onikomikosis - copy terbaru

Upload: camelia-seravina

Post on 14-Oct-2015

151 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

ONIKOMIKOSIS

I. PENDAHULUANPenyakit kulit yang yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai terutama di negara tropis karena udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat cocok bagi berkembangnya penyakit jamur khususnya mikosis superfisialis. Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis.1Onikomikosis adalah istilah umum untuk semua kelainan kuku akibat infeksi jamur. Semula, secara tradisional istilah onikomikosis hanya digunakan untuk infeksi nondermatofit. Zaias menyatakan onikomikosis adalah kelaianan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita,rags (yeasts) dan kapang ( molds). Tinea unguium adalah kelainan kuku akibat infeksi dermatofit.1,2Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut " dermatofitosis ". Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan- lapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis. (mikosis superfisialis)Tinea unguium menyebabkan masalah bagi pasien, berupa fisik dan psikologis. Permasalahan lain yang ada adalah pengobatan onikomikosis bersifat menahun dan resisten pada pengobatan.1,3Tinea unguium menular melalui kontak langsung dengan sumber (manusia atau hewan terinfeksi), atau lingkungan yang mengandung spora jamur misalnya tempat mandi umum. Faktor predisposisi antara lain riwayat onikomikosis dalam keluarga , kelainan anatomi kuku, trauma dan penyakit sistemik yang mendasari ( mis psoriasis, imunosupresi, sirkulasi perifer yang buruk kelembaban, trauma pada kuku, dan penurunan sistem imun. Kebiasaan penggunaan kaos kaki dan sepatu yang lama, dan penggunaan pemandian umum ikut meningkatkan risiko tertular penyakit.3,4

II. EPIDEMIOLOGIOnimikosis dijumpai diseluruh dunia dan merupakan kelainan kuku yang sering dijumpai ( kurang dari 20 % dari seluruh penderita penyakit kuku). Kurang lebih 30% dari kasus infeksi dermatofit di tempat lain, yang menderita juga tinea unguium. Diperkirakan 90% kuku orang tua mengandung jamur.5Onikomikosis bisa didapat pada masa anak- anak maupun dewasa. Namun insiden ini meningkat dengan penambahan umur. 1% dari pada individu- individu dengan umur dibawah 18 terinfeksi dan dan 50% yang terbanyak yaitu dari individu- individu dengan umur lebih dari 70 tahun. Untuk jenis kelamin, entah kenapa, lebih banyak diderita oleh kaum pria.6Dilihat dari penyebabnya, antara 95%- 97% disebabkan oleh T. rubrum dan T. mentagrophytes. Dan yang lebih sedkit adalah: Epidermophyton floccosum, T. violaceum, T.schoenleinii, T. verrucosum ( biasanya Cuma menyerang jari- jari tangan). Molds jarang menjadi patogen primer untuk onikomikosis, tetapi lebih ke arah koloni sekunder pada distrofi kuku. Acremonim,fussarium, dan Aspergillus spp jarang menyebabkan SWO. Lebih dari 40 spesies molds dilaporkan, diisolasi dari distrofi kuku.6Berdasarkan daerah biasanya pada daerah tropis lebih sering. Lebih banyak di daerah kota di bandingkan dengan daerah terpencil ( ini berhubungan dengan seringnya pemakaian sepatu).6,7Infeksi dermatofit ditularkan dari seorang individu ke individu lainnnya, dengan cara droplet atau kontak langsung. Biasanya antara sesama anggota keluarga. Beberapa bentuk spora (artrokonidia) masih dapat hidup dan masih mempunyai daya infeksi jika di lingkungan selama 5 tahun. Kalau molds berada dilingkungan, tidak ditularkan anatara manusia.6Faktor risiko. Atopik menambah resiko untuk terinfeksi T. rubrum. Juga pada individu yang memiliki diabetes melitus, pengobatan dengan menekan sistem imun tubuh, penyakit HIV. Untuk jari- jari kaki yang terutama adalah pemakaian sepatu atau alas kaki yang tertutup.6,8

III. ETIOPATOFISIOLOGIUntuk lebih memahami mengenai etiopatogenesis, terlebih dahulu kita mengenal anatomi dari kuku. Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk ( stratum korneum) yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang terbuka di atas jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut lemoeng kuku ( nail plate) dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira- kira 1 mm perminggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku ( nail groove). Kulit tipis yang menutup kuku di bagian proksimal disebut eponikium, sedang kulit yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium.

gambar 1 A. sumber : struktur kuku sumber Skin and Nail: Barrier Function, Structure, and Anatomy Considerations for Drug Delivery/ Particle Sciences - Technical Brief: 2009: Volume 3 diunduh dari http://www.particlesciences.com/news/technical-briefs/2009/skin-and-nail.html diunduh pada tangal 11 juni 2014. B. anatomi kuku. Sumber: Nail anatomy- diagram picture: 07 Mei 2014 : diunduh dari http://diagrampic.com/fingernail-anatomy diunduh pada tanggal 11 juni 2014

Berikut ini adalah tiga golongan jamur yang berhubugan dengan penyebab terjadinya onikomikosis.2,8

Tabel 1. Golongan jamur penyebab onikomikosis, sumber Clinical Microbiology Reviews.2Tabel 2. Karakteristik Dermatofit Terbanyak (sumber jurnal etiopaotgenesis dermatofitosis)11Morfologi KoloniGambaranMikroskopikKeterangan

Koloni: seperti bulu datar dengan lipatan central dan warna kuning kehijauan, kuning kecoklatan.

Gambaran mikroskopik: tidak ada mikrokonidia, beberapa dinding tipis dantebal. Makrokonidiaberbentuk gada.

Koloni: datar dan berwarna putih keabuandengan celah radial yang lebar. Berwarnapink-salmon pada media PDA.

Gambaran mikroskopik: terminalklamidoko-nidia dan hifa berbentuk sepertisisir.

Koloni: datar, warna putih hingga kuning,kasar dan berambut, dengan celah radial yangrapat. berwarna kuning pada PDA

Gambaran mikroskopik: beberapamikroko-nidia, sejumlah dinding tebal danmakrokoni-dia bergerigi dengan knob padaujungnya.

Koloni: datar dan granuler dengan pigmencoklat hingga berwarna sepertti kambing

Gambaran mikroskopik: beberapamikroko-nidia, sejumlah makrokonidaberdinding tipis tanpa knob.

Koloni: putih hingga krem denganpermukaan seperti tumpukan kapas pada PDAtidak muncul pigmen.

Gambaran mikroskopik: mikrokonidia yangbergerombol, bentuk cerutu yang jarang,terkadang hifa spiral.

Koloni: putih bertumpuk di tengah danmaroon pada tepinya berwarna merah cheripada PDA.

Gambaran mikroskopik: beberapamikrokonida berbentuk airmata, sedikitmakrokonidia berbentuk pensil

Koloni: berbentuk timbunan atau lipatankeputihan.

Gambaran mikroskopik: hifa denganknob berbentuk tanduk rusa, banyakklamidokonidia

Koloni: bagian tengah seperti kulit sepatuterbalik dengan bulu di bagian tepi. warnaputih hingga kuning atau maroon

Gambaran mikroskopik: sejumlah konidiaberaneka bentukdan kadang makrokonidiaberbentuk cerutu

Koloni: kecil dan bertumpuk, kadang datar,warna putih hingga abu kekuningan

Gambaran mikroskopik: rantai klamikonidiapada SDA. Makrokonidia yang panjang dantipis seperti ekor tikus.

Koloni: Seperti lilin dan bertumpuk, warnamerah keunguan.

Gambaran mikroskopik: hifa irreguler denganklamikonidia di antaranya. Pada SDA tidakada mikro atau makrokonidia.

Keterangan : PDA = Potato Dextrose Agar, media pertumbuhan jamur pada kultur.SDA = Sabouraud Dextrose Agar, media pertumbuhan jamur pada kulturOnikomikosis oleh karena dermatofisTerjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu:1. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai,kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan (silent carrier).112. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat dipakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah / tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.3. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. (Gambar 1)1. 2. gambar 2 patogenesisdermatofit (titik dan garis merah)memasuki stratum korneum dengan merusak lapisan tanduk dan juga menyebabkan responsradang (titik hitam sebagai sel-sel radang) yang berbentuk eritema, papula, dan vasikulasi

Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu.

Perlekatan dermatofit pada keratinositPerlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena tergantung pada jenis strainnya.Penetrasi dermatofit melewati dan di antara selSpora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 46 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada keratin. Dalam upaya bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk tersebut, jamur patogen menggunakan beberapa cara: 1) Penyamaran, antara lain dengan membentuk kapsul polisakarida yang tebal, memicu pertumbuhan filamen hifa, sehinggga glucan yang terdapat pada dinding sel jamur tidak terpapar oleh dectin-1, dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel, sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.2) Pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme penghambatan imun pejamu atau secara aktif mengendalikan respons imun mengarah kepada tipe pertahanan yang tidak efektif, contohnya Adhesin pada dinding sel jamur berikatan dengan CD14 dan komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding makrofag yang berakibat aktivasi makrofag akan terhambat.3) Penyerangan, dengan memproduksi molekul yang secara langsung merusak atau memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau protease. Jamur mensintesa katalase dan superoksid dismutase, mensekresi protease yang dapat menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan proses invasi oleh jamur, dan memproduksi siderospore (suatu molekul penangkap zat besi yang dapat larut) yang digunakan untuk menangkap zat besi untuk kehidupan aerobik.11Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum korneum bervariasi dan dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat membatasi kemampuan dermatofit dalam melakukan penetrasi pada stratum korneum.

Mekanisme pertahanan non spesifikPertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan alami terdiri dari: 1. Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, bertindak sebagai barrier terhadap masuknyadermatofit. Stratum korneum secara kontinyu diperbarui dengan keratinisasi sel epidermis sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang menginfeksinya. Proliferasi epidermis menjadi benteng pertahanan terhadap dermatofitosis, termasuk proses keradangan sebagai bentuk proliferasi akibat reaksi imun yang dimediasi sel T.2. Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara makroskopi berupa pustul, secara mikroskopis berupa mikroabses epidermis yang terdiri dari kumpulan netrofil di epidermis, dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme oksidatif.3. Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated transferrin dan 2-makroglobulin keratinase inhibitor dapat melawan invasi dermatofit. (etiopatogenesis junal)

Onikomikosis karena kandidaPenyakit ini teuatam menyerang orang dewasa, wanita 2 samapi 3 kali lebih banyak daripada laki-laki. Yang terutama diserang adalah jari2 jari tangan yang 70% dalam bentuk paronkial. Faktor- faktor presdisposisi pada penyakit ini.1. Faktor lokal Kuku yang rusak akibat gosokan, atau bahan kimia selam manicure Pekerjaan di air asin Maserasi dan penutupan kuku Pekerjaan pencuci piring, tukang masak2. Faktor sistemik Diabetes melitus Hipoparatiroidisme Malnutrisi Tumor ganas3. Faktro iatrogenik Kortikosteroid Antibiotik Antimitoik 4. Kandidiasis mokotum kronikPenyakit infeksi oleh kandida pada kuku, mukosa, kulit yang sifatnya kronik terjadi begitu. Pada seluler ditemukan gangguan sistem imun selular: fungsi sel T terganggu, limfositopenia, terganggunya tranformasi leukosist, kemotaksis neutrofil terganggu.1Oniko mikosis kerana molds Moulds merupakan organisme vegetatif, berbeda dengan dermatofita karena organisme ini tidak sensitif terhadap griseofulvin dan tidak membentuk hifa udara. Sebagian besar jamur jenis moulds ini patogen terhadap manusia. Bereston dan Keel (1941) untuk pertama kali mengisolasi Asperqillus dari kuku, serta mendemonstrasikan dengan sediaan langsung.Walshe English (1966) walaupun banyak penyelidikan menemukan moulds ini tumbuh sebagai safrofit pada kuku, akan tetapi moulds ini dapat dideteksi langsung dengan mikroskop dalam bentuk filamen.Jamur jenis moulds ini biasanya didapatkan di tanah, menyerang kuku pada ibu jari, dan penderita tua berumur di atas 60 tahun. Faktor predisposisi pada penyakit mi adalah : faktor lingkungan, gangguan peredaran darah perifer (vena, arteri, limfe) dan juga faktor anatomis (jari-jari yang tumpang tindih). Onikomikosis karena moulds bisa juga menyerang kuku jari-jari tangan, apabila terkontaminasi oleh jamur mi yang ada pada tumbuhtumbuhan di taman atau kebun. 'Penurunan imunitas dapat terjadi pada orangtua, pasien imunokompromais, pengguna obat miunosupresan dan antibiotik jangka panjang. Pada anak-anak onikomikosis jarang ditemukan, kemimgldnan dihubungkan dengan pajanan terhadap penyebab relatif jarang, pertumbuhan kuku yang lebih cepat, dan prevalensi tinea pedis yang rendah.1IV. GEJALA KLINIS Dikenal empat bentuk klinis dari onkomikosis, yaitu onikomikosis subngual distal, onikomikosis superfisial putih,oniksubungual proksimal, onikomikosis kandida.1. Onikomikosis subungual distalOnikomikosis subungual distal merupakan bentuk klinik yang paling sering dijumpai. Diawali dengan suatu invasi pada startum korneum hiponikium dan dasar kuku distal. Biasanya didahului dengan adanya dermatofosis/ kadidiasis plamaris dan plantaris. Proses ini menjalar ke proksimal dalam dasar kuku dan menyerang bagian ventral lempeng kuku. Sebagai respon terhadap infeksi timbul reaksi hiperproliferatif dasar kuku dan mengakibatkan hiperkeratosis subungual yang dapat melepaskan lempeng kuku dari dasar kuku. Apabila proses berlanjut , invasi pada lempeng akan menimbulkan kuku yang distrofik progresif. ( marwali)

2. Onikomikosis subungual superfisial putihHanya mengenai kuku jari. Kelainan ini juga jarang ditemui; terjadi bila jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng kuku. Khnis ditandai bercak-bercak putih keruh berbatas tegas yang dapat berkonfluensi. Kuku menjadi kasar, lunak, dan rapuh. Penyebab tersering adalah T. mentagrophytes, meskipun kadang beberapa kapang nondermatofita antara lain Aspergillus, Acremonium dan Fusarium dapat ditemukan.1

3. Onikomikosis subngual proksimalInfeksi dimulai dari lipat kuku proksimal. melalui kutikula dan masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak ke arah distal. Kelainan berupa hiperkeratosis dan onikolis proksimal. serta destruksi lempeng kuku proksimal. Bentuk ini merupakan bentuk paling jarang dijumpai, tetapi umum ditemukan pada penderita AIDS. Penyebab biasanya T. rubmi

gambar 3. Onikomikos , sumber 8.Kashyab B, Bhalla P, Kaur R. Juni 2008. Onychomycosis-epidemiology, diagnosis and management. Indian Journal of Medical Mycrobiology. Volume 26 no 3, hal 108- 106. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18445944 pada tanggal 10 juni 2014.4. Onikomikosis kandidaOnikomikosis kandida (OK): Infeksi dapat dibedakan dalam 3 kategori, yakni (1) dimulai sebagai paronikia yang kemudian menginvasi matriks sehingga memberikan gambaran klinis depresi transversal kuku. sehingga kuku menjadi cekung, kasar, dan akhirnya distrofi. (2). Pada kandidosis kronik mukokutan, kandida langsung menginvasi lempeng kuku sehingga baru pada stadium lanjut tampak sebagai pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral yang membentuk gambaran pseudoclubbing alau chicken drumstick. (3). Invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama terjadi pada tangan, tampak sebagai hiperkeratosis subungual dengan massa abu-abu kekuningan dibawahnya, mirip OSD.

gambar 4. Oleh karena candida . sumber 8.Kashyab B, Bhalla P, Kaur R. Juni 2008. Onychomycosis-epidemiology, diagnosis and management. Indian Journal of Medical Mycrobiology. Volume 26 no 3, hal 108- 106. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18445944 pada tanggal 10 juni 2014.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan sediaan mikroskopis langsung yang dikuti pemeriksaan biakan untuk identidikasi spesies penyebab. Penentuan spesies bermandaat untuk penentuan jenis obat dan menilai prognosisPengambilan sediaan pada penderita onikomikosis harus memenuhi pesyaratan persyaratan, anatara lain: penderita bebas dari obat beberapa hari aau minggu , sediaan diambil pada lokasi yang tepat , sediaan terpisah anataa kuku jari tangan dan kaki6Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20 -30 % dalam air atau dalam dimetil sulfoksida (DNSO) 40% untuk mempermuda lisis keratin. Zata warna tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan mempermudah visualisasi jamur. Penambahan zat warna chlorazol; black E atau calcofluor white pada KOH bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat khitin yang merupakan dinding jamur tetapi tidak ada keratin atau benang dan artefak lainnya. Namun untuk calfluor white dibutuhkan mikroskop fluorensensi untuk memeriksanya.6Selain memastikan hasil positif atau negatif , perlu dicari bentuk tipikal atau atipikal elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak beerwarna (hialin)Bila secara klinis kecurigaan onikomikosis besar tetapi hasio sediaan mikroskopis langsung maupun tidak langsung negatif , pemeriksaan hsitologi dapat membantu dapat dilakukan dengan biopsi kuku atau cukup nail clippings pada OSD. Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempengan kuku dan bukan komensal atau kontaminan di luar lempeng.11VI. DIAGNOSISDiagnosis langsung dapat ditegakkan pada pasien dengan gambaran klinis debris hiperkeratotik subunguium dan kuku yang rapuh. Buat preparat KOH dari debris subngual setelah kuku yang abnormal digunting dan bagian yang terinfeksi yang paling proksimal dikerok dengan kuret. Pemeriksaan KOH positif pada sekitar 50% pasien.2

VII. DIAGNOSIS BANDINGPsoriasis:cari pitting kuku, yang khas pada kelainan kuku psoriatic, serta tanda-tanda psoriasis di tempat lain. Onikomikosis dan psoriasis kuku dapat terjadi bersamaan.Disatrofi kuku akibat eczema: pada perubahan kuku ekzematosa , lempeng kuku tidak rusak dan tidak ditemukan debris hiperkeratotik subungual.Psoriasis pada kukuKuku psoriasis sering dijumpai dengan insiden yang dilaporkan antara 10- 50 %Gejala klinik. Pada lempeng kuku terdapat pits atau terowongan , pada satu kuku atau tersebar pada beberapa kuku. Terowongan ini disebabkan oleh psoriasis pada matriks kuku. Kadang- kadang terdapat cegkungan yang transversal ( beaus line), leukonikia dengan permukaan kasar atau licin. Pada dasar kuku terdapat pendarahan dan berwarna merah. warna hijau kekuningan dapat terjadi pada hiponikia di daerah onikolisis. Pada kuku psoriasis sering terjadi onikolisis, pelepasan kuku dapat terjadi mendadak meliputi beberpa kuku . Distrofi kuku akibat ekzemaVIII. PENATALAKSANAANPengobatana. Gunting kelainan kuku dan kerok semua debris yang ada b. Pengobatan peroral : Griseofulvi n ukuran mikro 1,0 g/hari dalam dua dosis atau griseofulvin ukuran ultramikro 0,5 g/ hari dalam dua dosis selama 3-4 bulan untuk kelainan di kuku ekstremitas superior atau 6- 8 bulan untuk kelainan di kuku ekstremitas inferior. Pantau fungsi sistem organ hematopoietik dan hati setiap 1-2 bulan selama terapi. Dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. c. Terapi topikal: 1. Terapi topikal saja jarang dapat menyembuhkan penyakit ini.2. Larutan sulkonazol, klotrimazol, atau haloprogin dua kali sehari atau gel nafatifin sekali sehari dapat dipakai sebagai tambahan terhadap terapi oral. Teraoi topikal harus dilanjutkan setelah terapi oral selesai, untuk mencegah terjadinya kekambuhan.d. Bila resisten, pertimbangkan biakan kerokan kuku pada medium Saboraud dengan antibiotik untuk mengidentifikasi organisme penyebab.1. Penyebab yang paling sering adalah dermatofit yang berespon terhadap griseofulvin.2. Infeksi karena ragi tidak berespon terhadap griseofulvin. Pada kasus ini pertimbangkan ketokonazole 200 mg/hari per oral, yang mungkin efektif terhadap ragi dan dermatofit. Namun pemantauan laboratorium diperlukan setiap 2 minggu, khususnya untuk menghindari risiko hepatitis karena induksi obat, dan obat ini mahal.

e. Pembedahan 1. Avulsi kimia: preparat urea 40% tersedia di pasarani. Kenakan pada daerah kuku yang terkena; perintahkan pasien untuk menjaga kukunya tetap kering dan tutupi selama 5- 7 hariii. Kulit yang normal harus dilindungiiii. Kerok kuku yang sakit dengan kuret, dan berikan terapi oral dan topikal2. Avulsi bedahi. Anestesia dengan lidokain 1% tanpa epinefrin sebagai blok saraf disertai dengan infiltrat lokal. Tindakan seperti ini pada pengangkatan kuku jari yang tumbuh ke dalam.ii. Bila lebih dari dua atau tiga kuku terkena, prognosis kesembuhan buruk, dan avulsi jangan dilakukan.f. Kuku yang pada awalnya tidak memberi respon terhadap pengobatan mungkin diserang oleh Tricophyton rubrum. Infeksi ini memberi respon yang lambat, dan dosis griseofulvin mungkin perlu ditingkatkan sampai 50%; griseofulvin ultramikro 250 mg tid.g. Beberapa pasien yang hanya mengalami infeksi kuku jari mungkin dapat menerima pengobatan topikal saja, karena prognosis penyakit yang buruk dan risiko potensial pemakaian jangka panjang obat oral.Pendidikan pasienA. Beritahu pasien bahwa kuku tumbuh secara lambat dan bahwa perbaikan harus dinilai secara bulanan bukan harian atau mingguanB. Sering terjadi kekambuhan , khususnya pada kuku jari. Bila pasien tidak menunjukan gejala- gejala akibat lesi, mungkin lebih baik tidak ada diberi pengobatan.4C. Pemakaian yang lama dari terapi topikal antijamur penting untuk mencegah relaps setelah terapi selesai dan avulsi.2

IX. PROGNOSISmeskipun dengan obat- obat baru dan dosis optimal, 1 di anatara 5 kasus onikomikosis ternayata tidak memberi respon baik. Penyebab kegagalan diduga adalag diagnosis tidak akurat, salah indentifikasi penyebab, adanya penyakit kedua, misalnya psoriasis. Pada beberapa kasus, karekteristik kuku tertentu yakni pertumbuhan lama dan sangat tebal juka merauapakn penyulitm selain faktor predisposisi teruatama pada orang dengan sistem imun ditekan. Menghindari penyebabnya seperti sepat dan tas yang kira2 sudah dipakai.5,6X. KESIMPULANOnikomikosis adalah suatu infeksi jamur yang bersifat kronik progresif pada aparatus kuku. Paling banyak disebabkan oleh jamur dermatofit dan jarang disebabkan oleh spesies kandida.1Onikomikosis atau infeksi pada kuku , mencakup tinea unguinum , yang merupakan infeksi kuku oleh jamur dermatofit, serta jamur nondermatofit , termasuk ragi misalnya ( mis. Trichosporon, Aspergillus, Scopulariopsis). Onikolisis adalah pemisahan lempeng kuku di sebelah distal dan lateral dari dasar kuku. Tumbuhnya jamur pada kuku menyebabkan distrofi , disertai dengan penebalan lempeng kuku, kerapuhan dan kuku hancur, yang menyebabkan timbunan kotoran dan skuama hiperkeratotol subungual.4,6

DAFTAR PUSTAKA1. Budi Putra Imam, 27 september 2008, onikomikosis.USU Institutional Repository. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3416 pada tanggal 10 juni 20142. Elewski E. Boni. Juli 1998, Onychomycosis: Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Clinical Microbiology Reviews. Volume 11. No 3. Hal 415- 129. Di unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88888/ pada tanggal 10 juni 20143. Yuda Sujana Kadek, Darmada IGK, Rusyati Luh Made Mas. 2014, Terapi denyut itrakonazol pada kasus tinea unguium E-Jurnal Medika Udayana. Volume 3 no 1. Diunduh dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/7714 pada tanggal 10 juni 20144. Goldstein G. Beth, Goldstein O. Adams. Onikomikosis dalam Dermatologi praktis,editor dr Bram U. Pendit, DSSK. Cetakan I 2001. Jakarta : Penerbit Hipokrates, hal 127- 1295. Harahap M. Infeksi kuku dalam Ilmu penyakit kulit. 2000. Jakarta: Penerbit Hipokrates, hal 176- 1796. Wolf Klaus, Johnson A. Richard, Suurmond Dick. Fungal infection and onychomycosis dalam Fitzpatricks Color atlas & synopsis of clinical dermatology.4th ed. Indonesians,Jakarta : penerbit Salemba Medika; 2005, hal 1001- 10077. Siregar R.S. Tinea unguium dalam Atlasa berwarna saripati kulit. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2005, hal 28 8. Kashyab B, Bhalla P, Kaur R. Juni 2008. Onychomycosis-epidemiology, diagnosis and management. Indian Journal of Medical Mycrobiology. Volume 26 no 3, hal 108- 106. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18445944 pada tanggal 10 juni 2014.9. Struktur kuku sumber Skin and Nail: Barrier Function, Structure, and Anatomy Considerations for Drug Delivery/ Particle Sciences - Technical Brief: 2009: Volume 3 diunduh dari http://www.particlesciences.com/news/technical-briefs/2009/skin-and-nail.html diunduh pada tangal 11 juni 2014.10. Anatomi kuku. Sumber: Nail anatomy- diagram picture: 07 Mei 2014 : diunduh dari http://diagrampic.com/fingernail-anatomy diunduh pada tanggal 11 juni 201411. Kurniati, Cita Rosita. Desember 2008. Etiopatogenesis dermatofitosis.Volume 20 no 3. Diunduh dari http://journal.unair.ac.id/article_2815_media34_category3.html, diunduh pada tangal 11 juni 201412. Jurnal dermatofit non dermatofit13. Oakley Amanda. Januari 2009, Preventing long term relapsing tinea unguium with topical anti-fungal cream : a case report.biomed central,http://www.cassesjournal.com/content/2/1/70\14. Etiopatogensis15. Dermatologi dasar19