neuropsikiatri neuro

24
1 SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PELATIHAN KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI PANDUAN PESERTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009

Upload: rona-setiawati

Post on 05-Aug-2015

168 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Neuropsikiatri Neuro

1

SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

PELATIHAN KETERAMPILAN KLINIK

PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI PANDUAN PESERTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2009

Page 2: Neuropsikiatri Neuro

2

PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai oleh

seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Melalui adanya suatu fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih

keterampilan – keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan di

laboratorium, bukan suasana dalam kontrak antara dokter-pasien di rumah sakit.

Latihan keterampilan (skill Lab ini) mengajar mahasiswa agar dapat berlatih secara

trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama (dengan

kadang-kadang melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil. Keadaan seperti

ini hampir tidak mungkin dilkaukan pada penderita yang sedang dirawat di rumah

sakit.

Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan

yang mengandung unsur keterampilan motorik dan unsur emosi. Latihan ini

diteruskan sampai menjadi suatu rangkaian keterampilan medik yang kompleks.

Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan

penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat bersikap

lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendal-kendala emosional antara

mahasiswa dengan pasien pada waktu mereka harus kontak dengan pasien/ (koass).

Page 3: Neuropsikiatri Neuro

3

TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY )

Sebelum Pelatihan

Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Neuropsikiatri dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

Selama Pelatihan 1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai 2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi

yang telah ditentukan. 3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada

setiap kegiatan CSL. 4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium 5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan 6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model

tersebut seperti manusia atau bagian tubuh manusia. 7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam

tanpa ijin setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL. 8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat

dan bahan yang telah digunakan. Pada saat ujian CSL

9. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 80%.

10. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator instruktur CSL.

11. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi

tertentu, maka mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan csl pada jadwal berikutnya untuk materi tertentu tersebut.

2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal rotasinya dianggap tidak hadir.

3. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <80% dari seluruh jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.

Page 4: Neuropsikiatri Neuro

4

PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI

TUJUAN PEMBELAJARAN

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU): Mahasiswa mampu melakukan:

1. Pemeriksaan derajat kesadaran 2. Pemeriksaan fungsi kortikal luhur 3. Pemeriksaan tanda rangsang menings 4. Pemeriksaan test koordinasi 5. Pemeriksaan fungsi motorik : bentuk otot, kekuatan otot, dan tonus otot 6. Pemeriksaan Sensorik : exteroceptif dan proprioceptif 7. Pemeriksaan saraf kranial : 8. Pemeriksaan refleks fisiologis: refleks bisep, trisep, brachioradialis, patella, dan

achilles. 9. Pemeriksaan refleks patologis : Babinski, Hoffmann – Tromner, Oppenheim

dan variasi lain

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa mampu : 1. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan derajat kesadaran 2. Melakukan pemeriksaan derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale 3. Melakukan pemeriksaan fungsi kortikal luhur (kaku kuduk Kernig’s sign) 4. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan tanda rangsang menings 5. Melakukan pemeriksaan tanda rangsang menings 6. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan test koordinasi (hidung jari hidung) 7. Melakukan pemeriksaan fungsi koordinasi 8. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan motorik; 9. Melakukan pemeriksaan motorik secara benar; 10. Mempersiapkan alat dan klien untuk pemeriksaan refleks biseps, refleks triseps;

brakhioradialis, refleks patella dan refleks achilles; 11. Melakukan pemeriksaan refleks biseps, triseps, brakhioradialis, patella,

dan Achilles. 12. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan refleks patologis fungsi kesadaran 13. Melakukan pemeriksaan refleks Babinski, Hoffmann-tromner, dan Oppenheim 14. Melakukan variasi lain dari pemeriksaan refleks patologis

Page 5: Neuropsikiatri Neuro

5

INDIKASI :

PERSIAPAN ALAT :

- Kuas halus Kapas - Bulu Tissue - Tabung berisi air dingin Tabung berisi air panas - Jarum tumpul Peniti - Garpu Tala Frekwensi 128 Hz Garpu Tala Frekwensi 256 HZ - Hammer

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 2 menit Pengantar 2. Bermain Peran Tanya & Jawab

30 menit

1. Mengatur posisi duduk mahasiswa 2. Dua orang dosen memberikan contoh bagaimana

cara melakukan pemeriksaan neurologis. Mahasiswa mengamati peragaan dengan menggunakan Penuntun Belajar.

3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan dosen memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang penting

# 3. Praktek bermain peran dengan Umpan Balik

100 menit

1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan. Diperlukan minimal seorang Instruktur untuk mengamati setiap langkah yang dilakukan oleh paling banyak 4 pasangan.

2. Setiap pasangan berpraktek melaku-kan langkah-langkah pemeriksaan neurologis secara serentak

3. Instruktur berkeliling diantara ma-hasiswa dan melakukan supervisi menggunakan check list.

4. Instruktur memberikan pertanyaan dan umpan balik kepada setiap pasangan

# 4. Curah Pendapat/ Diskusi

15 menit

1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang dirasakan mudah? Apa yang sulit? Menanyakan bagaimana perasaan mahasiswa yang pada saat melakukan pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan oleh dokter agar klien merasa lebih nyaman?

2. Instruktur membuat kesimpulan dengan menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih belum dimengerti

Total waktu 150 menit

Page 6: Neuropsikiatri Neuro

6

PENUNTUN PEMBELAJARAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGIK

Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

1. Perlu perbaikan: langkah-langkah yang tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.

2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai urutannya, tetapi tidak efisien.

3. Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan dan efisien.

TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan keadaan.

NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS A. MENYIAPKAN KLIEN 1 2 3

1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.

2. Berikanlah informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pemeriksaan neurologis yang akan dilakukan, tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.

3. Berikanlah jaminan pada klien atau keluarganya tentang keamanan dari tindakan yang anda lakukan

4. Berikanlah jaminan pada klien atau keluarganya tentang kerahasiaan yang diperlukan klien

5. Jelaskanlah pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk menolak tindakan pemeriksaaan neurologist yang akan dilakukan, tanpa mengurangi haknya akan pelayanan kesehatan.

7. Persilahkan klien untuk naik dan berbaring di tempat tidur B. CUCI TANGAN BIASA (RUTIN) 1 2 3

8. Lepaskanlah cincin, arloji, gelang dan lain-lain perhiasan di pergelangan tangan dan jari. Simpan ditempat yang aman.

9. Gulunglah lengan baju sampai sebatas siku. 10. Basahilah tangan dengan air mengalir, lalu kecilkan aliran air. 11. Tuangkanlah kira-kira 3 ml sabun cair, dan ratakanlah diseluruh

tangan.

12. Gosokkanlah kedua telapak tangan 13. Gosokkanlah telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri

dan sebaliknya silih berganti

14. Gosoklah jari-jari, dengan memasukkan jari-jari tangan kanan disela-sela jari-jari tangan kiri sambil menggosok. Lakukanlah

Page 7: Neuropsikiatri Neuro

7

sebaliknya secara silih berganti. 15. Gosoklah kedua ibu jari dan area sekitarnya. 16. Bersihkanlah dan gosokkanlah ujung jari dan kuku jari kedua

tangan dengan menggosokkan pada telapak tangan yang sebelahnya. Lakukanlah pada tangan yang lain.

17. Gosoklah kedua pergelangan tangan silih ber-ganti. 18. Bilaslah kedua tangan dengan air mengalir. 19. Tutuplah keran tanpa menyentuh dengan tangan yang sudah

dicuci, yaitu dengan menggunakan siku, kertas tissue atau lap bersih.

20. Keringkanlah tangan dengan lap bersih atau tissue

FUNGSI KESADARAN

PENGERTIAN Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan

pengintegrasian impuls eferen dan aferen, keseluruhan dari impuls aferen disebut input susunan saraf pusat dan keseluruhan dari impuls eferen dapat disebut output susunan saraf pusat. Pemeriksaan tingkat kesadaran yang sekarang dipakai adalah skala dari GLASGOW (Glasgow Coma Scale) yang lebih praktis untuk dokter umum maupun para medis karena patokan/kriteria yang lebih jelas dan sistematis. Skala dari Glasgow ini disamping menentukan tingkat kesadaran, juga berguna untuk menentukan prognosis perawatan suatu penyakit TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi kesadaran • Melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat kesadaran

dan mengetahui letak lesi pada susunan saraf pusat serta membantu menetukan prognosis klien

• Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan rujukan. MEDIA DAN ALAT BANTU Penuntun Belajar. METODE PEMBELAJARAN Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

Page 8: Neuropsikiatri Neuro

8

NO LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN KESADARAN DENGAN GLASGOW COMA SCALE

KASUS

SCORE 1 2 3 Klien diminta berbaring, kemudian pemeriksa melakukan evaluasi

dengan menilai

A. EYE RESPONSE 1. Spontan 4 2. Terhadap suara : Meminta klien membuka mata 3 3. Terhadap rangsang nyeri : tekan pada saraf supraorbital 2

atau kuku jari

4. Tidak ada reaksi : dengan rangsang nyeri klien 1 tidak membuka mata

B. VERBAL RESPONSE 1 2 3

1 Berorientasi baik 5 Menanyakan diamana ia berada, tahu waktu, hari, bulan

2. Bingung (confused). Menanyakan dimana ia berada, 4 kapan opname di Rumah sakit (dapat mengucapkan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat )

3. Tidak tepat 3 Dapat mengucapkan kata-kata, namun Tidak berupa kalimat dan tidak tepat

4 Mengerang (mengeluarkan suara yang tidak punya arti) 2 tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang

5. Tidak ada jawaban (suara tidak ada) 1 C. MOTORIK RESPONSE 1. Menurut perintah . 6

Menyuruh klien mengangkat tangan misalnya

2. Mengetahui lokasi nyeri. 5 Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari pada supra Orbita.Bila klien mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk menepis rangsang nyeri tersebut berarti dapat mengetahui lokasi nyeri

3. Reaksi menghindar .Menolak rangsangan nyeri pada 4 anggota gerak

4. Reaksi fleksi (dekortikasi) 3 Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan objek seperti ballpoint pada jari kuku . Bila terdapat reaksi fleksi berarti ingin menjauhi rangsang nyeri

5 Extensi spontan (decerebrasi) 2 Memberikan rangsang nyeri yang cukup adekuat Terjadi ekstensi pada siku

6 Tidak ada gerakan/reaksi 1 Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat

Page 9: Neuropsikiatri Neuro

9

FUNGSI KORTIKAL LUHUR

PENGERTIAN Pemeriksaan status mental merupakan evaluasi fungsi kognitif dan emosi yang

harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai dengan fungsi dasar tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti berbahasa dan pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung, pertimbangan dsb. TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi kortikal luhur • Menekankan pentingnya pemeriksaan fungsi kortikal luhur dilakukan

terutama karena dapat mempertajam pendeteksian kelainan di otak • Mampu menerapkan pemeriksaan ini dalam praktek klinis untuk mengevaluasi

status mental dan kognitif klien dan merujuk bila diperlukan penanganan lanjut .

MEDIA DAN ALAT BANTU Penuntun Belajar. Manikin organ otak MMSE Pensil/pulpen, kertas METODE PEMBELAJARAN Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

No LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN

FUNGSI KORTIKAL LUHUR KASUS

I. ORIENTASI 1 2 3 1. Klien dipersilakan duduk

Klien diminta menyebutkan tanggal, hari, bulan, tahun, musim ruangan, rumah sakit/kampus, kota, propinsi, negara.

2 Mencatat kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh klien 3 Adanya kesalahan-kesalahan menunjukkan gangguan

orientasi.

II. REGISTRASI 1 Meminta klien mengingat 3 kata bola, melati, kursi.

III. ATENSI/KALKULASI 1 Meminta klien mengurangi angka sebanyak lima seri :

100-7 ; Atau menyebutkan urutan huruf dari belakang kata WAHYU.

IV. REKOL (MEMORI) 1. Meminta klien mengingat kembali ketiga kata tadi.

Page 10: Neuropsikiatri Neuro

10

V. BAHASA 1. Klien diminta menyebutkan jam tangan (arloji),

pensil.

2. Kemudian meminta mengulang kata: namun, tanpa dan bila.

3. Menilai pengertian verbal : Meminta klien mengambil kertas ini dengan tangan kanan. Lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai tutup mata

4. Klien diminta menulis huruf atau angka yang didiktekan oleh pemeriksa

5. Bila berhasil dilanjutkan dengan menulis kata atau kalimat

Gangguan menulis disebut agrafia VI. KONSTRUKSI Klien dminta meniru gambar ini

TANDA RANGSANG MENINGS

PENGERTIAN Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada

selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang suarachnoid (darah), zat kimi (kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma). Manifestasi subyektif adalah sakit kepala, kuduk kaku, fotofobia dll.

Yang perlu diperhatikan adalah timbulnya gejala yang disebut meningismus, yaitu pada pemeriksaan fisik terdapat rangsangan selaput otak, tetapi tidak ada proses patologis di daerah selaput otak tersebut melainkan di luar kranium (misalnya mastoiditis) TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara pemeriksaan tanda rangsang menings.

• Menentukan penyebab timbulnya tanda rangsang menings sehingga dapat membedakan apakah gejala tersebut adalah suatu meningismus.

• Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan rujukan .

Page 11: Neuropsikiatri Neuro

11

MEDIA DAN ALAT BANTU Penuntun Belajar. METODE PEMBELAJARAN Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN TANDA RANGSANG SELAPUT OTAK

NO. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN

TANDA RANGSANG SELAPUT OTAK KASUS

KAKU KUDUK 1 2 3 1. Pemeriksa berada di sebelah kanan klien. Klien

berbaring telentang tanpa bantal.

2 Tempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala klien yang sedang berbaring, tangan kanan berada diatas dada klien.

3. Rotasikan kepala klien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan klien sedang dalam keadaan rileks .

4. Kemudian tekukkan (fleksikan) kepala secara pasif dan usahakan agar dagu mencapai dada.

5 Interpretasi : normal bila kaku kuduk negatif. Abnormal bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai dada (kaku kuduk positif).

KERNIG’S SIGN 1. Klien berbaring telentang 2. Fleksikan paha klien pada persendian panggul sampai

membuat sudut 90 derajat

3. Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membuat sudut 135 derajat atau lebih.

4. Interpretasi: normal bila ektensi lutut mencapai minimal 135 derajat (kernig’s sign negatif) , abnormal bila tidak dapat mencapai 135 derajat atau terdapat rasa nyeri (kernig’s sign positif)

BRUDZINSKI I 1. Klien berbaring telentang 2. Tangan kiri diletakkan di bawah kepala, tangan kanan

di atas dada kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada klien sejauh mungkin.

3. Tangan yang satunya lagi ditempatkan di dada klien untuk mencegah di angkatnya badan

4. Interpretasi : Tanda ini positif bila kedua tungkai

Page 12: Neuropsikiatri Neuro

12

mengalami fleksi involunter BRUDZINSKI II

1. Klien berbaring telentang 2. Satu tungkai difleksikan secara pasif pada persendian

panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam kedaan ekstensi (lurus).

3 Interpretasi : tanda ini positif bila tungkai yang satu terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontraleteral.

BRUDZINSKI III 1. Klien berbaring telentang 2. Tekan os zygomatikus 3. Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas

superior ( Brudzinski III positif )

BRUDZINSKI IV 1. Klien berbaring telentang 2. Tekan os sympisis os pubis 3. Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas

inferior (Brudzinski IV positif)

FUNGSI KOORDINASI

PENGERTIAN Kemampuan mensinergiskan secara normal faktor motorik, sensorik dalam

melakukan gerakan normal. Serebelum digunakan untuk gerakan sinergistik tersebut, oleh sebab itu serebelum adalah pusat koordinasi. Gangguan koordinasi dapat disebabkan oleh disfungsi serebelum, sistem motorik, sistem ekstrapiramidal, gangguan psikomotor, gangguan tonus, gangguan sensorik (fungsi proprioseptik), sistem vestibular, dll. Gangguan koordinasi dibagi menjadi gangguan equilibratory dan non equilibratory. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan fungsi koordinasi. SASARAN PEMBELAJARAN Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :

1. Dapat mempersiapkan klien dengan baik 2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang

akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.

3. Dapat melakukan pemeriksaan fungsi koordinasi dengan benar dan tepat MEDIA DAN ALAT BANTU Penuntun Belajar.

Page 13: Neuropsikiatri Neuro

13

METODE PEMBELAJARAN Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

No. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI

KASUS

A. TES-TES EQUILIBRIUM 1 2 3 1.

1.TES ROMBERG Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat, pertama kali dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.

Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif (sensori ataxia) atau lesi cerebellum. Pada gangguan propsrioseptif jelas sekali terlihat perbedaan antara membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka mata klien masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu menutup mata klien langsung kesulitan mempertahankan diri dan jatuh. Pada lesi cerebellum waktu membuka dan menutup mata klien kesulitan berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang lebar (wide base)

2. TANDA WALKING 1 Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai, 2 Tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki

berlawanan, baik dengan mata terbuka maupun mata tertutup

TES-TES NON EQUILIBRIUM Finger to finger tes 1 Dengan posisi duduk/berbaring meminta klien

mengekstensikan lengannya.

2. Mintalah klien menyentuh ujung hidungnya dengan jari telunjuknya dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan yang cepat.

Diadokinesia 1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya bergantian,

pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam

2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut secepat mungkin, baik dengan mata terbuka maupun dengan mata terututup

Gangguan diadokinesia disebut disdiadokinesia

SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN 1. Jelaskanlah pada klien apa yang anda dapatkan pada semua

pemeriksaan yang telah dilakukan.

2. Ucapkanlah kata perpisahan dengan klien dan usahakanlah membesarkan hati klien dengan harapan-harapan.

3. Lakukanlah cuci tangan rutin.

Page 14: Neuropsikiatri Neuro

14

SISTEM MOTORIK

PENGERTIAN

Gangguan pergerakan meliputi kelainanan yang bersifat primer misalnya pada lesi UMN atau LMN dan sekunder misalnya pada ganglia basalis dan serebellum. Klien sering datang ke dokter karena tubuh bagian tertentu tidak bisa bekerja dengan baik. Sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf tampak dalam bentuk gangguan gerak otot. Oleh karena itu memeriksa sistem motorik harus dilakukan dengan mahir. TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara pemeriksaan sistem motorik..

• Mampu melakukan pemeriksaan motorik secara sistematik • Menentukan letak lesi kelumpuhan otot. .

MEDIA DAN ALAT BANTU Penuntun Belajar. Manikin otot dan saraf METODE PEMBELAJARAN Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN MOTORIK A. UKURAN OTOT 1 2 3

1.

Mintalah klien berbaring dengan santai Lakukanlah observasi pada semua otot,

2. Periksalah perubahan bentuk otot (eutrofi, hipertrofi, hipotrofi ) 3. Carilah ada atau tidaknya fasikulasi otot

B. TONUS OTOT 1 2 3 4. Mintalah klien berbaring dengan santai. 5. Alihkanlah perhatian klien dengan mengajaknya berbicara. 6. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan lengan bawah klien

di sendi siku secara pasif, lakukan berulang kali secara perlahan dan kemudian secara cepat

7. Nilai tahanan yang dirasakan sewaktu menekukkan dan meluruskan tangan

8. Lakukanlah pemeriksaan juga pada sendi lutut, pada anggota gerak kanan dan kiri,

Cara pemeriksaan lain:

Page 15: Neuropsikiatri Neuro

15

Lakukan fleksi dan ekstensi pada sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki.

C. KEKUATAN OTOT

1 2 3

1.

2.

Meminta klien berbaring, kemudian pemeriksa berdiri disamping kanan tempat tidur klien. Suruhlah klien mengangkat kedua lengan ke atas sampai melewati kepala. Nilailah kekuatan lengan dengan membandingkan kiri dan kanan. Kelemahan dapat dilihat bila lengan yang satu lebih berat atau lebih lambat bergerak dibandingkan lengan yang lainnya. Berikan tahanan ringan sampai berat pada lengan klien dan nilailah besar kekuatan yang dimilki oleh klien. Hal yang sama dilakukan pada kedua tungkai.

2. Interpretasi : Kekuatan otot dinilai dalam derajat : 5 : Kekuatan normal Seluruh gerakan dapat dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar dan dapat melawan tahan ringan dan sedang dari pemeriksa 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 2 : Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi) 1 : Kontaksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan 0 : Tidak ada kontaksi sama sekali. Paralisis total.

3. Lakukan cuci tangan rutin

SISTEM SENSORIK

Sistem sensorik adalah sistem yang mengubungan manusia dengan dunia luar. Informasi yang diterima oleh reseptor menjadi petanda bagi tubuh untuk memberikan respon. Sistem sensorik dibagi menjadi 2 yaitu exteroceptif dan proprioceptif.

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan dalam 5 golongan yaitu :

1. Hilang perasaan kalau dirangsang (anestesia) 2. Perasaan terasa berelebihan kalau dirangsang (hipersetesia) 3. Perasaan yang timbul secara spontan, tanpa adanya perangsangan (parestesia) 4. Nyeri

Page 16: Neuropsikiatri Neuro

16

NO.

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN SENSORIK

KASUS

A. PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL 1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan 2. Memilih dengan benar alat yang akan digunakan 3. Memberikan rangsangan secara ringan tanpa memberi tekanan

jaringan subkutan

4. Meminta penderita untuk menyatakan “YA” atau “TIDAK” pada setiap perangsangan

5. Meminta penderita untuk menyebutkan daerah yang dirangsang 6. Meminta penderita untuk membedakan dua titik yang dirangsang

B. SENSASI NYERI SUPERFISIAL

1. Mata penderita tertutup 2. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tadi terhadap dirinya

sendiri

3 Tekanan terhadap kulit penderita seminiml mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan.

4. Penderita jangan ditanya: apakah Anda merasakan ini atau apakah ini runcing?

5. Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung jarum dan kepala jarum secara bergantian, sementara itu penderita diminta untuk menyatakan sensasinya sesuai dengan pendapatnya.

6. Penderita juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsangan di daerah yang berlainan.

7. Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun maka rangsangan dimulai dari daerah tadi menuju ke arah yang normal.

C. PEMERIKSAAN SENSASI SUHU

1. Penderita lebih baik dalam posisi berbaring. 2. Mata penderita tertutup 3. Tabung dingin/panas terlebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.

Tabung ditempelkan pada kulit penderita, dan penderita diminta untuk menyatakan apakah terasa dingin atau panas.

4. Sebagai variasi, penderita dapat diminta untuk menyatakan adanya rasa hangat.

5. Pada orang normal, adanya perbedaan suhu 2-5 oC sudah mampu untuk mengenalinya.

D. PEMERIKSAAN SENSASI GERAK DAN POSISI

1. Mata penderita tertutup Penderita dapat duduk atau berbaring.

2. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan

Page 17: Neuropsikiatri Neuro

17

digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga dihindari adanya tekanan terhadap jari-jari tadi.

3. Jari yang diperiksa harus ’’dipisahkan’’ dari jari–jari di sebelah kiri/ kanannya sehingga tidak bersentuhan, sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun.

4. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari ataupun apakah ada gerakan pada jarinya.

5. Apabila diperoleh kesan adanya gangguan sensasi gerak dan posisi, maka dianjurkan untuk memeriksa bagian tubuh lain yang ukurannya lebih besar, misalnya tungkai bawah atau lengan bawah.

6. Cara lain ialah dengan menempatkan jari-jari salah satu tangan penderita pada posisi tertentu, sementara itu, mata penderita tetap tertutup; kemudian penderita diminta untuk menjelaskan posisi jari-jari tadi ataupun menirukan posisi tadi pada tangan yang satunya lagi.

E. PEMERIKSAAN SENSASI GETAR / VIBRASI

1. Getarkan garpu tala terlebih dahulu, dengan jalan ujung garpu tala dipukulkan pada benda padat/keras yang lain.

2. Kemudian pangkal garpu tala segera ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.

3. Yang dicatat ialah tentang intensitas dan lamanya vibrasi. 4. Kedua hal tersebut bergantung pada kekuatan penggetaran garpu tala

dan interval antara penggetaran garpu tala tadi dengan saat peletakan garpu tala pada bagian tubuh yang diperiksa.

F. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN

1. Penderita dalam posisi terbaring dan mata tertutup. 2. Ujung jari atau benda tumpul ditekankan atau disentuhkan lebih kuat

terhadap kulit.

3 Di samping itu, dapat diperiksa dengan menekankan struktur subkutan, misalnya massa otot, tendo, dan saraf itu sendiri, baik dengan benda tumpul atau dengan ’’cubitan’’ dengan skala yang lebih besar.

4. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada tekanan dan sekaligus diminta untuk mengatakan daerah mana yang ditekan tadi.

G. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI DALAM ATAU NYERI TEK AN

Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan ditekan dengan ujung jari atau dengan “mencubit” (menekan di antara jari telunjuk dan ibu jari). Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perasaan nyeri atau tidak; pernyataan ini dicocokkan dengan intensitas tekanan atau cubitan.

Page 18: Neuropsikiatri Neuro

18

SISTEM REFLEKS

PENGERTIAN

Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunter, maupun untuk membela diri. Bila suatu perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu gerakan, menandakan bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik terdapat suatu hubungan.. Lintasan yang menghubungkan reseptor dan efektor itu dikenal sebagai busur refleks. Refleks dibagi dalam dua kelompok yaitu refleks fisiologis dan refleks patologis. Pemeriksaan refleks yang akan dilakukan adalah : refleks bisep, refleks trisep, refleks patella dan refleks achilles. Untuk refleks patologis adalah refleks babinski, hoffman-tromner dan refleks openheim. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan refleks baik refleks fisiologis maupun refleks patologis.. SASARAN PEMBELAJARAN Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa : 1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar 2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang akan

dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.

3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks fisiologis dengan benar dan tepat 4. Dapat melakukan pemeriksaan refleks patologis dengan benar dan tepat

MEDIA DAN ALAT BANTU Penuntun Belajar. Hammer Refleks METODE PEMBELAJARAN Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS

NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS A. PEMERIKSAAN REFLEK BISEPS 1 2 3

1. Mintalah klien berbaring telentang dengan santai 2. Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku 3. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di bawah umbilikus 4. Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien lalu

ketuklah tendo tersebut palu

Page 19: Neuropsikiatri Neuro

19

B. PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS 1 2 3 5. Mintalah klien berbaring dengan santai 6. Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku dan tangan

sedikit dipronasikan

7. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di atas umbilikus 8. Ketuklah tendo otot triseps pada fosa olekrani

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BRAKHIORADIALIS 1 2 3 9. Mintalah klien berbaring dengan santai 10. Posisikan lengan bawah klien dalam posisi setengah fleksi dan

tangan sedikit dipronasikan

12. Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan bawahnya sepenuhnya

13. Ketuklah pada processus styloideus D. PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA 1 2 3 14.

intalah klien berbaring telentang dengan santai

15. etakkan tangan pemeriksa di belakang lutut

16. leksikan tungkai klien pada sendi lutut

1 2 3

17 etuklah pada tendon muskulus kuadriseps femoris di bawah patella

E. PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES 17.

intalah klien berbaring dengan santai

18. leksikan tungkai bawah sedikit, kemudian pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki

19. Ketuklah pada tendo achilles 20. Lakukan cuci tangan rutin

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

KETERAMPILAN MEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKI 1 2 3

1. Meminta klien berbaring dengan tungkai di luruskan. 2. Pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya 3. Dengan sebuah benda yang berujung agak runcing, telapak kaki

digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari

Page 20: Neuropsikiatri Neuro

20

PEMERIKSAAN REFLEKS OPPENHEIM 1 2 3 4. Meminta klien berbaring dengan tungkai di luruskan. 5. Mengurut dengan kuat tulang tibialis anterior ke arah distal

dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah .

PEMERIKSAAN REFLEKS HOFFMANN-TROMNER 1 2 3 6. Mintalah klien berbaring 7. Peganglah pergelangan tangan klien dengan jari-jari difleksikan. 8 Jepitlah jari tangan klien di antara telunjuk dan jari tengah

pemeriksa

9. Gunakalah ibu jari untuk menggores dengan kuat ujung jari tengah klien (Snap)

10. Lakukan cuci tangan rutin

NERVUS KRANIALIS

Saraf otak atau saraf kranialis adalah saraf perifer yang berpngkal pada otak dan batang otak. Fungsinya motorik, sensorik dan khusus. Kita mempunyai 12 pasang saraf otak.

1. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS

NERVUS OFTALMICUS (Nn.Cranialis I)

1. Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada penderita Syarat Pemeriksaan : Tidak ada penyakit intranasal : Meminta penderita duduk atau berbaring, sambil menutup matanya

2. Menaruh salah satu bahan/zat di depan salah satu lubang hidung penderita sementara lubang hidung yang lain ditutup

3. Meminta penderita mencium bahan/ zat yang dikenalnya : penderita mengenal zat dengan baik disebut normosmia bila daya cium berkurang : hiposmia tidak dapat mencium sama sekali ; anosmia

NERVUS OPTIKUS (Nn.Cranialis II) 1.

a. Ketajaman penglihatan Syarat Pemeriksaan : Tidak ada kelainan organic pada bola mata, tidak ada fotofobia : Meminta penderita duduk atau berdiri dengan 3 jarak meter dari pemeriksa

2. Penderita diminta menghitung jari dari jarak tersebut. Normal : ketajaman penglihatan 3/60 (60 adalah jarak orang normal dapat menghitung jari)

Page 21: Neuropsikiatri Neuro

21

3. Bila penderita hanya mampu menghitung jari dengan jarak kurang

dari 3 meter maka ketajaman penglihatan (visus) menurun Cara lain : Gerakan tangan : Orang normal membedakan gerak tangan pada jarak 300 meter. Pemeriksaan senter : bila penderita hanya dapat membedakan gelap dan terang, maka ketajaman penglihatan adalah 1/tak terhingga. Ketajaman penglihatan nol (0) bila tidak dapat melihat cahaya.

b. lapangan penglihatan 1. Tes konfrontasi 1. Syarat Pemeriksaan : Pemeriksa harus normal :

Meminta penderita duduk atau berdiri menghadap pemeriksa dengan jarak 60-100 cm ( duduk atau berdiri berhadapan)

2. Mata penderita yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa, biasanya mata yang berlawanan, mata kiri berhadapan dengan mata kanan pada garis dan ketinggian yang sama. Mata yang lain ditutup obyek (jari, benda)

3. Menggerakkan jari/polpen dari kuadran perifer menuju ke arah sentral sampai penderita melihat obyek. Obyek digerakkan dari segala jurusan.

4.

Meminta penderita memberi respon jika mulai melihat gerakan jari dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa apakah ia juga sudah melihatnya. Bila ada gangguan lapangan penglihatan maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan obyek tersebut.

NO.

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS

KASUS

A. PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS III, IV, VI

1. Pemeriksa memperhatikan celah mata penderita untuk menilai apakah terdapat ptosis : kelopak mata terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat dibuka.

2. Pemeriksa memperhatikan posisi mata penderita, untuk menilai apakah terdapat exopthalmus, enopthalmus, strabismus (divergen dan konvergen) atau salah satu mata dalam posisi melihat ke atas atau bawah (skew deviation).

3. Perhatikan dan catat pupil penderita : bentuk (bundar/lonjong), ukuran (mm), sama besar (isokor) Meminta penderita melihat jauh(fiksasi pada benda yang jauh letaknya), senter pupil penderita dari arah luar ke sentral, dan pupil yang disenter akan kontriksi pada keadaan normal (refleks cahaya langsung positif). Bila tidak terjadi konstriksi, refleks cahaya langsung negatif. Meminta penderita melihat jauh (fiksasi pada benda yang jauh

Page 22: Neuropsikiatri Neuro

22

letaknya), senter pupil penderita dari arah luar ke sentral, dan lihat pupil sebelah kontralateral. Normal, pupil kontralateral ikut berkontriksi (refleks cahaya tidak langsung/refleks konsensual positif). Bila tidak terjadi konstriksi pupil kontralateral, refleks cahaya tidak langsung/refleks konsensual negatif.

4. Meminta penderita melihat jauh, kemudian penderita diminta melihat dekat dengan menempatkan pen di dekat mata penderita. Perhatikan apakah pupil berkontriksi. Refleks akomodasi positif, bila pupil berkontriksi dan sebaliknya negatif bila pupil tidak berkontriksi.

5. Penderita tidur terlentang, pemeriksa menempatkan pen pada posisi vertikal sejauh 50 cm dari mata penderita dalam arah penglihatan sentral. Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu penderita untuk fiksasi kepala. Pemeriksa menggerakkan pen secara perlahan ke arah lateral, medial, atas, bawah, dan ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial dan bawah-lateral. Perhatikan apakah mata penderita dapat mengikuti gerakan itu dan tanyakan apakah penderita melihat ganda (diplopia). Bila penderita tidak dapat menggerakkan mata ke arah lateral, parese m rectus lateralis yang dipersarafi N cranialis VI. Bila penderita tidak dapat menggerakkan mata ke arah medial bawah, parese m obliqus superior yang dipersarafi N cranialis IV. Bila penderita tidak dapat menggerakkan mata ke arah selain lateral dan medial-bawah, parese N cranialis III.

B. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS VII

1. Perhatikan muka penderita : simetris atau tidak. Perhatikan kerutan dahi, pejaman mata, sulcus nasolabialis, dan sudut mulut.

2. Meminta penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan simetris atau tidak. Kerutan dahi menghilang pada sisi yang lumpuh.

3 Meminta penderita memejamkan mata dan kemudian pemeriksa mencoba membuka mata penderita. Pada sisi yang lumpuh, penderita tidak dapat/sulit memejamkan mata (lagopthalmus) dan lebih mudah dibuka oleh pemeriksa.

4. Meminta penderita menyeringai atau menunjukkan gigi, mencucurkan bibir atau bersiul, dan mengembungkan pipi. Perhatikan sulcus nasolabialis akan mendatar, sudut mulut menjadi lebih rendah, dan tidak dapat mengembungkan pipi pada sisi lumpuh.

5. Bedakan kelumpuhan nervus VII tipe UMN dan tipe LMN. Tipe UMN, bila kelumpuhan hanya terdapat pada daerah mulut (m. orbicularis oris). Tipe LMN, bila kelumpuhan terjadi baik pada daerah mulut maupun pada mata (m. orbicularis oculi) dan dahi (m. frontalis).

6. Menjelaskan penderita tentang pemeriksaan fungsi pengecapan. Pemeriksa menulis rasa larutan yang disediakan.

Page 23: Neuropsikiatri Neuro

23

Meminta penderita menjulurkan lidah. Mengeringkan lidah dengan tissue. Meminta penderita tutup mata dan meneteskan larutan yang telah disediakan. Meminta penderita buka mata, tetap menjulurkan lidah, dan menunjuk rasa larutan yang telah tertulis di kertas.

NERVUS CRANIALIS VIII, IX DAN X DIPERIKSA PADA SI STEM SPESIAL SENSE

C. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS XII 1. Penderita disuruh membuka mulut dan perhatikan lidah dalam

keadaan istirahat : besar lidah, kesamaan bagian kiri dan kanan, atrofi, berkerut, dan fasikulasi.

2. Penderita disuruh menjulurkan lidah untuk memeriksa adanya parese - Perhatikan apakah ada tremor dan fasikulasi - Perhatikan apakah ada deviasi lidah ke satu sisi. Sebagai

patokan dapat dipakai garis diantara kedua seri (incisivus). Bila ada parese satu sisi, lidah berdeviasi ke sisi parese.

- Meminta penderita menyentuhkan lidah ke pipi kiri dan kanan. Saat bersamaan, tangan pemeriksa ditempatkan di pipi sisi luar untuk merasakan kekuatan sentuhan lidah penderita.

3. Meminta penderita mengucapkan huruf R atau kata-kata yang mengandung huruf R, misalnya ular lari lurus. Pemeriksaan ini untuk menilai apakah ada disartria (cadel atau pelo).

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN

FUNGSI KOORDINASI

No. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI

KASUS

A. TES-TES EQUILIBRIUM 1 2 3 1.

1.TES ROMBERG Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat, pertama kali dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.

Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif (sensori ataxia) atau lesi cerebellum. Pada gangguan propsrioseptif jelas sekali terlihat perbedaan antara membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka mata klien masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu menutupo mata klien langsung kesulitan mempertahankan diri dan jatuh . pada lesi cerebellum waktu membuka dan menutp mata klien kesulitan berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang

Page 24: Neuropsikiatri Neuro

24

lebar (wide base) 2. TANDA WALKING 1 Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai, 2 Tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki

berlawanan, baik dengan mata terbuka maupun mata tertutup

TES-TES NON EQUILIBRIUM Finger to finger tes 1 Dengan posisi duduk/berbaring meminta klien

mengekstensikan lengannya.

2. Mintalah klien menyentuh ujung hidungnya dengan jari telunjuknya dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan yang cepat.

Diadokinesia 1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya

bergantian,pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam

2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut secepat mungkin, baik dengan mata terbuka maupun dengan mata terututup

Gangguan diadokinesia disebut disdiadokinesia

SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN 1. Jelaskanlah pada klien apa yang anda dapatkan pada

semua pemeriksaan yang telah dilakukan.

2. Ucapkanlah kata perpisahan dengan klien dan usahakanlah membesarkan hati klien dengan harapan-harapan.

3. Lakukanlah cuci tangan rutin.