patobiologi dan imunologi karies fix

27
BIOLOGI MULUT PATOBIOLOGI DAN IMUNOLOGI KARIES OLEH : Dyah Ayu Yoanita (8649) Dessy Pratiwi Saputry (8651) Rahma Arifah (8659) Indria Kusuma Wardhani (8665) Intan Kartika Pratama S (8669) Hayu Qommaru Zala (8671) Amalia Perwitasari (8677) Bramita Beta A (8683) Yusvina Q.R (8689) Nyayu Wulan T (8691) Cindy Noni Barita (8695) Lynda Milsa Novellia (8697) Fertylian Pratama Putra (8699)

Upload: hayu-qommaru-zala

Post on 17-Feb-2015

224 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

BIOLOGI MULUTPATOBIOLOGI DAN IMUNOLOGI KARIES

OLEH :

Dyah Ayu Yoanita (8649)

Dessy Pratiwi Saputry (8651)

Rahma Arifah (8659)

Indria Kusuma Wardhani (8665)

Intan Kartika Pratama S (8669)

Hayu Qommaru Zala (8671)

Amalia Perwitasari (8677)

Bramita Beta A (8683)

Yusvina Q.R (8689)

Nyayu Wulan T (8691)

Cindy Noni Barita (8695)

Lynda Milsa Novellia (8697)

Fertylian Pratama Putra (8699)

Yuninda Lintang D (8701)

Raina Nurhasanah Wasito(8703)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS GADJAH MADA

2012

Page 2: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

Analisis Kasus

Pasien merasa ngilu spontan selama 2 minggu, selain itu juga terasa ngilu pada saat makan dingin atau manis. Rasa ngilu spontan yang dirasakan dapat muncul kemungkinan disebabkan oleh adanya karies yang telah mencapai kedalaman dentin (hipersensitifitas dentin). Akibat pergerakan cairan dalam tubulus dentinalis yang disebabkan oleh rangsangan berupa perubahan temperatur, zat kimiawi, dll. Selain itu keadaan psikologis pasien yang kurang baik mengakibatkan ngilu ini terasa lebih sakit dari biasanya. Menurut pasien waktu dia kecil pernah diberikan olesan flour, hal ini menunjukkan kemungkinan pada saat kecil ia mengalami karies pada gigi susunya. Kebiasaan makan makanan yang manis dan jarang menggosok gigi pada saat malam hari menunjukkan bahwa kebersihan giginya tidak baik.

Dari data pemeriksaan intraoral yang diperoleh dapat dilihat bahwa pasien tidak menjaga kebersihan gigi dengan baik dilihat dari OHI yang sedang dan food debris yang ada diseluruh gigi. Food debris tersebut dapat menimbulkan plak, selain itu ditemukan kalkulus pada gigi di area belakang kanan, disebabkan pasien mengunyah di salah satu sisi saja yaitu, sisi kiri.

Pada gigi 47 terlihat warna kehitaman, indikasi terdapat karies namun tidak ditemukan adanya kavitas, sehingga dilakukan pemeriksaan dengan foto rontgen dan didapat gambaran area radiolusen dengan batas yang tidak jelas pada gigi tersebut di area interproksimal. Dari gambaran radiograf juga terdapat kavitas yang telah mencapai dentin. Perkusi (-) dan palpasi (-), menunjukan bahwa tidak terdapat kondisi patologis di jaringan periodontal dan periosteum. Pemberian dingin (CE) terdapat rasa sakit berarti gigi masih vital, rasa sakit yang dirasakan 15 detik (durasi pendek).

Gigi 48 belum erupsi sempurna (impaksi), tumbuhnya menabrak gigi 47, sehingga terdapat sela/ ruang pada interproksimal gigi 48 dan 47 yang bisa menyebabkan sisa-sisa makanan terjebak disana. Perkusi (-) dan palpasi (-) menunjukkan bahwa tidak terdapat kondisi patologis di jaringan periodontal dan periosteum. Dan tidak terdapat kavitas.

Hasil pemeriksaan dan analisis data yang didapat dapat didiagnosis pasien tersebut mengalami pulpitis reversible.

Page 3: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX
Page 4: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

A. Definisi Karies

Karies gigi adalah proses patologis dari destruksi lokal jaringan gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme. (Roberson, 2006). Karies merupakan penyakit infeksi,

proses patologis pada jaringan keras gigi yang terjadi karena adanya interaksi berbagai

faktor (multifaktor) dalam rongga mulut, ditandai dengan hilangnya ion-ion mineral

secara kronis dan berlanjut, baik dari email mahkota maupun permukaan akar. Proses ini

distimulasi oleh adanya flora bakteri tertentu dan produk-produknya. Lesi awal hanya

akan terlihat secara mikroskopis, namun kemudian akan terlihat jelas di email, sebagai

lesi white spot atau dapat pula berupa perlunakan sementum. (Mounts, 2005)

Kelanjutan dari White Spot ini adalah peningkatan porositas yang mampu

menambah jumlah stain (noda) dan akan menjadi kecoklatan. Bila dibiarkan berlanjut,

maka akan terbentuk kavitas, dan lama kelamaan dapat terjadi kerusakan pulpa yang

ireversibel. (Mounts, 2005). Lesi karies bisa terjadi pada pit, fissure, serta pada

permukaan interproksimal, fasial dan lingual. (Roberson, 2006)

Karies gigi ialah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan

demineralisasi materi anorganik dan diikuti kerusakan materi organik jaringan gigi.

Karies termasuk penyakit multifaktorial. Teori tentang karies gigi ada 3, yaitu :

Teori asidogenik oleh W. D. Miller, 1890

Teori proteolisis oleh Gottlieb, 1944

Teori proteolisis-chelation oleh Schatz & artin, 1955

(Tilakraj, 2003)

Karies gigi merupakan proses yang mungkin terjadi pada beberapa permukaan

gigi dalam rongga mulut dimana plak gigi dibiarkan berkembang selama periode waktu

tertentu. Pembentukan plak merupakan proses alamiah. Plak ialah contoh dari biofilm,

yang artinya bukanlah kumpulan sembarangan beberapa bakteri, namun merupakan

kumpulan mikroorganisme pada permukaan gigi. Bakteri pada biofilm selalu melakukan

aktivitas metabolik. Beberapa bakteria mampu memfermentasi substrat dietary

karbohidrat yang sesuai (misalnya gula sukrosa dan glukosa) untuk memproduksi asam,

yang menyebabkan pH plak mengalami penurunan hingga derajat 5 dalam durasi 1-3

menit. Penurunan pH secara terus-menerus akan mengakibatkan demineralisasi

permukaan gigi. Namun, produksi asam mampu dinetralkan oleh saliva, sehingga pH

Page 5: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

meningkat dan mineral dapat terbentuk kembali. Hal ini disebut remineralisasi. Hasil

komulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi mungkin menjadi net loss

mineral dan lesi karies yang tampak. Kalau tidak, perubahan ini tidak akan pernah

tampak secara nyata. (Kidd, 2005).

A. Etiologi Karies Gigi

Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen, 1995),

karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang

menjadi penyebab terbentuknya karies. Terdapat empat faktor utama yang berperan

dalam proses terjadinya karies, yaitu :

1. Host

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah

terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur

enamel, faktor kimia dan kristalografis. permukaan gigi yang kasar juga dapat

menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak

enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan

semakin resisten (Anonim, 2008)

2. Agen (mikroorganisme)

Sejumlah besar mikroorganisme berperan penting dalam terbentuknya karies

gigi, salah satu bakteri penyebab utama karies yaitu Streptococcus mutans. Terdapat

tiga peranan penting yang dapat memfasilitasi terjadinya karies, meliputi:

a. Bakteri dapat memfermentasi adanya asupan karbohidrat untuk menghasilkan

asam yang dapat menghancurkan gigi

b. Organisme tersebut dapat mensintesis dextran dari sukrosa yang membantu

adhesi bakteri plak pada permukaan gigi, menyebabkan persistensi

demineralisasi gigi

c. Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan

keras dan halus gigi.

Pembentukan karies juga dipengaruhi oleh adanya peranan dari bakterial plak.

Plak merupakan film transparan dan tipis pada permukaan gigi yang terdiri dari

mikroorganisme yang tersuspensi dalam mucin saliva dan extracellular bacterial

polysaccharides (glukan). (Purkait, 2011)

Page 6: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

3. Substrat

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena

membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada

permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak

dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta

bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies (Anonim, 2008). Diet

tinggi karbohidrat meningkatkan produksi asam dan tingkat pertumbuhan berbagai

bakteri dalam rongga mulut, terutama sukrosa. Sukrosa dapat diubah oleh enzim-

enzim yang dihasilkan bakteri, glukotransferase (GTF) dan fruktotransferase (FTF)

menjadi glukan dan fruktan. Glukan berperan dalam perlekatan bakteri sedangkan

fruktan berfungsi sebagai extracellular nutrient storage compounds yang dapat

digunakan untuk metabolism bakteri yang akan menghasilkan asam pada suatu saat

ketika tidak ditemukan gula fermentasi bebas (Fejerskov, 2008).

4. Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang

berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang

dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,

diperkirakan 6-48 bulan (Anonim, 2008).

Page 7: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain.

Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan

asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1–3 menit sampai pH 4,5-

5,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 30–60 menit, dan jika

penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan

demineralisasi pada permukaan gigi (Soesilo dkk, 2005). Kondisi asam seperti ini sangat

disukai oleh Sterptococcus mutans dan Lactobacillus sp, yang merupakan

mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Menurut penelitian

Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi,

sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies

(Willet et al, 1991). Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel

kemudian proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang,

dan dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai

kematian odontoblast (Kidd and Bechal, 1992).

Jenis bakteri dari genus Streptococcus terdapat melimpah di rongga mulut, yaitu

termasuk S. mutans, S. sanguis, S. gordonii, S. sobrinus, S.salivarius, S. mitis, S.

anginosus, dan lainnya. W. D Miller, pada tahun 1890, memperkenalkan tentang teori

kuman parasit pada pembusukan gigi (the parasitic germ theory of dental decay ) dimana

Ia mengemukakan argumen yang meyakinkan bahwa asam yang dihasilkan bakteri

merupakan agen penyebab karies gigi. Terlebih lagi, Ia memperingatkan bahwa

kebersihan rongga mulut yang baik dapat mencegah beresiko mengalami karies gigi.

Miroorganisme yang menjadi perhatian utama pada karies ialah Streptococcus mutans,

yang pertama kali diidentifikasi dari isolasi rongga mulut manusia pada tahun 1924 oleh

J. K. Clarke. Bakteri tersebut memiliki morfologi yang berbeda dan menunjukkan

perkembangan pada lingkungan gula. Tahun berikutnya, S. mutans teridentifikasi

memiliki prosentase tinggi di karies gigi, dan menunjukkan peran sebagai penyebab

pembusukan gigi (tooth decay). (Lamont dkk, 2006).

Page 8: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa strain bakteri S. mutant,

berperanan sangat penting sebagai penyebab terjadi karies gigi. Dan hal itu mungkin,

karena S. mutans mampu memproduksi senyawa glukan (atau juga disebut mutan) dalam

jumlah yang besar dari sukrosa dengan pertolongan enzim ekstra selulair yang disebut

Glucosyltransferase. (Duggan dkk, 2008)

Streptococcus yang berada dalam mulut, secara anaerobik melalui enzim yang

diproduksinya mampu mencerna atau menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan

fruktosa. Dari hasil metabolisma jenis gula tersebut, terbentuklah polimer rantai panjang

dari glukosa yang disebut dekstran atau polimer rantai panjang dari fruktosa yang disebut

levans. Jenis polimer-polimer tersebut kemudian berkembang menjadi noda pada

permukaan gigi. Noda-noda tersebut bersifat gel yang sangat lengket sekali. Proses

Page 9: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

pengeroposan gigi sendiri disebabkan oleh pengaruh asam laktat, yaitu produk hasil

sampingan dari metabolisir fruktosa dan levans. (Duggan dkk, 2008)

B. Proses Terbentuknya Karies dan Lesi Karies

Istilah karies digunakan untuk menunjukkan proses karies dan lesi karies yang

terbentuk sebagai hasil dari proses. Proses tersebut terjadi pada biofilm di gigi atau

permukaan kavitas, yaitu interaksi antara biofilm dengan jaringan gigi yang

menghasilkan lesi di gigi. Aktivitas metabolik pada biofilm tidak dapat diamati, namun

suatu lesi, merupakan lesi atau akibatnya, yang tampak. (Kidd, 2005)

Hampir semua penelitian mengenai proses karies gigi merupakan teori kemoparasitik

yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1980. Saat ini lebih umum dikenal dengan teori

acidogenic of caries aetiology (Welburry, 2005). Pola utama proses karies adalah:

1.Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada plak gigi

2.Produksi asam yang dapat menurunkan pH pada permukaan email di bawah level (pH kritis), pada

saat itu email akan larut.

3.Saat karbohidrat sudah tidak terdapat lagi pada plak, pH di dalam plak akan meningkat karena adanya

difusi asam yang keluar dan dapat terjadi pula metabolisme dan netralisasi pada plak, sehingga dapat

terjadi remineralisasi email

4.Peningkatan karies gigi hanya terjadi saat proses demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi

(Welburry, 2005).

Terdapat tiga teori yang dapat mempengaruhi terjadinya karies pada gigi,

meliputi:

1. Acidogenic Theory

Sesuai dengan teori Miller (1882) Chemoparasitic Process yaitu suatu proses

kimia yang disebabkan oleh intervensi bakteri (Fejerskov, 2008).

Page 10: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

2. Proteolytic Theory

Teori proteolitik karies gigi dikemukakan pertama oleh Gottelib (1994) yang

menyatakan bahwa enzim proteolitik dibebaskan oleh bakteri kariogenik

menyebabkan terjadinya destruksi matrik organik enamel (Purkait, 2011).

Mikroorganisme masuk kedalam enamel, kemudian mengubah glukosa menjadi

asam piruvat melalui proses glikolisis. Asam piruvat kemudian terurai kembali

menjadi asam laktat, asam asetat, asam formiat dan etanol, selanjutnya

mikroorganisme tersebut merusak jalur organik dan komponen-komponen inorganik

enamel. Dengan rusaknya komponen organik dan inorganik enamel dan dentin,

maka mikroorganisme akan dengan mudah memasuki pulpa (Fejerskov, 2008).

3. Proteolytic Chelation Theory

Teori ini menjelaskan proses karies gigi dimana selama karies semua proteolitik

memecah material organik pada matriks enamel. Kemudian agen chelating dibentuk oleh

kombinasi produk pemecahan proteolitik (Purkait, 2011). Chelation merupakan proses

terbentuknya ikatan ion antara ion logam dan komponen mineral gigi, sehingga tidak

terjadi remineralisasi dan terjadi demineralisasi.

Di dalam rongga mulut manusia, terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme.

Plak gigi merupakan perlekatan deposit bakteri dan produk bakteri, yang terbentuk di

seluruh permukaan gigi dan menyebabkan karies. Plak tergolong suatu biofilm

(kumpulan mikroorganisme yang melekat pada permukaan). Pembentukan plak gigi

melalui tahap di bawah ini, yaitu :

1. Pembentukan pelikel : film aseluler yang mengandung protein, berasal dari saliva

2. Durasi 0-4 jam, sel bakteri single mengkoloisasi pelikel. Bagian terbanyak ialah

genus Streptococcus (S. sanguis , S. oralis, S. mitis). Ada pula species Actynomices dan

bakteri gram negatif. Hanya sekitar 2% Streptococci awal ialah S. mutans, dan sebagai

penetrasi awal lesi karies

3. Lebih dari durasi 4-24 jam, terjadi perkembangan dari bakteri yang telah melekat,

suatu pembentukan microcoloni yang berbeda.

4. Durasi 1-14 hari, dominasi plak yang berupa Streptococcus, berubah menjadi

dominan Actynomices, species bakteri ini menjadi lebih beragam dan microcoloni lanjut

mengalami pertumbuhan.

Page 11: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

5. Dalam 2 minggu, plak gigi telah mature, namun terdapat variasi yang sangat banyak

dari komposisinya.

(Kidd, 2005)

Plak gigi daat berkembang menjadi karies, karena :

a. Bakteri yang mampu mengubah gula menjadi asam (asidogenik)

b. Bakteri menghasilkan polisakarida intra dan ekstraseluler yang merupakan materi

plak. Polisakarida intraseluler digunakan untuk menghasilkan energi dan mengubah jadi

asam.

c. Berkembang pada pH rendah (asidurik)

(Kidd, 2005)

Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak pada permukaan gigi,

dimana gula dari sisa makanan dan bakteri akan menempel pada waktu tertentu dan

berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis dan

menyebabkan demineralisasi email, yang akan berlanjut menjadi karies gigi.

(Tilakraj, 2003 )

D. Immunologi Karies

Sistem imun merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing yang

dapat menyebabkan infeksi atau kerusakan jaringan.

Sistem imun dibedakan menjadi dua berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu sistem

imun non-spesifik dan sistem imun spesifik. Menurut Baratawidjaja (2004) sistem imun non-

spesifik merupakan komponen imun yang selalu ditemukan pada individu sehat dan berfungsi

sejak lahir. Sistem imun non spesifik meliputi pertahanan fisik (kulit, selaput lendir, silia,

batuk, dan bersin), pertahanan larut (asam lambung, lisozim, sekresi sebaseus, asam

neuraminik, dan laktoferin), serta pertahanan seluler (mononuclear, PMN, sel NK, sel mast,

dan basofil). (Baratawidjaja, 2008)

Menurut Deliyanti (2008), sistem imun Non-Spesifik meliputi,

o Fagosit (membersihkan debris dan pathogen)

o Sel Natural Killer (membunuh sel-sel abnormal)

o Interferon (menaikkan pertahanan sel dari infeksi viral; memperlambat

penyebaran penyakit)

Page 12: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

o Sistem komplemen (menyerang dan memecah dinding sel)

Menurut Baratawidjaja (2008), berbeda dengan sistem imun non-spesifik, pada

sistem imun spesifik mempunyai mekanisme untuk mengenali benda asing yang sudah

dikenal sebelumnya. Macam-macam sistem imun spesifik yaitu pertahanan humoral dengan

perantara antibodi, diproduksi limfosit yang berasal dari sumsum tulang dan ditemukan

dalam plasma darah (sel B yang meliputi Ig D, Ig M, Ig G, Ig E, dan Ig A) serta pertahanan

seluler yang diperantarai limfosit yang berasal dari thymus (sel T, CD8+, CD4+, sel T γδ).

Respon Imun Rongga Mulut Terhadap Bakteri Kariogenik

Karies terjadi karena adanya interaksi dari faktor-faktor etiologinya yang saling

berkaitan satu sama lain, yaitu bakteri, gigi, host (bakteri), gula (substrat), dan waktu.

Didalam rongga mulut, gigi dilindungi sistem imun, dimana komponen-komponennya yang

dihasilkan oleh kelenjar ludah merupakan hal yang sangat berperan pada sistem imun

didalam rongga mulut. (deliyanti, 2008)

Perlindungan terhadap karies gigi melibatkan sejumlah faktor-faktor alamiah. Gigi

dilindungi oleh suatu sistem imun di dalam rongga mulut, dimana komponen-komponen yang

dihasilkan oleh kelenjar saliva merupakan hal yang sangat berperan di dalam sistem imun

dalam rongga mulut. Dalam saliva tidak hanya terdapat antibodi berupa imunoglobulin A

sekretori (sigA) yang berperan dalam melindungi gigi geligi, juga terdapat komponen-

komponen alamiah non spesifik seperti protein kaya prolin, laktoferin, laktoperoksidase,

lisozim serta faktor-faktor agregasi dan aglutinasi bakteri yang juga memiliki peranan dalam

melindungi gigi dari karies. (Roeslan, 2001)

Didalam saliva terdapat antibodi berupa immunoglobulin A sekretori dan komponen-

komponen alamiah nonspesifik seperti protein kaya prolin (PRP), laktoferin, laktoperiksidase,

lisozim, serta faktor-faktor agregasi dan aglutinasi bakteri yang berperan melindungi gigi dari

karies. Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri penyebab utama karies gigi.

Sebagian besar lesi karies yang telah diteliti mengandung 10% S.Mutans. (Deliyanti, 2008)

Respon imunitas rongga mulut terhadap Streptococcus Mutans yang merupakan salah

satu bakteri kariogenik adalah:

1. Komponen non spesifik: Buffer saliva, lisozim, laktoferin, dan peroksidase.

Page 13: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

2. Komponen spesifik: sIgA dalam saliva melindungi mukosa mulut, tergantung gen

immune associated sehingga terdapat variasi antar individu. Selain itu, sIgA dapat

menghambat kerja glukosiltranferase sehingga glukan tidak terbentuk.

Apabila karies pada gigi terjadi, ditemukan produksi antibodi dalam saliva, cairan

pulpa dan cairan dentin yang merupakan respon imunologik terhadap antigen yang disebut

immunoglobulin. Jika karies mencapai kedalaman dentin, antigen bakteri menginduksi

respon inflamasi pada pulpa berupa vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dan

eksudasi PMN. Jika karies telah mendekati pulpa maka sel infitrat yang dominan adalah

makrofag, limfosit, dan sel plasma. Sedangkan pada pulpitis, yang dominan adalah limfosit

dan makrofag saja. (Deliyanti, 2008)

Menurut Roeslan (2002), Terhambatnya kolonisasi S.Mutans oleh sIgA secara in

vitro, diperkirakan karena sIgA menghambat kerja glukosiltransferase sehingga glukan tidak

terbentuk, akibatnya tidak terjadi perlekatan kuman pada mekanisme pembentukan plak gigi.

Secara in vitro, isolate sIgA dari air liur seseorang, mampu bereaksi spesifik dengan isolate s.

mutans dari plak gigi individu lain. Isolate sIgA air liur seseorang juga mempunyai efek

protektif terhadap isolate s. mutans plak gigi orang lain. Efek protektifnya ditunjukkan

dengan jalan menghambat pembentukan glukan (plak) oleh s.mutans dari sukrosa. Namun,

sIgA air liur tidak menyebabkan kematian s.mutans. Hal ini disebabkan sIgA hanya

menghambat aktivitas GTF S.mutans.

Respon imun humoral di dalam rongga mulut mempunyai hubungan dengan karies

gigi. Antibodi yang berperan adalah sIgA yang merupakan antibody terbanyak dalam air liur.

Kadar sIgA parotis yang sekresinya dirangasang sekitar 4mgL-1, sedangkan igG dan IgM

hanya 1% kadar IgA. Kadar IgA I dalam air liur tanpa rangsangan sekitar 20 mgL-1, igG 1,4

mgL-1. Dan IgM 0,2 mg dL-1. (Roeslan, 2002)

Selama perkembangan karies, antibody ditemukan di dalam air liur, cairan pulpa gigi

dan cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa liur, dentin, an pulpa gigi dapat memberikan

respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab karies gigi. Immunoglobulin

juga ditemukan didalam dentin sehat dan yang mengalami karies, terletak dibawah dentin

yang mengalami karies. Antibody ini berasal dari cairan pulpa, sedangkan antibody yang

ditemukan di dalam dentin karies yang lunak, berasal dari air liur. Komponen sekresi, baik

yang terikat oada IgA maupun dalam bentuk sIgA, hanya ditemukan pada lesi yang dangkal.

Page 14: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

Selain itu, ditemukan IgG, IgA dan transferin di dalam karies yang dalam,sedangkan

komponen sekresi tidak ada. (Roeslan, 2002)

Pada penelitian Widodo (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan respon imun

humoral pada kelompok gigi normal, pulpitis reversibel, dan pulpitis irreversibel. Pada

kelompok normal terlihat IgM sudah timbul walaupun tidak tinggi, diikuti IgG dan IgA yang

juga rendah. Pada kelompok pulpitis reversibel terlihat IgM meningkat, sedang IgG dan IgA

masih tetap rendah. Pada kelompok pulpitis irreversibel terlihat IgM dan IgG meningkat

tinggi, sedangkan IgA semakin menurun.

E. Korelasi Karies dengan Analisis Study Kasus

Pulpitis irreversible ialah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten dapat

simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus noksius. Pulpitis

ireversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas

atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk

beberapa menit sampai berjam-jam dan tetap ada setelah stimulus termal dihilangkan.

Pulpitis ireversible dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahaya yang berlangsung

lama seperti karies. Apabila karies menembus dentin dapat menyebabkan respon

inflamasi kronis. Apabila karies tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan

meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa.

Reaksi inflamasi tersebut menghasilkan mikroabses (pulpitis akut). Pulpa

berusaha melindungi diri, membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung

fibrus. Secara mikroskopik  terlihat daerah abses dan suatu daerah nekrotik dimana pada

daerah abses dan suatu daerah nekrotik terlihat pada keadaan karies lama dijumpai

mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma dan makrofag. Bila proses

karies berlanjut untuk maju dan menembus pulpa, gambaran histopatologis akan

berubah. Maka akan terlihat suatu daerah ulserasi (pulpitis ulseratif kronis) yang

cairannya keluar melalui pembukaan karies ke dalam kavitas mulut dan mengurangi

tekanan intrapulpal dan juga rasa sakit. Gejala : perubahan temperatur yang tiba-tiba

terutama dingin, panas, tekanan sisa makanan, tekanan saat makan, isapan lidah, sikap

berbaring menyebabkan rasa sakit yang hebat. Rasa sakit berangsung lama walaupun

rangsangan dihilangkan.

Page 15: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

Sesuai teori bahwa karies disebabkan karena faktor morfologi gigi, pada

gambaran raiografinya, gigi 48 mawar erupsinya miring menabrak gigi 47nya sehingga

terdapat celah anatara gigi 47 dan 48. Karena adanya celah itu, makanan bisa terselip di

celah tersebut. Karies disebabkan pula oleh agen atau mikroorganisme, pada kasus

disebutkan bahwa Mawar makan makanan manis dan sering ketiduran sehingga ia

dipastikan tidak gosok gigi. Karena adanya celah diantara gigi 47 dan 48 , maka pasti ada

sisa makanan yang terselip disitu, sedangkan Mawar suka makan makanan manis dan dia

sering lupa gosok gigi, hal itu menyebabkan timbulnya plak karena sisa makanan tidak

dibersihkan. Karena adanya plak sehingga menimbulkan karies, pada gambaran

radiografi tampak adanya daerah radiolusen pada bagian proksimal gigi 47.

Dari data pemeriksaan anamnesis menyebutkan bahwa Mawar mengeluh ngilu

spontan saat makan manis atau dingin, hal ini menunjukkan karies telah berkembang dan

mendekati pulpa sehingga dapat didiagnosis sebagai pulpitis reversible.

F. KESIMPULAN

- karies dapat terjadi akibat empat faktor utama, yaitu host, agen, substrat, dan waktu.

Karies dapat terbentuk melalui proses peragian karbohidrat menjadi asam sampai

menyebabkan keasaman pada permukaan gigi dan akan terjadi demineralisasi email.

- jika karies terus berlanjut akan menyebabkan demineralisasi dentin dan peradangan

pada pulpa (pulpitis).

- pulpitis adalah reaksi pertahanan pulpa terhadap stimulus atau rangsangan yang

berlangsung cukup lama.

- Sistem imun merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing yang

dapat menyebabkan infeksi atau kerusakan jaringan.

- Didalam saliva terdapat antibodi berupa immunoglobulin A sekretori dan komponen-

komponen alamiah nonspesifik.

- Karies mencapai kedalaman dentin, antigen bakteri menginduksi respon inflamasi

pada pulpa berupa vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dan eksudasi

PMN.

- Karies yang telah mendekati pulpa maka sel infitrat yang dominan adalah makrofag,

limfosit, dan sel plasma.

- Pada pulpitis yang dominan adalah limfosit dan makrofag saja.

Page 16: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

-

Page 17: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Karies gigi: Pengukuran risiko dan evaluasi . http://usupress.usu.ac.id

(18 Mei 2012)

Baratawidjaja, KG. 2004. Imunologi Dasar, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Deliyanti, Eka Wina.. 2008. Sistem Imun Tubuh terhadap Karies, USU Repository, Sumatera

Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/8378 diakses pada tanggal 20

Mei 2012

Duggan, Christopher dkk. 2008. Nutritions in Pediatrics: Basic Science, Clinical

Applications. USA: PMPH

Fejerskov O dan Kidd E. 2008. Dental Caries. The Disease and Its Clinical Management. 2 nd

edition . Blackwell Munksgaard Ltd : Oxford

Harris NO, Christen, AG. 1995. Primary, preventive dentistry. 4 th edition . Appleton and

Lange : United States of America.

Kidd, Edwina A.M. 2005. Essentials of Dental Caries, 3 rd ed ition . New York: Oxford

University Press

Kidd EAM, Bechal SJ. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Cetakan

2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Lamont, Richard J. Dkk. 2006. Oral Microbiology and Immunology . Washington DC: USM

Press

Mounts, GJ., Hume, WR.  2005. Preservation and Restoration of Tooth Structure. USA:

Mosby

Purkait, K.S., 2011. Essentials of Oral Pathology, 3 rd ed i tion . Jaypee Medical : New Delhi.

Roberson, Theodore M. 2006. Sturdervant’s Art and Science of Operative Dentistry, 5 th

edition. The Mosby Inc : St.Louis

Roeslan, B.O., 2001. Kemungkinan Pencegahan Karies Gigi Melalui Imunisasi, Majalah

Ilmiah Kedokteran Gigi, Jakarta, Universitas Trisakti, 16 (43): 38-44

Page 18: Patobiologi Dan Imunologi Karies FIX

Roeslan, Budi Oetomo. 2002. Imunologi Oral kelainan di dalam rongga mulut. FK UI :

Jakarta.

Soesilo, D., Santoso, R. E., Diyatri, I., 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan

kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.),

Vol. 38. No. 1: 25–28

Tilakraj, T. N. 2003. Essentials of Pedodotics . Jaypee Brothers Publisher : New Delhi

Wellburry, R., et al. 2005. Pediatric Dentistry. p 109-110 . Oxford University PressInc : New York

Widodo, T., 2005. Respons imun humoral pada pulpitis , Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 38(2) :

49–51.