optimasi proses produksi pewarna alami instan...

26
OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN DARI LIMBAH KAYU KAMPER (Cinnamomum camphora (L) Presl ) DITELAAH DARI WAKTU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN MALTODEKTRIN OPTIMATION OF INSTANT NATURAL COLORANT PRODUCTION PROCESS FROM CAMPHOR (Cinnamomum camphora (L) Presl ) WASTE AS REAVEALED BY HEATING TIME AND MALTODEXTRIN ADDITION Oleh : Ariel Nico Ardila Kusumo NIM : 652010009 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: ngotuyen

Post on 22-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN DARI

LIMBAH KAYU KAMPER (Cinnamomum camphora (L) Presl ) DITELAAH

DARI WAKTU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN MALTODEKTRIN

OPTIMATION OF INSTANT NATURAL COLORANT PRODUCTION

PROCESS FROM CAMPHOR (Cinnamomum camphora (L) Presl ) WASTE AS

REAVEALED BY HEATING TIME AND MALTODEXTRIN ADDITION

Oleh :

Ariel Nico Ardila Kusumo

NIM : 652010009

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu
Page 3: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu
Page 4: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

23

Page 5: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

24

Page 6: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

25

Page 7: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

26

OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN DARI

LIMBAH KAYU KAMPER (Cinnamomum camphora (L) Presl ) DITELAAH

DARI WAKTU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN MALTODEKTRIN

OPTIMATION OF INSTANT NATURAL COLORANT PRODUCTION

PROCESS FROM CAMPHOR (Cinnamomum camphora (L) Presl ) WASTE AS

REAVEALED BY HEATING TIME AND MALTODEXTRIN ADDITION

Ariel Nico Ardila Kusumo*, A.Ign. Kristijanto **, Hartati Soetjipta **

*Mahasiswa Prodi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Prodi Kimia Fakultas Sains dan Matematika,

Universitas Kristen Satya Wacana

Jalan Diponegoro 52-60

Salatiga

Email : [email protected]

ABSTRACT

The objectives of this study are : Firstly, to produce natural dye powder from

camphor wood waste as revealead by the length of heating time and without

maltodextrin addition. Secondly, optimation of natural dye powder of camphor wood

waste in terms of length of heating time, maltodextrin addition, and the interactions.

Thirdly, to determine the depth of shade color of natural dye from camphor wood

powder between different fixatives (lime, alum, and “tunjung” respectively).

The results of this study showed that : 1) The yield of the natural dye powder

from camphor wood waste is in the amount of 0.359 ± 0.029 grams without

maltodextrin addition in 120 minutes heating time. 2) The optimum yield of natural

dye powder from camphor wood waste as revealed by the length of heating time,

maltodextrin addition, and their interaction is obtained in the amount of 3.732 ±

0.063 grams in 30 minutes of heating time time 15% maltodextrin additions. 3) The

use of lime as fixative on cotton produce darker color for all hues (red, blue, and grey

respectively), and has a same depth of shade color for green hue using “tunjung” as

fixative. In the contracy, use of alum as fixative on cotton produce brighter color for

blue hue, while with “tunjung” produce more brighter red and grey hues.

Key words : waste of camphor, instant natural colorant, maltodektrin.

1

Page 8: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

27

PENDAHULUAN

Batik dan Indonesia adalah suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, karena batik

sudah menjadi ikon bahkan telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia.

Dalam sejarah pembuatan batik, nenek moyang kita telah menggunakan pewarna

alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitarnya. Menurut Fitrihana

(2009) pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang

dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila

(Indigofera sp), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana Arn), kayu tegeran

(Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu (Morinda citrifolia),

kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu

biji (Psidium guajava), dan sebagainya. Namun dalam perkembangan, ditambah

dengan kemajuan IPTEK maka kedudukan pewarna alami tergeser oleh kehadiran

pewarna sintetik yang relatif lebih mudah penggunaannya, lebih bervariasi warnanya,

serta lebih murah harganya.

Pada saat ini terbukanya pasar bebas di beberapa negara ASEAN terutama

Indonesia yang bergabung dalam AC-AFTA dan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun

2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Di antaranya, menetapkan salah satu tujuan

jangka panjang berupa industri berwawasan lingkungan, dituntut persaingan di antara

para pelaku bisnis dalam menjaga mutu produk dan keramahan lingkungan

merupakan suatu hal yang pokok (Hidayat, 2013). Meskipun pemakaian pewarna

sintetis secara nyata membuktikan kualitas pewarnaan yang baik, tetapi mempunyai

potensi pencemaran lingkungan (Prayitno dkk., 2003). Hal ini, sangat bertentangan

dengan semangat Indonesia dalam AC-AFTA untuk memenuhi syarat mutu produk

ramah lingkungan dalam persaingan industri batik. Oleh karena itu perlu perubahan

dari industri batik menggunakan pewarna sintetis dengan pewarna alami yang lebih

ramah lingkungan.

Selama ini pengrajin batik yang menggunakan pewarna alami dibuat dengan

cara ekstraksi perebusan dan hasilnya dalam bentuk larutan. Bahan pewarna yang

dihasilkan dalam bentuk larutan memiliki kekurangan diantaranya tidak tahan

disimpan dalam waktu relatif lama. Menurut Widowati (2011), hal ini dapat

menyebabkan timbulnya jamur dan konsentrasi larutan tidak seragam, sehingga

konsistensi warna sulit dicapai, dan dalam pendistribusiannya tidak praktis.

2

Page 9: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

28

Menurut Hardjanti (2008), dalam penelitiannya tentang potensi daun katuk

sebagai pewarna alami, dengan menggunakan dua suhu pengeringan oven (80 ºC dan

90 ºC) paling efektif hasil serbuk 5,64% dari total volume ektrak 100 ml pada

pengeringan 90 ºC, sedangkan penambahan maltodektrin berkisar antara 4-8 %.

Sedangkan menurat Fitrihana (2009) proses ektraksi pewarna alam manggunakan

pelarut air dengan perbandingan pelarut air : sampel (10:1). Menurut Prayitno dkk.,

(2003) perolehan warna dari 400 gram serbuk kayu mahoni dengan pelarut air adalah

9,26 gram, dengan suhu ektraksi 60 ºC dalam, waktu pemanasan 90 menit. Serbuk

pewarna yang dihasilkan akan semakin banyak apabila suhu dinaikkan. Lebih lanjut

Padmitasari dan Novitasari (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi zat pengisi

maltodektrin sebanyak 60 % b/v menghasilkan serbuk pewarna 6,23 % bobot ektrak

daun jati. Konsentrasi pengisi maltodektrin yang dipakai 10 % v/v menghasilkan 1,2

% serbuk pewarna dari 100 ml ektrak kulit terong Belanda (Asmara dkk., 2013).

Untuk memenuhi kebutuhan zat warna alami perlu dicari alternatif zat warna

yang murah dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan

limbah kayu kamper yang melimpah berupa serutan yang selama ini kurang

dimanfaatkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Menghasilkan serbuk pewarna alami dari limbah kayu kamper ditinjau dari

lama waktu pemanasan dan tanpa penambahan maltodektrin.

2. Optimasi serbuk pewarna alami dari limbah kayu kamper ditinjau dari lama

waktu pemanasan, penambahan maltodektrin, dan interaksinya.

3. Menentukan ketuaan warna serbuk pewarna alami kayu kamper antar

berbagai fiksatif (kapur, tawas, dan tunjung).

3

Page 10: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

29

METODE PENELITIAN

Bahan dan Piranti yang digunakan

Bahan

Limbah serutan kayu kamper (tatal.jawa) diperoleh dari pengrajin mebel dan

kusen pintu di daerah Karangpete Salatiga, dan kain mori yang sudah di mordan untuk

uji ketuaan warna. Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan adalah akuades,

maltodekstrin, wentol, KAl(SO4)2 (tawas), FeSO4 (tunjung), Ca(OH)2 kapur dan air

PAM.

Piranti

Piranti yang digunakan antara lain : neraca analitis, panci stainless steel,

kompor, oven, pemindai (scanner) Canon MP230, spektrofotometri UV-VIS Optizen

UV 2120 dan program SPSS.

Metode

Ektraksi Pewarna limbah Kayu Kamper

100 g limbah serutan kayu kamper kering direbus dengan air sebanyak 1,5 L

dengan waktu perebusan 30, 60, 90, 120, dan 150 menit dihitung setelah air rebusan

mendidih. Ekstrak didinginkan lalu disaring. Filtrat ditambah dengan maltodektrin

sebanyak 0, 5, 10, 15, dan 20 % (b/v) , kemudian dimasukkan ke dalam oven lalu

dipanaskan pada suhu ± 100 ºC sampai kering lalu dihaluskan.

Verifikasi Ketuaan warna (Kusriniati, 2007 dalam Padmasari, 2012)

Serbuk pewarna alami instan yang diperoleh. Kemudian diuji cobakan dengan

kain mori. Kain difiksasi dengan menggunakan tunjung (5%) dan tawas (5%) selama

5 menit, kemudian dikering anginkan. Kain yang telah melalui proses pewarnaan dan

fiksasi dipindai dengan scanner untuk diperoleh data RGB dan Grayscale-nya.

Pengujian Scanning spektrofotometer UV-Vis (Sastrohamidjojo, 2001)

Ektrak serbuk pewarna yang telah dilarutkan (1:100 b/v), masing-masing

fiksatif, dan campuran ekstrak tanin dengan masing-masing fiksatif pada konsentrasi

yang sama (1:1 v/v) diukur panjang gelombang serapan optimumnya menggunakan

spetrofotometer optizen 2021 pada panjang gelombang cahaya tampak (370-700 nm).

4

Page 11: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

210

Analisis data

Data hasil ekstraksi dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK

(Rancangan Acak Kelompok), 5 perlakuan dan 5 ulangan. Sebagai perlakuan adalah

lama waktu ekstraksi yaitu (30, 60, 90, 120, 150 menit), sedangkan sebagai kelompok

adalah waktu analisis.

Data hasil serbuk dianalisis menggunakan Rancangan Perlakuan Faktorial 5×5

dan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 3 kali ulangan.

Sebagai faktor pertama adalah lama waktu ekstraksi yang terdiri dari 5 aras yaitu 30,

60, 90, 120, dan 150 menit. Faktor kedua adalah penambahan maltodektrin yang

terdiri dari 5 aras konsentrasi yaitu 0, 5, 10, 15, dan 20%, sedangkan sebagai

kelompok adalah waktu analisis.

Data hasil ketuaan warna dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK

(Rancangan Acak Kelompok), 3 perlakuan dan 9 ulangan. Sebagai perlakuan adalah

fiksatif yaitu ( tawas, kapur,dan tunjung), sedangkan sebagai kelompok adalah waktu

analisis.

Pengujian rataan antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1980)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Rendemen (± SE) Serbuk Pewarna Alami Limbah Kayu Kamper Antar

Berbagai Lama Waktu Pemanasan Tanpa Penambahan Maltodektrin

Rataan rendemen serbuk pewarna alami limbah kayu kamper (± SE) antar

berbagai lama waktu pemanasan tanpa penambahan maltodektrin berkisar antara

0,140 ± 0,026 gram sampai 0,359 ± 0,029 gram (Tabel 1).

5

Page 12: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

211

Tabel 1. Purata Rendemen Pewarna (± SE) Antar Berbagai Lama Waktu

Pemanasan Tanpa Penambahan Maltodektrin

Waktu Pemanasan (menit)

W 30 W 60 W 150 W 90 W 120

X ± SE 0,140 ±

0,026

0,227 ±

0,033

0,307 ±

0,057

0,299 ±

0,029

0,359 ±

0,029

W = 0,036 (a) (b) (c) (c) (d)

Keterangan: * W = BNJ 5%

* W30, W60,W90,W120,W150 = lama waktu pemanasan yaitu 30 – 150 menit.

* Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan

tidak berbeda secara bermakna, sebaliknya angka yang diikuti huruf yang

berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda secara bermakna.

Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2, 4, dan 5

Dari Tabel 1 terlihat bahwa rendemen serbuk pewarna alami (±SE) meningkat

sejalan dengan waktu pemanasan, sampai waktu pemanasan 120 menit rendemen

0,359 ± 0,029 gram, kemudian menurun dalam waktu pemanasan 150 menit

(Gambar1).

Gambar 1. Diagram batang purata rendemen pewarna (± SE) antar berbagai lama

waktu pemanasan tanpa penambahan maltodektrin.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Prayitno, dkk (2003) dengan

menggunakan serbuk kayu berbeda (mahoni) diektrak dalam waktu 30 sampai 150

6

Page 13: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

212

menit dan hasil tertinggi diperoleh pada waktu pemanasan 90 menit, selanjutnya akan

menurun.

Adanya penurunan rendemen serbuk pewarna dalam waktu pemanasan 150

menit dikarenakan mulai dari awal proses ektraksi sampai mencapai titik optimal 120

menit seluruh senyawa (tanin) dalam serbuk kayu kamper akan terektrak keluar dan

bercampur dengan pelarut (air). Selanjutnya, senyawa dalam serbuk akan mengalami

penurunan (Sukardi dkk., 2007). Lebih lanjut, menurut Houghton dan Raman (1998

dalam Subandriyo, 2012) waktu pemanasan yang lebih lama dari batas optimal akan

menghasilkan rendemen yang lebih rendah karena tanin yang dihasilkan akan

mengalami oksidasi.

Hasil Rendemen (± SE)Serbuk Pewarna Alami Limbah Kayu Kamper Antar

Berbagai Waktu Pemanasan Dengan Penambahan Maltodektrin

Hasil rendemen ( ± SE) serbuk pewarna alami limbah kayu kamper antar

berbagai waktu pemanasan dengan penambahan maltodektrin berkisar antara 1,766 ±

0,556 gram sampai 2,224 ± 0,640 gram (Tabel 2).

Tabel 2. Purata Rendemen Pewarna (± SE) Antar Berbagai Waktu Pemanasan

Dengan Penambahan Maltodektrin

Waktu Pemanasan (menit)

W 150 W 120 W 60 W 30 W 90

X ± SE 1,766 ±

0,556

1,808 ±

0,619

2,142 ±

0,651

2,171 ±

0,594

2,224 ±

0,640

W = 0,1096 (a) (a) (b) (b) (b)

Tabel 2 menunjukkan bahwa rendemen serbuk pewarna alami konstan dalam

waktu pemanasan 30 sampai 90 menit, lalu jumlah rendemen menurun dan sama

bobotnya dalam waktu pemanasan lebih lama (120 dan 150 menit) (Gambar 2).

7

Page 14: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

213

Gambar 2. Diagram batang purata rendemen pewarna (± SE) antar berbagai lama

waktu pemanasan dengan penambahan maltodektrin.

Penurunan rendemen serbuk pewarna yang dihasilkan sejalan dengan

peningkatan waktu pemanasan berkaitan dengan fungsi maltodektrin sebagai bahan

penyalut. Menurut Oktaviana (2012 dalam Putra dkk., 2013) penambahan

maltodektrin berfungsi sebagai penyalut yang dapat melapisi komponen pewarna,

meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume, mempercepat proses

pengeringan, mencegah kerusakan bahan akibat temperatur ruangan serta

meningkatkan daya kelarutan.

Penurunan rendemen serbuk pewarna juga dipengaruhi oleh pelarut air yang

sudah banyak menguap pada waktu pemanasan lebih dari 90 menit. Menurut

Alexander (1992 dalam Yuliawaty dan Susanto, 2014) ketika gugus hidroksil yang

terdapat dalam maltodekstrin berinteraksi dengan air pada larutan ekstrak zat pewarna

menyebabkan kelarutan partikel zat pewarna meningkat. Semakin banyak gugus

hidroksil bebas maka semakin tinggi tingkat kelarutannya.

Hasil Rendemen (± SE) Serbuk Pewarna Alami Limbah Kayu Kamper Antar

Berbagai % Penambahan Konsentrasi Maltodektrin

Rataan hasil rendeman serbuk pewarna alami limbah kayu kamper (± SE) antar

kombinasi waktu pemanasan dan antar penambahan maltodektrin berkisar antara

0,266 ± 0,037 gram sampai 3,436 ± 0,147 gram (Tabel 3).

8

Page 15: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

214

Tabel 3. Purata Rendemen Serbuk Pewarna (± SE) Antar Berbagai %

Penambahan Konsentrasi Maltodektrin

Maltodektrin (%)

M0 M1 M2 M4 M3

X ± SE 0,266 ±

0,037

0,934 ±

0,132

2,165 ±

0,272

3,310 ±

0,210

3,436 ±

0,147

W = 0,1096 (a) (b) (c) (d) (e)

Keterangan: * W = BNJ 5%

* M0,M1,M2,M3,dan M4= persen bobot maltodektrin (0, 5, 10, 15, dan 20).

Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 4

Dari Tabel 3 terlihat bahwa rendemen serbuk pewarna alami (± SE) meningkat

sejalan dengan % penambahan maltodektrin 15% yaitu sebesar 3,436 ± 0,147 gram,

kemudian menurun pada penambahan maltodektrin 20 % (Gambar 3).

Gambar 3. Diagram batang purata rendemen pewarna (± SE) antar penambahan

konsentrasi maltodektrin.

Dari Gambar 3 terlihat bahwa peningkatan rendemen serbuk pewarna yang

dihasilkan sejalan dengan peningkatan maltodektrin sampai dengan 15 %, selanjutnya

pada dosis maltodektrin 20% menurun. Lebih lanjut menurut Masters (1979 dalam

Badarudin, 2006), semakin tinggi total padatan dari bahan yang dikeringkan maka

rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi sampai batas 15 %. Sehingga

berdampak pada peningkatan rendemen serbuk pewarna. Kecenderungan peningkatan

9

Page 16: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

215

rendemen yang dihasilkan menunjukkan bahwa maltodekstrin dapat berfungsi sebagai

penambah massa pada 15 % saja.

Penurunan rendemen pewarna pada penambahan maltodektrin 20% disebabkan

kerusakan tanin akibat proses oksidasi dan hidrolisis. Menurut Houghton dan Raman

(1998 dalam Subandriyo, 2012) waktu pemanasan yang lebih lama dari batas optimal

akan menghasilkan rendemen yang lebih rendah karena tanin yang dihasilkan akan

mengalami oksidasi.

Interaksi Penambahan Maltodektrin dan Berbagai Waktu Pemanasan Terhadap

Hasil Rendemen (± SE) Serbuk Pewarna Alami Limbah Kayu Kamper

Rataan hasil rendemen (± SE) serbuk pewarna alami limbah kayu kamper dari

hasil interaksi penambahan maltodektrin (0%) dengan berbagai waktu pemanasan

berkisar antara 0,140 ± 0,026 gram sampai 3,744 ± 0,325 gram (Tabel 4).

10

Page 17: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

216

Tabel 4. Interaksi Penambahan Maltodektrin dan Berbagai Waktu Pemanasan

Terhadap Purata Rendemen (± SE) Serbuk Pewarna

W30 W60

W90

W120

W150

M0 0,140 ±

0,026 (a)

0,227 ±

0,033 (a)

0,299 ±

0,029 (a)

0,359 ±

0,029 (a)

0,307 ±

0,057 (a)

W =

0,0273 (a) (b) (c) (d) (c)

M1 1,394 ±

0,112 (b)

0,921 ±

0,058 (b)

1,035 ±

0,022 (b)

0,758 ±

0,053 (b)

0,563 ±

0,007 (b)

W =

0,0273 (e) (c) (d) (b) (a)

M2 2,881 ±

0,049 (d)

2,346 ±

0,047 (c)

2,517 ±

0,208 (c)

1,222 ±

0,177 (c)

1,857 ±

0,101 (c)

W =

0,0273 (e) (c) (d) (a) (b)

M3 3,732 ±

0,063 (e)

3,668 ±

0,062 (e)

3,645 ±

0,105 (d)

2,957 ±

0,061 (d)

3,180 ±

0,069 (e)

W =

0,0273 (d) (c) (c) (a) (b)

M4 2,706 ±

0,061 (c)

3,547 ±

0,448 (d)

3,626 ±

0,393 (d)

3,744 ±

0,325 (e)

2,926 ±

0,377 (d)

W =

0,0273 (a) (c) (d) (e) (b)

Keterangan:* W = 0,0273.

*Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris maupun lajur yang

sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna,

sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris maupun

lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan berbeda secara bermakna.

Dari Tabel 4, terlihat bahwa, tanpa penambahan maltodektrin (0%) dan

penambahan maltodektrin 20% menunjukkan pola yang sama yaitu rataan rendemen

serbuk pewarna meningkat sejalan dengan peningkatan waktu pemanasan sampai 120

menit kemudian turun pada waktu pemanasan 150 menit. Sebaliknya pada

penambahan maltodektrin 5%,10%, dan 15 %, rataan rendemen serbuk pewarna

menurun sejalan dengan peningkatan waktu pemanasan (Gambar 4).

11

Page 18: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

217

Telaah lebih lanjut yaitu antar konsentrasi maltodektrin dalam setiap waktu

pemanasan maka akan terlihat kenampakan sebagai berikut: Pada waktu pemanasan

30, 60, dan 150 menit rataan rendemen serbuk pewarna meningkat sejalan dengan

penambahan maltodektrin 15 %, kemudian pada penambahan maltodektrin 20 %.

Dalam waktu pemanasan 90 menit rataan rendemen serbuk pewarna meningkat

sejalan dengan penambahan maltodektrin 15% dan sama dengan pada penambahan

maltodektrin 20 %. Sedangkan dalam waktu pemanasan 120 menit rataan rendemen

serbuk pewarna meningkat sejalan dengan penambahan maltodektrin dan rendemen

serbuk pewarna maksimal pada penambahan maltodektrin 20 % (Gambar 4).

Gambar 4. Diagram batang purata rendemen pewarna (± SE) antar interaksi waktu

pemanasan terhadap penambahan konsentrasi maltodektrin.

Peningkatan hasil rendemen pewarna berkaitan dengan fungsi maltodektrin

sebagai penyalut, adanya peningkatan jumlah konsentrasi maltodektrin akan

meningkatkan pula proses pengkristalan yang selanjutnya menyebabkan terjadinya

peningkatan hasil rendemen pewarna. Menurut Gustavo dan Barbosa-Canovas (1999

dalam Badarudin, 2006), gugus hidroksil maltodekstrin jika dalam air akan

membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air disekitarnya. Jika air

dihilangkan maka akan terjadi pengkristalan, karena gugus hidroksil akan membentuk

ikatan hidrogen dengan ikatan gugus hidroksil yang lain sesama monomer. Oleh

12

Page 19: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

218

karena itu, semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan semakin cepat pula

terjadi pengkristalan dan penguapan air sehingga kadar air bahan akan semakin

rendah.

Adanya peningkatan rendemen yang dihasilkan menunjukkan bahwa

maltodekstrin dapat berfungsi sebagai penambah massa. Menurut Endang dan

Prasetyastuti (2010 dalam Yuliawaty dan Susanto, 2014) semakin banyak jumlah

maltodekstrin yang ditambahkan maka rendemen produk akan semakin tinggi. Hal ini

disebabkan penggunaan maltodekstrin berfungsi untuk memperbesar volume dan

meningkatkan total padatan bahan, sehingga rendemen yang diperoleh semakin tinggi.

Jika ditelaah hasil rendemen pewarna dari interaksi berbagai waktu pemanasan

terhadap penambahan konsentrasi maltodektrin 15 % maka pewarna yang dihasilkan

tinggi. Hal ini berkaitan dengan peranan waktu pemanasan yang berhubungan dengan

kerusakan tanin akibat proses oksidasi dan hidrolisis stabilitas. Menurut Houghton

dan Raman (1998 dalam Subandriyo, 2012) waktu pemanasan yang lebih lama dari

batas optimal akan menghasilkan rendemen yang lebih rendah karena tanin yang

dihasilkan akan mengalami oksidasi.

Pengaruh Berbagai Jenis Fiksatif Terhadap ketuaan Warna Kain Mori Dengan

Serbuk Pewarna Alami Limbah Kayu Kamper

Rataan ketuaan warna (± SE) kain mori dengan serbuk pewarna limbah kayu

kamper antar berbagai fiksatif yang diekpresikan dengan nilai RGB dan Grey berkisar

antara 0,672 ± 0,003 sampai dengan 0,891 ± 0,003 (Tabel 5).

13

Page 20: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

219

Tabel 5. Purata Ketuaan Warna (± SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Serbuk

Pewarna Limbah Kayu Kamper Antar Berbagai Jenis Fiksatif

Jenis Fiksatif (5%)

Ka Tw Tu

Red (R) 0,836 ± 0,002 0,844 ± 0,002 0,891 ± 0,003

w= 0,004 (a) (b) (c)

Green (G) 0,789 ± 0,002 0,793 ± 0,002 0,789 ± 0,002

w= 0,004 (a) (b) (a)

Blue (B) 0,672 ± 0,003 0,750 ± 0,003 0,719 ± 0,004

w= 0,006 (a) (c) (b)

Grey (Gr) 0,781 ± 0,003 0,801 ± 0,003 0,812 ± 0,004

w= 0,006 (a) (b) (c)

Keterangan: * W = BNJ 5%

* Ka = Kapur ; Tw = Tawas ; Tu = Tunjung

Dari Tabel 5 terlihat bahwa kain mori dengan fiksatif kapur mempunyai

ketuaan warna lebih gelap untuk semua rona (red, green, blue, dan grey), dan

memiliki ketuaan warna yang sama untuk rona green dengan fiksatif tunjung.

Sebaliknya berbeda yaitu lebih terang dengan fiksatif tawas untuk rona blue,

sedangkan dengan fiksatif tunjung untuk rona red dan grey lebih terang (Gambar 5).

Gambar 5. Diagram batang purata ketuaan warna kain mori hasil pewarnaan serbuk

limbah kayu kamper antar berbagai jenis fiksatif

Keterangan : R =Red/merah, G = Green/hijau, B = Blue/biru, dan Gr = Grey/abu-abu.

14 14

Page 21: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

220

Dalam penelitian ini, telah dilakukan pengukuran panjang gelombang

maksimum masing-masing fiksatif, serta fiksatif yang diberi ekstrak tanin dari serbuk

pewarna untuk menentukan pengaruhnya terhadap intensitas serapan UV-cahaya

tampak dengan spektrofotometri UV-VIS (Tabel 6).

Tabel 6. Data Panjang Gelombang Maksimum Serapan UV-Cahaya Tampak

Ektrak Tanin Serbuk Pewarna Dengan Penambahan Berbagai Fiksatif

Panjang

Gelombang Ektrak Tawas

E+tw Kapur

E+kp Tunjung

E+tu

(nm) (E) (tw) (kp) (tu)

370 0,237 0,015 0,07 0,012 0,116 0,446 0,252

385 0,949 0,006 0,399 0,007 0,708 1,049 1,202

400 1,116 0,002 0,371 0,008 0,754 2,081 1,889

600 0,341 0,004 0,081 0,014 0,194 0,082 0,118

Tabel 6 menunjukkan fiksatif tawas dengan panambahan ekstrak tanin

mengalami penurunan panjang gelombang maksimum (dari 400-385 nm), sementara

fiksatif kapur mengalami penurunan panjang gelombang maksimum (dari 600-400

nm), dan fiksatif tunjung tidak mengalami perubahan panjang gelombang maksimum.

Menurut Cairns (2008), panjang gelombang maksimum dapat berubah ketika suatu

senyawa mengalami ionisasi (Gambar 6).

15

Page 22: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

Gambar 6. Serapan UV-Cahaya Tampak Ekstrak Tanin Serbuk Pewarna dengan Penambahan Berbagai Fiksatif

Keterangan : = Ekstrak ; = Tawas ; = E+Tw ; = Kapur ; : E+Ka ;

= Tunjung ; = E+Tu

16

Page 23: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

Gambar 6 menunjukkan terjadinya pergeseran serapan dan kenaikan

intensitas serapan (efek hiperkromik). Pada penambahan fiksatif tawas pada ekstrak

tanin terlihat adanya pergeseran panjang gelombang maksimum menuju panjang

gelombang yang lebih panjang (batokromik).

Geseran ini biasanya terjadi karena kerja auksokrom yaitu gugus fungsi yang

menempel pada kromofor (bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap

penyerapan cahaya) yang tidak menyerap energi cahayanya sendiri tetapi

mempengaruhi panjang gelombang cahaya yang diserap kromofor. Contoh auksokrom

di antaranya adalah gugus –NH2, -OH, -SH. Gugus-gugus fungsi ini mempunyai

pasangan elektron bebas (non-bonded electron) yang dapat berinteraksi dengan

elektron π pada kromofor dan memungkinkan terjadinya penyerapan cahaya yang

memiliki panjang gelombang yang lebih panjang (Cairns, 2008 dalam Sumasa, 2014).

Hasil berbeda dijumpai pada fiksatif tunjung dalam ektrak tanin yaitu terjadi

kenaikan intensitas serapan tanpa adanya pergeseran panjang gelombang maksimum.

Dalam hal ini dapat diduga karena tidak adanya kerja auksokrom. Kenaikan intensitas

serapan dipengaruhi oleh intensitas serapan ekstrak tanin tinggi. Selanjutnya pada

fiksatif kapur dalam ektrak tanin, intensitas serapan mengalami kenaikan disertai

pergeseran panjang gelombang maksimum menuju panjang gelombang yang lebih

pendek (efek hipsokromik). Geseran ini biasa terjadi jika senyawa dengan auksokrom

basa terion, dan pasangan elektron bebas tidak lagi dapat berinteraksi dengan elektron

kromofor. Kenaikan intensitas serapan menunjukkan kenaikan terhadap terhadap

fotosensitivitas. Semakin kuat fotosensitivitas maka semakin gelap warna yang

dihasilkan, sebaliknya semakin rendah fotosensitivitas maka semakin cerah warna

yang dihasilkan (Kombado, 2013 dalam Sumasa, 2014).

17

Page 24: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

223

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil serbuk pewarna alami limbah kayu kamper ditinjau dari lama waktu

pemanasan dan tanpa penambahan maltodektrin adalah dalam waktu

pemanasan 120 menit yaitu sebentar 0,359 ± 0,029 gram.

2. Hasil optimum serbuk pewarna alami limbah kayu kamper ditinjau dari lama

waktu pemanasan, penambahan maltodektrin, dan interaksinya diperoleh

dalam adalah pada waktu pemanasan 30 menit dengan penambahan

maltodektrin 15% sebesar 3,732 ± 0,063 gram.

3. Kain mori dengan fiksatif kapur mempunyai ketuaan warna lebih gelap

untuk semua rona (red, blue, dan grey), dan memiliki ketuaan warna yang

sama untuk rona green dengan fiksatif tunjung. Sebaliknya berbeda pada

fiksatif tawas yaitu lebih terang untuk rona blue, sedangkan dengan fiksatif

tunjung untuk untuk rona red dan grey lebih terang.

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya terkait tanin dalam limbah kayu kamper

dan kayu lain, jumlah maltodektrin, penggunaan zat pengikat binder, dan

stabilisasi suhu pemanasan.

2. Produksi pewarna alami dengan alat spray dryer dan penentukan dosis serbuk

pewarna yang tepat dalam pewarnaan kain.

18

Page 25: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

224

DAFTAR PUSTAKA

Asmara, Yoga, Aji Bayu. K, Septian Adi G.P, Fajar Aini, Isti Pudjihastuti, 2013.

Rekayasa Proses Pembuatan Serbuk Pewarna Batik Biodegredable Berbahan

Antosianin Limbah Kulit Terong Belanda (Chypomandra betacea) Dengan

Kombinasi Ekstraksi Gelombang Ultrasonik Dan Aquasolvent. Prosiding

SNST ke-4 Tahun 2013. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim

Semarang. Jurusan DIII Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Diponegoro. Semarang.

Anonim.2007. Pencemaran Pewarna di Pekalongan. Suara Merdeka : 26/4/ 2007 :

Jawa Tengah

Badarudin, T.,2006. Penggunaan Maltodektrin Pada Yoghurt Bubuk Ditinjau Dari Uji

Kadar Air Keasaman, pH, Rendemen, Reabsorbsi Uap Air, Kemampuan

Keterbatasan, dan Sifat Kedispersian, Jurusan Teknologi Hasil Ternak

Hardjanti, S, 2008. Potensi Daun Katuk Sebagai Sumber Zat Pewarna Alami Dan

Stabilitas Selama Pengeringan Bubuk Dengan Menggunakan Binder

Maltodektrin, Universitas Mercu Buana,Yogyakarta.

Hidayat, A.2013. Banyak Industri Tak Ramah Lingkungan. Tempo: 26/11/2013 :

Jakarta.

Kusriniati, D., 2007. Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia falcataria) Sebagai Pewarna

Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas Dengan Konsentrasi Yang Berbeda

Pada Busana Camisol. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Prayitno, H, Endro Kismolo, dan Nurimaniwati, 2003. Proses Ekstraksi Bahan

Pewarna Alam Dari Limbah Kayu Mahoni. Puslitballg Teknologi Maju,

BATAN, Yogyakarta

Padmasari, A. K., 2012. Limbah Teh Hijau Sebagai Pewarna Alami Batik Tulis

(Pengaruh Jenis Fiksatif Terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah

dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Program Studi Kimia,

Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Padmitasari,K.A.I, Dewi Novitasari, 2010. Pembuatan Serbuk Zat Warna Alami

Tekstil Dari Daun Jati Dengan Metode Spray Dryer, Program Studi D3 Teknik

Kimia, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret,

Surakarta.

19

Page 26: OPTIMASI PROSES PRODUKSI PEWARNA ALAMI INSTAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9625/2/T1_652010009_Full... · (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh ,akar mengkudu

225

Fitrihana,S.T, 2009. Teknik Ekplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar

Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil, Jurusan PKK FT UNY

Widowati, T.B, 2011. Pemanfaatan Cabang dan Pucuk Cabang (Dalbergia latifolia,

Manilkara kauki dan Tectona grandis) Sebagai Pewarna Alami Batik,

Program Studi Ilmu Kehutanan Program Pasca Sarjana, Fakultas Kehutanan

Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta

Putra Stefanus Dicky Reza, L.M. Ekawati, Purwijantiningsih, dan F. Sinung Pranata,

2013. Kualitas Minuman Serbuk Instan Kulit Buah Manggis (Garcinia

mangostana Linn.) Dengan Variasi Maltodektrin Dan Suhu Pemanasan,

Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H., 2001. Spektroskopi. Edisi 2. Liberty. Jakarta

Subandriyo, 2012. Pengaruh Suhu Dan Waktu Pemanasan Terhadap Karakteristik

Tanin Dari Limbah Padat Kulit Kayu Pinus (Pinus sp) Yang Dipemanasan

Dengan Pelarut Air, Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri,

Semarang.

Sukardi, A. R. Mulyarto, dan W. Safera, 2007. Optimasi Waktu Ektraksi Terhadap

Kandungan Tanin Pada Bubuk Ektrak Daun Jambu Biji (Psidii Folium) Serta

Produksinya, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Brawijaya.

Sumasa,T.T., 2014. Limbah Kulit Biji Coklat (Theobroma cacao Linn.) sebagai

Pewarna Alami Kain Mori dan Sutra (Pengaruh Jenis Fiksatif terhadap

Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah dengan Metode Pengolahan Citra

Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana

Steel, R.G.D. dan J.H. Torie, 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

Biometrik. Gramedia. Jakarta.

Yuliawaty, S.T dan W.H. Susanto, 2014. Pengaruh Lama Pengeringan Dan

Konsentrasi Maltodektrin Terhadap Karakteristik Fisik Kimia Dan

Organoleptik Minuman Instan Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L), Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang

20