optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi bahaya...

105
OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL OLEH KUNTO WIBOWO AP, S.E LETKOL LAUT (P) NRP 10336/P RENCANA PENULISAN TASKAP PASIS SUSJEMENSTRA TNI AL ANGKATAN KE – 10 TP. 2015 MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Upload: vandien

Post on 08-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

UDUL

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA

DAN BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH KETAHANAN

NASIONAL

OLEH

KUNTO WIBOWO AP, S.E LETKOL LAUT (P) NRP 10336/P

RENCANA PENULISAN TASKAP PASIS SUSJEMENSTRA TNI AL ANGKATAN KE – 10

TP. 2015

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

UDUL

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA

DAN BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH KETAHANAN

NASIONAL

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU PERSYARATAN AKADEMIK UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN

oleh

KUNTO WIBOWO AP, S.E

LETKOL LAUT (P) NRP 10336/P

RENCANA PENULISAN TASKAP PASIS SUSJEMENSTRA TNI AL ANGKATAN KE – 10

TP. 2015

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

UDUL

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Kunto Wibowo AP, S.E

Pangkat/Korps/Nrp : Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Nomor Pasis : 001

Pendidikan : Susjemenstra TNI AL Angkatan ke-10 TP 2015

Judul Taskap :

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa seluruh dokumen Kertas

Karya Perorangan (TASKAP) yang saya ajukan sebagai persyaratan akademik untuk

menyelesaikan kursus manajemen strategik TNI AL Angkatan ke-10 TP 2015 adalah

bebas dari plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti seluruh atau sebagian karya ilmiah ini merupakan

plagiat, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Demikian

pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA

MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN

BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH

KETAHANAN NASIONAL

Jakarta, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E

Letkol Laut (P) NRP 10336/P

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

UDUL

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Kunto Wibowo AP, S.E

2. Pangkat/Korps/Nrp : Letkol Laut (P) NRP 10336/P

3. Jabatan & Kesatuan Terakhir : Pabandalanglanas Kolinlamil

4. Tempat & Tanggal Lahir : Surabaya, 24 April 1969

5. Agama : Islam

6. Pendidikan :

a. Pendidikan Umum Terakhir : S1 (Sarjana Ekonomi)/2005

b. Pendidikan Militer : Diklapa 2/2007

7. Keluarga :

a. Nama Istri : Dr Siti Amalia Lubis

b. Nama Anak : Dinda Kirana Maharani

8. Email : [email protected]

[email protected]

Jakarta, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E

Letkol Laut (P) NRP 10336/P

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

UDUL

TANDA PERSETUJUAN TASKAP

Telah (disetujui/disetujui dengan catatan*) Taskap Perwira Siswa :

Nama : Kunto Wibowo AP, S.E

Pangkat/Korps/Nrp : Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Nomor Pasis : 001

Pendidikan : Susjemenstra TNI AL Angkatan ke-10 TP 2015

Judul Taskap :

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA

MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN

BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH

KETAHANAN NASIONAL

Dikeluarkan di Jakarta

Pada Tanggal, Juli 2015

Pembimbing Taskap

Drs. Barkah Suheryanto, M. Si (Han)

Kolonel Laut (P) NRP. 8668/P

UDUL

TANDA HASIL UJIAN TASKAP

Telah dilaksanakan ujian Taskap dengan hasil sebagai berikut :

(LULUS/LULUS DITUNDA/TIDAK LULUS)

Terhadap Perwira Siswa :

Nama : Kunto Wibowo AP, S.E

Pangkat/Korps/Nrp : Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Nomor Pasis : 001

Pendidikan : Susjemenstra TNI AL Angkatan ke-10 TP 2015

Judul Taskap :

*) Coret yang tidak perlu.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA

MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN

BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH

KETAHANAN NASIONAL

Dikeluarkan di Jakarta

Pada Tanggal, Juli 2015

Tim Penguji

Ketua

S S Panjaitan, Msi (Han)

Kolonel Laut (P) NRP 8670/P

Diketahui

Pembimbing

Drs. Barkah Suheryanto, M. Si (Han)

Kolonel Laut (P) NRP. 8668/P

UDUL

TANDA PERSETUJUAN REVISI TASKAP

Telah disetujui/disetujui dengan catatan*) Taskap Perwira Siswa :

Nama : Kunto Wibowo AP, S.E

Pangkat/Korps/Nrp : Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Nomor Pasis : 001

Pendidikan : Susjemenstra TNI AL Angkatan ke-10 TP 2015

Judul Taskap :

Catatan :

*) Coret yang tidak perlu.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA

MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN

BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH

KETAHANAN NASIONAL

Dikeluarkan di Jakarta

Pada Tanggal, Juli 2015

Tim Penguji

Ketua

S S Panjaitan, Msi (Han)

Kolonel Laut (P) NRP 8670/P

Diketahui

Pembimbing

Drs. Barkah Suheryanto, M. Si (Han)

Kolonel Laut (P) NRP. 8668/P

UDUL

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai Civitas academia Seskoal, saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Kunto Wibowo AP, S.E

Pangkat/Korps/Nrp : Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Nomor Pasis : 001

Pendidikan : Susjemenstra TNI AL Angkatan ke-10 TP 2015

Jenis Karya : Kertas Karya Perorangan (Taskap)

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Seskoal

Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-eksklusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah

saya yang berjudul :

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA

DAN BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Beserta perangkat yang ada (jika ada). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini

Seskoal berhak menyimpan, merawat dan mempublikasikan Taskap saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta/Karya

Intelektual dari Taskap ini.

Demikan pernyataan ini saya buat dengan kesadaran penuh tanpa adanya pemaksaan

dari pihak manapun.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Jakartal, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E

Letkol Laut (P) NRP 10336/P

UDUL

ABSTRACT

This paper prepared individually discuss the optimization of the role of local

government in the face of the latent danger of terrorism to the security of national and

state life in order to strengthen national resilience. The circumstances that exist today

seemed to indicate that there is no longer a sense of unrest despite many incidents of

terrorism in Indonesia, which has developed into the most serious threats to various

aspects of community life and even has become a latent danger, while on the other side of

the role of local government in the face of terrorism not seem optimal. Security issues in

the region that should be a local issue and into the realm of the regional administration is

seen as national issues. Differences in the formulation of national security, such as the

Police did not accept the conception of national security as an object, but rather as an

approach (approach), so that the foundation of homeland security as if solely the

responsibility of the police, but the issue of security in an area that should be a local issue

and into a realm the regional administration is seen as a national issue. For that we need

the concept of national policy in the face of terrorism, namely "Optimizing the role of Local Government in the face of the latent danger of terrorism to the security of national and state life in order to strengthen the National Defense" which is then

translated into creative strategies as preventive strategy evert much better than strategy

responsive or reactive, in which various forms of optimization efforts and its

instrumentalities role of Local Government and Parliament level I and II can be carried out

in the face of terrorism and can be synergized together military, police, prosecutors,

community leaders, religious and traditional as well as other related devices to the safety

of life of the nation and state in order to strengthen national resilience.

Keywords: Role of Local Government in the face of the latent danger of terrorism.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

UDUL

ABSTRAK

Taskap ini membahas optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi

bahaya laten terorisme guna keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional. Situasi dan kondisi yang ada sekarang ini seolah

menunjukkan bahwa tidak ada lagi rasa resah meskipun telah banyak kejadian terorisme

di Indonesia yang telah berkembang menjadi ancaman paling serius terhadap berbagai

aspek kehidupan masyarakat dan bahkan telah menjadi bahaya laten, sementara dilain

sisi peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi terorisme belum tampak optimal.

Persoalan-persoalan keamanan di daerah yang semestinya menjadi persoalan lokal dan

menjadi ranah penyelenggaraan pemerintahan daerah dipandang sebagai persoalan-

persoalan nasional. Perbedaan perumusan Keamanan Nasional, seperti POLRI tidak

menerima konsepsi keamanan nasional sebagai objek, tapi lebih sebagai pendekatan

(approach), sehingga tumpuan keamanan dalam negeri seolah-olah tanggungjawab

sepenuhnya oleh POLRI, padahal persoalan keamanan di daerah yang semestinya bisa

menjadi persoalan lokal dan menjadi ranah penyelenggaraan pemerintahan daerah

dipandang sebagai persoalan nasional. Untuk itu perlu adanya Konsep Kebijakan

Nasional dalam menghadapi terorisme, yakni “Optimalisasi peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi bahaya laten terorisme guna keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional” yang kemudian

dijabarkan kedalam strategi kreatif sebagai strategi preventive evert yang jauh lebih baik

daripada strategi responsif ataupun reaktif, dimana berbagai bentuk upaya pengoptimalan

peran Pemerintah Daerah beserta perangkatnya dan DPRD tingkat I dan II dapat

dilakukan dalam menghadapi terorisme dan dapat disinergikan bersama TNI, Polri,

Kejaksaan, tokoh masyarakat, agama dan adat serta perangkat terkait lainnya guna

keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan

Nasional.

Kata kunci : Peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi bahaya laten Terorisme.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

ix

 

UDUL

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru semesta

sekalian alam, kami dapat menyelesaikan tugas menyusun Kertas Karya Perorangan

(Taskap) ini dan kami mengucapkan terimakasih kepada Perwira Pembimbing dan

Perwira Penuntun yang telah membimbing dan mengarahkan kami perwira siswa

Susjemenstra Angkatan X/2015 dalam menyelesaikan tugas ini serta tidak lupa kami

mengucapkan terimakasih atas dukungan keluarga dan semua pihak yang telah

mendukung selesainya penulisan Taskap ini.

Terorisme merupakan bahaya laten yang mengancam keamanan hidup manusia

baik individu maupun sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang

penanganan terhadap ancaman ini oleh TNI adalah melalui OMSP (Operasi Militer Selain

Perang) melalui pendekatan preventive atau repressive sesuai dengan perkembangan

situasi yang dihadapi, dengan tidak melanggar HAM (Hak Azasi Manusia) dan tidak

diskriminatif serta dapat secara lintas instansi, terpadu dan bekerjasama. Oleh sebab itu,

pemerintah daerah dengan optimalisasi perannya dapat melaksanakan sinergitas dengan

khususnya TNI maupun Polri, Kejaksaaan dan lain-lain serta pemerintah daerah lainnya

dan seluruh masyarakat di daerah yang mawas terhadap diri dan lingkungannya,

sehingga diperlukan suatu kebijakan optimalisasi peran pemerintah daerah dalam

menghadapi terorisme guna keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional, yang dapat dijabarkan sebagai strategi preventive-

evert (cegah-tangkal) yang jauh lebih baik dari strategi repressive.

Demikian, selanjutnya kami menyadari kiranya Taskap ini jauh dari sempurna,

sehingga saran dan masukan guna perbaikan dan lebih sempurnanya taskap ini, sangat

kami harapkan dan semoga sebagai sebuah harapan, Taskap ini dapat memberikan

manfaat bagi keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

Ketahanan Nasional.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Jakarta, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E

Letkol Laut (P) NRP 10336/P

x

 

DAFTAR ISI ISI Halaman LEMBAR SAMPUL DALAM …………………………………………………………. i

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ……………………………………….. ii

LEMBAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………. iii

LEMBAR TANDA PERSETUJUAN TASKAP ……………………………………… iv

LEMBAR TANDA HASIL UJIAN TASKAP …………………………………………. v

LEMBAR TANDA PERSETUJUAN REVISI TASKAP …………………………….. vi

LEMBAR PERNYATAN PUBLIKASI ………………………………………………... vii

LEMBAR ABSTRAK …………………………………………………………………. viii

LEMBAR KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ix

LEMBAR DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. x

LEMBAR DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xi

BAB I PENDAHULUAN 1. Umum ………………………………………………………………… 1

2. Maksud dan tujuan ………………………………………………….. 4

3. Metode dan pendekatan …………………………………………….

4. Ruang lingkup dan tata Urut ……………………………………….. 5

5. Pengertian-pengertian ………………………………………………

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 6. Umum ………………………………………………………………… 6

7. Paradigma nasional …………………………………………………

8. Peraturan perundang-undangan …………………………………... 8

9. Landasan teori ………………………………………………………. 10

10. Tinjauan pustaka ……………………………………………………. 14

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

xi

 

BAB III PERAN PEMERINTAH DAERAH SAAT INI DALAM MENGHADAPI TERORISME 11. Umum ………………………………………………………………… 17

12. Inisiatif aparat pemerintah daerah dalam menghadapi

terorisme ……………………………………………………………… 22

13. Kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme

Dilingkungannya ……………………………………………………... 25

14. Sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait dan

aparatur pemerintah daerah lainnya bersama masyarakat ……... 28

15. Implikasi ………………………………………………………………. 31

16. Permasalahan yang ditemukan ……………………………………. 33

BAB IV PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS 17. Umum …………………………………………………………………. 35

18 Perkembangan lingkungan Global ………………………………… 36

19. Perkembangan lingkungan Regional ……………………………… 37

20. Perkembangan lingkungan Nasional ……………………………… 40

21. Peluang dan kendala ………………………………………………... 41

BAB V KONDISI PERAN PEMERINTAH DAERAH YANG DIHARAPKAN DALAM MENGHADAPI TERORISME 22. Umum …………………………………………………………………. 45

23. Inisiatif aparat pemerintah daerah dalam menghadapi

Terorisme …………………………………………………………….. 46

24. Kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme

Dilingkungannya ……………………………………………………... 55

25. Sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait dan

aparatur pemerintah daerah lainnya bersama masyarakat ……… 57

26. Kontribusi …………………………………………………………….. 61

27. Indikator keberhasilan ………………………………………………. 62

xii

 

BAB VI KONSEP OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI TERORISME 28. Umum ………………………………………………………………… 63

29. Pemecahan Masalah ……………………………………………….. 64

BAB VII PENUTUP 30. Kesimpulan …………………………………………………………... 71

31. Saran ………………………………………………………………….

xiii  

UDUL

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Kerangka Pikir (Alur Pikir dan Pola Pikir)

Lampiran B : Daftar Referensi dan Pustaka

Lampiran C : Jaringan Teroris di Indonesia

Lampiran D : Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiah

Lampiran E : Peta Konsentrasi Jaringan Teroris di Indonesia

Lampiran F : Berita Majalah Tempo

Lampiran G : Daftar Pengertian

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Jakarta, Juli 2015 Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP

BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM RANGKA MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN

1. Umum

Ketahanan Nasional sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh sebab itu, bangsa Indonesia didalam penyelenggaraan dan pengaturan

kehidupannya sebagai suatu sistem kehidupan nasional yang mencerminkan tatanan

kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila yang merupakan sumber

dari segala sumber hukum bangsa Indonesia dan sebagai ideologi nasional, pandangan

hidup bangsa dan dasar negara serta UUD 1945 yang menjadi norma dasar dalam

rangka pengamalan Pancasila. Dalam mengatur dan meyelenggarakan kehidupannya,

bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh interaksi dengan lingkungannya, baik

dalam lingkup nasional, regional dan global, sehingga Ketahanan Nasional senantiasa

harus terus diperkokoh didalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang

aman, karena keamanan hidup berbangsa dan bernegara merupakan salah satu aspek

penting dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional bangsa Indonesia yang hidup

bersama bangsa-bangsa lain di dunia yang didalam perkembangan lingkungan

strategisnya hingga saat ini telah berkembang isu aktual seperti hak asasi manusia,

lingkungan hidup dan pasar bebas serta krisis multi dimensia akibat terjangan globalisasi

yang telah mempengaruhi perkembangan nilai-nilai internasional yang menjadi norma-

norma baru sebagai suatu fenomena global yang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu,

Ketahanan Nasional yang ditopang oleh persatuan kesatuan bangsa yang merupakan

sikap pada gejala yang mengikat harus diperkuat dan diperkokoh, sedangkan gejala

merusak yang cenderung mengarah sebagai ancaman keamanan hidup berbangsa dan

bernegara seperti terorisme harus dilemahkan, karena terorisme merupakan bahaya laten yang senantiasa harus diwaspadai, dimana salah satu aspek yang dapat dilakukan

adalah dengan melibatkan peran pemerintah daerah secara optimal sebagai implikasi

2

 

pemberdayaan institusi publik bersifat preventive evert (cegah–tangkal) terhadap bahaya

laten terorisme.

Gambar 1: Pengeboman JW Marriott Selasa, 5 Agustus 2003 12:45 – 12:55 WIB (UTC+07:00)

Sumber: http//www.analisishankamnas.blogspot.com, diunduh hari Rabu 18 Juni 2015

pukul 00.30 WIB

Kenyataan kondisi saat ini di Indonesia menunjukkan seolah tidak ada kecemasan

akan bahaya terorisme, walaupun telah banyak kejadian terorisme di Indonesia yang telah

berkembang menjadi ancaman sangat serius terhadap berbagai aspek kehidupan

berbangsa dan bernegara yang bahkan telah menjadi bahaya laten. Serentetan aksi

terorisme di Indonesia yang telah menelan korban jiwa dan material yang sudah demikian

besar dan nampaknya ini akan terus terjadi di masa yang akan datang. Aksi terorisme

yang merupakan ancaman bahaya laten di Indonesia ini telah menyebabkan rasa tidak

aman dan ketidaknyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga

menjadi pandangan serius terhadap tantangan keamanan yang berbeda dan

mempengaruhi kebijakan strategi keamanan nasional. Oleh karenanya, didalam dinamika

3

 

pertahanan global, perlu lebih diselaraskan pada kebijakan nasional yang dapat ditransfer

kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat dimulai dari pemberdayaan

institusi publik, bersifat preventive evert (cegah-tangkal) yang merujuk pada pangkal dan

simpul–simpul permasalahan untuk menyelesaikan permasalahan secara tuntas,

sehingga kebijakan keamanan nasional harus dapat menyelesaikannya secara integrasi

sebagaimana kondisi yang diharapkan. Sehubungan dengan hal ini, maka dalam

hubungan otonomi daerah seyogyanya perlu lebih proaktif keterlibatan peran pemerintah

daerah secara optimal dalam menghadapi terorisme, mengingat otonomi daerah juga

harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah dalam

arti harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah serta menegakkan

kedaulatan NKRI dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. Untuk itu, kondisi yang

diharapkan, bahwa peran pemerintah daerah yang optimal bersifat preventive evert

(cegah-tangkal) dalam menghadapi terorisme, akan tersosialisasi kewaspadaan nasional

yang tinggi yang sejatinya merupakan bentuk upaya pemerintah mengajak masyarakat

bangsanya agar lebih waspada terhadap ancaman yang ada yang mempengaruhi tata

kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara

lebih aman dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

Keserasian hubungan antar daerah dengan pemerintah adalah pengelolaan bagian

urusan pemerintah yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat

interconection (saling berhubungan), interpendention (saling berketergantungan) dan

saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan

kemanfaatan. Pembagian urusan tersebut ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan

atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian-bagian urusan pemerintah yang akan

diatur dan diurusnya, sehingga pemerintah dapat memverifikasi usulan tersebut, untuk

selanjutnya urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan pusat dapat diserahkan

kepada pemerintah daerah. Keterkaitan dengan hal ini, sebagaimana diketahui bahwa

permasalahan-permasalahan keamanan di daerah yang semestinya bisa menjadi

persoalan lokal dan menjadi ranah penyelenggaraan pemerintahan daerah masih

dipandang sebagai permasalahan nasional. Padahal optimalisasi peran pemerintah

daerah dalam menghadapi terorisme sangat diperlukan, mengingat strategi bersifat

preventive evert (cegah-tangkal) jauh lebih baik daripada responsive atau reactive. Dalam

hal permasalahan keamanan masih dipandang sebagai permasalahan nasional, sehingga

terjadi kurangnya inisiatif aparat pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme,

lemahnya sinergitas dan koordinasi pemerintah daerah dengan instansi terkait seperti

TNI, Polri dan Kejaksaan Tinggi serta kurangnya kolaborasi pemerintah daerah dengan

4

 

tokoh (masyarakat, agama dan adat) serta adanya perbedaan perumusan Keamanan

Nasional, seperti misalnya Polri tidak menerima konsepsi keamanan nasional sebagai

objek, tapi lebih sebagai pendekatan (approach), sehingga tumpuan keamanan dalam

negeri seolah-olah tanggungjawab sepenuhnya oleh Polri. Untuk itu perlu adanya Konsep

Kebijakan Nasional dalam menghadapi terorisme, yakni “Konsep Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Bahaya Laten Terorisme Guna Mewujudkan Keamanan Hidup Berbangsa dan Bernegara Dalam Rangka Memperkokoh Ketahanan Nasional”.

Kemudian, konsep kebijakan nasional yang telah digariskan harus dijabarkan

kedalam strategi kreatif sebagai strategi preventive evert (cegah-tangkal) yang jauh lebih

baik daripada strategi responsive ataupun reactive, dimana berbagai bentuk-bentuk upaya

pengoptimalan peran Pemerintah Daerah beserta unsur-unsurnya dan DPRD tingkat I dan

II dapat dilakukan dalam menghadapi terorisme guna mewujudkan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

2. Maksud Dan Tujuan

a. Maksud penulisan taskap ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan

Pasis dalam menempuh Kursus Manajemen Strategi Angkatan ke – X Tahun 2015

di Seskoal.

b. Tujuan penulisan taskap ini adalah untuk memberikan masukan kepada

pemerintah dalam menentukan kebijakan keamanan nasional yang lebih mengenai

sasaran dalam menghadapi bahaya laten terorisme dengan mengoptimalkan peran

pemerintah daerah agar terwujud keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang

mantap dan berkualitas dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional dan

sebagai masukan kepada pemimpin TNI/TNI Angkatan Laut dalam menentukan

kebijakan strategis yang tepat, sehubungan dengan optimalisasi peran pemerintah

daerah dalam menghadapi bahaya laten terorisme.

3. Metode Dan Pendekatan

a. Metode dalam penulisan taskap ini, penulis menggunakan metoda induktif

yang komprehensif dan integral.

5

 

b. Pendekatan dalam penulisan taskap ini, penulis menggunakan pendekatan

tugas dengan didukung studi pustaka.

4. Ruang Lingkup Dan Tata Urut

a. Ruang Lingkup penulisan taskap ini adalah optimalisasi peran Pemerintah

daerah dalam menghadapi terorisme guna mewujudkan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

b. Tata Urut penulisan taskap ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan.

BAB II Landasan Pemikiran.

BAB III Peran Pemerintah Daerah Saat Ini Dalam Menghadapi

Terorisme.

BAB IV Perkembangan Lingkungan Strategis.

BAB V Kondisi Peran Pemerintah Daerah yang Diharapkan Dalam

Menghadapi Bahaya Laten Terorisme.

BAB VI Konsep Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah Dalam

Menghadapi Terorisme.

BAB VII Penutup.

5. Pengertian-Pengertian (periksa lampiran G)

6

 

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

6. Umum

Terorisme merupakan ancaman serius terhadap kemanusiaan dan peradaban

hidup manusia didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga terorisme menjadi

ancaman serius terhadap keutuhan dan kedaulatan suatu bangsa. Oleh sebab itu, bangsa

Indonesia yang mutlak monodualis kemanusiaan sebagai bangsa yang terdiri dari

perseorangan yang hidup bersama secara lahiriah dan bathiniah yang mempunyai

kebutuhan dan kepentingan bersama yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila

dengan bekerjasama sebagai negara hukum, berkebudayaan, mampu menjawab setiap

ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, memelihara ketertiban, keamanan dan

perdamaian dunia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana

amanat Pembukaan UUD 1945.

7. Paradigma Nasional

a. Pancasila sebagai Landasan Idiil

Terjangan globalisasi tidak dapat dihindari oleh bangsa manapun didunia ini

dan globalisasi merubah geopolitik sesuai dengan perkembangannya, sehingga

kewaspadaan nasional Indonesia juga dipaksa untuk menyesuaikan segala

perubahan yang ada. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sebagaimana

termaktub didalam Pembukaan UUD 1945, melekat Proklamasi Kemerdekaan RI

tanggal 17 Agustus 1945, berkedudukan tetap tidak berubah dan tidak dapat

dirubah oleh siapapun termasuk oleh MPR hasil Pemilu.

Pancasila merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia yang wajib ditaati

dan dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia menuju cita-cita dan tujuan

nasional Indonesia dan menjadi sumber dari segala sumber hukum serta pedoman

luhur sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dengan

demikian bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan

bernegara membangun dirinya akan lebih aman, tentram sentosa dengan

penghayatan dan pengamalan ideologis Pancasila dan nasionalisme yang kokoh

menciptakan kondisi yang melibatkan seluruh aspek kekuatan kehidupan bangsa

sebagai suatu kondisi dinamis bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan

7

 

dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi

segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik

yang datang dari dalam maupun luar negeri, secara langsung maupun tidak

langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas,

kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan

tujuan perjuangan nasional.

b. Undang–Undang Dasar 1945 sebagai Landasan Konstitusional

Pokok-pokok pikiran yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945

mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, termasuk

meliputi seluruh hukum nasional Indonesia. Selanjutnya Penjelasan Undang-

Undang Dasar 1945 dalam hubungan ini menegaskan bahwa Undang-Undang

Dasar 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran tersebut dalam pasal-pasalnya. Oleh

sebab itu, walaupun Undang-Undang Dasar 1945 terbagi dalam tiga bagian

(Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan) harus dilihat sebagai satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan.

Pembukaan UUD 1945 adalah penjelmaan proklamasi kemerdekaan

Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat yang didalamnya terdapat tujuan

negara yang mengandung dua dimensi utama Ketahanan Nasional yaitu aspek

keamanan (security aspect) untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia serta aspek Kesejahteraan (prospirity aspect)

berkaitan dengan misi memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa. Penegasan sila-sila dari Pancasila yang berasal dari

kepribadian bangsa dan dipertegas di dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea

keempat, sangat nyata bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 adalah satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dan keduanya merupakan sumber dari segala

sumber hukum di Indonesia.

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional

Wawasan Nusantara (wasantara) merupakan penjabaran lebih lanjut dari

Pembukaan UUD 1945 adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan

lingkungannya sebagai kedaulatan wilayah nasional dengan segala isi dan

kekayaannya mencakup bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan

pertahanan keamanan yang mengandung nilai-nilai persatuan kesatuan bangsa

yang senantiasa menjadi kekuatan dalam menghadapi berbagai, ancaman,

8

 

tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) baik yang timbul dari dalam maupun

dari luar negeri. Oleh sebab itu, wasantara sebagai landasan visional bangsa yang

implementasinya diharapkan menjadi latar belakang pemikiran utama dari setiap

upaya optimalisasi peran pemerintah daerah menghadapi terorisme guna

mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional.

d. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional

Ketahanan nasional adalah doktrin dasar dan ajaran yang menjadi

konsensus seluruh bangsa Indonesia serta merupakan kesatuan pola pikir, pola

sikap dan pola tindak terpadu meliputi pengaturan dan penyelenggaraan

pertahanan keamanan di dalam kehidupan nasional, sehingga menjadi landasan

konsepsional dalam menghadapi terorisme di indonesia, karena konsep ketahanan

nasional bersifat menyeluruh mulai tingkat pusat hingga daerah yang merupakan

satu kesatuan yang pada hakekatnya terintegral menjadi satu ketahanan. Jadi

optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme di daerahnya pada dasarnya merupakan peran didalam satu kesatuan ketahanan yang harus

dilakukan secara menyeluruh disetiap daerah sehingga akan terpola menjadi satu

peran yang akan mencapai ketahanan berskala nasional.

8. Peraturan Perundang-undangan sebagai Landasan Operasional

a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002, yang Pada Tanggal 4 April 2003 Disahkan Menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Dalam menghadapi ancaman terorisme yang telah menimbulkan pengaruh

yang tidak menguntungkan pada kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya,

pertahanan dan keamanan nasional serta hubungan Indonesia dalam dunia global,

pemerintah perlu mendayagunakan seluruh kekuatan secara efektif–efisien dan

melakukan peningkatan setiap saat secara optimal termasuk penanggulangan dan

perlindungan terhadap korban aksi terorisme, dimana pemerintah berkewajiban

memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia dari setiap ancaman

kejahatan baik bersifat nasional, transnasional maupun internasional yang

terintegrasi secara maksimal, baik kesejahteraan dan keamanan, sehingga mutlak

9

 

diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan

berkesinambungan, yang saat ini terorisme bukan hanya merupakan tindak pidana

yang hanya akan mendapat sanksi hukum jika muncul, namun sudah menjadi

bahaya laten. Oleh sebab itu, pada hubungan optimalisasi peran Pemda dalam

menghadapi terorisme, jika suatu gerakan yang mengarah pada tindakan terorisme

dan telah terdeteksi oleh Pemda, seharusnya TNI dapat melakukan penangkalan

atas permintaan pemerintah daerah dan tidak tidak harus menunggu atas

permintaan Polri.

b. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintah diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004. Daerah memiliki kewenangan membuat

kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa

dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat. 1

Daerah-daerah mempunyai kewenangan administrasi dengan memperhatikan

beberapa prinsip agar tidak terjadi kesalahan persepsi yang dapat menimbulkan

konflik kepentingan antar daerah, pusat dan daerah serta antar sektor. Oleh sebab

itu, permasalahan terorisme seharusnya dapat menjadi permasalahan lokal yang

menjadi ranah penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga akan lebih

preventive evert (cegah-tangkal) dan mampu melawan terorisme guna mewujudkan

keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

Ketahanan Nasional, dimana pemerintah daerah beserta perangkatnya didukung

aparat keamanan TNI dan Polri bersama masyarakat di daerah mampu

menyelesaikan permasalahan keamanan di daerah.

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 7 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2007 tentang berbagai urusan wajib yang wajib diselenggarakan oleh

pemerintahan daerah Provinsi dan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota,

berkaitan dengan pelayanan dasar. Salah satu urusan wajib itu adalah urusan                                                             1 Penjelasan Atas Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, I. Penjelasan Umum, 1. Dasar Pemikiran, paragraf (b.)

10

 

bidang kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, pemberdayaan masyarakat dan

desa serta sosial. Pasal 7 PP 38/2007 ini, menjadi payung hukum yang sangat

strategis bagi pemerintahan di tingkat pusat sampai dengan daerah dalam

melakukan kewajibannya untuk menghadapi berbagai bentuk ancaman termasuk

ancaman bahaya laten terorisme yang mengancam keamanan hidup berbangsa

dan bernegara, sehingga membahayakan eksistensi bangsa dan negara, pada

tataran nasional maupun masing-masing daerah.

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah RI Nomor 6

Tahun 2008, dapat menjadi landasan pemikiran peran pemerintah daerah

menghadapi terorisme dalam rangka Ketahanan Nasional, terutama pada masalah

ketentraman dan ketertiban umum daerah, intensitas dan efektivitas proses

konsultasi publik antara pemerintah daerah dengan masyarakat atas penetapan

kebijakan publik yang strategis dan relevan untuk daerah serta terobosan/inovasi

baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

9. Landasan Teori Dunia Modern

Tidak ada definisi/pengertian maupun teori yang “universal” mengenai terorisme,

karena memang tidak saja tidak ada kesepakatan di kalangan para ahli, tetapi juga tidak

ada pemahaman yang sama di kalangan pihak yang bertugas menanganinya, seperti

para politisi, diplomat, penyidik kriminal, penuntut umum, pejabat intelijen, pejabat

keamanan, ahli keamanan industri, satuan khusus militer dan wartawan. Kebanyakan aksi

terorisme mempunyai kekuatan militer, yang dapat dilihat dari sarana paksa yang

dipergunakannya seringkali perangkat militer, seperti : bom, tank, heli tempur, peluncur

roket dan sejenisnya. Bentuk terorisme ini juga disebut sebagai military terrorism.

Kelompok yang mendekati gambaran sebagai kelompok-kelompok yang terorganisir dan

memiliki kekuatan militer serta melakukan gerakan perlawanan senjata, seperti: Irish

Republic Army (IRA), Fabundo Marti National Liberation Front (FMLN – Salvador),

Euzkadi ta Askatusuna (ETA – Basque, Spanyol), Liberation Tigers of Tamil Flam (LTTE –

Srilanka) dan lain-lain. Dalam fenomena munculnya postur dan gaya teroris internasional

ini, mutanisme teroris bisa terjadi karena banyak faktor, dimana dua diantaranya adalah

karena adanya masukkan gen baru ke dalam tubuh teroris internasional atau

11

 

kemungkinan karena adanya tekanan ideologis maupun psikologis yang mendesak dari

suburnya tubuh teroris internasional saat ini.

a. Teori dunia modern oleh Immanuel Wallerstein (1930 – 2011)

Immanuel Wallerstein adalah sosiolog Amerika Serikat, ilmuwan sejarah

sosial, dan analis sistem-dunia.. Immanuel Wallerstein merupakan teoritisi

strukturalis atau globalis. Dengan dasar pemikiran dari Marx, ia mengemukakan

struktur ekonomi global yang menjelaskan mengenai posisi negara-negara dalam

struktur kapitalisme global, yang kemudian menurutnya bahwa kemunculan teroris

internasional merupakan bagian dari dialektika sejarah pertarungan politik

internasional yang bermula sejak 500 tahun yang lalu, dimana pada abad ke-21,

merupakan momentum puncak dari pertarungan tersebut.

Tesis utama Wallerstein dalam hubungan ini adalah bahwa sistem dunia

kapitalis-liberalis yang kini berkuasa merupakan faktor utama yang menyebabkan

kehancuran negara-negara dunia ketiga. Perang Dunia (PD) I yang terjadi di awal

abad 20, meski yang jadi aktor antagonisnya adalah Jerman, Jepang dan Itali,

yang hancur justru imperium Turki Utsmani. Begitu pula halnya dengan Perang

Dunia (PD) II, meski Jepang yang dibom atom pada tahun 1945, yang justru rusak

sistem kehidupannya adalah negara-negara jajahan yang umumnya kini dikenal

dengan istilah negara dunia ketiga. Oleh karena itu, akan menjadi ahistoris bila

memahami teroris internasional tidak dimulai dari sini. Setidaknya, ada tiga tahapan

yang saling berkaitan dari kemunculan teroris internasional saat ini.

1) Tahap terjadinya ketidakseimbangan global, atau lebih dikenal dengan the global paradox. Tahapan ini semakin menemukan bentuknya

yang ideal, manakala Uni Soviet runtuh, yang otomatis struktur politik

berubah dari bipolaris ke unipolaris. Kemunculan kekuatan unipolaris dari

kelompok negara maju dalam pandangan mazhab realis semakin

memperkuat bairgaining position kelompok negara pengendali di satu pihak

dan melemahkan power position negara yang kontra-pengendali. Dengan

peta politik seperti ini, sumber-sumberdaya internasional akan cenderung

dikuasai oleh kelompok pengendali tersebut. Hubungan internasional yang

seperti ini, bukanlah suatu hubungan yang dikehendaki oleh aktor-aktor

internasional.

12

 

2) Regionalistik yang terbentuk mengiringi tatanan dunia yang unipolaris. Regionalistik politik yang terjadi di era unipolaris sekarang ini

menjadi bagian dari perlawanan terhadap kelompok negara pengendali,

yang dalam bentuk kapabilitasnya yang sekecil apapun akan memberikan

kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi keseimbangan global,

karena dalam proses regionalistik akan banyak terjadi transaksi politik yang

akan banyak muncul varian-varian hubungan yang terbentuk, baik di dalam

kelompok negara-negara kontra-pengendali maupun varian hubungan

diagonalis di antara kelompok negara-negara kontra-pengendali dengan

kelompok negara-negara pengendali, atau dengan kelompok negara

pendukungnya. Hasil dari berbagai varian dalam hubungan internasional ini,

adalah hubungan politik yang semakin kusut (confuse). Hal ini disebabkan

karena kerapkali terjadi pembiasan penafsiran dari kepentingan nasional

(national interest) masing-masing negara. Aliansi regional yang diharapkan

mampu membuat tatanan dunia yang multipolaris, ternyata gagal.

Kegagalan ini mengartikan bahwa pendekatan normatif, yang diusung oleh

para penganut paham idealis, tidak efektif, sehingga memberikan sinyal

bahwa perlawanan terhadap kelompok negara-negara pengendali, mesti

dilakukan dengan merubah strategi perlawanan.

3) Kemungkinan sebuah negara merubah strategi perlawanannya dengan varian yang berbeda-beda pada tiap negara. Kasus Afganistan di

era Taliban dan Irak di era Saddam adalah bukti bahwa negara yang

terhegemoni, umumnya tidak punya banyak pilihan dalam menentukan

pilihan strategi perlawanannya pada saat negara itu mengambil sikap untuk

merubah strateginya, sehingga kemunculan berbagai International Non

Government Organizations (INGOs) sebagai Non State Actors pada

percaturan politik internasional, bisa dianggap menjadi bagian dari pilihan

strategi yang diambil. Penggunaan INGOs sebagai instrumen strategik,

merupakan pilihan strategi politik yang aman, karena tekanan politiknya bisa

mempengaruhi kebijakan politik global, namun INGOs bukanlah subyek

hukum internasional yang dapat dikenakan sanksi internasional,

sebagaimana halnya sebuah negara dan karena hal inilah pasca runtuhnya

struktur internasional dari bipolar ke unipolar, sementara perkembangan

INGOs sangat pesat.

13

 

b. Teori dunia modern oleh Thomas Hobbes (1588-1679)

Thomas Hobbes adalah tokoh yang sangat anti dengan demokrasi karena

menurutnya demokrasi adalah penyebab utama terjadinya perpecahan yang

mengakibatkan perang saudara. Dia hidup pada kondisi negaranya sedang kacau

karena Perang Saudara dan ini akan sangat mempengaruhinya dalam

mencetuskan teori kontrak sosial, bahwa Hobbes menginginkan negaranya stabil

dan Hobbes mempunyai ikatan karier dan politik dengan kalangan kerajaan,

sehingga dalam persaingan kerajaan versus parlemen, Hobbes memihak kerajaan

dan anti-parlemen yang dianggap sumber utama perang saudara.

Semua pemikiran dari thomas hobbes tercantum dalam bukunya yang

sangat terkenal yaitu Leviathan. Pada dasarnya manusia adalah sama, dalam

keadaan yang alamiah, sebelum ada pemerintahan setiap manusia ingin

mempertahankan kebebasan mereka masing-masing, tetapi dengan cara

menguasai orang lain. Keinginan untuk mempertahankan kebebasan muncul

karena dorongan masing-masing individu untuk menyelamatkan diri mereka. Dari

berbagai konflik tersebut maka akan timbul perang antara sesama manusia, yang

akan menjadikan hidup ini ”kotor, kasar dan pendek”. Setiap orang secara alamiah

akan mengejar kesenangan dan menghindari kesengsaraan dan setiap negara

akan mengejar kesenangan (inti dari national interest-nya). Jadi, setiap negara

akan terlibat dalam proses perburuan (rent seeking) tiada henti terhadap sumber-

sumberdaya internasional yang tersedia. Bila percaturan politik internasional yang

terjadi sekarang seperti gambaran yang telah disampaikan, maka negara-negara

yang terhegemoni atau terkooptasi oleh kelompok negara-negara pengendali,

secara alamiah akan melakukan perlawanan. Kondisi “pertarungan” yang tidak

seimbang tersebut, telah melahirkan tahapan kedua, yaitu regionalistik.

c. Cara Bertindak (CB) terpilih

Cara bertindak (CB) merupakan bagian penting dalam memecahkan

masalah, yang dilakukan sejak jaman dahulu, karena “Bertindak” adalah langkah

taktis dari “Cara/Ways” yang merupakan bagian didalam strategi yang telah

dirumuskan. Sebenarnya, Cara Bertindak (CB) tidak saja merupakan teori dunia

modern saja karena sejak dahulu orang telah melakukannya, namun demikian

pemilihan Cara Bertindak (CB) sekarang ini adalah langkah yang dilakukan

didalam Proses Pengambilan Keputusan Militer (PPKM) untuk memperoleh Cara

Bertindak terpilih yang merupakan keputusan Cara Bertidak yang paling tepat

14

 

didalam menghadapi musuh sebagai suatu proses pemecahan masalah yang ada,

yang senantiasa menyesuaikan dinamika operasi. Demikian Cara Bertindak (CB)

ini dapat digunakan sebagai landasan teori pemecahan masalah optimalisasi peran

pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme guna mewujudkan keamanan

hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

10. Tinjauan Pustaka

a. Kelompok Kerja Program Pendidikan Singkat Angkatan XVII/2011 Lembaga Ketahanan Nasional RI Tahun 2011 dengan judul makalah: “MENINGKATKAN KEWASPADAAN NASIONAL TERHADAP GERAKAN

FUNDAMENTALISME AGAMA GUNA MENDUKUNG PENANGGULANGAN

TERORISME DALAM RANGKA KETAHANAN NASIONAL” yang didalam

tulisannya memuat Tinjauan Pustaka dari Kelompok Kerja Ketahanan Nasional

Lemhannas, Ketahanan Nasional, Modul 1 Lemhannas Tahun 2010.

b. Permasalahan yang dibahas adalah meningkatkan Kewaspadaan

Nasional terhadap gerakan fundamentalisme agama guna mendukung

penanggulangan terorisme dalam rangka Ketahanan Nasional, dengan intisari

tinjauan Pustaka, sebagai berikut :

Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah konsepsi

pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan

kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh

aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan

Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara. Dengan kata lain, Ketahanan

Nasional Indonesia merupakan pedoman (sarana) untuk meningkatkan (metode)

keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan

mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan

keamanan. Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam

menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya, demi sebesar-besar

kemakmuran yang adil dan merata, rohaniah dan jasmaniah. Sementara itu,

keamanan adalah kemampuan bangsa melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap

ancaman dari luar dan dari dalam. Hakikat ketahanan nasional Indonesia adalah

keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan

15

 

mengembangkan kekuatan nasional, untuk dapat menjamin kelangsungan hidup

bangsa dan Negara dalam mencapai tujuan nasional.

c. Metode penulisan yang digunakan adalah metode deduktif dan

menggunakan teori dasar serta teori manajemen menurut Henry Fayol mencakup lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah,

mengordinasi dan mengendalikan dan telah diringkas menjadi empat fungsi

manajemen yaitu:

1) Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan

dengan sumber daya alam yang dimiliki.

2) Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi

suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil yang

mempermudah dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang

dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi.

3) Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan

agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai

dengan perencanaan manajerial dan usaha.

4) Pengendalian (controlling) adalah pengendalian dari setiap proses

pekerjaan sehingga pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang

telahditentukan.

d. Inti dari kesimpulan : Peningkatan kewaspadaaan Nasional terhadap

penanggulangan terorisme dalam rangka ketahanan Nasional terkendala dengan

beberapa permasalahan yang diantaranya adalah lemahnya penegakan supremasi

hukum, belum terwujudnya stabilitas politik nasional, lambannya pemulihan

ekonomi nasional, kondisi keamanan nasional yang kurang mantap, banyaknya

permasalahan di bidang sosial budaya dan pelaksanaan pembangunan di daerah

terlambat. Adapun saran yang dibuat : Perlu pemerintah membuat kajian tentang

pentingnya pembentukan lembaga pengkajian untuk memantau dan mengikuti

perkembangan Kewaspadaan Nasional, termasuk akibat yang dapat

ditimbulkannya (ekses negatif). Selain itu, pemerintah perlu melakukan terobosan,

agar peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat diregulasi dengan

mengamandemen peraturan yang berbau kolonialisme, sedangkan peraturan baru

hasil legislasi pasca kemerdekaan yang tidak sesuai dengan paradigma baru

kehidupan nasional yang demokratis perlu direvisi guna menutupi kekurangannya

16

 

dan pemerintah perlu untuk memfasilitasi agar agenda reformasi terus

dikembangkan dan dilaksanakan dengan konsisten melalui pembangunan bidang-

bidang kehidupan nasional baik yang terkait dengan bidang geografi, demografi

dan sumber kekayaan alam, maupun bidang-bidang ipoleksosbudhankam,

sehingga mampu mendorong meningkatnya kewaspadaan Nasional guna

mendukung penanggulagan terorisme dalam rangka Ketahanan Nasional.

17

 

BAB III PERAN PEMERINTAH DAERAH SAAT INI DALAM MENGHADAPI TERORISME

11. Umum

Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada

negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau

kelompok orang atau masyarakat luas.2 Sementara itu, disepakati oleh kebanyakan ahli

bahwa tindakan yang tergolong kedalam tindakan terorisme adalah tindakan-tindakan

yang memiliki elemen : kekerasan, tujuan politik dan teror/intended audience. Sedangkan

berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1,

Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak

pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Mengenai perbuatan apa

saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada

Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena

melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika:

1. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan

menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau

menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan

atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan

kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau

lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).

2. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan

bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang

secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara

merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain

atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang

strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional

(Pasal 7).

Dan seseorang juga dianggap melakukan Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan

ketentuan pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang

                                                            2 Konvensi PBB tahun 1937.

18

 

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dari banyak definisi yang dikemukakan oleh

banyak pihak, yang menjadi ciri dari suatu Tindak Pidana Terorisme adalah: adanya

rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut; Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu;

Menggunakan kekerasan; Mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud

mengintimidasi pemerintah; dan dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan

tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.

Jadi, pada hakekatnya aksi terorisme merupakan tindakan yang terencana dan

terorganisir, ditujukan kepada siapa saja dan berlaku dimana saja serta kapan saja dan

sekarang telah menjadi fenomenal global yang terjadi diberbagai belahan dunia termasuk

telah merebak di beberapa daerah di tanah air yang terpicu oleh beberapa faktor, yang

diantaranya adalah kesenjangan sosial dikalangan masyarakat dan adanya gerakan

fundamentalisme agama yang berkembang di Indonesia yang telah melahirkan jaringan

terorisme dengan berbagai aksi kebiadaban teror yang memakan korban tidak berdosa.

Bentuk perbuatan terorisme bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan, yang dapat dilakukan oleh individu, kelompok maupun negara. Sedangkan hasil dari kegiatan terorisme diantaranya: menimbulkan rasa

ketakutan, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia dan

kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain.

Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan dan aksi

terorisme juga mengandung makna bahwa serangan teroris tidak berperikemanusiaan

dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh sebab itu para pelaku layak menerima pembalasan

yang kejam. Akibat makna negatif dari kata "teroris" dan "terorisme", para teroris

umumnya menyebut diri sebagai: separatis, pejuang pembebasan, militan, mujahidin,

dan lain-lain, seperti paham Islam radikal yang tersebar ke pelosok dunia termasuk ke

kawasan Asia Tenggara. Sementara di Palestina mereka membentuk beberapa kelompok

bersenjata berjuang bersama-sama rakyat Palestina melawan Israel dan di beberapa

negara, mereka tetap melakukan aksi-aksi menentang pemerintah yang dianggap sekuler,

bahkan tidak jarang membantu kaum pemberontak yang melawan pemerintah yang sah

dengan mengobarkan perang sipil, seperti yang terjadi di Aljazair, Kongo, Thailand,

Philipina, dan lain-lain.

Kondisi saat ini, model perang tradisional secara konvensional antara dua negara

sejak berakhirnya perang dingin cenderung berubah menjadi perang asimetrik dan non

konvensional dengan peran non state actors, antara lain: menentang pemerintahan yang

sah dengan atau tanpa kekerasan, perseteruan didalam negeri, mengobarkan perang sipil

19

 

didalam negeri dan aksi-aksi teror. Kenyataan aksi-aksi tersebut menimbulkan kerugian

besar bagi kepentingan umum dalam skala luas dibanyak negara. Oleh karenanya, konflik

dekade kini dan masa mendatang, pemusatan perhatian secara aktual peran non state actors menjadi sangat penting, dalam rangka perdamaian dan stabilitas keamanan dunia

dan Asia Tenggara yang dalam konteks keamanan regional masih diwarnai isu-isu konflik

yang bersumber pada klaim teritorial, perompakan, keamanan jalur pelayaran dan

perdagangan, penyelundupan, narkotika dan terorisme.

Indonesia didalam penyelenggaraan pertahanan negara menggunakan sistem

pertahanan semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan segenap sumber

daya nasional yang dipersiapkan oleh pemerintah sejak dini serta diselenggarakan secara

menyeluruh, terpadu, terarah dan berlanjut. Pelibatan fungsi pertahanan militer dan fungsi

pertahanan nir militer dimulai pada masa damai hingga perang, dimana pelibatan fungsi

pertahanan militer pada situasi keamanan nasional dalam keadaan damai diarahkan pada

penekanan cegah-tangkal terhadap setiap ancaman yang dalam intensitas konflik rendah,

TNI selaku komponen utama pertahanan negara menyelenggarakan OMSP (Operasi

Militer Selain Perang) yang pelaksanaannya berdasarkan keputusan politik pemerintah.

Selanjutnya dalam derajat konflik intensitas keamanan krisis dan berlanjut, maka

pelibatan fungsi pertahanan militer semakin tinggi, dimana pemerintah menaikkan derajat

keadaan darurat dengan memberlakukan darurat sipil, darurat militer atau darurat perang.

Sehubungan dengan ancaman terorisme, maka dalam penanganannya adalah

melalui pendekatan pertahanan militer yang merupakan bagian dari fungsi pertahanan

negara untuk melindungi keselamatan segenap bangsa Indonesia. Hal ini, mengingat

terorisme dapat merupakan ancaman nir militer maupun ancaman militer karena

menggunakan peralatan dan senjata sebagaimana yang digunakan oleh militer, seperti

roket, bom, tank dan lain-lain. Untuk itu, guna menjamin dan melindungi keselamatan

bangsa dari ancaman terorisme terutama aksi teror bersenjata, fungsi pertahanan militer

melalui unsur-unsur intelijen dan unsur-unsur komando kewilayahan wajib meningkatkan

kewaspadaan dengan mengefektifkan fungsi deteksi dan cegah dini. Adapun dalam

hubungan ancaman nir militer, yang pada hakekatnya adalah ancaman yang

menggunakan faktor-faktor nir militer yang mempunyai kemampuan membahayakan

kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan segenap bangsa, terorisme adalah

ancaman serius yang harus mendapat perhatian dengan tingkat kewaspadaan yang

tinggi, karena ancaman nir militer dapat berdimensi ideologi, politik, sosial, informasi dan

teknologi, ketertiban masyarakat, keselamatan umum dan hukum.

20

 

Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai keinginan

pelaku, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikologis), sehingga

berdampak sangat merusak mental, semangat dan daya juang masyarakat, yang dalam

skala nasional dan jangka panjang dapat melumpuhkan kehidupan berbangsa dan

bernegara. Kondisi semacam ini, jelas mengganggu keamanan hidup masyarakat dalam

berbangsa dan bernegara, sehingga dapat menggoyah Ketahanan Nasional yang

seharusnya dapat diperkokoh dengan keamanan hidup dalam lingkungan masyarakat

Indonesia yang terbina dan terpupuk dengan upaya maksimal mengoptimalkan peran

pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme yang merupakan bahaya laten guna

mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

Ketahanan Nasional. Disamping itu, bahwa meskipun tidak terdapat defenisi tentang

“Keamanan Maritim” dalam tataran internasional, namun terdapat kesepakatan tentang

komponen ancaman yang dianggap membahayakan keamanan maritim tersebut, seperti

yang dicantumkan dalam dokumen “The Present Addendum to The Repoert of The Scretary-General on Ocean and Law of The Sea (A/63/63)3, bahwa keamanan maritim

dikaitkan dengan penanganan terhadap tiga isu ancaman, yaitu : tindakan teroris terhadap pelayaran kapal dan instalasi lepas pantai (terrorist acts against shipping and offshore installation); pembajakan dan perompakan bersenjata (piracy and armed robbery against ships); dan lalu lintas obat terlarang dan narkotik yang illegal dan zat-zat psikotropik (illicit traffic in narcotic drugs and psychotropic substances). Sehubungan dengan keamanan maritim, fakta bahwa saat ini

permasalahan perbatasan dalam aspek pertahanan tidak hanya menyangkut ancaman

tradisional terhadap kedaulatan teritorial, tetapi juga menciptakan ruang isu keamanan

non tradisional, seperti: kejahatan lintas batas melingkup penyelundupan manusia,

perompakan laut, senjata, obat terlarang, terorisme dan pencurian ikan, yang dalam hal

mana dampak dari ancaman non tradisional terhadap keamanan maritim Indonesia sering

terjadi.

Pada bidang strategi pertahanan, isu terorisme membawa beberapa permasalahan, yaitu :4 Pertama, terorisme merupakan ancaman nyata yang mengancam

jiwa manusia dan mengancam seluruh negara; Kedua, terorisme sebagai ancaman nyata

menghadirkan ketidak-pastian tentang kapan dan dimana aksi terorisme akan terjadi,

sehingga menuntut kesiapsiagaan yang prima; Ketiga, penanganan terorisme mengoreksi

                                                            3 Jurnal Maritim Indonesia No 1 Seskoal, September 2014 Volume 2 4 Postur Pertahan Negara hingga Tahun 2029 oleh Departemen Pertahanan RI Tahun 2007.

21

 

konsep-konsep kerjasama pertahanan menjadi lebih intensif dan progresif; Keempat,

penangan terorisme dengan menggunakan kekuatan militer menjadi salah satu pilihan

strategi pertahanan, sehingga kedepan harus dibenahi agar tidak berbenturan dengan

norma-norma demokrasi dan Hk Azasi Manusia.

Secara umum, beberapa perkiraan peluang potensi munculnya terorisme di

Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Sejarah perjuangan bangsa

Sebagai bangsa Indonesia yang mengenal semangat jiwa yang tidak takut

mati ada didalam jiwa bangsa Indonesia, sehingga apabila ada bagian dari bangsa

Indonesia yang memiliki karakter perlawanan tidak takut mati adalah hal yang wajar

dan masuk akal. Demikian setiap tindakan terorisme yang diwarnai dengan

tindakan bom bunuh diri atau apapun bersifat pengorbanan jiwa, maka hal ini tidak

menjadi faktor kesulitan bagi terorisme untuk menggalang masyarakat Indonesia.

b. Kesukuan, nasionalisme/separatism (Etnicity, nationalism/separatism)

Penebaran teror digunakan sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau

alat perjuangan. Disini sasarannya jelas, yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang

diperangi. Tindakan teror ini umumnya terjadi di daerah yang dilanda konflik antar

etnis/suku atau pada suatu bangsa yang ingin memerdekan diri.

c. Kemiskinan, kesenjangan dan globalisasi (Poverty and economic disadvantage, globalisation)

Kemiskinan dan kesenjangan dapat menjadi masalah sosial yang mampu

memicu terorisme. Kita mengenal dua jenis kemiskinan, yaitu kemiskinan natural

yang bisa dibilang “miskin dari asal mulanya” dan kemiskinan struktural yang

merupakan kemiskinan yang dibuat, dimana ini terjadi ketika justru penguasa

mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan rakyatnya dan jenis kemiskinan

struktural ini lebih tinggi berpotensi bagi munculnya terorisme.

d. Non demokrasi (non democracy)

Iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai representasi kekuasaan

tertinggi dalam pengaturan negara, yang berarti rakyat merasa dilibatkan dalam

pengelolaan negara. Hal senada tentu tidak terjadi di negara non demokrasi. Selain

tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat, penguasa non demokrasi

22

 

sangat mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya.

Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih terorisme.

e. Pelanggaran harkat kemanusiaan (Dehumanisation)

Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok

dalam masyarakat. Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar didengar,

diakui dan diperlakukan sama dengan yang lain. Gejala ini akan mendorong benih

teror yang akan berkembang sebagai aksi terorisme.

f. Radikalisme agama (Religion)

Kejadian teror di Indonesia banyak berhubungan dengan radikalisme agama

yang merupakan penyebab unik, karena motif yang mendasari kadang bersifat

tidak nyata. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia

para penganutnya. Akan tetapi Robert A. Pape dalam artikelnya yang berjudul The

Strategic Of Suicide Terrorism (American Political Science Review, August 2003)

menyatakan bahwa meski ada motivasi dalam bom bunuh diri, tapi dalam banyak

kasus bom bunuh diri modern, motivasi keagamaan ternyata nyaris tidak ada.

Mayoritas umat Islam Indonesia membawa sejarah bawah sadar kecurigaan

yang kuat terhadap intervensi Barat sebagaimana terjadi dalam perang Nusantara

di Indonesia dan perang Salib di dunia. Kejanggalan kasus sejarah Afghanistan,

yang diwarnai konflik bersenjata juga pada situasi di Irak dan Lebanon, hal ini

dinilai sebagai upaya politik bangsa barat untuk labelling Islam teroris yang

menimbulkan kebencian dari para agamis yang fanatik.

12. Inisiatif Aparat Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Terorisme

Masa reformasi ditengah terjangan globalisasi dan modernisasi seolah menjadi

kebangkitan terorisme di Indonesia, karena teroris lebih mudah dalam melancarkan aksi

disebabkan kebebasan didalam kehidupan masyarakat demokrasi yang condong

kebablasan bagai tanpa batas dan berkecenderungan menyimpang dari sendi-sendi

kehidupan Pancasila sebagai akibat melemahnya penghayatan dan pengamalan

Pancasila oleh masyarakat Indonesia.

Sebagaimana diketahui, bahwa keamanan dalam negeri baik dalam konteks

otoritas pemerintahan, keharmonisan hubungan sosial maupun kepatuhan pada segenap

pranata sosial dan hukum nasional tetap menjadi masalah penting. Untuk itu, keamanan

23

 

dalam negeri harus dipandang sebagai kondisi yang tercipta karena terpenuhinya kinerja

pemerintahan yang responsif, penegakan hukum terkendali dan bertanggungjawab serta

pencapaian pembangunan yang merata dan menghargai harkat kemanusiaan.

Kesemuanya ini merupakan hal penting, agar penyelenggaraan pemerintahan, baik

dibidang pelayanan publik, penegakan hukum maupun pemenuhan kesejahteraan dapat

menjadi instrumen penting dalam menyatukan keamanan manusia dan keamanan hidup

berbangsa dan benegara Indonesia.

Memperhatikan hubungan keserasian antar daerah dengan pemerintah

sebagaimana yang dimaksud didalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, bahwa secara substansial sangatlah

besar peran dan kewenangan pemerintahan daerah baik eksekutif maupun legeslatif

dalam mengelola daerahnya. Sehubungan dengan hal ini, maka aparatur pemerintah

daerah yang kreatif dengan segala inisiatifnya sangat diperlukan, agar pemenuhan

kesejahteraan masyarakat secara lahiriah dan bathiniah yang menjadi tanggungjawab

aparatur pemerintahan daerah untuk merealisasikannya, termasuk pembinaan sistem

administrasi dan pelayanan publik di daerah serta pembinaan masyarakat melalui

beragam cara dan media dapat lebih konstruktif. Oleh sebab itu aparatur pemerintah

daerah dalam perannya dituntut untuk memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap diri dan

lingkungannya dalam rangka peran memajukan daerahnya didalam pembangunan daerah

yang merupakan integralistik pembangunan nasional.

Keadaan semacam ini tentunya tidak terlepas pula pada permasalahan keamanan

yang dalam konteks sosial merupakan suatu aplikasi layanan publik bahwa keamanan

hidup berbangsa dan bernegara terimplementasi sebagai keamanan dan ketertiban di

daerah, sehingga menjadi rasional bila pemerintah daerah dalam menghadapi bahaya

laten terorisme berinisiatif dalam ruang preventive evert (cegah-tangkal) terhadap bahaya

laten terorisme tersebut, meskipun berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI

Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, bahwa urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional

serta agama. Hal ini menjadi penting, mengingat fakta bahwa terorisme telah

memanfaatkan daerah sebagai basis dalam penyusunan perencanaan dan

pengembangan jaringannya secara tersembunyi untuk melancarkan aksi teror dan

manuver pemanfaatan ruang gerak yang leluasa memainkan jaringan terorisme,

sementara didalam menyikapi kondisi ini, tampak sekali ketidakoptimalan peran

24

 

pemerintah daerah dalam menghadapi aksi-aksi bahaya laten terorisme. Untuk itu,

permasalahan keamanan bersifat preventive evert (cegah-tangkal) terhadap bahaya laten

terorisme dapat menjadi ranah daerah yang terakumulasi secara nasional, agar

pencegahan dan penangkalan secara dini terhadap bahaya laten terorisme lebih efektif

dan efisien. Keterkaitan akan hali ini, peran pemerintah daerah dalam menghadapi

terorisme pada dasarnya haruslah bersifat pencegahan dan penangkalan terhadap

bahaya laten terorisme dengan kisi-kisi yang mengarah pada integrasi normalisasi

kehidupan nasional. Normalisasi kehidupan nasional yang dimaksud disini adalah

memulihkan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan bangsa untuk melanjutkan

pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional dalam kondisi yang

kondusif dan komplemen terhadap tindakan masyarakat. Kondisi ini dibutuhkan dalam

perkembangan tatanan dinamika kelangsungan hidup kebangsaan dan kenegaraan yang

demokratis, dinamis dan transparansi sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan

NKRI yang merdeka, bersatu berdaulat adil dan makmur sebagaimana amanat Undang-

Undang Dasar 1945. Hal ini adalah merupakan upaya menghadapi bahaya laten

terorisme sebagai wujud peran pemerintah daerah guna terciptanya keamanan hidup

berbangsa dan bernegara, sehingga pencegahan, penangkalan dan kemampuan

melawan bahaya laten terorisme berhasilguna secara efektif dan efisien dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang

Pertahanan Negara, pada Pasal 20 ayat (3), disebutkan bahwa “Pembangunan di daerah

harus memperhatikan pembinaan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah” dan pada Pasal 20 ayat (1)

disebutkan bahwa “Pembinaan kemampuan pertahanan Negara ditujukan untuk

terselenggaranya sebuah sistem pertahanan Negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang ini.” Dalam hubungan terhadap Undang-Undang ini, bahwa pembagunan

daerah adalah integralistik pembangunan nasional dan aksi teror bersenjata merupakan

bentuk kegiatan terorisme yang mengancam keselamatan bangsa yang penanganannya

oleh TNI dilaksanakan dengan OMSP (Operasi Militer Selain Perang) melalui pendekatan

preventif, represif disesuaikan dengan perkembangan situasi yang dihadapi. Adapun

unsur utama pertahanan nir militer adalah unsur pemerintah dan non pemerintah dalam

fungsi dan kapasitasnya memberdayakan sumber daya nasional, maka pemerintah

daerah yang merupakan sub sistem pemerintah, melalui usaha tanpa menggunakan

kekuatan senjata dengan pemberdayaan faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial

25

 

budaya dan teknologi secara preventive-evert (cegah-tangkal) diperlukan inisiatif aparatur

pemerintah daerah dalam menghadapi bahaya laten terorisme.

TNI AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut) sebagai bagian integral dari

TNI bersama komponen utama pertahanan negara lainnya menjalankan tugas OMSP,

diantaranya adalah mengatasi gerakan sparatisme, mengatasi pemberontakan

bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasa, mengamankan

obyek vital nasional strategis, melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan

politik luar negeri, mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya,

memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai

dengan system pertahanan semesta, membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat dan juga membantu tugas

pemerintahan di daerah, membantu mengamankan tamu Negara setingkat Kepala

Negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, membantu

(penanggulangan bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan),

membantu pencarian dan pertolongan kecelakaan (SAR) serta membantu pemerintah

dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan

penyelundupan. Keterkaitan tugas OMSP yang dilaksanakan oleh TNI/TNI AL dengan peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme, maka inisiatif aparatur pemerintah daerah dalam konteks preventive-evert (cegah-tangkal) dapat menunjang TNI dan khususnya TNI AL dalam mengemban tugas pokok sebagaimana Pasal 9 UURI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI dan menunjang TNI AL dalam menjalankan fungsi internal (Domestic Function) yang merupakan fungsi tambahan guna menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas negara serta penegakan hukum dalam kerangka OMSP.

13. Kepekaan Masyarakat Terhadap Kehadiran Terorisme Dilingkungannya

Bagaimanapun latar belakang dari terorisme akan selalu membawa hal yang

merugikan terutama bagi masyarakat. Terlepas dari itu, Indonesia adalah bangsa yang

terdiri dari masyarakat yang heterogen, maka apabila salah dalam mengolah hal tersebut

tentunya akan menghasilkan konflik yang berkepanjangan, yang berujung pada

terhambatnya proses pembangunan. Kendati demikian, bila dipelajari terhadap sejarah

kebangsaan ternyata konflik di Indonesia timbul bukan hanya karena masalah

keberagaman masyarakat saja, tapi juga pada sebab-sebab lain seperti idiologi, politik,

hukum, ekonomi dan sumber daya manusia.

26

 

Seorang pakar sosiologi menyatakan, konflik merupakan fenomena yang selalu

hadir dalam setiap masyarakat. Beliau juga menyatakan bahwa perbedaan pendapat dan

kepentingan diantara masyarakat merupakan hal yang alamiah dan tidak dapat dihindari.5

Harus diakui akibat dari munculnya konflik dan teror akan mengakibatkan

kerusakan dan kerugian material, namun mungkin dampak terbesar dari konflik dan teror

adalah aspek psikologi sosial masyarakat dalam artian masyarakat akan selalu dihinggapi

rasa takut dan rasa tidak aman, akibatnya diantara kelompok masyarakat timbul saling

curiga dan mengikis rasa kepercayaan terhadap negara lain.6 Hal inilah kenapa terorisme

dan peluang munculnya konflik harus dihindari semaksimal mungkin.

Terkait hal ini, bangsa Indonesia didalam kehidupan nasionalnya dengan segala

perbedaan dan pertentangan adalah hal yang biasa, yang justru dapat disalurkan untuk

memelihara dan mengembangkan kesatuan bangsa. Susunan bangsa dan wilayah

negara Indonesia terdiri dari orang-orang Indonesia, atas keluarga dan suku bangsa serta

golongan dan pulau-pulau yang semua itu didalam dirinya sendiri merupakan hal-hal yang

tersendiri, yang akan tetap ada diluar kesatuan kebangsasan. Dan yang menjadikan

semua itu bersama bersatu adalah bangsa dan wilayah negara, yang bila hubungan

kesatuan antara satu dengan yang lainnya tidak ada lagi, maka semua itu akan turun

didalam martabat penjelmaan dirinya didalam kehidupan perseorangan sebagai keluarga,

sebagai suku-suku bangsa atau suatu golongan orang dan sebagai pulau-pulau yang

terpecah belah, terpencil dan lemah. Oleh karena itu, keadaan bangsa dan wilayah serta

negara Indonesia benar-benar memenuhi syarat yang mutlak, bahwa sifat kesatuan

bangsa, wilayah dan negara Indonesia tidak dapat terbagi. Untuk itu, sangatlah penting

arti dan maknanya kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme dilingkungannya,

karena kepekaan ini tidak ubahnya fakta kepedulian masyarakat terhadap diri dan

lingkungan sebagai suatu bentuk cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan

lingkungannya mencakup kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan

pertahanan keamanan.

Fakta saat ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat kesenjangan sosial di

masyarakat, menimbulkan rasa ketidakpedulian akan apa yang terjadi karena sulitnya

mencari lapangan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan pokok dengan segala beban

hidup yang kompleks, sehingga hal ini menyebabkan ketidakpedulian timbul karena

                                                            5 Ralf Dahrendrof (1958:241) 6 (Rozi, dkk, 2006:206)

27

 

dampak terorisme tidak begitu dirasakan oleh kalangan yang berada di bawah garis

kemiskinan, namun lebih dirasakan oleh kalangan menengah ke atas.

Disamping itu, pemahamanan masyarakat secara umum terhadap wawasan

nusantara masih kurang. Hal ini tampak dari kelengahan masyarakat akan kehadiran

terorisme dilingkungannya yang banyak terjadi di berbagai daerah di tanah air, yang

dalam hal mana menunjukkan bahwa sebagian masyarakat sebagai bangsa Indonesia

masih lemah dalam cara pandang diri dan lingkungannya mencakup kehidupan asta gatra

yang melingkup kehidupan Ipoleksosbudhankam.

Memperhatikan kedua hal tersebut diatas, tentu kepekaan masyarakat terhadap

kehadiran terorisme dilingkungannya lemah karena kepedulian yang rendah terhadap diri

dan lingkungannya sebagai akibat dari kesibukan masyarakat yang berjuang untuk

perolehan penghidupan yang layak, sehingga tanpa disadari terjadi lunturnya

penghayatan masyarakat akan norma-norma dan nilai-nilai Pancasila, dimana salah

satunya adalah bela negara yang menjadi kewajiban bagi setiap warga Negara, yang

setidaknya dapat diawali dari kepedulian terhadap diri dan lingkungannya, sehingga

menjadi pencegah dan penangkal dini terhadap kehadiran terorisme. Bila demikian, maka

fenomena hidup yang menjadi polemik ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah

disamping pemerintah sebagai suatu pemerintahan yang mendapat wewenang otonom

dalam memajukan daerahnya. Oleh sebab itu, perlunya optimalisasi peran pemerintah

daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui penggalian sumber-

sumber daya yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, yang menuju kepada masyarakat mandiri, mahdani yang terakumulasi

sebagai masyarakat Indonesia yang sejahtera didalam pembangunan nasional dan dilain

sisi pemerintah daerah dalam perannya dapat mengajak, menghimbau dan membina

masyarakat untuk penyegaran kembali penghayatan dan pengamalan Pancasila serta

pendalaman pemahaman wawasan nusantara sebagai paradigma nasional yang

melandasi sosialisasi menghadapi bahaya laten terorisme guna mewujudkan keamanan

hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional. Dalam

hubungan ini, terorisme dalam konteks ancaman nir militer pada dasarnya tidak secara

langsung mengancam kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa, tapi pada eskalasi

tertentu dapat berkembang luas mengganggu stabilitas nasional dan mengancam

eksistensi NKRI, sehingga ancaman nir militer ini dapat ditangani oleh fungsi pertahanan

militer pada kondisi tertentu sebagai unsur bantuan dengan pendekatan nir militer, sebab

pertahanan nir militer tidak terbatas pada perwujudan daya tangkal bangsa melalui

pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan saja, meskipun

28

 

keterlibatan warga Negara dalam pertahanan nir militer diwujudkan melalui profesi,

pengetahuan dan keahlian serta kecerdasan dalam pembangunan nasional dan dalam

penyelenggaraan pertahanan Negara baik langsung maupun tidak langsung untuk

mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Termasuk didalam pertahanan nir

militer adalah komponen cadangan dan komponen pendukung serta pertahanan sipil yang

terdiri dari Keamanan publik. Adapun komponen cadangan terdiri dari warga Negara, SDA

(sumber daya alam) maupun SDB (sumber daya buatan) dan sarana prasarana nasional.

Adapun komponen pendukung adalah meliputi Garda Bangsa yang terdiri dari Polisi,

Polisi Pamong Praja, Linmas (Perlindungan Masyarakat), Satpam (Satuan Pengamanan),

Menwa (Resimen Mahasiswa), organisasi kepemudaan dan lain-lain; Profesional seperti

Doktor, Paramedis, Montir Ahli Kimia dan lain-lain; SDA, SDB dan sarana prasarana;

Industri nasional; dan warga Negara lainnya. Dalam hubungan ini, kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme dilingkungannya sangat diperlukan dalam rangka menunjang tugas TNI/TNI AL dalam tugas OMSP mengatasi terorisme sekaligus mendukung keamanan bagi keamanan maritim Indonesia terutama pada tindakan teroris terhadap pelayaran kapal dan instalasi lepas pantai (terrorist acts against shipping and offshore installation); pembajakan dan perompakan bersenjata (piracy and armed robbery against ships); serta lalu lintas obat terlarang, narkotika ilegal dan zat-zat psikotropik (illicit traffic in narcotic drugs and psychotropic substances).

14. Sinergitas Pemerintah Daerah Dengan Instansi Terkait Dan Aparatur Pemerintah Daerah Lainnya Bersama Masyarakat

Penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut

azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah antara lain memberikan penekanan

pada aspek demokrasi, keadilan, pemerataan dan partisipasi masyarakat serta

memperhatikan potensi, kekhususan dan keanekaragaman daerah dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai wujud dari penekanan berbagai prinsip

tersebut adalah adanya peluang dan kesempatan yang luas bagi daerah otonom untuk

melaksanakan kewenangannya secara mandiri dan luas. Pemberian otonomi yang luas,

nyata dan bertanggungjawab kepada daerah akan membawa konsekuensi perubahan

pada pola dan sistem pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Perubahan-

perubahan tersebut juga memberikan dampak pada unit-unit kerja pemerintah daerah,

seperti tuntutan pada pegawai/aparatur pemerintah daerah untuk lebih terbuka,

transparan dan bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat. Oleh karena itu,

29

 

pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah harus diikuti dengan

pengawasan dan pengendalian yang kuat. Hal ini dikarenakan Pemerintahan daerah pada

hakikatnya merupakan subsistem dari pemerintahan nasional. Oleh sebab itu, secara

implisit pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah merupakan bagian

integral dari sistem penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya infrastruktur politik yang meliputi pengelompokan warga negara atau

anggota masyarakat kedalam berbagai macam golongan yang biasa disebut dengan

kekuatan sosial politik dalam masyarakat, yaitu badan yang ada di masyarakat seperti

parpol, ormas, media massa, kelompok kepentingan (Interest Group), kelompok

penekan (Presure Group), alat/media komunikasi politik, tokoh politik (Political Figure),

dan pranata politik lainnya. Melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan

aspirasinya yang merupakan tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses

pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan

yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat, karena pada

dasarnya negara tidak boleh dikuasai oleh satu tangan saja, sehingga dalam

menjalankan suatu pemerintahan perlu adanya pembagian tugas. Disamping itu,

keberadaan instansi terkait yang tersebar di daerah adalah bagian dari lembaga/badan

pemerintah yang terdispersi guna pelaksanaan pembangunan nasional yang masing-

masing memiliki peran bagi kepentingan nasional.

Oleh sebab itu, ketiga komponen yakni pemerintahan daerah, instansi terkait dan

masyarakat harus terjalin hubungan, komunikasi dan informasi sebagai implementasi

sinergitas satu tim kerja yang merupakan jejaring lokal yang terakumulasi sebagai

kekuatan nasional didalam menghadapi bahaya laten terorisme. Disamping itu,

hubungan lintas daerah yang ada harus juga terbina, terjaga dan tertata antar daerah

dalam kerangka persatuan kesatuan bangsa menuju cita-cita dan tujuan nasional.

Selanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa globalisasi dan modernisasi yang

merupakan fenomena perkembangan jaman yang tidak luput dari kemajuan teknologi

dalam kehidupan manusia, dimana globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur

baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan

elektronik, sehingga globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi

yang kemudian menghilangkan batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi

informasi. Sedangkan modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat

yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju

kepada suatu masyarakat yang modern atau menunjukan suatu proses dari serangkaian

30

 

upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat

universal, rasional dan fungsional. Modernisasi dan globalisasi menimbulkan dampak

perubahan sosial budaya yang menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat

yang semua irasional menjadi rasional.

Oleh sebab itu, didalam menghadapi globalisasi dan modernisasi dengan segala

perubahan yang terjadi, sangatlah dibutuhkan keselarasan didalam pembangunan

nasional yang terintegral kedalam pembangunan daerah yang dapat diimplementasikan

melalui sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait bersama masyarakat di

daerah sebagai suatu kekuatan yang akan memperkokoh Ketahanan Nasional melalui

upaya-upaya bersama menciptakan dan menjaga keamanan hidup berbangsa dan

bernegara didalam kehidupan masyarakat didaerah yang merupakan integralistik

kehidupan nasional. Untuk itu, sinergitas sangat diperlukan didalam pemerintah daerah

memainkan peran dalam pembangunan daerah yang merupakan integralistik

pembangunan nasional untuk mensejahterakan kesejahteraan masyarakat di daerah

menuju masyarakat mahdani dan mandiri yang berperekonomian daerah yang tinggi

yang terakumulasi sebagai kekuatan perekonomian nasional. Dan salah satu bentuk

kesejahteraan masyarakat salah satu diantaranya adalah terpenuhinya kebutuhan akan

rasa aman dan tenteram didalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang

dapat dibina, dipelihara dan dijaga melalui sinergitas pemerintah daerah dengan instansi

terkait seperti TNI/TNI AL, Polri, Kejaksaan dan lain-lain bersama masyarakat didaerah

serta kerjasama lintas daerah yang solid, kuat dan berkelanjutan yang mengarah pada

preventive evert (cegah-tangkal) dalam menghadapi bahaya laten terorisme guna

mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

Ketahanan Nasional, karena realitas kondisi, sinergitas ini tidak tampak nyata, terbukti

dari banyaknya peristiwa terorisme terjadi diberbagai daerah di tanah air.

Sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait khususnya TNI/TNI AL

bersama masyarakat didaerah serta kerjasama lintas daerah sangat diperlukan, karena

pertahanan negara bukanlah fungsi pemerintahan yang diotonomikan, dimana

komponen cadangan disiapkan untuk memperbesar dan memperkuat komponen utama

pertahanan negara yang statusnya berubah menjadi kombatan setelah dimobilisasi dan

berakhir sebagai kombatan setelah demobilisasi, sedangkan komponen pendukung

didayagunakan untuk meningkatkan kemampuan komponen utama dan komponen

cadangan. Sinergitas ini diperlukan dalam rangka pembinaan masyarakat dan

keyakinan serta kemantapan sebagai kekuatan bangsa bersama TNI/TNI AL mampu

31

 

menghadapi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan termasuk

terhadap ancaman bahaya laten terorisme.

Terutamanya sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait khususnya

TNI AL, menunjang TNI AL dalam kelancaran pelaksanaan tugasnya, yaitu

melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut

serta melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut. Oleh sebab itu, sinergitas yang dibangun oleh pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan perannya dalam menghadapi terorisme, seyogyanya disambut dengan semangat TNI AL mendukung kebijakan Indonesia sebagai poros maritim dunia, karena posisi

strategis NKRI sebagai Negara maritim dan Negara kepulauan yang berada diposisi

persilangan dua Samudera, yakni Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta dua

benua, yakni Benua Asia dan Australia dan semangat TNI AL berkelas dunia,

sehingga disamping laut adalah sarana paling efektif dalam melindungi kepentingan

nasional Indonesia, maka keamanan maritim Indonesia juga menjadi tuntutan masyarakat internasional dalam rangka memberikan jaminan keselamatan dan keamanan SLOT (Sea Lane Of Trade) dan SLOC (Se Lane Of Communication) bagi masyarakat pengguna laut yang rawan dari ancaman terorisme terhadap pelayaran kapal dan instalasi lepas pantai, pembajakan dan perompakan bersenjata serta lalu lintas obat terlarang, narkotika ilegal dan zat-zat psikotropik.

15. Implikasi

Berbagai kerusuhan, terorisme dan anarki yang terjadi di tanah air merupakan

implikasi dari lemahnya proses normalisasi kehidupan politik nasional dan stabilitas

perekonomian nasional yang labil serta kurangnya kepedulian masyarakat dalam

menanggapi dan menyikapi diri terhadap lingkungannya yang terlihat dari

kekurangpekaan masyarakat pada situasi kondisi lingkungan yang berkembang.

Sehubungan akan hal ini, tentu tidak akan terlepas dari peran pemerintah daerah,

mengingat peristiwa-peristiwa terorisme banyak terjadi di daerah. Rasa ketidakpuasan

dan kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah membuka nuansa yang

memungkinkan celah kecenderungan kelompok untuk melakukan gerakan memisahkan

diri dari NKRI. Disinilah terjadi penurunan kualitas kebangsaan yang tercermin dari

kekurangtanggapan terhadap gejala timbulnya terorisme dilingkungan sekitarnya didalam

kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga menjadi ladang subur bagi pertumbuhan dan

32

 

perkembangan penyebaran pengaruh yang menurunkan kualitas kehidupan sosial

masyarakat.

Seiring keadaan ini, supremasi hukum di Indonesia juga masih merupakan retorika

dan impian daripada realitas kehidupan masyarakat, sehingga secara menyeluruh kondisi

semacam ini telah menjadi salah satu hambatan dalam menciptakan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara yang masif dalam rangka Ketahanan Nasional.

Selanjutnya sebagai implikasi dari peran pemerintah daerah terhadap keamanan

hidup berbangsa dan bernegara yang juga berimplikasi terhadap Ketahanan Nasional

dapat diuraikan, sebagai berikut :

a. Tidak optimalnya peran pemerintah daerah dalam menghadapi bahaya laten terorisme, maka kondisi keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang harus dihadapi :

1) Apabila inisiatif aparatur pemerintah daerah kurang, dalam

mengajak, menghimbau, membina dan mensosialisasikan kepada

masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya laten terorisme, maka kepekaan masyarakat pada diri dan lingkungannya yang dapat menjadi

pencegah dan penangkal dini akan kehadiran terorisme dilingkungannya

akan kurang, sehingga keamanan hidup berbangsa dan bernegara menjadi

kurang massif.

2) Apabila inisiatif aparatur pemerintah daerah kurang, sebagai

akibat dari kurangnya integrasi pemerintah dengan pemerintah daerah dan

lemahnya sinergitas dengan instansi terkait dan hubungan antar lintas

daerah bersama masyarakat, maka akan menyebabkan kurangnya gairah

pemerintah daerah untuk lebih serius dalam menghadapi bahaya laten

terorisme, sehingga kurang mendukung keamanan hidup berbangsa dan

bernegara.

3) Apabila inisiatif pemerintah daerah kurang dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat didaerah dengan kesenjangan sosial

dimasyarakat yang ada, maka akan menyebabkan ketidakfokusan atau

ketidakpedulian masyarakat terhadap diri dan lingkungannya karena sibuk

memikirkan upaya mengatasi permasalahan kebutuhan kelayakan hidup

sejahtera, sehingga terkesampingkan kesadaran akan kehadiran terorisme

dilingkungannya dan terorisme lebih mudah dalam aksi pengaruh yang akan

33

 

mempercepat berkembangnya dalam lingkungan, sehingga mengancam

dan berdampak pada bahaya keamanan hidup berbangsa dan bernegara.

b. Tidak terwujudnya keamanan hidup yang mantap didalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan menyebabkan kurang kokohnya Ketahanan Nasional :

1) Kestabilan keamanan hidup berbangsa dan bernegara diperlukan

dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

2) Lemahnya proses normalisasi kehidupan politik nasional dan

stabilitas perekonomian nasional yang labil yang terkompulir dari kondisi

perekonomian didaerah, mengganggu kestabilan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara, sehingga dapat menggoyah Ketahanan Nasional.

3) Rendahnya kualitas dan rentannya keamanan hidup berbangsa dan

bernegara menyebabkan kurang kokohnya Ketahanan Nasional.

Memperhatikan implikasinya, maka didalam menghadapi terorisme diperlukan

peran optimal pemerintah daerah yang terintegrasi secara terpadu bersama instansi

terkait dan masyarakat serta hubungan lintas daerah yang menjadi kekuatan dan

kemampuan mencegah dan menangkal terorisme sebagai implikasi atas ancaman

terorisme. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya konsep yang meliputi kebijakan, strategi

dan upaya-upaya nyata guna terwujudnya kemasifan atau kemantapan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

16. Permasalahan yang Ditemukan

Kebijakan keamanan nasional merupakan tanggungjawab otoritas politik, dimana

strateginya berpijak pada pilar politik, ekonomi dan pertahanan keamanan yang

kerangkanya ditetapkan oleh Presiden atau pemerintah sebagai satu kesatuan

pengelolaan keamanan nasional untuk dilaksanakan oleh berbagai Institusi teknis dengan

prinsip-prinsip demokrasi Pancasila yang digariskan terpisah sekaligus berhubungan

antara pemegang akuntabilitas publik dan pemegang akuntabilitas operasional.

Sehubungan dengan permasalahan terorisme secara nasional yang sangat

kompleks memerlukan keterlibatan peran serta masyarakat bersama pemerintah yang

mempunyai hubungan erat yang tidak terpisahkan.

34

 

Dalam menghadapi aksi teror dan pengebomam oleh kelompok terorisme yang

marak terjadi, oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 telah dilaksanakan operasi

penanggulangan terorisme secara sistemik bersifat responsive atau reaksi dengan

pendekatan cara kekerasan “hard measure”. Akan tetapi, reaktif ini belum bisa dianggap

dapat menyelesaikan seluruh potensi tindakan ”terorisme”, bahkan belum cukup efektif

menuntaskan akar permasalahan terorisme secara komprehensif. Begitupun dengan

penerapan strategi Law Enforcement dirasa masih kurang memberikan efek jera dan

belum bisa menjangkau ke akar terorisme, sekalipun diakui cukup efektif sebagai

“disruption” tapi tidak efektif untuk pencegahan dan rehabilitasi sehingga masalah

terorisme terus berlanjut dan berkembang dengan varian eskalasi melanda hampir

seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah perkotaan.

Secara teknis, implikasi peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi bahaya

laten terorisme saat ini pada kenyataannya tidak optimal, sehingga dapat diidentifikasi

permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya inisiatif aparatur pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme. Hal ini tampak dari kurangnya gairah pemerintah daerah dalam

menghadapi terorisme secara lebih serius, padahal permasalahan terorisme dapat

merupakan permasalahan lokal yang menjadi ranah penyelenggara pemerintahan

di daerah, karena fakta peristiwa dan berkembangnya terorisme justru lebih banyak

terjadi di daerah.

b. Kurangnya kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme di lingkungannya. Hal ini tampak jelas dari banyaknya kejadian di daerah yang

kurang termonitor oleh warga masyarakat, dimana kelompok teroris telah hadir

lingkungan sekitarnya, namun tidak disadari kehadirannya dan tidak diketahui

sepak terjang aksinya oleh masyarakat.

c. Kurangnya sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait dan pemerintah daerah lainnya bersama tokoh masyarakat, agama dan adat. Penanggulangan aksi terorisme yang terjadi didaerah lebih umum bersifat

responsif dan bukan preventive evert (cegah-tangkal) yang jauh lebih baik. Fakta

lain yang ada, bahwa pemerintah daerah kurang menghidupkan forum kegiatan

wawasan kebangsaan dan sosialisasi menghadapi bahaya laten terorisme

bersama masyarakat serta lemahnya kominfo oleh pemerintah daerah dengan

instansi terkait serta hubungan lintas daerah dalam hal menghadapi terorisme.

35

 

BAB IV PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

17. Umum

Perkembangan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis, yang dipengaruhi

oleh arus globalisasi dan modernisasi akibat kemajuan teknologi telekomunikasi,

informasi dan transportasi yang berdampak “borderless” seolah negara tanpa batas yang

berimplikasi pada perubahan sosial budaya masyarakat yang menyebabkan pergeseran

nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional sehingga menjadi

semakin kompleknya kendala yang dihadapi dan semakin sempitnya peluang, yang pada

gilirannya menyulitkan perkiraan keadaan masa mendatang.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pengaruh

perkembangan lingkungan strategis, baik lingkungan global, regional maupun nasional,

akan selalu ikut mempengaruhi. Oleh karena itu, perlu memperhatikan pengaruh-

pengaruh strategis yang mempunyai pengaruh positif, yang dapat dimanfaatkan untuk

mendorong semangat menghadapi terorisme dan antisipasi terhadap hal-hal negatif yang

menjadi kendala untuk segera diselesaikan. Berkaitan dengan hal ini, maka harus disadari

bahwa sikap mental perseorangan akan sangat kental dapat dipengaruhi efek globalisasi

dan modernisasi, sehingga sikap hidup yang bertentangan dengan norma dan nilai

Pancasila akan cenderung mengedepan, sebagai contoh: bila sebelum globalisasi dan

modernisasi menerjang, kecenderungan silahturahmi antar warga masyarakat masih

sering terjalin sehingga tercipta hubungan yang serasi dalam kehidupan masyarakat,

namun sejak terjangan globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini, kecenderungan

masyarakat memanfaatkan kemudahan media telekomunikasi untuk menyampaikan

pesan tanpa harus bertatap muka untuk saling bersilahturahmi. Hal ini kenyataannya

menurunkan rasa kebersamaan dan kepedulian sesama menjadi luntur, sehingga lebih

mudah disusupi pengaruh mental yang tidak sesuai dengan norma Pancasila, seperti

sikap apatis dan kurang inisiatif, lemahnya kepekaan terhadap diri dan lingkungan serta

cenderung enggan bekerjasama dalam membina hubungan dan sinergi bersama,

sehingga hal semacam ini sebagai kendala dalam upaya optimalisasi peran pemerintah

daerah dalam menghadapi terorisme, karena rendahnya kesadaran dan kemauan untuk

memulai sikap-sikap nasionalisme dan patriotisme dalam jiwa kebangsaan dan

kenegaraan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

36

 

18. Perkembangan Lingkungan Global

Perkembangan nilai-nilai internasional yang telah menjadi paradigma internasional

yang merupakan fenomena global yang telah menerobos kehidupan berbangsa di seluruh

dunia melalui perkembangan teknologi telekomunikasi, informasi dan transportasi,

menghasilkan kecenderungan global pada gejala “menang-kalah” yang menghasilkan

gejolak emosional yang menjadi dasar-dasar terorisme internasional, telah melemahkan

supremasi negara adidaya dan kehadiran “non-state actor” menambah kompleksitasnya.

Adanya perbedaan tingkat ekonomi dari suatu negara membedakan cara pandang

terhadap permasalahan, sehingga pandangan terhadap tantangan keamanan juga

berbeda, dimana negara kaya memperhatikan terorisme, namun negara miskin menyimak

keadilan dan akhirnya yang terjadi adalah benturan-benturan.

Lingkungan global yang mempengaruhi kehidupan nasional saat ini didominasi

oleh dua kondisi yang sangat menonjol, yaitu globalisasi dan hegemoni Amerika Serikat

yang semakin kuat pasca perang dingin. Dengan kekuatan militer dan ekonominya,

Amerika Serikat telah sering menerapkan standar ganda dalam berbagai langkah untuk

kepentingan nasionalnya. Dinamika perkembangan lingkungan strategis yang secara

spesifik masih dipengaruhi oleh negara adidaya (Amerika Serikat dan sekutunya) untuk

menjalankan kebijakan politik luar negerinya seperti Global War on Terrorism yang

berdampak pada penggunaan kekuatan militer ke negara yang dianggap sebagai

pendukung teroris hingga bahaya yang mengarah pada sentimentil agama, bahkan telah

terjadinya perpecahan umat seagama yang berbeda aliran (Syiah dan Sunni di Irak),

disamping kebijakan untuk secara aktif dengan cara apapun mengamankan semua

kepentingannya di seluruh dunia.

Keamanan global juga masih diwarnai isu-isu pemindahan dan pengembangan

senjata pemusnah massal seperti nuklir melibatkan Amerika, Russia, China, India,

Pakistan, Korea Utara dan Iran serta ancaman senjata kimia seperti penggunaan Fosfor

oleh militer Israel di Jalur Gaza dan senjata biologi dengan cara penularan pandemic

desease virus mematikan seperti HIV/AIDS, Antrax, H5N1 Flu Burung dan H1N1 Flu

Babi yang memberikan dampak psikologis rasa takut sehingga muncul momentum bagi

kepentingan ekonomi dan penciptaan vaksin untuk komoditi perdagangan. Di samping

itu, perkembangan iptek telah mendorong terjadinya perlombaan senjata terutama perkuatan Angkatan Laut dengan dalih program modernisasi Angkatan Bersenjata, yang padahal sesungguhnya adalah kepentingan nasional suatu Negara

untuk maksud dan intrik intervensi forum poltik yang mengandalkan kekuatan lautnya

37

 

dalam upaya penguasaan fisik sumber daya alam, wilayah maupun ekonomi dan

perdagangan, karena diyakini bahwa laut adalah sarana paling efektif dalam melindungi kepentingan nasional suatu bangsa serta konflik berkepanjangan di

beberapa negara yang masih terjadi meski PBB melalui berbagai badan di bawahnya

dan penggunaan kekuatan militer negara-negara anggotanya termasuk Indonesia,

melalui Resolusi Dewan Keamanan.

Globalisasi yang pada hakekatnya merupakan proses menyeluruh yang mendunia

dan didasari oleh suatu keyakinan tentang suatu tata dunia yang dilandasi oleh kesamaan

harkat dan martabat manusia. Tata dunia baru yang mengglobal ini merupakan suatu

kondisi realita yang dinamis sehingga harus dijalani oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia

sebagai perwujudan proses globalisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekarang ini, perkembangan prinsip pertahanan keamanan global perlu

diselaraskan dengan kebijakan nasional, dimana setiap kebijakan yang dibuat harus

dapat dituangkan dan diimplementasikan secara realistis yang dapat dimulai dari

pemberdayaan institusi publik dan bersifat preventive evert (cegah-tangkal) yang merujuk

pada inti permasalahan untuk menghilangkan permasalahan secara tuntas. Untuk itu,

kebijakan keamanan harus bisa memecah masalah dan menyelesaikannya secara

integratif, integral dan akumulatif yang fleksibel, sehingga secara komprehensif saling

dukung dan saling mengisi pada aplikasi upaya-upaya preventive evert (cegah-tangkal)

guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional.

Pengaruh global juga berdampak pada tingginya pengaruh ideologi asing yang

masuk ke Indonesia, yang terlihat sangat menarik dan prestisius untuk diterapkan. Jika

benteng ideologi bangsa lemah pada faktanya, maka pengaruh negatif akan mudah

mengubah pola pikir masyarakat dan dapat menimbulkan gerakan yang melemahkan

Ketahanan Nasional dan hal ini dapat menjadi tantangan dan hambatan dalam upaya

optimalisasi peran pemerintah daerah guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan

bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

19. Perkembangan Lingkungan Regional

Kegiatan ekonomi dunia cenderung bergeser dari kawasan Samudra Atlantik ke

kawasan Samudra Pasifik, sehingga membuka peluang bagi bangsa-bangsa Asia Pasifik

termasuk Indonesia untuk memajukan ekonominya, sekaligus juga naiknya konsentrasi

38

 

berbagai negara dalam menjamin kepentingan nasionalya terutama bidang ekonomi,

sehingga benturan kepentingan sangat mungkin terjadi.

Kawasan yang termasuk di dalam lingkungan regional adalah kawasan Asia Pasifik

yang terbentang luas, mulai dari Asia Selatan ke Timur sampai Amerika Utara, dari

Siberia ke Selatan sampai New Zealand. Beberapa kejadian yang memerlukan perhatian

di kawasan Asia Pasifik adalah masalah Kashmir, Sri Langka, Laut Cina Selatan dan

Semenanjung Korea. Asia Pasifik terbagi menjadi Oceania (yang dipimpin oleh Australia),

ASEAN (Indonesia), Asia Timur (Jepang), Asia Selatan (India) dan China sebagai entitas

sendiri yang terkait dengan Taiwan Straits Issues.7

Pada lingkungan strategis regional potensi konflik yang menonjol adalah masalah pelanggaran wilayah perbatasan negara yang sekarang ini berbagai permasalahan perbatasan di laut yang dihadapi Indonesia menjadi permasalahan penting dalam keamanan maritim Indonesia, yang pada aspek pertahanan telah menciptakan ruang isu keamanan non tradisional seperti kejahatan lintas batas termasuk kejahatan penyelundupan manusia, perompakan di laut, terorisme, senjata dan obat terlarang. Adapun pencurian kekayaan sumberdaya alam dan adanya

wilayah yang masih disengketakan serta keamanan dan keselamatan pelayaran adalah

yang menjadi perhatian utama. Terkait hal ini, dalam dokumen “The Present Addendum to The Repoert of The Scretary-General on Ocean and Law of The Sea (A/63/63)8, dicantumkan bahwa keamanan maritim dikaitkan dengan penanganan terhadap tiga isu

ancaman, yaitu : tindakan teroris terhadap pelayaran kapal dan instalasi lepas pantai (terrorist acts against shipping and offshore installation); pembajakan dan perompakan bersenjata (piracy and armed robbery against ships); dan lalu lintas obat terlarang dan narkotik yang illegal dan zat-zat psikotropik (illicit traffic in narcotic drugs and psychotropic substances).

Sementara itu, pada dinamika regional, kita melihat adanya perlombaan senjata di

kawasan dengan indikasi penambahan anggaran pertahanan secara signifikan oleh

beberapa negara untuk pengadaan berbagai Alutsista baru yang memiliki deterrence

effect tinggi dalam rangka modernisasi Angkatan Bersenjata dan bergulirnya isu

permasalahan separatisme PULO di Thailand, Elam Tamil di Srilangka, MILF di Filipina

dan isu demokratisasi di Thailand dan Malaysia, serta sengketa perbatasan yang                                                             7 Rangkaian Seminar CSIS 2005 2 Seminar “Perspektif Baru Keamanan Nasional” sebagai bagian dari

rangkaian seminar CSIS untuk memperingati 60 tahun kemerdekaan Republik Indonesia 28 September

2005, di Gedung CSIS (Centre for Strategic and International Studies ). 8 Jurnal Maritim Indonesia No 1 Seskoal, September 2014 Volume 2.

39

 

berpotensi menjadi konflik antar beberapa negara terutama yang dilatarbelakangi

masalah perbatasan maritim termasuk belum tuntasnya penentuan batas wilayah laut

antara Indonesia dengan negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, Timor Leste,

Australia dan Palau.

Perkembangan regional yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan nasional berbangsa dan bernegara dalam rangka

melanjutkan pembangunan nasional. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara

umumnya mendukung keutuhan Indonesia, karena apabila Indonesia sebagai negara

besar di kawasan dalam kondisi stabil dan kuat sebagaimana yang diharapkan akan

berkontribusi positif mewujudkan ketahanan regional di Asia Tenggara.

Konsep ketahanan regional berdasarkan Ketahanan Nasional yang dikembangkan

dan diterapkan oleh negara anggota ASEAN telah dapat meningkatkan kadar persepsi

baik politik, ekonomi dan pertahanan keamanan. Hasilnya adalah stabilitas keamanan

regional yang telah berlangsung selama lebih dari dua dasawarsa. Keamanan regional ini

condong meluas mengingat negara-negara tetangga merasa lebih aman bila ikut serta

dalam mengembangkan kawasan yang aman dan damai. Meskipun semula ASEAN

bukan dimaksudkan untuk menjalin kerjasama bidang keamanan, namun sekarang telah

berkembang mendorong perluasan ruang lingkup kerjasama meliputi dimensi keamanan,

dimana perkembangan regional ini tidak terlepas dari pengaruh global, baik aspek politik,

ekonomi maupun sosial budaya. Adapun demikian egoisme negara sahabat dalam

lingkup regional untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya terutama bidang

ekonomi, sehingga hal ini menjadi kendala upaya bangsa Indonesia dalam

mengembangkan perekonomian Indoensia, mengingat masih lemahnya daya saing

Indonesia dalam forum internasional maupun regional yang menyebabkan lemahnya

ekonomi politik Indonesia sebagai akibat salah satunya adalah dari rendahnya mutu

sumber daya manusia Indonesia dimata internasional, sehingga kurang mampu

menaikkan tingkat daya beli masyarakat Indonesia secara merata sebagai suatu realita

perekonomian Indonesia yang kurang memadai, yang pada akhirnya berimplikasi pada

kesiapan kemampuan bangsa Indonesia menghadapi globalisasi yang berpengaruh pada

kondisi nasional dalam menghadapi terorisme demi kepentingan nasional Indonesia

dalam menciptakan keamanan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional.

40

 

20. Perkembangan Lingkungan Nasional

Secara geografis, Indonesia sebagai negara maritim dan negara kepulauan/

Archipelagic state dengan luas wilayah lautnya adalah dua pertiga dari seluruh wilayah

kedaulatannya, yang konstelasi posisi geografisnya menempatkan Indonesia sebagai jalur

perlintasan dunia, mengingat fungsi laut sebagai jalur transportasi.

Kondisi lingkungan nasional Indonesia dalam perjalanan perkembangan

lingkungan strategis nasionalnya sekarang ini, bahwa lingkungan strategis dan prioritas

kebijakan serta strategi pembinaan integrasi nasional dihadapkan pada ancaman

disintegrasi sosial dan nasional serta prioritas kebijakan, sehingga strategi pembinaan

yang harus dilakukan sehubungan dengan perkembangan lingkungan strategis yang

diwarnai oleh globalisasi dengan berbagai dampaknya tidak hanya menguntungkan dalam

menunjang integrasi nasional, tetapi sekaligus menjadi ancaman disintegrasi nasional.

Sehubungan dengan hal ini, sikap pemerintah dengan berbagai kebijakannya

senantiasa menimbulkan pro dan kontra yang dapat menimbulkan konflik horisontal

maupun vertikal dan rentan terjadinya bahaya disintegrasi bangsa menjadi ciri-ciri

kecenderungan yang terjadi di dalam lingkup nasional Indonesia dan diera keterbukaan

saat ini, berbagai isu seperti demokrasi, penegakan hukum, kesenjangan sosial,

disparitas harga, desentralisasi kekuasaan, perimbangan keuangan pusat dan daerah

serta HAM masih menjadi permasalah rawan yang dapat dipakai sebagai pemicu kegiatan

unjuk rasa yang dapat mengarah menjadi kerawanan sosial yang dapat dimanfaatkan

untuk timbulnya aksi terorisme. Indonesia saat ini sedang mengalami pengaruh yang

sedemikian hebat, yang terdobrak masuk dan menggoyah segenap sendi kehidupan

bangsa dan negara. Pilar-pilar penopang negara, seperti : pilar ideologi, pilar politik, pilar

militer, pilar ekonomi dan pilar budaya, terancam rapuh, sehingga berpengaruh pada wibawa,

harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan antar bangsa di dunia.

Merosotnya perekonomian nasional sebagai dampak krisis ekonomi global telah

berdampak multi dimensi termasuk membengkaknya angka pengangguran dan jumlah

penduduk miskin yang akan diikuti dengan kerawanan sosial yang rentan dengan konfilk

sosial dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Belum lagi nilai tukar

rupiah terhadap dolar Amerika yang lemah, mengakibatkan terbatasnya kemampuan

pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pembangunan nasional. Maraknya aksi

unjuk rasa yang berisi penuntutan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan, murahnya

biaya pendidikan, kesehatan dan harga bahan bakar minyak menggambarkan realitas

41

 

kehidupan masyarakat yang dapat menjadi peluang masuknya ideologi radikal yang

mengandalkan tindakan terorisme, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Posisi strategis Indonesia tidak menjadi isu strategis nasional saja, namun

melingkup kepentingan strategis militer dan ekonomi negara di Kawasan Asia Pasifik dan

dunia internasional lainnya. Gangguan keamanan laut akan semakin tinggi dikala isu terorisme maritim diperhitungkan sebagai salah satu ancaman keamanan maritim nasional dan internasional, sehingga isu keamanan maritim bersama kompleksitasnya

beranjak dari militer menuju non militer yang perdebatannya memiliki asumsi berbeda

tentang kekerasan dan kekuatan serta aspek keamanan dan ekonomi, sehingga

pendekatannya memiliki kemiripan pandangan mengenai rezim sebagai sebuah

pandangan dari aktor negara dalam kerjasama bilateral, regional dan multilateral yang

mengarah pada pengupayaan pengaturan bersama untuk keamanan maritim. 

21. Peluang dan Kendala

Berdasarkan perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional,

maka dapat diidentifikasikan peluang dan kendala yang perlu dipertimbangkan dalam

rangka optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme guna

mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

Ketahanan Nasional.

a. Peluang

1) Jiwa semangat persatuan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana jiwa Pancasila yang tercermin dalam semangat gotong

royong dan kebersamaan sebagai sesama bangsa Indonesia yang senasib

dan sepenanggungan adalah modal utama kekokohan Ketahanan Nasional

yang dapat menjadi peluang dalam menghadapi terorisme. Oleh sebab itu,

optimalisasi peran pemerintah daerah yang senantiasa membangkitkan

semangat jiwa ini, dapat dilaksanakan dengan terus mengajak,

menghimbau, membina dan mengarahkan masyarakat agar lebih waspada

terhadap bahaya laten terorisme guna mewujudkan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan

Nasional.

42

 

2) Dampak positif modernisasi pada perubahan sosial budaya masyarakat. Perubahan tata nilai dan sikap masyarakat sebagai dampak

positif modernisasi dalam budaya masyarakat menyebabkan pergeseran

nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional, dimana

meningkatnya efektifitas dan efisiensi kerja manusia sebagai akibat

bertambahnya pengetahuan, bertambahnya peralatan yang serba canggih

dan meningkatnya prokduktivitas kerja manusia serta munculnya

profesionalisme dan spesialisasi ketenagakerjaan, akan menunjang

optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme. Hal ini

mengingat alat peralatan, sarana dan prasarana berteknologi tinggi yang

memadai akan melancarkan proses pencegahan, penangkalan dan

penanggulangan terorisme, sehingga sangat manfaat bagi peningkatan

kualitas keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional. Selain itu, modernisasi juga

meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang

dapat memberi dan menambah peluang meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

3) Perdagangan dalam pangsa pasar bebas di kawasan Asia Pasifik dapat menjadi peluang bagi pemasaran produk barang dan jasa Indonesia

dalam perdagangan internasional, sehingga diharapkan dapat berkontribusi

bagi peningkatan perekonomian nasional. Untuk itu, diperlukannya

peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan meningkatkan

daya saing dengan mengedepankan keunggulan produk-produk dalam

negeri. Terkait hal ini, peran pemerintah daerah sangat perlu untuk

dioptimalkan guna meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat

di daerahnya, sehingga dapat menaikkan kualitas hidup yang akan

berimplikasi kepada kesadaran bahaya laten terorisme, sehingga muncul

semangat dan kegairahan menghadapi dan melawan terorisme dengan

cara-cara yang lebih preventive evert (cegah-tangkal).

4) Kestabilan kondisi politik dan keamanan dalam negeri pada

sebagian besar daerah di Indonesia menjadi peluang untuk mengoptimalkan

peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme guna mewujudkan

keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

43

 

Ketahanan Nasional dan Ketahanan Nasional yang kokoh akan berimplikasi

pada kestabilan politik dan keamanan dalam negeri.

5) Kuatnya sistem nilai budaya lokal dalam kehidupan masyarakat,

merupakan modal dasar dalam peningkatan keamanan hidup berbangsa

dan bernegara, dimana peran pemerintah daerah dapat lebih dioptimalkan

dalam penataan, pemeliharaan dan penguatan dalam sistem budaya lokal,

karena melekatnya fungsi kearifan lokal didalam kehidupan masyarakat di

daerah memberikan peluang bagi peran pemerintah daerah.

6) Fenomena global akibat perkembangan lingkungan strategis global membuahkan perspektif baru keamanan nasional yang

memerlukan inovasi baru dalam realita yang lebih masuk akal, dapat

dilaksanakan dan dapat diterima, sehingga kondisi memberi peluang untuk

upaya mengoptimalkan peran pemerintah daerah dalam menghadapi

bahaya laten terorisme guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan

bernagara dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

b. Kendala

1) Lunturnya penghayatan dan pengamalan Pancasila didalam kehidupan masyarakat, menyebabkan terinfiltrasikannnya jiwa-jiwa seperti

pragmatisme, kapitalisme, individualisme dan lain-lain telah menyebabkan

menurunnya apresiasi masyarakat terhadap sistem nilai Pancasila.

2) Kemajuan teknologi dalam proses modernisasi tidak diimbangi dengan sumber daya manusia Indonesia berkualitas tinggi. Sebagaimana layaknya kemajuan teknologi harus dibarengi dengan

kemampuan memiliki teknologi dan pengawakan alat peralatan berteknologi

tinggi, dimana sumber daya manusia Indonesia belum siap secara

komprehensif menghadapi kemajuan teknologi yang sedemikan pesat,

sehingga hal ini menjadi salah satu problematik nasional dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang professional

dan proporsional, sebab dari kebanyakan pengelolaan sumber daya alam di

Indonesia lebih banyak didominasi kekuatan teknologi asing dan sumber

daya manusia asing yang berteknologi, sehingga hal ini menyebabkan tidak

optimalnya pengeloaan sumber daya alam Indonesia dan bahkan

44

 

pengelolaan sumber daya alam strategis lebih banyak dikelola oleh

perusahaan asing, sehingga memberikan nilai manfaat yang rendah bagi

peningkatan kualitas masyarakat Indonesia.

3) Lemahnya ekonomi politik Indonesia dalam dunia perdagangan

internasional sebagai akibat dari rendahnya daya saing Indonesia karena

salah satunya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia.

4) Kecenderungan intervensi yang menonjol dari negara maju sebagai kecenderungan global, menyebabkan kerawanan munculnya

pengaruh kebebasan kebablasan seolah tanpa batas yang dapat

membahayakan integritas bangsa Indonesia, sehingga menahan diri lebih

penting dari sekedar kebebasan kebablasan berdalih demokrasi dan hak

azasi manusia. Selain itu, tingginya ketergantungan Indonesia terhadap

investasi asing serta pinjaman luar negeri, telah mengakibatkan lambannya

peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga keikutsertaan masyarakat

dalam upaya penanggulangan terorisme tidak maksimal.

5) Masih merebaknya gejala separatisme dan konflik sosial dibeberapa daerah. Hal ini mengakibatkan masih belum massifnya kondisi

keamanan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.

6) Sebagian masyarakat kurang meyakini kebenaran Pancasila

sebagai akibat pola hidup individu penyelenggara negara yang tidak sesuai

nilai-nilai Pancasila menyebabkan kurang tampilnya kearifan lokal sebagai

bagian dari sistem nilai budaya lokal, sehingga kecenderungan pengelolaan

sumber daya alam yang kurang ideal dalam pembagian wewenang pusat

dan daerah.

45

 

BAB V KONDISI PERAN PEMERINTAH DAERAH YANG DIHARAPKAN

DALAM MENGHADAPI TERORISME 22. Umum

Pada dasarnya pemerintahan daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi

pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu

Pemerintah Daerah dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Kepala Daerah

adalah Kepala pemerintahan daerah dan dibantu dengan wakil pemerintahan daerah

yang keduanya sebagai pasangan yang dipilih oleh rakyat secara demokrasi berdasarkan

asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Adapun hubungan antara Pemerintah

daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara yang

bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang sama

dan sejajar tidak saling membawahi serta bersifat kemitraan yang bermakna bahwa

antara Pemerintah daerah dan DPRD adalah sesama mitra kerja dalam membuat

kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-

masing sehingga terbangun suatu hubungan kerjasama yang bersifat saling mendukung

dalam melaksanakan fungsinya.

Sebagai sebuah kebijakan politik, maka kebijakan keamanan nasional dalam

penuangannya adalah menuangkan kedalam strategi pendekatan lunak dengan

melakukan upaya pendekatan sosial masyarakat baik kepada masyarakat secara luas,

kelompok tertentu maupun kepada individu-individu tertentu yang masuk dalam jejaring

kelompok yang dianggap radikal, teroris dan semacamnya dengan melalui penggalakan

kembali penghayatan Pancasila. Dan langkah ini diupayakan mendapat pijakan hukum

dengan mensosialisasikannya sebagai bagian dari perang melawan terorisme, sehingga

bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk

membangun dirinya akan lebih aman, tertib, tentram, nyaman dan sentosa dengan

penghayatan dan pengamalan Ideologis Pancasila dan nasionalisme yang tinggi

menciptakan kondisi yang melibatkan seluruh aspek kekuatan kehidupan bangsa sebagai

suatu kondisi dinamis bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan

kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala

macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari

dalam maupun luar negeri, secara langsung maupun tidak langsung yang mengancam

46

 

dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta

perjuangan bangsa dalam mewujudkan tujuan nasional. Kondisi ini adalah suatu

ketahanan nasional yang mampu mencegah dan menangkal terorisme, terutama yang

disebabkan oleh radikalisme agama dan kesenjangan sosial. Untuk itulah, pengaturan

tataran kewenangan berbagai Institusi didalam ranah keamanan nasional menjadi sangat

penting agar tidak saling tumpang tindih antara Aktor dan Intitusi itu sendiri.

Dalam menghadapi terorisme secara nasional, salah satu inti permasalahan adalah

masih belum mengoptimalkan peran pemerintah daerah beserta aparatnya dalam

mencegah berkembangnya terorisme melalui pendekatan sosial masyarakat dengan

upaya mengajak, menghimbau, membina dan mensosialisasikan pencegahan dan

penangkalan ancaman bahaya laten terorisme, penyegaran kembali penghayatan dan

pengamalan Pancasila, sosialisasi pemahamanan Wawasan Nusantara dan transparansi

pengelolaan sumber daya alam di daerah serta peluang-peluang peningkatan

kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat sejahtera, mahdani dan mandiri menuju

cita-cita dan tujuan nasional, disamping penerapan aturan yang tegas dengan

mentertibkan masalah kependudukan secara konsisten, sehingga kondisi yang dapat

melemahkan kualitas Ketahanan Nasional dapat ditepis menjadi sumbu-sumbu yang

menguatkan dan memperkokoh Ketahanan Nasional melalui peningkatan kualitas

keamanan hidup berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu perlu mengikutsertakan dan mengoptimalkan peran pemerintah

daerah beserta unsur-unsurnya dengan menciptakan sinergitas dengan instansi terkait

bersama tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama termasuk juga lembaga

pendidikan serta seluruh masyarakat dan soliditas hubungan lintas antar daerah guna

menghadapi terorisme secara preventive evert (cegah-tangkal) guna meningkatkan

kualitas keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh

Ketahanan Nasional.

23. Inisiatif Aparat Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Terorisme

Keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang kondusif dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional sebagai tatanan kehidupan nasional yang demokratis,

dinamis dan terbuka sesuai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan NKRI adalah kondisi yang

diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, didalam menghadapi terorisme

yang merupakan bahaya laten, memerlukan peran pemerintah daerah dalam proses

pencegahan-penangkalan dan peran dalam proses normalisasi kehidupan politik nasional

47

 

serta stabilitas perekonomian nasional, karena pada hakikatnya pemerintahan daerah

merupakan subsistem dari pemerintahan nasional. Oleh sebab itu, secara implisit

pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah merupakan bagian integral

dari sistem penyelenggaraan pemerintahan.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah ditegaskan bahwa penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian

urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom dan berdasarkan

Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota, ditegaskan pembagian urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan pemerintah dan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada

pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap

menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut

terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan, berdasarkan

(BAB III, Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 dan BAB II, Pasal 2

ayat (2), yakni urusan pemerintahan yang terdiri dari :

a. Politik Luar Negeri, dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan

menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional,

menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain,

menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya;

b. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,

menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara

dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan

negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara

bagi setiap warga negara dan sebagainya;

c. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,

menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan

negara dan sebagainya;

d. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan

jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman

keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang,

48

 

peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan

peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;

e. Moneter dan Fiskal Nasional, misalnya mencetak uang dan menentukan

nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang,

dan sebagainya;

f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara

nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan

kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan

bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak

diserahkan kepada daerah.

Selanjutnya aksi-aksi terorisme di Indonesia yang paling menonjol dapat

dikemukakan, sebagai berikut:9

a. Tahun 1981. Teroris bersenjata senapan mesin, granat dan mengaku

sebagai Komando Jihad, menyamar sebagai penumpang lalu membajak pesawat

DC-9 Woyla milik maskapai Garuda Indonesia pada 28 Maret 1981.

b. Tahun 2000.

1) Bom meledak di lantai parker P2 gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ),

pada 13 September 2000. Sebanyak 10 orang tewas, 90 lainnya luka-luka

dan 104 mobil rusak berat.

2) Serangkaian ledakan pada malan Natal, 24 Desember 2000 di

beberapa kota Indonesia. Sebanyak 16 orang tewas.

c. Tahun 2001.

1) Bom meledak di Gereja Santa Anna dan HKBP kawasan Kalimalang,

Jakarta Timur pada 22 Juli 2001. Korban 5 orang tewas.

2) Bom meledak di Plaza Atrium, Senen, Jakarta pada 23 September

2001. Korban 6 orang luka-luka.

                                                            9 ^ (Sumber: Harian KOMPAS edisi 8 Oktober 2005)

^ Ledakan di JW Marriott dan Ritz, 8 Warga Asing Terkapar, Kompas.com

49

 

d. Tahun 2002. Dua ledakan bom terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) di

Jalan Legian, Kuta, Bali. Secara bersamaan bom juga meledak di Konsulat

Amerika Serikat. Aksi tersebut kemudian dikenal sebagai Bom Bali I yang

menewaskan 202 orang dan melukai ratusan orang lainnya. Korban sebagian

besar warga negara asing.

Gambar 5.1: Tragedi Bom Bali 1 tanggal 12 Oktober 2012

Sumber: http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/ diunduh Rabu 18 Juni 2015 Pukul 01.35 WIB

50

 

e. Tahun 2003. Ledakan dahsyat mengguncang hotel JW Marriott Jakarta

pada 5 Agustus 2003. Sebanyak 11 orang tewas dan 152 lainnya luka-luka.

Gambar 5.1: Pengeboman JW Marriott Selasa, 5 Agustus 2003 12:45 – 12:55 WIB (UTC+07:00)

Sumber: Wikipedia, diunduh hari Rabu 18 Juni 2015 pukul 00.30 WIB

f. Tahun 2004. Ledakan bom yang disimpan di dalam sebuah mobil box

menghancurkan sebagian kantor Kedubes Australia di Jakarta pada 9 September

2004. Korban 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

Gambar 5.2: Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia.

Sumber: Kompas.com, diunduh Hari Rabu pukul 00.50 WIB

51

 

g. Tahun 2005.

1) Bom meledak di pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah pada 28 Mei

2005. Aksi tersebut menewaskan sedikitnya 20 orang.

2) Bom kembali meledak di Bali pada 5 Oktober 2005. Terjadi di

kawasan Kuta dan Jimbaran yang mengakibatkan korban 22 orang tewas.

Aksi tersebut kemudian dikenal dengan Bom Bali II.

Gambar 5.3: Teror Bom Bali II 2005

Sumber : (Dokumentasi ANTV) diposting hari Jum'at, 1 Oktober 2010 | 09:11 WIB

oleh : Elin Yunita Kristanti, diunduh Hari Rabu 18 Juni 2015 pukul 00.50 WIB

h. Tahun 2009. Dua ledakan bom mengguncang hotel JW Marriott dan Ritz

Carlton Jakarta pada 17 Juli 2009. Ledakan menewaskan 9 orang dan melukai

lebih dari 50 orang. Dikenal sebagai Bom Mega Kuningan 2009.

i. Tahun 2010. Terjadi sejumlah penembakan warga sipil di Aceh. Jaringan

teroris pimpinan Abu Tholud melakukan pelatihan militer di pegunungan Janto

Aceh Besar dan terjadi perampokan bank CIMB Niaga Medan pada September

2010, pelaku adalah kelompok jaringan Medan.

j. Tahun 2011.

1) Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon pada 11 April

2011. Bom menewaskan M. Syarif pelaku bom bunuh diri dan melukai 25

orang lainnya termasuk Kapolresta Cirebon.

52

 

2) Bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo,

Jawa Tengah menewaskan pelaku Ahmad Hayat dan melukai 22 orang

lainnya.

k. Tahun 2012.

1) Pelemparan granat dan penembakan terjadi di sejumlah pos polisi

pengamanan Lebaran di solo pada 17, 19 dan 30 September 2012. Korban

1 polisi tewas dan dua polisi luka-luka. Pelaku teror adalah kelompok

Farhan.

2) Pada 31 September 2012 malam penyergapan dilakukan di Jalan

Veteran menewaskan teroris Muchsin dan Farhan. Dalam penyergapan itu

satu anggota Densus 88 Polri tewas.

3) Tiga anggota Brimob Polda Sulteng ditembak kelompok bersenjata di

kawasan Tambarana, Poso pada 20 Desember 2012. Sebelumnya pada

Oktober 2012 dua anggota Polres Poso ditemukan tewas dibunuh di hutan

Tamanjeka, Poso.

l. Tahun 2013.

1) Polisi melakukan serangkaian penangkapan teroris, mulai dari

Jakarta, Depok, Bandung, Kendal dan Kebumen. Kelompok yang berhasil

dibongkar jaringannya adalah kelompok Thoriq, Farhan, Hasmi, Abu Roban

(Mujahidin Indonesia Barat) serta sejumlah perampokan bank dan toko

emas di berbagai tempat di Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah yang

terkait juga kelompok Santoso (Mujahidin Indonesia Timur) di Poso.

Sejumlah teroris tewas dan berhasil ditahan.

2) Polisi berhasil menembak mati 7 teroris dan menangkap13 teroris

lainnya dalam penyergapan di Jakarta, Bandung, Kendal dan Kebumen

yang berlangsung selama dua hari tanggal 8-9 Mei 2013.

3) Polisi melakukan penyergapan yang menewaskan 6 teroris kelompok

Dayat di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten pada 31 Desember 2013.

Menurut teori Immanuel Wallerstein dalam tesis utamanya, bahwa sistem dunia

kapitalis-liberalis yang kini berkuasa merupakan faktor utama yang menyebabkan

53

 

kehancuran negara-negara jajahan yang umumnya kini dikenal dengan istilah negara

dunia ketiga. Perang Dunia (PD) I yang terjadi di awal abad 20, meski yang jadi aktor

antagonisnya adalah Jerman, Jepang dan Itali, yang hancur justru imperium Turki

Utsmani. Begitu pula halnya dengan Perang Dunia (PD) II, meski Jepang yang dibom

atom pada tahun 1945, yang justru rusak sistem kehidupannya adalah negara-negara

jajahan. Oleh karena itu, akan menjadi ahistoris bila memahami teroris internasional tidak

dimulai dari sini.

Sebagaimana teori Immanuel Wallerstein, secara realistis bahwa peristiwa

terorisme di Indonesia dengan segala aksinya sangat membahayakan sistem kehidupan

nasional, dimana macam dan bentuk aksi terornya telah mengancam keamanan hidup

berbangsa dan bernegara, maka keamanan hidup didaerah yang merupakan korelasi

kehidupan nasional harus menjadi perhatian serius pemerintah bersama rakyat sebagai

bangsa Indonesia yang melindungi keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI, sehingga

Ketahanan Nasional harus lebih diperkokoh, yang salah satunya adalah dengan

melibatkan peran pemerintah daerah selaku pemerintahan didaerah yang memangku

kewenangan otonomi daerah dalam kerangka sistem pemerintahan NKRI untuk

melakukan upaya strategi bersifat preventive evert (cegah-tangkal) yang jauh lebih baik

ketimbang resposif atau reaktif sebagaimana strategi yang diterapkan oleh BNPT (Badan

Nasional Penanggulangan Terorisme) dengan operasi penanggulangan terorisme secara

sistemik bersifat responsive atau reaksi dengan pendekatan cara kekerasan “hard

measure” dan penerapan strategi Law Enforcement yang dinilai cukup efektif sebagai

“disruption” .

Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran pemerintah daerah dalam

menghadapi terorisme dapat menjadi pendukung dan penguat strategi dan upaya yang

dilakukan pemerintah, karena pemerintah daerah yang lebih dekat dengan masyarakat

didaerahnya dapat lebih massif didalam upaya pencegahan dan penangkalan terhadap

kehadiran terorisme. Oleh sebab itu didalam hubungan ini, inisiatif aparatur pemerintah

daerah dalam menghadapi terorisme sebagai kondisi yang diharapkan, guna mewujudkan

keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan

Nasional, diantaranya adalah :

a. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat pada pemahaman kewiraan,

kebangsaan dan kenegaraan mencakup jiwa semangat nasionalisme, patriotisme

dan kesetiakawanan serta kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam

54

 

implementasi keseharian hidup berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945.

b. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat tentang Wawasan Nusantara,

Kewaspadaan Nasional, Ketahanan Nasional dan mengajak, menghimbau,

membina serta mensosialisasikan pemahaman ancaman bahaya laten terorisme

dan bahaya asimetrik lainnya didalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

c. Inisiatif sosialisasi pengembangan masyarakat dalam pengelolaan sumber

daya alam yang professional, proporsional, akuntabel dan transparan yang

terimplementasi dalam kontrol politik melibatkan peran masyarakat.

d. Inisiatif dalam peningkatan kualitas pengawasan kependudukan mencakup

administrasi dan pantauan lapangan (kependudukan dan catatan sipil serta

berbagai perijinan bagi masyarakat).

e. Inisiatif dalam peningkatan kualitas aksesbilitas daerah meliputi monitoring

lalu lalang orang dan barang serta sarana prasarana transportasi mencakup

kendaraan, terminal, dermaga, bandara dan ruas jalan.

f. Inisiatif dalam peningkatan kualitas pemberdayaan masyarakat dan Desa

mencakup LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), LSM (Lembaga Sosial

Masyarakat) dan Ormas (Organisasi Masyarakat) serta kelompok-kelompok

masyarakat binaan dan lain-lain.

Keterkaitan inisiatif aparatur pemerintah daerah pada konteks preventive-evert

(cegah-tangkal) dalam menghadapi terorisme, menjadi peluang bagi TNI/TNI AL

khususnya dalam melaksanakan tugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan

hukum internasional yang telah diratifikasi serta menjalankan fungsi menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas negara serta penegakan hukum dalam kerangka OMSP, sekaligus peluang implementasi strategi militer untuk mencapai makna keamanan maritim Indonesia yang menjadi kepentingan nasional dan juga tuntutan kepentingan internasional selaku masyarakat pengguna laut, mengingat

konstelasi posisi geografis Indonesia yang sangat strategis. Hal ini menjadi penting,

karena keberadaan pemerintah daerah yang ditunjang dengan aparaturnya yang inisiator

bersifat cegah-tangkal terhadap terorisme merupakan strategi agresif yang dapat

meningkatkan kekuatan dan kemampuan TNI/TNI AL khususnya, dalam fungsi

55

 

pertahanan militer melaksanakan tugas OMSP mengatasi terorisme, sebagai deteksi dan

cegah dini terhadap ancaman bahaya laten terorisme yang datang dari dan/atau ke laut.

24. Kepekaan Masyarakat Terhadap Kehadiran Terorisme Dilingkungannya

Sangat diyakini bahwa masyarakat yang sejahtera akan lebih peduli terhadap diri

dan lingkungannya, sehingga dengan kepedulian tersebut akan terbentuk masyarakat

yang peka terhadap situasi dan kondisi dilingkungannya yang akan lebih menunjang

keamanan hidup berbangsa dan bernegara, karena kepekaan masyarakat akan kehadiran

teroris dilingkungannya merupakan deteksi dini dalam upaya pencegahan dan

penangkalan, sebelum teoris melaksanakan rencana dan aksi brutalnya.

Disamping itu, penggalian kembali penghayatan norma-norma dan nilai-nilai

Pancasila sangatlah penting didalam kehidupan masyarakat, seperti jiwa semangat

kegotong-royongan untuk bekerjasama memikul beban tanggungjawab hidup baik individu

maupun masyarakat umum akan membangkitkan semangat nasionalisme dan patriotisme

masyarakat yang pada lingkup sosial terkecil akan menjadi kekuatan dan kemampuan

masyarakat didalam mencegah, menangkal dan melawan terorisme. Sebagai contoh,

kehidupan siskamling, kerja bakti, pertemuan lingkungan, saresehan dan lain-lain yang

mencerminkan jiwa, sikap, semangat dan budi luhur bangsa Indonesia didalam

keseharian hidupnya, dimana dalam kondisi ini senantiasa tumbuh dan berkembang rasa

saling asih, asuh dan asah sesama anggota warga masyarakat yang senantiasa tertanam

dalam kehidupan nyata kondisi kesiapsiagaan yang tinggi terhadap kemunculan dan

kehadiran terorisme didalam lingkungan masyarakat, sehingga sosialisasi dengan

didasari pemahaman yang tinggi akan Wawasan Nusantara, Kewaspadaaan Nasional

dan Ketahanan Nasional akan mendorong dan meningkatkan kepekaan masyarakat

terhadap diri dan lingkungannya yang hanya akan terpicu melalui kepedulian masyarakat

terhadap diri dan lingkungannya. Disinilah, peran pemerintah daerah akan terasa sangat

kental didalam pembauran hidup bersama masyarakat dan lingkungan hidup sekitarnya,

sehingga akan terjalin dan terajut kekuatan yang berkemampuan alamiah mencegah,

menangkal dan melawan terorisme.

Menurut Thomas Hobbes dalam teori kontra sosialnya, bahwa pada dasarnya

manusia adalah sama, dalam keadaan yang alamiah, sebelum ada pemerintahan setiap

manusia ingin mempertahankan kebebasan mereka masing-masing, tetapi dengan cara

menguasai orang lain. Selanjutnya, keinginan untuk mempertahankan kebebasan muncul

karena dorongan masing-masing individu untuk menyelamatkan diri mereka. Dari

56

 

berbagai konflik tersebut maka akan timbul perang antara sesama manusia, yang akan

menjadikan hidup ini ”kotor, kasar dan pendek”. Dalam hubungan dengan teori ini, maka

kepekaan masyarakat hanya akan timbul bila kepedulian masyarakat terhadap diri dan

lingkungannya ada, dimana salah satu faktor yang mempengaruhi kepedulian tersebut

adalah faktor kesejahteraan yang dalam hal mana masyarakat didalam menjalani

hidupnya adalah sebagai sumber daya manusia produktif dengan asumsi sebagai tenaga

kerja atau masyarakat berpenghasilan telah terpenuhi. Oleh sebab itu, peran pemerintah

daerah didalam mengatasi masalah pengangguran didaerahnya harus menjadi perhatian

yang serius dalam rangka membangkitkan kepedulian masyarakat didaerahnya akan diri

dan lingkungannya yang terangkum sebagai kepedulian individu terhadap hak dan

kewajiban individu dan umum didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang

kemudian secara luas adalah menjadi lingkup kepedulian nasional oleh masyarakat

sebagai bangsa Indonesia yang sadar akan kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

Untuk itu peran pemerintah daerah didalam menghadapi terorisme, agar dapat

meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme dilingkungannya

sebagai kondisi yang diharapkan, maka perlu dipupuk, dibina dan ditumbuhkembangkan

kepedulian masyarakat terhadap diri dan lingkungannya dengan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara

dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional, diantaranya adalah :

a. Pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya, melaksanakan

peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah dengan melakukan peningkatan

aspek kesejahteraan meliputi perhatian pada ketimpangan kemakmuran,

pemerataan pendapatan, pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja.

b. Pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya, melaksanakan

peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah dengan melakukan peningkatan

daya saing daerah secara optimal melalui peningkatan kemampuan ekonomi

daerah dengan mengedepankan keunggulan daerah, sosialisasi penekanan

konsumsi produk asing dan lebih mencintai produk dalam negeri, menaikkan mutu

sumber daya manusia daerah serta mendukung upaya pemerintah menaikkan

suhu investasi dan mendukung dunia perdagangan Indonesia dalam pangsa pasar

bebas agar Indonesia memiliki keunggulan ekonomi politik, sehingga dibutuhkan

adanya akuntable dan transparansi yang terwujud sebagai kontrol politik dengan

melibatkan peran serta masyarakat didalam pengelolaan sumber daya alam yang

ada di daerahnya.

57

 

c. Pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya, melaksanakan

peningkatan intensitas dan efektivitas proses konsultasi publik antara pemerintah

daerah dengan masyarakat atas penetapan kebijakan publik yang strategis dan

relevan untuk daerah serta penyelenggaraan kamtibmas.

Dalam hubungan ini, kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme dilingkungannya sangat diperlukan dalam rangka kekuatan pengganda sebagai mata dan telinga TNI/TNI AL khususnya dalam lingkungan maritim sebagaimana yang diharapkan, sehingga dapat lebih menunjang tugas TNI/TNI AL dalam tugas OMSP mengatasi terorisme sekaligus mendukung terwujudnya keamanan maritim Indonesia yang mantap, yang mampu mencegah, menangkal dan melawan terutama pada tindakan teroris terhadap pelayaran kapal dan instalasi lepas pantai (terrorist acts

against shipping and offshore installation); pembajakan dan perompakan bersenjata (piracy and armed robbery against ships); serta lalu lintas obat terlarang, narkotika ilegal dan zat-zat psikotropik (illicit traffic in narcotic drugs and psychotropic substances) dari dan/atau ke laut.

25. Sinergitas Pemerintah Daerah Dengan Instansi Terkait Dan Aparatur Pemerintah Daerah Lainnya Bersama Masyarakat

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, telah

mengisyaratkan bahwa secara substansi peran dan kewenangan pemerintahan daerah

baik eksekutif maupun legeslatif dalam mengelola daerahnya sangatlah besar, dimana

pemerintah daerah selaku pemangku potensi geografi/wilayah, demografi/sumber daya

manusia dan sumber kekayaan alam yang perlu diberdayakan dengan memadukan

strategi, sehingga pemenuhan kesejahteraan masyarakat secara lahiriah dan bathiniah

adalah menjadi tanggungjawab aparatur pemerintahan daerah untuk merealisasikannya,

termasuk pembinaan sistem administrasi dan pelayanan publik di daerah serta

pembinaan masyarakat melalui beragam cara dan media agar turut berperan serta

dalam pembangunan daerahnya.

Bagan tata kelola pemerintahan pada intinya terbentuk dari pelaksanaan tugas,

peran dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing organ pemerintahan, sehingga

penerapan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik secara komprehensif dan

konsekuen pada pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung–jawabnya beserta

penerapan nilai-nilai etika pemerintahan yang menjadi salah satu faktor penentu

keberhasilan dalam mencapai tujuan nasional, sangat diperlukan. Oleh sebab itu,

58

 

komitmen membentuk etika pemerintahan yang baik dan berwibawa untuk dapat

memenuhi hak-hak rakyat sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 akan

memberikan kekuatan dalam tata kehidupan Masyarakat Madani (Civil Society) yang

dapat mengkokohkan Ketahanan Nasional dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yang mempunyai isi yang abstrak, umum,

universal, tetap tidak berubah, termaktub didalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi

pokok kaidah negara yang fundamental, adalah keluhuran jiwa bangsa Indonesia yang

satu meskipun ada perbedaan-perbedaan didalam bangsa Indonesia, namun tidak

mempengaruhi apa-apa terhadap Pancasila sebagai filsafat Negara, karena perbedaan-

perbedaan yang ada merupakan kesatuan jiwa luhur bangsa Indonesia, maka Pancasila

adalah jiwa luhur dan jati diri bangsa Indonesia. Untuk itu, bangsa Indonesia didalam

kehidupan berbangsa dan bernegara yang terkorelasi didalam kehidupan masyarakat

Indonesia di daerah, tertuntun adanya satu kesatuan jiwa dan semangat Ketahanan

Nasional yang kokoh, sehingga pemerintah daerah didalam memainkan perannya secara

optimal dalam menghadapi terorisme hendaknya bersinergi bersama instansi terkait dan

kolaborasi bersama tokoh masyarakat, adat, agama beserta seluruh masyarakat di

daerah dan hubungan lintas daerah guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan

bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional. Jadi, sinergitas ini sangat

diharapkan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlangsung di daerah,

agar menjadi satu tim kerja dalam kerangka pemerintahan NKRI sebagai kekuatan

bangsa Indonesia didalam jejaring menghadapi setiap ancaman, tantangan, hambatan

dan gangguan bersifat preventive evert (cegah-tangkal) terutama dalam menghadapi

terorisme, dimana berdasarkan BAB III, Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 32

Tahun 2004, berbunyi “Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan

sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah/wakil Pemerintah di daerah

atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.”

Keterkaitan dengan landasan pemikiran yang digunakan, yakni meliputi Paradigma

Nasional yang melingkup pada landasan idiil Pancasila, landasan konstitusionil UUD

1945, landasan visional Wawasan Nusantara, landasan konseptual Ketahanan Nasional

dan Peraturan Perundang-undangan yang melingkup pada Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 Jo UURI Nomor 15 Tahun

2003, UURI Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 dan

Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2008 serta landasan teori dunia modern

menurut Immanuel Wallerstein dan Thomas Hobbess, maka Cara Bertindak (CB) untuk

59

 

digunakan sebagai landasan teori didalam dunia modern sekarang ini, perlu disusun

sebuah illustrasi guna pengembangan masalah, yang kemudian dapat dianalisa dan

dibandingkan dalam rangka memperoleh CB terpilih sebagai CB yang paling tepat dengan

mengembangkan CB secara berurutan dengan ide-ide kreatif berbagai alternatif CB,

sehingga akan lebih mendekatkan pada pemilihan yang paling akurat dalam pemecahan

permasalahan.

Adapun secara berurutan dalam penyusunan illustrasi dapat dimulai dari

menempatkan kekuatan sendiri untuk menghadapi dengan menguraikan beberapa sub

seperti : disposisi, kekuatan dan komposisi, perbandingan daya cegah-tangkal relatif

terhadap tuntutan yang dihadapi yang terimplementasi sebagai suatu keadaan

menghadapi kemampuan lawan/KLA. Kemudian mencari keunggulan dan kelemahan,

lalu menguraikan tuntutan yang dihadapi, menyusun alternatif-alternatif CB, yang

kemudian dianalisa dengan cara analisa CB yang berlawanan, untuk selanjutnya

menganalisa CB sendiri dengan beberapa langkah pengujian yang cocok/Suitable (S),

yang dapat dikerjakan dengan mudah/Feasible (F) dan yang dapat diterima /Acceptable

(A) dengan Table pemilihan CB. Setelah itu, pembahasan tiap CB, untuk kemudian dapat

menarik kesimpulan dan saran CB terpilih.

Demikian selanjutnya, sehubungan dengan semua landasan pemikiran yang telah

diuraikan, bahwa sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait dan kolaborasi

dengan tokoh masyarakat, adat dan agama serta hubungan lintas daerah bersama

seluruh masyarakat merupakan implementasi strategi preventive evert (cegah-tangkal)

dalam menghadapi terorisme sebagai wujud satu kesatuan kekuatan bangsa yang

integralistik sebagai kekuatan nasional yang terangkum sebagai Ketahanan Nasional

yang kokoh, menjalankan amanat Undang-Undang RI maupun ketentuan hukum lainnya

yang berlaku di wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu

sinergitas yang diharapkan dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya menghadapi

terorisme, membina, menjalin, bekerjasama, kolaborasi dan menjaga hubungan

komunikasi dan informasi secara kondusif dan berkelanjutan dengan instansi

terkait bersama tokoh masyarakat, adat dan agama serta hubungan dengan

pemerintah daerah lainnya/lintas daerah bersama seluruh masyarakat.

60

 

b. Pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya menghadapi

terorisme, bekerjasama dengan instansi terkait dalam pembinaan masyarakat

untuk mencegah dan menangkal terorisme.

c. Pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya menghadapi

terorisme, berkolaborasi bersama tokoh masyarakat, adat dan agama serta

pemerintah daerah lainnya/lintas daerah bersama seluruh masyarakat sebagai

komponen bangsa yang tangguh mendukung kekuatan instansi terkait khususnya

TNI/TNI AL.

Sebagaimana kondisi yang diharapkan adanya sinergitas pemerintah daerah

dengan instansi terkait khususnya TNI/TNI AL dalam menghadapi terorisme, bahwa

kebutuhan penyelenggaraan pelayaran yang saat ini sangat banyak dipengaruhi oleh

perkembangan lingkungan strategis nasional dan global, iptek pelayaran, peran serta

swasta dan persaingan usaha, otonomi daerah dan akuntabilitas penyelenggaraan

negara, adalah berhubungan dengan dasar Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, yang telah mengatur beberapa aturan yang terkait dengan pemberdayaan pelayaran nasional dan monitor wilayah laut, yaitu pada bagian

kesebelas Pemberdayaan Industri Angkutan Perairan Nasional, Pasal 56 yang

menyatakan bahwa “Pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional

dilakukan dalam rangka memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat

industri perkapalan nasional yang dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait.” Selanjutnya penetapan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia, yang merupakan tindak lanjut Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan Konvensi PBB terkait hukum laut (UNCLOS 1982), dimana PBB mengakui kedaulatan atas laut territorial dan perairan

kepulauan Indonesia, namun juga memberikan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Indonesia

(ALKI) bagi kapal dan pesawat udara asing untuk keperluan melintasi laut territorial dan

perairan kepulauan dari satu bagian laut bebas/ZEE kebagian lain laut bebas/ZEE. Terkait

hal ini, kondisi yang ada dalam dunia pelayararan berpeluang ancaman tindakan teroris

terhadap pelayaran kapal dan instalasi lepas pantai, pembajakan dan perompakan

bersenjata, serta lalu lintas obat terlarang, narkotika ilegal dan zat-zat psikotropik dari

dan/atau ke laut, sehingga terorisme yang merupakan ancaman bahaya laten harus

benar-benar mendapat perhatian. Dalam hubungan ini, sinergitas pemerintah daerah

dengan TNI/TNI AL dalam menghadapi terorisme sangat diperlukan ditengah kebijakan

Indonesia sebagai poros maritim dunia dan kebijakan Tol Laut menyangkut pelabuhan

61

 

besar internasional dan pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pendulum nusantara yang

tersebar diberbagai daerah. Di Indonesia ada sekitar 1700 pelabuhan tersusun sebagai sebuah

sistem hirarki, yakni kurang lebih 111 pelabuhan termasuk 25 pelabuhan strategis utama sebagai

pelabuhan komersial yang dikelola oleh Pelindo I sampai dengan Pelindo IV dengan cakupan

geografis, 614 pelabuhan sebagai UPT (Unit Pelaksana Teknis) dan sekitar 1000 pelabuhan

khusus/swata yang melayani berbagai kebutuhan suatu perusahaan baik swasta maupun milik

Negara meliputi pertambangan, minyak dan gas, perikanan, kehutanan dan sebagainya.10 Oleh

sebab itu, dengan memperhatikan perihal tersebut, maka TNI AL dalam perannya sebagai

komponen utama pertahanan Negara di laut harus benar-benar memanfaatkan sinergitas

pemerintah daerah, untuk bersama-sama dalam menghadapi terorisme dengan prioritas utama

upaya deteksi, cegah dan tangkal dini sebagai wujud aksi pertahanan militer dengan pendekatan

pertahanan nir militer dan fungsi pertahanan sipil termasuk penindakan atas ancaman terorisme

berdasarkan keputusan kebijakan politik pemerintah sebagai wujud reaksi pertahanan militer

dalam tugas OMSP sesuai dengan perkembangan situasi yang berkembang. Untuk itu kerjasama

dan jalinan hubungan yang harmonis antara Pemerintah daerah dengan TNI/TNI AL senantiasa

harus terpelihara dengan baik secara berkesinambungan. Dilain sisi, bahwa konsep keamanan

nasional adalah obyektif dan bukan pada pendekatan, sehingga permasalahan keamanan

nasional bukanlah tanggungjawab Polri saja yang merupakan Garda Bangsa didalam komponen

pendukung, tapi juga menjadi tanggungjawab TNI, sehingga dalam konteks pembinaan territorial

TNI AD, pembinaan potensi maritim TNI AL dan pembinaan dirgantara TNI AU dapat benar-benar

berdaya guna dan berhasil guna bagi kekuatan pertahan negara termasuk didalamnya

menghadapi terorisme yang merupakan ancaman bahaya laten yang dapat membahayakan

kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

26. Kontribusi

a. Telah optimalnya peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme,

maka kondisi keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang akan dihadapi,

diantaranya :

1) Apabila inisiatif aparatur pemerintah daerah lebih kreatif dan inovatif secara signifikan, maka dapat terwujud keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang mantap dan berkualitas.

                                                            10 Naskah Kajian Departemen Pertahanan RI Tahun 2009 Tentang Pemberdayaan Pelayaran Nasional Dalam Rangka Memonitor Wilayah NKRI.

62

 

2) Apabila kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme di lingkungannya tinggi dan sensitif, maka dapat terwujud keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang mantap dan berkualitas.

3) Apabila sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait dan aparatur pemerintah daerah lainnya bersama masyarakat terjalin dengan baik dan berkelanjutan, maka dapat terwujud keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang mantap dan berkualitas.

b. Telah terwujudnya keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang mantap

dan berkualitas akan memperkokoh Ketahanan Nasional.

27. Indikator Keberhasilan

Pemerintah daerah dalam perannya menghadapi terorisme senantiasa dihadapkan

pada permasalahan-permasalahan yang menyebabkan timbulnya pokok masalah. Oleh

sebab itu optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme harus

dilakukan sehingga mampu secara preventive evert (cegah-tangkal) menghadapi bahaya

laten terorisme guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam

rangka memperkokoh Ketahanan Nasional. Untuk itu diperlukan adanya indikator

keberhasilan sebagai tolok ukur atau parameter dari substansi pada kondisi yang

diharapkan.

a. Tercapainya kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana kondisi yang diharapkan dari inisiatif aparatur pemerintah daerah yang kreatif dan inovatif secara signifikan yang sudah sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

b. Tercapainya kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan hidup berbangsa dan bernegara sebagai kondisi yang diharapkan dari kepekaan masyarakat yang sudah sesuai dengan kondisi yang diharapkan terhadap kehadiran terorisme di lingkungannya.

c. Tercapainya kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan hidup berbangsa dan bernegara sebagai kondisi yang diharapkan dari sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait dan pemerintah daerah lainnya/lintas daerah bersama seluruh masyarakat yang sudah sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

63

 

BAB VI KONSEP OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH

DALAM MENGHADAPI TERORISME 28. Umum

Indonesia sebagai sebuah negara yang bermasyarakat majemuk, terdiri dari

berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan dan agama berpeluang untuk saling mengisi

terhadap berbagai kelemahan/kekurangan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

sehingga menjadi kekuatan dalam satu kesatuan yang utuh didalam keutuhan wilayah

dan kedaulatan NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh

sebab itu, sebagai pedoman penyelenggaraan negara dalam melaksanakan proses

menyeluruh kehidupan nasional, perlu memperhatikan pokok-pokok reformasi

berlandaskan Pancasila yang memberikan dasar bagi penyelenggara negara dalam

merumuskan Undang-Undang dan program-program yang integratif dan terukur.

Kehendak rakyat yang bebas dan bertanggungjawab harus tetap terpelihara agar

seluruh tatanan kehidupan sosial dan kelembagaan yang tertata sebagai suprastruktur

politik maupun infrastruktur politik senantiasa terbebas dari penyimpangan dan

pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses

keterbukaan dalam persatuan kesatuan bangsa yang harus bisa memberikan jaminan

rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Dikaitkan dengan bahaya laten terorisme yang

telah membahayakan keamanan manusia dan keamanan nasional, maka diperlukan

suatu Kebijakan Nasional menghadapi terorisme yang mengikutsertakan peran

pemerintah daerah guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam

rangka memperkokoh Ketahanan Nasional, yang selanjutnya dijabarkan kedalam strategi

kreatif sebagai strategi preventive evert (cegah-tangkal) yang jauh lebih baik daripada

strategi responsive ataupun reactive, dimana berbagai bentuk-bentuk upaya

pengoptimalan peran Pemerintah Daerah diarahkan pada upaya-upaya pencegahan dan

penangkalan terorisme.

Adapun upaya-upaya pencegahan dan penangkalan terorisme itu sendiri adalah

merupakan bagian didalam proses pemecahan permasalahan yang mendukung strategi

yang dirumuskan.

64

 

29. Pemecahan Masalah

Sebagaimana sebuah masalah dengan berbagai permasalahannya yang menjadi

penyebab munculnya pokok masalah, sehingga dibutuhkan pemecahan masalah, bahwa

implementasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi aksi-aksi terorisme pada

kenyataannya tidak optimal, sehingga dapat dioptimalkan dengan mengikutsertakan

secara optimal peran pemerintah daerah bersama tokoh masyarakat, adat dan agama

serta seluruh masyarakat beserta instansi terkait seperti TNI, Polri, Kejaksanaan dan lain-

lain termasuk hubungan dengan pemerintah daerah lainnya/hubungan lintas daerah, agar

keamanan hidup berbangsa dan bernegara lebih massif, mantap dan berkualitas dalam

rangka memperkokoh Ketahanan Nasional dengan didukung suatu konsep nasional

berupa Kebijakan Strategis Keamanan Nasional menghadapi terorisme yang mengarah

pada preventive evert (cegah-tangkal), yang kemudian terimplikasi dalam berbagai

strategi yang diwujudkan dengan upaya-upaya memenuhi strategi yang telah dirumuskan.

Adapun bentuk pemecahan masalah adalah merupakan rumusan didalam

mengimplementasikan kondisi yang diharapkan yang berisi Kebijakan, strategi dan upaya

yang mengacu pada peluang dan kendala yang ada.

a. Kebijakan

Politik nasional atau kebijaksanaan nasional digariskan oleh lembaga

pemegang kedaulatan rakyat suatu bangsa atau negara. Di dalamnya terintegrasi

unsur ideologi, politik, ekonomi, budaya dan militer menjadi suatu kebijaksanaan

tunggal yang berhasil guna dan berdaya guna.

Mengacu pada peluang dan kendala yang terimplikasi dari perkembangan

lingkungan strategis global, regional dan nasional, perlu adanya kebijakan nasional

yang dapat mengoptimalkan peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi

terorisme guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegera dalam

rangka memperkokoh Ketahanan Nasional, yaitu : “Terwujudnya optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme melalui peningkatan inisiatif aparatur pemerintah daerah, peningkatan kepekaan masyarakat terhadap kehadiran terorisme dilingkungannya dan sinergitas pemerintah daerah dengan instansi terkait bersama tokoh masyarakat, adat dan agama beserta seluruh masyarakat serta hubungan lintas daerah guna kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional”.

65

 

b. Strategi

Strategi adalah seni menerapkan kekuatan sedemikian rupa sehingga

menghasilkan masukan yang paling berdaya guna menuju tercapainya tujuan yang

ditetapkan oleh kebijakan politik. Terkait dengan Kebijakan yang telah dirumuskan

maka dapat dijabarkan kedalam strategi kreatif yang bersifat preventive evert

(cegah-tangkal) yang dapat dilaksanakan, adalah sebagai berikut :

1) Strategi – 1 : Meningkatkan inisiatif aparatur pemerintah daerah yang

kreatif dan inovatif melalui sosialisasi kepada aparatur pemerintah daerah

dan masyarakat serta pengembangan masyarakat tentang Jiwa semangat

Pancasila dan UUD 1945, Wasantara, Kewaspadaan Nasional, Ketahanan

Nasional, ancaman bahaya laten terorisme dan bahaya asimetrik lainnya,

pengelolaan sumber daya alam, pengawasan administrasi kependudukan

dan catatan sipil serta peningkatan kualitas pemberdayaan masyarakat dan

Desa guna kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan hidup

berbangsa dan bernegara.

2) Strategi – 2 : Meningkatkan kepekaan masyarakat yang tinggi dan

sensitif terhadap kehadiran terorisme di lingkungannya melalui pemupukan,

pembinaan dan penumbuhkembangan kepedulian masyarakat terhadap diri

dan lingkungannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

meliputi aspek kesejahteraan; daya saing daerah, intensitas dan efektivitas

proses konsultasi publik serta penyelenggaraan keamanan dan ketertiban

masyarakat) guna kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan hidup

berbangsa dan bernegara.

3) Strategi – 3 : Meningkatkan sinergitas pemerintah daerah melalui optimalisasi peran pemerintah daerah meliputi membina, menjalin,

bekerjasama, kolaborasi dan menjaga hubungan komunikasi dan informasi

secara kondusif dan berkelanjutan dengan instansi terkait, tokoh

masyarakat, adat dan agama serta pemerintah daerah lainnya bersama

seluruh masyarakat guna kemasifan, kemantapan dan kualitas keamanan

hidup berbangsa dan bernegara.

66

 

c. Upaya

1) Upaya mendukung Strategi – 1 :

Agar strategi – 1 dapat dilaksanakan, maka upaya-upaya sosialisasi

kepada masyarakat dikaitkan dengan “peluang“ yakni jiwa semangat

persatuan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana jiwa Pancasila dan

dampak positif modernisasi pada perubahan sosial budaya masyarakat serta

“kendala“ yakni lunturnya penghayatan dan pengamalan Pancasila didalam

kehidupan masyarakat serta kemajuan teknologi dalam proses modernisasi

tidak diimbangi dengan sumber daya manusia Indonesia berkualitas tinggi.

a) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya termasuk

pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat tentang kewiraan, kebangsaan dan kenegaraan mencakup jiwa semangat nasionalisme, patriotisme dan kesetiakawanan serta kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam implementasi keseharian hidup berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

b) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya termasuk

pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat tentang Wawasan Nusantara, Kewaspadaan Nasional, Ketahanan Nasional dan mengajak, menghimbau, membina serta mensosialisasikan pemahaman ancaman bahaya laten terorisme dan bahaya asimetrik lainnya didalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

c) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

67

 

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya termasuk

pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengembangan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam yang professional, proporsional, akuntabel dan transparan yang terimplementasi dalam kontrol politik melibatkan peran masyarakat.

d) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya termasuk

pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat tentang peningkatan kualitas pengawasan kependudukan mencakup administrasi dan pantauan kependudukan, catatan sipil serta berbagai perijinan bagi masyarakat.

e) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya termasuk

pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat tentang peningkatan kualitas aksesbilitas daerah meliputi monitoring lalu lalang orang dan barang serta sarana prasarana transportasi mencakup kendaraan, terminal, dermaga, bandara dan ruas jalan.

f) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya termasuk

pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat tentang peningkatan kualitas pemberdayaan masyarakat dan Desa mencakup LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), LSM (Lembaga Sosial

68

 

Masyarakat) dan Ormas (Organisasi Masyarakat) serta kelompok-kelompok masyarakat binaan dan lain-lain.

2) Upaya mendukung Strategi – 2 :

Agar strategi – 2 dapat dilaksanakan, maka upaya-upaya optimalisasi

peran pemerintah daerah dikaitkan dengan “peluang“ yakni kestabilan

kondisi politik dan keamanan dalam negeri serta perdagangan dalam

pangsa pasar bebas di kawasan Asia Pasifik dan “kendala“ yakni

merebaknya gejala separatisme dan konflik sosial dibeberapa daerah dan

lemahnya ekonomi politik Indonesia.

a) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya dalam

pelaksanaan upaya peningkatan aspek kesejahteraan meliputi perhatian pada ketimpangan kemakmuran, pemerataan pendapatan, pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja.

b) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya dalam

pelaksanaan upaya peningkatan daya saing daerah secara optimal melalui peningkatan kemampuan ekonomi daerah dengan mengedepankan keunggulan daerah, sosialisasi penekanan konsumsi produk asing dan lebih mencintai produk dalam negeri, menaikkan mutu sumber daya manusia daerah serta mendukung upaya pemerintah menaikkan suhu investasi dan mendukung dunia perdagangan Indonesia dalam pangsa pasar bebas agar memiliki keunggulan ekonomi politik.

c) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

69

 

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya dalam

pelaksanaan upaya peningkatan intensitas dan efektivitas proses konsultasi publik antara pemerintah daerah dengan masyarakat atas penetapan kebijakan publik yang strategis dan relevan untuk daerah serta penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat.

2) Upaya mendukung Strategi – 3 :

Agar strategi – 3 dapat dilaksanakan, maka upaya-upaya optimalisasi

peran pemerintah daerah dengan cara (membina, menjalin, bekerjasama,

kolaborasi dan menjaga hubungan komunikasi dan informasi secara

kondusif dan berkelanjutan dengan instansi terkait seperti TNI, Polri,

Kejaksaan dan lain-lain bersama tokoh masyarakat, adat dan agama serta

hubungan lintas daerah bersama seluruh masyarakat dikaitkan dengan

“peluang“ yakni kuatnya sistem nilai budaya lokal dan fenomena global

akibat perkembangan lingkungan strategis global membuahkan perspektif

baru keamanan nasional serta “kendala“ yakni sebagian masyarakat kurang

meyakini kebenaran Pancasila dan kecenderungan intervensi yang

menonjol dari negara maju sebagai kecenderungan global.

1) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait, merencanakan, merumuskan,

menyiapkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem,

metode dan operasional serta evaluasi dan pengkajiannya dalam

pelaksanaan upaya membina, menjalin, bekerjasama, kolaborasi dan menjaga hubungan komunikasi dan informasi secara kondusif dan berkelanjutan dengan instansi terkait seperti TNI, Polri, Kejaksaan dan lain-lain bersama tokoh masyarakat, adat dan agama serta hubungan lintas daerah bersama seluruh masyarakat.

2) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait bersama instansi terkait seperti TNI, Polri,

70

 

Kejaksaan dan lain-lain, merencanakan, merumuskan, menyiapkan

dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan sistem, metode dan

operasional serta evaluasi dan pengkajiannya dalam pelaksanaan

upaya pembinaan masyarakat untuk mencegah dan menangkal terorisme di daerah.

3) Pemerintahan daerah (Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) didukung SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait bersama tokoh masyarakat, adat dan

agama serta pemerintah daerah lainnya/lintas daerah bersama

seluruh masyarakat sebagai komponen bangsa yang tangguh,

merencanakan, merumuskan, menyiapkan dan mengkoordinasikan

pelaksanaan pembinaan sistem, metode dan operasional serta

evaluasi dan pengkajiannya dalam pelaksanaan upaya mendukung kekuatan instansi terkait.

71

 

BAB VII PENUTUP

30. Kesimpulan

a. Aksi terorisme adalah bahaya laten yang senantiasa harus diwaspadai,

karena sangat membahayakan keamanan hidup berbangsa dan bernegara

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Optimalisasi peran pemerintah daerah dalam menghadapi terorisme

bukanlah mengambil kewenangan Pemerintah perihal Keamanan sebagaimana

kerangka pemerintahan RI pada penyelenggaraan desentralisasi dalam pembagian

urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Daerah Otonom, sebab

optimalisasi peran pemerintah daerah diselenggarakan sebagai implikasi strategi

kreatif yang merupakan strategi preventif evert (cegah-tangkal) yang jauh lebih baik

daripada strategi responsive.

c. Keamanan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia tidak dapat

melepaskan peran pemerintah daerah sebagai penyelamatan dan normalisasi

kehidupan nasional dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat di daerah,

sehingga sangat perlu untuk dioptimalisasikan guna mewujudkan keamanan hidup

berbangsa dan bernegara yang mantap dan berkualitas dalam rangka

memperkokoh Ketahanan Nasional.

31. Saran

a. Dalam rangka menciptakan masyarakat Indonesia yang mawas terhadap diri

dan lingkungannya berbenteng nasionalisme dan patriotisme berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, disarankan agar Pemerintah RI

mengoptimalkan peran Pemda dalam memberdayakan keterlibatan masyarakat

pada kegiatan sosialisasi Santi Aji Pancasila dan cegah-tangkal dini terhadap

setiap ancaman dilingkungan masyarakat yang terimplementasi dalam wujud

gerakan nasional Pancasila dan gerakan kewaspadaan nasional berwawasan nusantara guna mewujudkan keamanan hidup berbangsa dan bernegara yang

mantap dan berkualitas dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

72

 

Jakarta, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E

Letkol Laut (P) NRP 10336/P 

b. Pemerintah perlu menempatkan peran pemerintah daerah sebagai

penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional, mengingat pemerintahan

daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dipilih oleh

rakyat secara demokrasi berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur

dan adil sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Otonomi Daerah, sehingga optimalisasi peran pemerintah daerah dalam mencegah

dan menangkal bahaya laten terorisme adalah sebagai strategi preventive evert

(cegah-tangkal) dapat didukung sepenuhnya oleh kebijakan strategis keamanan nasional dalam rangka Ketahanan Nasional.

c. Pemerintah maupun pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran

secara khusus dalam menghadapi terorisme, guna menunjang upaya mencegah

dan menangkal bahaya laten terorisme secara berdaya guna dan berhasil guna.

d. Sinergitas pemerintah daerah dengan TNI/TNI AL dapat didukung

sepenuhnya oleh kebijakan strategis TNI/TNI AL dalam rangka tingkatkan kekuatan

dan kemampuan TNI/TNI AL dalam cegah-tangkal serta tindakan terhadap bahaya

laten terorisme sesuai kebijakan politik pemerintah sekaligus meningkatkan kualitas

pembinaan potensi maritim oleh TNI AL dalam lingkup pembinaan territorial TNI.

Lampiran :

Kerangka Pikir (periksa lampiran A–1 dan A–2).

Daftar Referensi dan Pustaka (periksa lampiran B).

Jaringan Terorisme di Indonesia (periksa lampiran C).

Struktur Jaringan Terorisme Jamaah Islamiah (periksa lampiran D).

Peta Konsentrasi Jaringan Terorisme di Indonesia (periksa lampiran E).

Berita Majalah Tempo (periksa lampiran F).

Daftar Pengertian (periksa lampiran G).

OPTIMALISASI PERAN PEMDA DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM RANGKA

MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

ALUR PIKIR

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Lampiran ”A–1” Kertas Karya Perorangan Tanggal : Juli 2015

KONDISI PERAN

PEMDA YG DIHARAPKAN DLM

MENGHADAPI TERORISME

TERWUJUD KAM HIDUP

B’BGS & B’NEG YG MANTAP & BERKUALITAS

TANNAS YANG KOKOH

PROSES ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BANGLINGSTRA

LANDASAN PEMIKIRAN: - Idiil (Pancasila) - Konstitusionil (UUD 1945) - Visionil (Wawasan Nusantara) - Konsepsional (Ketahanan nasional) - Operasional (Peraturan Perundang-Undangan) - Teori Dunia Modern

KONDISI PERAN PEMDA M’HADAPI

TERORISME SAAT INI

Kepekaan masyarakat thd kehadiran Terorisme di

lingkungannya

Sinergitas Pemda dg pihak terkait & Aparatur Pemda lainnya bersama

masyarakat

Inisiatif Aparat Pemda dlm menghadapi Terorisme

OPTIMALISASI PERAN PEMDA DALAM MENGHADAPI BAHAYA LATEN TERORISME GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM RANGKA

MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

KONDISI PERAN PEMDA MENGHADAPI

TERORISME SAAT INI

TERWUJUD KAM HIDUP

B’BGS & B’NEG YG MANTAP & BERKUALITAS

KEBIJAKAN NASIONAL: OPTIMALISASI

PERAN PEMDA DLM MENGHADAPI TERORISME

TANNAS YANG KOKOH

- DPRD - PEMDA BESERTA PERANGKAT & JAJARANNYA

Peran Pemda

dalam menghadapi terorisme

- Sosialisasi - Koordinasi - Regulasi - Edukasi - Pembangunan - Evaluasi

SUBYEK OBYEK METODE

BANGLINGSTRA PELUANG & KENDALA

LANDASAN PEMIKIRAN: - Idiil (Pancasila) - Konstitusionil (UUD 1945) - Visionil (Wawasan Nusantara) - Konsepsional (Ketahanan nasional) - Operasional (Peraturan Perundang-Undangan) - Teori Dunia Modern

UMPAN BALIK

POLA PIKIR

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Lampiran ” A–2” Kertas Karya Perorangan Tanggal : Juli 2015

UDUL

Daftar Referensi dan Pustaka 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi

Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi

dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

5. Sub B.S Kewaspadaan Nasional Pasca Orde Baru Lembaga Ketahanan Nasional

RI Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LII Tahun 2014.

6. Prof. Dr. Mr. Drs. Notonagoro, 1971. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta:

Bumi Aksara.

7. Lembaga Ketahanan Nasional RI Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA)

LII Tahun 2014. Modul 1 s.d 3 Konsepsi Kewaspadaan Nasional Pasca Orde Baru.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Jakarta, Juli 2015 Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Lampiran “B” Daftar Referensi dan Pustaka Tanggal : Juli 2015

UDUL

JARINGAN TERORIS DI INDONESIA

Prof. Dr. Akhmad Muzakki, pakar terorisme dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya,

mengungkapkan bahwa ada dua sumber jaringan teroris di Indonesia. Mereka adalah

kelompok yang frustasi dengan keadaan (hopeless) dan kelompok yang mengalami

migrasi Indonesia-Malaysia (TKI). Dari dua sumber jaringan teroris tersebut, lahirlah

tiga kelompok radikal di Indonesia, yaitu : genealogi, ideologi patronase, dan ideologi etnis.1

Tipe genealogi berkaitan dengan pemain lama, seperti Ustaz Rasyid Ridho yang

juga putra Abubakar Baasyir sebagai kelompok hubungan Indonesia–Malaysia.

Kemungkinan penyebaran kelompok tersebut adalah di Jakarta dan Surabaya, yakni

tempat-tempat yang memiliki persaingan cukup ketat, sehingga bila seseorang mengalami

hopeless, lalu terpengaruh dengan tawaran kerja menjadi TKW atau TKI, sepulang orang

tersebut bisa membawa ajaran radikal dengan tipe genealogi. Sementara itu, ideologi

patronase berkaitan dengan hubungan guru–murid. Tipe seperti ini terlihat dalam terduga

gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Dau Malang, melibatkan Ustaz Romli

(murid Ustaz Rasyid Ridho).

Untuk tipe ideologi etnis, hal tersebut berkaitan dengan etnis Arab yang kebetulan

dalam satu kelompok Al-Irsyad. Terduga ISIS yang baru saja ditangkap di Malang

membawa jenis tipe ini. Kelompok Al–Irsyad di Indonesia terdiri dari dua golongan.

Golongan pertama adalah golongan yang terbuka dan dekat dengan tokoh-tokoh

Indonesia. Golongan tersebut dinilai tidak radikal dan golongan kedua adalah kelompok

Al-Irsyad yang menutup diri dan dekat dengan tokoh–tokoh di Timur Tengah. Menurutnya,

kelompok tersebutlah yang radikal. Jadi menurut Prof. Dr. Akhmad Muzakki, “jaringan

teroris yang mengakar di Indonesia itu tidak ada, karena semuanya impor”.

                                                            1 Lansiran Antara, Minggu 5 April 2015 yang diposting pada: pukul 15.22 WIB pada 5 April 2015 oleh Dita

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Jakarta, Juli 2015 Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Lampiran “C” (Jaringan Teroris Di Indonesia) Tanggal : Juli 2015

D - 1  UDUL

STRUKTUR JARINGAN TERORIS JAMAAH ISLAMIAH

Peta kekuatan organisasi teroris di Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia,

Thailand dan Filipina dimotori oleh konfederasi orgnisasi islam radikal bernama Jamaah

Islamiah. Meski belum terbukti, sumber intilejen mempercayai Jamaah Islamiah (JI)

didirikan pertama kali oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir.1

Sebagai jaringan teroris internasional, JI juga diyakini mempunyai hubungan dan

afiliasi yang erat dengan Al Qaeda pimpinan Osama Bin Laden. Misi JI adalah mendirikan

negara kekalifahan Islam di Asia Tenggara, meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura,

Thailand, Filipina, Brunei, dan Kamboja.

Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri dalam konferensi persnya di

Mabes Polri pada hari Jumat tanggal 24 Septtember 2010 mengumumkan soal sepak

terjang JI dalam aksi teror di Indoensia selama 10 tahun terakhir. Kapolri memaparkan

soal skema struktur organisasi JI dan siapa-siapa saja pimpinannya dalam 10 tahun

terakhir. Jamaah Islamiah, dipimpin oleh seorang Amir yang berkedudukan di markaz.

Polisi meyakinii bahwa sebelum ditangkap Abu Bakar Baasyir adalah Amir JI. Selain Amir,

Markaz diisi pimpinan seperti Askari (Panglima Perang), PLH Amir, Regional Shura atau

dewan penasihat dan BP Markaziyah.

Hambali, sebelum ditangkap pada 11 Agustus 2003, pernah menjabat dewan

penasihat Markaz JI. Hambali punya peran sebagai penghubung ke jaringan teroris

Internasional seperti Al Qaeda dan Abu Sayaf. Organisasi JI punya beberapa Mantiqi

yang tunduk pada Markaz dalam menjalankan aksi terornya di Asia Tenggara. Ada empat

mantiqi.

Mantiqi Ula atau Mantiqi I meliputi wilayah Singapura dan Malaysia. Nama Muklas

alias Ali Gufron terpidana mati Bom Bali I pernah menjadi pimpinan Mantiqi Ula atau I.

Adapun Mantiqi II atau biasa disebut dengan nama Mantiqi Sani. Jaringan inilah

yang cukup progresif menjalankan aksi terornya. Sebagian Wilayah Indonesia bagian

barat dibawahi oleh Mantiqi II. Mabes Polri berhasil memetakan kekuatan struktur

organisasinya.                                                             

1 Sumber: Tribunnews.com yang diposting pada hari Jumat, 24 September 2010 22:20 WIB.  

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Lampiran “D” (Struktur Jaringan Teroris JI) Tanggal : Juli 2015

D - 2  

Gambar : Skema organisasi JI yang dipaparkan Mabes Polri, Jumat (24/9/2010)

Sumber : MABES POLRI yang dilansir oleh TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA

Matiqi II membawahi delapan Wakalah atau organisasi JI tingkat provinsi. Ada

wakalah Sumbagut, Pekanbaru, Lampung, Jabotabek, Jabar, Surakarta, Jateng dan

Jatim. Wakalah–wakalah ini masih membawahi lagi yang namanya Khatibah atau

organisasi setingkat kota. Khatibah membawahi Qirdas. Dibawah Qirdas ada yang

namanya Fiah atau kelompok kecil.

D - 3  

Sedangkan Mantiqi III atau biasa disebut dengan nama Mantiqi Tahlid meliputi

wilayah Mindanao, Sabah, Kaltim dan Sulawesi. Sama seperti Mantiqi lainnya Mantiqi ini

juga membawahi Wakalah, lalu Khatibah dan Qirbas. Nasir Abas pernah menjadi

pimpinan Mantiqi ini. Mantiqi ini pernah sangat solid dalam aksi teror di poso dan pernah

membentuk laskar Uhud.

Selanjutnya Mantiqi terakhir adalah Mantiqi IV atau Mantiqi Ukhro. Mantiqi ini

meliputi wilayah Australia. Khusus untuk jaringan terorisme di Sumut, yang melancarkan

aksi perampokan dan pelatihan militer di Deli Serdang seluruh organisasi teroris dibawah

Mantiqi II bersatu. Mereka mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok atau Fiah. Ada

enam kelompok yang saling bertautan.

Kelompok Boss Medan yang terdiri dari 7 Anggota. Ada kelompok Belawan

pimpinan Wak Geng alias Marwan yang berperan merampok untuk mencari senjata.

Kelompok Lampung yang diisi Abah alias Jhonson dan Bawor yang bertugas membeli

senjata dari dana hail rampokan. Kelompok Pekanbaru ditambah Kelompok Solo dan

Kelompok Jabar yang dipimpin Jaja Miharja.

Jakarta, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

D - 1  UDUL

PETA KONSENTRASI JARINGAN TERORIS DI INDONESIA  

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Ansyaad Mbai

menyatakan pendukung gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Negara Islam

Irak dan Suriah di Indonesia merupakan aktor gerakan lama atau para teroris. Karena itu,

dukungan terhadap paham radikal itu cepat menyebar di Indonesia. Ansyaad mengatakan

pemerintah tak melarang mereka mendukung ISIS. "Mau berorganisasi silakan, tapi

jangan bikin kekacauan," katanya di kantor Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Sabtu, 9 Agustus 2014. Menurut Ansyaad, mereka

juga merekrut oknum anggota TNI dan Polri. Lewat oknum inilah para teroris memasok

senjata. "Bahayanya, birokrasi Polri dan TNI direkrut. Ini merongrong negara. Ini ancaman

terhadap sendi kehidupan bangsa dan bernegara," katanya.1

Beberapa konsentrasi kelompok jaringan teroris, seperti: di Sumatera Utara dan

Aceh terdapat Qoidah Aminah yang terdiri atas kelompok Dulmatin (Jamaah Islamiah/JI),

Mustofa (JI-Jamaah Ansharut Tauhid), Abdullah Sonata (Kompak), Aman Abdul Rahman

(Negara Islam Indonesia/NII), Abu Omar (NII), dan kelompok penyandang dana untuk

kegiatan terorisme dalam kasus perampokan CIMB Medan. Ada pula kelompok Mujahid

Indonesia Barat di Lampung, NII di Kalimantan Selatan, Mujahid Indonesia Timur

pimpinan Daeng Koro Santoso di Poso dan kelompok Asmar di Sulawesi. Sedangkan di

Ambon ada kelompok Walid, JAT di Bali, juga kelompok Bima di Nusa Tenggara Barat.

Sedangkan di Jawa, ada MIB pimpinan Abu Omar dan Abu Roban, NII Tasikmalaya, dan

kelompok jaringan Solo.

                                                            1 TEMPO.CO, Jakarta diposting pada hari Minggu, 10 Agustus 2014 | 06:57 WIB oleh Linda Trianita

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Jakarta, Juli 2015 Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

Lampiran “E” (Peta Konsentrasi Jaringan Teroris Di Indonesia) Tanggal : Juli 2015

F - 1  UDUL

SEBUAH BERITA MAJALAH TEMPO TENTANG TIM JIBRIL, AL-QAIDAH DARI SOLO?1

 

PERANG Jihad Asia Tenggara, Melawan Terorisme Amerika Serikat dan Yahudi".

Judul mengerikan ini tertera di halaman pertama sebuah dokumen 15 halaman yang

membuat geger pemerintah RI di Jakarta. Entah mengapa, berita temuan dokumen itu

justru muncul di koran Singapura, The Straits Times, Senin pekan lalu. Menurut koran itu,

ada sekelompok teroris anggota Jamaah Islamiyah Indonesia yang merencanakan

serangan ke Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Singapura, Malaysia, dan

Indonesia pada 4 Desember tahun lalu.

Dokumen ini diteken pada 28 September 2001 oleh dua orang yang menyebut diri

sebagai Abu Hanafiah dan Fikri Sugondo, ketua dan sekretaris Majelis Pimpinan Jamaah

Islamiyah, yang beralamat di Kampung Wetan Nusukan No. 65 RT 05/RW 07, Solo.

Ceritanya, ada tiga tim dengan nama sandi Jibril yang akan beraksi di tiga negara

tadi. Rencana operasi mereka disusun rapi dan detail, lengkap dengan skenario

penyelamatan diri seandainya misi gagal. Salah satu anggota tim yang juga disebut

adalah Fathur Rahman Al-Ghozi, anak Madiun yang ditangkap polisi di Manila, Filipina, 15

Januari silam, dengan tuduhan memiliki paspor ganda dan bahan peledak seberat satu

ton. Dia diplot sebagai salah satu pembantu Tim Jibril-1 yang akan meledakkan Kedutaan

Besar AS di Singapura. Temuan dokumen ini seakan-akan menjadi "benang merah"

antara Indonesia dan gerakan terorisme internasional yang banyak dipersoalkan

belakangan ini. Terutama, sejak Amerika "menekan" negara-negara di Asia Tenggara

agar ikut memerangi aksi terorisme setelah 11 September tahun lalu World Trade Center

dan Pentagon ditabrak pesawat teroris dan sekitar 3.000 orang tewas. Sejak Desember

tahun lalu, pemerintah Singapura, Malaysia, dan Filipina, telah menangkap lebih dari 30

orang aktivis gerakan Jamaah Islamiyah yang disebut-sebut sebagai mata rantai Al-

Qaidah di kawasan ini. Sampai sekarang pun Amerika masih melancarkan Operasi

Mempertahankan Kebebasan di Basilan, Filipina.

Masalahnya, benarkah Indonesia punya keterkaitan dengan Al-Qaidah? Sahihkah

Dokumen Perang Jihad itu? Derwin Pereira, wartawan The Straits Times, mengaku

                                                            1 Majalah TEMPO No. 51/XXX/18 - 24 Februari 2002Wicaksono, P. D. Prabandari, Darmawan Sepriyossa, Imron Rosyid (Solo)

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Lampiran “F” (Sebuah Berita Majalah Tempo) Tanggal : Juli 2015

F - 2  mendapatkan dokumen dari jaringan yang dekat dengan kalangan Jamaah Islamiyah.

"Bukan dari intel Indonesia, bukan dari Hendropriyono (Kepala Badan Intelejen Negara),

bukan pula dari intel asing," kata Pereira. Dokumen tersebut sudah lama dia dapatkan.

Hanya, karena dia harus melakukan check and recheck, baru pekan lalu dimuat korannya.

Menurut Pereira, dokumen itu 70 persen benar. Yang membuat Darwin yakin dokumen itu

benar, ada detail-detail perencanaan, ciri khas dokumen Al-Qaidah. Itu pula yang

membuat dia percaya adanya kerja sama antara Jamaah Islamiyah dan Al-Qaidah.

"Dokumen yang kami kita lihat di Kandahar (Afganistan) hampir sama," ujarnya. Pereira

juga menyatakan bahwa dokumen yang dia dapat tersebut menggunakan bahasa Arab

dan Indonesia.

Pereira mengaku sudah mengecek kebenaran dokumen itu sampai ke Kampung

Nusukan, Solo, Jawa Tengah, lokasi yang disebut sebagai markas Jamaah Islamiyah.

Tapi ia tak me-nemukan apa-apa. "Mereka (orang-orang Jamaah Islamiyah) sudah keluar

dari Solo," kata Pereira. Menurut Darwin, Jamaah Islamiyah memiliki dua markas, yaitu di

Solo dan Tasikmalaya. Tetapi sekarang kebanyakan mereka sudah di mana-mana.

"Indonesia sangat besar. Sulit untuk melacak mereka. Kemungkinan besar mereka bukan

orang asli Solo," ujarnya.

Kendati demikian, baik polisi maupun kalangan intelijen dalam negeri meragukan

keaslian Dokumen Operasi Jihad itu. Kepala Badan Intelijen Negara, A.M. Hendropriyono,

mengatakan bahwa setahu dia gerakan bawah tanah Indonesia tidak pernah

menggunakan dokumentasi. Sumber TEMPO, seorang perwira intelijen senior,

menambahkan bahwa gerakan Islam garis keras Indonesia tak pernah menuliskan

rencana operasinya, apalagi secara detail. Apa yang diputuskan dalam rapat biasanya

hanya dicatat dan diingat dalam kepala mereka yang hadir. "Menurut pengalaman kami,

hal-hal yang berisiko bocor itu tak pernah didokumentasi sedemikian detail," katanya.

Selain itu, menurut Kapolri Jenderal Dai Bachtiar, berdasarkan penyelidikan intelijen Polri,

belum ditemukan secara signifikan adanya jaringan terorisme internasional di Indonesia.

"Kalau kegiatan orang teror-meneror, ada banyak di sini," kata Dai.

Karena itu, Komisi I DPR RI justru akan bereaksi terhadap pemberitaan The Straits

Times. Menurut Yasril Ananta Baharudin, anggota Komisi I, pihaknya mendesak agar

pemerintah paling tidak melakukan counter-release, dan kalau perlu menuntut koran

tersebut seandainya setelah diklarifikasi ternyata kabar itu tidak benar. "Saya mendesak

pemerintah untuk mempelajari sungguh-sungguh informasi yang dilansir Straits Times.

Kalau nggak benar, ya, somasi aja," kata Yasril kepada Adi Prasetya dari TEMPO.

F - 3  

Kalau dilihat dari isi dokumen, memang tampak ada beberapa kejanggalan.

TEMPO, yang menelusuri Solo dan sekitarnya, tak menemukan kampung seperti yang

tertulis di dokumen sebagai markas Majelis Pimpinan Jamaah Islamiyah. Sumanta,

Kepala Kelurahan Nusukan, bahkan mengaku baru kali ini mendengar nama Kampung

Wetan. "Kalau di Nusukan, yang ada itu Nayu Wetan," katanya. Sumber TEMPO di

Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah yang pernah menginventaris nama kampung

di Solo pada 1995 memperkuat keterangan Sumanta.

Demikian pula dengan nama Abu Hanafiah dan Fikri Suwondo, yang disebut dalam

dokumen sebagai penanda tangan. Sukarno, 60 tahun, sesepuh Nusukan, mengaku

belum pernah mengenal maupun mendengar dua nama tersebut di kampungnya. Data di

Imigrasi Solo menunjukkan ada sebelas nama yang sama dengan salah satu anggota Tim

Jibril-1, Muhammad Furqon.

Penulisan dokumen itu sendiri unik. Ia ditulis dengan bahasa pegon atau bahasa

Melayu yang ditulis dalam huruf Arab. Pegon diakrabi oleh pesantren-pesantren terutama

di Banten, Jawa Barat, dan kalangan Melayu lama. Huruf pegon berkembang karena

banyak di antara kiai tua yang hanya bisa menulis dengan huruf Arab dan sama sekali

buta huruf Latin.

Menurut Anick H.T., redaktur islamlib.com, tata cara penulisan pegon yang dipakai

dalam dokumen Solo itu melenceng dari standar umum, baik tata cara penulisan Arab

maupun dari standar bunyi yang dihasilkan oleh susunan huruf-huruf tersebut. Hampir

semua kata yang dikandungnya mengandung kesalahan bunyi dan penulisan umum.

Artinya, kalau dokumen tersebut dibaca menurut standar yang benar, akan banyak sekali

kata yang tidak diketahui. Contohnya, kata "Amerika" yang seharusnya ditulis memakai

huruf hamzah-mim-ya-ra-ya-kaf-alif, tertulis "amzah-mim-ra-kaf".

Dari sisi penulisan, menurut Anick kepada Arief Kuswardono dari TEMPO,

pembuatnya mungkin berasal dari kalangan tua, tidak terdidik, dan tidak akrab dengan

kultur tulisan Arab Qurani. Kelompok ini hanya memakai huruf Arab sebagai media

komunikasi tertulis biasa. Kemungkinan lain, penulis mempelajari huruf Arab ketika sudah

dewasa, dan tidak akrab dengan dunia akademik Islam. Bisa juga, penulis sengaja

memelesetkan cara penulisan agar konsumsi dokumen terbatas di kalangan mereka, dan

fungsi dokumen hanya sebagai pengingat. "Ada kemungkinan dokumen ini ditulis oleh

orang yang mempelajari huruf Arab pada tingkat permukaannya saja, untuk kepentingan

politis," Anick, lulusan lulusan Sastra Arab IAIN Jakarta ini, mengambil kesimpulan.

F - 4  

Sumber TEMPO dari kalangan intelijen menambahkan, dilihat dari bentuknya,

dokumen tersebut tidak dibuat oleh aparat Indonesia, baik dari Badan Intelijen Strategis

(Bais) maupun Badan Intelijen Negara (BIN). Ia justru mempercayai kecurigaan—belum

ada bukti tentang ini—bahwa pihak luar yang merancang pembuatan Dokumen Jihad.

Siapa? Amerika, katanya. Sebuah tuduhan yang perlu dibuktikan. Dubes Amerika Serikat

di Jakarta hanya mengatakan temuan dokumen ini "serius dan bisa menyulitkan" (lihat

Ralph L. Boyce: "Laporan itu Serius dan Menyulitkan").

Selain itu, masih menurut sumber TEMPO, Amerika ingin membuktikan bahwa

ucapannya tentang kekuatan Usamah bin Ladin dan jaringan Al-Qaidah-nya bukan omong

kosong. Untuk itu Amerika perlu menciptakan se-banyak mungkin bukti ancaman dan

peta jaringan kekuatan Al-Qaidah. Bukan tak mungkin, pada saatnya nanti Amerika—

dengan alasan mengejar para pelarian teroris yang dikejarnya di Basilan—akan pula

masuk wilayah Indonesia. "Ini persis kejadian penemuan Dokumen Gilchrist," katanya.

Gilchrist, yang ditemukan pada Mei 1965, menyebut seolah-olah ada dewan jenderal yang

hendak menggulingkan Sukarno.

Penemuan dokumen yang ternyata omong kosong itu isinya memang bukan

barang baru. Selain Gilchrist, di era Presiden Abdurrahman Wahid, banyak dokumen yang

beredar dengan isi yang seram-seram, tapi kebanyakan tak terbukti kebenarannya.

Misalnya Dokumen Bulakrantai, yang beredar pada tahun 2000 dan isinya menyiratkan

ada sekelompok orang yang mau mendongkel kursi Presiden Abdurrahman. Semua itu

isapan jempol belaka.

Kepala Bagian Humas Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Polisi Saleh Saaf,

punya kecurigaan yang sama. Saleh menduga dokumen itu merupakan propaganda, dan

tidak tertutup kemungkinan ada negara atau kelompok tertentu yang ingin menjatuhkan

negara ini. Indikasi ini muncul seiring dengan diberitakannya adanya jaringan terorisme di

Indonesia secara terus-menerus oleh pers Amerika.

Bercuriga memang gampang, tapi membuktikan Tim Jibril itu ada atau sekadar

rekaan, itu yang lebih penting.

Rencana Tim Jibril :

Tim Jibril-1

• Tim Jibril-1 berangkat dari Solo tanggal 30 Oktober menuju Batam, kendaraan

putus-putus. Di Pulau Batam, tim itu akan dijemput oleh Jaswadi untuk menuju ke

F - 5  

Pulau Jaya (Sabah) dan tinggal di sana selama satu pekan untuk membereskan

paspor masuk Singapura.

• Tanggal 7 November harus sudah masuk Singapura untuk bergabung dengan

saudara-saudara Jamaah Islamiyah di Singapura serta penyesuaian dan

monitoring lokasi sasaran. Penginapan akan diatur oleh Agus Sahlan, yang sudah

menunggu bersama Fathur Rahman dari Manila (koordinator Jamaah Islamiyah

Filipina) dan melakukan survei target pada 7 November.

• Peta lokasi Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dan alat-alat yang dibutuhkan

ditangani Fathur Rahman. Koordinasi lapangan disesuaikan dengan kondisi dan

situasi Singapura tanggal 4 Desember.

• Apabila operasi gagal karena tidak sesuai dengan rencana, segera tinggalkan

Singapura untuk kembali ke Indonesia melalui Batam. Jaswadi yang akan

mengatur semua perjalanan.

• Dana operasi akan diatur oleh Departemen Logistik Jemaah Islamiyah Filipina.

Tim Jibril-2

• Tim Jibril-2 berangkat dari Solo tanggal 1 November menuju Banjarmasin

menggunakan kapal laut dari Surabaya. Di sana mereka dijemput oleh Ariansyah,

yang akan mengatur paspor dan perjalanan ke Malaysia melalui Pontianak. Tujuan

akhir Johor untuk koordinasi dengan Abdus Salam bin Abu Thalib (koordinator

Jamaah Islamiyah Malaysia), yang bertanggung jawab terhadap semua kebutuhan

operasi.

• Survei lokasi target dimulai 5 November sampai 10 November. Dilarang

berkomunikasi dengan Tim Jibril-2 di Singapura.

• Operasi menyesuaikan kondisi lapangan Malaysia dengan jadwal tepat pukul 12.00

waktu Kuala Lumpur, tanggal 4 Desember 2001.

• Apabila gagal karena faktor-faktor seperti Tim Jibril-1, segera tinggalkan Malaysia

lalu kembali ke Pontianak, yang sudah diatur oleh Ariansyah.

• Dana operasi akan diatur oleh Departemen Logistik Jamaah Islamiyah Malaysia.

Tim Jibril-3

• Tim Jibril-3 akan diatur secara khusus dari Solo karena perkembangan politik

Jakarta sangat cepat dan tekanan saudara-saudara muslim dalam demonstrasi

anti-Amerika Serikat mengalami kemunduran.

F - 6  

• Sesuai dengan peta-peta pelaku potensi kerusuhan sosial di Jakarta dan nasional

yang telah disusun Divisi Khusus Jemaah Islamiyah Indonesia, akan dimanfaatkan

sebagai awal kebangkitan.

• Kebangkitan Islam harus dimulai dari Jakarta lalu membias ke daerah dan titik

akumulasi kembali ke Jakarta. Daerah yang berpotensi diukur dengan kekuatan

jihad Islam di tingkat lokal, tuntutan pembersihan tempat maksiat, kasus rakyat

yang belum selesai, pertikaian unsur SARA, faktor psikologi dan sosiologi lainnya.

Daerah tersebut antara lain Aceh, Medan, Palembang, Riau, Lampung, Bandung,

Semarang, Surabaya, Madura, Nusatenggara, Sul-Ut, Sul-Sel, Maluku, dan

Irianjaya.

• Setelah Kedubes Amerika Serikat di Jakarta diledakkan dengan risiko memperkecil

korban jiwa, ledakan susulan adalah Kedubes Inggris, Konsulat Israel, Kedubes

Belanda, Kedubes Singapura, Standard Chartered Bank, BCA Pusat, gedung-

gedung bisnis di sepanjang Jalan Imam Bonjol-Diponegoro, Pasar Kenari

(Salemba), Terminal Senen dan Atrium, Plaza 89 Kuningan, Plaza Jatinegara, Mal

Pondok Indah, Setneg, dan Stasiun Juanda.

Kebutuhan akan operasi tersebut akan disiapkan saudara Imam Ghazali.

Operasi Peledakan Kedutaan Besar AS

 Tim Jibril-1 (di Singapura)

Anggota: Abbas Yahya, Zainal Muttaqin, dan Muhammad Furqon

Tim Jibril-2 (di Malaysia)

Anggota: Abdul Talib, Zulfikar, dan Zulkarnain Subairi

Tim Jibril-3 (di Jakarta)

Anggota: Fazri Al Farizi, Muhammad Yunus, dan Muhammad Ikram

Jenis peledak: Bom C-4

Sasaran ledakan: Halaman Kantor Kedutaan Besar (minimalisir korban jiwa)

Jadwal operasi: 4 Desember 2001

Kejanggalan Dokumen tersebut

Isi dokumen: Dibuat oleh Jamaah Islamiyah Kampung Wetan Nusukan No. 65 RT 05/RW

07 Solo

Fakta: TEMPO melacak, tidak ada alamat seperti itu di Solo

F - 7  Isi dokumen: Serangan ke Kedutaan Besar Amerika di Singapura, Malaysia dan

Indonesia pada 4 Desember 2001

Fakta: Tidak ada ledakan di Kedutaan Amerika di tiga negara pada tanggal tersebut

Isi dokumen: Salah satu anggota Tim Jibril bernama Muhammad Furqon

Fakta: Ada sebelas nama yang sama di kantor imigrasi Solo

Isi dokumen: Peledakan akan memakai bom jenis C-4

Fakta: Bom jenis ini hanya dimiliki kalangan terbatas, seperti militer, karena mahal dan

sulit didapat

Jakarta, Juli 2015

Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P

G - 1  UDUL

DAFTAR PENGERTIAN  

1. Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas

ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional

dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan

gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak

langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup

bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.1

2. Kebijakan Nasional: Serangkaian aturan yang dapat berupa norma, standar,

prosedur dan/atau criteria yang ditetapkan pemerintah sebagai pedoman

penyelenggaraan urusan pemerintahan.2

3. Terorisme: Kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja

menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa

takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal,

dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain

atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang

strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana

dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

tahun dan paling lama 20 tahun.3

4. Otonomi Daerah: Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengrus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.4

5. Di era orde baru pernah digunakan referensi tentang pengertian ancaman,

tantangan, hambatan dan gangguan, sebagai berikut : 5

                                                            1 Pokja Kewaspadaan Nasional Lemhannas, Kewaspadaan Nasional, Modul 1 Lemhannas hal. 19 tahun 2010. 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan 3 UU RI No 15 tahun 2003 dan Perpu No1 tahun 2002, Pengertian Terorisme, Menurut Pasal 1 ayat (6) Perpu

No.1/2002 Jo. Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2003. 4 Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

Lampiran “G” (Daftar Pengertian) Tanggal : Juli 2015

G - 2  

a. Ancaman: Tindakan, potensi, atau kondisi yang mengandung bahaya dan

bersifat konseptual, baik tertutup maupun terbuka, bertujuan mengubah Pancasila

dan UUD 1945 serta menggagalkan Pembangunan Nasional.

b. Tantangan: Tindakan, potensi atau kondisi baik dari luar maupun dari dalam

diri sendiri yang membawa masalah untuk diselesaikan serta dapat menggugah

kemampuan diri.

c. Hambatan: Kondisi yang mengandung bahaya, tidak konseptual dan

berasal dari dalam diri sendiri, dalam arti tidak mengamalkan Pancasila,

menentang UUD 1945 dan tidak berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

d. Gangguan: Potensi atau kondisi yang mengandung bahaya dan tidak

bersifat konseptual, dan berasal dari luar diri sendiri yang bersifat merongrong

pengamalan, mengurangi kemurnian pelaksanaan UUD 1945 dan mengurangi

kelancaran Pembangunan Nasional.

5. Kewaspadaan Nasional: Suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme

yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga

Negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari

suatu potensi ancaman.

6. Optimalisasi: Optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi.

Jadi optimalisasi adalah suatu proses meningkatkan atau meninggikan,6 sehingga

optimalisasi adalah suatu proses yang dilakukan dengan cara terbaik dalam suatu

pekerjaan untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya harus mengurangi kualitas

pekerjaan.7 Oleh sebab itu, pendapat penulis, bahwa optimalisasi merupakan upaya

pencarian nilai terbaik dari yang ada, dimana terdapat beberapa fungsi yang diberikan

pada suatu konteks.

7. Beberapa pengertian sistem menurut para ahli : a. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar

relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.8

                                                                                                                                                                                                     5 Sub B.S Kewaspadaan Nasional Pasca Orde Baru Lembaga Ketahanan Nasional RI Program Pendidikan

Reguler Angkatan (PPRA) LII Tahun 2014 6 Kamus besar Bahasa Indonesia Depdikbud (1995;628) 7 http://eprints.ung.ac.id/ diunduh 25 Juni 2015 pukul 23.57 WIB 8 Menurut Ludwig Von Bartalanfy

G - 3  

b. Sistem: Suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.9

Sistem: Setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-

bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.10 Atau dalam bahasa

sederhana, sistem dapat diartikan sebagai sekumpulan unsur/elemen yang saling

berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk

mencapai suatu tujuan.

8. Bahaya Laten: Bahaya yang sewaktu-waktu dapat muncul kembali, tanpa bisa

diduga atau diperkirakan waktu datangnya ancaman.

9. Pertahanan Nir Militer: Peran serta rakyat dan segenap sumber daya nasional

dalam pertahanan negara, baik sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung

yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer maupun fungsi pertahanan sipil

dalam mengahadapi ancaman nir militer.11

                                                            9 Menurut Anatol Raporot 10 Menurut L. Ackof 11 Paket Instruksi Untuk Susjemenstra TNI AL, Mata Pelajaran Pertahanan Negara BS. Strategi, Jakarta, Juni 2000

Jakarta, Juli 2015 Perwira Siswa

Kunto Wibowo AP, S.E Letkol Laut (P) NRP 10336/P