paper anastesi ra-sab pada appendicitis

49
Page BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada seikum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Banyak factor yang menyebabkan timbulnya peradangan pada appendiks, diantaranya karena ada infeksi yang diakibatkan oleh berbagai factor, factor tersering karena adanya fecalith yang sering menyumbat dan menimbulkan obstruksi. Penanganan appendicitis biasanya dilakukan dengan tindakan bedah yaitu appendiktomi, yakni dilakukan pemotongan pada appendix vesiformis. Dan untuk melakukan tindakan bedah tersebut biasanya dilakukan anastesi terlebih dahulu. Dan anastesi yang tersering untuk melakukan tindakan pemotongan appendiks adalah

Upload: raniaboloy

Post on 13-Apr-2016

39 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Anastesi RA-SAB pada appendicitis

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-

kira 10 cm dan berpangkal pada seikum. Appendiks pertama kali tampak saat

perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari

protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari

sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial

menuju katup ileocaecal. Banyak factor yang menyebabkan timbulnya

peradangan pada appendiks, diantaranya karena ada infeksi yang diakibatkan

oleh berbagai factor, factor tersering karena adanya fecalith yang sering

menyumbat dan menimbulkan obstruksi.

Penanganan appendicitis biasanya dilakukan dengan tindakan bedah yaitu

appendiktomi, yakni dilakukan pemotongan pada appendix vesiformis. Dan

untuk melakukan tindakan bedah tersebut biasanya dilakukan anastesi terlebih

dahulu. Dan anastesi yang tersering untuk melakukan tindakan pemotongan

appendiks adalah dengan anastesi regional. Yaitu regional anastesi-

subarachnoid. Di dalam pembuatan paper ini kami akan membahas mengenai

anastesi regional subarachnoid blok pada kasus appendicitis. Karena memang

appendicitis ini merupakan kasus yang cukup banyak, dan anastesi yang sering

digunakan adalah regional anastesi subarachnoid blok, mengingat anastesi

regional subarachnoid lebih menguntungkan untuk digunakan dalam tindakan

pemotongan appendiks (appendiktomi). Karena mengingat tindakan operasi

appendiktomi ini tidak membutuhkan waktu yang lama dan cukup dengan

anastesi regional subarachnoid blok.

Page 2: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Apendisitis

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-

kira 10 cm dan berpangkal pada seikum. Appendiks pertama kali tampak saat

perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari

protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari

sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial

menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada

pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya

insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di

bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga

tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi

posisi appendiks.

Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi

appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)

31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%,

dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar

dibawah ini.

Page 3: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Page 4: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan

limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua

minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya

berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa.

Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis

berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis

bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis

yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks

termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks

mengalami ganggren.3

Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen

oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran

mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,

Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.26 Penelitian Collin (1990) di

Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi.

Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa 60%,

fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.4

Appendisitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua

lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena

obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya

appendicitis. Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi

mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada

dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri

menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi

mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan

Page 5: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor

obstruksi telah dihilangkan. Appendisitis dimulai dengan proses eksudasi pada

mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa

kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya

menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan

selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis

lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks

menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya

menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding

appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema

dan pembuluh darah kongesti.

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

2.2. Klasifikasi appendicitis

Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah

sebagai berikut:

A. Appendisitis Akut.

a. Appendisitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa

disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen

appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang

mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema,

dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,

mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada

Page 6: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,

hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.

b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan

menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan

edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar

berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa

sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.

Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di

dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri

tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada

gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada

seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendisitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri

mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain

didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada

bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan

atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat

mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

B. Appendisitis infiltrate

Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon

Page 7: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang

melekat erat satu dengan yang lainnya.

C. Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi

nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,

retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

D. Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah

ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga

terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi

dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

E. Appendicitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif

sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme

dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.

Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat

serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu,

radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara

histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis

propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan

eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh

darah serosa tampak dilatasi.

Page 8: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

2.3. Gejala Appendicitis

Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:

- Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen

atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit

ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang.

Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang

kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara

progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.

- Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan

merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.

- Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi.

- Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan

terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita

hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan

biasanya.

- Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin

ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak

retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan

rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi

letak rasa nyeri.

2.4. Diagnosa Appendicitis

Cara menegakkan diagnose apendisitis antara lain melalui:

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi, pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik

dan terlihat distensi perut.

b. Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri

dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

Page 9: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

bawah merupakan kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri

bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan

juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Blumberg (Blumberg Sign).

c. Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk

menentukan letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat

dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang

meradang terletak di daerah pelvic.

d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi

aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks

yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang

meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding

panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive

protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit

antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,

sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP

adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam

setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses

elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu

80% dan 90%.

Page 10: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

b. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed

Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,

sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang

dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi

serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka

sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan

mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas

yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

2.5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi

penanggulangan konservatif dan operasi.

a. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak

mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita

appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan

elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.

b. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan

yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).

Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat

mengakibatkan abses dan perforasi.

Page 11: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

2.6. Regional Anesthesi-Subarachnoid Block (RA-SAB)

Anastesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah

pemberian obat anastetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anastesi spinal

diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang

subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.

A. Indikasi, kontraindikasi, komplikasi RA-SAB

a) Indikasi dilakukan Regional Anastesi-Subarachnoid Block antara lain:

- Bedah ekstremitas bawah

- Bedah panggul

- Tindakan sekitar rektum-perineum

- Bedah obstetric-gynekologi

- Bedah urologi

- Bedah abdomen bawah

- Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya

dikombinasi dengan anestesi umum ringan

b) Kontra-indikasi

Kontraindikasi spinal anastesi terbagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi

absolute dan kontraindikasi relative:

Kontraindikasi absolute :

- Pasien menolak.

- Infeksi pada tempat suntikan.

- Hipovolemik berat, syok.

- Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan.

- Tekanan intracranial meninggi.

- Fasilitas resusitasi minimum.

Page 12: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

- Kurang pengalaman atau didampingi konsultasi anestesi.

Kontraindikasi relative:

- Infeksi Sistemik.

- Infeksi Sekitar Tempat Suntikan

- Kelainan Neurologis.

- Kelainan Psikis.

- Bedah Lama.

- Penyakit Jantung.

- Hipovolemia Ringan.

- Nyeri Punggung Kronis.

c) Komplikasi Spinal Anastesi

Komplikasi Tindakan

1. Hipotensi berat.

Akibat blok simpatis, terjadi “ venous pooling” . biasanya dapat

dicegah dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 mL atau

500 mL cairan koloid sebelum tindakan.

2. Bradikardi.

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat

blok sampai T2.

3. Hipoventilasi.

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.

4. Trauma pembuluh darah.

5. Trauma saraf.

6. Mual-muntah.

7. Blok spinal tinggi atau spinal total.

Page 13: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Komplikasi Pasca Tindakan

1. Nyeri pada tempat suntikan.

2. Nyeri punggung.

3. Nyeri kepala karena PDPH.

4. Retensi urin.

5. Meningitis.

B. Teknik anastesi spinal (RA-SAB)

1. Posisi duduk atau lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah

ialah posisi yang paling sering dikerjakan . biasanya dikerjakan diatas

meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit

perubahan posisi pasien.

2. Setelah dimonitor tidurkan pasien dalam posisi duduk. Buat pasien

membungkuk maksimal agar proc. Spinosus mudah teraba.

3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka

dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Jangan melakukan

penusukan pada L1-2 karena berisiko trauma terhadap medulla

spinalis.

4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.

5. Beri anastetik lokal pada tempat tusukan misalnya dengan lidokain 1-

2% 2-3 mL.

6. Cara tusukan median atau paramedian. Biasanya jarum yang

digunakan adalah berukuran 25 G. tusukan introduser sedalam kira-

kira 2 cm agak sedikit kea rah sefal, kemudian masukkan jarum spinal

berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan

jarum yang tajam (quincke-babcock), irisan jarum (bevel) harus sejajar

dengan serat duramater yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah

Page 14: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

ke atas atau kebawah untuk menghindari kebocoran liquor yang dapat

berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal anastesi. Setelah

resistensi menghilang , mandarin jarum spinal dicabut dan keluar CSF,

kemudian masukkan obat secara perlahan-lahan diselingi aspirasi

sedikit , hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.

Peralatan anastesi spinal:

1. Peralatan monitor (Tekanan darah, nadi, pulse oksimetri dan EKG)

2. Peralatan resusitasi/ anastesi umum.

3. Jarum spinal.

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke-

babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil ( pencil point, whitecare).

C. Preoperatif RA-SAB

Penilaian Preoperatif

Penilaian preoperative merupakan langkah awal dari serangkaian

tindakan anesthesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan

untuk menjalani tindakan operatif.

Tujuan:

Page 15: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

1. Mengetahui status fisik pasien praoperatif

2. Mengetahui dan menganalisis jenis operasi

3. Memilih jenis atau teknik anesthesia yang sesuai

4. Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau

pascabedah

5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang

diramalkan

Tatalaksana evaluasi

1. Anamnesis.

Anamnesis baik autoanamnesis maupun alloanamnesis, yakni

meliputi identitas pasien, anamnesis khusus yang berkaitan dengan

penyakit bedah yang mungkin menimbulkan kerusakan fungsi organ,

dan anamnesis umum yang meliputi riwayat penyakit sistemik,

riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat operasi/anesthesia terdahulu,

kebiasaan buruk, dan riwayat alergi. 12

2. Pemeriksaan fisik.

Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi

kesadaran, frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan

tinggi badan untuk menilai status gizi/BMI. Disamping itu juga

dilakukan pemeriksaan fisik umum yang meliputi pemeriksaan status

psikis, saraf, respirasi, hemodinamik, penyakit darah, gastrointestinal,

hepato-bilier, urogenital dan saluran kencing, metabolik dan endokrin,

otot rangka, integument.

Pada anestesi juga diperlukan pemeriksaan skor Mallampati

yang digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi

(Mallampati,et al. 1985) Hal ini dilakukan dengan melihat anatomi

cavum oral, terutama didasari terlihatnya dasar uvula, arkus di depan

dan belakang tonsil, dan palatum mole. Skoring dilakukan saat pasien

Page 16: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

duduk dan pandangan ke depan. Skor Mallampati yang tinggi (III atau

IV) berhubungan dengan intubasi yang lebih sulit sebanding juga

dengan insiden yang lebih tinggi untuk terjadi apneu.

Skoring Mallampati (Nuckton, et al.)13

Terlihat tonsil, uvula, dan palatum mole secara keseluruhan

Terlihat palatum mole dan durum, bagian atas tonsil dan uvula

Terlihat palatum mole dan durum, dan dasar uvula

Hanya terlihat palatum durum

3. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya.

Meliputi pemeriksaan rutin yakni pemeriksaan darah dan urin. Selain

itu pada pasien yang akan operasi besar dan pasien yang menderita

penyakit sistemik tertentu diperlukan pemeriksaan khusus sesuai

indikasi yang meliputi pemeriksaan laboratorium lengkap,

pemeriksaan radiologi, evaluasi kardiologi terutama pada pasien

berumur diatas 35 tahun, pemeriksaan spirometri pada pasien PPOM.

4. Menentukan prognosis pasien perioperatif.

Hal ini dapat menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh American

Society of Anesthesiologist (ASA) (Wiryana dkk, 2010).

Page 17: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Persiapan anastesi spinal (RA-SAB)

Pada dasarnya persiapan untuk anastesi spinal seperti persiapan anastesi

umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah menimbulkan kesulitan,

misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali

sehingga tak teraba tonjolan proc. Spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-

hal dibawah ini :

Page 18: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

1. Informed consent.

Sebelum dilakukan anastesi wajib meminta izin kepada pasien dan tidak

boleh memkasanya.

2. Pemeriksaan fisik.

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-

lainnya.

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran.

Hemoglobin, hematokrit , PT (protrombin time) dan PTT (partial

tromboplastin time).

Persiapan Preoperatif

a) Masukan oral

Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi

lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko

utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko

tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan

anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode

tertentu sebelum induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8

jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak

diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih,

teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam

jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi anesthesia.

b) Terapi Cairan.

Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami

defisit cairan karena durasi puasa . Dengan tidak adanya intake oral, defisit

cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin,

sekresi gastrointestinal, keringat, dan insensible losses yang terus menerus

dari kulit dan paru. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan

cairan maintenance dengan waktu puasa.

Page 19: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

D. Durante Operasi RA-SAB

- Persiapan Pasien

Pasien dengan tindakan appendiktomi dapat terjadi evaporasi.

Oleh karena itu, pasien ini diselimuti dan dilakukan monitor

balans cairan (keseimbangan cairan). Perlu juga untuk mengatur

suhu pendingin ruangan.

- Pemakaian Obat Anestesi

Infiltrasi lokal menggunakan lidokain 5% di area L4-5 dengan

menyusuri krista iliaka. Dilanjutkan anestesi dengan bupivacaine

0.5% 12.5 mg.

- Terapi Cairan

Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid,

koloid, atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan

dengan ion low molecular weight (garam) dengan atau tanpa

glukosa, sedangkan cairan koloid juga mengandung zat-zat high

molecular weight seperti protein atau glukosa polimer besar.

Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk

Page 20: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

sebagian besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat

menyeimbangkan dengan dan mendistribusikan seluruh ruang

cairan ekstraseluler.

Cairan dipilih sesuai dengan jenis kehilangan cairan yang

digantikan. Untuk kehilangan terutama yang melibatkan air,

penggantian dengan cairan hipotonik, juga disebut cairan jenis

maintenance. Jika kehilangan melibatkan baik air dan elektrolit,

penggantian dengan cairan elektrolit isotonik, juga disebut cairan

jenis replacement.

Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah

isotonik, cairan jenis replacement yang umumnya digunakan.

Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer

laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL

free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium

serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang

paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan

merupakan menjadi cairan yang paling fisiologis ketika volume

besar diperlukan. Kehilangan darah durante operasi biasanya

digantikan dengan cairan RL sebanyak 3 hingga empat kali

jumlah volume darah yang hilang.

Metode yang paling umum digunakan untuk

memperkirakan kehilangan darah adalah pengukuran darah

dalam wadah hisap/suction dan secara visual memperkirakan

darah pada spons atau lap yang terendam darah. Untuk 1 spon

ukuran 4x4 cm dapat menyerap darah 10 cc sedangkan untuk lap

dapat menyerap 100-150 cc darah. Pengukuran tersebut menjadi

Page 21: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

lebih akurat jika kassa atau lap tersebut ditimbang sebelum dan

sesudah terendam oleh darah.

E. Postoperatif RA-SAB

- Pemindahan Pasien dari Kamar Operasi ke Recovery Room

Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-

anesthesia care unit (PACU), biasa disebut dengan recovery

room. Di tempat ini, pasien akan diobservasi dengan ketat,

termasuk vital sign dan level nyerinya (WebMD, 2011).

Pemindahan pasien dari kamar operasi ke PACU memerlukan

pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan ini di

antaranya ialah letak insisi bedah, perbuhan vaskular, dan

pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu dipertimbangkan

setiap kali pasien pasca operasi dipindahkan. Banyak luka

ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya

dilakukan untuk mencegah regangan sutura yang lebih lanjut.

Selain itu, pasien diposisikan sehingga tidak berbaring pada

posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.

- Perawatan Post Anestesi di Recovery Room

Recovery dari anestesi terjadi ketika efek obat-obatan

anestesi hilang dan fungsi tubuh mulai kembali. Perlu beberapa

waktu sebelum efek anestesi benar-benar hilang. Setelah

anestesi, sejumlah kecil obat masih terdapat dalam tubuh pasien,

tetapi efeknya minimal. Waktu recovery dari anestesi bergantung

pada jenis anestesi, usia pasien, jenis operasi, durasi operasi, pre-

existing disease, dan sensitivitas individu terhadap obat-obatan.

Perkiraan waktu recovery yang tepat dapat ditentukan jika semua

Page 22: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

spesifikasi pembedahan, riwayat pasien dan jenis anestesi

diketahui.

STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien

Nama : Hotris Simbolon

Usia : 21 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Tuasan No. 113

Agama : Kristen

Page 23: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Suku : Batak

No RM : 23 59 59

Masuk Rumah Sakit : 27 Desember 2015

Dirawat di : Ruang An-nisa

Tgl dilakukan anestesi : 28 Desember 2015

Lama anastesi : 10.45 - selesai

Diagnosis pra bedah : Appendicitis Akut

Jenis pembedahan : Appendektomi

Jenis anesthesia : Regional Anesthesia-Sub Arachnoid Block

1.2. Pre-operatif

1.2.1. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Telaah :

Pasien datang ke RS.Haji Medan dengan

keluhan nyeri perut kanan bawah. Keluhan ini

sudah dirasakan sejak seminggu yang lalu.

Timbul terus menerus saat beraktifitas maupun

beristirahat. Os juga mengeluh tidak nafsu

makan disertai dengan mual muntah yang

dialami ± 2 x per hari. Demam dialami sejak 3

Page 24: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

hari, sakit kepala (+), BAK (+) normal, BAB

(+).

Alergi : : Tidak didapatkan riwayat alergi terhadap

obat/ makanan

Medication : Tidak mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya.

Past Medical

History

: DM (-), HT (-), asma (-)

Last Meal : Minimal sejak 6 jam sebelum operasi (Pukul

03.00 WIB)

Event : Pasien dapat BAK tidak terpasang kateter

.

1.2.2. Pemeriksaan Fisik

Berat Badan : 56 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Pemeriksaan Kepala

Mata : Konj. Palpebra inferior pucat (-), sklera ikterik (-),

pupil isokhor, Refleks cahaya (+/+)

Hidung : Sekret (-), Deviasi (-)

Bibir : Mukosa bibir basah, Sianosis (-)

Gigi : Caries (-)

Pemeriksaan Leher

Page 25: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Pembesaran KGB (-), Thyroid (+) Normal

Axilla

Pembesaran KGB axilla (-)

Pemeriksaan Thoraks

Paru-paru

Depan

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : SP= Vesikuler, ST= (-)

Belakang

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : SP= Vesikuler, ST= (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : DBN

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II Normal, Reguler

Status Lokalisata

Regio Abdomen

Inspeksi : Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan kuadran kanan bawah

(+), tidak teraba massa, rovsing sign (-), blumberg

sign (+).

Page 26: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Perkusi : Timpani

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Pemeriksaan khusus : psoas sign (+), obturator sign

(+).

Genitalia : DBN

Pemeriksaan Ekstremitas

Kekuatan Otot : 5/5/5/5/5

Pemeriksaan Sensibilitas : Dextra et Sinistra tidak ada

kelainan.

B1

(Breathing)

airway clear, napas spontan, RR 20x/menit,

ronki (-), wheezing (-)

B2 (Blood) akral hangat, CRT <2 detik, nadi 90x/mnt, TD

120/80 mmHg, S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)

B3 (Brain) compos mentis, GCS 456, pupil isokor 3mm/3mm,

reflek cahaya +/+

B4 (Bladder) urin output (-), kateter (-)

B5 (Bowel) soepel, peristaltic usus (+) normal, mual (-),

muntah (-)

B6 (Bone) edema -/-

1.2.3. Pemeriksaan Penunjang Pre-operasi

a. Pemeriksaan Laboratorium (27 Desember 2015)

Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 14.2 12-16 g/dl

Hitung Eritrosit 4,3 3,9-5,6 106/µl

Hitung Leukosit 14.800 4.000-11.000 /µl

Page 27: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Hematokrit 36.4 36-47 %

Hitung

Trombosit

256.000 150.000-450.000 /µl

Index eritrosit

MCV 90 80-96 fL

MCH 32 27-31 pg

MCHC 35.6 30-34 %

Hitung jenis leukosit

Eosinofil 2 1-3 %

Basofil 0 0-1 %

N. Stab 0 2-6 %

N. Seg 67 53-75 %

Limfosit 25 20-45 %

Monosit 6 4-8 %

LED 25 0-20 mm/jam

Kimia klinik

Glukosa Darah

Sewaktu

79 <200 mg/dL

Urinalisa

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Agak keruh Jernih

pH 5.0 4.8-7.4

Protein Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Darah Negatif Negatif

Berat Jenis 1.025

Page 28: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

b. Foto Thoraks

Hasil : Cor dan pulmo Dalam Batas Normal

1.2.4. Diagnosa Kerja

Apendisitis Akut

1.2.5. Laporan Anesthesi Pre-operasi

- Assessment : ASA I

- Diagnosa prabedah : Appendisitis akut.

- Keadaan prabedah (27 Desember 2015, pukul 20.00 WIB) :

BB 56 kg, golongan darah O

TD 120/80 mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 36,6°C

Hb 14,2 gr/dL

Dipuasakan 6 jam preoperasi

- Jenis pembedahan : Appendektomi

1.2.6. Persiapan Pre-operasi

1. Di Ruang An-Nisa

- Surat persetujuan operasi + surat persetujuan tindakan anestesi

- IVFD RL 30 gtt/i selama dipuasakan

- Inj. Ranitidin 50 mg sesaat sebelum berangkat ke OK

- Inj. Metoclopramide 10 mg

2. Di Kamar Operasi

- Scope stetoskop, laringoskop

- Tubes ETT (cuffed) size 7,0 kink fix

- Airway orotracheal airway

Page 29: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

- Tape plester untuk fiksasi

- Introducer untuk memandu agar pipa ETT mudah

dimasukkan

- Connector penyambung antara pipa dan alat anestesi

- Suction memastikan tidak ada kerusakan pada alat

suction

- Obat emergensi : Sulfas atropin, lidokain, adrenalin,

efedrin

1.3. Durante Operatif

1.3.1. Laporan Anesthesi Durante Operatif

Jenis anestesia : Regional anestesia-Sub Arachnoid

Blok

Teknik anestesia :

1. Memposisikan pasien dengan kondisi duduk, meluruskan

punggung dan kaki, tapi tetap dalam keadaan tidak tegang,

dan menundukkan kepala.

2. Lokasi injeksi diberi antiseptik, dengan povidon iodine

3. Identifikasi ruang interspinosus diantara L4-L5.

4. Kemudian di infiltrasi lokal dengan lidokain 2% di area L4-

L5

5. Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino catheter ukuran 25

gauge, barbotage (+), dan cairan serebrospinal (+)

6. Injeksi bupivacaine 0.5% 12,5 mg, kemudian dilakukan

pengecekan area sensoris, motoris dan tanda-tanda toksikasi

pada pasien.

Lama anestesi : 10.45 sampai selesai

Page 30: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Lama operasi : 10.50– 11.45 WIB

1.3.2. Tindakan Regional Anesthesi

a. Posisi anestesi : Pasien duduk dengan mendekap bantal, kepala

menekuk ke dada, punggung tidak tegang, kedua kaki lurus.

b. Teknik anestesi : Anestesi regional spinal dengan bupivacaine

0.5% 12,5 mg.

1.3.3. Monitoring

- Pernafasan : O2 nasal canule, 2 lpm

- Medikasi durante operasi :

Ondansetron 4 mg i.v

Ketorolac 30 mg i.v

Fentanyl 25 mcg i.v

- Cairan masuk

Pre-Operatif : Kristaloid RL 500 cc

Durante Operatif : RL 500 cc

- Cairan keluar

Pre-Operatif : (-)

Durante Operatif : (-)

- Catatan

EBV : 56 kg x 70 = 3920

EBL

10% : 392

20% : 784

30% : 1176

- Perdarahan

Page 31: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Kasa Basah : 2x10 = 20 cc

Kasa ½ Basah : 2x5 = 10 cc

Suction = 70 cc

Total = 100 cc

1.4. Post Operatif

1.4.1. Laporan Anesthesi Post Operatif di Ruang Pulih Sadar

Pasien masuk jam 11.50 WIB

Keluhan pasien : mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)

Pemeriksaan fisik

B1 Airway clear, napas spontan, Rhonki (-), Wheezing

(-)

B2 Nadi 80x/menit, TD 100/70 mmHg, CRT <2 detik

B3 Compos mentis, pupil isokor 3mm/3mm, reflek

cahaya+/+

B4 Kateter (+), Urin output 50 cc

B5 Soepel, BU (+)

B6 Akral hangat, kering, kemerahan, mobilitas (-),

edema (-)

Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette Score >9

Pergerakan : 2

Pernafasan : 2

Warna kulit : 2

Tekanan Darah : 2

Kesadaran : 2

Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa

dipindahkan ke ruang rawat.

Page 32: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Terapi Pasca Bedah :

Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang

IVFD RL 30 gtt/i

Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh dan keadaan umum

sudah membaik

Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv

Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam iv

Bila mual muntah : Inj.Ondansetron 4 mg/8 jam i.v

1.4.2. Monitoring

- Cek vital sign tiap 15 menit selama 2 jam

- Bila RR <10x/menit, berikan O2 10 liter/menit

- Bila nadi ≤50, berikan sulfas atropin 0,5 mg iv cepat

- Jika tekanan darah sistole <90 mmHg berikan RL 500 cc dalam

30 menit efedrin 5 mg iv

- Makan dan minum: diberikan secara bertahap bila pasien tidak

mual dan muntah.

- Bila pasien kesakitan dapat diberikan injeksi ketorolac 30 mg i.v

Page 33: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua

lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena

obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya

appendicitis. Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka

tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).

Anastesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah pemberian

obat anastetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anastesi spinal diperoleh

dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.

Page 34: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Pada penatalaksanaan appendicitis dengan indikasi operasi dilakukan

tindakan appendektomi dimana dilakukan pembedahan yang berlokasi pada

abdomen bagian bawah, maka anastesi yang relevan dengan tindakan ini yaitu

regional anastesi subarachnoid block.

DAFTAR PUSTAKA

Schwartz, I.S., 2000. Principles of Surgery 7th. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R., dan Jong, W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kumar, V., 2007. Robins Basic Pathology. Edisi 8. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Page 35: Paper Anastesi RA-SAB Pada Appendicitis

Page

Collin, B, et al, 1990. Acute Appendicitis Risks of Complications. Official

Journal of The American Academy, Vol 106 No 1.

http://www.aafp.org .

Way, L., Doherty, G., 1994. Current Diagnosis & Treatment. Edisi 11

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman, 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.

Schrock, T., 1995. Ilmu Bedah. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Soeparman, 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.