pbl 18 yola

30
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Yolanda Yesica – 10 2009 104 [email protected] FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA BAB 1 Pendahuluan I. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi 1 |PPOK

Upload: gari-gege-esun-bue

Post on 27-Dec-2015

71 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: PBL 18 Yola

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Yolanda Yesica – 10 2009 104

[email protected]

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA

BAB 1

Pendahuluan

I. Latar BelakangPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary

Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit yang mempunyai

gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.Masalah yang

menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran

pernapasan maupun pada parenkim paru.

American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi

suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan

aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini

bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal

terhadap partikel atau gas beracun  terutama disebabkan oleh rokok.

Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi

sistemik yang bermakna.PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau

gabungan keduanya.1,2

II. TujuanUntuk mengetahui etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan preventif dari penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) et causa asma, serta dapat mengetahui gejala PPOK et causa asma agar dapat membedakan PPOK et causa asma dengan PPOK et causa bronkitis, PPOK et causa emfisema, dan gagal jantung sebagai diagnosis pembanding.

1 |PPOK

Page 2: PBL 18 Yola

BAB IIPembahasan

I. AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).

a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.

b. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.

c. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.

d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami demam tifoid sebelumnya.

e. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga.

f. Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).3

II. Pemeriksaan Fisik4 komponen dasar pemeriksaan fisik :

1. InspeksiInspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat objek yang diperiksa. Inspeksi yang berkaitan dengan system pernapasan adalah observasi dada (bentuknya simetris / tidak), gerak dada, pola napas, frekuensi napas, irama, apakah terdapat ekshalasi yang panjang, apakah terdapat penggunaan otot pernapasan tambahan, gerak paradoks, retraksi antara sela iga, retraksi diatas klavikula, apakah terdapat parut luka yang kemungkinan bekas operasi.8

2 |PPOK

Page 3: PBL 18 Yola

2. Palpasi Palpasi trakea paling baik dilakukan (leher pasien dalam posisi

tegak normal) dengan menempatkan jari telunjuk pada takik

suprasternal dan memastikan bahwa penekanan pada sisi kiri

trakea sedikit lebih mudah daripada penekanan pada sisi kanan.

Jika terdapat obstruktif jalan napas, trakea akan bergerak

(‘menyentak’) ke arah bawah pada inspirasi.

Gerakan pernafasan diperiksa kiri dan kanan

Fremitus vokal taktil merupakan cara pemeriksaan bunyi suara

dengan perabaan tangan.

Adanya bunyi krepitasi saat palpasi

3. Perkusi Dada harus diperkusi secara sistematis dan simetris

Perkusi pada fossa supraklavikular dan klavikula

4. Auskultasi Mendengar bunyi paru dengan menggunakan stetoskop.

Bagian diafragma stetoskop digunakan untuk mendengar bunyi

bernada tinggi dan bagian sungkupnya untuk mendengar bunyi

bernada rendah.Lokasi auskultasi harus sama dengan lokasi

perkusi, dan jangan melupakan daerah fossa supraklavikular

Lokasi sama dengan lokasi perkusi

Resonansi vokal diperoleh dengan meminta pasien untuk

mengatakan “99” (ninety nine) atau “77” (tujuh puluh tujuh).

III. Pemeriksaan Penunjang

Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

3 |PPOK

Page 4: PBL 18 Yola

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau

VEP1/KVP (%).

Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred.) <80%

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari

20%.

Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-

20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan

VEP1 atau APE <20%>Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.4

Darah rutin

Hemoglobin

Secara fungsi, hemoglobin adalah senyawa kimia kunci yang

bergabung dengan oksigen dari paru-paru dan mengangkut

oksigen dari paru-paru ke sel-sel seluruh tubuh.Oksigen adalah

penting untuk semua sel-sel dalam tubuh untuk menghasilkan

tenaga. Darah juga mengangkut karbon dioksida, yang adalah

produk pembuangan dari proses produksi tenaga ini, kembali ke

paru-paru darinya ia dihembuskan ke udara.5

Hb normal pada pria : 13,8 – 17,2 gr/dL

4 |PPOK

Page 5: PBL 18 Yola

Hematokrit

Hematokrit adalah persentase volume seluruh SDM yang ada

dalam darah yang diambil dalam volume tertentu.Untuk tujuan ini,

darah diambil dengan semprit dalam suatu volume yang telah

ditetapkan dan dipindahkan kedalam suatu tabung khusus berskala

hematokrit.

Hematokrit normal pada pria : 40-50 %

Leukosit

Leukositadalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel

darah putih.

Leukosit normal : 5000-10.000/mm3

Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

Gagal napas kronik stabil

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik

yang tepat. infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama

eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.6

5 |PPOK

Page 6: PBL 18 Yola

Radiologi

Foto thoraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru

lain.

Gambar 1.Rontgen paru PPOK

Pada emfisema terlihat gambaran:

Hiperinflasi

Hiperlusen

Ruang retrosternal melebar

Diafragma mendatar

Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik terlihat gambaran :

Normal

Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus

6 |PPOK

Page 7: PBL 18 Yola

IV. Working DiagnosisPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun  terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna.PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

V. Differential Diagnosis1. Asma Bronkial

Etiologi

Asma bronkial biasanya dibagi menjadi dua kategori dan kebanyakan pasien menderita kombinasi dari kedua jenis ini.

Asma alergi (ekstrinsik) : Jenis asma ini adalah hasil dari reaksi alergi terhadap pemicu dari lingkungan, seperti debu rumah, serbuk sari, jamur, dll. Asma alergi menimpa sebagian besar anak-anak.

Non-asma alergi (intrinsik) : Jenis asma ini biasanya disebabkan oleh infeksi sebelumnya dari saluran pernapasan. Kerusakan infeksi selaput lender dari bronchial. Kerusakan ini menyebabkan bronchial menjadi terlalu sensitive terhadap lingkungan pemicu, seperti udara dingin, asap rokok, dan polusi. Jenis asma kebanyakan mempengaruhi orang dewasa di atas usia 40.

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala asma antara lain :

Wheezing yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop. Batuk produktif, sering pada malam hari. Napas, atau dada seperti tertekan.

7 |PPOK

Page 8: PBL 18 Yola

Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.

Penatalaksanaan

Pengobatan Asma Jangka Pendek

Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.

Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas

Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:

Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)

Golongan Simpatomimetika Golongan Antikolinergik

Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas

Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.

Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.

Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.

Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.

Pengobatan Asma Jangka Panjang

Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma.

Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.

8 |PPOK

Page 9: PBL 18 Yola

Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma / pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi). 11

2. Bronkitis Kronik Etiologi

Faktor-fakor penyebab tersering pada Bronkitis kronis adalah: asap rokok (tembakau), debu dan asap industri, polusi udara.

Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh paparan berbagai macam polusi industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen, dan lain-lain.

Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut: 

Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.

Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.

Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik). pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar

suara krok-krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:

Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.

Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan

dan mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga

9 |PPOK

Page 10: PBL 18 Yola

sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.

Oksigenasi (terapi oksigen) Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah

dikeluarkan. Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis

mengalami eksaserbasi oleh infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.

Para penderita Bronkitis kronis seyogyanya periksa dan berkonsultasi ke dokter manakala mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan pengobatan yang tepat.

3. Emfisema Etiologi

Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.

Manifestasi KlinisGejala Emfisema ringan semakin bertambah buruk selama penyakit terus berlangsung. Gejala-gejala emfisema antara lain:- Sesak napas- Mengi- Sesak dada- Mengurangi kapasitas untuk kegiatan fisik- Batuk kronis- Kehilangan nafsu makan dan berat- Kelelahan

PenatalaksanaanPengobatan didasarkan pada gejala yang terjadi, apakah gejalanya ringan, sedang atau berat. Perlakuan termasuk menggunakan inhaler, pemberian oksigen, obat-obatan dan kadang-kadang operasi untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi.

10 |PPOK

Page 11: PBL 18 Yola

4. Gagal Jantung Etiologi

Gagal jantung disebabkan oleh banyak kondisi yang merusak otot jantung, termasuk:

- Penyakit arteri koroner. Yaitu suatu penyakit pada arteri-arteri yang mensuplai darah dan oksigen untuk jantung, menyebabkan penurunan aliran darah ke otot jantung. Jika arteri-arteri menjadi tersumbat atau sangat menyempit, jantung menjadi kelaparan akan oksigen dan nutrisi.

- Serangan jantung. Suatu serangan jantung dapat terjadi ketika suatu arteri koroner menjadi tersumbat secara tiba-tiba, menghentikan aliran darah ke otot jantung dan merusaknya. Semua atau sebagian otot jantung menjadi terputus dari suplai oksigen. Suatu serangan jantung dapat merusak otot jantung, menyebabkan area parut yang tidak berfungsi semestinya.

- Cardiomyopathy. Kerusakan otot jantung akibat hal selain masalah arteri dan aliran darah, seperti akibat infeksi, alkohol atau penyalahgunaan obat.

- Kondisi yang menyebabkan jantung bekerja melampaui batas kemampuan. Kondisi-kondisi termasuk tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit katup jantung, penyakit thyroid, penyakit ginjal, diabetes atau kelainan jantung yang ada sejak lahir dapat menyebabkan gagal jantung. Selain itu, gagal jantung dapat terjadi jika beberapa penyakit atau kondisi tersebut muncul bersamaan.

Manifestasi Klinis Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan

merasakan lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup.

Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut.

Gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas; tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.

Kadang sesak nafas terjadi pada malam hari ketika penderita sedang berbaring, karena cairan bergerak ke dalam paru-paru.

11 |PPOK

Page 12: PBL 18 Yola

Penderita sering terbangun dan bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyi mengi. Duduk menyebabkan cairan mengalir dari paru-paru sehingga penderita lebih mudah bernafas.

Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya penderita gagal jantung tidur dengan posisi setengah duduk.

Pengumpulan cairan dalam paru-paru yang berat (edema pulmoner akut) merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera dan bisa berakibat fatal

Penatalaksanaan

Pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya.

Gagal Jantung Kronis.

Jika pembatasan asupan garam saja tidak dapat mengurangi penimbunan cairan, bisa diberikan obat diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal.

Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung sehingga mengurangi beban kerja jantung. Untuk pemakaian jangka panjang, diuretik diberikan dalam bentuk sediaan per-oral (ditelan); sedangkan dalam keadaan darurat akan sangat efektif jika diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat kalium.

Digoksin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat. Ketidakteraturan irama jantung (aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan obat atau dengan alat pacu jantung buatan.

Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa melebarkan arteri, vena atau keduanya. Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban kerja jantung.

Pelebar vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung.

Hal ini akan mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung.

12 |PPOK

Page 13: PBL 18 Yola

Vasodilator yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor).

Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperpanjang harapan hidup penderita.

ACE-inhibitor melebarkan arteri dan vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena saja atau arteri saja (misalnya nitrogliserin hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan arteri).

Ruang jantung yang melebar dan kontraksinya jelek memungkinkan terbentuknya bekuan darah di dalamnya. Bekuan ini bisa pecah dan masuk ke dalam sirkulasi kemudian menyebabkan kerusakan di organ vital lainnya, misalnya otak dan menyebabkan stroke. Oleh karena itu diberikan obat antikoagulan untuk membantu mencegah pembentukan bekuan dalam ruang-ruang jantung.

Milrinone dan amrinone menyebabkan pelebaran arteri dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru ini hanya digunakan dalam jangka pendek pada penderita yang dipantau secara ketat di rumah sakit, karena bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang berbahaya.

Pencangkokan jantung dianjurkan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat.

Kardiomioplasti merupakan pembedahan dimana sejumlah besar otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur.

Gagal Jantung Akut.

Bila terjadi penimbunan cairan tiba-tiba dalam paru-paru (edema pulmoner akut), penderita gagal jantung akan mengalami sesak nafas hebat sehingga memerlukan sungkup muka oksigen dengan konsentrasi tinggi. Diberikan diuretik dan obat-obatan (misalnya digoksin) secara intravena supaya terjadi perbaikan segera.

Nitrogliserin intravena atau sublingual (dibawah lidah) akan menyebabkan pelebaran vena, sehingga mengurangi jumlah darah yang melalui paru-paru.

Jika pengobatan di atas gagal, pernafasan penderita dibantu dengan mesin ventilator.

Kadang dipasang torniket pada 3 dari keempat anggota gerak penderita untuk menahan darah sementara waktu, sehingga mengurangi volume darah yang kembali ke jantung.

13 |PPOK

Page 14: PBL 18 Yola

Torniket ini dipasang secara bergantian pada setiap anggota gerak setiap 10-20 menit untuk menghindari cedera.

Pemberian morfin dimaksudkan untuk:

mengurangi kecemasan yang biasanya menyertai edema pulmoner akut

mengurangi laju pernafasan memperlambat denyut jantung mengurangi beban kerja jantung

VI. EpidemiologiPPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang menyebabkan 26.000 kematian / tahun di Inggris. Prevalensinya adalah >600.000. angka ini lebih tinggi di negara maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula.10

VII. Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari

partikel yang terinhalasi selama hidupnya. Faktor resiko COPD bergantung

pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh

seseorang selama hidupnya :

1. Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi

dari pada orang yang tidak merokok.Resiko untuk menderita COPD

bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang

tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok

pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD

dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga

mengakibatkan paru-paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan

juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin

dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem

imun dari janin tersebut.

14 |PPOK

Page 15: PBL 18 Yola

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batu bara, arang,

kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil

energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga

lainnya, sehngga menyebabkan polusi dalam ruangan.

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.

Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi

dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini

dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena

COPD dibandingkan perokok pria.

7. Status sosial ekonomi dan status nutrisi yang rendah

8. Usia (Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan)

VIII. PatofisiologiPada bronkitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan menyebabkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.11

IX. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda dan gejala kemunculan PPOK sering kali berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Berikut ini adalah beberapa gejala yang muncul pada penderita penyakit paru obstruktif kronik:7

Batuk kronik – adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.

15 |PPOK

Page 16: PBL 18 Yola

Berdahak kronik – kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.

Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.

Gejala dan tanda-tanda PPOK lainnya adalah sebagai berikut:

Bentuk dada barrel chest (dada seperti tong) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas Pelebaran sela iga Hipersonor Fremitus melemah, Suara nafas vesikuler melemah atau normal Ekspirasi memanjang Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi) Ronki

X. Penatalaksanaan

Terapi Farmakologis

Bronkodilator

Macam-macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator jugamengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali

perhari ).12,13

Sediaan : Ipatropium Bromida dan Tiotropium Bromida.

Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.

Sebagai obat pemeliharaan sebaiknyadigunakan bentuk tablet yang

berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakanuntuk

16 |PPOK

Page 17: PBL 18 Yola

mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang.13

Sediaan :

Short Acting : Albuterol,Levabuterol,Bitolterol dan Terbutalin.

Long Acting : Formoterol dan Salmeterol,mempunyai lama kerja 12

jam.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karenakeduanya mempunyai tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obatkombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

Sediaan : Albuterol dan Ipatropium Bromida.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang,terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk

tablet biasa atau puyer untukmengatasi sesak ( pelega napas ),

bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasieksaserbasi

akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.13

Sediaan : Teofilin dan Aminofilin.

Terapi Non-Farmakologis

Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,

rehabilitasi psikososial

Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV,

AGD= PaO2< 55 mmHg, atau SO2< 88% dengan atau tanpa

hiperkapnia.PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2< 88% disertai

hipertensipulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.12

17 |PPOK

Page 18: PBL 18 Yola

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida.Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.12,13

XI. Komplikasi

Pneumotorax

Pneumotorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada

diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis.

Hipoksemia

Hipoksemia didefenisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55 mmHg

dengan nilai saturasiO2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami

perubahan kesadaran, penurunan konsentrasi, dan menjadi palupa.

Pada tahap lanjut tibul sianosis

Gagal jantung

Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru - paru)

harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat komplikasi ini

sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, namun beberapa

pasien empisema berat juga mengalami masalah ini.

Asidosis Respiratori

Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2

(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala,fatigue,

letargi, dizziness dan takipnea.

Infeksi saluran pernapasan

18 |PPOK

Page 19: PBL 18 Yola

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan karena peningkatan

produksi mucus, peningkatan rangsang otot polos bronchial, dan edema

mukosa. Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja napas

dan menimbulkan dispnea.9

XII. Prognosis

Tergantung pada:

1. Beratnya obstruksi

2. Adanya kor pulmonale

3. Kegagalan jantung kongestif

4. Derajat gangguan analisa gas darah

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok,

penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti

merokok. Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada

umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit

emfisema paru akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya bronkitis

kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50 tahun), 5 tahun kemudian

akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita datang dengan sesak

sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih berat dan

meninggal.9

XIII. Preventif

  Terdapat dua upaya preventif dalam masalah PPOK adalah :

1. Mencegah terjadinya PPOK

Hindari asap rokok

Baik pada perokok aktif dan pasif

Hindari polusi udara

Meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor),

polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu

19 |PPOK

Page 20: PBL 18 Yola

jalanan), dan polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas

beracun) ,

Hindari infeksi saluran napas yang berulang

Mengonsumsi makanan yang sehat

Berolahraga teratur

2. Mencegah perburukan PPOK

Berhenti merokok

Gunakan obat-obatan yang adekuat

Mencegah eksaserbasi berulang 9

20 |PPOK

Page 21: PBL 18 Yola

BAB III

Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun  terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna.PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

21 |PPOK

Page 22: PBL 18 Yola

Daftar Pustaka

1. Alsagaff, Hood, Prof. Dr..PPOK dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru cetakan ke-3. Surabaya: Airlangga University Press.2005. pp: 162-179, 181-183, 231-253.

2. Kumar, Vinay, dkk. Buku Ajar Patologi Robbins Ed.7 Vol.1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007.

3. Supartondo dan Setiyohadi, B. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. Jakarta : Interna Publishing.

4. Andreassen H, Vestbo J. Chronic obstructive pulmonary disease as systemic disease: an epidemiological perspective. Eur Respir J 2003;22suppl: 2-4.

Rennard SI. Chronic obstructive pulmonary disease, linking outcomes and

pathobiology of disease modification. Proc Am Thorac Soc 2006;3:276-80

5. Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa, Hartanto, Huriawati.. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.2 Ed.6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2006.

6. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.

7. Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik Penyebab dan Pengobatan. 2008. Diunduh dari : http://carasehat.org/gejala-penyakit-paru-obstruktif-kronik-penyebab-dan-pengobatan.html. 1 Juli 2012.

8. Djojodibroto. R. D. (2009). Respirologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.9. Penyakit paru obstruktif menahun. 16 Januari 2011. Diunduh dari :

http://irfanmichael.blogspot.com/2011/01/penyakit-paru-obstruktif-menahun-ppok.html. 1 Juli 2012.

10.Davey P. (2005). At a glance medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga.11.Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran.

Edisi ke-3 jilid 2. Jakarta: media aesculapius. 2008.12.Mangunnegoro H, Amin M, Yunus F, Abdullah A, Widjaja A, Surjanto E dkk..

PPOK pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Edisi revisi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2004.

13.PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006.

22 |PPOK