paper radiologi pneumonia h1a 009 009

44
Tugas Paper Radiologi PNEUMONIA oleh Mc. Syaiful Ghazi Yamani H1A 009 009 Pembimbing: dr. H. Hasan Amin, Sp.Rad. DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF RADIOLOGI RSU PROVINSI NTB 1

Upload: mc-yayan

Post on 12-Nov-2015

79 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tes

TRANSCRIPT

Tugas Paper Radiologi

PNEUMONIA

olehMc. Syaiful Ghazi YamaniH1A 009 009

Pembimbing:dr. H. Hasan Amin, Sp.Rad.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF RADIOLOGI RSU PROVINSI NTBFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM20150

4KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat hidayah-Nya, tugas paper ini dapat selesai. Tugas ini dibuat dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram di Bagian Radiologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.Laporan ini membahas tentang penyakit pneumonia. Pembahasannya akan terkait dengan penjelasan singkat mengenai kedua penyakit tersebut, serta mengarah pada pemeriksaan penunjang berupa gambaran radiologis dari penyakit tersebut. Mohon maaf jika dalam tugas ini terdapat banyak kesalahan, baik dalam hal penulisan maupun materi yang disampaikan.Untuk itu, mohon kritik serta saran yang membangun agar kekurangan tersebut dapat diperbaiki pada kesempatan selanjutnya. Semoga laporan ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat positif bagi pembaca.Mataram, 21 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1Pendahuluan 3PneumoniaDefinisi 4Epidemiologi 4Etiologi 4Patofisiologi 6Diagnosis Gejala klinis 7Pemeriksaan Penunjang 8Gambaran radiologis kelompok pasien spesifik 13Tatalaksana 21 Prognosis 26Komplikasi 26Simpulan 28Daftar Pustaka 29

3PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama yang menyebabkan kematian dan kecacatan serta bertanggung jawab terhadap perburukan tingkat kehidupan pada jutaan orang di dunia. Infeksi akut saluran napas bawah masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik dan pilihan pengobatan (Fauci, 2008).Infeksi saluran napas bawah dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia merupakan infeksi mayor yang bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas yang signifikan di seluruh dunia. Gambaran radiologis merupakan hal yang penting dalam deteksi dan manajemen pasien dengan pneumonia (Franquet, 2001). Ketika seorang pasien dicurigai pneumonia, pengetahuan tentang manifestasi radiografi yang bervariasi akan membantu untuk menyempitkan diagnosis banding, membantu mempertimbangkan perlunya pemeriksaan tambahan lainnya dan sebagai alat yang ideal untuk pemeriksaan follow up (Franquet, 2001).

PNEUMONIA

DefinisiPneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa) (Fauci, 2008).Epidemiologi Pneumonia dengan influenza merupakan penyebab kematian ke delapan di Amerika dan yang merupakan penyebab kematian tersering terkait infeksi. Pada 2007, sekitar 52.700 orang meninggal karena pneumonia. Insiden pneumonia komuniti berkisar 5-11 per 1000 orang dengan kasus terbanyak pada musim dingin. Pada 2006, setidaknya terdapat 4,2 juta kasus pneumonia komuniti rawat jalan di Amerika, dengan pathogen tersering adalah Streptococcus pneumonia. Beban ekonomi terkait penyakit ini diperkirakan lebih dari 17 milyar di Amerika (Watkin & Lemonovich, 2011)Pneumonia dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa dengan pneumonia, dapat saja ada satu atau lebih penyakit lain yang mendasari, yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relatif mikroorganisme patogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat, misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu faktor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini (Sudoyo dkk, 2009).Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadidi masyarakat (pneumonia komunitas) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20% (Sudoyo dkk, 2009). Etiologi PneumoniaOrganisme penyebab pneumonia dapat diidentifikasi dari kultur darah, sputum, cairan pleura, jaringan pulmoner atau sekresi endobronkial yang diambil dari lavage. Organism penyebab pneumonia dapat berupa bakteri, virus, jamur, protozoa. Pneumonia, sebagian besar disebabkan oleh bakteri (Fauci, 2008). Pneumonia dapat dibadi menjadi pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Berbagai etiologi masing-masing jenis pneumonia ini berbeda. Organism penyebab dikaitkan dengan severitas penyakit pada pneumonia komunitas terdapat di table di bawah ini (Fauci, 2008):Tabel 1. Frekuensi pathogen tersering pada Community Aquired Pneumonia, berdasarkan severitasnya

Severitas Rangking pathogen penyebab

Ringan (Rawat Jalan)1. Streptococcus pneumoniae2. Mycoplasma pneumoniae3. Chlamydia pneumoniae4. Haemophilus influenzae5. Influenza viruses6. Pneumocystis

Dirawat di rumah sakit1. S. pneumonia2. Mixed etiology3. Virus4. H. influenzae5. C. pneumoniae6. Legionella spp.7. M. pneumoniae8. Staphylococcus aureus9. Moraxella catarrhalis10. Basil gram negative aerobic11. Mycobacterium tuberculosis12. 12. Pneumocystis

Dirawat di ICU1. S. pneumoniae2. S. aureus3. Virus4. Etiologi bermacam-macam/campuran 5. Aerobic gram-negative bacilli6. Legionella spp.7. M. pneumoniae8. Pneumocystis9. H. influenza

Faktor resiko tertentu yang dikaitkan dengan etiologi pneumonia nosokomial dapat dilihat pada table di bawah ini (Sudoyo, 2009).Table 2. Faktor resiko utama untuk pathogen tertentu pada pneumonia nosocomial

Pathogen Faktor resiko

Stafilokokus Aureus, meticilin resisten S. aureusKoma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal

Ps aeruginosa Pernah dapat antibiotic, ventilator >2 hari Lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotic Kelainan struktur paru (bronkiektasis, kistik fibrosis), Malnutrisi

Anaerob Aspirasi Selesai operasi abdomen

Acinobacter spp Antibiotic sebelum onset pneumonia Ventilasi mekanik

Patofisiologi PneumoniaPneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya adalah yang paling berisiko (Fauci, 2008).Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah (Fauci, 2008). Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Fauci, 2008).Diagnosis PneumoniaGambaran KlinisGejala tersering dari pneumonia adalah (Hadjiliadis, 2013): Batuk (pada beberpa pneumonia, batuk mengeluarkan dahak berwarna kehijauan atau kekuningan, bahkan mucus berdarah) Demam, dapat ringan atau tinggi Menggigil Sesak napasGejala lain yang tidak mendominasi, seperti (Hadjiliadis, 2013): Kebingungan, terutama pada orang tua Keringat berlebih dan kulit pucat Nyeri kepala Kehilangan napsu makan, lemah Nyeri dada tajam yang dapat diperberat jika bernapas dalam atau batuk White nail syndrome atau leukokoniaGambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorokan,nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah (Fauci, 2008).Presentasi pneumonia sangat bervariasi, tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Tanda yang umum terjadi seperti demam, sesak, tanda konsolidasi paru yakni perkusi paru yang pekak , ronki nyaring dan suara pernapasan bronchial. Dapat juga ditemukan hal lain seperti pada pneumonia komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar paru) ataupun pneumonia nosokomial, yakni efusi pleura, pneumothorakx/hidropneumothorax. Pada pasien dengan pneumonia nosokomial dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran karena hipoksia (Sudoyo, 2009). Pemeriksaaan PenunjangDapat dilakukan pemeriksaaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan bakteriologis dan pemeriksaan khusus.1. Pemeriksaan RadiologisDiagnosis pneumonia merupakan kombinasi gambaran klinis pasien, tes mikrobiologis, dan pemeriksaan radiografi. Foto thoraks merupakan pemeriksaan yang murah dan sangat membantu menemukan keabnormalan paru. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan awal yang penting pada pasien yang dicurigai mengidap infeksi paru. Biasanya pada kebanyakan kasus, pemeriksaan ini dapat menegakkan diagnosis pneumonia sehingga tidak perlu di lakukan pemeriksaan/prosedur radiografi lainnya.a. Radiografi thorax konvensionalMenurut American Thoracic Society Gidelines, foto thorax posteroanterior (lateral juga jika memungkinkan) sebaiknya dilakukan pada pasien dengan suspect pneumonia pada dewasa. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk deteksi infiltrate baru atau untuk memantau keberhasilan terapi. Selain itu foto thorax dapat mendeteki komplikasi dan juga mendeteksi diagnosis alternatif serta sebagai petunjuk jika akan melakukan prosedur diagnostic invasif (Franquet, 2001). Temuan radiografi yang paling sering pada pneumonia adalah konsolidasi segmental atau lobar dan penyakit paru interstisial. Temuan yang agak jarang dapat berupa limfadenopati mediastinum, efusi pleura, kavitasi dan invasi ke dinding paru (Franquet, 2001).Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secaraanatomis. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trakhea/septum/fissure seperti pada atelektasis (Fauci, 2008). Gambaran pneumonia adalah bayangan opak rongga udara pada suatu lobus paru. Rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatorik sementara bronkus dan bronkiolus tetap terbuka. Sering kali disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Pola yang harus dikenali adalah bayangan opak lobus paru dengan adanya air bronchogramyang tampak seperti cabang pohon yang tidak berdaun.Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronkus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris. Diagnosis banding yang penting adalah atelektasis lobaris; pada kasus ini, tidak terlihat adanya air bronchogram karena bronkus biasanya mengalami obstruksi dan udara di bagian distal bronkus direabsorpsi (Corr, 2004). Untuk melokalisasi suatu pneumonia lobaris secara anatomis, dapat digunakan tanda hilangnya siluet. Pneumonia lobus tengah paru kanan akan menyebabkan batas jantung kanan menghilang dan pneumonia lingula lobus atas paru kiri menyebabkan hilangnya gambaran batas jantung kiri. Pada pneumonia lobus bawah, hemidiafragma tidak akan terlihat (Corr, 2004).

Gambar 1. Pneumonia tobus atas paru kanan akibat infeksi Streptococcus pneumoniae dengan bayangan opak lobaris dan air bronchogram (Corr, 2004).

Gambar 2. Atelektasis lobus bawah paru kiri akibat obstruksi bronkus lobus bawah paru kiri. Perhatikan tidak adanya air bronchogram dan terjadi sedikit penurunan volume (Corr, 2004).

Gambar 3. Pneumonia lobus tengah paru kanan menunjukkan hilangnya batas jantung kanan (panah).Ini disebut tanda hilangnyasiluet"(loss ofthe silhouette sign) (Corr, 2004).

Gambar 4. Pneumonia lobus atas paru kanan yang membentuk kavitas akibat infeksi klebsiela (Corr, 2004).

b. Computed tomographyCT berguna sebagai tambahan pemeriksaan pada kasus-kasus tertentu. Ada banyak literature yang menyebutkan bahwa CT sensitive untuk mengevaluasi paru karena memberikan resolusi spasial yang baik, menyediakan gambaran anatomis yang detail yang hamper sama jika dilakukan pemeriksaan patologi . CT juga dapat memperlihatkan potongan melintang sehingga dapat memperlihatkan distribusi proses pulmoner, hal yang tidak didapatkan pada pemeriksaan foto polos biasa (Franquet, 2001).Temuan airspace disease, airspace (acinar) nodul, opasitas ground-glass, air bronchogram, dan distribusi centrilobular dan perilobular terlihat sangat baik pada CT dibandingakn foto polos. Airspace nodul mewakilkan ukuran acinus (6-10mm) dan merupakan distribusi centrilobular. Biasanya muncul pada awal perjalanan penyakit dan baik di lihat pada pinggiran proses patologis dimana konsolidasi belum komplit. Opasitas ground-glass merupakkan peningkatan redaman terlokalisir yang dapat memvisualisasikan struktur vascular. Ground-glass pada CT nonspeifik menunjukkan adanya penyakit intrestisial ataupun alveolar (Franquet, 2001).Temuan CT pada penyakit insterstisial adalah penebalan karena edema, neoplasma, nflamasi dan fibrosis pada jaringan terkait. Walaupun CT tidak direkomendasikan pada evaluasi tahap awal kasus pneumonia, CT akan sangat dianjurkan dan sangat benilai diagnostic pada pasien-pasien yang foto polosnya tidak memperlihatkan pneumonia (Franquet, 2001).

Gambaran Radiologis pada kelompok pasien spesifik1. Pneumonia komunitasWalaupun terdapat waktu yang bervariasi antara onset gejala klinis dengan perkembangan infiltrate secara radiologis, diketahui bahwa pada Pneumonia komunitas, mayoritas infiltrate muncul dalam 12 jam. pada pneumonia komunitas, diagnosis dan manajemen sering dengan foto thorax dan biasanya tidak membutuhkan pemeriksaaan radiologis lain (Franquet, 2001).Secara radiografi, dapat ditemukan pneumonia lobaris. Pneumonia lobaris muncul di perifer, berbatasan dengan pleura. Round pneumonia juga sering ditemukan pada pasien anak dan dewasa dikarenakan S. pneumonia. Bronkopneumonia, yang biasanya disebabkan oleh S.aureus dan H.influenza, muncul ketika agen infeksium berdeposisi pada epitel bronkus, menyebabkan inflamasi bronchial akut dengan ulserasi epitel dan pembentukan eksudasi fibrinopurulen. Sebagai konsekuensinya, reaksi inflamasi secara cepat menyebar melalui dinding saluran napas dan menyebar selanjutnya ke lobus pulmoner. Secara radiografi, agregat inflamasi menyebabkan pola plak-plak bronkopneumonia atau konsolidasi segmental homogeny (Franquet, 2001).

Infiltrat interstisial bilateral difus dan atau infiltrat campuran intertisial-alveolar biasanya disebabkan virus dan M.pneumonia. hamper 30% kasus pneumonia di populasi umum disebabkan M.pneumonia. selama infeksi kerusakan awal secara langsung pada mukosa bronkiolus dan selanjutnya jaringan peribronkial dan spatium interlobular septa menjadi edem dan diinfiltrasi sel-sel inflamasi (Franquet, 2001).

2. Pneumonia NosokomialPneumonia ini muncul pada pasien rawat inap rumah sakit, terutama pasien dengan perawatan ICU yang menggunakan mekanikal ventilator. Diagnosis pneumonia nosokomial merupakan hal yang tidak mudah dan terdapt criteria yang digunakan berdasarkan temuan klinis demam, batuk, dan perkembangan sputum purulen dan kombinasi infiltrate baru atau progresif pada foto thorax. Ketika pneumonia terjadi atau muncul pada pasien yang di rawat inap, agen penyebab terbanyak adalah basil gram negatif aerobik, terutama pseudomonas aeruginosa dan enterobacter spp dan S.aureus. penyebab lain adlah H.influenza, pneumococus, aspirasi dengan anaerob, Legionella spp dan virus pada pasien-pasien tertentu. Respiratory syncytial virus, influenza A dan B, serta parainfluenza, bertanggung jawab pada >70% penyakit disebabkan virus nosokomial (Franquet, 2001).

3. Pneumonia pada pasien imnunosupresiPasien dengan imunitas yang terganggu memiliki resiko yang tinggi mengidap pneumonia dengan agen infeksius yang beragam. Pasien AIDS, terapi kanker, transplantasi organ dan terapi imunosupresi menyebabkan kelainan imun (Franquet, 2001). AIDS. Pada pasien AIDS, komplikasi pada prau dapat infeksius maupun non infeksius. Penyebab infeksius seperti PCP, M.tuberculosis, dan MAC kompleks dan bakteri basil gram negative lainnya. Pasien dengan CD4+ >200 sel/mm3 memiliki predisposisi untuk infeksi bronchial dan pneumonia bacteria sedangkan pasien dengan CD4+ 90% memiliki cirri yang sama yakni infiltrate insterstisial bilateral difus tanpa efusi pleura seperti pada gambar di bawah ini (Franquet, 2001).

Dengan meningkatnya prgresivitas, infiltrate alveoli juga dapat berkembang. HRCT (high resolution CT) dibutuhkan untuk evaluasi pasien yang bergejala dengan foto thorax normal (Franquet, 2001). Aspergilosis invasive bronchial muncul paling sering pada pasien dengan neutropenia berat dan pada pasien AIDS. Manifestasi klinis berupa trakeobronkhitis akut, bronkiolitis dan bronkopneumonia. Pasien dengan trakeobronkkhitis biasanya memiliki foto thorax yang normal. Pada HRCT terdapat tampakan nodul sentrilobuler dan opasitas nodular atau bercabang menyebabkan tampakan tree-in-bud seperti gambar di bawah ini (Franquet, 2001).

Nodul sentrilobuler memiliki distribusi ber plak-plak pada paru dan mirip pada infeksi-infeksi lain seperti penyebaran endobronkhial penyakit tuberculosis paru, M.avium intraseluler, virus dan M.pneumonia. bronkopneumonia Aspergilus menyebabkan biasanya konsolidasi area peribronkial seperti gambar di bawah ini. Pada kasus yang jarang, konsolidasi terjadi pada lobus. Temuan radiologis ini tidak dapat dibedakan dengan penyebab agen infeksius lain (Franquet, 2001).

Transplantasi Organ Organ Padat. Pasien yang menjalani transplantasi organ padat memiliki kecenderungan untuk mengalami infeksi sejak transplantasi dilakukan. Timeline transplantasi dapat dibagi menjadi 3 periode, 30 hari post transplantasi, 30-120 hari post transplantasi dan >120 hari post transplantasi. Segera setelah transplantasi, baisanya belum ada infeksi oportunistik karena ada penundaan antara onset terapi imunosupresi dengan perkembangan disfungsi system imun. Supresi system imun biasanya terjadi 1-4 bulan post transplantasi. Organism tersering adalah bakteri gram negative karena intubasi lama, edema pulmo dan efek pembedahan dengan lung mechanic (Franquet, 2001). Infeksi paru pada pasien dengan transplantasi organ padat mencapai 50%. Bakteri gram negative (Enterobakter dan Pseudomonas) dan stafilokokus menjadi organism tersering tetapi tidak letal seperti penyebab virus dan fungi. Virus tersering adalah CMV . Aspergilus biasanya berkoloni di saluran napas paru tetapi sebagian kecil yang invasive (Franquet, 2001).Transplantasi Sum-Sum Tulang. Transplantasi sum-sum tulang menjadi pilihant erapi pada berbagai keganasan hematologis dan kelainan imunologis. Pada pasien dengan transplantasi sum-sum tulang ini, infeksi pulmoner muncul pada hampir 50% pasien. Infeksi CMV merupakan pathogen yang sering menginfeksi pasien ini, muncul sekitar 50-70% kasus pada pasien dengan transplantasi sum-sum tulang. Manifestasi radiologis pasien ini adalah tidak spesifik. Temuannya berupa konsolidasi lobaris, difusa, kabut fokal parenkim, dan nodul kecil multiple dengan area ground-glass halo seperti gambar dibawah ini (Franquet, 2001).

Banyak lesi fokal dikarenakan infeksi fungi, terutama spesies Aspergilus. Spesies-spesies yang paling sering menyebabkan infeksi adalah A. fumigatus, Candida albicans, dan Histoplasma capsulatum. Temuan pada CT terdiri dari nodul yang dikelilingi halo of ground glass attenuation atau halo sign. Temuan ini mengindikasikan terdapat infark haemoragik. Pada psien dengan neutropenik, halo sign mengindikasikan angioinfvasif aspergillosis. Tampakan yang sama juga terjadi pada infeksi Mucorales, candida, herpes simplex and CMV, Wegeners granulomatosis, Kaposis sarcoma dan metastase haemorrhagik (Franquet, 2001).

Imunosupresi Ringan. Pasien-pasien imunosupresi ringan seperti chronic debilitating illness, diabetes mellitus, malnutrition, alkoholik, umur yang tua, pembeerian kortikosteroid jangka panjang dan penyakit obstruksi paru , cenderung untuk mengalami infeksi oleh Aspergilus yang disebut semi-invasive atau chronic necrotizing aspergillosis, dikarakteristikkan secara histologis berupa nekrosis jaringan dan inflamasi granulomatosa seperti reaktivasi TB. Manifestasi radiografi dari semi-invasive aspergillosis adalah konsolidasi segmental bilateral atau unilateral dan atau penebalan pleura dan opasitas noduler multiple. Temuan ini akan berlanjut secara lambat selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Aspergillus necrotizing bronchitis dapat terlihat pada CT berupa massa endobronkial, pneumonitis obstruktif dan atau kemps atau seperti massa hilar. Pada praktek klinis, diagnosis aspergillus necrotizing bronchitis biasanya didasarkan pada foto thorax abnormal dengan specimen dari biopsi. Klinis pasien dan petunjuk radiografi pada pasien dengan supresi system imun data dilihat pada table 4 (Franquet, 2001).Table 3. Rangkuman klinis pasien dengan temuan radiografi terkait diagnosis etiologi pneumonia

Table 4. Rangkuman klinis dan temuan radiografi untuk diagnosis etiologi dari infeksi pada pasien dengan imunosupresi

Strategi untuk eveluasi radiologis optimalDapat dilihat pada algoritma dibawah ini (Franquet, 2001):

2. Pemeriksaan laboratoriumLeukosistosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosis normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Leucopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Fungsi hati juga dapat terganggu (Sudoyo, 2009).3. Pemeriksaan bakteriologisBahan dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi atau biopsy. Untuk tujuan terapi empiris, dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test dan Z.Nielsen. kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya (Sudoyo, 2009).4. Pemeriksaan khususTiter antibody terhadap virus, legionella dan mikoplasma. Nilai diagnostic bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen (Sudoyo, 2009). Pada pasien Pneumonia komunitas atau nosokomial yang di rawat inap perlu diperiksa analisa gas darah dan kultur darah (Sudoyo, 2009).PenatalaksanaanPengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu (PDPI, 2003):1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empirisSecara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut (PDPI, 2003):Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) Golongan Penisilin TMP-SMZ MakrolidPenisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasiPseudomonas aeruginosa Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, LevofloksasinMethicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) Vankomisin Teikoplanin LinezolidHemophilus influenzae TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasiLegionella Makrolid Fluorokuinolon RifampisinMycoplasma pneumoniae Doksisiklin Makrolid FluorokuinolonChlamydia pneumoniae Doksisikin Makrolid Fluorokuinolon1. Pneumonia komunitasPenatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi (PDPI, 2003):a. Penderita rawat jalanPengobatan suportif / simptomatik dapat berupa istirahat di tempat tidur, minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi. Bila panas tinggi perlu di kompres atau minum obat penurun panas. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran. Terapi antibiotic dapat dilihat pada table 5.b. Penderita rawai inap di ruang rawat biasaPengobatan suportif berupa pemberian terapi oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit, pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik. Pemberian antibiotic dapat dilihat di table 5. c. Penderita rawat inap di ruang rawat intensifPengobatan suportif / simptomatik berupa pemberian terapi oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit, pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik. Pengobatan antibiotic sesuai table 5. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik. Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.

Table 5. Terapi pneumonia komunitas

Rawat jalan Tanpa faktor modifikasi: golongan beta laktam+anti beta laktamase Dengan faktor modifikasi: golongan beta laktam + anti beta laktamase atau flourokuinolon respirasi (levofloksasin, moksifloksasin, gatifloksasin) Bila dicurigai pneumonia atipik ditambah makrolid (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin)

Rawat inap Tanpa faktor modifikasi:golongan beta laktam + antibetalaktamase iv atau sefalosporin gen 2, 3 iv atau flourokuinolon respirasi iv Dengan faktor modifikasi: sefalosporin gen 2, 3 iv atau flourokuinolon iv Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik ditambah makrolid.

Ruang rawat intensif Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas: sefalosporin gen 3 iv non pseudomonas ditambah makrolid atau flourokuinolon respirasi iv Ada faktor resiko infeksi pseudomonas: sefalosporin anti pseudomonas iv atau karbapenem iv ditambah flourokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin) iv atau aminoglikosid iv.

Keterangan:Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah (PDPI, 2003): 1. Pneumokokus resisten terhadap penisilin Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan beta laktam selama tiga bulan terakhir Pecandu alkohol Penyakit gangguan kekebalan Penyakit penyerta yang multipel2. Bakteri enterik Gram negatif Penghuni rumah jompo Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru Mempunyai kelainan penyakit yang multipel Riwayat pengobatan antibiotik3. Pseudomonas aeruginosa Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir Gizi kurang2. Pneumonia nosokomial Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah (PDPI, 2003): a) Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat b) Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik. c) Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis. d) Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR e) Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk f) Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

Table 6. Terapi antibiotik awal secara empiric untuk Pneumonia nosokomial pada pasien dnegan tanpa faktor resiko pathogen MDR

Pathogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan

Streptocoocus pneumoniae Haemophilus influenzae Metisilin-sensitif Staphylocoocus aureus Antibiotik sensitif basil Gram negatif enteric:Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Enterobacter spp, Proteus spp, Serratia marcescens Betalaktam + antibetalaktamase (Amoksisilin klavulanat) atau Sefalosporin G3 nonpseudomonal (Seftriakson, sefotaksim) AtauKuinolon respirasi (Levofloksasin, Moksifloksasin)

Table 7. Terapi antibiotik awal secara empiric untuk Pneumonia pada pasien dengan faktor resiko pathogen MDR

Pathogen potensialTerapi antibiotik kombinasi

Patogen MDR tanpa atau dengan patogen pada Tabel 1

Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumoniae (ESBL) Acinetobacter sp Methicillin resisten Staphylococcus aureus (MRSA) Sefalosporin antipseudomonal (Sefepim, seftasidim, sefpirom) atau Karbapenem antipseudomonal (Meropenem, imipenem) atau -laktam / penghambat laktamase (Piperasilin tasobaktam) ditambah Fluorokuinolon antipseudomonal (Siprofloksasin atau levofloksasin) atau Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin atau tobramisin) ditambah Linesolid atau vankomisin atau teikoplanin

Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 21 hari (PDPI, 2003).PrognosisFaktor prognosis negatif dari pneumonia komuniti adalah adanya penyakit paru sebelumnya, adanya penyakit jantung, fungsi limpa yang buruk, umur tua, keterlibatan multi lobus, dan penundaan penggunaan antibiotic. Bakteremia merupakan bagian dari proses penyakit pneumonia pneumokokus dan bukan merupakan komplikasi dan faktor buruk prognosis (Cunha, 2004).Prognosis pasien dengan pneumonia nosokomial tergantung dari fungsi kardiopulmonal dan pertahan tubuh dengan penyakit yang memiliki onset cepat memiliki prognosis yang lebih baik (Cunha, 2004).Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi (PDPI, 2003): Efusi pleura Empiema Abses Paru. Pneumotoraks Gagal napas Sepsis

KESIMPULAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Kasus pneumonia sering didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering berakibat kematian. Oleh karena itu, terapi pneumonia tidak boleh ditunda terutama untuk penggunaan antimikroba karena terapi tersebut menjadi salah satu faktor prognostik pneumonia dalam hal morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, penegakan diagnosis menjadi hal yang penting dilakukan.Diagnosis pneumonia merupakan kombinasi gambaran klinis pasien, tes mikrobiologis, dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi dapat berupa foto thorax dan CT scan. Foto thoraks merupakan pemeriksaan yang murah dan sangat membantu menemukan keabnormalan paru. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan awal yang penting pada pasien yang dicurigai mengidap infeksi paru. Biasanya pada kebanyakan kasus, pemeriksaan ini dapat menegakkan diagnosis pneumonia sehingga tidak perlu di lakukan pemeriksaan/prosedur radiografi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Corr P. (2004). Mengenal Pola Foto-Foto Diagnostik. Jakarta: EGC.Cunha, Burke A. (2004). Nosocomial and Healthcare-Associated Pneumonia. Emedicine. Tersedia dalam http://emedicine.medscape.com/article/234753-overview#aw2aab6b6 [diakses pada 18 Februari 2015]Cunha, Burke A. (2004). Community-Acquired Pneumonia. Emedicine. Tersedia dalam http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview#aw2aab6b6 [diakses pada 18 Februari 2015]Fauci A. S. et al. (2008). Harrisons Principal of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill.Franquet, T. (2001). Imaging of pneumonia: trends and algorithms. European Respiratory Journal; 18: 196-208Hadjiliadis, Denis. (2013). Pneumonia: adult (community-aquired). Tersedia dalam http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000145.htm diakses pada [18 Februari 2015]Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia Nosokomial Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Tersedia dalam http://klikpdpi.com/konsensus/pnenosokomial/pnenosokomial.pdf [diakses pada 18 Februari 2015]Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Tersedia dalam http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneunomiakom/pnkomuniti.pdf [diakses pada 18 Februari 2015]Sudoyo, et al. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Watkins, Richard R dan Lemonovich Tracy L. (2011). Diagnosis and Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults. Am Fam Physician. 2011;83(11):1299-1306 Tersedia dalam http://www.aafp.org/afp/2011/0601/p1299.pdf [diakses 18 Februari 2015]