patofisiologi laktasi

25
Refrat I PATOFISIOLOGI PEMBENTUKAN ASI Penyaji : Dr. EMFUD MACHFUDDIN Pembimbing : Prof.dr.H.A.Kurdi Syamsuri, SpOG{K}, MSEd Pemandu : Dr. Iskandar Zulqarnain, SpOG BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RS. Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG Dipresentasikan : Kamis, 21 Oktober 2004 Pukul . 12.30 Wib

Upload: opik-jamaludin

Post on 02-Jul-2015

620 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Refrat I

PATOFISIOLOGI PEMBENTUKAN ASI

Penyaji : Dr. EMFUD MACHFUDDIN

Pembimbing : Prof.dr.H.A.Kurdi Syamsuri, SpOG{K}, MSEd

Pemandu :

Dr. Iskandar Zulqarnain, SpOG

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RS. Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG Dipresentasikan : Kamis, 21 Oktober 2004 Pukul . 12.30 Wib

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii

DAFTAR SKEMA DAN TABEL ..................................................................... iv

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

II. ANATOMI PAYUDARA ........................................................................ 1

III. PATOFISIOLOGI PEMBENTUKAN ASI.............................................. 3

1. Pembentukan Kelenjar Payudara..................................................... 4

2. Pembentukan Air Susu Ibu (ASI).................................................... 6

3. Pemeliharaan Pengeluaran ASI ....................................................... 11

IV. PROLAKTIN............................................................................................ 12

A. Prolaktin Inhibiting Factor ( PIF ) ................................................... 14

1. Dopamin................................................................................. 14

2. Gamma Aminobutiric Acid.................................................... 14

B. Prolaktin Releasing Factor (PRF ).................................................. 14

1. Thyrotropin Releasing Hormon ............................................. 14

2. Vasoactive Intestinal Peptide dan Oksitosin.......................... 14

3. Angiotensin II ........................................................................ 15

4. Serotonin ................................................................................ 15

V. MEKANISME MENYUSUI .................................................................... 16

VI. KOMPOSISI ASI ..................................................................................... 17

VII. PENEKANAN FUNGSI LAKTASI ........................................................ 19

VIII. RINGKASAN........................................................................................... 21

IX. RUJUKAN ................................................................................................ 21

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. A. Morfologi payudara dewasa dengan potongan yang menunjukkan lemak dan sistem duktus. B. Skema sederhana yang menggambarkan system duktus dan sel mioepite l yang mengelilingi duktus. Dikutip dari Soetjiningsih 3 .................................................................................................................... 2 Gambar 2. Bentuk dan ukuran payudara. Dikutip dari Soetjiningsih 3........... 3 Gambar 3. Refleks Prolaktin. Dikutip dari Soetjiningsih 3............................................. 7

Gambar 4. Refleks let down. Dikutip dari Soetjiningsih 3 .............................................. 9

Gambar 5. Faktor yang mempengaruhi laktasi dan pengeluaran air Susu pada periode postpartum.Dikutip dari Kochenour NK 4.......... 9 Gambar 6. Persiapan laktasi : pengaruh hormonal pada payudara selama kehamilan Dikutip dari Kochenour NK 4.......................................................... 13 Gambar 7. Metode penekanan laktasi postpartum. Dikutip dari Kochenour NK 4 ........................................................................... 20

DAFTAR SKEMA DAN TABEL

Halaman

Skema 1. Interaksi hormone selama kehamilan Dikutip dari Soetjiningsih 3 .............................................................................................. 5

Skema 2. Akibat kegagalan refleks let down Dikutip dari Soetjiningsih 3............................................................................................... 10 Skema 3. Interaksi hormone-hormon dan factor lainnya dalam proses menyusui. Dikutip dari Soetjiningsih 3 ................................................... 11 Tabel 1. Komposisi ASI Matur

Di bandingkan dengan ASI Prematur .............................................. 18 Tabel 2. Komposisi Kolostrum dan ASI matur ............................................. 19

I. PENDAHULUAN

Laktasi merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan

makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan

psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.1

Air susu ibu ( ASI ) merupakan makana yang ideal bagi pertumbuhan neonatus.

Sejumlah komponen yang terkandung di dalamnya, ASI sbagai sumber nutrisi

untuk pertumbuhan dan perlindungan pertama terhadap infeksi.1,2

Proses pembentukan air susu merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan

hipotalamus, pituitari dan payudara, yang sudah dimulai saat fetus sampai pada

masa pasca persalinan. ASI yang dihasilkan memiliki komponen yang tidak

konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu tergantung stadium laktasi.3,4

Dengan terjadinya kehamilan pada wanita akan berdampak pada pertumbuhan

payudara dan proses pembentukan air susu ( Laktasi ). Dengan tulisan ini dibuat

seagai salah satu bahan diskusi untuk mencari gambaran dan kejelasan tentang

proses pertumbuhan payudara sampai dikeluarkannya air susu serta faktor –

faktor yang dapat mempengaruhi proses tersebut.

II. ANATOMI PAYUDARA

Penting untuk mengetahui anatomi payudara yang berkaitan dengan aktivitas

fungsional dan berbeda pada masa sebelum pubertas,pubertas, adolesen, dewasa,

menyusui dan multipara. 3,4,5

Secara vertikal payudara terletak antara kosta II dan VI, secara horizontal mulai

dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di

jaringan subkutan, tepatnya diantara jaringan subkutan superfisial dan profundus,

yang menutupi muskulus pektoralis mayor, sebagian kecil seratus anterior dan

obliqus eksterna. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi menurut aktivitas

fungsionilnya seperti apa yang didapatkan pada masa sebelum pubertas, pubertas,

adolesen, dewasa, menyusui dan multipara.5,6

Pada Payudara terdapat puting susu yang terletak setinggi interkosta IV. Pada

tempat ini terdapat lubang – lubang kecil yang merupakan muara dari duktus

laktiferus, ujung – ujung syaraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat

otot polos sirkuler. Payudara terdiri dari 15 – 25 lobus. Masing – masing lobus

terdiri dari 20 – 40 lobulus , selanjutnya masing – masing lobulus terdiri dari 10 –

100 alveoli dan masing – masing dihubungkan dengan saluran air susu/ sistem

duktus.3,4,5,6

Gambar 1.A. Morfologi payudara dewasa dengan potongan yang menunjukkan lemak dan sistem duktus. B. Skema sederhana yang menggambarkan system duktus dan sel mioepite l yang mengelilingi duktus. Dikutip dari Soetjiningsih 3

Gambar 2. Bentuk dan ukuran payudara Dikutip dari Soetjiningsih 3

III. PATOFISIOLOGI LAKTASI

Patofisiologi laktasi tidak hanya diperhatikan dari sisi fungsi glandula mammae

dalam memproduksi air susu, tetapi juga melibatkan proses pertumbuhan

glandula mammae dari saat fetus sampai usia dewasa. Adanya gangguan

pada setiap fase pertumbuhan payudara akan mengurangi atau bahkan

meniadakan kapasitas fungsional glandula mammae. Pengaturan hormon terhadap

pengeluaran ASI dibagi 3 bagian yaitu Pembentukan kelenjar payudara,

Pembentukan air susu dan Pemeliharaan pengeluaran air susu. 3,5,7,8

A. Pembentukan kelenjar payudara

1. Sebelum Pubertas

Duktus primer dan duktus sekunder sudah terbentuk pada masa fetus.

Mendekati Pubertasterjadi pertumbuhan yang cepatdari system duktus

terutama di bawah pengaruh hormon estrogen sedang pertumbuhan

alveoli oleh hormone progesterone. Hormon yang juga ikut berperan

adalah prolaktin yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofise

anterior. Hormon yang kurang berperan adalah hormone

adrenalin,tiroid, paratiroid dan hormone pertumbuhan. 4,5

2. Masa Pubertas

Pada masa ini terjad pertumbuhan percabangan-percabangan

system duktus,proliferasi dan kanalisasi dari unit-unit lobuloalveolar

yamg terletak pada ujung –ujung distal duktulus. Jaringan penyangga

stoma mengalami organisasi dan membentuk septum interlobalir. 3,4

3. Masa siklus menstruasi

Perubahan kelenjar peyudara wanita dewasa berhubungan siklus

mentruasi dan pengaruh pengaruh hormone yang mengatur siklus tsb

seperti estrogen danprogrsteronyang dihasilkan oleh korpus luteum.

Bila kadar hormone tersebut meningkat maka akan terjadi edema

lobulus , secara klinik payudara dirasakan berat dan penuh.Setelah

mentruasi kadar estrogen dan progesterone,berkurang. Yang bekerja

hanya prolaktin saja. Oedem berkurang sehingga besar payudara

berkurang juga. Hal ini menyebabkan payudara selalu tambah

besar pada tiap siklus ovulasi mulai dari permulaan mentruasi

sampai umur 30 tahun. 3,4,5

4. Masa Kehamilan

Pada awal kehamilan terjadi perningkatan yang jelas dari duktulus

yang baru ,percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi

oleh hormone plasenta dan korpus luteum. Hormon yang

membantu mempercepat pertumbuhan adalah Prolaktin, laktogen

plasenta, korionik gonado tropin,insulin ,kortisol hormone tiroid,

Parathyroid, dan hormone pertumhuhan.3,4

5. Pada 3 bulan Kehamilan

Prolaktin dari adeno hipofise mulai merangsang kelenjar air susu

untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini

kolostrum masih di hambat oleh estrogen dan progesterone.tetapi

jumlah prolaktim meningkat hanya aktifitas dalam pembuatan

kolustrum yang ditekan.3,4,5

6. Pada Trimester kedua Kehamilan

Laktogen plasenta mulai merangsang pembentukan kolostrum.

Keaktifan dari rangsangan hormone terhadap pengeluaran air susu

telah didemontrasikan kebenararannya bahwa seorang ibu yang

melahirkan bayi berumur 4 bulan dimana bayinya meninggal , tetap

keluar kolostrum (skema 1).3,4

Skema 1. Interaksi hormone selama kehamilan

Dikutip dari Soetjiningsih 3

B. Pembentukan air susu

Pembentukan air susu sangat dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan

kontrol laktasi serta penekanan fungsi laktasi. Pada seorang ibu yang

menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing berperan sebagai

pembentukan dan pengeluaran air susu refleks prolaktin dan refleks “Let

down” (Lawrence RA, 1988 dan 1995).4,8,9,10

1. Refleks prolaktin.

Seperti telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama

hormon prolaktin memagang peranan untuk membuat kolostrum,

namun jumlah kolostrum terbatas, karena aktifitas prolaktin dihambat

oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah

partus berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus

luteum maka estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah lagi

dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu dan kalang

payudara, akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang befungsi

sebagai reseptor mekaink. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus

melalui medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan

menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi

prolaktin da sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang

memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi

prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga

keluar prolaktin. Hormon ini merangsan sel-sel alveoli yang berfungsi

untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan

menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak

dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walaupun

ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada

ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar prolaktin akan

menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui,

prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti :

- stres atau pengaruh psikis

- anastesi

- operasi

- rangsangan puting susu

- hubungan kelamin

- obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin,

fenotiazid.

Sedangkan keadaan-keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin

adalah :

- gizi ibu yang jelek

- obat-obatan seperti ergot, 1-dopa.3,4,5,6

Gambar 3. Refleks Prolaktin

Dikutip dari Soetjiningsih 3

2. Refleks let down (milk ejection reflex).

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke

neurohipofise (hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan

oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus

yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi

involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan

mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air

susu yang telah terbuat dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus

yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke

mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah:

- melihat bayi

- mendengarkan suara bayi

- mencium bayi

- memikirkan untuk menyusui bayi

Faktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah :

Stres seperti :

- keadaan bingung/pikiran kacau

- takur

- cemas

Bila ada stres dari ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade

dari refleks let down. Ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan

dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontraksi dari

pembuluh darah alveoli, sehingga oksitoein sedikit harapannya untuk

dapat mencapai target organ mioepitelium. Akibat dari tidak

sempurnanya refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu

di dalam alveoli yang secara klinis tampak payudara membesar.

Payudara yang besar dapat berakibat abses, gagal untuk menyusui dan

rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stres lagi bagi seorang ibu

sehingga stres akan bertambah. 3,4,5

Gambar 4, Refleks let down

Dikutip dari Soetjiningsih 3

Gambar. 5. Faktor yang mempengaruhi laktasi dan pengeluaran air susu pada periode postpartum

Dikutip dari Kochenour NK 4

Karena refleks let down tidak sempurna maka bayi yang haus jadi

tidak puas. Ketidak puasan ini akan merupakan tambahan stres bagi

ibunya. Bayi yang haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk dapat

air susu yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga

tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka pada puting susu dan sudah

barang tentu luka-luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang juga

akan menambah stres-nya tadi. Dengan demikian akan terbentuk satu

lingkaran setan yang tertutup (circulus vitiosus) dengan akibat

kegagalan dalam menyusui. 3,4,5,13

Skema 2. Akibat kegagalan refleks let down

Dikutip dari Soetjiningsih 3

C. Pemeliharaan pengeluaran air susu

Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofise akan mengatur

kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat

perlu untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu

selama menyusui. Proses menyusui memerlukan pembuatan dan

pengeluaran air susu dari alveoli ke sistem duktus. Bila susu tidak

dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah kapiler

yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui. 3,6,7,13

Skema 3. Interaksi hormone-hormon dan factor lainnya dalam proses menyusui

Dikutip dari Soetjiningsih 3

Berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya bila kekuatan

isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang da singkatnya waktu

menyusui ini berarti pelepasan prolaktin dari hipofise berkurang, sehingga

pembuatan air susu berkurang, karena diperlukan kadar prolaktin yang

cukup untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu

pertama kelahiran. 3,6,7,13

IV. PROLAKTIN

Molekul prolaktin diidentifikasikan pertama kali pada tahun 1970, berasal dari

sel-sel spesifik (lactotrophs) di daerah anterior galndula pituitari. Molekul

prolaktin (hPRL) terdiri dari polipeptida tunggal dengan 198 aminoacid dengan

berat molekul 22.000 MW> Strukturnya berbentuk globular yang dirangkai

dengan tiga ikatan disulfid. Secara genetik hPRL berada pada kromosom 6

dengan lokus HLA 5,9.

Prolaktin merupakan faktor yang paling penting di dalam proses laktasi. Seperti

hormon anterior pituitari lainnya, sekresi prolaktin diatur secara langsung oleh

pengaruh hipotalamus, yaitu prolaktin-inhibiting factor (PIF) seperti dopamin,

GABA dan prolaktin-releaasing factor (PRF) seperti thyrotropin-releasing

hormon (TRH), vasoative intestinal peptide (VIP), oksitosin, angiotensin II dan

serotonin. Pada tingkat pituitari, hprl diatur oleh mekanisme autokrin

dan parakrine. Hormon perifer seperti estrogen, hormon thyroid, vitamin

D dan glukokortikoud merupakan suatu modulator poten sintesis

dan pelepasan hPRL 4.9

Sejumlah hormon lain dan fakor neurufarmakologi dapat mempengaruhi sekresi

prolaktin. Beberapa subtansi yang diproduksi oleh hipotalamus memperlihatkan

aktifitas prolaktin releasing factor (PRF). Thyrotropin reseasing factor (TRF)

hipothalamik mempengaruhi perangsangan pengeluaran prolaktin. Kadar T4

(thyroxsine) dan T3 (triiodothyronim) yang rendah seperti dalam

hipothyroidism-mengingkatkan pelepasan prolaktin dibawah pengaruh TRF.

Sebaliknya kadar T3 dan T4 yang meningkat dapat menekan pelepasan

prolaktin. Antagonis Dopamihergik dapat menyebabkan terjadinya

hiperprolaktinemik. Selain itu estrogen sendiri merupakan perangsang yang

penting bagi pelepasan prolaktin 9,11

Gambar 6. Persiapan laktasi : pengaruh hormonal pada payudara selama kehamilan

Dikutip dari Kochenour NK 4

A. Prolaktin Inhibiting Factor (PIF)

1. Dopamin

Peranan dopamin sebagai faktor utama penghambat prolaktin

telah diketahui. Dopamin disekrsesikan ke dalam pembuluh

darah oleh sistem tuberoinfundibular DA (TIDA). Biosintesis

dan pelepasan DA terjadi didalam axon terminal. Dopamin

terikat pada reseptor DA pada laktrotop untuk menghambat

sekresi hPRL. Meskipun sudah jelas bahwa mekanisme

dopaminergik berperan dalam penghambatan sekresi prolaktin

tetapi tempat kerjanya masih belum diketahui secara jelas. 7

Telah diselidiki bahwa dopamin dan prekursor L-dopa

menurunkan sekresi prolaktin. Pemberian L-dopa dapat

menurunkan kadar hPRL 2,5 jam setelah pemberiannya. 4,7

2. Gamma Aminobutiric acid (GABA)

GABA juga merupakan salah satu PIF yang bekarja secara in

vivo atau invitro.Gababekerja pada pituitari anterior

menghambat lactotrop melepaskan prolaktin. 7

B. Prolaktin Releasing factor (PRF)

1. Thyrotropin-Releasing Hormon

TRH merupakan salah satu PRF yang poten yang bekerja pada

reseptornya di laktrotrop pituitari. Sirkulasi dari T4 dan T3

akan mempengaruhi pelepasan PRL sebagai respon terhadap

rangsangan TRH.

2. Vasoative Intestinal Pepitide dan Oksitosin

Kadar VIP dan oksitosin yang tinggi di dalam darah hipofiseal

dan adanya reseptor spesifik di anterior pituitari akan

mempengaruhi fungsi anterior pituitari. VIP dan aksotosin

merupakan salah satu PRF.

3. Angiotensin II

Angiotensi II (AII) merupakan stimulator yang poten dalam

pelepasan PRL. Bekerja pada reseptor spesifik di laktrotrop,

dan kerja PRF dapat dihambat oleh AII antagonis (saralasin).

Aksi PRF dari AII lebih poten bila dibandingkan dengan TRH

dan kerjanya labih cepat (10 menit mencapai puncaknya).

4. Serotonin

Serotonin juga merupakan salah satu PRF. Peningkatan kadar

serotonin akan menyebabkan pelepasan PRL, sebaliknya

kadar serotonin yang rendah akan mengurangi sekresi

prolaktin.

Reseptor-reseptor spesifik prolaktin lainnya juga ditemukan di

ovaarium, pituitari, uterus, liver dan ginjal. Pada jaringan

mammae, prolaktin terletak di permukaan sel-sel alveolar dan

berpengaruh pada proses intraseluler. Prolaktin menyebabkan

mitosis pada sel-sel epitelial galandula mammae dan merangsang

sintesis protein susu, lemak dantransferase. Berlawanan dengan

efek stimulator prolaktin, progesteron memblok sintesis

karbohidrat dan bagian-bagian laktose, α-lactalbumin dan

galaktosyl , α-lactalbumin.

Reseptor lainnya yang diduga akan mempengaruhi kerja PRL

adalah glukokortikoid yang mempengaruhi transkripsi gen PRL,

Vitamin D yang mempengaruhi akumulasi RNA prolakton.

Esrogen akan memacu sintesis dan pelepasan PRL tetapi sangat

tergantung pada durasi dan dosis pemberiannya.

V. MEKANISME MENYUSUI

Bayi yang sehat mempunyai 3 refleksi intrinsik, yang diperlukan untuk

berhasilnya menyusui seperti :

A. Refleksi mencari (Rooting reflekx).

Payudara ibu yang menempel pada pipi atau derah sekeliling mulut

merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini

menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi

diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk ke

dalam mulut.

B. Refleks mengisap (Sucking reflex)

Tehnik menyusui yang baik adalah apabila kalang payudara sedapat mungkin

semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan

pada ibu yang kalang payudaranya besar. Untuk itu maka sudah cukup bila

rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus yang terletak di puncak kalang

payudara di belakang puting susu. Adalah tidak dibenarkan bila rahang bayi

hanya menekan puting susu saja, karena bayi hanya dapat mengisap susu

sedikit dan pihak ibu akan timbul lecet-lecet pada puting susunya. Puting

susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan lidah, di mana lidah

dijulurkan di atas gusi bawah puting susu ditarik lebih jauh sampai pada

orofaring dan rahang menekan kalang payudara di belakang puting susu yang

pada saat itu sudah terletak pada langit-langit keras (palatum durum). Dengan

tekanan bibir dan gerakan rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit

kalang payudara dan sinus laktiferus, sehingga air susu akan mengalir ke

puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu pada

langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu. Cara yang

dilakukan oleh bayi ini tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu.

C. Refleks menelan (Swallowing reflex).

Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan

mengisap (tekanan negatif) yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga

pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme

menelan masuk ke lambung. Keadaan akan terjadi berbeda bila bayi diberi

susu botol di mana rahang mempunyai peranan sedikit di dalam menelan dot

botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang dot. Dengan adanya

gaya berat, yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang ke arah bawah

dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi (tekanan negatif) kesemuanya ini

akan membantu aliran susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk

mengisap susu menjadi minimal. Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru

belajar menyusui pada ibunya, kemudain dicoba dengan susu botol secara

bergantian, maka bayi tersebut akan menjadi bingung puting (nipple

confusion). Sehingga sering bayi menyusu pada ibunya, caranya menyusui

seperti mengisap dot botol, keadaan ini berakibat kurang baik dalam

pengeluaran air susu ibu. Oleh karena itu kalau terpaksa bayi tidak bisa

langsung disusui oleh ibunya pada awal-awal kehidupan, sebaiknya bayi

diberi minum melalui sendok, cangkir atau pipet, sehingga bayi tidak

mengalami bingung puting (Neifert, 1995).

VI. KOMPOSISI ASI

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-garam

organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai

makanan utama bagi bayi. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi air

susu ibu adalah Stadium Laktasi, Ras, Keadaan Nutrisi dan Diit Ibu.

Air susu ibu menurut stadium laktasi adalah kolostrum, air susu transisi /

peralihan dan air susu matur (nature).

A. K o l o s t r u m

Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara,

mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam

alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa

puerperium.

B. Air Susu Masa Peralihan

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur.

C. Air Susu Matur

Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi

relatif konstan (ada pula yang menyatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan

baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5).

Tabel 1 Komposisi ASI Matur

Di bandingkan dengan ASI Prematur

Zat Gizi Hari ke 3-5

Hari ke 8-11

Hari ke 15-18

Hari ke 26-29

Matur Prematur Matur Prematur Matur Prematur Matur Prematur Energi

(kcal/dl) 48 58 59 71 62 71 62 70

Lemak (g/dl)

1.85 3.0 2.9 4.14 3.06 4.33 3.05 4.09

Protein (g/dl)

1.87 2.10 1.7 1.86 1.52 1.71 1.29 1.41

Laktosa (g/dl)

5.14 5.04 5.98 5.55 6.0 3.63 6.51 5.97

Sumber : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia Jakarta 2003.

Tabel 2 Komposisi Kolostrum dan ASI matur

Komposisi Kolostrum (hari 1-5)

ASI Matur (> 30 hari)

Energi (kcal/dl) 58.0 70.0 Lemak (g/dl) Asam lemak tak jenuh Rantai panjang (% total lemak)

2.9

---

4.2

14 Protein (g/dl) Kasein (g/dl) α -Lactalbumin (g/dl), Whey Laktoferin (g/dl) IgA (g/dl)

2.3 0.5 ---

0.5 0.5

0.9 0.4 0.3

0.2 0.2

Laktosa (g/dl) 5.3 7.3 Vitamin A (RE) (μ g/dl) 151 75 Kalsium (mg/dl) Natrium (mg/dl) Zat besi (mg/dl)

28 48 ---

30 15

0.0847 Sumber : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia

Jakarta 2003. V. PENEKANAN FUNGSI LAKTASI

Penekanan fungsi laktasi dapat terjadi pada tingkat payudara, pitutari atau

hipoithalamus. Metode termudah dari penekanan laktasi adalah menghindari

rangsangan pada payudara yang akan mengurangi refleks pengeluaran air susu

dan mengurangi perangsangan prolaktin untuk memproduksi susu. Adanya

penghambatan refleks pengeluaran susu, alveoli akan teregang dan berakhir

pada penekanan fungsi laktasi.

Selain penghambat secara mekanik laktasi dapat dihambat oleh steroid seks

seperti halnya estrogen dan androgen akan menekan fungsi laktasi pada level

jaringan payudara. Pemberian estrogen ini lebih bermakna dibandingkan

placebo pada terapi pembengkakan payudara. Efek rebound lactation dapat

terjadi setelah 8-10 hari setelah terapi dihentikan.

Penekanan laktasi dengan menghambat pelepasan prolaktin juga dapat

dilakukan dengan pemberian alkaloid ergot seperti bromokriptin ( Parlodel ).

Dari penelitian terbaru, prostaglandin E2 ( 2 mg / 6 jam pada hari ke – 4 dan

ke-5 pp) dapat secara efektif menghambat sekresi air susu dan terapi

pembengkakan peyudara. Mekanismenya masih belum jelas tetapi PGE2

mungkin mempengaruhi neuron dopaminergik hipotalamus. 4,8

Gambar 7. Metode penekanan laktasi postpartum

Dikutip dari Kochenour NK 4

VIII. RINGKASAN 1. Laktasi merupakan fase akhir dari siklus reproduksi yang memiliki

system pengaturan yang sngat kompleks yaitu hipotalamus, hipofisis dan payudara sendiri. Perlu mengetahui anatomi payudara serta variasi bentuk dari payudara.

2. Perubahan yang terjadi pada kelenjar payudara dipengaruhi oleh waktu misalnya mas pubertas, siklus mensturasi pada masa menyusui atau laktasi.

3. Pembentukan dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh refleks prolaktin dan let down dimana sejumlah hormon akan mengambil bagian tersendiri mulai dari pembentukan kelenjar mame, pembentukan air susu sampai pemgeluaran air susu.

IX. RUJUKAN 1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, 1999: 265. 2. Keller MA. Imunology of lactation In: Coulam CB, Faulk WP, Mc Intryre SA. Imunological obstertries. London:

W.W. Norton & Company, 1999: 315 – 327. 3. Soetjiningsih. ASI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998: 315-327. 4. Cowie AT. The mammary gland and lactation. In: Phillip EE, Barnes J, Newton M. Scientific Foundation of

Obstetri ang Gynecology. London: William Heinemann Medical Book. LTD, 1980: 567-578. 5. YEE LD Breast from birth through menopause. In : Seifer DB, Samuels P, Kniss DA. In: The physiologie basic of

gynecology & obstetric. Philadelpia: Lippinoett Williams & Wilkins, 2001: 197 – 199. 6. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. William obstetries. 20th ed. Texas: Appleton

& lange, 1997: 535 – 539. 7. Beek AC, Rosenthal Att. Obstetrical practise. 7th. Baltimore : The Williams & Wilkins Company, 1958: 410-416. 8. Speroff L, Glass BH, Kase NG. Clinical ginecologie endocrinology and infertility. 5 th ed. Baltimore: Williams &

Wilkins, 1991 : 547 – 561. 9. Yen SS. Prolactin in human reproduction. In: Yen SS, Jaffe RB. Reproductive endocriminology. 3 rd ed.

Philadelpia: W.B. Souders Company, 1978: 357 – 388. 10. Novy MJ. The normal purpurium. In : De chewey AH, Pernull MC. Current obstetries and gynecology diagnostic

and trentment. 8 th ed. Connecticut: Aplleton & Lange, 1994: 271-272. 11. Cunningham, Mac Donald, Gant Obstetrics Williams. 18th edition. Texas: Appleton & Lange, 1989, 247-251. 12. David C, Sharon T, Charles RB, Frank W. Clinical manual of obstetrics. 2nd edition, New York : McGraw Hill,

1993;82-91. 13. Suradi R, Tobing HKP, 2003. Manajemen Laktasi. Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi

Indonesia. Jakarta. 14. Koehenour NK. Lactation suppression. In: Pitkin RM, Scott JR. Clinical obstetries and gynecology. Cambridge:

Harper & Row Publiser, 1980; 23: 1045 - 1057. 15. Modul manajemen laktasi, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1985; 140-231. 16. Ronald L, Kelinman Breast feeding fertility and contraceptions 1 st edition, London:IPPF, 1984:5-43. 17. DC Dutta. Textbook of obstetries 4 th edition, Calcutta: Central, 1998;483-490. 18. Ndung SDB, Rulina S. Masalah-masalah dalam menyusui dan langkah-langkah keberhasilan menyusui.

Dalam:Simposium ASI, Malang, 2002;1-18. 19. Miller, Callander. Obstetries iLlustrated.4 th edition. Edinburgh:Churchill Livingstone, 1989;390-392. 20. Abdul BS, Gulardi HW, Djoko W. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal edisi 2.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Parwirohardjo, 2001; 128-130. 21. Cunningham, Norman, Kenneth JL, Larry CG. Williams obstetrics 1 4 editiom. New York: McGrow Hill,

2001;413-415. 22. Foley, Strong. Obstetric intensive care 1 st edition, Philadelphia WB Saunders, 1997, 408-409. 23. Govan, Hart, Callander. Gynecology illustrated. 4th edition, Edinburgh: Churchill Livingstone, 1983;92-101.