nelson peter nikijuluw

27
Nelson Peter Nikijuluw 102011127 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Pendahuluan Anamnesis Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: (021) 5694-2061 (hunting), Fax: (021) 563-1731 Email: [email protected] 1

Upload: gian-alodia-risamasu

Post on 11-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah pbl blok 18Sistem Respirasi II

TRANSCRIPT

Page 1: Nelson Peter Nikijuluw

Nelson Peter Nikijuluw

102011127

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Pendahuluan

Anamnesis

Anamnesis riwayat medis yang cermat harus mencakup penilaian terhadap kesehatan

umu pasien. Riwayat diet yang teliti perlu ditanyakan. Demikian pula, penggunaan obat oleh

pasien yang harus ditinjau kembali. Faktor-faktor psikologi dapat memainkan peranan sebagai

penyebab, gejala depresi atau histeria harus dicatat.2

Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),Fax: (021) 563-1731Email: [email protected]

1

Page 2: Nelson Peter Nikijuluw

Pada skenario yang didapat, seorang anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ke

puskesmas karena batuk sejak 2 minggu yang lalu. Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas

akibat batuk terus menerus sehingga wajah menjadi memerah kebiruan. Di antara episode batuk,

pasien tampak baik-baik saja. Keluhan demam (+) tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun.

Riwayat imunisasi tidak lengkap.

Seperti biasanya, tanyakan identitas pasien, yakni; nama, alamat, tempat tanggal lahir,

dan pekerjaan. Karena pasien masih berumur 4 tahun anamnesis yang dilakukan adalah

autoanamnesis, yakni dengan bertanya pada orang tua atau keluarganya. Tanyakan apa yang

menjadi keluhan utama pasien sehingga datang menemui dokter. Karena keluhan utama pada

skenario adalah batuk, sejak kapan lama batuk dirasakkan, kapan batuk itu muncul, bagaimana

frekuensinya apakah terus-menerus atau hilang timbul. Tanyakan apakah ada lendir atau sputum

yang dihasilkan, bagaimana konsistensinya, berapa banyak sputum yang dihasilkan apakah ada

darah, lendir atau pus.

Tanyakan secara khusus mengenai gambaran sistemik penyakit seperti, demam,

penurunan berat badan, dan gejala lain yang dirasakan pasien. Tanyakan apakah sudah pernah

diobati sebelumnya, apa obat yang pernah dikonsumsi, dan bagaimana perubahan kondisi fisik

pasien seteleh mengkonsumsi obat tersebut. Tanyakan mengenai lingkungan tempat tinggalnya,

makanan sehari-hari yang dimakan. Tanyakan juga riwayat penyakit keluarga, apakah ada

anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik (Physical Examination) juga sering disebut sebagai diagnosis fisik.

Untuk keperluan pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk melepas baju sehingga dada dan perut

dapat diperiksa dengan leluasa. Diperlukan sinar yang cukup untuk penerangan, kadang-kadang

diperlukan sinar dari arah samping atau tangensial. Mula-mula pasien diperiksa dalam posisi

duduk, kemudian berbaring atau berbaring setengah duduk dengan sudut 30º-45º. Ada komponen

dasar pemeriksaan fisik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.3

Inspeksi

2

Page 3: Nelson Peter Nikijuluw

Pemeriksaan dengan cara melihat objek yang diperiksa disebut inspeksi. Inspeksi merupakan

fase awal pemeriksaan yang sangat penting untuk mendapatkan informasi tentang gejala

penyakit. Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernapasan adalah observasi dada, bentuknya

simetris atau tidak, gerak dada, pola napas, frekuensi napas, irama, apakah terdapat ekshalasi

yang panjang (sighing), apakah terdapat penggunaan otot pernapasan tambahan, gerak paradoks,

retraksi antara iga, retraksi di atas klavikula, apakah terdapat parut luka yang kemungkinan bekas

operasi. Penghitungan frekuensi napas jangan diketahui oleh pasien karena akan mengubah pola

napasnya. Lakukan penghitungan frekuensi napas seolah-olah seperti menghitung frekuensi

detak nadi.3

Palpasi

Palpasi dimulai dengan memeriksa telapak tangan dan jari, leher, dada, dan abdomen. Tekanan

vena jugularis diperlukan untuk mengetahui tekanan pada atrium kanan. Pemeriksaan leher

bertujuan untuk menentukan apakah trakea tetap di tengah atau bergeser dari tempatnya, apakah

terdapat penonjolan nodus limfa. Pemeriksaan palpasi dada akan memberikan informasi tentang

penonjolan di dinding dada, nyeri tekan, gerakan pernapasan yang simetris atau asimetris, derajat

ekspansi dada, dan untuk menentukan tactile vocal fremitus. Pemeriksaan gerak dada dilakukan

dengan cara meletakkan kedua telapak tangan secara simetris pada punggung. Kedua ibu jari

diletakkan di samping linea vertebralis dengan jarak yang sama. Pasien diminta untuk melakukan

inspirasi dalam. Jika gerak dada simetris, jarak ibu jari kanan dan kiri terhadap linea vertebralis

akan berbeda. Sisi ulnar telapak tangan diletakkan dengan ringan pada dinding dada kemudian

pasien diminta untuk mengucapkan kata ninety nine (bukan sembilan puluh sembilan) atau tujuh

puluh tujuh.3

Perkusi

Pengetukan dada (perkusi) akan menghasilkan vibrasi pada dinding dada dan organ paru di

bawahnya yang akan dipantulkan dan diterima oleh pendengaran pemeriksa. Nada dan kerasnya

bunyi tergantung pada kuatnya perkusi dan sifat organ di bawah lokasi perkusi . Perkusi di

3

Page 4: Nelson Peter Nikijuluw

atas organ yang padat atau organ yang berisi cairan akan menimbulkan bunyi dengan amplitudo

rendah dan frekuensi tinggi yang disebut suara pekak (dull, stony dul). Perkusi di atas organ yang

berisi udara akan menimbulkan bunyi resonansi, hiperresonansi dan timpani.3

Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh dengan cara menempelkan

telinga ke dekat sumber bunyi atau agar lebih mudah dengan menggunakan stetoskop. Stetoskop

mempunyai tiga ujung yaitu satu ujung kepala yang diletakkan di atas kulit dada atau perut dan

dua ujung yang lain ditempelkan di lubang telinga pemeriksa. Auskultasi dilakukan mulai dari

leher, dada, dan kemudian abdomen. Urutan melakukan auskultasi sebaiknya sistemik. Untuk

keperluan ini dinding dada anterior dibagi menjadi enam (6) lobus sedangkan punggung

posterior dibagi menjadi dua belas (12) lokus.3

Differential Diagnose

Tuberkulosis Paru

Asma Bronkial

Croup (Laringotrakeobronkitis)

Pemeriksaan Penunjang

4

Page 5: Nelson Peter Nikijuluw

Working Diagnose

Pertusis harus dicurigai pada setiap individu yang mempunyai keluhan batuk murni atau

dominan, termasuk jika yang berikut ini tidak ada: demam, malaise, atau mialgia, eksantema dan

enantema, nyeri tenggorok, parau, takipnea, mengi dan ronki. Apnea atau sianosis (sebelum

adanya batuk) merupakan kunci pada bayi sebelum 3 bulan. B. Pertussis kadang-kadang

merupakan penyebab kematian bayi. Terjadi leukositosis (15.000-100.000 sel/mm³) karena

limfositosis absolut adalah khas pada akhir stadium kataral dan paroksismal. Eosinofilia tidak

lazim pada pertusis, bahkan pada bayi muda sekalipun.1

Manifestasi Klinis

Pertusis adalah penyakit yang lama yang dibagi menjadi stadium kataral, paroksimal, dan

konvalesen, masing-masing berakhir 2 minggu. Secara klasik, pasca-masa inkubasi yang berkisar

dari 3 sampai 12 hari, gejala kataral tidak khas, terjadi kongesti dan rhinorrea, secara berbeda

disertai dengan demam, bersin, lakrimasi, dan penutupan konjungtiva. Ketika gejala semakin

berkurang, batuk mulai mula-mula sebagai batuk pendek iritatif, kering, intermitten dan

berkembang menjadi paroksimal yang tidak berhenti-henti yang merupakan tanda khas pertussis.

Pasca-kekagetan yang paling tidak berarti dari aliran udara, cahaya, suara, pengisapan atau

peregangan, bayi muda yang tampak sehat mulai tercekik, menghembuskan napas dan tungkai

berjuntai, mata berair dan cembung, muka merah. Batuk (dengkur ekspirasi [expiratory grunt])

mungkin tidak ada, mencolok, atau diperkirakan pada fase dan umur ini. Teriakan (hembusan

inspirasi yang kuat) jarang terjadi pada bayi sebelum umur 3 bulan yang kekuatan ototnya lemah

atau kurang untuk membuat tekanan intratoraks negatif mendadak. Anak belajar jalan yang

sedang bermain-main yang tampak sehat dengan provokasi yang sama tidak berarti secara

mendadak mengungkapkan pancaran muka kecemasan dan mungkin mencengkeram orang tua

atau menenangkan orang dewasa sebelum mulai ledakan batuk terus menerus seperti senapan

5

Page 6: Nelson Peter Nikijuluw

mesin, dagu dan dada membungkuk ke depan, lidah menonjol maksimal, mata mencembung dan

berair, muka berwarna merah lembayung, sampai pada saat-saat terakhir sadar, batuk berhenti

dan teriakan kuat menyertai ketika udara inspirasi melewati saluran napas yang sebagian masih

tertutup. Episode dapat berakhir dengan pengeluaran secara paksa (ekspulsi) penyumbat sekresi

trakea yang kental, silia yang lepas, dan epitel nekrotik. Orang dewasa menggambarkan rasa

pencekikan yang disertai dengan batuk terus menerus, rasa kekurangan napas, nyeri kepala

penuh, kesadaran berkurang, dan kemudain dorongan dada dan desakan udara ke dalam paru-

paru, biasanya tanpa teriakan. Muntah pascabatuk sering ada pada pertusis pada semua umur dan

merupakan kunci utama untuk diagnosis pada remaja dan orang dewasa. Kelelahan pascabatuk

adalah menyeluruh. Jumlah dan keparahan paroksimal menjelek selama beberapa hari sampai

satu minggu (lebih cepat pada bayi muda) dan tetap pada plateau tersebut selama beberapa hari

sampai beberapa minggu (lebih lama pada bayi muda). Pada puncak stadium paroksimal,

penderita mungkin mengalami lebih dari satu episode per jam. Ketika stadium paroksimal

menghilang menjadi konvalesen, frekuensi, keparahan, dan lama episode berkurang. Sebaliknya

pada bayi dengan pertumbuhan dan bertambahnya kekuatan, batuk dan rejan dapat menjadi lebih

keras dan lebih klasik pada konvalesen.1

Anak yang di imunisasi mengalami semua pemendekan stadium pertusis. Orang dewasa

tidak memiliki stadium yang berbeda. Pada bayi sbelum umur 3 bulan fase kataral biasanya

beberapa hari dan tidak dikenali sama sekali kapan apnea, tercekik, batuk ngorok yang menandai

mulanya penyakit; termasuk konvalesen batuk paroksismal intermitten selama umur tahun

pertama termaksud “berulang” dengan penyakit pernapasan selanjutnya; keadaan ini bukan

karena infeksi berulang atau reaktivasi B. Pertussis. Pemeriksaan fisik biasanya tidak informatif.

Tanda-tanda penyakit saluran pernapasan bawah tidak diharapkan. Sering ada perdarahan

konjungtiva dan ptekie pada tubuh bagian atas.1

Etiologi

Bordetella pertussis merupakan satu-satunya penyebab pertusis epidemik dan merupkana

penyebab biasa pertusis sporadis. B. pertussis sangat menambah kasus pertusis total di daerah

lain seperti Denmark, Republik Ceko, Slovakia, dan Republik Rusia. B. pertussis dan B.

parapertussis merupakan patogen manusia tersendiri (eksklusif), dan beberapa primata).1

6

Page 7: Nelson Peter Nikijuluw

B. pertussis merupakan bakteri pendek, gram negatif, kokobasil menyerupai H. influenza.

Dengan pewarnaan toluidin biru, dapat dilihat granula bipolar metakromatik, terdapat simpai.

Isolasi primer B. pertussis memerlukan perbenihan yang diperkaya. Dapat digunakan perbenihan

Bordet-Gengou (agar kentag-darah-gliserol) yang mengandung penisilin G 0,5 µg/mL; tetapi

perbenihan yang mengandung arang seperti yang digunakan untuk Legionella pneumophila lebih

disukai. Lempeng dieramkan pada suhu 35-37°C selama 3-7 hari dalam tempat lembab

(misalnya dalam kantung plastik tertutup). Bakteri batang kecil sedikit gram negatif,

diidentifikasi oleh pewarnaan imunofloresensi.6

Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tetapi tidak membentuk gas dari glukosa

dan laktosa. Bakteri ini tidak memerlukan faktor X dan V pada biakan selanjutnya. Hemolisis

pada perbenihan yang mengandung darah dihubungkan dengan B. pertussis yang virulen. Bila

diisolasi dari penderita dan dibiak pada perbenihan yang diperkaya, B. pertussis berada dalam

stadium hemolisis dan stadium pertusis virulen penghasil toksin. Terdapat dua mekanisme bagi

B. pertussis untuk berganti menjadi bentuk yang nonhemolitik, dan bentuk tidak virulen yang

tidak menghasilkan toksin. Modulasi fenotipik yang reversibel terjadi bila B. pertussis tumbuh

dalam kondisi lingkungan tertentu (misalnya suhu 28°C melawan suhu 37°C, adanya MgSO4,

dan lain-lain). Berbagai stadium yang reversibel mengikuti peristiwa mutasi frekwensi-rendah

pada lokus genetik yang mengendalikan ekspresi faktor-faktor virulensi. Mungkin mekanisme ini

memainkan peranan penting pada proses infeksi, tetapi hal ini belum dapat diperlihatkan secara

klinik.6

Epidemiologi

Di seluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan labih dari setengah juta

meninggal. Selama masa pravaksin tahun 1922-1948, pertusis adalah penyebab utama kematian

dari penyakit menular pada anak dibawah usia 14 tahun di Amerika Serikat. Penggunaan vaksin

pertusis yang meluas penyebabkan penurunan kasus yang dramatis. Insiden penyakit yang tinggi

di negara-negara sedang berkembang dan maju, seperti Itali dan daerah-daerah tertentu Jerman,

dimana cakupan vaksin rendah, atau Nova Scotia, dimana mungkin telah digunakan vaksin

kurang poten, dan munculnya kembali penyakit secara dramatis bila imunisasi dihentikan

menyokong peran vaksinasi yang sangat penting.1

7

Page 8: Nelson Peter Nikijuluw

Pertusis adalah endemik, dengan ditumpangi siklus epidemik setiap 3-4 tahun sesudah

akumulasi kelompok rentan yang cukup besar. Pertusis sangat menular, dengan angka serangan

setinggi 100% pada individu rentan yang terpajan pada tetes-tetes aerosol pada rentangan yang

rapat. B. pertussis tidak tahan hidup untuk masa yang lama dalam lingkungannya.1

Baik penyakit alamiah atau vaksinasi tidak memberi imunitas sempurna atau seumur

hidup terhadap reinfeksi atau penyakit. Proteksi terhadap penyakit khas mulai berkurang 3-5

tahun sesudah vaksinasi dan tidak dapat terukur sesudah 12 tahun. Reinfeksi subklinis pasti turut

menimbulkan imunitas cukup besar terhadap penyakit yang berkaitan dengan vaksin maupun

infeksi sebelumnya. Remaja dan dewasa yang batuk (biasanya tidak dikenali sedang menderita

pertusis) sekarang merupakan reservoir utama untuk B. pertussis dan merupakan sumber yang

lazim untuk “kasus indeks” pada bayi dan anak. Tanpa reinfeksi alamiah dengan B. pertussis

atau vaksinasi booster berulang, anak yang lebih tua dan orang dewasa rentan terhadap penyakit

klinis jika terpajan, dan ibu hanya memberikan sedikit proteksi pasif pada bayi muda.

Pengamatan yang terakhir memberi koreksi pada pendapat lama bahwa ada sedikit proteksi

transplasenta terhadap pertusis.1

Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan utama manusia terdiri dari jalan nafas dan saluran nafas serta paru

(parenkim paru). Yang disebut sebagai jalan nafas adalah nares, hidung bagian luar (external

nose); hidung bagian dalam (internal nose); sinus paranasal; faring; laring. Semuanya termasuk

dalam cangkupan bidang telinga hidung tenggorokan (THT) dan tidak dibahas di dalam

pulmonologi tetapi dapat saja terkait jika membiacarakan respirologi, sedangkan saluran nafas

adalah trakea, bronki dan bronkioli.7

Ada juga yang mengatakan bahwa saluran nafas atas dimulai dari hidung sampai karina

(percabangan ke bronkus). Sedangkan yang dimaksud dengan parenkim paru adalah organ

berupa kumpulan kelompok alveoli yang mengelilingi cabang-cabang pohon bronkus. Paru

kanan ini terdiri dari 3 bagian yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Setiap lobus

ini mempunyai bronkus lobusnya masing-masing. Berbeda dengan paru kiri yang memiliki 2

lobus yaiut lobus superior dan lobus inferior.7

Struktur pelengkap dalam pernafasan berupa komponen pembentuk dinding toraks,

diafragma, dan pleura. Struktur pelengkap ini merupakan struktur penunjang yang diperlukan

8

Page 9: Nelson Peter Nikijuluw

untuk bekerjanya sistem pernafasan itu sendiri. Yang termasuk dalam struktur ini yaitu dinding

dada yang terdiri dari iga dan otot, otot abdomen dan otot-otot lain, diafragma, serta pleura.

Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan ini terbagi menjadi 2 yaitu saluran pernafasan atas dan saluran

pernafasan bawah. Pada saluran pernafasan atas yaitu jalan nafas yang terdiri dari hidung, laring,

faring dan laring. Sepertiga anterior rongga hidung dibagi menjadi dua oleh septum nasi. Ostium

nasalis intema merupakan bagian yang paling sempit di rongga hidung. Udara yang dihirup

melalui ostium ini mendapat tahanan lima puluh persen lebih tinggi dibandingkan jika dihirup

melalui mulut Palatum molle rnembagi faring menjadi dua bagian, yaitu regio nasofaring dan

regio orofaring. Pada nasofaring, terdapat jaringan limfoid yang membentuk lingkaran; adenoid

termasuk di dalamnya. Tonsil yang terletak antara tenggorok anterior dan posterior membatasi

rongga mulut dengan orofaring. Laring terdiri atas kartilago, pita suiara, otot dan ligamenlum;

semuanya menjaga agar jalan napas terbuka selama bemapas dan menutup ketika sedang

menelan.7

Saluran pernafasan atas dan bawah ini dipisahkan oleh bagian pinggir bawah kartilago

krikoidea. Maka saluran pernafasan bawah ini dimulai dari ujung trakea sampai pada bronkus

terminalis. sampai bronkiolus terminalis. Trakea, yang panjangnya antara 10-12 cm, dibentuk

oleh sekitar 20 lapis kartilago yang berbentuk huruf C dan berakhir ketika bercabang dua di

karina. Bagian yang tidak berkartilago disebut trakea membranosa dan berada di sebelah

posterior. Pada ketinggian vertebra torakalis ke-4 atau setinggi sambungan antara manubrium

dengan iga kedua kanan, trakea bercabang dua di karina menjadi bronkus utama kanan dan

bronkus utama kiri. Di atas tempat masuknya bronkus utama, kedua ujung karfilago bertemu

membentuk cincin yang sempurna, tidak lagi berbentuk huruf C, melainkan berbentuk huruf O.

Bronkus utama kanan lebih pendek dibandingkan bronkus utama. Sudut yang dibentuk bronkus

utama kanan terhadap trakea lebih tajam dibandingkan dengan sudut yang dibentuk oleh bronkus

utama kiri terhadap trakea.7

Saluran nafas terbagi lagi berdasarkan kemampuannya yaitu saluran nafas yang bertugas

hanya untuk mengantarkan udara (conducting airways atau sering disebut dengan central

airways) dan saluran nafas peripheral airways yang sudah terjadi pertukaran udara. Adapula sifat

anatomik dari saluran pernafasan ini adalah; dibentuk atau ditopang oleh cincin kartilago,

9

Page 10: Nelson Peter Nikijuluw

dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia, mengandung otot polos, mendapat vaskularisasi dari arteria

bronkialis, diameternya lebih dari 2 mm, dan idak ada alveoli pada dindingnya.7

Saluran napas bukan berupa pipa yang kaku, melainkan berupa saluran dari otot dengan

inervasi vagal yang dapat membuatnya berdilatasi dan berkontraksi sebagai respon terhadap

rangsangan neurohumoral dan rangsangan kimia. Sedangkan untuk saluran pernafasan peripheral

mempunyai sifat anatomik yang berbeda sifat ini sebagai berikut: tidak dibentuk oleh kartilago;

dibentuk oleh otot. (Namun, walau dari otot, dapat berbentuk seperti pipa karena dinding yang

berupa otot ini tertarik ke arah luar oleh daya elastis jaring-jaring paru); mendapat pasokan darah

dari arteri pulmonalis; ukuran diameternya < 2 mm; pada dindingnya menjulur alveoli; dan,

dibatasi oleh epitel kuboid yang ke arah perifer menjadi tidak bersilia.7

Dapat disimpulkan bahwa saluran udara yang hanya dapat menghantarkan udara

terbentuk dari kartilago dan otot sedangkan yang sudah mulai terjadi pertukaran udara terdiri dari

otot saja.

Mekanisme pernapasan

Secara garis besar pernapasan mempunyai dua sistem yaitu sistem pernapasan

dalam(internal) dan pernapasan luar(eksternal).

Pernapasan dalam (internal) yaitu pertukaran gas antara organel sel(mitokondria) dan

medium cairnya. Hal tersebut menggambarkan proses metabolisme intraseluler yang meliputi

konsumsi 02 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran CO2 (terdapat pada

medium cair/sitoplasma) sampai menghasilkan energi.7

Pernapasan eksternal yaitu absorbsi O2 dan pembuangan CO2 dari dalam tubuh secara

keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal yaitu pertukaran udara luar

kedalam alveolus (alveoli) melalui aksi mekanik pernapasam yaitu melalui ventilasi, Pertukaran

O2 dan CO2 yang terjadi antara alveolus dan darah pada pembuluh kapiler paru-paru melalui

proses difusi, pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah dari paru-paru ke jaringan

dan sebaliknya yang disebut proses transportasi, dan pertukaran O2 dan CO2 darah dalam

pembuluh kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.7

Sistem pernapasan juga memiliki fungsi tambahan berikut ini : Menyediakan jalan untuk

mengeluarkan air dan panas. Udara atmosfer yang dihirup dilembabkan dan dihangatkan oleh

10

Page 11: Nelson Peter Nikijuluw

jalan napas sebelum udara tersebut dikeluarkan pelembaban udara yang dihirup ini penting

dilakukan agar dinding alveolus tidak mengering. O2 dan CO2 tidak dapat berdifusi melintasi

membrane yang kering. Meningkatkan aliran balik vena, berperan dalam memelihara

keseimbangan asam basa normal dengan mengubah jumlah CO2 penghasil asam yang

dikeluarkan. Selain itu, system pernapasan juga bisa membantu kita berbicara, menyanyi dan

vokalisasi lain, mempertahankan tubuh dari invasi benda asing, mengeluarkan, memodifikasi,

mengaktifkan atau menginaktifkan berbagai bahan yang melewati sirkulasi paru.

Pato fisiologi

Bodetella merupakan kokobasil gram negatif yang sangat kecil yang tumbuh secara

aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik keseluruhan dengan faktor pertumbuhan

nikotinamid, asam amino untuk energi, dan arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap

bahan-bahan berbahaya. Spesies Bordetella memiliki bersama tingkat homologi DNA yang

tinggi pada gena virulen, dan ada kontroversi (perdebatan) apakah cukup ada perbedaan untuk

menjamin klasifikasi sebagai spesies yang berbeda. Hanya B. pertussis yang mengeluarkan

toksin pertusis (TP), protein virulen utama. Penggolonganserologis tergantung pada aglutinogen

K labil panas. Dari 14 aglutinogen, 6 adalah spesifik untuk B. pertussis. Serotip bervariasi secara

geografis dan sesuai waktu.1

B. pertussis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis, banyak darinya

dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Pasca pembedahan aerosol,

hemaglutinin filamentosa (HAF), beberapa aglutinin (terutama FIM 2 dan FIM3), dan protein

permukaan nonfimbria 69 kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap

sel epitel bersilia saluran pernapasan. Sitotoksin trakhea, adenilat siklase, dan TP tampak

menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin trakea, faktor dermonekrotik, dan adenilat

siklase diterima secara dominan menyebabkan cedera epitel lokal yang menghasilkan gejala-

gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti mempunyai banyak aktivitas

biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin, disfungsi leukosit), beberapa darinya

merupakan manifestasi sistemik penyakit. TP menyebabkan limfositosis segera pada binatang

percobaan dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak

memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam patogenesis.1

11

Page 12: Nelson Peter Nikijuluw

Penatalaksanaan

Penilaian dan Perawatan Pendukung

Tujuan terapi adalah membatasi jumlah paroksismal, untuk mengamati keparahan batuk,

memberi bantuan bila perlu, dan memaksimalkan nutrisi, istirahat dan penyembuhan tanpa

sekuele. Bayi sebelum 3 bulan dumasukkan ke rumah sakit hampir tanpa kecuali, pada antara

umur 3 bulan dan 6 bulan kecuali kalau paroksismal tampak tidak berat, dan pada setiap umur

jika komplikasi terjadi atau keluarga tidak mempu memberikan perawatan pendukung. Bayi

muda yang dilahirkan prematur dan anak dengan dasar gangguan jantung, paru-paru, muskuler,

atau neurologis mempunyai risiko tinggi untuk penyakit berat.1

Tujuan rawat inap spesifik, terbatas, adalah (1) menilai kemajuan penyakit dan

kemungkinan kejadian yang mengancam jiwa pada puncak penyakit, (2) mencegah atau

mengobati komplikasi, dan (3) mendidik orang tua pada riwayat alamiah penyakit dan pada

perawatan yang akan diberikan di rumah. Untuk kebanyakan bayi tanpa komplikasi, keadaan ini

disempurnakan dalam 48-72 jam. Frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, dan oksimetri nadi

dimonitor terus, pada keadaan yang membahayakan, sehingga setiap paroksismal disaksikan oleh

personel perawat kesehatan. Rekaman batuk yang rinci dan pencatatan pemberian makanan,

muntah dan perubahan berat memberikan data untuk penilaian keparahan. Paroksismal khas yang

tidak membahayakan mempunyai tanda-tanda berikut: lama kurang dari 45 detik, perubahan

warna merah tetapi tidak biru; takikardi; brakikardi (tidak < 60 denyut/menit pada bayi) , atau

desaturasi oksigen yang secara spontan selesai pada akhir paroksismal; berteriak atau kekuatan

unuk menyelamatkan diri pada akhir paroksimal; mengeluarkan sumbatan mukus sendiri;

kelelahan pascabatuk tetapi bukan tidak berespons. Penilaian kebutuhan penyediaan oksigen,

stimulasi, atau pengisapan memerlukan personel trampil yang dapat mencatat kemampuan bayi

untuk mengamankan diri tetapi yang akan menghalangi dengan cepat dan dengan keahlian bila

deperlukan. Bayi yang paroksimalnya berulang membawa pada kejadian yang mengancam jiwa

walaupun penghantaran pasif oksigen memerlukan intubasi, paralisis, dan ventilasi.1

Dalam 48-72 jam, arah dan keparahan penyakit biasanya jelas dengan menganalisis

informasi yang terekam. Banyak bayi mengalami perbaikan yang sangat nyata pasca rawat inap

12

Page 13: Nelson Peter Nikijuluw

rumah sakit dan terapi antibiotik. Apnea dan kejang-kejang terjadi pada fase naik (incremental)

penyakit dan pada mereka dengan penyakit yang berkomplikasi.1

Agen Terapeutik, Agen Antimikroba

Agen antimikroba selalu diberikan bila pertussis dicurigai atau diperkuat karena

kemungkinan manfaat klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Eritromisisn, 40-50 mg/kg/24

jam, secara oral dalam dosis terbagi empat (maksimum 2 g/24 jam) selama 14 hari merupakan

pengobatan baku. Ampisilin, rifampin, trimethoprim-sulfametoksasol cukup aktif tetapi

sefalosporin generasi pertama dan kedua tidak. Pada penelitian klinis, eritromisisn lebih unggul

daripada amoksisilin untuk pelenyapan B. pertussis dan merupakan satu-satunya agen dengan

kemanjuran yang terbukti.

Salbutamol. Sejumlah kecil trial klinis dan laporan memberi kesan cukup pengurangan

gejala-gejala sari stimulan β2-adrenergik salbutamol (albuterol). Tidak ada trial klinis tepat yang

telah menunjukkan pengaruh manfaat; satu penelitian kecil tidak menunjukkan pengaruh.

Pengobatan dengan aerosol memicu paroksismal.

Kortikosteroid. Tidak ada trial klinis buta acak cukup besar yang telah dilakukan untuk

mengevaluasi penggunaan kortikosteroid dalam manajemen pertusis. Penelitian pada binatang

menunjukkan pengaruh yang bermanfaat pada manifestasi penyakit yang tidak mempunyai

kesimpulan pada infeksi pernapasan pada manusia. Penggunaan klinisnya tidak dibenarkan.

Globulin Imun Pertusis. Serum hiperimun, berasal dari masa konvalesen pertusis

dewasa, banyak diresepkan dan dipandang bermanfaat pada tahun 1930 dan 1940; penelitian

selanjutnya dan trial kendali-plasebo satu-satunya tidak menunjukkan manfaat atau sedikit

bermanfaat. Pada penelitian buta-ganda baru-baru ini di Swedia dengan menggunakan hiperimun

serum dosis intramuskular besar (diambil dari orang dewasa yang diimunisasi), rejan (tetapi

bukan batuk atau muntah) sangat berkurang pada bayi yang diobati pada minggu pertama

penyakit dibanding dengan penderita yang diberi plasebo. Penggunaan preparat imunoglobulin

13

Page 14: Nelson Peter Nikijuluw

jenis apapun tidak dibenarkan kecuali kalau penelitian lebih lanjut memperkuat pengaruh

manfaat.

Pencegahan

Jenis Imunisasi

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar)

dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan

oleh WHO ditambah dengan hepatitis B. Sedangkan imunisasi yang hanya dianjurkan oleh

pemerintah dapat digunakan untuk mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit

endemik atau untuk kepentingan tertentu (bepergian) misalnya jemaah haji yang disuntikkan

imunisasi meningitis.8

Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, di

antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang

disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi, dan status nutrisi terutama kecukupan protein

karena protein diperlukan untuk menyintesis antibodi. Mengingat efektif dan tidaknya imuisasi

tersebut dapat bergantung pada berbagai faktor yang memengaruhinya, sehingga kekebalan

tubuh tersebut dapat diharapkan dari diri anak. Beberapa imunisasi dasar diwajibkan oleh

pemerintah (program imunisasi PPI), adalah misalnya: imunisasi BCG, imunisasi hepatitis B,

imunisasi polio, imunisasi DPT, dan imunisasi campak. Sedangkan jenis imunisasi yang hanya

dianjurkan adalah seperti: imunisasi HiB, imunisasi PVC, imunisasi influenza, imunisasi MMR,

imunisasi typhus abdominalis, imunisasi hepatitis A, dan imunisasi varicella.7 Karena pada

skenario kali ini pasien di diagnosa menderita pertusis, dan ada riwayat imunisasi dasar tidak

lengkap, maka yang akan dibahas adalah hanya imunisasi DPT.8

Imunisasi DPT

Imunisasi DPT (diphteria, pertussis, tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin

yang mengandung racun kuman diffteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih

dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT,

diberikan pada usia > 6 minggu, secara terpisah atau secara kombinasi dengan Hepatitis B atau

14

Page 15: Nelson Peter Nikijuluw

HiB. Booster DPT diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Usia 12 tahun mendapat TT saat

program BIAS SD kelas 6.8

Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap

vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga

terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuskular. Pemberian DPT

dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri

pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi meningitis hebat, kesakitan

kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok. Upaya

pencegahan penyakit difteri, pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi

karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan anak balita.8

Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukan bahwa jumlah kasus differi rawat

jalan di Indonesia selama 3 tahun paling banyak dari golongan usia 15-44 tahun (47,42%).

Pasien pertusis yang dirawat inap paling banyak dari kalangan bayi dan anak-anak (60,28% dari

seluruh pasien rawat inap). Hal ini mendukung pendapat bahwa bayi dan anak-anak merupakan

golongan usia yang rentan terhadap penyakit pertusis. Pasien tetanus yang dirawat inap paling

banyak dari goongan usia di atas 45 tahun (44,16%).8

Komplikasi dan Prognosis

Frekuensi komplikasi sukar ditentukan karena hasil akhir berat yang terutama dilaporkan,

tetapi bayi sebelum umur 6 bulan mempunyai mortalitas dan morbiditas berlebihan. Mereka

yang berumur sebelum 2 bulan mempunyai frekuensi yang dilaporkan tertinggi kasus rawat inap

karena pertusis (82%), pneumonia (25%), kejang-kejang (4%), ensefalopati 1% dan kematian

1%.1

Komplikasi pertusis utama adalah apnea, infeksi sekunder (seperti otitis media dan

pneumonia), dan sekuele fisik batuk kuat. Kebutuhan perawatan intensif dan ventilasi artifisial

biasanya terbatas pada bayi sebelum umur 36 bulan. Apnea, sianosis, dan pneumonia bakteri

sekunder merupakan kejadian-kejadian yang mempercepat intubasi dan ventilasi. Pneumonia

bakteri dan/atau sindrom distres pernapasan dewasa merupakan penyebab kematian yang lazim

pada setiap umur; perdarahan paru terjadi pada neonatus. Demam, takipnea atau distress

pernapasan antara paroksimal, dan neutrofilia absolut merupakan kunci terhadap pneumonia.

15

Page 16: Nelson Peter Nikijuluw

Patogen yang diharapkan adalah Staphylococcus aureus, S. pneumoniae dan bakteri flora mulut.

Bronkiektasis dilaporkan jarang pascapertusis. Kelainan fungsi paru mungkin menetap selama 12

bulan pascapertusis tidak berkomplikasi pada anak sebelum umur 2 tahun.1

Kenaikan tekanan intratoraks dan intra-abdomen selama batuk dapat menyebabkan

perdarahan konjungtiva dan sklera, petekie pada tubuh bagaian atas, epistaksis, perdarahan pada

sistem saraf sentral dan retina, pneumotoraks dan emfisema subkutan, dan hernia umbilikalis

serta inguinalis. Luka robek frenulum lidah tidak jarang. Prolaps rektum, pernah dilaporkan

sebagai komplikasi pertusis yang lazim, mungkin karena pertusis pada anak malnutrisi atau salah

diagnosis dengan kistik fibrosis. Sangat tidak lazim dan akan memerlukan evaluasi untuk

keadaan yang mendasari. Terutama pada bayi di negara yang sedang berkembang, dehidrasi dan

malnutrisi pascamuntah-pascabatuk dapat mempunyai dampak yang berat. Tetani telah disertai

dengan alkalosis pasca-batuk berat.1

Kelainan sistem saraf sentral terjadi relatif sangat sering dan hampir selalu akibat

hipoksemia atau perdarahan akibat batuk atau apnea pada bayi muda. Apnea atau bradikardi atau

keduanya dapat terjadi karena laringospasme atau rangsangan vagus tepat sebelum episode

batuk, dari obstruksi selama episode, atau dari hipoksia pasca-episode. Tidak adanya tanda-tanda

yang menyertai pada beberapa bayi muda dengan apnea menaikan kemungkinan pengaruh

primer pada sistem saraf sentral. Kejang-kejang biasanya akibat hipoksemia, tetapi hiponatremia

karena sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat selama pneumonia dapat terjadi. Walaupun

hipoglikemia, pengaruh langsung TP, atau infeksi sekunder karena virus neurotropik merupakan

mekanisme gejala-gejala neurologis yang telah disimpulkan, tidak ada data binatang yang

mendukung teori demikian, dan satu-satunya neutopatologi yang terdokumentasi pada manusia

adalah perdarahan parenkim dan nekrosis iskemia.1

Kesimpulan

Hipotesis diterima ! Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, gejala-gejala klinis yang

disampaikan maupun diperiksa dapat disimpulkan pasien tersebut menderita penyakit pertussis.

Difteri adalah Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut yang diuraikan dengan baik pada

tahun 1500. Prevalensi di seluruh dunia sekarang berkurang hanya karena imunisasi aktif.

Pertussis disebabkan oleh Bordetella pertussis yang sangat patogen dan menular.

16

Page 17: Nelson Peter Nikijuluw

Daftar Pustaka

1. Long Sarah S. Pertusis. Croup. Dalam: Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. Nelson

textbook of pediatrics. Cetakan ke-I. Ed.15. Jakarta: EGC; 2000. h. 960-5, 1111-2.

2. S Lawrence, J Kurt / Friedman, Isselbacher. Anoreksia, nausea, vomitus, dan dispepsia.

Dalam: Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu

penyakit dalam. Edisi ke-1. Jakarta: EGC; 2000. h. 247.

3. Djojodibroto Darmanto R. Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik. Dalam: Respirologi

(respiratory medicine). Cetakan ke-1. Jakarta: EGC; 2009. h. 60-4.

4. Starke Jeffrey S. Tuberkulosis. Dalam: Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. Nelson

textbook of pediatrics. Cetakan ke-I. Ed.15. Jakarta: EGC; 2000. h. 1028-41.

5. Behrman, C Victor, Vaughan. Asma. Dalam: Ilmu kesehatan anak. Cetakan ke-IV. Jakarta:

EGC; 2000. h. 859-64

6. Jawetz Ernest, Melnick Joseph, Adelberg Edward. Bordetella. Dalam: Mikrobiologi

kedokteran. Cetakan ke-1. Jakarta: EGC; 2000. h. 268-70.

7. Djojodibroto D. Anatomi dan fisiologi. Dalam: Respirologi. Jakarta: EGC, 2007.h.5-14.

17

Page 18: Nelson Peter Nikijuluw

8. Hidayat Alimul Aziz A. Imunisasi. Dalam: Ilmu kesehatan anak. Cetakan ke-1. Jakarta:

Salemba Medika; 2008. h. 55-7.

18