pbl blok 7 - respirasi 1

41
Mekansime Respirasi dan Kapasitas Paru Josephine Angela Setiawan 10 – 2013 – 289 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Email : [email protected] Abstrak Bernapas merupakan bagian yang sangat penting dari kelangsungan aktivitas seluruh makhluk hidup. Proses bernapas sangat berkaitan erat dengan proses respirasi. Dalam menjalankan proses bernapas maupun respirasi tersebut tubuh harus melibatkan banyak komponen tubuh. Sistem respirasi dalam tubuh manusia memiliki struktur dan mekanisme kerja yang saling menunjang satu sama lain. Mekanismenya yaitu berupa pengaturan kerja otot-otot respirasi, mekanisme respirasi, proses difusi dan transport gas, serta keseimbangan asam dan basa dalam tubuh. Kata kunci : respirasi, mekanisme, dapar, kapasitas paru Abstract Breathing is a very important part of the continuity of the activities of all living beings. The process of breathing are intimately associated with the process of respiration. In

Upload: josephine-angela

Post on 25-Sep-2015

269 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Mekansime Respirasi dan Kapasitas Paru

TRANSCRIPT

Mekansime Respirasi dan Kapasitas Paru

Josephine Angela Setiawan

10 2013 289

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Email : [email protected]

Abstrak

Bernapas merupakan bagian yang sangat penting dari kelangsungan aktivitas seluruh makhluk hidup.Proses bernapas sangat berkaitan erat dengan proses respirasi. Dalam menjalankan proses bernapas maupun respirasi tersebut tubuh harus melibatkan banyak komponen tubuh. Sistem respirasi dalam tubuh manusia memiliki struktur dan mekanisme kerja yang saling menunjang satu sama lain. Mekanismenya yaitu berupa pengaturan kerja otot-otot respirasi, mekanisme respirasi, proses difusi dan transport gas, serta keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.

Kata kunci : respirasi, mekanisme, dapar, kapasitas paru

Abstract

Breathing is a very important part of the continuity of the activities of all living beings. The process of breathing are intimately associated with the process of respiration. In carrying out the process of breathing and respiration of the body must involve many components of the body. Respiratory system in human body structure and working mechanism of mutual support to each other. The mechanism is in the form of work arrangement muscles of respiration, mechanism of respiration, the process of diffusion and transport of gas, as well as acid and alkaline balance in the body.

Keywords: respiration, mechanism, buffer, lung capacity

Pendahuluan

Bernapas merupakan bagian yang sangat penting dari kelangsungan aktivitas seluruh makhluk hidup.Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan karbondioksida. Secara umum bernapas diartikan sebagai proses memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan. Proses bernapas sangat berkaitan erat dengan proses respirasi. Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer.

Dalam menjalankan proses bernapas maupun respirasi tersebut tubuh harus melibatkan banyak komponen, seperti organ-organ tubuh, tulang-tulang, otot-otot, saraf serta pusat pernapasan di otak. Keseluruhan komponen-komponen tersebut saling berkerja sama satu sama lain untuk kelangsungan mekanisme respirasi, difusi gas serta transportasi gas di dalam jaringan tubuh. Selain itu, keseluruhan organ tubuh mempunyai struktur mikroskopisnya tersendiri untuk mendukung kelangsungan proses bernapas dan respirasi tersebut.

Otot-otot Pernapasan

Otot-otot Faring

Otot-otot faring dibagi menjadi otot konstiktor faring (Mm. constirctores pharynges superior, medius, dan inferior) dan otot levator (M. stylopharyngeus, M. salpingopharyngeus dan M. palatopharyngeus

Tabel 1. Mm. constrictores pharynges1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. constrictor pharynges superior

Rr. Pharyngeales nervi glossopharyngei [IX] (Plexus pharyngeus)

Pars pterygopharyngea:

Laminae medialis Proc. Pterygoide, Hamulus ossis pterygoide

Pars buccopharyngea: Raphe pterygomandibularis

Pars mylopharyngea: Linea mylohyoidea mandibulae

Pars glossopharyngea: M. transversus linguae

Membrana pharyngobasilaris, Raphe pharyngis

menyempitkan rongga pharynx (Crista palatopharyngea PASSAVANT), memisahkan Epipharynx dari Mesopharynx

M. constrictor pharynges medius

Rr. Pharyngeales N. glossopharyngeus [IX] dan N. vagus [X] (Plexus pharyngeus)

Pars chondropharyngea: Cornu minus ossis hyoidei

Pars ceratopharyngea: Cornu majus ossis hyoidei

Raphe pharyngis

menyempitkan rongga pharynx dari belakang, memperkuat kontraksi bergelombang ke bawah untuk memperlancar transport makanan yang dicerna ke dalam oesophagus (peristaltis)

M. constrictor pharynges inferior

Rr. Pharyngeales nervi vagi [X] (Plexus pharyngeus)

Pars thyropharyngea: Cartilago thyroidea

Pars cricopharyngea: sisi lateral Cartilago cricoidea

Raphe pharyngis

menutup Aditus larynges dengan mengangkat Larynx, mempersempit rongga pharynx dari belakang, memperkuat kontraksi gelombang ke bawah untuk memperlancar transport makanan yang dicerna ke dalam oesophagus (peristaltis)

Tabel 2. Otot-otot levator pharynx1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. palatopharyngeus

(Secara fungsional, otot ini termasuk juga ke dalam otot-otot palatum)

Rr. Pharyngeales nervi glossopharyngei [IX] (Plexus pharyngeus)

Aponeurosis palatina

Cartilago thyroidea, menjulur ke dinding lateral dan posterior Pharynx

menyempitkan Isthmus faucium, depresi palatum molle, mengangkat dinding faring kea rah palatum molle

M. salpingopharyngeus

Rr. Pharyngeales nervi glossopharyngei [IX] (Plexus pharyngeus)

Cartilago tubae auditivae

menjulur ke dinding lateral Pharynx

mengangkat pharynx

M. stylopharyngeus

R. musculi stylopharyngei nervi glossopharyngei [IX]

Proc. styloideus ossis temporalis

Cartilago thyroidea, menjulur ke dinding lateral Pharynx

mengangkat pharynx

Tabel 3. Otot-otot larynx1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. cricothyroideus

(Pars recta: superficial, Pars oblique: deep)

R. externus nervi laryngei superioris dari N. vagus [X]

Permukaan luar Arcus cartilaginis cricoideae

Margo inferior laminae cartilaginis thyroideae

menegangkan ligament vocalia dengan memiringkan cartilage crocoidea (otot tensor terkuat untuk ligament vocalia)

M. cricoarytenoideus posterior

N. laryngeus reccurens of the N. vagus [X]

Lamina posterior cartilaginis cricoideae

Proc. muscularis cartilaginis arytenoideae

melebarkan Glottis dengan menarik ke lateral Processus vocalis cartilaginis arytenoideae serta dengan memiringkan cartilage arytenoidea ke samping

M. cricoarytenoideus lateralis

N. laryngeus reccurens nervi vagi [X]

Tepi lateral atas Arcus cartilaginis cricoideae

Proc. muscularis cartilaginis arytenoideae

menutup Pars intercartilagenea glottides dengan memutar Cartilago arytenoidea ke arah dalam

M. arytenoideus transversus

N. laryngeus reccurens nervi vagi [X]

Tepi lateral dan permukaan posterior Cartilago arytenoidea

Tepi lateral dan permukaan posterior Cartilago arytanoidea kontralateral

menutup Pars intercartilagenea glottides dengan mendekatkan kedua Cartilagines arytenoideae

M. arytenoideus obliquus

N. laryngeus reccurens nervi vagi [X]

Bassis permukaan posterior Cartilago arytenoidea

Pars aryepiglottica: apeks Cartilago arytenoidea

Apex Cartilago arytenoidea

Pars aryepigloticca: Margo lateralis cartilaginis epiglotticae

menarik Cartilago arytenoidea ke medial dan menyempitkan Pars intercartilaginea glottides, menyempitkan Aditus larynges

M. vocalis

N. laryngeus reccurens nervi vagi [X]

Permukaan dalam Cartilago thyroidea

Proc. vocalis pada Cartilago arytenoidea di sebelah lateral Ligamenta vocalis

menutup rapat Glottis, bertanggung jawab atas fine tuning tegangan ligament vocalis

M. thyroarytenoideus

N. laryngeus reccurens nervi vagi [X]

Permukaan dalam Lamina Cartilaginis thyroideae

Proc. muscularis dan permukaan anterior Cartilago arytenoidea

Pars thyroepiglottica: tepi lateral Cartilago epiglottica

menyempitkan ruang Pars intermembranacea glottides

Pars thyroepiglottica: menyempitkan Aditus laryngis

Table 4. Otot-otot lateral leher1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. sternocleidomastoideus

N. accesorius [XII]; Plexus cervicalis

caput sternale: permukaan ventral Sternum

Caput claviculare: sepertiga sternal Clavicula

Proc. mastoideus, tepi lateral Linea nuchalis superior

Aktif unilateral: memutar kepala ke sisi kontralateral, dan memiringkan kepala ke sisi yang sama

Aktif bilateral: mengangkat kepala, menekuk columna vertebralis cervicalis, dan otot bantu pernafasan ketika kepala pada posisi terfiksasi.

Tabel 5. Musculi suprahyoidei1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. mylohyoideus

N. mylohyoideus (N. mandibularis [V/3])

Linea mylohyoidea mandibulae

Raphe mylohyoidea, Corpus ossis hyoidei

mengangkat lantai rongga mulut (membuka mulut), depresi mandibular, mengangkat os hyoideum sewaktu menelan

M. digastricus

Venter anterior: N. mylohyoideus (N. mandibularis [V/3]

Venter posterior: R. digastricus (N. faciais [VII])

Incisura mastoidea ossis temporalis

Fossa digastrica mandibulae

membantu M. mylohyoideus

M. stylohyoideus

R stylohyoideus (N. facialis [VII])

Proc. stylohyoideus ossis temporalis

Corpus ossis hyoidei dengan dua berkas otot yang mencakup tendo intermedius M. digastrikus

mengangkat Os hyoideum sewaktu menelan

M. geniohyoideus

Rr. Ventrales from C1-C2

Spina mentalis mandibulae

Corpus ossis hyoidei

membantu M. mylohyoideus

Tabel 6. Musculi infrahyoidei1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. sternohyoideus

Ansa cervicalis (Plexus cervicalis)

permukaan dalam Manubrium sterni

Corpus ossis hyoidei

menarik Os hyoidum kea rah kaudal

M. sternothyroideus

Ansa cervicalis (Plexus cervicalis)

Permukaan dalam Manubrium sterni

Linea obliqua pada Lamina cartilaginis thyroideae

menarik Larynx ke kaudal

M. thyrohyoideus

Ansa cervicalis (Plexus cervicalis)

permukaan luar Lamina cartilaginis thyroidea

Corpus hyoidei

Aproksimasi Os hyoideum dan Larynx agar saling mendekat

M. omohyoideus

Ansa cervicalis (Plexus cervicalis)

Venter inferior: Margo superior Scapulae

Venter superior: Corpus ossis hyoidei

Meregangkan fascia cervicalis karena tendo intermedius tertambat ke Vagina carotica, mencegah kolapnya lumen V, jugularis interna, menarik Os hyoideum ke kaudal.

Tabel 7. Mm. scalene1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. scalenus anterior

Cabang-cabang langsung dari Plexus cervicalis dan Plexus brachialis

Tubercula anteriora Procc. Transversorum pada Vertebrae cervicales ke 3-6

Tuberculum musculi scalene anterioris pada iga I

Columna vertebralis: fleksi bagian cervical columna vertebralis kea rah samping

Thorax: mengangkat iga ke I, sehingga menarik thorax ke atas (otot inspirasi)

M. scalenus medius

Cabang-cabang langsung dari Plexus cervicalis dan Plexus brachialis

Tubercula Procc. Transversorum pada vertebrae cervicales ke 3-7

iga I di belakang Sulcus arteriae subclaviae

Columna vertebralis: fleksi Columna vertebralis bagian cervical kea rah samping

Thorax: mengangkat iga I, sehingga menarik thorax ke atas (otot pernapasan: inspirasi)

M. scalenus posterior

Cabang-cabang langsung dari Plexus cervicalis dan Plexus brachialis

Tubercula posterior Procc. Transversorum pada vertebrae cervicales ke 5-7

iga II

Vertebral column: fleksi bagian cervical columna vertebralis kea rah lateral

Thorax: mengangkat iga kedua, sehingga menarik thorax ke atas (otot pernapasan: inspirasi)

Tabel 8. Otot-otot dinding dada1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

Mm. intercostalis externi

Nn. Intercostalis (Nn. Thoracici)

Tepi bawah Costa dari Tuberculum costae sampai garis cartilage tulang iga tersebut

Tepi atas Costa di bawahnya

menarik iga ke atas, inspirasi

Mm. intercostales interni

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici)

tepi atas Costa dari di sebelah ventral Angulus costae

tepi bawah Costa di atasnya

menarik iga turun, ekspirasi

Mm. subcostales

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici)

tepi atas Costae bagian bawahdi antara Tuberculum dan Angulus costae

tepi bawah Costae bagian bawah, selalu melompati satu iga

memperkuat dinding dada, menarik iga turun, ekspirasi

M. transversus thoracis

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici)

sebelah dorsal Corpus sterni dan Proc. xiphoideus

Cartilago costalis iga II-VI

memperkuat dinding dada, ekspirasi

Tabel 9. Otot-otot ventral dinding abdomen1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. rectus abdominis

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici)

Permukaan luar Cartilago costalis pada iga V-VII, Ligamenta costoxiphoidea

Symphysis pubica

Fleksi batang tubuh (torso), menekan masuk abdomen, ekspirasi (jenis pernapasan diafragma/ abdominal)

M. pyramidalis

Caudal Nn. Intercostales (Nn. Thoracici)

Symphysis pubica sebelah ventral M. rectus abdominis

Linea alba

menegangkan Linea alba

Tabel 10. Otot-otot lateral dinding abdomen1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. obliquus externus abdominis

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici) kaudal

Permukaan luar iga V-XII

Labium externu, cristae iliacae, Lig. Inguinale, ikut membentuk lamina anterior pada Vagina musculi recti abdominis

aktif unilateral: rotasi dada ke sisi kontralateral, fleksi columna vertebralis ke sisi ipsilateral,

Aktif bilateral: fleksi batang tubuh (torso), kompresi abdomen, ekspirasi (jenis pernapasan diafragma)

M. obliquus internus abdominis

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici) kaudal; N. iliohypogastricus; N. ilioingunalis (Plexus lumbalis)

Lapisan superficial Fascia thoracolumbalis, Linea intermedia cristae iliacae, Lig. inguinale

tepi bawah Cartilago costalis pada iga IX_XII, ikut membentuk Laminae anterior dan posterior pada Vagina musculi recti abdominis di atas Linea alba, sedangkan dibawahnya semua serabut tendo menuju ke lamina anterior

aktif unilateral: rotasi dada ke sisi ipsilateral, fleksi columna vertebralis ke sisi ipsilateral

aktif bilateral: fleksi tubuh, kompresi abdomen, ekspirasi (jenis pernapasan diafragma)

M. transversus abdominis

Nn. Intercostales (Nn. Thoracici) kaudal; N. iliohypogastricus; N. ilioinguinalis (Plexus lumbalis); N. genitofemoralis

Permukaan dalam Cartilago costalis pada iga VII-XII, Fascia thoracolumbalis, Labium internum cristae iliacae, Lig. Inguinale

ikut membentuk lamina posterior pada Vagina musculi recti abdominis di atas Linea arcuata, sedangkan di bawahnya otot ini ikut membentuk lamina anterior

kompresi abdomen, ekspirasi (jenis pernapasan diafragma)

Tabel 11. Otot-otot spinokostal1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

M. Serratus posterior superior

Kranial Nn. Intercostales (Nn. Thoracici)

Proc. spinosus pada Vertebrae cervicales ke 6, 7 dan thoracicae ke 1, 2

iga II-V di sebelah lateral Angulus costae

mengangkat iga, inspirasi

M. serratus posterior inferior

Cabang-cabang ventral Nn. Thoracici (T9-T12)

Proc. spinosus pada Vertebrae thoracicae ke 11, 12 dan lumbales ke 1, 2

Tepi kaudal iga IX-XII

menarik iga IX-XII ke bawah, sebagai antagonis diafragma dan juga aktif selama inspirasi paksa

Tabel 12. Diafragma1

Nama

Origo

Insersio

Fungsi

Diaphragma

N.phrenicus (Plexus cerviicalis)

Pars sternalis: permukaan dalam Proc. xiphoideus, vagina musculi recti abdominis.

Pars costalis: permukaan dalam Cartilagines costales 12-6

Pars lumbalis:

-Pars medialis: Corpus vertebrae lumbalis 3-1

-Pars lateralis: Ligg. Arcuata mediale (arcade psoas) dan laterale (arcade quadratus) pada Proc. costalis pada Costae I dan XII

Semua bagian menyatu di Centrum tendineum

pernapasan diafragma atau abdominal (inspirasi), kompresi abdomen.

Respirasi

Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus-menerus CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasi internal merujuk kepada proses-proses metaboli intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrient. Sedangkan respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.2

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas ketika berpindah mengikuti gradian tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan penting yang berperan dalam ventilasi.

1. Tekanan atmosfer (barometric)

Adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggain permukaan laut tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas pemukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis.

2. Tekanan intra-alveolus (tekanan intraparu)

Adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang (ekuilibrium).

3. Tekanan intrapleura (tekanan intrathoraks)

Adalah tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat.2

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, maka tekanan intra-alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru sewaktu inspirasi. Demikian juga, tekanan intra-alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru. Perubahan volume paru dan karenanya tekanan intra-alveolus, ditimbulkan secara tak langsung oleh aktivitas otot pernapasan. Otot-otot pernapasan yang melakukan gerakan bernapas tidak bekerja langsung pada paru untuk mengubah volumenya. Otot-otot ini mengubah volume rongga thoraks, menyebabkan perubahan serupa pada volume paru.2

Mekanisme Respirasi

Otot inspirasi utama (otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang) adalah diafragma dan otot interkostal eksternal. Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi, diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran vertikal. Kontraksi otot interkostal eksternal, memperbesar rongga thoraks dalam dimensi lateral dan anteroposterior. Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal ini. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus turun karena jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus menurun. Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah dari pada tekanan atmosfer, maka udara mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. Sewaktu inspirasi, tekanan intra-pleura menurun menjadi 754 mmHg akibat ekspansi thoraks.2,3

Inspirasi dalam dapat dilakukan dengan mengontraksikan diafragma dan otot interkostal eksternus secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi tambahan untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Kontraksi otot-ototo tambahan ini, mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga thoraks. Dengan semakin membesarnya volume rongga thoraks maka paru juga semakin mengembang, menyebabkan tekanan nintra-alveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer, yaitu tercapai pernapasan yang lebih dalam. 2,3

Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternus melemas, sangkar iga yang sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada, maka dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat-sifat elastiknya. Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat menjadi 761 mmHg. Udara kini meninggalkan paru menuruni gradien tekanannya dari tekanan intra-alveolus yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. 2,3

Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu proses pasif, karena dicapai oleh recoil elastik paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat dari pada yang dicapai selama pernapasan tenang. Tekanan intra-alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif tersebut, otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thoraks dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu otot dinding abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke atas ke dalam rongga thoraks sehingga ukuran vertikal rongga thoraks menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain adalah otot interkostal internus, yang kontraksinya menarik iga turun dan masuk, mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga thoraks.2,3

Sewaktu kontraksi aktid otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga thoraks, volume paru juga semakin berkurang. Tekanan intra-alveolus lebih meningkat sewaktu udara di paru tertampung di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradien tekanan sebelum terjadi keseimbangan. Dengan cara ini, selama ekspirasi paksa aktif pengosongan paru menjadi lebih tuntas dibandingkan ketika ekspirasi tenang pasif. 2,3

Volume dan Kapasitas Paru

Secara rerata, pada orang dewasa sehat, udara maksimal yang dapat ditampung paru adalah sekitar 5,7 liter pada pria dan 4,2 liter pada wanita. Ukuran anatomik, usia, daya regang paru serta ada tidaknya penyakit pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total. Perubahan volume paru yang terjadi selama berbagai upaya bernapas dapat diukur dengan menggunakan spirometer, suatu alat untuk menentukan berbagai volume dan kapasitas paru.2

Pada dasarnya spirometer terdiri dari drum/tong terisi udara yang mengapung dalam ruang berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan menghembuskan udara dari dan ke dalam drum melalui suatu selang yang menghubungkan mulur dengan wadah udara, drum naik turun dalam wadah air. Nair-turunnya drum ini dapat dirkam sebagai spirogram, yang dikalibrasikan terhadap perubahan volume. Pena merekam inspirasi sebagai defleksi ke atas dan ekspirasi sebagai defleksi ke bawah. Volume dan kapasitas paru berikut dapat diukur.2

1. Volume alun napas (tidal volume, TV)

Volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali bernapas. Nilai rerata oada kondisi istirahat = 500 ml.

2. Volume cdangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV)

Volume udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup di atas volume alun napas istirahat. IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot interkostal eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.

3. Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity, IC)

Volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV). Nilai rerata = 3500 ml.

4. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume, ERV)

Volume udara tambahan yang dapat secara aktif dikeluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot-otot ekspirasi melebihi udara yang secara normal dihembuskan secara pasif pada akhir volume alun napas istirahat. Nilai rerata = 1000 ml.

5. Volume residual (residual volume, RV)

Volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 ml. volume residual tidak dapat diukur secara langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar dan masuk paru. Namun, volume ini dapat ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran gas.

6. Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity, FRC)

Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV). Nilai rerata = 2200 ml.

7. Kapasitas total (vital capacity, VC)

Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Subyek pertama-tama melakukan inspirasi maksimal lalu ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). VC mencerminkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru. Nilai rerata = 4500 ml.

8. Kapasitas paru total (total lung capacity, TLC)

Volume udara maksimal yang dapat ditapung oleh paru (TLC = VC + RV). Nilai rerata = 5700 ml.

9. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (forced expiratory volume in one second, FEV)

Volume udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Biasanya FEV adalah sekitar 80% daei VC. Pengukuran ini menunjukkan laju aliran udara paru maksimal yang dapat dicapai.2,4

Difusi Gas

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen di jaringan, proses difusi gas pada saat respirasi haruslah optimal. Difusi gas adalah bergeraknya O2 dan CO2 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi ke area yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli (100 mmHg) dan tekanan pada kapiler yang lebih rendah (PO2 40 mmHg), CO2 berdifusi dengan arah berlawanan akibat perbedaan tekanan PCO2 darah 45 mmHg dan di alveoli 40 mmHg.5

Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang cepat, ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai terhenti. Udara dan gas yang baru masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah ada di dalam alveoli. Kecepatan gas berdifusi berbanding terbalik dengan berat molekulnya. Gerak molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan dengan gerak molekul gas karbondioksida sehingga kecepatan difusi oksigen juga lebih cepat. Percampuran antara gas yang baru saja masuk ke dalam paru dengan gas yang lebih dahulu masuk akan selesai dalam hitungan detik.3

Proses difusi yang melewati membran pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh darah meliputi proses difusi fase gas dan proses difusi fase cairan. Dalam hal ini, pembatas-pembatasnya adalah dinding alveoli, dinding kapiler pembuluh darah (endotel), lapisan plasma pada kapiler, dan dinding butir darah merah (eritrosit). Kecepatan difusi melewati fase cairan tergantung kepada kelarutan gas ke dalam cairan. Kelarutan karbondioksida lebih besar dibandingkan dengan kelarutan oksigen sehingga kecepatan difusi karbondioksida di dalam fase cairan 20 kali lipat kecepatan difusi oksigen. Semakin tebal membrana pembatas, halangan bagi proses difusi semakin besar. 3

Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permuakaan, dan komposisi membrane; koefisien difusi O2 dan CO2; serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dengan bertambahnya ketebalan sawar yang memisahkan udara dan darah, kecepatan pemindahan gas berkurang karena gas memerlukan waktu lebih lama untuk berdifusi menembus ketebalan yang lebih besar. Selama olahraga, luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran dapat ditingkatkan secara fisiologis untuk meningkatkan pemindahan gas. Koefisien difusi untuk CO2 adalah 20 kali O2 karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam jaringan tubuh dibandingkan O2. Karena itu, kecepatan difusi CO2 menembus membran pernapasan 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan O2 untuk gradien tekanan parsial yang sama. Dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang berperan penting adalah alveoli dan darah. Adanya perbedaan tekanan parsial dan difusi pada sitem kapiler dan cairan intertisial akan menyebabkan pergerakan O2 dan CO2 yang kemudian akan masuk pada zona respirasi untuk melakukan difusi respirasi.2,5

Transportasi Gas

Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 ke dalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisanya 3% ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.4

Oksigen tidak terlalu mudah larut dalam air dan tidak cukup mudah dibawah dalam larutan air sederhana untuk memperthankan kehidupan jaringan. Sehingga, sangat sedikit oksigen yang larut secara fisik dalam cairan plasma, karena oksigen kurang larut dalam cairan tubuh. Tetapi jumlah besar dari oksigen dibawah dalam darah. Darah ini mengandung sel-sel yang padat dengan pigmen merah yang diketahui sebagai hemoglobin. Hemoglobin merupakan kombinasi antara hem (suatu ikatan besi-porfirin) dan globin (suatu protein). Agar oksigen dapat disuplai ke sel-sel tubuh secara optimal maka diperlukan hemoglobin dalam jumlah dan fungsi yang optimal untuk mengangkut dari sirkulasi yang efektif ke jaringan tubuh. Hemoglobin berikatan dngan oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2), bila gas ini ada pada tekanan tinggi, oksihemoglobin melepaskan oksigen pada tekanan rendah untuk membentuk Hb lagi.2,4

Pada jaringan tubuh dimana konsentrasinya relatif tinggi, karbon dioksida berkombinasi dengan air dalam korpukel darah merah untuk membentuk ion-ion bikarbonat (HCO3-) dan ion-ion hidrogen. Korpukel darah merah ini mengandung suatu enzim, anhydrase karbonat, yang mempercepat reaksi ini, ion-ion bikarbonat berdifusi keluar dari korpukel untuk masuk ke dalam plasma. Bila ion-ion bikarbonat mencapai paru-paru, dimana konsentrasi karbon dioksida relatif rendah, terbentuk kembali karbon dioksida dan air, dan karbon dioksida tersebut dilepaskan sebagai gas. Karbon dioksida juga dibawah dalam darah dalam larutan plasma, dan berkombinasi dengan molekul-molekul protein.2,4

Keseimbangan asam-basa

Istilah keseimbangan asam-basa merujuk kepada regulasi tepat konsentrasi ion hidrogen (H+) bebeas dalam cairan tubuh. Asam adalah kelompok khusus bahan yang mengandung hidrogen yang terdisosiasi, atau terarah/terpisah, ketika berada dalam larutan, yang membebaskan ion H+ dan anion.basa adalah suatu bahan yang dapat berikatan dengan H+ bebas dan menyingkirkannya dari larutan. pH darah ateri normalnya adalah 7,45 dan pH darah vena 7,35 untuk pH darah rerata 7,4. pH darah vena sedikit lebih rendah (lebih asam) daripada darah arteri karena dihasilkan H+ dari pembentukan H2CO3 dari CO2 yang diserap di kapiler jaringan. Terjadi asidosis jika pH darah turun dibawah 7,35 dan alkalosis jika pH diatasi 7,45. pH areteri yang kurang dari 6,8 atau lebih dari 8,0 tidak memungkinkan hidup. Karena kematian terjadi jika pH arteri terletak di luar kisaran 6,8 dan 8,0 selama lebih dari beberapa detik, maka [H+] cairan tubuh harus diatur secara cermat.2

Dalam keadaan normal, H+ secara terus-menerus ditambahkan ke dalam cairan tubuh dari tiga sumber. Pembentukan asam karbonat, sumber utama H+ adalah melalui pembentukan asam H2CO3 dan CO2 yang diproduksi secara metabolis. Asam inorganik yang diproduksi selama penguraian nutrien, secara umum lebih banyak asam daripada basa yang diproduksi selama penguraian makanan sehingga terjadi kelebihan asam. Asam organik yang berasal dari metabolisme antara, asam-asam ini mengalami disosiasi parsial untuk menghasilkan H+ bebas. Terdapat tiga lini pertahanan terhadap perubahan [H+] yang bekerja untuk mempertahankan [H+] di cairan tubuh pada kadar yang hampir tetap meskipun pemasukan tidak diatur, yaitu sistem dapar (penyangga) kimiawi, mekanisme pernapasan untuk mengontrol pH dan mekanisme ginjal untuk mengontrol pH. 2

Sistem dapar kimiawi adalah campuran larutan dua senyawa kimia yang meminimalkan perubahan pH ketika asam atau basa ditambahkan atau dikeluarkan dari larutan tersebut. Tubuh memiliki empat sistem dapar, yaitu sistem dapar H2CO3 dan HCO3-, sistem dapar protein, sistem dapar hemoglobin dan sistem dapar fosfat. Pasangan dapar H2CO3 dan HCO3- adalah sistem dapar terpenting di cairan ekstrasel untuk menyangga perubahan pH yang ditimbulkan oleh penyebab di luar fluktuasi H2CO3 penghasil CO2. Ini adalah sistem penyangga cairan ekstra sel yang paling efektif, karena H2CO3 dan HCO3- banyak ditemukan di cairan ekstra sel sehingga sistem ini cepat menahan perubahan pH juga karena setiap komponen dari pasangan dapar ini diatur secara ketat, ginjal mengatur HCO3- dan sistem pernapasan mengatur CO2 yang menghasilkan H2CO3. Sistem dapar hemoglobin menyangga H+ yang dihasilkan dari asam karbonat. Hb menyangga H+ yang dihasilkan dari CO2 yang diproduksi secara metabolis dalam ransit antara jaringan dan paru. Sebagian besar H+ yang dihasilkan dari CO2 di tingkat jaringan akan terikat ke Hb tereduksi dan tidak lagi berkontribusi untuk keasaman cairan tubuh. Sistem dapar fosfat penting sebagai penyangga di urin. Sistem dapar fosfat terdiri dari garam fosfat (NaH2PO4) yang asam yang dapat mendonasikan H+ bebas ketika [H+] turun dan garam fosfat basa (Na2HPO4) yang dapat menerima H+ bebas ketika [H+] meningkat. Meskipun pasangan fosfat adalah dapar yang baik namun konsentrasinya di cairan ekstrasel agak rendah sehingga kurang penting sebagai penyangga.2

Sistem pernapasan mengatur [H+] dengan mengontro laju pengeluaran CO2. Sistem pernapasan berperan penting dalam keseimbangan asam-basa melalui kemampuannya mengubah ventilasi paru dan karenanya mengubah ekskresi CO2 penghasil H+. ketika [H+] arteri meningkat akibat kasus nonrespiratorik (metabolik), pusat pernapasan di batang otak secara refleks terangsang untuk meningkatkan ventilasi paru. Sewaktu kecepatan dan kedalaman napas bertambah, lebih banyak CO2 dihembuskan keluar sehingga H2CO3 yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Sebaliknya, ketika [H+] arteri turun, ventilasi paru berkurang. Akibat pernapasan yang lebih dangkal dan lambat, CO2 yang diproduksi oleh metabolisme berdifusi dari sel ke darah lebih ceoat daripada pengeluarannya dari darah oleh paru sehingga terjadi akumulasi CO2 penghasil asam di darah, memulihkan [H+] menuju normal. Paru sangat penting dalam mempertahankan [H+]. Setiap hari orhan ini mengeluarkan dari cairan tubuh H+ yang berasal dari asam karbonat dalam jumlah 100 kali lebih banyak dari pada yang dikeluarkan oleh ginjal dari sumber di luar asam karbonat. 2,6

Sistem pernapasan berfungsi sebagai lini kedua perthanan terhadap perubahan [H+]. Regulasi oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang, aktif hanya jika sistem dapar saja tidak mampu meminimalkan perubahan [H+]. Jika terjadi penyimpangan [H+] maka sistem dapar segera berespons, sementara penyesuaian pada ventilasi memerlukan beberapa menit sebelum dimulai. Jika penyimpangan [H+] tersebut tidak cepat dan tuntas dikoreksi oleh sisten dapar maka sistem pernapasan beraksi dalam beberapa menit kemudian sehingga berfungsi sebagai lini kedua pertahanan terhadap perubahan [H+]. Sistem pernapasan sendiri dapat mengembalikan pH ke hanya 50% sampai 70% ke normalnya. Jika terjadi asidosis karena akumulasi CO2 akibat penyakit paru, maka paru yang sakit tidak mungkin mengompensasi asidosis dengan meningkatkan kecepatan pembuangan CO2. Sistem penyangga dan regulasi ginjal adalah satu-satunya mekanisme yang tersedia untuk melawan kelainan asam-basa yang disbebakn oleh faktor pernapasan. 2,6

Struktur Mikroskopis Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan dibagi menjadi dua bagian utama yaitu bagian penghantar (konduksi) dan bagian pernapasan (respirasi). Bagian penghantar (konduksi) terletak baik di luar maupun dalam paru, mengangkat udara dari lingkungan luar ke dalam paru. Sedangkan bagian pernapasan (respirasi) terdapat di dalam paru, berfungsi dalam proses pertukaran O2 dengan CO2 (pernapasan eksternal).7

Bagian konduksi sistem pernapasan mencakup saluran napas yang terdapat di luar sampai dalam paru. Disusum oleh rongga hidung, rongga mulut, nasofaring, faring, laring, trakea, bronki primer, bronki sekunder (bronki lobar), bronki tersier (bronki segmental), bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Susunannya tidak hanya untuk mengangkut, tapi juga untuk menyaring, melembabkan dan untuk menghangatkan udara inspirasi sebelum mencapai bagian respirasi di dalam paru. 7

Tetap terbukanya saluran udara dipertahankan oleh perpaduan antara tulang, tulang rawan, dan unsur serat fibrosa pada dindingnya. Saat udara inspirasi mengalir sepanjang saluran udara, udara akan bertemu dengan percabangan saluran. Walaupun penampang setiap saluran semakin kecil, namun secara keseluruhan jumlah penampang akan meningkat pada setiap tingkat percabangan. Sebagai hasilnya, kecepatan aliran udara inspirasi pada volume tertentu akan terus menurun sampai ke bagian respirasi. 7

Rongga hidung

Rongga hidung dibagi dua menjadi rongga kiri dan kanan oleh sekat hidung yang terbentuk dari tulang dan tulang rawan. Bagian anterior rongga hidung, disekitar lubang hidung (nares), melebar dan dikenal sebagai vestibulum. Daerah ini dilapisi oleh kulit yang tipis dan mengandung rambut kasar yaitu vibrisae yang akan menyaring partikel debu kasar yang masuk ke dalam rongga hidung. Kecuali pada vestibulum dan daerah olfaktori, rongga hidung dilapisi oleh epitel torak bertingkat silia yang sering kali disebut epitel respiratori yang dilengkapi oleh sel goblet pada rongga hidung di bagian yang lebih posterior. Jaringan ikat subepitel (lamina propia) mempunyai banyak pembuluh darah, terutama pada daerah konka dan sisi anterior sekat hidung, dimana terdapat pleksus arteri yang lebar dan sinus vena. Pada lamina propia juga banyak dijumpai kelenjar seromukosa dan kelompok unsur limfoid, termasuk noduli limfatisasi, sel mast dan sel plasma. Antibodi dihasilkan oleh sel plasma yang akan melindungi mukosa hidung melawan antigen yang terhirup seperti halnya untuk melawan serangan mikroba. 7

Sinus paranasalis

Sinus paranasalis adalah rongga yang dibatasi oleh jaringan mukoperiosteum yang berhubungan dengan rongga hidung. Sinus paranasalis terdapat di tulang tengkorak, yaitu tulang sphenoid, ethmoid, frontal dan maxilla. Mukosa setiap sinus disusun oleh lamina propia dari jaringan ikat vaskular yang bersatu dengan periosteum. Lamina propia yang tipis mirip dengan yang ada di rongga hidung, mengandung kelenjar seromukosa dan juga unsur limfoid. Sinus paranasalis yang dilapisi oleh epitel respiratori, memiliki sejumlah sel silindris bersilia yang silianya mendorong mukus ke arah rongga hidung. 7

Faring

Faring dimulai dari koana dan berlanjut sampai ke batas laring. Bagian laring dibagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring (bagian superior), orofaring (bagian tengah) dan laringofaring (bagian inferior). Nasofaring dilapisi oleh epitel respiratori, sedangkan orofaring dan bagian tertentu pada laringofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Lamina propia disusun oleh jaringan ikat longgar sampai padat yang ireguler dengan pembuluh darah dan mengandung kelenjar seromukosa serta unsur limfoid. 7

Laring

Laring terletak di antara faring dan trakea, merupakan pipa kaku, pendek, berbentuk silinder dengan panjang 4 cm. Dinding laring diperkuat oleh beberapa tulang rawan hialin (tulang rawan tiroid dan krikoid dan sisi inferior sepasang tulang rawan aritenoid) dan tulang rawan elastis (epiglotis, sepasang tulang rawan kornikulata dan kuneiformis, dan sisi superior tulang rawan aritenoid bagian superior). Lumen laring ditandai secara khusus oleh adanya dua pasang lipatan, bagian atas adalah lipatan vestibular dan bagian bawah lipatan vokalis. Lipatan vestibular tidak dapat bergerak. Lamina propianya disusun oleh jaringan ikat jarang, mengandung kelenjar seromukosa, sel-sel lemak dan unsur limfoid. Tepi bebas lipatan vokalis diperkuat oleh jaringan penyambung padat elastis dan tersusun teratur, yaitu ligamen vokalis.7

Laring dilapisi oleh epitel bertingkat bersilia, kecuali pada permukaan atas epiglotis dan pita suara yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk. Silia pada bagian laring bergerak ke arah faring, mendorong mukus dan partikel-partikel yang terperangkap ke arah mulut untuk dibatukkan atau ditelan. 7

Trakea

Trakea berbentuk tabung dengan panjang 12 cm dan berdiameter 2 cm, mulai dari tulang rawan krikoid di laring dan berakhir ketika bercabang dua menjadi bronkus primer. Dinding trakea diperkuat oleh 10 - 12 cincin tulang rawan hialin berbentuk C. Ujung-ujung cincin tersebut terbuka ke arah posterior dan satu sama lain dihubungkan oleh otot polos, muskulus trakealis. Dengan susunan C yang demikian, trakea membulat di bagian anterior dan datar di bagian posterior. 7

Bronkus Primer (Ekstrapulmonal)

Struktur bronkus primer identik dengan trakea, hanya saja diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis. Setiap bronkus primer akan didampingi oleh arteri pulmonalis, vena dan pembuluh limf, menembus akar paru. Bronkus kanan lebih lurus daripada bronkus kiri. Bronkus kanan bercabang tiga mengarah ke tiga lobus paru kanan, dan bronkus kiri bercabang dua dan memberi cabangnya ke dua lobus paru kiri. Cabang bronkus selanjutnya masuk ke cabang substansi paru sebagai bronkus intrapulmonal. 7

Bronkus Sekunder dan Tersier (Intrapulmonal)

Setiap bronkus intrapulmonal merupakan saluran udara ke sebuah lobus paru. Saluran udara ini mirip dengan bronkus primer dengan beberapa pengecualian. Tulang rawan bentuk cincin C diganti oleh lempeng ireguler tulang rawan hialin yang secara lengkap mengelilingi lamina bronki intrapulmonal, dengan demikian saluran napas ini tidak memiliki daerah yang datar, tapi melingkar secara lengkap. Otot polos terletak di lamina propia dan submukosa bercampur dengan jaringan fibroelastin, membentuk dua lapisan otot polos yang jelas dan berjalan spiral berlawanan arah.7

Bronki sekunder adalah cabang langsung bronki primer yang akan menuju ke lobus paru dan dikenal sebagai bronki lobaris. Paru kiri memiliki dua lobus sehingga memiliki dua bronki sekunder, dan paru kanan mempunyai tiga lobus dengan tiga bronki sekunder. Saat bronki sekunder memasuki paru, bronki bercabang menjadi cabang yang lebih kecil disebut sebagai bronki tersier atau segmental. Dengan makin kecilnya diameter bronki intrapulmonal, saluran ini akhirnya menjadi bronkiolus.7

Bronkiolus

Tiap bronkiolus menyalurkan udara ke lobulus paru. Lapisan epitel bronkiolus mulai dari sel silindris selapis bersilia dan terkadang bersel goblet pada bronkiolus yang lebih besar sampai sel kuboid selapis (beberapa bersilia) terkadang dengan sel Clara, pada bronkiolus kecil tidak ada sel goblet. Sel Clara merupakan sel silindris dengan bagian puncak berbentuk kubah, mempunyai mikrovili pendek tumpul. Sel Clara dipercaya dapat melindungi epitel brionkiolus melalui hasil sekretnya juga dapat memusnahkan toksin yang ikut terhirup melalui enzim sitokrom P-450 yang terdapat di retikulum endoplasmik halus (SER). Beberapa peneliti menduga sel Clara menghasilkan materi mirip surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan bronkiolus serta dapat membelah diri untuk regenerasi epitel bronkiolus. Selama inhalasi, saat volume paru mengembang, serat elastin di dinding bronkus meregang melalui tarikan yang serentak ke segala arah, serat elastin turut menjaga akan bronkiolus tetap terbuka. 7

Bronkiolus Terminalis

Tiap bronkiolus membagi diri membentuk beberapa bronkiolus terminalis yang lebih kecil dengan diameter kurang dari 0,5 mm dan membuat bagian akhir konduksi sistem pernapasan. Struktur ini menyalurkan udara ke dalam asinus paru, bagian lobulus paru. Lamina propia yang sempit terdiri dari jaringan fibroalastis dan dikelilingi oleh satu atau dua lapisan sel otot polos. Bronkiolus terminalis bercabang menjadi bronkiolus respiratorius. 7

Bronkiolus Respiratorius

Struktur bronkiolus respiratorius mirip bronkiolus terminalis, namun dindingnya diselingi oleh bangunan seperti kantong berdinding tipis dikenal sebagai alveolus, dimana terjadi pertukaran gas. Setelah bercabang lagi, tiap bronkiolus respiratorius berakhir ke duktus alveolaris. 7

Duktus Alveolaris dan Sakus Alveolaris

Duktus alveolaris tidak mempunyai dinding sendiri dan disusun oleh alveolus saja. Sebuah duktus alveolaris berakhir sebagai kantong buntu yang terdiri dari dua atau lebih kelompok kecil alveolus disebut sebagai sakus alveolaris. Unsur jaringan penyambung tipis antara alveolus, septa interalveolaris, memperkuat duktus alveolaris dan menstabilkannya. Muara tiap alveolus ke duktus alveolaris dikendalikan oleh sebuah sel otot polos tunggal, tebenam di dalam kolagen tipe III, yang membentuk sfinkter yang halus mengatur diameter pembukaan. 7

Alveolus

Alveolus merupakan pengantongan keluar yang kecil, berdiameter sekitar 200 m dari dinding bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakus alveolaris. Alveolus membentuk struktur primer dan unit fungsional sistem pernapasan, karena dinding tipisnya memungkinkan pertukaran O2 dengan CO2 di antara udara di lumen dan darah dalam kapiler di sekitarnya. Karena jumlahnya yang banyak, alveolus sering terdesak satu sama lain, menggeser jaringan penyambung intersisial di antaranya. Pada tempat terjadinya kontak, ruang udara antara dua alveolus mungkin berhubungan satu sama lain melalui porus alveolaris (porus Kohn). Porus ini diduga berfungsi sebagai keseimbangan tekanan udara dalam segmen paru. Karena elveolus dan kapiler disusun oleh sel epitel, keduanya ditopang oleh lamina basalis yang jelas. Muara alveolus pada sakus alveolaris tidak mempunyai sel otot polos. Di sekitar muara alveolus tersebut, dikelilingi serat elastin, terutama serat retikulin. Dinding alveolus disusun oleh dua jenis sel pneumosit tipe I (sel alveolar gepeng) dan pneumosit tipe II (sel alveolar besar). 7

Penutup

Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Dalam menjalankan proses respirasi tersebut tubuh harus melibatkan banyak komponen, seperti organ-organ tubuh, tulang-tulang, otot-otot, saraf serta pusat pernapasan di otak. Otot-otot yang berperan antara lain adalah otot-otot faring, laring, leher, dinding dada, dinding abdomen dan diafragma.

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan, maka tekanan intra-alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru sewaktu inspirasi. Demikian juga, tekanan intra-alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi.

Otot inspirasi utama (otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang) adalah diafragma dan otot interkostal eksternal. Inspirasi dalam dapat dilakukan dengan mengontraksikan diafragma dan otot interkostal eksternus secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi tambahan untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu proses pasif, karena dicapai oleh recoil elastik paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat dari pada yang dicapai selama pernapasan tenang.

Perubahan volume paru yang terjadi selama berbagai upaya bernapas dapat diukur dengan menggunakan spirometer, suatu alat untuk menentukan berbagai volume dan kapasitas paru. Difusi gas adalah bergeraknya O2 dan CO2 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi ke area yang bertekanan rendah. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permuakaan, dan komposisi membrane; koefisien difusi O2 dan CO2; serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 ke dalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin

Tubuh memiliki empat sistem dapar, yaitu sistem dapar H2CO3 dan HCO3-, sistem dapar protein, sistem dapar hemoglobin dan sistem dapar fosfat. Sistem pernapasan mengatur [H+] dengan mengontro laju pengeluaran CO2. Sistem pernapasan berfungsi sebagai lini kedua perthanan terhadap perubahan [H+]. Tetap terbukanya saluran-saluran pernapasan dipertahankan oleh perpaduan antara tulang, tulang rawan, dan unsur serat fibrosa pada dindingnya.

Daftar Pustaka

1. Paulsen F, Waschke J, editor. Sobotta atlas anatomi manusia buku tabel. Ed ke-23. Jakarta: EGC; 2013. h.10-21.

2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed ke-6. Jakarta: EGC; 2012. h.497-551, 605-39.

3. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009. h.7-9, 25-7.

4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004. h.271-2.

5. Mutaqin F. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba medika; 2008. h.1-24.

6. Horne FF, Swearingen PL. keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Jakarta: EGC; 2001. h.141-71.

7. Gartner LP, Hiatt JL. Buku ajar berwarna histologi. Ed ke-3. Singapore: Elsevier; 2014. h.335-68.