pasar regional cafta

Upload: novia-wijarningrum

Post on 08-Oct-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Menjelaskan mengenai Pengaruh Pasar Regional Cafta dengan studi kasus permasalahan perlambatan ekonomi Cina

TRANSCRIPT

Pasar Regional Cina - ASEAN :

Pasar Regional Cina - ASEAN :Dampak Melemahnya Ekonomi China Terhadap Pasar Regional China - ASEAN (CAFTA)Anggota Kelompok :Anestya Pradina PutriF0112Damar Fitriyanto Nugroho F0112Dellarosa FatimuzzahraF0112Haris Akhmad AffandiF0112Novia WijarningrumF01122014EKONOMI PEMBANGUNAN AUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA11/27/2014

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya, pendirian ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Namun, ASEAN melalui penerapan perdagangan bebasnya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dengan mulai berkembangnya perdagangan bebas dengan beberapa negara di luar kawasan ASEAN, yaitu kawasan Asia khususnya Asia Timur seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Di antara ketiga negara tersebut, Cinalah yang menjadi sorotan utama ASEAN dalam penerapan free trade area ini. Bersama dengan Cina, ASEAN melalui free tradenya kemudian menciptakan suatu bentuk kesepakatan baru pada tanggal 4 November 2002 yang selanjutnya dikenal dengan ACFTA atau ASEAN China Free Trade Area. ACFTA ini sendiri dibentuk untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan baik tarif ataupun non-tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesehjateraan masyarakat ASEAN dan China. Disepakatinya ACFTA, secara positif dipandang sebagai sebuah jalan untuk negara-negara anggota memperluas pasar luar negerinya melalui kerjasama dengan China. Secara awam, kerjasama antar negara anggota dengan China akan memberikan keuntungan tersendiri bagi masing-masing negara. Dua tahun setelah penandatangannya, yakni tahun 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat mengalami kenaikan yang pesat sebesar 5.1 persen jika dibandingkan dari tahun 1998 yang bahkan mencapai titik minus 13.1 persen. Sementara itu, di tahun 2008, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan sebesar 6.4 persen. Namun menurut data yang baru dirilis beberapa waktu belakangan juga menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Panda mulai menunjukan adanya perlambatan sejak awal tahun 2014. Dalam Kongres Rakyat Nasional, penentu kebijakan di China menetapkan target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di level 7,5% untuk tahun ini. Angka tersebut turun dari pencapaian 2013 lalu di mana pertumbuhan PDB China mampu tumbuh sebesar 7,7%. Namun, adanya perlambatan ekonomi China memang disengaja oleh pemerintah China sebagai bagian dari upaya untuk menurunkan persyaratan pengucuran kredit serta menyeimbangkan kembali ekonomi China menuju pertumbuhan yang disokong permintaan domestik.Adanya perlambatan perekonomian China ini tentunya dapat berdampak pula terhadap perdagangan antara Indonesia dan China dalam pasar regional ACFTA. Mengingat disini cukup tinggi pula ekspor antara kedua belah negara, hubungan ekonomi Indonesia dan China terutama dalam bidang ekonomi ini pada dasarnya saling bergantung satu sama lain. Indonesia membutuhkan China untuk semakin meningkatkan perekonomian negara begitu juga sebaliknya. Dalam makalah ini, kami akan memaparkan studi kasus dampak perlambatan perekonomian China ini dengan disertai alasan logis berlandaskan tori mengenai pasar regional.

B. Rumusan MasalahDalam makalah ini, rumusan masalah yang hendak dibahas diantaranya adalah :

Apakah dampak signifikan dari adanya ACFTA terhadap perkembangan perekonomian Indonesia dan China? Bila dikaitkan dengan landasan teori mengenai pasar regional, apakah dampak dari perlambatan perekonomian China tersebut terhadap perekonomian Indonesia? Apakah perubahan yang nyata terjadi terhadap perkeonomian Indonesia dan China sebelum dan sesudah krisis ekonomi China?

C. TujuanDari perumusan masalah di atas, dapat ditarik beberapa tujuan yang diharapkan oleh kami dalam penyusunan makalah ini, diantaranya adalah :

Mengetahui dampak signifikan dari adanya ACFTA terhadap perkembangan perekonomian Indonesia dan China. Bila dikaitkan dengan landasan teori mengenai pasar regional, maka kami dapat menarrik kesimpulan mengenai dampak dari perlambatan perekonomian China tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Menegtahui perubahan yang nyata terjadi terhadap perkeonomian Indonesia dan China sebelum dan sesudah krisis ekonomi China serta dampak signifikannya terhadap perekonomian Indonesia.

BAB IILANDASAN TEORI

A. Pasar Regional dan Integrasi EkonomiNegara-negara kaya dewasa ini untuk terus-menerus berusaha merambah dan merentangkan ekonominya ke negara-negara lain. Langkah ini dilakukan guna memperoleh sumber pasokan produk primer dan bahan baku, tenaga kerja yang murah dan lokasi pemasaran yang sangat menguntungkan bagi produk-produk manufaktur mereka. Oleh karenanya beberapa kawasan telah membentuk beberapa zona perdagangan bebas seperti kawasan Amerika dan Mexico dengan membentuk NAFTA (North America Free Trade Zone), negaranegara Eropa dengan membentuk pasar tunggal Eropa (Masyarakat Ekonomi Eropa), demikian juga negara-negara Asean membentuk AFTA (Asean Free Trade Zone). Kerjasama beberapa negara yang kemudian membentuk suatu free trade merupakan bentuk pasar regional yang saat ini sedang berkembang.Terdapat beberapa teori yang dijadikan dasar dari adanya pasar regional, salah satunya adalah teori basis. Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lainsehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory). Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu:1. Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.2. Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal. Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama. Kegiatan perambahan yang giat dilakukan oleh negara-negara maju tersebut membawa pengaruh besar berupa terintegrasinya perekonomian dunia. Langkah-langkah tersebut membuka kemungkinan ke arah dominasi politik dan ekonomi oleh negara-negara berkembang. (Todaro & Stephen, 2006).Dari sisi ekonomi sendiri, berdasarkan teori perdagangan internasional, motivasi utama untuk melakukan perdagangan internasional adalah mendapatkan gains from trade yakni meningkatkan pendapatan dan menurunkan biaya (cost). Perdagangan internasional memberikan akses terhadap barang yang lebih murah bagi konsumen dan bagi pemilik sumber daya (resources) memperoleh peningkatan pendapatan karena menurunnya biaya produksi. Negara-negara modern baru seperti Korea Selatan dengan mengimpor bahan baku dan mengekspor barang-barang manufaktur. Teori mengenai pasar regional juga dikuatkan oleh teori integrasi ekonomi yang muncul sejak tahun 1960-an, dimana teori integrasi ekonomi kawasan dipengaruhi oleh pendekatan yang dikembangkan oleh Bela Balassa, yang berpendapat bahwa integrasi ekonomi kawasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yakni: free trade area, custom union, common market, economic and political union. Tahapan-tahapan ini berlangsung terpisah di mana sebelum melangkah ke tahapan lebih tinggi, perlu diselesaikan terlebih dahulu tahapan yang lebih rendah.B. Nota Kesepakatan Pasar RegionalUpaya menuju pasar bebas ditempuh melalui penghapusan hambatan-hambatan tariff lewat GTT ( General Agreement on Tarrifs and Trade ) dan melalui stabilisasi nilai mata uang yang dimotori oleh IMF (International Moneter Fund). Bersamaan dengan meningkatnya upaya-upaya diatas hingga mencapai siklus global, perhatian pada pentingnya kerjasama ekonomi ditingkat regional juga berkembang yang kemudian melahirkan kesepakatan dalam bentuk-bentuk yang berbeda.Kesepakatan ekonomi regional didasarkan pada premis bahwa sambil merespon kesepakatan-kesepakatan global dalam rangka promosi dagang, negara-negara yang berbeda pada wilayah tertentu, yang memiliki kesamaan kesamaan sejarah, geografis, ekonomi, dan politik berpeluang mencapai kesepakatan kesepakatan kerjasama yang lebih intensif untuk memperkuat daya saing ekonomi bersama.Kerjasama ekonomi membuat dampak terhadap pemasaran internasionaal, dan bentuk-bentuk kesepakatan antar negara yang berbeda mempunyai dampak yang juga berbeda-beda. Adapun kesepakatan-kesepakatan pasar mempengaruhi pemasaran internasional dengan berbagai cara. Pertama, terjadinya perluasan lingkup pasar. Sebagai contoh, setelah pembentukan Pasar Bersama, pasar Perancis yang sebelumnya adalah pasar dinegara perancis, menjadi bagian dari Pasar Bersama. Perluasan pasar seperti ini menyajikan fleksibilitas yang tidak dapat dilakukan oleh satu negara serta individu. Misalnya, dengan adanya kesepakatn bersama yang disebut kesepakatan wilayah perdagangan bebas ( free trade area agreement), hambatan-hambatan internasional antar negara anggota dihapuskan, menyebabkan sebuah perusahaan dapat memindahkan produk dari satu negara ke negara lain dengan bebas.Kedua, kesepakatan-kesepakatan pasar mengubah cara persaingan. Sebagai contoh, sebelum terbentuknya Pasar Bersama, perusahaan multinasional AS hanya mengalami persaingan yang tidak berarti dari perusahaan local di eropa utara, tetapi setelah pembentukan Pasar Bersama, perusahaan local tersebut mengalami pertumbuhan yang teramat pesat. Mereka menjadi besar yang harus diperhitungkan di pasar melalui serangkaian merger dan semacamnya, dengan didukung oleh pemerintah negara-negara anggota Pasar Bersama.Ketiga, perusahaan-perusahaan diwilayah kesepakatan pasar melakukan ekspansi melalui merger dan akuisisi dan dengan cara demikian mereka menjadi pesaing-pesaing yang tangguh bahkan diluar pasar meraka sendiri. Sebagai contoh, setelah pembentukan Pasar Bersama, perusahaan-perusahaan jerman dan perancis mampu bersaing secara agresif dengan korporasi multinasional Amerika dan Jepang di seluruh dunia.Terakhir, negara-negara yang menyepakati Pasar Bersama dapat mengambil keputusan-keputusan yang mendahulukan kepentingan negara negara anggotanya secara bersama-sama. Sebagai contoh, kebijakan antimonopoly Pasar Bersama dapat memukul balik perusahaan Amerika berikut perusahaan anaknya atau lisensi yang sebelumnya memberikan hak eksklusif.Adapun dasar kerjasama ekonomi antarnegara terutama digerakkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik, geografi dan social. Kerjasama antar negara dapat terwujud semata-mata didasarkan oleh kepentingan ekonomi. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi faktor penentu keberhasilan faktor integrasi ekonomi adalah jika negara-negara anggota mempunyai produk dan bahan baku yang berbeda.C. Jenis jenis Nota kesepakatanTerdapat lima bentuk dasar dari kesepakatan antarnegara: wilayah perdagangan bebas, uni pabean, Pasar Bersama, uni ekonomi, dan uni politik. Selain itu, berbagai negara telah membuat kesepakatan-kesepakatan lain demi keuntungan ekonomi mereka. Sebagai contoh, bersatunya negara persemakmuran, negara persemakmuran, persemakmuran negara independen, kesepakatan komoditas, dan kartel produsen.D. Sejarah Kerjasama ACFTAPermulaan munculnya ACFTA dimulai dengan adanya nota kesepahaman regional yang lebih dahulu muncul yakni AFTA. ASEAN Free Trade Area (AFTA) AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Seiring dengan waktu, penerapan perdagangan bebas yang dilakukan hanya di antara negara kawasan ASEAN saja dan kemudian berkembang menjadi penerapan perdagangan bebas dengan beberapa negara di luar kawasan ASEAN, yaitu kawasan Asia khususnya Asia Timur seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Di antara ketiga negara tersebut, Cinalah yang menjadi sorotan utama ASEAN dalam penerapan free trade area ini. Bersama dengan Cina, ASEAN melalui free tradenya kemudian menciptakan suatu bentuk kesepakatan baru pada (ACFTA) yang berlaku efektif 1 Juli 2004 dan secara signifikan telah menguntungkan ekonomi dan perdagangan intra-regional serta akan menjadi acuan bagi hubungan ekonomi ASEAN-China di masa datang.Pembentukan ACFTA dimaksudkan juga sebagai tonggak kerja sama antara kedua wilayah yang akan menciptakan kawasan dengan 1,7 miliar konsumen, suatu kawasan dengan produk domestik bruto (PDB) sekitar US$ 2,0 triliun dan total perdagangan setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 triliun. Berdasarkan ACFTA, negara-negara anggota ASEAN dan China terbebas dari pajak atas 7.000 katagori komoditi dan memberikan status bebas bea bagi semua komoditi tersebut dalam perdagangan bilateral pada 2010.Bukan hanya dilihat dari manfaat ekonominya saja, ACFTA ini sendiri dibentuk untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan baik tarif ataupun non-tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesehjateraan masyarakat ASEAN dan China. Keputusan ini pada dasarnya ialah untuk kepentingan ekonomi negaranya seperti meningkatkan pendapatan nasional, memperluas pasar, dan sebagainya.

E. Kondisi Perekonomian ChinaTidak diragukan lagi bahwa ekonomi China merupakan ekonomi terbesar ke-dua di dunia dan terus mengalami perkembangan. Secara demografis, China memiliki wilayah yang sangat luas dan memiliki pertumbuhan serta jumlah penduduk terbesar di dunia. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar didunia tersebut maka tidak heran jika pertumbuhan ekonomi China juga turut meningkat dari tahun ke tahun .Sejarah ekonomi China memang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berkembangnya ekonomi China saat ini. Awalnya, China memang menerapkan sistem perekonomian tertutup dengan tidak membuka kerjasama terhadap negara lain dan tidak melakukan perluasan pasar ke negara lainnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, China akhirnya melakukan reformasi sistem perekonomiannya dengan lebih membuka pintunya terhadap kerjasama perdagngan asing. Terdapat beberapa alasan yang menguntungkan untuk mengdakan kerjasama dengan China, selain karena produk-produk dari China yang relatif memiliki harga jual yang lebih murah dibandingkan dengan negara-negara ekonomi besar lainnya seperti Jepang, dan Amerika Serikat, China juga memiliki jumlah penduduk yang banyak, sekitar 1.4 milyar jiwa dan dengan daerah yang luas. China juga memiliki dukungan yang besar terhadap industri dalam negerinya sehingga dapat menguasai pasar dunia. Dukungan yang diberikan beberapa diantaranya ialah dengan memberikan kemudahan dalam memberikan pinjaman bank dengan tingkat bunga yang rendah sehingga biaya produksi relatif murah. Selain itu, dukungan infrastruktur juga sangat diperhatikan bagi perluasan perdagangan. Kemudahan dalam izin usaha yang diterapkan oleh China juga menjadi salah satu faktor dukungan industri dalam negeri. Sehingga, tidak heran jika pertumbuhan ekonomi China dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tingkat pertumbuhan ekonomi China mencapai tingkat pertumbuhan tertinggi di dunia, yaitu sekitar 10 persen selama dekade terakhir. Angka GDP (Gross Domestic Product) China terus meningkat setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2002, angka GDP China mencapai USD 1.4 trilyun dan menduduki rangking ke-6 dalam peringkat dunia . Namun, di awal tahun 2014 ini pula, kekuatan ekonomi China secara berangsur-angsur melemah. Dalam Kongres Rakyat Nasional, penentu kebijakan di China menetapkan target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di level 7,5% untuk tahun ini. Angka tersebut turun dari pencapaian 2013 lalu di mana pertumbuhan PDB China mampu tumbuh sebesar 7,7%. Sebenarnya Bank Dunia sudah memprediksi, perekonomian China akan mengalami pelemahan dengan mencatatkan pertumbuhan sekitar 7,6%, turun dibanding tahun lalu yang mencapai 7,7%.Adanya perlambatan ekonomi China ini merupakan bagian dari skenario pemerintah China untuk menurunkan persyaratan pengucuran kredit serta menyeimbangkan kembali ekonomi China menuju pertumbuhan yang disokong permintaan domestik. Hanya saja, masih belum jelas seberapa besar mereka mampu mengontrol atas perlambatan yang terjadi. Berikut ini merupakan sejumlah indikasi penting perlambatan ekonomi China per Februari 2014 seperti yang dirangkum oleh situs Business Insider pada 14 Maret 2014 : Indeks Manufaktur China (PMI)Data PMI China terlihat mengecewakan sejak Februari 2014. Data resmi yang dirilis pemerintah menunjukkan, PMI China jatuh ke level terendah dalam delapan bulan terakhir pada Februari lalu, ke level 50,2. Sementara, data PMI tidak resmi yang dirilis HSBC merefleksikan terjadinya kontraksi yakni melorot ke posisi terendah dalam tujuh bulan terakhir ke leve; 48,5. Yang paling mencolok adalah penurunan sebagian besar sub indeks dari data PMI yang dirilis pada Maret. Meski demikian, Biro Statistik Nasional setempat melaporkan, Purchasing Managers' Index China di bulan Maret sebesar 50,3. Tingkat ekspor ChinaTingkat ekspor China mencatatkan penurunan terbesar sejak krisis finansial global melanda dunia. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah China kemarin (9/3), tingkat pengiriman barang ke luar negeri pada Februari anjlok 18,1% dibanding tahun sebelumnya. Angka tersebut jauh di bawah estimasi 45 ekonom yang disurvei Bloomberg yang mematok kenaikan sebesar 7,5%.Sementara itu, tingkat impor China pada periode yang sama malah naik 10,1%, melampaui prediksi. Kondisi ini menyebabkan China mengalami defisit neraca perdagangan senilai US$ 23 miliar. Posisi defisit ini merupakan yang terbesar dalam dua tahun terakhir. Selain itu, data yang sama juga menunjukkan redanya tingkat inflasi ke level terendah dalam 13 tahun terakhir pada Februari dan indeks harga produsen turun untuk bulan yang ke-24. Indeks Harga Konsumen dan ProdusenIndeks Harga Konsumen dan Produsen mencatatkan penurunan pada Februari. Indeks Harga Konsumen, misalnya, turun ke level 2,0% dari sebelumnya 2,5% pada Januari. Sedangkan Indeks Harga Produsen berada di level -2% pada Februari dari sebelumnya -1,6% bulan sebelumnya. Meredanya data CPI memberikan banyak ruang bagi bank sentral China untuk melonggarkan kebijakan. Namun, Indeks Harga Produsen sudah mengalami penurunan selama dua tahun saat ini. Kondisi itu memicu kecemasan akan terjadinya deflasi di Negara Panda tersebut. Kucuran Kredit Perbankan BaruPengucuran kredit perbankan baru China pada Februari turun menjadi 645 miliar yuan saja. Pencapaian tersebut lebih rendah dari ekspektasi pelaku pasar dan turun tajam dari pengucuran kredit bulan sebelumnya yang mencapai 1,32 triliun yuan. Jumlah pembiayaan sosial juga tak sesuai ramalan, yakni hanya 939 miliar yuan. Angka tersebut lebih rendah dari pengucuran pembiayaan sosial pada Januari yang mencapai 2,58 triliun yuan. Sejumlah ekonom memprediksi, data pengucuran kredit akan kembali naik beberapa bulan ke depan. Sementara, analis Societe Generale Wei Yao mencatat bahwa terjadinya perlambatan pengucuran kredit mayoritas dipicu oleh kenaikan tingkat suku bunga bank yang memang disengaja oleh People's Bank of China (PBoC). Tingkat produksi industriTingkat pertumbuhan produksi industri melambat menjadi 8,6% pada periode Januari-Februari dari sebelumnya 9,7% pada Desember 2013. Ini merupakan data terendah sejak April 2009 lalu. Fixed Asset Investment (FAI)Data pertumbuhan fixed asset investment (year to date) melambat menjadi 17,9% pada periode Januari-Februari. Pencapaian tersebut lebih rendah dari bulan Desember 2013 yang mencapai 19,6%. Penurunan disebabkan oleh anjloknya kapasitas produksi dan investasi manufaktur. Penjualan RitelPada periode Januari-Februari, penjualan ritel China melambat menjadi 11,8% dari sebelumnya 13,6% pada Desember. Sebagian besar kondisi ini terjadi disebabkan korupsi. Ada juga yang berpendapat bahwa banyak konsumen yang saat ini berbelanja melalui online sehingga tidak terefleksi dalam data yang ada. Penjualan PropertiPenjualan properti di China pada periode Januari-Februari juga menurun. Penjualan rumah baru, misalnya, hanya naik 1,2% pada periode Januari-Februari. Angka tersebut turun dari 7,2% di kuartal IV 2013. Sedangkan jika dilihat dari nilai penjualan properti, terjadi penurunan menjadi 5% dari sebelumnya 13,15 di kuartal IV 2013. Catatan saja, penjualan properti sering dipertimbangkan sebagai kunci utama dari permintaan komoditas China. Harga TembagaHarga tembaga jatuh ke level terendah dalam empat tahun terakhir. Pemicunya adalah kecemasan investor akan perlambatan ekonomi China dan kucuran kredit ke sektor tembaga. Yang perlu diingat, pengetatan kredit akan mendongkrak tingkat suku bunga pasar uang. Pada saat seperti ini, impor tembaga juga naik karena banyak perusahaan yang menggunakan tembaga sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman. Penurunan outlook pertumbuhan ChinaSejumlah ekonom dari JPMorgan Chase & Co dan Goldman Sachs Group Inc pada awal bulan ini sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China. Langkah tersebut dilakukan setelah fixed-asset investment mencatatkan kenaikan terlemah pada periode Januari-Februari sejak 2001.Hasil survei Bloomberg menunjukkan, tingkat pertumbuhan PDB di kuartal pertama tahun ini akan turun menjadi 7,4% di Maret dari sebelumnya 7,6% di Februari. Sedangkan hingga akhir tahun, hasil survei juga menunjukkan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi China menjadi 7,4%. Hal ini merupakan pertumbuhan terlemah sejak 1990 silam.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Prospek Ekonomi China terhadap Indonesia sebelum dan sesudah ACFTA

Perjanjian kerja sama ekonomi antara Association of Southeast Asian Nations (Asean) dan China (ACFTA) ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Camboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan Republik Rakyat China. Tujuan perjanjian utama ACFTA adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak; dan (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.Berdasarkan tujuan ACFTA di atas, terdapat beberapa hal menjadi patokan prospek adanya perekonomian China terhadap Indonesia, diantaranya adalah : Tingkat Investasi China terhadap IndonesiaDari sisi investasi, adanya ACFTA secara nyata telah menambah kontribusi investasu China setiap tahunnya di Indonesia Perkembangan realisasi investasi China ke Indonesia sebelum dan sesudah ditanda tanganinya Asean-China Free Trade Area (AC-FTA) dapat dilihat pada Tabel berikut :

Dengan menggunakan data tahun 2002 sampai dengan 2004 atau sebelum perjanjian ACFTA, investasi negara-negara Asean ke Indonesia 18 kali lipat dengan rata-rata 559,83 juta US$ pertahun. Dengan data data tahun 2005 sampai dengan 2008 atau sesudah perjanjian AC FTA menunjukkan 38 kali lipat dengan nilai rata-rata 2.265,20 juta US$ pertahun. Sedangkan rata-rata investasi China ke Indonesia hanya sebesar 32,43 juta US$ sebelum perjanjian AC FTA dan naik menjadi sebesar 59,33 juta US$. Walaupun persentase investasi China ke Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia tidak ada peningkatan, sesudah perjanjian AC FTA hanya ratarata sebesar 0,006% sedangkan sebelumnya juga rata-rata sebesar 0,006%.Saat ini, porsi investasi China di Indonesia relatif belum menunjukkan perubahan yang signifikan karena secara umum investasi negara-negara Asean, Jepang, Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan investasi China ke Indonesia.

Sumber : laporan BKPM Quarter II tahun 2014China sendiri saat ini merupakan negera dengan jumlah investasi terbanyak ke 9 terhadap Indonesia dengan total investasi sebesar US$ Million 175,41 dan 145 proyek di Indonesia. Bisa dibilang nilai investasi tersebut masih kalah dengan total investasi yang diberikan oleh British Virgin Island yang tepat berada di atas China, yakni sebesar US$ Million 210,74 sebagaimana digambarkan dalam tabel di bawah ini.

Sumber :Laporan BKPM Quarter II tahun 2014Peningkatan investasi China ke Indonesia sebenarnya dapat dicapai karena Indonesia mempunyai berbagai keunggulan, antara lain stabilitas ekonomi, sosial dan politik relatif baik. Selain itu Indonesia juga mempunyai sumber-sumber daya alam termasuk sumber energi yang melimpah seperti batubara, minyak dan dan gas bumi. Demikian juga sumber daya manusia yang banyak dan relatif murah.Namun masih terdapat beberapa hal yang patut untuk diperbaiki untuk peningkatan pagsa investasi seperti misalnya adalah Infrastruktur untuk mendukung dan mendorong peningkatan investasi di Indonesia masih belum memadai. Infrastruktur ini terkait dengan infrastruktur lunak (soft infrastucture) seperti pelayanan, iklim usaha, komunikasi, kepastian hukum, undang-undang dan lain-lain. Demikian juga infrastruktur keras (hard infrastructure) seperti sarana transportasi, sarana komunikasi, pelabuhan, jalan dan lain-lain. Pelayanan dan birokrasi serta iklim usaha di Indonesia juga bisa dikatakan masih belum optimal. Beberapa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih belum sinkron dalam mengambil kebijakan mengenai investasi, termasuk banyaknya pungutan yang akan menimbulkan biaya tinggi (high cost). Serta isu tingginya tingkat korupsi di Indonesia juga merupakan hal yang menjadi pertimbangan investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Pangsa Pasar yang BesarDewasa ini, masih terdapat sebanyak 11 (sebelas) jenis komoditi yang terkena hambatan non-tarif, antara lain: minyak olahan, kayu, polyester, serat akrilik, karet alam, ban (karet), natrium sianida, gula olahan, pupuk kimia, tembakau dan rokok. Ini diluar kuota sekaligus tarif bea masuk ke Cina atas kakao sebesar 10%, juga untuk kelapa sawit, yang tidak jelas pengenaannya sehingga menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing dengan produk yang sama dari negara lain. Untuk sebelas produk tersebut, sampai saat ini Indonesia masih memiliki pangsa pasar yang cukup besar di Cina. Sayangnya karena kelemahan dalam daya saing dengan sesama negara ASEAN, beberapa dari komoditas tersebut mulai kehilangan pangsa pasarnya. Sebenarnya, Indonesia mempunyai peluang cukup besar untuk meningkatkan keuntungan dari hubungan kerjasama dengan China. Hal ini didukung peningkatan volume maupun komoditas yang dapat di ekspor ke negara China sebagai kekuatan ekonomi baru. Selama ini tercatat sebesar 7,2% ekspor non migas Indonesia adalah ke China. Memasok kebutuhan (raw material, barang industri, tenaga kerja) untuk negara China adalah peluang paling utama. Demikian juga jumlah penduduk China yang lebih dari 1,3 miliar jiwa sangat mempengaruhi permintaan komoditi ekspor unggulan Indonesia. Dampaknya harga komoditi seperti bahan pangan akan cenderung tinggi karena permintaan juga tinggi, dan bagi Indonesia dapat menyediakan sumber daya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka karena Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam yang melimpah.

Tujuan Utama Ekspor Impor IndonesiaIndonesia selaku negara anggota ASEAN dengan populasi dan pasar terbesar memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan Cina, terlebih setelah berlakunya kesepakatan perdagangan ASEAN-China FTA. Apabila dilihat dari sisi perdagangan , setelah dan juga sebelum diberlakukannya ACFTA, total perdagangan Indonesia China selama tahun 2002 sampai dengan 2008 selalu mengalami peningkatan walaupun nialainya tidak lebih dari US$20.000. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa proporsi China dalam perdagangan internasional bagi Indonesia masih relatif kecil.

Berkaitan dengan kegiatan perdagangan China Indonesia. Hampir separoh dari total ekspor Indonesia ke China adalah dari sektor migas. Hal ini menunjukkan kontribusi ekspor dari sektor non migas relatif belum berhasil.

Total perdagangan antara kedua negara selama 5 (lima) tahun terakhir (2009-2013) tumbuh positif rata-rata sebesar 19.58% dan sayangnya surplus perdagangan selalu berada pada sisi Cina. Namun khusus terhadap Cina, Indonesia mencatat defisit perdagangan sebesar US$ 7.247 miliar pada tahun 2013. Tabel Neraca perdagangan Indonesia dan Republik Rakyat TiongkokTahun 2009 - 2013Uraian20092010201120122013Trend(%) 2009-2013

TOTAL PERDAGANGAN25.501.497,8036.116.829,3049.153.192,3051.045.297,1052.450.952,0019,58

MIGAS3.090.052,202.347.861,202.101.182,801.219.267,701.598.916,50-17,91

NON MIGAS22.411.445,5033.768.968,1047.052.009,5049.826.029,5050.852.035,5022,48

EKSPOR11.499.327,3015.692.611,1022.941.004,9021.659.502,7022.601.487,2018,22

MIGAS2.579.242,801.611.661,301.345.420,40795.429,901.319.904,40-18,5

NON MIGAS8.920.084,4014.080.949,9021.595.584,5020.864.072,7021.281.582,8023,77

IMPOR14.002.170,5020.424.218,2026.212.187,4029.385.794,5029.849.464,8020,66

MIGAS510.809,40736.200,00755.762,30423.837,70279.012,10-16,15

NON MIGAS13.491.361,1019.688.018,3025.456.425,0028.961.956,8029.570.452,7021,6

NERACA PERDAGANGAN-2.502.843,20-4.731.607,10-3.271.182,40-7.726.291,80-7.247.977,5029,91

MIGAS2.068.433,40875.461,30589.658,10371.592,201.040.892,30-19,99

NON MIGAS-4.571.276,60-5.607.068,40-3.860.840,50-8.097.884,10-8.288.869,8016,86

Sumber : Kemenkeu dengan olahan data dari BPS tahun 2014Berikut ini merupakan data mengenai ekspor nonmigas Indonesia menurut negara tujuan pada tahun 2014. Dari 13 negara tujuan ekspor dan impor, China menduduki posisi nomor 7 dengan proporsi ekspor sebesar US$ 21.281 juta dari total keseluruhan sebesar US$ 106.661 juta atau 19.95% dari total keseluruhan ekspor nonmigas Indonesia.Tabel Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara TujuanJanuari 2014

Sumber: BPSEkspor nonmigas Indonesia pada Januari 2014 ke Cina, Amerika Serikat dan Jepang masing-masing mencapai US$1.821,5 juta, US$1.290,7 juta dan US$1.198,0 juta, dengan peranan ketiganya mencapai 35,95 persen. Pada Januari 2014, Cina merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai sebesar US$1.821,5 juta (15,19 persen), diikuti Amerika Serikat dengan US$1.290,7 juta (10,77 persen), dan Jepang dengan nilai US$1.198,0 juta (9,99 persen).

Tabel Impor Nonmigas Indonesia menurut Negara AsalJanuari 2014

Sumber : BPSTotal nilai impor nonmigas Indonesia Januari 2014 sebesar US$11.361,4 juta atau naik US$127,1 juta (1,13 persen) dibanding impor nonmigas Desember 2013. Demikian halnya dengan impor nonmigas dari tiga belas negara utama yang meningkat 2,59 persen (US$228,7 juta). Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya nilai impor di beberapa negara utama seperti Cina sebesar US$392,4 juta (16,75 persen), India sebesar US$55,8 juta (20,91 persen), Perancis sebesar US$28,4 juta (21,45 persen), dan Thailand sebesar US$18,8 juta (2,84 persen). Dari sisi peranan terhadap total impor nonmigas

B. Pengaruh Melesunya Ekonomi China Terhadap IndonesiaPerlambatan ekonomi China diyakini turut berdampak negatif pada perekonomian Indonesia. Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri, pengaruh pertumbuhan ekonomi China sangat besar bagi perekonomian tanah air. Sebab, China merupakan salah satu negara tujuan ekspor Indonesia. Bila pertumbuhan ekonomi China membaik maka ekspor Indonesia bisa terdorong lebih baik. Hal senada juga diungkapkan oleh Deputy Country Director Bank Pembangunan Asia (ADB) Edimon untuk mencermati pengaruh melemahnya perkonommian China terhadap volume ekspor Indonesia akibat adanya penurunan pertumbuhan kredit di negara tirai bambu tersebut. Kenyataannya, Tiongkok merupakan negara utama tujuan ekspor Indonesia, disusul Jepang. Selama Tiongkok menahan pertumbuhan ekonominya, maka ekspor Indonesia pun akan terus tertahan.Perlambatan ekonomi China ini bisa menjadi ancaman langsung bagi ekspor Indonesia dikarenakan China menjadi tujuan utama ekspor Indonesia berbasis komoditas dan mineral. Ekspor batubara dan minyak nabati/hewani yang utamanya adalah ekspor kelapa sawit (crude palm oil - CPO) akan mengalami tekanan akibat melemahnya permintaan dari China. Pangsa pasar China merupakan ketiga terbesar setelah India dan UE - untuk ekspor CPO mencapai 20 persen dari ekspor CPO total. Sedangkan untuk ekspor batubara, pangsa pasar China mencapai 24 persen dari total ekspor batubara. Volume ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya asal Indonesia tercatat hanya sebesar 1,72 juta ton pada Agustus 2014, turun 7 persen ketimbang bulan sebelumnya sebesar 1,84 juta ton. Secara tahunan (year on year), ekspor komoditas unggulan Indonesia itu turun 2 persen dari 13,69 juta ton per Agustus 2013 menjadi 13,37 ton per Agustus 2014[footnoteRef:2]. Ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia ke China terjerembab hingga 70 persen dari 138 ribu ton pada Juli menjadi 81 ribu ton pada Agustus. Salah satu penyebabnya, adalah kondisi perekonomian China dan juga India yang relatif melambat. [2: http://www.merdeka.com/uang/agustus-2014-ekspor-cpo-indonesia-turun-7-persen.html]

Terkait dengan perlambatan ekonomi China ini, pasar regional ASEAN juga memberikan perhatian yang lebih terhadap peristiwa ini. Perlambatan pertumbuhan ekonomi China, telah dibahas saat pertemuan anggota ASEAN di Myanmar. Meskipun kondisi ekonomi cukup bagus dan stabil, hanya saja memang pasar regional ASEAN tengah mewaspadai pelemahan pertumbuhan ekonomi di China serta down set risk global. Namun kesimpulannya, dalam pantauan yang dilakukan saat pertemuan ASEAN di Myanmar sejauh ini masih dianggap tak seburuk yang diperkirakan. Mengingat peristiwa ini sengaja diciptakan oleh pemerintahan China untuk menjaga ekonominya sendiri dan menekan terlalu tingginya angka inflasi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di China sedikit banyak mengancam nilai ekspor Indonesia. Hal ini dikarenakan, negara tersebut memilih untuk berubah dari investasi menjadi konsumsi domestik seperti Indonesia. Karena itu, dalam konsumsi domestik dipastikan China akan tetap membutuhkan impor. Sehingga meskipun nantinya akan ada sedikit penurunan impor, namun impor China dari negara lain akan tetap tinggi.

BAB IVPENUTUPA. KesimpulanMelemahnya kondisi perkonomian China yang memang sengaja disetting nampaknya saat ini masih dalam kondisi yang relatif cukup dapat dikendalikan. Bisa dikatakan bahwa untuk indonesia, ekspor yang relatif mengalami penurunan hanyalah pada komoditas tertentu, yakni CPO dan juga batu bara. Hanya saja, hubugan kerjasama antara Indonesia dan China ini masih dianggap kurang menguntungkan. Tercatat, investasi China di Inndonesia masih relatif rendah dan Indonesia masih senantiasa mennaggung defisit perdagangan dari hubungan tersebut. Volume ekspor indonesia saat ini masih di angka 14% padahal terdapat kemudahan tarif. Dengan potensi Indonesia dan juga pangsa pasar China yang bisa dibilang cukup besar, Indonesia sebaiknya menjaga hubungan baik ini dan meningkatkan usaha kerjasama ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik dari hubungan ini.Tanpa adanaya usaha untuk menggali keuntungan yang lebih, dipercaya Indonesia hanya akan menjadi sasaran empuk gempuran barang barang China yang hadir dengan harga lebih murah. Disini, nasib pasar lokal Indonesia kembali dipertaruhkan dan dipertanyakan. Perlu usaha seperti perbaikan infrastruktur dan pengembalian kepercayaan investor terhadap negeri ini agar terjadi peningkatan investasi dari China di Indonesia. Untuk produk Indonesia sendiri, agar mampu bertahan, diperlukan usaha strategis pemerintah agar harga produksi bisa lebih ditekan. Dikhawatirkan, jika Indonesia hanya menjadi negara konsumen, maka investasi asing akan berkurang. Para investor asing kemungkinan akan menginvestasikan dana di China maupun di Vietnam ketimbang Indonesia sebagai basis produksi dan mengekspor produknya ke pasar Indonesia.

B. SaranSaran ini dapat diterpkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai suatu usaha bersama untuk mencegah dampak negatif kerjasama Indonesia dan China : Melakukan pengawasan terhadap produk ilegal masuk ke Indonesia seperti produk makanan dan minuman serta beras dan gula karena tidak tercantum dalam perjanjian ACFTA tersebut. Menerapkan SNI (Standar Nasional Indonesia) terhadap produk China yang masuk ke Indonesia serta menetapkan standar produk Indonesia sesuai dengan negara tujuan ekspor. Hal ini akan memungkinkan bagi UKM untuk memasarkan produknya ke China dengan syarat UKM tersebut dapat menyesuaikan dengan standar negara tujuan ekspor. Instrument label halal dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia. Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim hendaknya menjadi pertimbangan dalam pencantuman label halal di produk China dengan pengawasan dari MUI. Selain itu pertimbangan aturan pencantuman cara penggunaan produk berbahasa Indonesia wajib diterapkan. Jadi, mungkin saja suatu saat nanti produk China dengan label halal akan banyak kita temui di ritel-ritel bersaing dengan produk lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Moch. Masykur. 2011. Peran dan Tantangan ASEAN Economic Community (AEC) dalam Mewujudkan Integrasi Ekonomi di Kawasan Asia Tenggara. Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional. SpektrumBKPM. .2009. Laporan Realisasi Investasi di Indonesia berdasarkan negara pendonor. Laporan. Jakarta : BKPM---------.2014. DOMESTIC AND FOREIGN DIRECT INVESTMENT REALIZATION IN QUARTER II AND JANUARY -JUNE 2014. Laporan. Jakarta : BKPMRagimun.2008. Analisis Investasi China ke Indonesia Sebelum dan Sesudah ACFTA. Jakarta : Badan Kebijakan Fiskal.

Artikel :http://fokus.kontan.co.id/news/kekuatan-melemah-china-tembakkan-peluruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional menurut Amir. M.Shttp://suara-hati-tentang-islam.blogspot.com/2011/04/ringkasan-materi-pemasaran.htmlhttp://wahidayantits.blogspot.com/2012/12/tugas-makalah-pengantar-bisnis-guru.html?m=1http://www.jurnas.com/halaman/7/2012-03-20/202944http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/balance-of-trade-with-trade-partner-country?negara=116http://www.merdeka.com/uang/agustus-2014-ekspor-cpo-indonesia-turun-7-persen.htmlhttp://www.ulum.nl/bl03.ht m/_Bela Bassa_Karim Naama, The Free Zones: A Form of Collaboration, (Journal of Humanities and Social Sciences, Isu 28, Edisi Mei 2006),