pbl pilek menahun nmr 1 fisiologi

36
LAPORAN PBL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 18 Juli 2013 MODUL 1 PILEK MENAHUN Pembimbing: dr. NURFACHANTY FATTAH OLEH : KELOMPOK VII B Nama: Suyudi K.P La Udo 110 211 0151 Rendra Suryawan 110 212 0019 Muhamad Shubhy 110 212 0020 Andi Mujtahida Barateng 110 212 0021 Muhammad Nur Islam 110 212 0032 Venasari 110 212 0033 Andi Sri Nurul Hikmah A 110 212 0034 Ade Akmal Hidayat 110 212 0081 Ahmad Azhar 110 212 0104

Upload: angelinasiauta

Post on 26-Dec-2015

475 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

PBL

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

LAPORAN PBLFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 18 Juli 2013

MODUL 1PILEK MENAHUN

Pembimbing:

dr. NURFACHANTY FATTAH

OLEH :

KELOMPOK VII B

Nama:Suyudi K.P La Udo 110 211 0151Rendra Suryawan 110 212 0019Muhamad Shubhy 110 212 0020Andi Mujtahida Barateng 110 212 0021Muhammad Nur Islam 110 212 0032Venasari 110 212 0033Andi Sri Nurul Hikmah A 110 212 0034Ade Akmal Hidayat 110 212 0081Ahmad Azhar 110 212 0104Ishmah Khairina 110 212 0105Arini Pratiwi Hadipaty 110 212 0114Nurkhaerani Ali Anshar 110 212 0120Andi Purnamasari Amien 110 212 0144

Bagian Imunologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia

2013

Page 2: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Skenario

Seorang laki-laki umur 34 tahun, guru SD di Mamuju datang di

poliklinik THT RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan utama sering

bersin disertai ingus encer dan hidung tersumbat terutama pada pagi

hari. Ada riwayat penyakit asma pada saat usia balita. Gejala ini sudah

dirasakan hampir tiap hari, mengganggu aktivitas mengajar dan

perlangsungannya sudah 5 tahun terakhir ini.

Kata kunci

1. Laki-laki umur 34 tahun

2. Keluhan utama sering bersin dan ingus encer

3. Hidung tersumbat terutama pada pagi hari

4. Ada riwayat asma saat balita

5. Gejala dirasakan hampir tiap hari

6. Mengganggu aktivitas

7. Sudah berlangsung 5 tahun terakhir

Page 3: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Pertanyaan :

1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi dari organ yang bersangkutan!

2. jelaskan patomekanisme penyakit yang diderita pasien!

3. jelaskan imunopatogenesis yang diderita pasien!

4. Apakah ada hubungan riwayat asma dengan gejala penyakit yang diderita sekarang?

5. Mengapa keluhan pasien tersebut meningkat di pagi hari?

6. Apasaja DD (Diferensial Diagnosis) yang berhubungan dengan gejala-gejala pada skenario diatas?

7. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus skenario diatas?

Page 4: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

1. A. ANATOMI

HIDUNG :

Hidung terdiri dari:

-Hidung bagian luar

-Rongga hidung

Hidung bagian luar

- Berbentuk pyramid

- Dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan.

Rongga hidung (cavum nasi)

-Berbentuk terowongan dari depan kebelakang

-Dipisahkan oleh septum di bagian tengah menjadi cavum

nasi kanan dan kiri -Cavum nasi mempunyai 4 buah

dinding, yaitu:

oDinding medial

oDinding lateral

oDinding inferior

oDinding superior

Page 5: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Dinding medial hidung yaitu septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, pada dinding lateral terdapat konka yaitu;

a. Konka superior Kecil, dibagian atas

b. Konka media Lebih kecil, letaknya ditengah

c. Konka inferior Terbesar dan paling bawah letaknya

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Ada 3 meatus, yaitu:

Meatus inferior terletak diantara konka superior dengan dasar hidung dengan rongga hidung.

Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

Meatus superior merupakan ruang diantara konka superior dan

konka media. Dinding superior merupakan merupakan dasar

rongga hidung dengan superior atau atap hidung sangat sempit.

FARING

Dinding faring dibentuk oleh:

o Selaput lendir.

Page 6: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

o Fasia faringo basiler.

o Pembungkus otot.

o Sebagian fasia bukofaringeal.

Unsur faring meliputi:

o Muksa.

o Palut lender.

o Otot.

Faring terdiri atas:

o Nasofaring.

o Orofaring.

o Laringofaring (hipofaring).

1. Nasofaring

-Batas-batas:

- Superior: dasar tengkorak.

- Inferior: palatum mole.

- Anterior: rongga hidung.

- Posterior: vertebra servikal

-Struktur nasofaring:

- Adenoid.

- Jaringan limfa pada dinding nasofaring.

Page 7: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

2.Orofaring (mesofaring)

-Batas-batas:

- Superior: palatum mole.

- Interior: tepi atas epiglotis.

- Anterior: rongga mulut.

- Posterior: vertebra servikal.

-Struktur penting di orofaring.

- Dinding posterior faring.

- Tonsila palatina.

- Fossa tonsil.

- Arkus anterior dan posterior.

- Uvula.

- Tonsil lingual (lidah).

- Foramen sekum.

3.Laringofaring (hipofaring).

-Batas-batas:

- Superior:Tepi atas epiglottis.

- Anterior: Laring.

- Inferior: Esophagus.

- Posterior: Vertebra servikal.

-Struktur penting:

- Valekuta atau kantong pil (pil pocket).

- Epiglotis.

Page 8: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

LARING

Laring tersusun atas 9 Cartilago (6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar).

Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian

depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam

cartilago ini ada pita suara.

Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring

menghubungkan Laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah

anterior dari leher pada vertebrata cervical 4 sampai 6.

TRAKEA

Trakea merupakan suatu saluran rigid yang memeiliki panjang 11-12 cm dengan diametel sekitar 2,5 cm.

Terdapat pada bagian oesephagus yang terentang mulai dari cartilago cricoid masuk ke dalam rongga thorax.

Tersusun dari 16 – 20 cincin tulang rawan berbentuk huruf “C” yang terbuka pada bagian belakangnya.

Page 9: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Didalamnya mengandung pseudostratified ciliated columnar epithelium yang memiliki sel goblet yang mensekresikan mukus. Terdapat juga cilia yang memicu terjadinya refleks batuk/bersin.

Trakea mengalami percabangan pada carina membentuk bronchus kiri dan kanan.

BRONKUS

Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf .

1. Bronkus Primer(Utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta

Page 10: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trakea kemungkina di tempatkan dalam bronkus kanan.

2. Setiap bronkus primer bercabang senbilan ampai dua belas kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.

BRONKIOLUS

Bronkiolus merupakan percabangan dari bronkus disebut bronkiolus segmentalis. Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolusBronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.

Dinding bronkiolus mengandung otot polos & dipersarafi oleh sistem saraf otonom, peka terhadap hormon tertentu dan zat kimia tertentu

Reaksi alergi à histaminà bronchocontriction.

Sympatik action à bronchodilatation

Bronkus terbagi menjadi 3 yaitu :

Bronkiolus TerminalisBronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

Bronkiolus respiratori Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratoriBronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

Duktus alveolar dan Sakus alveolarBronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar, dan kemudian menjadi alveoli

Page 11: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

ALVEOLI

Kantung udara tipis, dapat mengembang dan berbentuk buah anggur yg terdapat diujung percabangan bronkiolus respiratorius.

Terdiri atas 3 tipe :

Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli

Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps).

Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.

Referensi: Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Hal :266-270

Page 12: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

B. HISTOLOGI HIDUNG

1). EP. RESPIRATORIK :

- Silia

-Sel Goblet

2). EP. OLFAKTORIUS

-Inti sel penyokong

-Sel basal

-Lamina propria : pemb. Darah, saraf olfaktorius dan kel. Olfaktorius (Bowman)

LARING1) Plica vocalis

* Mukosa : Ep.berlapis gepeng tidak bertanduk* Lamina propria : padat yang tipis tanpa kelenjar

2) Laring * Mukosa : Ep. Bertingkat semi silindris bersilia* Lamina propria : kelenjar campuran seromukosa

TRAKEA1)Dinding :

* mukosa* submukosa : kelenjar trakealis seromukosa* tulang rawan hialin : Jar. Ikat padat perikondrium* adventisia : pembuluh darah , saraf, jar. Adiposa

2) Lumen : Ep. Bertingkat semu silindris bersilia dan sel goblet 3)Lamina propria : Serat jar.ikat halus

BRONKUS

* Bronkus ekstrapulmonal

* Bronkus intrapulmonal :

- Mukosa : Ep. Bronkus bertingkat semu silindris bersilia- Lamina propria : jar.ikat halus dgn serat elastis ( tidak tampak ),limfosit.

BRONKIOLUS

Page 13: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

1) Bronkiolus terminalis*Mukosa : Ep. Selapis silindris*Lamina propria : lapisan otot polos *Adventisia

2) Bronkiolus respiratorius : zona transisi sistem konduksi – respiratorik pernapasan

• Mukosa : Ep. Selapis kuboid

• Bronkiolus respiratorius à ductus alveolaris àalveoli

Referensi : Atlas Histologi Difiore Ed.11 Hal :345

Fisiologi dari organ yang bersangkutan, yaitu : a. Hidung berfungsi sebagai jalan udara pernafasan. Udara masuk melalui

nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya.

b. Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara sekaligus sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama rambut hidung dan silia.

c. Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius.

d. Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya.

Referensi : Fisiologi Manusia Guyton Ed. 11

2. Pada kontak pertama dengan Alergen atau tahap sensitisasi, makrofak atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (APC) akan menangkap allergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptidal MHC kelas II (Major

Page 14: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Histo compability Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti inter leukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13 dapat diikat oleh reseptor di permukaan sel limfosit B, sehingga Limfosit B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel Mastosit atau Basofil, sehingga kedua sel ini aktif. Bila mukosa yang telah tersensitivitasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi atau pecahnya dinding sel mastosit dan basofil dan terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk, terutama Histamin. Selain Histamin juga dikeluarkan Prostaglandin D4, Leukotrien D4 , Leukotrien C4, Bradikinin, Platelet Activiting Factor, dan berbagai sitokin (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF) dll. Inilah yang disebut Reaksi Alergi Fase Cepat.

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat fase dilatasi sinusoid.Pada Reaksi Alergi Fase Cepat, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan alkumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak berhenti sampai sini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6 – 8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil, dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5, dan GM-CSF dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala Hiperaktif atau Hiper responsive hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granule nya seperti ECP, EDP, MBP, dan EPO.

Referensi: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKL Ed VI FKUI hal: 128

3. Asma dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran nafas, ditandai

dengan adanya kalor, rubor, tumor, dolor, dan function laesa serta infiltrasi

sel-sel radang tanpa membedakan penyebab alergik dan nonalergik. Oleh

Page 15: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

karna itu, paling tidak dikenal 2 jalur mencapai keadaan tersebut. Jalur

imunologis yang didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom.

Pada pasien asma perlu dipikirkan adanya rhinitis, sinusitis, polip

hidung, dan sebagainya, karena mempunyai hubungan yang erat. Sekitar

70-80% pasien asma mempunyai gejala rhinitis, sebaliknya sekitar 30%

pasien rhinitis mempunyai asma. Infeksi saluran napas atas yang

disebabkan virus sering memicu terjadinya serangan asma.

Rhinitis alergi adalah rhinitis dengan gejala bersin proksimal, pilek

encer, dan obstruksi nasi. Timbul pada orang berbakat atopi, jika terpapar

ulang dengan alergan spesifik yang pada orang normal tidak menimbulkan

reaksi. Saat kontak pertama kali, tubuh akan membentuk Ig E spesifik.

Penderita rhinitis alergika cenderung menjadi asma bronchial dengan

frekuensi diatas normal, peningkatan resiko ini tetap tidak jelas. Umumnya,

resiko asma kelihatannya meningkat seiring bertambah parahnya rhinitis,

dengan infeksi sinobronkial yang mencolok, dan bila sebelumnya sudah

menderita asma.

Pada jalur Ig E, masuknya alergan dalam tubuh akan diolah oleh APC

(antigen presenting cells = sel penyaji antigen), selanjudnya alergan akan

dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel Th inilah yang akan

memberi instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma

membentuk Ig E, serta sel-sel radang seperti mastosit, makrofag, sel

epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan

mediator-mediator inflamesi seperti histamine akan mempengaruhi organ

sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus

dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran

napas.

Page 16: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Jadi, rhinitis alergan sama-sama disebabkan oleh hipereaktif dari tipe 1

yaitu Ig E, atau bisa juga disebabkan oleh aktifitas berulang dari Ig E,

karena sebelumnya pernah terpapar waktu balita sehingga, jika terpapar

kembali dengan alergan yang sama maka Ig E akan kembali aktif yang

mengeluarkan histamine. Histamine inilah yang menyebabkan asma dan

rhinitis.

Referensi:

1. Heru sundaru, sukamto, Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I edisi V,

halaman 405,413

2. Buku ajar ilmu penyakit telinga dan tenggorok dr.sri herawati JPB,

SpTHT dan dr.sri rukmini, Sp.THT halaman 36, penerbit buku

kedokteran EGC

3. Sylvia a.price Lorraine m.wilson,patofisiologi, konsep klinis proses-

proses klinik, edisi 6, penerbit buku kedokteran EGC, volume 1

halaman 169

4. Urutan khas dari proses yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah 1) Paparan terhadap antigen allergen; 2) aktivasi sel Th2 dan sel B terhadap antigen; 3) Produksi IgE oleh sel B sebagai respon terhadap respon antigen paparan pertama; 4) interaksi antara antigen paparan kedua dengan IgE pada permukaan sel mengakibatkan; 5) Aktivasi sel bersangkutan dan pelepasan berbagai mediator yang tersimpan dalam granula sitoplasma sel tersebut. Manisfestasi klinik dan keadaan pathologic reaksi hipersensitivias disebabkan aksi mediator-mediator tersebut.

Page 17: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Rinitis Alergi adalah gejala-gejala yang cocok yang tampak atau memburuk sebagai respons terhadap pajanan allergen khusus. Rinitas Alergi dapat menggambarkan pengaruh jaringan pada zat-zat mediator yang berasal dari sel mast yang di kenal. Pelepasan histamine, leukotriene, prostaglandin D, dan sebagainya, dari mukosa dapat terlihat setelah kontak langsung hidung dengan allergen khusus. Penderita ini mengalami hidung tersumbat berat, dan dapat melaporkan mengeluarkan sekresi hidung yang berlebihan (rinore), bersin yang terjadi berulang dan cepat, serta terjadinya obstruksi nasi.

5. Hal yang menyebabkan gejala semakin berat di pagi hari adalah tingginya kelembapan udara di pagi hari, sehingga saat udara dingin maka akan semakin banyak histamine yang dihasilkan. Seperti yang kita ketahui histamin adalah adalah mediator yang dihasilkan dari proses granulasi pada sel mast, setelah IgE bertemu dengan antigen. Histamine akan merangsang

Page 18: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

saraf vidianus sehingga menimbulkan gatal dan bersin, merangsang hyipersekresi mucus dan vasodilatasi pembuluh darah.

Selain cuaca yang dingin adapun factor lain yang memperberat gejala pilek dan bersin adalah asap rokok, bau yang merangsang, dan perubahan cuaca.

Referensi: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKL Ed VI FKUI hal:129

6. Berdasarkan gejala-gejala yang menjadi keluhan penderita, terdapat empat jenis penyakit yang dapat menjadi Diagnosis Diferensiasi, yaitu :

1) Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan allergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).

Etiologi dan patofisiologi : Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung sampai 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau taraf sentivisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan MHC kelas II (Mayor Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasekan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokinin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berproliferase menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokinin, seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya dipermukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel mastositatau basofl (sel

Page 19: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

mediator), sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang telah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan akan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk histamine. Selain histamine juga dikeluarkan Newly Format Mediators antara lain prostaglandin D 2 (PGD2), leukotriene D 4 (LT D 4), leukotriene C 4 (LC4), bradikinin, platelet activating factor (PAF) dan berbagai sitokinin. (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF(granulosite macrophage colony stimulating factor) dll). Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Sedangkan, pada RAFL ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinophil, limfosit, basofil, dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokinin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinophil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti eosinophilic cationic protenin (ECP), Eochiniphilic derivate protein (EDP) Mayor Basic Protein (MBP reply) dan eosinophilic peroxidase atau EPO. Pada fase ini selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non specific dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban cuaca yang tinggi.

Gejala Klinis :

- Serangan bersin berulang-ulang- Keluar cairan jernih pada hidung (rinore)- Hidung tersumbat- Mata gatal dan kadang disertai air mata (lakrimasi)

Penanganan :

- Pemberian antihistamin yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target

- Operatif, yaitu tindakan parsial (pemotongan sebagian konka inferior)- Imunoterapi, pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan

gejala yang berat dan sudah berlangsung lama, serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Page 20: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Komplikasi :

- Polip hidung- Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak- Rinosinusitis

Pencegahan :

- Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi

- Melakukan tes cukit (prick test) untuk mengetahui alergen penyebab rhinitis.

Prognosis :

Penderita yang menderita rhinitis alergi akan tetap hipersensitif terhadap alergen tertentu, hanya dengan cara menghindari kontak dengan alergen agar tidak munculnya respon tubuh/ rhinitis alergi.

2.) Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinophilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid) dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topical hidung dekongestan).

Etiologi dan patofisiologi : etiologi dan patofisiologi yang belum pasti diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologis rhinitis vasomotor:

1. Neurogenic ( disfungsi system otonom). Dalam keadaan hidung normal, persarafan simpatis lebih mendominasi. Sedangkan pada rhinitis vasomotor diduga terjadi akibat ketidak seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung yang berupa bertambahnya aktifitas system parasimpatis.

2. Neuropeptida. Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang di akibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C dihidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan neuro peptida seperti substansi P dan kalsitonin gene-related protein. Yang menyebabkan

Page 21: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

peningatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hipereaktifitas hidung.

3. Ditrikoksida. Kadar Nitrioksida (NO) yang tinggi dan persisten dilapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktivitas yang rekruitmen reflex vascular dan kelenjar mukosa hidung.

4. Trauma. Rhinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi janglka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme neurogenik atau neuropeptide.

Gejala Klinis :

- bersin (sneezer)

- keluarnya cairan jernih pada hidung (rinore)

- tidak disebabkan oleh alergen

Penanganan :

- Pemberian obat symptomatis, cuci hidung dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi, konka hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklor-asetat pekat.

- Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter atau konkotomi, parsial, konka inferior.

- Neureptomi N. Vidianus yaitu dengan melakukan pemotongan pada N. Vidianus.

Komplikasi :

(-)

Pencegahan :

- Menghindari stimulus / faktor pencetus

Page 22: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

Prognosis :

- Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rhinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.

3) POLIP HIDUNG ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak usia dibawah 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Etiologi dan patofisiologis :

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama didaerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolapse sub mukosa yang diikuti oleh reepiteliasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapilerdan gangguan regulasivaskular yang mengakibatkan dilepaskannya sitokinin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama kelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun kerongga hidung dengan membentuk tangkai.

Gejala klinis

1. Hidung rasa tersumbat 2. Rinore mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia 3. Kemungkinan disertai bersin-bersin

Page 23: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

4. Rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal

Penanganan

1. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi (polipektomi medikamentosa)

2. Dapat diberikan juga topical atau sistemik3. Pada kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa

sangat dipertimbangkan untuk terapi bedah

Komplikasi

Apabila penderita juga menderita rhinitis alergi, maka peluang munculnya kembali polip pasca operasi bisa saja terjadi

Pencegahan

1. Hampir sama dengan pencegahan rhinitis alergi yaitu dengan menghindari iritasi yang menyebabkan alergi

2. Biasakan berpola hidup bersih3. Usahakan melembabkan udara dirumah dengan pelembab udara

Prognosis

Apabila penderita juga menderita rhinitis alergi, maka peluang munculnya kembali polip pasca operasi bisa saja terjadi

Referensi: Buku Ajar THTKL Ed VII hal : 101-129

4). Rhinosinusitis: Rhinosinusitis merupakan penyakit yang sering di temukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.

Sinusitis di defenisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertati atau di picu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Penyebeb utamanya ialah selesma(common cold) yang

Page 24: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

merupakan infeksi virus,yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.

Etiologi dan patofisiologi: beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam Rhinitis terutama rhinitis alergi, Rhinitis Hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan immunology, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rhinosinusitis nya. Hipertrofi adenoid dapat di diagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi anti mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman masuk bersama udara pernpasan.

Organ-organ yang membentik KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula sereus. Kondisi ini dianggap sebagai rhinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpuldalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan inidisebut sebagai rhinosinusitisakut bakteria dan memerlukan terapi antibiotic.

Jika terapi tidak berhasil(misalnya karena ada faktor pfedisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu

Page 25: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Gejala klinis:

Hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka Rhinorrhea purulen yang seringkali turun ke tenggorokan(post nasal

drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam dan lesu

Penanganan:

Pemberian antibiotik dan dekongestan. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman

negatif gram dan anaerob. Tindakan operasi yaitu bedah sinus endoskopi fungsional

Komplikasi:

Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita)

Kelainan intra cranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural.

Osteomielitis dan abses superiostal Kelainan paru

Pencegahan:

Menghindari lingkungan yang berpolusi buruk. Menhindari asap rokok atau kebiasaan merokok.

Prognosis:

Viral sinusitis : biasanya sembuh tanpa pengobatan khusus Bakteri sinusitis : sampai dengan 10% dari pasien tidak menanggapi

terapi antimikroba awal.

7. Penatalaksaannya:

Page 26: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

a. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

b. Medikamentosa. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologi yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.

Atihistamin dibagi menjadi dua golongan yaitu antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedative).antihistamin generasi -1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok ini adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin.

Antihistamin generasi-2 bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek antikolinergik, antiadrenergik dan efek pada SSP minimal (non-sedativ). Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mmudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respon fase ceoat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat.

Preparat kostikosteroid bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak behasil diatasi dengan obat lain. Sering dipakai adalah kortikosteroid topical (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, furoad, dan triamsinolon). Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosid pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein, sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegak bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon fase cepat dan lambat).

Preparat sodium kromoglikat topical bekerja menstabilkan mastosit ( mungkin menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat. Pada respon fase lambat, obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan menghambat aktifasi sel neutrofil, eosinofil dan monosit. Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai profilaksis.

Page 27: Pbl Pilek Menahun Nmr 1 Fisiologi

c. Operatif. Tindakan konkotomi parsial (pemotngan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple autfractured inferior tuginoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauteresasi memakai AgNO3 25% atau treklor asetat.

d. Imunoterapi, cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tadak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada dua metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sublingual.

Referensi : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT KL Ed VI FKUI hal: 131-132