opioid klompok 7

28
MAKALAH NAPZA “ OPIOID ” OLEH : KELOMPOK VII DWI NOVIYANI (1210323034) FATMA RATNI (1210321008) HENITA EKA PUTRI (1210322004) IZZATUL MUSLIMAH (1210322030) MUTIA SUANDI (1210323026) NURUL AZURA (1210322019) SERLY LIDIA (1210323009) YORIKA HAFELANI (1210321016) Dosen Pembimbing: Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp.KepJ FAKULTAS KEPERAWATAN 1

Upload: dwi-noviyani

Post on 24-Dec-2015

85 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

syok ditributif

TRANSCRIPT

Page 1: OPIOID Klompok 7

MAKALAH NAPZA

“ OPIOID ”

OLEH :

KELOMPOK VII

DWI NOVIYANI (1210323034)

FATMA RATNI (1210321008)

HENITA EKA PUTRI (1210322004)

IZZATUL MUSLIMAH (1210322030)

MUTIA SUANDI (1210323026)

NURUL AZURA (1210322019)

SERLY LIDIA (1210323009)

YORIKA HAFELANI (1210321016)

Dosen Pembimbing:

Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp.KepJ

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2013

1

Page 2: OPIOID Klompok 7

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nama opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. Opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin, kodein, dan hydromorphone .

Opioid ini termasuk kepada golongan jenis narkotika dan mempunyai dampak-dampak negatif bagi pengunanya.Pengunaan opioid menyebabkan kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV, hepatitis ,pelambatan, kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik serta kematian karena overdosis. 

Selain dampak menggunakan obat tersebut , seseorang yang ingin berhenti dari ketergantungan bahan inipun akan merasakan gejala nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.Selain itu, seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus dari opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung. 

Karena banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh opioid ini ,Oleh sebab itu, kami mencoba membahas Opoid beserta bahan-bahan lain yang terkait dengannya.

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang yang diuraikan diatas ,ditemui rumusan masalah

sebagai berikut:

1.2.1 Defenisi Opioid1.2.2 Reseptor Opioid1.2.3 Klasifikasi Opioid1.2.4 Macam-macam Opioid

2

Page 3: OPIOID Klompok 7

1.3 Tujuan Penulisan

Dari Rumusan Masalah di atas maka Tujuan dari Penulisan Makalah ini adalah:

a. Bagi PenulisAgar penulis dapat memahami lebih baik lagi mengenai opioid

yang merupakan salah satu bahan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sehingga nantinya di dalam proses belajar mengajar penulis dapat memberikan pemahaman yang lebih kepada orang lain terkait dengan opioid.

b. Bagi PembacaAgar pembaca dapat mengetahui secara rinci dan jelas mengenai

opioid beserta masyarakat yang ada di sekitarnya tidak menggunakan obat berbahaya ini, apalagi hanya sekedar ingin coba-coba.

3

Page 4: OPIOID Klompok 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi opioid

Analgesik opioid adalah kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal dari getah papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid, diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Analgesik opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.

Opioid adalah bahan kimia yang bekerja dengan mengikat reseptor opioid, yang ditemukan terutama di sistem saraf pusat dan saluran pencernaan. Reseptor di kedua sistem organ memediasi kedua efek menguntungkan dan efek samping opioid.

2.2 Reseptor Opioid

Ada 3 jenis reseptor utama opioid, yaitu :

a. Reseptor mu ( µ )Reseptor µ memperantarai efek alangetik mirip morfin, euforia, depresi nafas, miosis, dan berkurangnya motilitas saluran cerna.

b. Reseptor delta ( ð )Reseptor memegang peranan dalam menimbulkan depresi pernapasan yang ditimbulkan opioid.

c. Reseptor kappa ( ҡ )Reseptor ҡ memperantarai analgesia seperti sedasi serta miosis dan depresi napas yang tidak sekuat agonis µ.

Karena suatu opioid dapat berfungsi dengan potensi yang berbeda sebagai suatu agonis, agonis parsial, atau antagonis pada lebih dari satu jenis reseptor atau subtipe resptor maka senyawa yang tergolong opioid dapat memiliki efek farmakologik yang beragam. Kerja opioid pada reseptor opioid dapat dilihat pada tabel berikut.

Obat Reseptorµ ( mu ) ð ( delta ) ҡ (kappa)

4

Page 5: OPIOID Klompok 7

peptida opioid      Enkefalin Agonis Agonis  β-endorfin Agonis Agonis  dinorfin      agonis lemah    

Agonis      Kodein agonis lemah agonis lemah  Morfin Agonis agonis lemah agonis lemahMetadon Agonis    Meperidin Agonis    Fentanil Agonis    

agonis-antagonis      Buprenorfin agonis parsial    Pentazosin antagonis/agonis parsial   AgonisNalbufin Antagonis   Agonis

Antagonis      Nalokson Antagonis Antagonis Antagonis

Tabel 1.1 kerja opioid pada reseptor opioid

2.3 Klasifikasi opioid

Berdasarkan asal :

a. Opioid alamib. Opioid semi sintetik c. Opioid sintetik

d. Peptida opioid endogenAlkaloid opioid menimbulkan analgesia melalui kerjanya di daerah otak yang mengandung peptida yang memiliki sifat farmakologik menyerupai opioid. Inilah yang disebut peptida opioid endogen, menggantikan istilah endorfin yang dipakai sebelumnya. Peptida opioid ada 3 :

Enkefalin Endorfin dinorfin

Berdasarkan kerjanya pada reseptor :

5

Page 6: OPIOID Klompok 7

a. Opioid agonis penuh (kuat)Opioid golongan agonis kuat hanya mempunyai efek pendukung.

b. Opioid agonis parsial ( lemah sampai sedang )Opioid agonis parsial dapat menimbulkan efek agonis atau sebagai antagonis dengan menggeser agonis kuat dari ikatannya pada reseptor opioid dan mengurangi efeknya.

c. Opioid hasil campuran agonis dan antagonisOpioid yang merupakan campuran agonis dan antagonis adalah opioid yang memiliki efek agonis pada salah satu subtipe reseptor dan memiliki efek antagonis pada subtipe reseptor lainnya.

d. Opioid antagonisOpioid yang memiliki kerja yang berlawanan dengan salah satu atau beberapa tipe atau subtipe reseptornya.

Berdasarkan rumus bangunnya, opioid dapat dibagi menjadi beberapa derivat. Pembagiannya dapat dilihat pada tabel.

struktur dasar agonis kuatagonis lemah-

sedangcampuran agonis-

antagonisantagonis

Fenantren morfin Kodein nalbufin nalorfin

hidromorfon Oksikodon buprenorfin nalokson

oksimorfon Hidrokodon   naltrekson

       

Fenilheptilamin metadon Propoksifen    

       

Fenilpiperidin meperidin Difenoksilat    

fentanil      

       

Morfinan levorfanol   butorfanol  

       

Benzomorfan     pentazosin  

Tabel 1.2 klasifikasi obat golongan opioid

2.4 Macam-macam Opioid

a. Morfin dan alkaloid opium1. Asal

Opium atau candu adalah getah papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium secara kimia dibagi dalam dua golongan :a) Golongan fenantren, misalnya morfin dan kodein.

6

Page 7: OPIOID Klompok 7

b) Golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan papaverin.

Efek farmakologik masing-masing derivat secara kualitatif sama tetapi berbeda secara kuantitatif dengan morfin.

2. Farmakodinamika) Susunan saraf pusat

AnalgesiaEfek analgetik yang ditimbulkan oleh morfin terutama terjadi sebagai akibat kerja morfin pada reseptor µ. Morfin menimbulkan analgesia dengan cara berikatan dengan reseptor opioid yang didapatkan di susunan saraf pusat dan medula spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Opioid seperti morfin memiliki efek analgetik yang kuat melalui pengaruh pada medula spinalis, walaupun hanya menimbulkan analgesia setempat. Efek analgetik morfin dan opioid lain sangat selektif dan tidak disertai oleh hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa raba, rasa getar, serta penglihatan dan pendengaran.

NarkosisMorfin dosis kecil ( 5-10 mg) menimbulkan euforia pada pasien yang sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau takut disertai muntah dan mual. Morfin juga menimbulkan rasa kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir, apatis, aktivitas motorik berkurang, berkurangnya ketajaman penglihatan, ekstremitas terasa berat, badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi napas dan miosis. Dalam lignkungan tenang orang yang diberikan dosis terapi (15-20 mg) morfin akan tertidur cepat dan nyenyak, napas lambat dan miosis.

Eksitasi

7

Page 8: OPIOID Klompok 7

Beberapa individu terutama wanita dapat mengalami eksitasi oleh morfin, misalnya mual dan muntah yang mendahului depresi.

MiosisMiosis ditimbulkan oleh perangsangan pada segmen otonom inti saraf okulomotor. Meskipun toleransi ringan dapat terjadi akan tetapi pasien adiksi dengan kadar opioid dalam sirkulasi tinggi akan selalu mengalami miosis.

Depresi napasMorfin menimbulkan depresi napas secara primer dan bersinambung berdasarkan efek langsung terhadap pusat nafas di batang otak. Pada dosis kecil morfin sudah menimbulkan depresi napas tanpa menyebabkan tidur atau kehilangan kesadaran. Dosis toksik dapat menyebabkan frekuensi napas 3-4 kali/menit dan kematian pada keracunan morfin hampir selalu disebabkan oleh depresi napas. Pada depresi napas terjadi penurunan frekuensi napas, volume semnit dan tidal exchange.

Mual dan muntahEfek emetik morfin terjadi berdasarkan stimulasi langsung pada emetic chemoreceptor trigger zone (CTZ) dia rea postrema medula oblongata. Namun dengan dosis terapi ( 15 mg morfin) pada pasien bed rest, jarang terjadi mual dan muntah.

b) Saluran cerna Lambung

Morfin menghambat sekresi HCl, walaupun efeknya lemah. Kemudian morfin membuat pergerakan lambung berkurang. Akibatnya, pergerakan isi lambung ke duodenum menjadi diperlambat.

Usus halusMorfin mengurangi sekresi empedu dan pankreas, dan memperlambat pencernaan makanan di usus halus.penerusan isi usus yang

8

Page 9: OPIOID Klompok 7

lambat disertai sempurnanya absorpsi air menyebabkan isi usus menjadi lebih padat.

Usus besarMorfin mengurangi atau mengholangkan gerakan propulsi usus besar dan menyebabkan spasme usus besar. Akibatnya, penerusan isis kolon diperlambat dan feses menjadi lebih keras. Daya persepsi korteks telah dipengaruhi oleh morfin sehingga oasien tidak merasakan kebutuhan untuk defekasi. Pecandu opioid ini terus menerus menderita periode konstipasi dan diare secara bergantian karena tidak terjadi toleransi terhadap efek konstipasi opioid.

Duktus koledokusDosis terapi morfin menimbulkan peninggian tekanan dalam duktus koledokus. Keadaan ini sering disertai perasaan tidak enak di epigastrium sampai gejala kolik berat.

c) Sistem kardiovaskularPerubahan pada sistem kardiovaskular terjadi

akibat efek depresi pada pusat vagus dan pusat vasomotor yang baru terjadi pada dosis toksik. Morfin dan opioid lain menurunkan keampuan sistem kardiovaskular untuk bereaksi terhadap perubahan sikap. Pasien mungkin emngalami hipotensi dan dapat jatuh pingsan akibat vasodilatasi perifer yang terjadi berdasarkan efek langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfin dan opioidlain melepaskan histamin yang merupakan faktor penting dalam timbulnya hipotensi. Namun meskipun begitu, pemberian morfin dosis terapu tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi maupun irama denyut jantung.

d) KulitDalam dosis terapi, morfin menyebabkan

pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit tampak merah dan terasa panas terutama pada area muka, leher, dan dada bagian atas. Keadaaan tsb

9

Page 10: OPIOID Klompok 7

mungkin sebagian disebabkan oleh pelepasan histamin okeh morfin dan seringkali disertai kulit yang berkeringat.

e) MetabolismeMorfin menyebabkan suhu badan turun akibat aktivitas otot yang menurun, vasodilatasi perifer dan penghambatan mekanisme neural di SSP. Kecepatan metabolisme dikurangi oleh morfin. Setlah pemberian morfin volume urin berkurang karena merendahnya laju filtrasi di glomerulus. Selain itu, morfin dapat memodulasi sistem imun dengan mempengaruhi limfosit, pembentukan antibodi, dan kemotaksis.

3. FarmakokinetikMorfin tidak dapat menembus kulit utuh, tapi dapat

diabsorpsi memlaui kulit luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorpsi usus, tapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteraldengan dosis yang sama. Pada awalnya kerja alkaloid opioid setelah suntika IV memiliki kecepatan yang sama, namun setelah suntikan subkutan absorpsinya berbeda-beda. Setelah pemeberian dosis tunggal sebagain dari morfin mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di hepar, sementara sebagian lagi dikeluarkan dalam bentuk bebas. Morfin juga dapat mempengaruhi janin.eskresi morfin terutama dilakukan melalui ginjal. Sebagian kecil morfin tereskresi bebas dalam feses dan keringat. Morfin yang terkonjugasi akan ditemukan dalam empedu.

4. Indikasi

a) Terhadap nyeriMorfin diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati

10

Page 11: OPIOID Klompok 7

dengan analgesik non-opioid. Pada nyeri hebat depresi nafas oleh morfin jarang terjadi.

b) Terhadap batukc) Edema paru akut

Morfin intravena dapat dengan jelas mengurangi/menghilangkan sesak akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri.

d) Efek antidiareAlkaloid morfin berguna untuk menghentikan diare berdasarkan efek langsung terhadap otot polos usus. Pada pengobatan diare yang disebabkan oleh intoksikasi makanan atauintoksikasi akut obat, pmemberian morfin harus didahului oleh pemberian garam atartik untuk mengeluarkan penyebab.

5. Efek sampinga) Idiosinkrasi dan alergi

Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita berdasrakan idiosinkrasi. Bentuknya ialah timbulnya eksitasi dengan tremor. Berdasarkan reaksi alergik dapat timbul gejala seperti urtikaria, dermatitis kontak, dan bersin.

b) Intoksikasi akutIntoksikasi akut morfin atau opioid lain biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri.pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup berat. Frekuensi nafas lambat hingga 2-4 kali/menit.

6. Toleransi, adiksi, dan abuse.Obat-obat golongan opioid yang digunakan secara kontinu dan berulang dapat mengakibatkan terjadinya toleransi atau ketergantungan fisik. Pada dasarnya adiksii morfin menyangkut fenomena berikut :a) Habituasi, yaitu perubahan psikik emosional

sehingga pasien akan ketagihan dengan morfinb) Ketergantungan fisik, yaitu kebutuhan akan morfin

karena faal dan biokimia tubuh tidak berfungsi lagi tanpa morfin

c) Adanya toleransi.

11

Page 12: OPIOID Klompok 7

Toleransi ini timbul terhadap efek depresi, tapi tidak timbul terhadap efek eksitasi, miosis, dan efek pada usus. Toleransi ini biasanya timbul setelah 2-3 minggu.

7. Gejala putus obatJika pecandu menghentikan penggunaan morfin secara tiba-tiba timbullah gejala putus obat atau gejala abstinensi. Menjelang saat dibutuhkannya morfin, pecandu tersebut merasa sakit, gelisah dan iritabel, kemudian tertidur nyenyak. Sewaktu ia bangun ia mengeluh seperti akan mati dan lebih gelisah lagi. Pada fase ini timbul gejala tremor, iritabilitas, lakrimasi, berkeringat, menguap, bersin, mual, demam dan napas cepat. Gejala ini makin hebat disertai timbulnya muntah, kolik dan diare. Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Pasien akan merasa dingin disertai hiperhidrosis. Akibatnya timbul dehidrasi dan berat badan pasien akan menurun. Terkadang juga timbul kolaps kardiovaskular yang bisa berakhir dengan kematian.

b. Meperidin dan derivat fenilpiperidin lain1. Farmakodinamik

a) Susunan saraf pusatMeperidin terutama bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti morfin, meperidin menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, dpresi naas dan efek sentral lain.

AnalgesiaEfek analgetik meperidin serupa dengan efek morfin. efeknya timbul lebih cepat setelah pemberian injeksi subkutan atau Im yaitu dalam 10 menit. Efektivitas meperidin 75-100 mg parenteral kurang lebih sama dengan morfin 10 mg.

Euforia, sedasi dan eksitasiPemberian meperidin pada pasien yang menderita nyeri atau cemas akan menimbulkan euforia. Namun berbeda dengan morfin, dosis toksik meperidin kadang-kadang menimbulkan

12

Page 13: OPIOID Klompok 7

perangsangan SSP seperti tremor dan kedutan otot.

Saluran napasSetelah suntikan IM, meperidin dan morfin menurunkan kepekaan pusat napas terhadap CO2 dan mempengaruhi pusat yang mengatur irama napas dalam pons. Namun berbeda dengan morfin, meperidin terutama menurunkan tidal volume dan kurang mempengaruhi frekuensi napas.

Efek neural lainPemberian meperidin secara sistemik menimbulkan anestesia kornea, dengan akibat menghilangnya refleks kornea. Berbeda dengan morfin, meperidin tidak mempengaruhi diameter dan refleks pupil.

b) Sistem kardiovaskularPemberian dosis terapi meperidin pada pasien bed rest tidak memepengaruhi sistem kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard dan tidak mengubah gambaran EKG.

c) Otot polosKerja meperidin juga mempengaruhi saluran cerna, otot bronkus, ureter dan uterus.

2. FarmakokinetikAbsorpsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan bervariasi antar individu. Setelah pemberian secara oral, sekitar 50% obat mengalami metabolisme lintas pertama dan kadar maksimal dalam plasma tercapai 1-2 jam. Stelah pemberian meperidin secara IM, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama. Kemudian penurunan berlangsung lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama berlangsung di hati.

13

Page 14: OPIOID Klompok 7

Pada manusia, meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat dan sebagian kemudian mengalami konjugasi. Masa paruh meperidin ± 3 jam. Meperidin bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demetilasi.

3. IndikasiMeperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia.

4. Efek samping, kontra indikasi, dan intoksikasiEfek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi dan disforia. Sementara itu, kontraindikasi penggunaan meperidin menyerupai kontraindikasi terhadap morfin dan opioid lain. Takar lajak meperidin dapat mengakibatkan timbulnya tremor dan konvulsi bahkan juga depresi napas, koma dan kematian.

5. Adiksi dan toleransiToleransi terhadap efek depresi meperidin timbul lebih lambat dibanding dengan morfin. Sementara itu, gejala putus obat pada penghentian tiba-tiba penggunaan meperidin timbul lebih cepat tapi berlangsung lebih singkat daripada gejala setelah penghentian morfin dengan gangguan sistem otonom yang lebih ringan.

c. Metadon dan opioid lain1. Farmakodinamik

a) Susunan saraf pusatEfek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat dengan efek 10 mg morfin. Dalam dosis tunggal, metadon tidak menimbulkan hipnosis sekuat morfin.

b) Otot polosMetadon menimbulkan konstipasi dan spasme saluran empedu pada manusia.

14

Page 15: OPIOID Klompok 7

c) Sistem kardiovaskularMetadon menyebabkan vasodilatasi perifer . obat ini merendahkan kepekaan tubuh terhadap CO2 yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah serebral dan kenaikan tekanan darah serebrospinal.

2. Indikasia) Analgesia

Efek analgetik mulai timbul 10-20 menit setelah pemberian parenteral atau 30-60 menit setelah pemberian oral metadon. Obat ini menyebabkan depresi napas pada janin sehingga tidak dianjurkan sebagai analgesik pada persalinan. Sementara itu, gejala putus obat yang ditimbulkan oleh metadon tidak sekuat dari yang ditimbulkan oleh morfin atau heroin tapi berlangsung lebih lama, dan timbulnya lebih lambat.

3. Efek sampingMetadon menyebaban efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu, berkeringat, mual dan muntah. Seperti pada morfin, efek smaping ini lebih sering timbul pada pemberian oral pada pasien berobat jalan.

4. Toleransi dan kemungkinan adiksiToleransi metadon dapat timbul terhadap efek analgetik, mual, anoreksia, sedasi, depresi napas, dan efek kardiovaskular, tapi tidak timbul terhadap konstipasi. Sementar itu, kemungkinan timbul adiksi ini lebih kecil daripada adiksi morfin.

d. Propoksifen1. Farmakodinamik

Propoksifen terutama terikat pada reseptor µ meskipun kurang selektif dibandingkan morfin. Propoksifen 65-100 mg secara oral memberikan efek yang sama kuat dengan 65 mg kodein, sedangkan 130 mg propoksifen parenteral menimbulkan analgesia yang sama kuat dengan 50 mg meperidin parenteral. Tetapi propoksifen

15

Page 16: OPIOID Klompok 7

menimbulkan perasaan panas dan iritasi di tempat suntikan. Obat ini tidak berefek antitusif.

2. FarmakokinetikPropoksifen diabsorpsi setelah pemberian oral maupun parenteral. Biotransformasi propoksifen dengan cara N-demetilasi yang terjadi dalam hati.

3. IndikasiPropoksifen hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan hingga sedang. Dosis propoksifen untuk orang dewasa biasanya 4 kali 65 mg sehari.

4. Efek sampingPada dosis terapi propoksifen tidak banyak mempengaruhi sistem kardiovaskular. Sementara itu, dosis toksik biasanya menimbulkan depresi napas dan konvulsi.

5. Adiksi dan gejala putus obatTimbulnya adiksi terhadap propoksifen lebih kecil kemungkinannya daripada opioid lain. Penghentian tiba-tiba pada terapi dengan propoksifen akan menimbulkan gejala putus obat ringan. Obat ini cukup iritatif pada pemberian subkutan, sehingga tidak digunakan secara parenteral.

e. antagonis opioidobat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak efek kecuali bila ebelumnya telah ada efek agonis opioid atau bila opioid endogen sedang aktif misalnya pada keadaan stres atau syok. Obat-obat tersebut antara lain :

1. nalorfin, levalorfan, siklasozin dan sejenisnya.a) Farmakodinamik

Efek tanpa pengaruh opioidtampa pengaruh opioid, nalokson menurunkan ambang nyeri, mengantagonis efek analgetik, dan mengantagonis analgesia yang terjadi akibat perangsangan jarum akupuntur.sementara itu,

16

Page 17: OPIOID Klompok 7

semua efek agonis opioid pada reseptor µ diantagonis oleh nalokson dosis kecil yang diberikan secara IM atau IV. Malorvin dan levalorvan juga menimbulkan depresi napas yang diduga karena kerjanya pada reseptor ҡ. Namun berbeda dengan morfin, depresi napas ini tidak bertambah dengan bertambahnya dosis.

Efek dengan pengaruh opioidSemua efek agonis opioid pada reseptor µ diantagonis oleh nalokson dosis kecil ( 0,4 – 0,8 mg ) yang diberikan IM atau IV. Frekuensi napas meningkat dalam 1-2 menit setelah pemberian nalokson pada pasien dengan depresi napas akibat agonis opioid. Pada dosis besar, nalokson juga menyebabkan kebalikan dari efek psikomimetik dan disforia akibat agonis antagonis. Antagonisme nalokson ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung dosisnya.

b) FarmakokinetikNalokson hanya dapat diberikan parenteral dan efeknya segera terlihat setelah penyuntikan IV. Obat ini dimetabolisme di hati. Waktu paruhnya kira-kira 1 jam dengan masa kerja 1-4 jam.

c) Toleransi dan ketergantungan fisikNalokson, nalorfi, dan levalorvan kecil kemungkinan untuk disalahgunakan karena tidak menyebabkan ketergantungan fisik, tidak menyokong ketergantungan fisik morfin, dan dari segi subyektif dianggap sebagai obat yang kurang menyenangkan bagi para pecandu.

d) IndikasiAntagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi napas akibat takar lajak opioid, atau pada bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang mendapat opioid sewaktu persalinan. Obat ini juga digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati ketergantungan fisik terhadap opioid.

17

Page 18: OPIOID Klompok 7

f. Agonis parsial1. Pentazosin

a) FarmakodinamikEfek obat ini terhadap susunan syaraf pusat mirip dengan efek opioid yaitu menyebabkan analgesia, sedasi dan depresi napas. Setelah pemberian secara IM analgesia mencapai maksimal dalam 30-60 menit dan berakhir seetelah 2-3 jam. Pada dosis 60-90 mg obat ini menyebabkan disforia dan efek psikomimetik mirip nalorfin yang hanya dapat diantagonis oleh nalokson. Efeknya terhadap saluran cerna mirip efek opioid, sedangkan pada uterus efeknya mirip meperidin.

b) FarmakokinetikPentazosin diserap baik melalui cara apa saja. Obat ini dimetabolisme secara intensif di hati untuk kemudian dieskresi sebagai metabolit melalui urin.

c) IndikasiObat ini diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang, tapi kurang efektif dibandingkan morfin untuk nyeri berat.

d) Toleransi dan gejala putus obatToleransi dapat timbul terhadap efek analgetik dan subyektif pad pemberian berulang. Ketergantungan fisik dan psikis dapat pula terjadi tapi kemungkinannya jauh lebih kecil. Gejala putus obat yang terjadi diantaranya mirip gejala putus nalorfin sedangkan sebagian lagi mirip gejala putus obat morfin. Penyuntikan berulang pada tempat yang sama dapat menyebabkan ulserasi dan jaringan parut.

2. ButorfanolButrofanol secara kimia mirip dengan levorfanol akan tetapi profil kerjanya mirip pentazosin. Seperti pentazosin dan obat lain yang dihipotesiskan bekerja pada reseptor ҡ dan ð, peningkatan dosis tidak disertai memberatnya depresi napas yang menonjol. Dosis

18

Page 19: OPIOID Klompok 7

analgetik butorfanol juga meningkatkan tekana arteri pulmonal dan kerja jantung. Butorfanol mirip dengan morfin dalam hal mula kerja, waktu tercapainya kadar puncak dan masa kerja, sedangkan waktu paruhnya kira-kira 3 jam.Efek samping utama butorfanol adalah kantuk, rasa lemah, berkeringat, rasa mengambang dan mual. Sedangkan efek psikomimetik lebih kecil dibanding pentazosin pada dosis ekuianalgetik. Kadang-kadang terjadi gangguan kardiovaskular yaitu palpitasi dan gangguan kulit.

3. BuprenorfinMerupakan agonis parsial reseptor µ. Buprenorfin menimbulkan analgesia dan efek lain pada susunan saraf pusat seperti morfin. Masa kerjanya umumnya lebih panjang daripada morfin, karena lambat dilepaskan dari reseptor µ. Tergantung pada dosis, buprenorfin dapat menyebabkan gejala abstinensi pada pasien yang sedang menggunakan agonis reseptor µ untuk beberapa minggu. Buprenorfin dapat menimbulkan ketergantungan fisik dengan gejala dan tanda-tanda putus obat seperti morfin, tapi tidak terlalu berat. Selain sebagai analgesik, buprenorfin juga bermanfaat untuk terapi penunjang pasien ketergantungan opioid dan pengobatan adiksi heroin.

4. TramadolTramadol sama efektif dengan morfin atau memepridin untuk nyeri ringan sampai sedang, tapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Untuk nyeri persalinan tramadol sama efektif dengan meperidin dan kurang menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus.Tramadol mengalami metabolisme di hati dan eskresi oleh ginjal, dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam setelah penggunaan secara oral, dan mencapai puncak dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6 jam, sedangkan dosis maksimum perhari yang dianjurkan 400 mg.

19

Page 20: OPIOID Klompok 7

Efek sampingtramadol yang umum adalah mual, muntah, pusin, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala. Tramadol juga dapat menyebabkan konvulsi atau kambuhnya serangan konvulsi. Ketergantungan fisik terhadap tramadol dan penyalahgunaan dilaporkan dapat terjadi. Meskipun potnsi penyalahgunaan belum jelas, tapi tramadol sebaiknya dihindarkan pada pasien dengan sejarah adiksi.

g. Antitusif non-opioid1. Dekstrometorfan

Dektrometorfan tidak meiliki efek analgetik atau bersifat adiktif. Dalam dosis terapi dekstrometorfan tidak menghambat aktivitas silia bronkus dan efek antitusifnya bertahan 5-6 jam. Toksisitas zat ini rendah sekali, tapi dosis sangat tinggi mungkin menimbulkan depresi napas.

2. NoskapinPada dosis terapi, zat ini tidak berefek terhadap susunan syaraf pusat kecuali sebagai antitusif. Zat inipun tidak menimbulkan habituasi atau adiksi.

20

Page 21: OPIOID Klompok 7

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Opioid adalah bahan kimia yang bekerja dengan mengikat reseptor opioid, yang ditemukan terutama di sistem saraf pusat dan saluran pencernaan. Reseptor di kedua sistem organ memediasi kedua efek menguntungkan dan efek samping opioid.

Opioid mempunyai 3 jenis reseptor utama , yaitu Reseptor mu ( µ )yang memperantarai efek alangetik mirip morfin, euforia, depresi nafas, miosis, dan berkurangnya motilitas saluran cerna.Reseptor delta ( ð ), memegang peranan dalam menimbulkan depresi pernapasan yang ditimbulkan opioid.Reseptor kappa ( ҡ ),memperantarai analgesia seperti sedasi serta miosis dan depresi napas yang tidak sekuat agonis µ.

Beberapa bahan yang termasuk kedalam golongan Opioid :

a. Morfin dan alkaloid opium

21

Page 22: OPIOID Klompok 7

b. Meperidin dan derivat fenilpiperidin lainc. Metadon dan opioid laind. Propoksifene. antagonis opioidf. Agonis parsialg. Antitusif non-opioid

3.2 Saran

Diharapkan setiap tenaga kesehatan dan masyarakat umum lainnya dapat

mengetahui, mengenal dan memahami bahan-bahan yang berbahaya bagi

kesehatan tubuh dan berdampak buruk terhadap masa depan penggunanya.

Daftar Pustaka

Departemen Farmakologi FKUI.2009.Farmakologi dan terapi edisi 5.Jakarta:Balai Penerbit FKUI

Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI.Kumpulan Kuliah Farmakologi.Diakses pada tanggal 25 Agustus 2013 dari http://books.google.co.id/books?id=MVw2VCMXrEgC&pg=PA543&dq=farmakodinamik+opioid&hl=id&sa=X&ei=5KAaUueUF8vhrAebuIGQDg&ved=0CCoQ6AEwAA#v=onepage&q=farmakodinamik%20opioid&f=false

22