newcastle disease

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu usaha peternakan, keberhasilan dan keuntungan merupakan sasaran utama. Namun untuk mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan pengelolaan sistem peternakan yang efisien seperti pengawasan ternak terhadap serangan penyakit, pengaturan nutrisi yang optimal, dan sanitasi lingkungan yang selalu terkontrol. Saat ini usaha pengendalian penyakit yag disebabkan oleh virus telah mendapat perhatian serius dari kalangan ilmuwan seperti usaha vaksinasi. Namun masih ada kendala yang mampu menurunkan efisiensi produktivitas ternak, diantaranya penyakit Newcastle Disease (ND). Penyakit Newcastle atau lebih popular dikenal sebagai Newcastle Disease (ND) adalah merupakan salah satu penyakit ayang yang penting di Indonesia karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar berupa kematian ayam dengan prosentase tinggi sehingga peternak harus bisa mengetahui sedini mungkin apabila unggasnya terserang oleh virus ini agar dapat melakukan pengendalian atau pencegahan agar tidak menular ke unggas yang lain serta perlu dilakukan pengendalian agar peternakannya bebas dari virus ND ini sehingga dapat memberi keuntungan bagi peternak 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa Pengertian luas dari ND? 1

Upload: lulaby085736662655

Post on 18-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Newcastle Disease merupaka penyakit yang menyerang unggas yang dapat menimbukan kerugian besar pada suatu peternakan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDalam suatu usaha peternakan, keberhasilan dan keuntungan merupakan sasaran utama. Namun untuk mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan pengelolaan sistem peternakan yang efisien seperti pengawasan ternak terhadap serangan penyakit, pengaturan nutrisi yang optimal, dan sanitasi lingkungan yang selalu terkontrol. Saat ini usaha pengendalian penyakit yag disebabkan oleh virus telah mendapat perhatian serius dari kalangan ilmuwan seperti usaha vaksinasi. Namun masih ada kendala yang mampu menurunkan efisiensi produktivitas ternak, diantaranya penyakit Newcastle Disease (ND).Penyakit Newcastle atau lebih popular dikenal sebagai Newcastle Disease (ND) adalah merupakan salah satu penyakit ayang yang penting di Indonesia karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar berupa kematian ayam dengan prosentase tinggi sehingga peternak harus bisa mengetahui sedini mungkin apabila unggasnya terserang oleh virus ini agar dapat melakukan pengendalian atau pencegahan agar tidak menular ke unggas yang lain serta perlu dilakukan pengendalian agar peternakannya bebas dari virus ND ini sehingga dapat memberi keuntungan bagi peternak1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Apa Pengertian luas dari ND?1.2.2 Bagaimana Etiologi Newcastle Disease?1.2.3 Bagaimana Epidemiologi ND?1.2.4 Bagaimana Siklus Hidup dan Mekanisme Infeksi Virus ND?1.2.5 Bagaimana Gejala Klinis Newcastle Disease?1.2.6 Bagaimana Pencegahan Newcastle Disease1.3 Tujuan PenulisanUntuk memenuhi tugas dari mata kuliah Manajemen dan Penyakit Unggas serta untuk mengetahui lebih dalam mengenai Penyakit Newcastle Disease agar mahasiswa khususnya Fakultas Kedokteran Hewan dapat memahami dengan baik penyakit tersebut sehingga dapat melakukan tindakan yang tepat apabila menemui kasus tersebut

1.3 Metode PenulisanMetode yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah dengan menggunakan metode studi pustaka, yaitu penulis mencari materi dari berbagai literature seperti buku dan internet.

BAB IIPEMBAHASANSurvei: Nama Peternakan : Kusumanaya FarmNama pemilik: Bapak KusumanayaAlamat : Banjar Kanginan, Desa Penebel, TabananNo Telp.:081999084995 Menurut Kusumanaya selaku pemilik Kusumanaya Farm mengatakan penyakit virus yang sering terjadi di peternakannya adalah AI, ND, gumboro, ILT, dan Coryza. Akan tetapi, pemilik peternakan ini mengatakan apabila unggasnya terinfeksi oleh virus khususnya ND tidak Nampak gejala klinis yang timbul, tiba-tiba keesokann harinya ditemukan beberapa unggas yang mati. Berdasarkan hal tersebut, saya membahas lebih lanjut mengenai penyakit ND agar peternak serta mahasiswa kedokteran hewan UNUD dapat mengetahui sedini mungkin apabila terdapat ternak yang terinfeks ND sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan yang tepat guna menekan angka kematian serta kerugia.2.1 PengertianPenyakit Newcastle atau lebih popular dikenal sebagai Newcastle Disease (ND) adalah merupakan salah satu penyakit ayang yang penting di Indonesia karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar berupa kematian ayam dengan prosentase tinggi (Wibowo et all, 2010). Infeksi ND pada ayam buras dapat menyebabkan kematian mencapai 60% dari populasi, oleh karenanya sangat menghambat perkembangan ayam buras di Indonesia. Di Indonesia penyakit ND dikenal pula dengan sebutan penyakit tetelo, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan istilah penyakit gerubug. Kejadian penyakit bersifat akut sampai kronis, dapat menyerang semua jenis unggas terutama ayam, baik ayam ras maupun ayam bukan ras (buras). Oleh karena itu kasus ND merupakan ancaman serius bagi industri peternakan di Indonesia (Santhia, 2003 dalam Kencana et all, 2012).

Penyakit ND disebabkan oleh Avian Paramyxovirus type-1 (APMV-1), genus Avulavirus famili Paramyxoviridae, merupakan virus RNA dengan genom serat tunggal (single stranded/ss) dan berpolaritas negatif. Famili Paramyxoviridae berbentuk pleomorfik, biasanya berbentuk bulat dengan diameter 100-500 nm, namun ada pula yang berbentuk filamen, dan beramplop. Ada sembilan serotype dari avian Paramyxovirus yaitu APMV-1 sampai APMV-9 (OIE, 2002 dalam Kencana et all, 2012).

Berdasarkan atas virulensinya, virus ND (VND) dikelompokkan menjadi tiga patotype yaitu: lentogenik adalah strain virus yang kurang virulen, mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi sedang, dan velogenik adalah strain virus ganas. Strain velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk neurotrofik dengan gejala gangguan saraf dan kelainan pada sistem pernafasan, dan bentuk viserotrofik yang ditandai dengan kelainan pada sistem pencernaan (Aldous dan Alexander, 2001 dalam Kencana et all, 2012).

Kerugian akibat penyakit ND disebabkan karena angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematian (mortalitas) pada ternak unggas yang sangat tinggi. Mortalitas maupun morbiditas dapat mencapai 50-100% akibat infeksi VND strain velogenik terutama pada kelompok ayam yang peka, 50% pada strain mesogenik, dan 30% pada infeksi virus strain velogenik (Tabbu, 2000 dalam Kencana et all, 2012).2.2 Etiologi Newcastle DiseasePenyakit tetelo disebabkan oleh virus yang berukuran 100-250 nm, yang tersusun dari Asam Inti Ribonukleat (ARN) atau sering disebut Ribonucleic Acid (RNA), protein dan lemak . Virus ini termasuk dalam Famili Paramyxoviridae dengan genera Genus Pneumovirus atau Genus Paramyxovirus (PMV.Genus Paramyxovirus mempunyai 9 serogroup, yaitu Paramyxovirus-1 sampai Paramyxovirus-9 dalam Saepulloh et all, 2005).Serogroup yang paling penting dan paling patogen pada ayam adalah Paramyxovirus-1 (dengan prototype Newcastle Disease Virus), Paramyxovirus-2 dan Paramyxovirus-3. Serogroup lainnya yaitu Paramyxovirus-4,Paramyxovirus-5, Paramyxovirus-5, Paramyxovirus-6,Paramyxovirus-7, Paramyxovirus-8 dan Paramyxovirus-9 pada umumnya menyerang itik,angsa, merpati, betet, dan beberapa jenis burung Iainnya (ALEXANDER, 1991) . Pada Tabel 1,ditampilkan jenis jenis unggas sebagai induk semang dari masing-masing serogroup Paramyxovirus .Serogroup Paramyxovirus-1 dengan prototipeNewcastle Disease Virus (NDV) adalah penyebab penyakit tetelo pada ayam yang utama . Virus prototype ini mempunyai sifat hayati dapat menggumpalkan (haemagglutination) sel-sel darah merah ayam, selain itu virus ini mengeluarkan toksin dan hemolisin. Di alam, serogroupParamyxovirus-1 berdasarkan sifat keganasan (Virulensi) yang ditimbulkannya dibagi dalam 3 galur,yaitu galur velogenik yang sifat keganasannya sangat tinggi, galur mesogenik yang sifat keganasannya sedang dan galur lentogenik yang sifat keganasannya rendah atau sama sekali tidak ganas (ALEXANDER,1982; PALMIERI, 1989; PAREDE dan YOUNG, 1990 dalam Saepulloh et all, 2005) . Galur velogenik dapat menyebabkan angka kematian (mortalitas) cukup tinggi yaitu dapat mencapai 80-100% (AINI dan IBRAHIM, 1990 ; RONOHARDJO, 1993 dalam Saepulloh et all, 2005), galur mesogenik menyebabkan kematian sekitar 10% dan ayam yang tidak mati produksi telurnya turun serta terjadi hambatan pertumbuhan, sedangkan galur lentogenik tidak menyebabkan kematian atau tidak menimbulkan gangguan kesehatan ayam yang berarti (ALEXANDER, 1982 dalam Saepulloh et all, 2005).Penyebab perbedaan keganasan diantara galur Paramyxovirus tersebut belum jelas, namun salah satunya adalah terletak pada cepat atau lambatnya perbanyakan (multiplication) virus yang bersangkutan (RUSSEL, 1993 dalam Saepulloh et all, 2005) . Semakin cepat virus tersebut berkembang biak, maka sifatnya akan semakin ganas (virulen) . Untuk menentukan penggolongan galur virus di lapangan dapat dilakukan dengan uji patogenitas (pathogenicity test) (OzAI et al., 1987 dalam Saepulloh et all, 2005) . Penentuan galur virus berdasarkan keganasannya dilakukan dengan menyuntikkan (inokulasi) virus lapang pada kantong alantois telur tertunas (telur berembrio). Lamanya waktu kematian atau " Mean Death Time" (MDT) dari embrio ini yang menentukan keganasannya (ALLAN et al., 1978 dalam Saepulloh et all, 2005). Apabila embrio mati kurang dari 60 jam setelah inokulasi virus, ini berarti virus bersangkutan termasuk galur velogenik, kematian embrio antara 60-90 jam termasuk galur mesogenik dan embrio mati setelah 90 jam maka virus lapang tersebut termasuk galur lentogenik (ALLAN et al ., 1978 ; OZAI et al., 1987 dalam Saepulloh et all, 2005). Penentuan galur virus ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan uji patogenitas lainnya, yaitu dengan Intracerebral Pathogenicity Index (ICPI) pada anak ayam umur sehari (day old chick) atau dengan Intra venous Pathogenicity Index (IVPI) pada anak ayam umur 6 hari. Apabila pada uji ICPI memperoleh nilai 1,20-1,60 dan pada uji IVPI memperoleh nilai 1,00-1,45, maka virus bersangkutan termasuk galur mesogenik, bilanilainya lebih tinggi termasuk virus galur velogenik dan sebaliknya bila lebih rendah termasuk galur lentogenik (ALEXANDER, 1991 dalam Saepulloh et all, 2005) .2.3 Epidemiologi Newcastle DiseaseDi Indonesia, penyakit ND bersifat endemis, yang ditandai dengan kejadianpenyakit yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ND bersifat akut sampai kronis ditandai dengan angka sakit (morbidiatas) maupun angka kematian (mortalitas) yang sangat tinggi. Pada kelompok ayam yang peka kejadian penyakit berlansung cepat ditandai dengan mortalitas maupun morbiditasnya tinggi, dapat mencapai 100% terutama akibat infeksi NDV strain velogenik, dan 30-50% pada strain mesogenik (Tabbu, 2000). Sementara virus ND lentogenik umumnya menimbulkan gejala klinis yang ringan atau tanpa gejala klinis sehingga banyak yang dipakai untuk vaksin.2.4 Siklus Hidup dan Mekanisme Infeksi Virus NDProtein HN berperan dalam tahap penempelan virus ND pada reseptor sel inang atau induk semang yang mengandung sialic acid (NAGAY, 1993 dalam Hewajuli 2011). Molekul sialic acid ini adalah glycoprotein dan glycolipid. Penempelan virus dilakukan dengan penyatuan virus dan membran sel yang diperantarai oleh protein F.Virus RNA kemudian dilepaskan dalam sitoplasma dan terjadi replikasi Gambar 2, (FERREIRA et al., 2004 dalam Hewajuli 2011). Envelope virus masuk ke dalam sel melalui 2 jalan utama yaitu pertama, penyatuan secara langsung antara envelope virus dengan membran plasma dan kedua, diperantarai oleh reseptor endositosis. Penetrasi virus melalui reseptor endositosis tergantung pada kondisi pHnya. Pada paramyxoviruses, proses penyatuan membran virus dengan membran plasma inang atau induk semang tidak tergantung pH (SAN ROMAN et al., 1999 dalam Hewajuli 2011). Walaupun demikian, hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penyatuan virus ND dengan sel mampu meningkatkan pH. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penetrasi virus ND pada sel inang melalui reseptor endositosis juga dipengaruhi oleh kondisi pH.Kepekaan sel terhadap virus ND yang tidak virulen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sel tersebut harus mempunyai reseptor yang cocok sehingga virus dapat melakukan penempelan dan masuk ke dalam sel. Disamping itu, sel tersebut juga harus memiliki tripsin yang menyerupai protease dimana enzim ini berperan dalam pemecahan protein F0 menjadi F1 dan F2. Penyebaran reseptor sel pada ayam yang peka terhadap virus ND bentuk tidak virulen bersifat terbatas dan hanya ditemukan pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan bagian atas (ALEXANDER, 1991 dalam Hewajuli 2011). Sedangkan virus bentuk virulen tidak selalu memerlukan enzim protease dan replikasi virus biasanya terjadi di sebagian besar jaringan induk semang. Replikasi virus yang terjadi di limfosit.menghasilkan suatu respon imun dan produksi antigen virus yang cukup dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas sistem imun. Di dalam saluran pencernaan terdapat faktor-faktor nonspesifik yang mempengaruhi replikasi virus ND. Enzim protease dan pH yang bervariasi mempunyai pengaruh dalam proses penempelan virus pada reseptor sel. Dimana keberadaan tripsin pada beberapa bagian saluran pencernaan dapat mengaktifkan virus ND bentuk tidak virulen setelah virus tersebut dilepaskan dari sel yang kekurangan enzim protease (Hewajuli. 2011).Penelitian untuk menentukan tempat awal replikasi virus ND setelah diinfeksi virus V4 secara oral yang dilakukan oleh BOUZARI dan SPARDBROW (2006) menunjukkan hasil bahwa virus dapat diisolasi dari esophagus, tembolok dan trakea setelah 24 jam pascainokulasi virus V4 melalui mulut pada ayam umur3 minggu. Tetapi jumlah virus yang ditemukan pada organ tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan organ proventrikulus. Virus V4 juga tidak dapat diisolasi dari organ pencernaan lain dan darah. Meskipun demikian, virus dapat dideteksi pada jejunum, ileum dan caecum pada 6 hari setelah diinfeksi virus V4 melalui tembolok, virus juga dapat ditemukan dalam darah pada 4 hari pascainfeksi. Antigen virus ND dideteksi pada sebagian besar sel epitel saluran pencernaan serta limfosit dan makrofag ditemukan pada lamina propia beberapa jaringan. Hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa tempat awal replikasi virus ND terutama terjadi di saluran pencernaan bagian atas yaitu esophagus, tembolok dan proventrikulus apabila virus ND diinfeksikan melalui mulut, sedangkan replikasi virus ND pada saluran pencernaan bagian bawah yaitu duodenum, jejunum, ileum dan caecum kemungkinan terjadi sebagai akibat viremia (Hewajuli. 2011).

2.5 Gejala Klinis Newcastle DiseaseGejala klinis yang terlihat pada penderita sangat bervariasi, dari yang sangat ringan sampai yang terberat. Berikut ini dijelaskan kemungkinan gejala-gejala klinis pada ungggas penderita penyakit ND. Bentuk Velogenik-viscerotropik : bersifat akut, menimbulkan kematian yang tinggi, mencapai 80 100%. Pada permulaan sakit napsu makan hilang, mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, megap-megap, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala torticalis. Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala pernapasan dan syaraf, seperti torticalis lebih menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas bisa mencapai 60 80 %. Bentuk Mesogenik : pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa gejala respirasi, seperti : batuk, bersin, sesak napas, megap-megap. Pada anak ayam menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya berupa penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan, tidak menimbulkan kematian. Bentuk Lentogenik : terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala syaraf. Bentuk ini tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun ayam dewasa. Bentuk asymptomatik : pada galur lentogenik juga sering tidak memperlihatkan gejala klinis.Gejala klinis anak ayam dan ayam fase bertelur penderita ND dijelaskan sebagai berikut (a) Pada anak ayam, ditemukan penderita mati tiba-tiba tanpa gejala penyakit. Pernapasan sesak, batuk, lemah, napsu makan menurun, mencret dan berkerumun. Terlihat gejala syarafi berupa paralisis total atau parsial. Penderita mengalami tremor atau kejang otot, bergerak melingkar dan jatuh. Sayap terkulai dan leher terputar (torticolis). Mortalitas pada penderita bervariasi. (b) pada ayam fase produksi, umur 2 sampai dengan 3 minggu terlihat gejala gangguan pernapasan, depresi dan napsu makan menurun, namun gejala syaraf jarang terlihat. Produksi telur menurun secara mendadak. Morbiditas dapat mencapai 100%, sedangkan mortalitas bisa mencapai 15%.Perubahan pasca mati pada unggas penderita antara lain, meliputi ptechiae,berupa bintik-bintik perdarahan pada proventrikulus dan seca tonsil, eksudat dan peradangan pada saluran pernapasan serta nekrosis pada usus, sebagaimana Gambar 1. Trakhea penderita ND terlihat lebih merah daripada trakhea normal, karena adanya peradangan.

2.6 Pencegahan Newcastle DiseaseSampai saat ini belum ada pengobatan yangefektif terhadap penyakit tetelo, sehingga tindakanyang paling baik adalah pencegahan (SPRADBROW,1991 dalam Saepulloh et al., 2005). Ada beberapa cara pencegahan agar penyebaranpenyakit tetelo dapat dikendalikan yaitu:2.6.1 Sanitasi dan HigieneUpaya pencegahan dengan memperhatikan sanitasi dan higiene lingkungan serta tatalaksana kesehatan hewan sangatlah penting dan merupakan prosedur umum yang sering dilakukan untuk menghindari wabah penyakit . Pertama tindakan yang perlu dilakukan adalah desinfeksi kandang sebelum digunakan (ALLAN et al., 1978 dalam Saepulloh et al., 2005). Kandang dibersihkan dapat pula dilabur dengan kapur yang dibubuhi NaOH 2%, formalin 1-2%, KMnO4 5% atau disinfektan lainnya (DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1981 dalam Saepulloh et al., 2005). Selanjutnya kandang dan lingkungan harus dijaga agar tetap bersih, tidak berbau dan ventilasi diatur sedemikian rupa agar pengaturan udara berjalan dengan baik, demikian pula sinar matahari diatur agar dapat masuk ke kandang pada pagi hari. Apabila kandang memakai "Litter" dijaga harus tetap kering, karena bila basah akan merupakan media yang cukup baik untuk tempat berbiak atau bertahan hidup berbagai mikroorganisme termasuk virus ND.2.6.2 BiosekuritiPenularan ND sering terjadi selain melalui ayam yang baru masuk, juga melalui makanan, barangbarang atau peralatan dan lalu-lintas orang (BURRIDGE et al., 1975 dalam Saepulloh et al., 2005). Untuk mencegah timbulnya penyakit ini, maka anak ayam yang akan dipelihara harus benarbenar ayam sehat dan berasal dari peternakan yang tidak tertular ND. Demikian pula pakan untuk ayam harus benar-benar bersih dari lingkungan pencemaran virus dan jangan sampai menggunakan barang-barang bekas. Kendaraan yang membawa makanan atau untuk keperluan peternakan lainnya tidak berasal dari peternakan lain apalagi dari peternakan yang sedang tertular penyakit. Lalu-lintas orang di peternakan juga harus dijaga agar tidak semua orang bisa keluar masuk kandang (LANCASTER, 1979 dalam Saepulloh et al., 2005). Disamping itu, kandang atau lingkungan peternakan sedapat mungkin tidak menjadi tempat bermain burung-burung liar dan tempat lalu-lalang itik (BEARD dan HANSON, 1984 dalam Saepulloh et al., 2005).Dengan diketahuinya sifat aglutinasi isolat ND asal itik terhadap kelompok unggas tersebut, maka pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan memisahkan hewan-hewan tersebut dari keberadaan itik sebagai karier yang telah terbukti sebagai penyebab penyebaran penyakit tetelo . Untuk itu, pencegahan terhadap penyebaran penyakit tersebut mutlak perlu diperhatikan di daerah yang banyak populasi itik . Pembuatan pagar sebagai pembatas (barrier) disekeliling peternakan merupakan langkah yang paling tepat untuk menghindari itik dan ternak lain sebagai sumber penyebaran penyakit masuk ke daerah petemakan. Langkah lain yang perlu diperhatikan yaitu pemeriksaan serologik yang intensif terhadap itik-itik sehat, terutama bagi peternak itik yang berada di sekitar peternakan ayam. Seandainya terbukti itik-itik tersebut mengandung virus ND, sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibunuh dengan tanpa mengeluarkan darah (dibakar) (Saepulloh et al., 2005).Selain itu, dalam rangka pemanfaatan itik untuk dikonsumsi, sebaiknya darah dan sisa limbah pemotongan perlu ditangani secara serius, karena material tersebut merupakan sumber penularan penyakit melalui para karyawan yang menangani itik termasuk pakaian, sepatu yang tercemari demikian pula peralatan, pakan, air minum dan limbah kandang. Sedangkan berdasarkan uji patogenisitasnya, isolate virus ND asal itik termasuk ke dalam galur ND velogenik (SANTHIA et al., 1985; DARMINTO dan RONOHARDJO, 1996 dalam Saepulloh et al., 2005).2.6.3 Sifat Biologi Virus NDBila dilihat dari sifat-sifat virus ND asal itik, maka virus ND asat itik selain memiliki sifat patogenitas, juga memiliki sifat thermostabilitas dan aktifitas aglutinasi terhadap eritrosit unggas yang lainnya. Sehingga untuk pencegahan penyakit dapat dipelajari dari sifat-sifat isolat virus ND asal itik tersebut (RoTT dan KLENK, 1988 dalam Saepulloh et al., 2005). Menurut SANTHIA et al. (1985) dalam Saepulloh et al., 2005 bahwa isolat virus ND asal itik stabil pada suhu 37C selama lebih dari 15 hari, akan tetapi tidak stabil pada suhu 56C sampai dengan 60C. Hal ini menandakan bahwa pengendalian penyakit dapat dilakukan terhadap peralatan yang kemungknnan tercemar oleh kotoran itik untuk terlebih dahulu dilakukan penyemprotan dengan air panas sebelum peralatan tersebut masuk ke daerah peternakan unggas. Sedangkan bila dilihat dari sifat aglutinasi terhadap set darah merah unggas, ternyata isolat virus ND asal itik dapat mengaglutinasi set darah merah ayam, angsa, entok, kalkun, merpati dan kakaktua (SANTHIA et al., 1985 dalam Saepulloh et al., 2005), sehingga uji cepat (Rapid test) dapat digunakan untuk uji serologi atau deteksi berbagai isolat yang diduga ND.2.6.4 Stamping OutTindakan pengendalian Iainnya adalah yang berkaitan dengan kegiatan pemberantasan apabila peternakan ayam tertular penyakit. Ayarn yang mati karena tetelo harus dibakar dan atau dikubur . Ayam yang sakit harus disingkirkan dengan cara memusnahkan (dibakar, dikubur). Telur yang berasal dari ayam sakit tidak boleh ditetaskan, namun dapat dikonsumsi dan diedarkan tapi setelah didesinfeksi atau fumigasi. Sedangkan daging yang berasal dari peternakan tertular ND masih bisa dikonsumsi (DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1981 dalam Saepulloh et al., 2005).2.6.5 VaksinasiAdapun cara pengendalian penyakit yang paling efektif yaitu dengan cara program vaksinasi secara intensif. Roy et al. (2000) dalam Saepulloh et al., 2005 telah membuktikan dengan melakukan vaksinasi terhadap ayam yang berumur 59 hari dengan vaksin ND galur LaSota, kemudian terhadap kelompok ayam tersebut ditantang (Challenge) dengan virus ND galur ganas asal itik. Hasil program vaksinasi tersebut menunjukkan bahwa vaksin ND LaSota protektif 100%. Sementara itu, pada kelompok ayam yang tidak divaksin, tidak satupun yang masih hidup setelah ditantang . Dengan demikian, program vaksinasi sangatlah efektif untuk pencegahan penyakit tetelo yang disebabkan olen virus ND asal itik.Dengan terungkapnya kasus ND pada itik, maka penyebarluasan temuan ini kepada peternak sangatlah diperlukan. Sehingga dengan demikian masyarakat peternak akan mengetahui dan lebih berhati-hati dengan keberadaan itik di lingkungan peternakan ayam yang akan membahayakan bagi ternak ayam itu sendiri . Sejauh ini, belum pernah ada sosialisasi atau larangan baik dari Dinas Peternakan atau Instansi yang terkait memberikan larangan agar itik tidak botch dicampurkan dengan ternak ayam atau berada pada lokasi yang sama. Tidak demikian halnya dengan penyakit Malignant Catarrhal Fever (MCF), yang saat ini sudah dipahami oleh masyarakat peternak bahwa mencampurkan ternak sapi atau kerbau dengan domba merupakan sebuah malapetaka, karena peternak sedikit banyak sudah mengetahui bahwa domba merupakan hewan carrier atau pembawa virus MCF (WIYONO et al., 1996 dalam Saepulloh et al., 2005 ). Selain itu, disadari atau tidak, bahwa penelitian dan atau laporan tentang adanya virus ND pada itik tidak banyak dilaporkan. Oleh karena itu, dengan kajian ilmiah ini diharapkan sedikit banyak dapat menggugah para ahli unggas khususnya untuk meneliti lebih lanjut dan sebagai bahan informasi untuk para peternak ayam baik ras maupun ayam lokal di daerah, bahwa agar berhati-hati karena itik atau bangsa burung liar dan unggas air dapat menyebarkan virus ND penyebab penyakit tetelo

Gambar 3. Jadwal vaksinasi Kusumanaya Farm

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanNewcastle Disease (ND) adalah merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus paramyxoviridae yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar berupa kematian ayam dengan prosentase tinggi. Di Indonesia, penyakit ND bersifat endemis, yang ditandai dengan kejadian penyakit yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ND bersifat akut sampai kronis ditandai dengan angka sakit (morbidiatas) maupun angka kematian (mortalitas) yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian dapat dilakukan dengan cara memelihara sanitasi dan higiene serta tatalaksana kesehatan hewan, biosekuritas yang baik, kontrol biologi, pemusnahan (stamping out) bagi hewan yang merupakan sumber penyakit, dan program vaksinasi secara intensif.

DAFTAR PUSTAKA

Kencana GAY, Kardena IM, Mahardika IGNK. 2012. Peneguhan Diagnosis Penyakit Newcastle Disease Lapang Pada Ayam Buras Di Bali Menggunakan Teknik Rt-Pcr. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 6 No. 1, Maret 2012.

Wibowo MH, Amanu S. 2010. Perbandingan Beberapa Program Vaksinasi Penyakit Newcastle pada Ayam Buras. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. J. Sain Vet. Vol. 28 No. 1 Th. 2010.

Saepulloh M, Darminto. 2005. Kajian Newcastle Disease pada Itik dan Upaya Pengendalian. Balai Penelitian Veterinar, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Timur. WARTAZOA Vol. 15 No. 2 Th. 2005

Abrar Mahdi. 2008. Penggunaan Model Regresi Linier Berganda Untuk Melihat Pengaruh Cuaca Terhadap Prevalensi Newcastle Disease Pada Ayam Di Kabupaten Aceh Utara. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 2 No. 1, Maret 2008.

Hewajuli DA, Dharmayanti NLPI. 2011. Patogenitas Virus Newcastle Disease Pada Ayam. Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. WARTAZOA Vol. 21 No. 2 Th. 2011.

Anonim. Penyakit Viral (ND, IBD, Mareks). Universitas Muhamadyah Malang.1