patofisiologi sepsis

57
BAB I PENDAHULUAN Syok sepsis termasuk salah satu dari keadaan serius yang dihadapi para klinisi, walaupun angka kejadiannya jarang ditemukan pada pasien obstetri akan tetapi tetap menjadi penyebab utama kematian ibu.Di Amerika Serikat angka tahunan kejadian septik 50-95 per 100.000 kasus dan angkanya terus meningkat 9% tiap tahunnya, diperkirakan 2 % dari seluruh pasien dirawat karena sepsis dan 9 % diantaranya berkembang menjadi sepsis berat dan hanya 3% dari sepsis yang berat berkembang menjadi syok septik (Pryde PG, 1994; Gordon MC, 1997; Norwitz ER, 2010) Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya bakteriemia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Pendapat ini sangat kontras dengan pendapat sebelumnya yang menganggap bahwa keadaan sepsis ini semata-mata 1

Upload: ari-setiyo-sidik

Post on 24-Jul-2015

2.066 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Sepsis

BAB I

PENDAHULUAN

Syok sepsis termasuk salah satu dari keadaan serius yang

dihadapi para klinisi, walaupun angka kejadiannya jarang ditemukan pada

pasien obstetri akan tetapi tetap menjadi penyebab utama kematian ibu.Di

Amerika Serikat angka tahunan kejadian septik 50-95 per 100.000 kasus

dan angkanya terus meningkat 9% tiap tahunnya, diperkirakan 2 % dari

seluruh pasien dirawat karena sepsis dan 9 % diantaranya berkembang

menjadi sepsis berat dan hanya 3% dari sepsis yang berat berkembang

menjadi syok septik(Pryde PG, 1994; Gordon MC, 1997; Norwitz ER, 2010)

Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon

sistemik terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang

melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya

bakteriemia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Pendapat ini sangat

kontras dengan pendapat sebelumnya yang menganggap bahwa keadaan

sepsis ini semata-mata ditentukan oleh adanya bakteri dalam darah.(Gordon

MC 1997,Wheeler AP 2004)

Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan

yang tidak tepat dan berbagai macam definisi yang meyebabkan

kebingungan pada literatur medis. Akhir-akhir ini dibuat standardisasi

terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai usaha

untuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosa, mengobati, dan

membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam terminologi

1

Page 2: Patofisiologi Sepsis

yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic inflamatory

response syndrome” (SIRS).( Pryde PG ;Gordon MC 1997)

Terdapat banyak kejadian penting dalam patofisiologi sepsis.

Pertama adalah lebih kepada respon host, bukan terhadap patogen, yang

membedakan luaran pasien. Kedua monosit dan sel-sel endotelial

memegang peranan kunci dalam memulai dan menjalankan respon host.

Ketiga, sepsis berhubungan dengan aktivasi dari kaskade inflamasi dan

koagulasi. Terakhir dengan usaha bersama-sama untuk menangkis dan

mengeliminasi patogen, respon host dapat menyebabkan kerusakan

kolateral pada jaringan yang normal. Kegagalan ini dapat disebabkan

karena adanya supresi sistem imun. (Aird CA2003, Hotchkis 2003)

Penyebab bakteriemia yang paling sering (70% sampai 80%) pada

pasien obstetrik adalah terjadinya endometritis setelah persalinan dengan

seksio sesaria; jadi tak mengherankan, mayoritas sepsis (80%) pada

pasien obstetrik terjadi pada periode postpartum. (Pryde PG ;Gordon MC 1997)

Mengingat akan tingginya angka mortalitas pada pasien sepsis

maka perlu diketahui penatalaksanaan sepsis pada pasien obstetri

2

Page 3: Patofisiologi Sepsis

BAB II

DEFINISI DAN PREVALENSI

Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis

gejala klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi.

(Gordon MC 1997; Norwitz. 2010)

Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan

yang tidak tepat dan berbagai macam definisi yang meyebabkan

kebingungan pada literatur medis. Akhir-akhir ini dibuat standardisasi

terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai usaha

3

Page 4: Patofisiologi Sepsis

untuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosa, mengobati, dan

membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam terminologi

yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic inflamatory

response syndrome” (SIRS).(Gordon MC 1997, Wheeler AP 2004)

SIRS adalah respon sistemik yang menyebabkan aktivasi dari

sistim inflamasi host yang menyebabkan banyak hal yang merugikan dan

terlihat dengan terjadinya berbagai macam kondisi klinis. Selain infeksi,

penyebab lain dari SIRS termasuk pankreatitis, iskemia, hemorargia, syok,

kerusakan organ immune-mediated, dan luka bakar(Norwitz,2010)

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh

berbagai macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri

gram positif, fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang

mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari

beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai

ke sepsis dan menjadi septik syok(Norwitz,2010)

Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members

of the American College of Chest Physician/Society of Critical Care

Medicine Consensus Confrence Committee. American College of Chest

Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus Confrence untuk

berbagai macam manifestasi infeksi.

1. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon

inflamasi karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan

host yang steril oleh organisme ini.

4

Page 5: Patofisiologi Sepsis

2. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.

3. Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan

manifestasi dua atau lebih dari keadaan berikut ini:

Septik syok temperatur lebih dari 38C atau kurang dari 36C

Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;

Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2

kurang dari 32 mmHg.

Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3

atau kurang dari 4000/mm3 , atau terdapatnya lebih dari 10%

netrofil imatur.

4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ,

hipoperfusi, atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi

dapat termasuk, tetapi tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria,

atau perubahan status mental akut.

5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana

ditemukan disfungsi dari beberapa organ.

Pada 1990, Centers for Disease Control and Prevention

melaporkan sekitar 450.000 kasus septikemia per tahun di Amerika

Serikat dengan lebih dari 100.000 kematina. Angus et al memperkirakan

terjadi 750.000 kasus sepsis berat per tahun, dengan angka kematian

28,6%. (Aird WC 2003)

5

Page 6: Patofisiologi Sepsis

Prevalensi bakteriemia pada populasi pasien obstetri dan

ginekologi dilaporkan 0,2% sampai 0,7% dari selurun wanita yang dirawat

di bagian obstetri dan ginekologi. Bakteriemia terdapat pada sekitar 5%

sampai 10% pada wanita dengan korioamnionitis akut, pielonefritis, atau

postpartum endometriosis. Dari wanita yang mengalami bakteriemia ini,

4% sampai 5% berkembang menjadi sepsis atau septik syok dan

sebanyak 3% nya meninggal.(Gordon WC,1997)

Mortalitas dari septik syok pada populasi yang tidak hamil jauh

lebih tinggi. Mortalitas septik syok pada populasi ini 20% sampai 50% dan

tergantung dari penyebab medis yang mendasarinya. Prognosa yang lebih

baik pada wanita hamil adalah multifaktorial termasuk:

1. Usia muda

2. Lamanya bakteriemia pada infeksi obstetrik

3. Organisme yang kurang toksik

4. Letak primer dari infeksi lebih mudah untuk diobati

5. Pasien yang sebelumnya sehat tanpa ada penyakit

kronik lain.

Walaupun pasien hamil dengan syok septik mempunyai luaran

yang lebih baik dibandingkan dengan populasi secara umum, penelitian

pada hewan memperlihatkan hewan yang hamil lebih kurang toleran

terhadap syok septik dibandingkan dengan hewan yan tidak hamil. Hewan

yang hamil mati lebih cepat karena sepsis gram-negatif (3,5 jam vs 14

jam) dengan metabolik asidosis yang berat. Sehingga walaupun prognosa

6

Page 7: Patofisiologi Sepsis

pada pasien hamil lebih baik dibandingkan dengan populasi secara

umum, kehamilan menyebabkan seorang wanita mempunyai resiko yang

lebih tinggi untuk perkembangan menjadi septik syok dan lebih kurang

toleransinya terhadap akibat yang timbul dibandingkan dengan wanita

yang tidak hamil.(Gordon MC 1997)

ETIOLOGI

Penyebab bakteriemia yang paling sering (70% sampai 80%) pada

pasien obstetrik adalah terjadinya endometritis setelah persalinan dengan

seksio sesaria; jadi tak mengherankan, mayoritas sepsis (80%) pada

pasien obstetrik terjadi pada periode postpartum. (Gordon MC 1997)

Persalinan dengan seksio sesaria berhubungan dengan tingginya

insidensi bakteriemia dibandingkan dengan persalinan pervaginam (3% vs

0,1%); jadi persalinan dengan seksio sesaria adalah salah satu dari faktor

yang menyebabkan bakteriemia dan sepsis. Faktor risiko lain dimana

frekuensinya meningkat pada pasien obsteri yang menggunakan obat-

obat imunoprotektif atau sitotoksik, defisiensi imun dan penyakit kronis.

(Gordon MC 1997)

Seperti pada populasi non obstetrik, gram-negatif, kuman penghasil

endotoksin, basil aerobik (sebagian besar Enterobacteriaceae) adalah

yang paling sering ditemukan pada pasien obstetrik dengan bakteriemia

atau sepsis. Mayoritas dari mikroorganisme ini endogen dari flora vagina

dan tidak didapat dari nosokomial. Walaupun bakteri ini menyebabkan

7

Page 8: Patofisiologi Sepsis

sampai 60%-80% dari seluruh sepsis pada kehamilan, organisme lain

dapat menyebabkan sepsis; dan pada 20% dari kasus obstetri penyebab

sepsis adalah polimikroba. Walaupun jarang sepsis juga dapat

disebabkan oleh jamur, virus, parasit dan sampai 10% dari kasus infeksi

tidak ditemukan penyebabnya.(Gordon MC,1997)

8

Page 9: Patofisiologi Sepsis

BAB III

PATOFISIOLOGI SEPSIS

Perubahan sistemik yang dapat dialami pasien terjadi pada saat

lipopolisakarida binding protein mulai terikat pada struktur yang berasal

dari patogen dan dipresentasikan pada tempat pengikatan monosit atau

makrofag. Dari kedua jenis sel ini dapat dilepaskan sitokin dan yang

primer adalah tumor nekrosis faktor (TNF-), interlekuin 1 (IL 1), IL 6,

dan IL 8. Mediator primer ini selanjutnya merangsang pelepasan mediator

sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), Tromboksan A2 (TXA2), platelet

activating factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan

angiotensin, intestinal vasoaktif peptida serta histamin dan serotonin

disamping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari komplemen.( Aird

WC 2003, Riedemann NC 2003,Wheeler AP 2004, Hotchkiss RS 2004)

9

Page 10: Patofisiologi Sepsis

Sumber : http://www.mirm.pitt.edu/medicaldevices/projects/projects7.asp

Sitokin berfungsi untuk mempercepat penyembuhan luka dan

penetralan patogen. Respon sitokin harusnya berangsur-angsur

dideregulasi untuk akhirnya dapat menghentikan efek yang telah

digulirkan. Kesulitan kadang-kadang dapat dialami tubuh untuk

mengembalikan homeostasis ini dan bila semua pengendalian hilang

suatu reaksi sistemik yang dahsyat akan dialami tubuh sendiri.( Aird WC 2003,

Hotchkiss RS 2004)

Lipopolisakarida (LPS) langsung dapat mempengaruhi faktor XII

dan memicu pengaktifan sistem koagulasi. Kaskade koagulasi yang

berujung pada DIC dan fibrinolisis bersama tissue faktor teraktivasi

menyebabkan multiple organ failure mengingat pula bahwa aktivasi

neutrofil baik secara langsung oleh LPS maupun sistem kompolemen

10

Page 11: Patofisiologi Sepsis

dapat menyebabkan kerusakan endotel saat terjadi degranulasi, agregasi

dan adhesi.(Aird WC 2003)

Pelepasan bradikinin yang berujung pada vasodilatasi dan bersama

nitric oksida (NO) yang meningkat akibat hipoksemia jaringan berujung

pada hipotensi dapat juga diinduksi faktor XII.(Aird WC 2003)

Pengaruh yang membahayakan lainnya dari LPS dan produk

sejenis adalah terjadinya pangaktifan sistem komplemen yang dapat

menyebabkan kebocoran kapiler, edema organ vital dan

migrasi/akumulasi serta aktivasi neutrofil.

Peran trombosit pada kaskade sepsis belum diketahui pasti, namun

diduga pada endotel rusak dapat menginduksi vasokontrikasi dan juga

stimulasi netrofil. Pada endotel utuh, zat yang menghasilkan trombosit

(ADP, ATP) dan serotonin (5-HT) akan menyebabkan pelepasan

Endoteliun Derived Relaxing Factor (EDRF) dan prostasiklin (PGI2). Hal

serupa akan tejadi setiap kali terbentuk trombin. EDRF yang dilepas

merelaksasi otot polos vaskular dan melebarkan pembuluh sehingga

membilas mikroagregat. .( Aird WC 2003)

Dalam lumen, EDRF menghalangi agregasi trombosit. Monoamin

oksidase (MAO) memecah serotonin dan mengurangi monoamin yang

berdifusi menuju otot polos. Dengan kata lain, endotel berfungsi sebagai

inhibitor serotonin dan TXA2 untuk mencapai otot polos. Berbagai fungsi

yang berbeda ini memainkan peran yang dalam mencegah koagulasi dan

episode vasospasme yang tidak dikehendaki. .( Aird WC 2003)

11

Page 12: Patofisiologi Sepsis

Jika sel endotel rusak, peran proteksi endotel akan hilang secara

lokal, trombosit beradesi dan beragregasi, diikuti konstriksi seperti terjadi

pada hemostasis fase vaskuler. Di jaringan dapat terjadi pelepasan zat

yang mendepresi kerja miokard menyebabkan ventrikel berdilatasi dan

berkurangnya ejeksi ventrikel kiri. .( Aird WC 2003)

Endotoksin dan berbagai sitokin, khusunya IL-1, IFN- dan TNF-

menyebabkan pengaktifan reseptor endothelial yang menginduksi influks

kalsium kedalam sitoplasma sel endotel, kemudian setelah berinteraksi

dengan kalmodulin, akan mengaktifkan Nitric Oxide Synthase (NOS) yang

berperan dalam pembentukan Nitirc Oxide (NO) dan menimbulkan

pelepasan EDHF (Endithelium Derived Hyperpolarizing Factor).

Peningkatan NO menyebabkan relaksasi otot polos dengan mengaktifkan

sintesis cyclic-3’5’ Guanosine Monophospate cGNP dan Guanosine

Triphospate (GTP) . EDHF menyebabkan hiperpolarisasi dan relaksasi

otot polos dengan cara membuka saluran kalium (K+). Hal ini

menyebabkan vasodilatasi yang diduga dapat mengakibatkan hipotensi. .

( Aird WC 2003)

Perkembangan paling mutakhir dalam masalah sepsis meliputi

pengenalan sinyal terhadap mikroba dari sistem imun yang dapat

memberi respon melalui apa yang disebut dengan toll-like receptor (TLRs).

Mutasi pada reseptor ini pada hewan percobaan dapat mengakibatkan

kematian pada sepsis yang berhubungan dengan mutasi pada gen 4 TLR.

Gen ini juga ditemukan pada manusia sehingga kemungkinan kerentanan

12

Page 13: Patofisiologi Sepsis

terhadap infeksi dan sepsis akan dapat dialami pasien yang memiliki ciri

genetik ini.(Hotchkis RS 2003,Aird WC 2003)

Teori yang menyebutkan bahwa kematian yang disebabkan sepsis

adalah peran dari overstimulasi sistem imun berdasarkan penelitian pada

hewan yang tidak menggambarkan gambaran klinik pada manusia.

Penelitain-penelitian ini menggunakan dosis endotoksin dan bakteri yang

besar; sebagai konsekuensinya kadar sitokin yang bersirkulasi seperti

tumor necrosis faktor α (TNF-α) lebih tinggi pada hewan dibandingkan

pada pasien dengan sepsis. Pada penelitian ini hewan mati karena “badai

sitokin,” dan gabungan dan makromolekul yang menghambat mediator ini

peningkatkan survival..(Hotchkis RS 2003)

Pada bentuk yang pasti dari sepsis -contohnya, meningococcemia-

TNFα yang bersirkulasi tinggi dan berhubungan dengan mortalitas. Dari

55 anak-anak dengan infeksi purpura yang berat (32 diantaranya dengan

infeksi Neisseria meningitidis), 91 persen didapatkan kadar TNF-α

sirkulasi yang meningkat. Debet et al melaporkan bahwa hanya 11 dari 43

pasien dengan sepsis terdeteksi TNF di sirkulasinya (batas kadar

terdeteksi 5 – 10 pg per milliliter). Pada penelitian yang lain pasien dengan

sepsis, kurang dari 10 persen terukur TNF-α atau interlekuin-1.(Hotchkis RS

2003)

Walaupun sitokin dianggap jahat, tetapi juga mempunyai manfaat

pada sepsis. Penelitian pada hewan dengan peritonitis memperlihatkan

bahwa penghambatan TNF-α memperburuk survival. Imunoterapi

13

Page 14: Patofisiologi Sepsis

kombinasi melawan TNF-α dan reseptor interlekuin-1 fatal pada model

sepsis neutropeni. Pada percobaan klinis antagonis TNF meningkatkan

angka kematian. Peran dari TNF-α dalam memerangi infeksi telah

digarisbawahi dengan penemuan bahwa sepsis dan komplikasi infeksi lain

berkembang pada pasien dengan rematoid artritis yang diobati dengan

antagonis TNF.(Hotchkis RS 2003)

Meningkatnya pengetahuan tentang sinyal sel pathway sebagai

mediasi respon terhadap mikroba memperlihatkan bahwa konsep untuk

menghambat endotoksin sebagai usaha untuk mencegah komplikasi

infeksi septik mungkin terlalu sederhana. Sel-sel dari sistem imun

mengenali mikroorganisme dan menginisiasi respon melalui pola

pengenalan reseptor yang disebut toll-like receptor (TLRs). Melihat

peranan TLRs dalam memerangi infeksi telah dibuktikan dalam penelitian

pada tikus. yang resisten terhadap endotoksin karena mutasi dari pada

gen reseptor toll-like 4 (TLR4).Walaupun resistensinya terhadap

endotoksin, mortalitas tikus ini meningkat dengan sepsis yang otentik.

Mutasi TLR4 telah diidentifikasi pada manusia dan menyebabkan

seseorang lebih mudah terkena infeksi. Jadi walaupun endotoksin

mempunyai efek yang buruk, penghambatan total terhadap endotoksin

dapat mengganggu. (Hotchkis RS 2003, Aird WC 2003)

14

Page 15: Patofisiologi Sepsis

Kegagalan Sistem Imun

Pasien dengan sepsis mengalami imunosupresi, termasuk

kehilangan atau terhambatnya hipersensitifitas, kemampuan

menbersihkan infeksi, dan sebagai predisposisi terhadap infeksi

nosokomial. Satu alasan kegagalan dari strategi anti inflamasi pada

pasien dengan sepsis adalah perubahan sindroma dari waktu ke waktu.

Awalnya sepsis mempunyai karakteristik dengan menigkatnya mediator

inflamasi, tetapi bila sepsis menetap, terjadi pergeseran pada keadaan

antiinflamasi imunosepresif. Terdapat bukti bahwa imunosupresi pada

sepsis pada penelitian memperlihatkan bahwa darah yang distimulasi

oleh lipopolisakarida pada pasien sepsis melepaskan sejumlah kecil

sitokin inflamasi TNF-α dan interlekuin-1 dibandingkan pada pasien

kontrol. Sekuele dari sepsis yang diinduksi imunosupresi dikembalikan

dengan pemberian interferon- pada pasien sepsis. Imun stimulan

memperbaiki produksi makrofag TNF-α dan memperbaiki survival. .(Hotchkis

RS 2003)

Mekanisme Supresi Imun Pada Sepsis Sebuah pergeseran ke sitokin

antiinflamasi

Sel-sel T CD4 yang diaktifasi diprogram untuk mensekresi sitokin

dengan salah satu dari dua profil yang berbeda dan antagonis.T sel

mensekresi sitokin dengan sifat inflamasi (Sel T helper tipe 1[Th1]),

termasuk TNF-α, interferon-, dan intrlekuin-2, atau sitokin dengan sifat

15

Page 16: Patofisiologi Sepsis

antiinflamasi (Sel T helper tipe-2 [Th2]), contohnya interlekuin-4 dan

interlekuin 10. Faktor-faktor yang menentukan apakah Sel T CD4

mempunyai respon Th1 atau Th2 tidak diketahui tetapi mungkin

dipengaruhi tipe dari patogen, ukuran dari inokulum bakteri dan, tempat

infeksi. Sel-sel mononuklear dari pasien luka bakar atau trauma

mengurangi kadar sitokin Th1, tetapi meningkatkan kadar sitokin Th2

interlekuin-4 dan interlekuin-10, dan penigkatan dari respon imun Th2

meningkatkan survival pada pasien sepsis. Penelitain lain memperlihatkan

bahwa kadar interlekuin-10 meningkat pada pasien dengan sepsis dan

kadar tersebut memprediksikan mortalitas.(Hotchkis RS 2003)

Anergi

Anergi adalah keadaan dari tidak responsif terhadap antigen. Sel T

adalah anergi pada saat gagal untuk berproliferasi atau mensekresi sitokin

sebagai respon terhadap antigen spesifiknya. Heidecke et al memeriksa

fungsi sel T pada pasien dengan peritonitis dan menemukan bahwa terjadi

penurunan fungsi Th1 tanpa peningkatan produksi sitokin Th2, dimana

konsisten dengan anergi. Ploriferasi dan sekresi sitokin sel T yang tidak

sempurna berhubungan dengan mortalitas. Pasien dengan trauma atau

luka bakar berkurang kadar sel T bersirkulasi, dan sel T yang tersisa

adalah anergi.( Imboden JB 1994, Hotckiss RS 2003)

Kematian sel apoptosis dapat mencetuskan sepsis yang diinduksi

anergi. Walaupun secara konvensional dipercaya bahwa sel mati karena

16

Page 17: Patofisiologi Sepsis

nekrosis, penelitian terakhir memperlihatkan bahwa sel dapat mati dengan

apoptosis-program kematian sel secara genetik. Pada apoptosis sel-sel

melakukan bunuh diri dengan aktivasi protease yang menghancurkan sel.

Meknisme potensial dari apoptosis limfosit mungkin diinduksi dengan

pelepasan glukokrtikoid endogen. Tipe dari sel mati menentukan respon

imunilogi dari sel imun. Apoptosis sel menginduksi anergi atau sitokin

antiinflamasi yang mengganggu respon terhadap patogen, dimana sel

nekrosis menyebabkan stimulasi imun dan meningkatkan pertahanan

antimikroba. ( Imboden JB 1994, Hotckiss RS 2003)

Kematian sel-sel imun

Pada otopsi pasien yang meninggal karena sepsis diungkapkan

adanya kehilangan sel-sel yang menginduksi apoptosis yang progresif dari

sistem imun yang beradapatasi. Walaupun tidak terdapat kehilangan sel-

sel T CD8, natural killer sel, atau makrogfag, sepsis secara nyata

mengurangi kadar dari sel B, T sel CD4 dan sel-sel dendritic folicular.

Kehilangan limfosit dan sel-sel dendrit sangat penting, karena hal ini

terjadi pada infeksi yang mengancam jiwa. ( Hotckiss RS 2003)

Besarnya induksi apotosis pada limfosit selama sepsis terlihat pada

pemeriksaan hitung limfosit dalam sirkulasi. Pada suatu penelitian, 15 dari

19 pasien dengan sepsis mempunyai jumlah limfosit lebih rendah dari

batas bawah. Kehilangan sel-sel B, Sel-sel T CD4, dan sel-sel dendrit

mengurangi produksi antibodi, aktivasi makrofag, dan presentasi antigen.

17

Page 18: Patofisiologi Sepsis

( Imboden JB 1994, Hotckiss RS 2003) Defek imun yang diidentifikasi pada pasien sepsis,

termasuk disfungsi monosit terdapat pada tabel 1

Tabel 1 mekanisme Supresi imun pada Pasien dengan Sepsis

Mekanisme Supresi Imun Pada Pasien dengan Sepsis

Pergeseran dari respon inflamasi (Th1) ke respon antiinflamasi

(Th2)

Anergi

Induksi apoptosis dari sel-sel T CD4, sel-sel B, dan sel-sel

dendritik.

Kehilangan ekspresi makrofag dari MHC kelas II dan molekul-

molekul kostimulator

Efek imunosupresif dari sel-sel apoptosis

Protein C Teraktivasi

Respon inflamasi dan prokoagulan host terhadap infeksi sangat

berhubungan. Sitokin inflamasi, yaitu TNF, interlekuin 1 , dan

interlekuin-6, sanggup mengaktivasi koagulan dan menghambat

fibrinolisis, dimana trombin peokoagulan dapat menstimulasi pathway

inflamasi multipel.. Hasil akhirnya adalah cedera endovaskuler yang difus,

disfungsi multiorgan, dan kematian. Protein C teraktivasi, sebuah protein

yang memfasilitasi fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi,

18

Page 19: Patofisiologi Sepsis

adalah modulator yang penting dari koagulasi dan inflamasi yang

berhubungan dengan sepsis berat. Protein C teraktivasi dikonversi dari

prekursor inaktif, protein C, dengan penggabungan trombin dan

trombomodulin dengan sitokin inflamasi. Pengurangan kadar protein C

ditemukan pada mayoritas pasien dengan sepsis dan meningkatkan

resiko kematian. (Bernard GR 2001)

19

Page 20: Patofisiologi Sepsis

BAB IV

PEMERIKSAAN DAN PENATALAKSANAAN SEPSIS

Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Inisial (Mackenzie I 2001)

Penatalaksanaan awal pada pasien dalam keadaan kritis meliputi

Pemeriksaan segera jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi

Riwayat penyakit singkat

Pemeriksaan terbatas pada sistem tubuh yang relevan

Pemeriksaan sekunder setelah stabilisasi pasien termasuk

Riwayat penyakit lengkap, pemeriksaan detil sistem tubuh.

Penatalaksanaan inisial (Mackenzie I 2001,Delinger RP 2004)

Jalan nafas dan pernafasan.

Gagal nafas sering terjadi dan dapat berkembang menjadi keadaan

yang buruk sehingga diperlukan pemeriksaan yang berulang-ulang.

Penurunan kesadaran adalah yang paling sering menyebabkan obstruksi.

Pasien dengan refleks jalan nafas yang tidak adekwat harus dirawat pada

posisi pemulihan dan jika memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasi

mekanik.

Jalan nafas yang bersih tidak menggambarkan pernafasan yang

efektif. Kegagalan pertukaran udara dapat disebabkan oleh masalah

parenkim paru (pneumonia, kolaps paru, edema paru), kegagalan ventilasi

20

Page 21: Patofisiologi Sepsis

mekanik (pneumotorak, hemotorak, ruptur jalan nafas) atau

berkurangnnya pengatur pernafasan (ensepalopati).

Kegagalan pernafasan dapat diperkirakan dengan tanda dari

distres pernafasan termasuk dispnu, meningkatnya respiratory rate,

penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis, kebingungan,

takikardi, berkeringat. Diagnosa dibuat secara klinis, tetapi dapat

dikonfirmasi dengan pulse oximetery dan analisa gas darah. Pasien

dengan kesadaran yang menurun dapat tidak bereaksi secara normal

terhadap hipoksia dan tanda dari gagal nafas menjadi sulit untuk

dideteksi. Pasien dengan ventilasi, pertukaran gas yang tidak adekwat,

membutuhkan alat bantu pernafasan. Biasanya pada keadaan ini

dibutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis walaupun pertukaran gas dan

dan oksigenasi dapat diperbaiki dengan penggunaan continous positive

airway pressure (CPAP) dengan face mask atau ventilasi non invasif.

Sirkulasi.

Takikardi dan hipotensi adalah temuan yang hampir selalu ada

pada pasien sepsis dan menyebabkan beberapa masalah kardiovaskuler.

Pada sepsis awal, dan pada pasien yang telah mendapatkan resusitasi

cairan, tekanan darah yang rendah dan dan denyut jantung yang tinggi

disebabkan oleh tingginya cardiac output dan rendahnya resisitensi

vaskular dengan perifer yang hangat dan nadi yang meningkat.

Kebalikannya pasien yang belum dilakukan resusitasi terdapat cardiac

21

Page 22: Patofisiologi Sepsis

output yang rendah dan resistensi vaskuler sisitemik yang tinggi. Pada

pasien ini didapatkan akral yang dingin, berkeringat, dengan nadi yang

lemah dan dibutuhkan resusitasi segera. Banyak pasien datang dengan

gambaran klinik yang tidak jelas atau campuran. Resusitasi bertujuan

untuk mengembalikan volume sirkulasi, cardiac output dan memperbaiki

hipotensi.

Infus inisial dengan cairan kristaloid atau koloid secara cepat

dengan panduan dari respon klinik. Pada akral yang hangat, pada pasien

dengan vasodilatasi dan kardiak output yang tinggi beberapa liter cairan

kristaloid dibutuhkan untuk mencapai pengisisan intra vaskuler yang

adekuat. Pada pasien dengan gambaran klinik campuran atau gambaran

klinik yang tidak jelas susah untuk menilai secara klinis. Pemberian cairan

dengan jumlah yang banyak pada pasien yang diketahui mempunyai

penyakit jantung atau disfungsi miokard disesuaikan dengan masalah

penyakit akutnya. Pada pasien-pasien ini penggunaan kateter vena

sentral akan membantu dengan cara mengukur tekanan vena sentral

(CVP) untuk memandu resuisitasi cairan dan untuk mendapatkan jalan

infus obat-obat vasopresor atau inotropik.

Riwayat Penyakit.

Penyebab dapat jelas terlihat (trauma, luka bakar atau tindakan

pembedahan) atau lebih sulit untk didiagnosa (pankreatitis, sepsis

ginekologis), terutama pada pasien yang tidak sadar.

22

Page 23: Patofisiologi Sepsis

Pemeriksaan.

Penampilan dari pasien bervariasi ; dapat terlihat baik, hangat dan

perfusi yang baik dengan peningkatan nadi atau dapat dingin,

vasokonstriksi dan sianosis perifer. Pasien-pasien yang hangat dan dingin

menggambarkan dua spektrum dari gejala. Pemeriksaan dapat

menggambarkan derajat kesakitan, status hidrasi intra vaskuler dan dapat

memperlihatkan penyebab dasarnya.

Pada saat mencari penyebab dasar dari infeksi dipertimbangkan :

Sistim saraf pusat : Kelainan neurologis global

(mengantuk, bingung, gelisah, koma) atau fokal

(pergerakan atau sensasi abnormal yang terlokalisir)

Sistim pernafasan : lendir mukopurulen dari saluran

pernafasan, dispneu, konsolidasi paru atau terdapatnya

cairan pleura.

Sistim gastro intestinal : nyeri abdomen dengan rigiditas

menggambarkan iritasi peritoneum.

Saluran vagina atau riwayat dari terminasi

menggambarkan sepsis ginekologis.

Kulit : luka kulit purulen, tanda-tanda inflamasi

(kemerahan, nyeri, bengkak, panas) atau ptekhie

(meningokokaemia).

Pada pasien dengan SIRS terdapat diagnosa-diagnosa

dari penyakit non infeksi. Dipertimbangkan infark miokard,

23

Page 24: Patofisiologi Sepsis

emboli paru, ketoasidosis diabetikum, keracunan obat

atau over dosis obat, eklampsia, serangan

serebrovaskuler.

Pemeriksaan Sekunder

Setelah penilaian inisial dan resuisitasi pasien harus mendapatkan

jalan nafas yang baik, ventilasi yang adekuat dan resuisitasi

kardiovaskuler harus terjaga. Hal ini harus di cek ulang secara berkala.

Prioritas berikut yang harus dilakukan adalah :

Cari dan temukan riwayat penyakit akut terdahulu

pasien.

Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh.

Lakukan penyelidikan yang relevan.

Konsultasi dengan tim terkait pada penatalaksanaan

pasien (ahli bedah untuk infeksi intra abdominal, ahli

ginekologis untuk sepsis ginekologis).

Lanjutkan resuisitasi.

Lakukan penyelidikan untuk mengkonfirmasi atau memastikan

masalah-masalah yang didapat dari temuan klinis, atau untuk mencari

komplikasi yang mungkin dari setiap penilaian klinis. Penyelidikan

tergantung kepada kemampuan dan ketersediaan alat pada masing-

masing senter. Contoh, pada pasien sepsis dengan tanda abdominal pada

24

Page 25: Patofisiologi Sepsis

senter yang tidak mempunyai fasilitas radiologi laparatomi diagnostik

adalah tindakan yang definitif (dan pengobatan).

Monitoring

Tidak tergantung kepada peralatan yang mahal tetapi hal ini

membutuhkan kehadiran perawat yang terlatih. Dokumentasi yang jelas

membantu untuk mengetahui perubahan-perubahan status klinis pasien.

Pasien dengan SIRS/sepsis berat harus diobservasi dan dicatat tiap jam

yaitu suhu, nadi, tekanan darah, jumlah urin, CVP, jumlah pernafasan dan

SpO2. keseimbangan cairan yang akurat sangat penting karena

kehilangan cairan insensibel sangat signifikan pada iklim yang panas.

Idealnya pengukuran suhu secara sentral (rektal atau nasoparingeal).

Pengobatan Masalah Dasar

Terapi antibiotik

Pemberian antibiotik inisial tergantung pada gambaran klinis

pasien, resistensi antibiotik dan ketersediaan. Antibiotik yang diberikan

harus berspektrum luas untuk mengenai sebagian besar kuman patogen,

tetapi harus diperhatikan akibat dari resistensi antibiotik. ( Mackenzie I 2001,Delinger

RP 2004)

25

Page 26: Patofisiologi Sepsis

Surgical Debridement

Abses, empiema, jaringan nekrosis, jaringan terinfeksi dengan

kontaminasi jaringan yang banyak (luka terbuka, peritonitis) tidak dapat

diobati dengan anti biotik saja tetapi harus ditangani secara bedah pada

kesempatan pertama. ( Mackenzie I 2001)

Steroid.

Kortikosteroid intravena (hydrocortisone 200-300 mg/hari,

selama 7 hari dalam 3 – 4 kali pemberian atau dengan drip infus

direkomendasikan pada pasien dengan septik syok. (Mackenzie I 2001,Annane D 2002,

Delinger RP 2004)

Recombinant Human Activated Protein C (rhAPC)

rhAPC direkomendasikan pada pasien dengan resiko kematian

(Multiple organ failure, septik syok, ARDS). rhAPC , suatu antikoagulan

endogen dengan sifat anti inflamasi memperlihatkan perbaikan suvival

pada pasien sepsis dengan disfungsi organ. (Delinger RP 2004)

Strategi Terapi untuk Mempertahankan Fungsi Organ(Mackenzie I 2001)

Organ failure disebabkan karena oksigenasi yang tidak adekuat

pada organ tersebut disebabkan oleh jeleknya perfusi. Strategi untuk

mempertahankan atau mengembalikan fungsi organ secara umum

26

Page 27: Patofisiologi Sepsis

dengan cara memperbaiki aliran oksigen dan nutrisi pada seluruh

jaringan, atau organ-organ spesifik.

Meningkatkan Pengiriman Oksigen

Pengiriman oksigen ke jaringan (DO2) yaitu : DO2 = curah jantung

x kadar hemoglobin x saturasi oksigen.

Masing-masing dari ketiga faktor ini harus diperbaiki untuk

meningkatkan pengiriman oksigen.

Curah jantung

Pada SIRS curah jantung dapat rendah, tinggi atau normal.

Perubahan curah jantung pada tingkat normal atau supra normal

dibutuhkan untuk mempertahankan pengiriman oksigen, mempertahakan

tekanan darah, juga penting untuk meyakinkan tekanan perfusi adekuat.

Walaupun sebagian besar organ dapat melakukan autoregulasi,

mekanisme ini tidak selalu dapat mengkompensasi ganguan sirkulasi

pada sepsis. Karena itulah mengapa pada pasien vasodilatasi dengan

curah jantung yang tinggi membutuhkan intervensi untuk meningkatkan

curah jantungnya.

Pengobatan utama untuk mempertahankan fungsi kardiovaskular

adalah koreksi hipovolemia dengan terapi cairan, obat-obat inotropik dan

vasopresor. ( Mackenzie I 2001,Delinger RP 2004)

27

Page 28: Patofisiologi Sepsis

Koreksi hipovolemia (terapi cairan). Vasodilatasi

menyebabkan darah berkumpul pada daerah perifer, dan

permiabilitas kapiler yang abnormal meyebakan

kebocoran cairan ke jaringan. Perubahan ini menurunkan

volume darah relatif (dengan vasodilatasi) dan volume

darah absolut (kebocoran kapiler) menyebabkan

penurunan preload jantung dan menyebabkan

penurunan curah jantung. Monitor kemajuan klinis: respon

yang memuaskan dari terapi cairan digambarkan dengan

penurunan denyut jantung, meningkatnya tekanan darah,

penurunan waktu pengisian kapiler dan perbaikan fungsi

organ. Kateter vena sentral berguna jika gambaran klinis

sulit dinilai.

Manfaat yang nyata dari koloid dibandingkan kristaloid

belum pernah dibuktikan, tetapi kristaloid didistribusikan

secara cepat kedalam voume ekstraseluler dan

karenanya harus diberikan volume yang lebih hesar

untuk resusitasi intravaskular. Pada pasien yang anemis

sering dibutuhkan darah.

Penggunaan obat inotropik dan vassopresor. Jika

tekanan darah tetap rendah setelah pasien diberikan

pengisian intravaskuler yang adekuat, pasien mengalami

fungsi pompa miokard yang tidak adekuat atau

28

Page 29: Patofisiologi Sepsis

mengalami tingkat vasodilatasi yang tidak dapat

diperbaiki dengan hanya terapi cairan saja. Jika pasien

terlihat pada vasodilatasi dengan sirkulasi yang

hiperdinamik obat-obatan dengan vasopresor (agonis

adrenoreseptor), seperti noradrenalin berguna untuk

meningkatkan tekanan darah. Jika akral pasien dingin ,

adalah tanda jeleknya perfusi organ dan atau rendahnya

tekanan darah sehingga obat dengan fungsi positif

inotropik adalah pilihan yang terbaik. Contohmya adalah

adrenalin, dobutamin atau dopamin. Intoropik harus

diberikan melalui kateter vena sentral dan pengukuran

langsung tekanan darah intra arterial diperlukan untuk

pembacaan yang akurat dan terus-menerus.

Kateter arteri pulmoner (swan-ganz kateter) secara tidak langsung

mengukur tekanan pada atrium kiri yang dapat mengukur secara lebih

akurat status volume intra vaskuler. Sampel darah saturasi dari arteri

pulmoner memberikan saturasi oksigen darah vena yang dapat digunakan

untuk mengukur kecukupan pengiriman oksigen.

29

Page 30: Patofisiologi Sepsis

Pertukaran gas dan saturasi oksigen. ( Mackenzie I 2001,Delinger RP 2004)

Mayoritas dari pasien yang mengalami sepsis berat membutuhkan

intubasi dan ventilasi dan hampir 50% berkembang dengan masalah

pertukaran gas. Masalah paru-paru yang berhubungan dengan SIRS

disebut acute lung injury (ALI).Acute respiratory distress syndrome

(ARDS) menggambarkan ALI yang lebih berat. Pada kedua kasus ini

paru-paru menjadi udematus dan terjadi kerusakan sehingga

kemampuannya berkurang untuk mengambil oksigen atau mengeluarkan

gas karbon dioksida. ALI dapat membaik dengan pengobatan penyebab

dasar dari SIRS, atau berkembang menjadi keadaan dimana paru-paru

menjadi jaringan fibrosis. Steroid dapat berperan dalam pengobatan ALI

lanjut /ARDS, tetapi tidak efektif pada stadium dini. Beberapa dari

kerusakan paru menetap selama keadaan kritis dapat disebabkan oleh

ventilasi mekanik : pemompaan yang kuat menyebabkan ekspansi yang

berlebihan dan kerusakan alveoli.

Pneumoni yang berhubungan dengan ventilator adalah komplikasi

ventilasi yang sering terjadi. Hal ini diperkirakan terjadi karena

kontaminasi saluran pernafasan karena aspirasi regurgitasi dari lambung (

aspirasi mikro di sekeliling endotrakeal tube). Teknik yang digunakan

untuk mengurangi insidensi pneumoni karena ventilator meliputi :

Teknik aseptik pada saat melakukan suction

Posisikan pasien pada posisi semirekumben

30

Page 31: Patofisiologi Sepsis

Hindari penggunaan proton pump inhibitor atau H2-

antagonis yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri

pada lambung yang disebabkan karena berkurangnya

asiditas. Berikan pemberian makanan nasogastrik secara

dini.

Yakinkan bahwa balon dari Endotrakeal Tube

mengembang secara benar

Hindari intubasi ulang atau manipulasi dari peralatan jalan

nafas

Pengobatan anemia.

Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa transfusi darah pada

pasien kritis untuk mempertahankan kadar hemoglobin lebih besar dari 10

gram/dl tidak merobah keluaran pasien. Dengan kemungkinan masalah-

masalah yang akan timbul yang berhubungan dengan transfusi darah, jika

tidak ditemukan penyakit jantung iskemik dapat dipertanggung jawabkan

untuk mempertahankan kadar Hb 7-9 gram/dl. ( Mackenzie I 2001,Delinger RP 2004)

Suplai nutrisi dan perubahan hormonal pada SIRS sekresi insulin

berkurang karena stres penyakit yang berat sedangkan sekresi kortisol

dan growth hormon keduanya meningkat. Pasien rentan terhadap

hiperglkemia disebabkan antagonis insulin dari hormon-hormon tersebut

dan obat-obatan seperti adrenalin infus insulin intravena diberikan

perlahan-lahan (1unit/ml) dibutuhkan untuk mempertahankan kadar gula

31

Page 32: Patofisiologi Sepsis

darah normal ( 5-9 mmol/l), tetapi jika hal ini tidak berhasil kontrol gula

darah yang adekuat dapat dicapai dengan injeksi insulin subkutan

intermiten. Periksa gula darah secara teratur. (Berghe GV 2001, Mackenzie I 2001,Delinger RP

2004)

Selama keadaan sakit yang panjang kebutuhan metabolit pasien

akan meningkat karena pengaruh dari demam dan infeksi, dan pasien

akan mengalami katabolik katabolisme, pemecahan jaringan tubuh

(terutama otot) sebagai bahan metabolisme. Proses ini tidak dapat

diperbaiki, tetapi dapat dibatasi dengan memberikan jumlah energi yang

sesuai (dalam bentuk lemak dan karbohidrat), nitrogen (dalam bentuk

protein,peptida atau asam amino), mineral dan vitamin. Pemberian makan

melalui jalur enteral lebih dipilih karena keuntungan seperti mengurangi

stres ulcer pada lambung, mempertahankan fungsi mukosa usus dan

mengurangi translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Pada

beberapa kondisi tidak dilakukan pemberian makanan enteral (pada

reseksi usus) tetapi masalah-masalah dapat diatasi (contoh

tubenasojejunal untuk pankreatitis atau gastrostomi perkutaneus untuk

penyakit esofagus). Nutrisi intravena dapat digunakan jika pemberian

makanan enteral tidak memungkinkan, tetapi hal ini sangat mahal dan

berhubungan dengan beberapa komplikasi yang signifikan (tersering

infeksi). ( Mackenzie I 2001,Delinger RP 2004)

32

Page 33: Patofisiologi Sepsis

Strategi spesifik organ( Mackenzie I 2001,Delinger RP 2004)

Saluran gastrointestinal

Usus dapat berperan sebagai penggerak MODS, dengan

mekanisme translokasi bakteri melalui mukosa yang rusak dimana

integritasnya telah dirusak karana hipoksia. Pemberian makanan enteral

dini adalah usaha preventif utama untuk mengatasi hal tersebut.

H2 antagonis dan proton pump inhibitor digunakan untuk

mengurangi kerusakan mukosa pada pasien yang tidak dapat diberi

makan secara enteral. Kerugian dari hal ini adalah mengurangi keasaman

lambung sehingga bakteri akan mengalami pertumbuhan yang berlebih

dan dapat meningkatkan kejadian pneumoni yang berhubungan dangan

ventilator dan tranlokasi bakterial. Sukralfat adalah alternatif yang murah

yang memberikan perlindungan terhadap mukosa tanpa mengurangi

keasaman lambung.

Liver

Pada fase akut dari sepsis (dalam 24-48 jam pertama) liver dapat

rusak karena penurunan tekanan darah, terlihat dari penigkatan yang

tajam enzim-enzim liver sirkulasi (laktat dehidrogenase dan SGOT

/SGPT). Dengan resusitasi yang adekuat kerusakan ini dapat dihentikan

dan bersifat reversibel. Mempertahankan fungsi liver tergantung pada

resusitasi yang efektif, pembuangan yang cepat dari fokus septik

pengobatan antibiotik yang sesuai sokongan nutrisi dini, dan menghindari

33

Page 34: Patofisiologi Sepsis

kerusakan lebih lanjut. Kerusakan hati dapat menyebabkan ensefalopati,

koagulopati dan hipoglikemia.

Ginjal

Saluran ion pada epitel tubular dari medula renal tergantung energi

(oksigen) dan karenanya sangat sensitif terhadap hipotensi dan hipoksia.

Lebih dari 60% pasien dengan sepsis berkembang dengan fungsi renal

yang abnormal dan jika terapi pengganti ginjal (hemofiltrasi atau

hemodialisa) dibutuhkan angka kematian mencapai 75%. Indikasi untuk

terapi penggantian ginjal meliputi, hiperkalemia yang berat atau refraktor,

metabolisasi dosis yang berat, tidak adanya pengeluaran urin atau uremia

simtomatik.

Jika pasien mengalami oliguri lakukan hal berikut ini :

Singkirkan penyebab obstruksi.

Bilas kateter urin pertimbangkan adanya kerusakan uretra karena

trauma.

Resusitasi cairan.

Pengurangan volume darah menstimulasi pelepasan renin, hormon

antidiuretik dan aktivasi dari sisitem saraf simpatik, mengurangi

volume urin yang diproduksi oleh ginjal. Akibat ini dapat diatasi

dengan resusitasi cairan adekuat dipandu secara klinis dan jika perlu

gunakan kateter vena sentral.

34

Page 35: Patofisiologi Sepsis

Tekanan darah.

Autoregulasi ginjal pada tekanan filtrasi di glomerulus dengan

mengubah resisitensi dari arteriol aferen dan eferen. Autoregulasi

gagal jika meanarterial pressure turun di bawah 60mmHg dan aliran

urin menurun atau berhenti. Koreksi dari hipovolemia tidak dapat

mengembalikan tekanan darah pergunakan obat-obat inotropik dan

vasopressor.

Agen-agen nefrotoksik.

Hentikan NSAID, ACE Inhibitor dan hindari pemakaian media kontras

radiografi. Kadar antibiotik aminoglikosida harus diperiksa.

Diuretik.

Loop diuretik seperti furosemid dapat menghasilkan diuresis tetapi

hanya boleh digunakan setelah pengembalian yang optimal dari

volume intravaskular. Dengan menghambat transpor ion aktif pada

loop of henle yang

memberikan proteksi terhadap sel-sel tubulus dari kerusakan karena

hipoksia.

Jika hal ini tidak memperbaiki aliran urin, maka gagal ginjal telah

terjadi. Bila tidak dipergunakan obat-obat nefrotoksik penyebabnya adalah

karena nekrosis tubular akut, dimana pada sebagian besar bersifat

reversibel. Waktu untuk mengembalikan fungsi ginjal bervariasi (dari

beberapa hari sampai beberapa minggu) dan sebagai panggantinya

35

Page 36: Patofisiologi Sepsis

dilakukan penggantian ginjal yang berguna untuk mengontrol hipovolemia,

asidosis, hiperkalemia dan uremia.

Pemantauan kemajuan pasien( Mackenzie I 2001)

Kegagalan perbaikan atau memburuk peyimpangan pada setiap

tahap harus dilakukan pemeriksaan berkelanjutan pada pasien (ABC,

riwayat penyakit, pemeriksaan dll). Pertimbangkan apakah diagnosis yang

pertama benar, telah berkembang diagnosa baru, pangobatan telah tepat,

atau telah terjadi komplikasi.

Tanda-tanda kedaan yang memburuk termasuk:

Takikardi yang menetap atau bertambah buruk.

Temperatur yang tetap tinggi atau berubah-ubah.

Peningkatan lekosit, protein C-reactive.

Penurunan tekanan darah, atau peningkatan kebutuhan obat-obat

vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah.

Memburuknya output ginjal.

Memburuknya tingkat kesadaran.

Memburuknya fungsi pernafasan

Pencegahan Komplikasi

Pasien dengan SIRS dapat mengalami penurunan fungsi imun dan

banyak dari prosedur yang dilakukan pada ICU mengurangi pertahanan

36

Page 37: Patofisiologi Sepsis

tubuh alami (intubasi orotrakeal, kanul perifer, kanul vena sentral) dan

membuat pasien rentan terhadap infeksi sekunder. ( Mackenzie I 2001)

Pencegahan infeksi

Staf medis terlibat dalam menyebaran infeksi diantara pasien.

Seluruh staf harus mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani

pasien. Peralatan (seperti termometer, stetoskop) jika memungkinkan

tidak dipakai bersama-sama antar pasien, tetapi bila tidak memungkinkan

alat yang dipergunakan harus dibersihkan dengan baik. Staf harus

melindungi diri dan pakainnya dari kontaminasi dengan material biologis

dengan menggunakan apron dan sarung tangan. Pasien harus

dimandikan setiap hari dan linen tempat tidur harus selalu bersih. Luka,

termasuk tempat drainase dan tempat kanula intravena harus selalu

diperiksa. Dibersihkan dan diverban secara reguler. Kanula intravena dan

vena sentral harus segera dilepas bila tidak diperlukan. ( Mackenzie I 2001)

Imobilitas dan sakit berat

Pasien diimobilisasi dengan sedasi. Kerusakan karena tekanan

dapat dihindari dengan mengubah posisi pasien setiap dua atau empat

jam, dan mengganti linen yang basah. Perhatian khusus harus diberikan

pada kulit dengan tulang yan menonjol, seperti pada tumit dan siku,

dengan membungkusnya dengan kain yang lembut. Kerusakan mata

dapat dicegah dengan menutup mata atau dengan menggunakan jel

protektif. Pada pasien yang dirawat lama fisioterapi berguna untuk

37

Page 38: Patofisiologi Sepsis

meminimalkan kehilangan masa otot dan mempertahankan rentang

pergerakan aktif dan pasif. ( Mackenzie I 2001)

BAB V

KESIMPULAN

1. Sepsis adalah respon inflamasi sitemik terhadap infeksi. Pada

infeksi, manifestasi dari sepsis sama dengan yang didefinisikan

sebagai SIRS.

2. Kejadian penting dalam patofisiologi sepsis. Pertama adalah

respon host terhadap patogen. Kedua monosit dan sel-sel

endotelial memegang peranan kunci dalam memulai dan

menjalankan respon host. Ketiga, sepsis berhubungan dengan

aktivasi dari kaskade inflamasi dan koagulasi. Terakhir dengan

38

Page 39: Patofisiologi Sepsis

usaha bersama-sama untuk menangkis dan mengeliminasi

patogen, respon host dapat menyebabkan kerusakan kolateral

pada jaringan yang normal. Kegagalan ini dapat disebabkan

karena adanya supresi sistem imun.

3. Penatalaksanaan sepsis adalah penatalaksanaan inisial,

pengobatan masalah dasar, dan strategi untuk mempertahankan

fungsi organ.

DAFTAR PUSTAKA

Aird WC. The role of the endothelium in severe sepsis and multiple organ

dysfunction syndrome. Blood 101.10 p 3765-3777,2003.

Annane D, Sebille V, Carprentier C. Effect of treatment with low doses of

hydrocortisone and fluorocortisone in mortality in patients with

septic shock. J Am Med Assoc. 288(7):862-71. 2002

Berghe GV, Wouters P, Weekers F, et al. Intensive insulin therapy in

critical ill patiens. N Eng J Med.345(19):1359-67.2001

Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, et al. Efficacy and Safety of

Recombinant Human Activated Protein C for Severe Sepsis. N Eng

J Med 344,10 699-709, March 2001

39

Page 40: Patofisiologi Sepsis

Dellinger RP, Carlet JM, Masur H et al. Surviving Sepsis Campaign

guideline for management of severe sepsis and septic shock. Crit

Care Med Vol 23 No 3. 2004.

Norwitz ER, Lee HJ, Septic Shock dalam Critical Obstetrics Fifth Edition,

Willey-Blackwell – West Sussex , 2010

Gordon MC. Maternal Sepsis in Obstetric Intensive Care. WB Saunders

Company, Philadelphia Tokyo, p129-146. 1997

Hotchkiss RS, Karl IE. The Pathophysiology and Treatment of Sepsis. N

Eng J Med 348;2 p 138-149, January 2003.

Imboden JB. T Lymphocytes & Natural Killer Cells. In Basic an Clinical

Imunology. 8Th edition ,Appleton & Lange, London p 94-104. 1994

Mackenzie I. The Management of Sepsis.Update Anesthesia Issue 13 p 1-

3. 2001

Members of the American College of Chest Physician/Society of Critical

Care Medicine Consensus Confrence Committee. American

College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine

Consensus Confrence:Definition for sepsis and organ failure and

guidelines for the use of innovative therapies in sepsis.Crit Care

Med, 20:865-74.1992

Pryde PG , Septic Shock and Sepsis Syndrome in Obstetric patient

in Infectious Disease in Obstetrics and gynecology vol 2

page 190-201 , 1994

Riedemann NC, Guo R, Ward PA. The Enigma of Sepsis. J Clin Invest

40

Page 41: Patofisiologi Sepsis

112, 460-467, 2003

Wheeler AP, Bernard GR. Treating Patient With Severe Sepsis. N Eng J

Med 340,3 p207-214, November 2004

41