar 5.3b). Diseksi dilakukan ke

superior, tepat di bawah lapisan otot orbicularis, sepanjang 1 cm untuk

memaparkan septum orbita. Perhatikan permukaan anterior levator aponeurosis

dan septum orbita. Septum berinsersi ke permukaan anterior levator aponeurosis

kira-kira 3-4 mm diatas tepi atas tarsus. Batas bagian levator aponeurosis yang

sehat berwarna putih (atas) dan yang melemah (bawah) dapat terlihat di inferior

dari insersi septum ini (gambar 5.4a). Buat insisi transversal pada jaringan ikat

septum (gambar 5.4b). Insisi diperdalam dengan hati-hati sampai tekanan pada

kelopak mata bawah menyebabkan bantalan lemak preaponeurotik tampak

terdorong. 1,6,7

Gambar 5.4 a. lempeng tarsal, aponeurosis dan septum b. insisi pada septum

Dikutip dari: Collin 6

A B

A B

Page 11: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

11

Selanjutnya insisi diperdalam sampai ruang preaponeurotik. Insisi

diperpanjang ke medial dan lateral hingga bantalan lemak preaponeurotik

terpapar, begitu juga bagian anterior otot levator di bawahnya. 1,6,7

Secara perlahan, tarik lemak preaponeurotik untuk menginspeksi otot levator

dan mengekspos ligamen Whitnall yang melintang secara transversal melalui otot

levator diatas origo dari aponeurosis, sekitar 10-15 mm diatas lempeng tarsal.

Lakukan insisi aponeurosis yang melemah di depan bagian atas lempeng tarsal

dan lakukan diseksi aponeurosis dari otot Muller sampai bagian aponeurosis yang

lebih tebal dan berwarna putih didapat. Jahitkan tepi bagian aponeurosis yang

sehat ini ke lempeng tarsal dan fiksasi, 2-3 mm dibawah tepi atas dengan benang

6/0 absorbable yang ditempatkan 2-3 mm di bagian sehat aponeurosis dan sejajar

atau agak ke medial dengan pupil. Pada operasi dengan anestesi lokal, minta

pasien melihat ke atas dan nilai level kelopak mata. Jika terlalu tinggi atau rendah,

atur ketinggian dengan mengubah lokasi jahitan di aponeurosis. Lakukan jahitan

medial dan lateral, dan periksa apakah lengkungan margo palpebra cukup

memuaskan. Jika kurang, sesuaikan posisi jahitan. 1,6,7

Gambar 5.5 a. levator aponeurosis dan ligament Whitnall, b. aponeurosis sehat

dijahit ke lempeng tarsal Dikutip dari: Collin 6

Apabila terdapat kelebihan kulit diatas luka yang dibuat, tandai kulit yang

akan dibuang dan eksisi dengan gunting bagian tersebut. Mulai eksisi dengan

potongan vertikal dari tepi luka (gambar 5.6 a). Tutup kulit dengan benang 6/0

atau 7/0 dengan sedikit menjahit levator aponeurosis pada level eyelid crease

(gambar 5.6 b). Masukkan jahitan frost dan tempelkan ke alis untuk memproteksi

kornea (gambar 5.6 c). 1,6,7

A B

Page 12: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

12

Gambar 5.6 a. eksisi kulit berlebih, b. penjahitan kulit dengan fiksasi dalam pada aponeurosis, c. jahitan Frost

Dikutip dari: Collin6

Gambar 5.7 a. disinsersi levator aponeurosis, b. paska operasi 1 bulan

Dikutip dari: Collin 6

Perbaikan levator aponeurosis posterior diawali dengan pemberian

penanda, kemudian eversi kelopak mata atas dan penempatan stay suture melalui

lempeng tarsal, dekat dengan tepi kelopak mata. Insisi transversal dibuat di sentral

dari lempeng tarsal dekat dengan tepi superior tarsal, setinggi eyelid crease,

sampai mencapai ruang postaponeurotik (gambar 5.8 a). Insisi dilebarkan secara

transversal pada lempeng tarsal, kemudian diperpanjang ke medial dan lateral.

Lakukan diseksi ke superior antara aponeurosis dan otot Muller (gambar 5.8 b).

Insisi diteruskan sampai sekitar 10-15 mm diatas lempeng tarsal, sampai

ditemukan lipatan jaringan aponeurotic yang sehat, berwarna keputihan (gambar

A B

C

BA

Page 13: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

13

5.8 c). Insisi bagian anterior dari lipatan aponeurosis tersebut, dan lakukan diseksi

aponeurosis untuk memisahkan dengan otot orbicularis (gambar 5.8 d). 1,6,7

Gambar 5.8 a. eversi kelopak mata, insisi melalui bagian superior tarsal, b. diseksi

antara otot Muller dan levator aponeurosis, c. lipatan pada levatoraponeurosis, d. insisi pada bagian atas lipatan aponeurosis

Dikutip dari: Collin 6

Tarik tepi insisi dari levator aponeurosis ke inferior, sehingga terlihat

septum orbita. Lakukan insisi secara transversal untuk memaparkan bantalan

lemak preaponeurotik dan otot levator di bawahnya dan juga ligament Whitnall

(gambar 5.9 a). Eksisi sebagian kecil tarsus yang melekat pada otot Muller dan

konjungtiva. Dengan tetap menjaga aponeurosis tetap sejajar dengan sentral

lempeng tarsal, tusukkan benang nonabsorbable dengan jarum ganda ke arah

posterior melewati aponeurosis yang sehat, dekat dengan tepinya, dan melalui

bagian insisi konjungtiva dan otot Muller (gambar 5.9 b). 1,6,7

D

B

C

A

Page 14: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

14

Gambar 5.9 a. septum diekspos dengan traksi tepi potongan aponeurosis, b. jahitan ditempatkan melalui aponeurosis dan konjungtiva

Dikutip dari: Collin 6

Jahitkan benang berjarum ganda ke lempeng tarsal, dekat dengan tepinya

melalui otot orbicularis dan kulit, keluar di bagian tengah dari marker eyelid

crease (5.10 a). Buat simpul sementara dan minta pasien untuk melihat ke depan,

dan atur posisi jahitan di aponeurosis hingga didapatkan posisi yang memuaskan.

Jahitkan dua jahitan yang sama pada bagian medial dan lateralnya. 1,6,7

BA

Page 15: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

15

Gambar 5.10 a. Kedua jahitan dilewatkan melalui lempeng tarsal ke kulit, b. Jahitan ditempatkan keluar dari eyelid crease

Dikutip dari: Collin 6

Ikatkan ketiga jahitan pada gumpalan kapas kecil. Gumpalan kapas ini akan

mendistorsi cekungan kelopak mata yang telah dibuat. Efek ini akan menghilang

ketika jahitan dibuka. Langkah terakhir adalah memasang jahitan Frost. 1,6,7

Jahitan yang ada dilepas setelah 2 minggu. Jika kelopak mata yang terbentuk

terlalu tinggi paska operasi, jahitan sebaiknya dilepas setelah 2 atau 3 hari. Pijatan

pada kelopak mata, atau traksi bulu mata selama 1 menit, tiga kali sehari dapat

mendorong kelopak mata untuk sedikit turun. Tindakan ini dapat terus dilakukan

sampai kelopak kedua mata telah simetris. 1,6,7

5.4.2 Reseksi Levator

Setelah reseksi levator aponeurosis atau musculus levator, posisi kelopak

mata dapat berubah dalam 6 minggu pertama paska operasi. Target saat operasi

biasanya margo palpebral superior sama atau sedikit lebih tinggi diatas kelopak

mata sebelahnya. 1,6,7

Langkah-langkah reseksi levator anterior yaitu ekspos lempeng tarsal

melalui insisi eyelid crease dan diseksi ke arah superior antara otot orbicularis dan

BA

Page 16: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

16

septum. Buat insisi transversal jaringan ikat diatas septum, kemudian perdalam

insisi sampai penekanan kelopak mata bawah menyebabkan bantalan lemak

preaponeurotik tampak terdorong di balik septum (gambar 5.12 a). 1,6,7

Perdalam insisi sampai masuk ruang preaponeurotik (gambar 5.12 a).

Perpanjang insisi ini ke medial dan lateral untuk memaparkan bantalan lemak dan

bagian anterior otot levator (gambar 5.12 b). Secara perlahan, Tarik lemak

preaponeurotik untuk menginspeksi otot levator dan untuk memaparkan ligament

Whitnall. Jika fungsi levator turun secara signifikan, dapat ditemukan infiltrasi

lemak pada serabut otot levator. 1,6,7

Gambar 5.12 a. bantalan lemak preaponeurotik b. ligament Whitnall dan otot levator

Dikutip dari: Collin 6

Identifikasi tepi superior dari lempeng tarsal dan lepaskan levator

aponeurosis dan otot Muller dari tepi atas lempeng tarsal tanpa memisahkannya.

Konjungtiva dibiarkan intak (gambar 5.13 a). Otot Muller dan aponeurosis

dipisahkan dari konjungtiva (diseksi) sampai level forniks konjungtiva.

Identifikasi cornu medial dan lateral dari levator (gambar 5.13 b). Alternatifnya,

jika fungsi levator baik, aponeurosis dapat dipisahkan dari otot Muller dan

mereseksi levator aponeurosis saja. 1,6,7

A B

Page 17: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

17

Gambar 5.13 a. diseksi levator aponeurosis dan otot Muller dari konjungtiva b. aponeurosis

dan otot Muller dipisahkan, cornu diidentifikasi Dikutip dari: Collin 6

Jika reseksi lebih dari 13 mm, potong cornu levator aponeurosis. Berhati-

hati untuk tidak memotong ligament Whitnall. Panjang reseksi dapat diperkirakan

preoperasi (tabel). Reseksi yang sesuai menghasilkan level kelopak mata 1-3 mm

dibawah limbus superior saat operasi. Tempatkan jahitan dengan benang 6/0

absorbable pada sentral aponeurosis dan lekatkan pada tarsus, 2-3 mm dari tepi

atas dengan simpul temporer. Atur tinggi kelopak mata dengan pengaturan simpul

jika diperlukan. Tambahkan jahitan medial dan lateral. Tutup kulit dengan jahitan

benang 6/0 dengan sedikit mengenai aponeurosis. Pasang jahitan Frost. 1,6,7

A

B

Page 18: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

18

Gambar 5.14 a. Divisi cornu medial dari aponeurosis fiksasi sentral, b. fiksasi

sentral, c. levator dijahitkan kembali dengan tiga jahitan Dikutip dari: Collin 6

Pada reseksi levator posterior, langkah-langkah awal sama dengan langkah-

langkah awal eprbaikan aponeurosis posterior. Setelah septum diinsisi, perdalam

sampai ditemukan bantalan lemak preaponeurotik dan serabut anterior otot

levator. Langkah berikutnya sama dengan reseksi levator anterior. 1,6,7

5.4.3 Pemendekan Otot Muller

Prosedur pemendekan otot Muller paling efektif pada ptosis dengan tes

fenilefrin positif. Fenilefrin adalah agonis alpha-1 adrenergik yang menstimulasi

otot Muller untuk berkontraksi. Jika kelopak mata kembali ke level normal setelah

penetesan fenilefrin, pemendekan otot Muller dilaporkan lebih efektif mengatasi

ptosis dibandingkan jika tes fenilefrin negatif. Tes fenilefrin dilakukan dengan

penetesan fenilefrin 2,5% atau 10% ke forniks superior. Setelah lima menit,

margin reflex distance (MRD) diukur. Hasil pengukuran dibandingkan dengan

pengukuran sebelum penetesan fenilefrin. Jika pengangkatan kelopak mata tidak

adekuat, penetesan dapat diulang sekali lagi. Jika tetap tidak adekuat

menunjukkan respon yang buruk atau sedang. 1,6,7

A B

C

Page 19: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

19

Pemendekan otot Muller dapat dilakukan dengan teknik terbuka atau teknik

tertutup. Langkah-langkah pemendekan otot Muller dan konjungtiva teknik

terbuka yaitu anestesi, penempatan jahitan traksi. Eversi kelopak mata, dan

pemasangan retractor Desmarres. Buat insisi pada konjungtiva dan otot Muller

untuk memisahkan mereka dari tepi superior tarsus. Diseksi ke arah superior

diantara otot Muller dan levator aponeurosis sampai lokasi otot Muller yang ingin

direseksi. Ukur panjang otot Muller yang ingin direseksi. Lakukan reseksi otot

Muller, dan konjungtiva yang melekat distal dari garis potong, sepanjang dua

pertiga sentral kelopak mata. Lekatkan kembali otot Muller dan konjungtiva ke

lempeng tarsal dengan jahitan kontinyu benang absorbable, tanam simpul. 1,6,7

Pada teknik tertutup atau Muller muscle-conjunctiva resection prinsipnya

sama dengan Fasanella servat, namun reseksi dilakukan lebih tinggi sehingga

menghindari lempeng tarsal. 1,6,7

5.4.4 Fasanella Servat

Teknik ini efektif pada ptosis ringan dengan tes fenilefrin negatif. Langkah-

langkahnya: kornea dilindungi dan buat insisi stab pada tepi lateral eyelid crease.

Eversi kelopak mata dan tempatkan dua forsep arteri lengkung dekat dengan tepi

superior lempeng tarsal. Ujung lengkung dari forsep arteri harus parallel dengan

tepi atas tarsal, bukan dengan tepi palpebra. Tepi inferior otot Muller yang

melekat dengan lempeng tarsal, terjepit oleh forsep amtara konjungtiva dan

lempeng tarsal. Seluruh ketebalan kelopak mata yang berada proksimal dari

forsep dijahit dengan menggunakan benang 6/0 jarum ganda mulai dari bagian

medial. Setelah dijahit, forsep dilepaskan dan jaringan yang berada distal dari

jahitan dieksisi. Tepi luka kemudian dijahit lagi beberapa kali. Kedua ujung

jarum dibawa ke bagian lateral, simpul jahitan, dan tanam simpul. 1,6,7

Page 20: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

20

Gambar 5.15 a. Palpebra superior dieversi, forceps arteri dipasang, insersi mata jahitanpertama, b. forceps arteri dilepas, eksisi lempeng tarsal

superior dan otot Muller, c. insersi mata jahitan kedua Dikutip dari:Collin 6

5.4.5 Suspensi Frontal

Pada keadaan normal otot frontalis mampu membantu mengangkat kelopak

mata. Prinsip dari suspensi frontal adalah membantu aksi ini dengan langsung

menghubungkan musculus frontalis dan kelopak mata. 1,6,7

Prosedur yang dapat dipakai pada suspensi frontal adalah prosedur Crawford

dan Fox. Pada pasien usia kurang dari 4 tahun, prosedur Fox dapat dipilih, karena

jaringan parut yang terbentuk tidak akan mengganggu proses operasi selanjutnya

jika ptosis rekuren. Pada anak yang lebih tua, metode Crawford lebih dipilih.

Suspensi frontal bilateral dianjurkan walaupun ptosis bersifat unilateral. Jika tidak

dilakukan, perbedaan pergerakan kedua kelopak mata mungkin terlihat asimetris

dan kurang baik secara kosmetis. 1,6,7

Pada ptosis unilateral dengan sisi yang tidak terkena memiliki fungsi levator

yang baik, dapat dilakukan pelemahan otot levator pada kelopak mata yang

normal tersebut sebelum dilakukan suspense frontal bilateral. 1,6,7

A B

C

Page 21: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

21

Material yang digunakan pada suspensi frontal bermacam-macam. Materi

yang terbaik adalah fasia lata, jika tersedia. Fasia lata yang tersimpan atau

material sintetik lainnya memiliki angka rekurensi yang tinggi, meskipun

komplikasi seperti infeksi dan pembentukan granuloma jarang terjadi. Mersilene

mesh dan material serupa memiliki risiko lebih tinggi terbentuknya granuloma,

dan sulit untuk dikeluarkan kembali.1,6,7,10,11

5.4.5.1 Suspensi Frontal – Metode Crawford

Langkah- langkah suspensi frontal dengan metode Crawford yaitu (gambar

5.16): membuat insisi sepanjang 3 mm pada daerah frontal dan kelopak mata.

Tiga insisi kelopak dibuat di bawah level eyelid crease yang diinginkan. Insisi

sebaiknya tidak lebih dari 3 mm dari tepi kelopak mata atau efektivitas

pengangkatan kelopak mata akan berkurang. Tandai daerah insisi sentral sedikit

nasal dari titik tengah kelopak mata, di daerah dengan titik tertinggi kelopak mata.

Tandai daerah nasal sedikit lateral dari punctum, dan daerah temporal dengan

jarak antara sentral-temporal sama dengan sentral-nasal atau sedikit lebih lateral

lagi. Tandai daerah insisi alis tepat diatas alis mata, dengan lokasi agak sedikit

melebar disbanding dengan insisi palpebral. Insisi di tengah diletakkan kira-kira

1-2 cm diatas alis sehingga membentuk segitiga sama kaki antara ketiga tanda

insisi di frontal.1,6,7

Gambar 5.16 Penanda insisi Dikutip dari: Collin 6

Dua strip fasia digunakan pada tiap sisi. Proteksi permukaan mata. Dengan

menggunakan jarum fasia lata Wright, masukkan fasia ke insisi, diantara otot

orbicularis dan lempeng tarsal (Gambar 5.17 a-b). Dengan jarum Wright juga,

Page 22: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

22

tarik kedua ujung lateral strip fasia ke insisi lateral alis. Tarik ujung medial fasia

ke insisi medial alis (gambar 5.17c).1,6,7

Gambar 5.17 a. Fasia lata dimasukkan dengan jarum Wright, b. dua strip fasia lata dimasukkan dibawah otot orbicularis, c. ujung tiap fasia lata dimasukkan sampai insisi di alis dengan jarum Wright, d. fasia lata diikat, e. strip fasia diikat di insisi dahi.

Dikutip dari: Collin 6

Ikat masing-masing ujung fasia untuk mengangkat kelopak mata (Gambar

5.17 d). Perkuat dengan jahitan benang 6/0 absorbable. Pada umumnya, kelopak

mata atas ditarik setinggi mungkin, namun tidak melewati limbus superior.

Penarikan juga dihentikan jika kelopak terlihat ektropion.1,6,7

Potong salah satu dari dua ujung fasia lata di insisi alis lateral dan medial,

dan tarik ujung yang tidak terpotong ke insisi medial di dahi. Simpulkan kedua

A

a

B

C D

Page 23: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

23

ujung fasia, kemudian perkuat dengan jahitan benang 6/0 absorbable. Sebelum

memotong jahitan, pastikan jahitan dimasukkan ke jaringan subkutan.1,6,7

Tutup insisi di alis dan dahi dengan jahitan benang 6/0 atau 7/0 absorbable.

Insisi pada kelopak mata tidak diperlukan. Pasang jahitan Frost untuk proteksi

kornea.1,6,7

5.4.5.2 Suspensi Frontal-Metode Fox

Langkah-langkah metode Fox yaitu tandai insisi kelopak mata atas. Dengan

menggunakan caliper, letakkan ujung caliper pada 1/3 dan 2/3 kelopak mata aatas,

sekitar 2-3 mm dari tepi kelopak. Naikkan kelopak mata dengan caliper untuk

memeriksa apakah kelengkungan kelopak dapat diterima. Tandai posisi insisi

palpebral pada titik yang ditunjuk caliper. Aatur posisi caliper jika diperlukan.1,6,7

Letakkan protektor kornea, tandai daerah insisi diatas alis seperti pada

metode Crawford. Buat insisi pada seluruh tanda dengan pisau berujung tajam

(contohnya Bard Parker No.11). Material suspensi dilewatkan dibawah otot

orbicularis dengan jarum Wright, dimulai dengan insisi kelopak mata. 1,6,7

Masukkan material suspensi dan tarik ke insisi alis. Kencangkan dan atur

posisi kelopak mata atas. Jika memerlukan pengaturan, lepaskan salah satu atau

kedua material suspensi dan masukkan lagi. Masukkan jarum fasia lata ke insisi

alis sentral dan Tarik kedua ujung material suspensi ke insisi tersebut. Ketika

kedua ujung sudah masuk, cek kembali posisi kelopak mata apakah sudah cukup

memuaskan. Ikat kedua ujung, dapat menggunakan sleeve. Kencangkan material

suspensi untuk mengangkat kelopak mata setingggi mungkin, namun tidak

melewati limbus superior.1,6,7

Ketika posisi diperkirakan telah baik, masukkan sleeve ke insisi sedalam

mungkin. Potong ujung material suspensi dan masukkan ke dalam luka. Pasang

jahitan traksi pada kelopak mata bawah. Tutup insisi di alis dengan benang 7/0

absorbable.1,6,7

Page 24: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

24

5.5 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi ptosis yaitu

undercorrection. Banyak ahli bedah menggunakan teknik dengan jahitan yang

dapat diatur untuk menghindari komplikasi ini. Komplikasi lain yaitu koreksi

berlebihan, kontur kelopak mata yang tidak simetris, jaringan parut, prolapse

konjungtiva, eversi tarsal, dan lagoftalmos disertai keratitis eksposur. Lagoftalmos

dengan keratitis eksposur biasanya sementara, namun tetap harus diberi lubrikasi

untuk memproteksi bola mata.12,13

Komplikasi reseksi levator berupa koreksi berlebih, jika ringan akan

membaik dalam jangka waktu 4-6 minggu. Jika berat, kelopak mata harus segera

dikoreksi kembali. Jika terdapat koreksi berlebih namun kornea masih terproteksi,

dapat dilakukan penarikan bulu mata atas dengan cara pasien diminta melihat ke

bawah, bulu mata dipegang, kemudian pasien diminta melihat ke atas secara

maksimal, ulangi tiap 2-3 detik. Ulangi selama 30 detik, toga kali sehari. Jika

dalam jangka waktu 6 minggu belum membaik, lakukan operasi ulang. Koreksi

berlebih setelah reseksi levator posterior ditatalaksana dengan pengangkatan

jahitan.6

Undercorrection dapat membaik setelah edema berkurang. Tunggu hingga 6

bulan dan operasi ulang jika tidak membaik. Jika undercorrection parah, segera

dilakukan koreksi ulang dalam jangka waktu 1-2 minggu.6

Koreksi berlebih pada pemendekan otot Muller berupa abrasi kornea dapat

diatasi dengan lensa kontak. Namun, jika terlalu parah harus dilakukan

pengangkatan jahitan.6

Undercorrection paska operasi Fasanella Servat ditatalaksana dengan

reseksi levator anterior setelah 6 bulan. Koreksi berlebih ringan dapat

ditatalaksana dengan langkah seperti pada komplikasi reseksi levator.6

Koreksi berlebih ataupun undercorrection paska suspense frontal dapat

ditatalaksana dengan pengaturan fasia lata dalam jangka waktu 2 minggu setelah

operasi. Jika asimetri ringan, tunggu hingga bengkak membaik dan nilai kembali.

Ketika luka sudah baik, namun didapatkan asimetri berat, suspense frontal dengan

fasia lata dapat diulangi 6 bulan paska operasi.6

Page 25: perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/02/... · Web viewReferat ini membahas tentang ptosis dan penatalaksanaannya.2,5 II. ANATOMI PALPEBRA

25

VI. KESIMPULAN

Ptosis dapat menyebabkan aktivitas sehari-hari pasien terganggu karena

obstruksi aksis visual, penyempitan lapang pandang yang signifikan di bagian

superior, dan kelelahan kelopak mata atas sehingga menutup pupil saat melihat ke

bawah atau membaca, dan gangguan sosialisasi. Operasi diindikasikan pada

kasus-kasus tersebut. Keberhasilan operasi sangat tergantung pada pemahaman

anatomi, teknik-teknik operasi, dan evaluasi sebelum operasi yang baik.