mri dan ct karsinoma nasofaring

27
Journal reading MRI dan CT Karsinoma Nasofaring Oleh: Kartika Pembimbing : dr. I Gst Agung Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 RADIOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2018

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

Journal reading

MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

Oleh:

Kartika

Pembimbing :

dr. I Gst Agung Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

RADIOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

TAHUN 2018

Page 2: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

LEMBAR PENGESAHAN

Pembawa : dr. Kartika

NIM : 1671161001

Judul : MRI dan CT Karsinoma Nasofaring Berupa : Journal reading

Pembimbing : dr. I Gst Agung Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad

Pembimbing ,

dr. I GA Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad

NIP : 19700804202121004

Penguji,

dr. Made Widhi Asih, Sp.Rad (K)

NIP : 197004162005012001

Mengetahui,

KPS PPDS 1 Radiologi FK Universitas Udayana

Dr. dr. Elysanti Dwi Martadiani, Sp.Rad (K)

NIP : 197403212005012002

Page 3: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring
Page 4: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

1

MRI dan CT Karsinoma Nasofaring Ahmed Abdel Khalek Abdel Razek, Ann King

AJR 2012; 198:11–18

DOI:10.2214/AJR.11.6954

Objektif

Artikel ini menelaah MRI dan CT karsinoma nasofaring. Perluasan tumor nasofaring,

terutama terhadap basis cranial dan ruang facial dalam (deep facial spaces) dapat

digambarkan secara baik melalui pencitraan. Penilaian limfadenopati retrofaring dan

cervical penting untuk perencanaan pengobatan. MRI umumnya digunakan untuk

memonitoring pasien setelah terapi

Kesimpulan

Pencitraan dapat mendeteksi efek radiasi pada struktur disekitarnya. Temuan dari

pemeriksaan radiologi dapat membantu membedakan karsinoma nasofaring dari lesi

lainnya yang menyerupai.

Page 5: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

2

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan penyakit uni dengan perlaku klinnis,

epidemiologi, dan histopathology yang berbeda dari karsinoma sel skuamosa pada regio

kepala leher. KNF merupakan 0.25% dari seluruh keganasan pada Ameriksa Serikat dan

15-18% keganasan di China selatan. Penyakit ini juga merupakan 10-20% keganasan masa

kanak-kanan di Afrika. Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 3:1. Sering terjadi pada

pasien usia 40-60 tahun dengan puncak usia bimodal terjadi pada decade kedua dan

keenam kehidupan (1-5). KNF disebabkan oleh adanya interaksi dari kerentanan genetik,

faktro lingkungan (contoh, paparan terhadap kmia karsinogenik), dan infeksi Epstein-Barr

virus. Titer antibodi tinggi terhadap antigen virus Epstein-Barr dapat digunakan sebagai

pnanda diagnostic, dan terdapat banyak pemeriksaan untuk mendeteksi titer IgG dan IgA.

Di Cina, faktor diet untuk terjadinya KNF adalah makanan asin yang banyak mengandung

nitrosamine (2-5). Pasien umumnya datang dengan gejala lokal, seperti epistaksis dan

hidung tersumbat, bisa juga datang dengan keluhan penurunan pendengaran, otalgia, sakit

kepala, gangguan nervus cranialis (NC). Nasofaring merupakan area klinis yang relative

tenang/diam; maka gejala awal mungkin bisa hanya terdapatnya nodul cervical atau

metastasis jauh (1-6).

Patologi

World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan KNF menjadi tiga tipe

histologi. Keratinizing squamous cell carcinoma (tipe 1) sering ditemukan pada area

nonendemik dan prognosis yang buruk. Hal ini sama seerti karsinoma sel skuamosa di

tempat lain seperti faring dan berhubungan dengan penggunaan rokok serta alkohol.

Page 6: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

3

Karsinoma nonkeratizing (tipe 2) memiliki sifat yang mirip dengan tipe 3. Kedua tipe ini

radiosensitif dan memiliki prognosis yang lebih baik. Karsinoma undifferentiated (tipe 3)

sebelumnya disebut dengan B lymphoepithelioma karena campuran dari epithelial

undiffentiated dan T limfosit non malignan. Pada amerika utara, terdapat sekitar 25%

pasien dengan KNF tipe 1, 12% dengan tipe 2, dan 63% dengan tipe 3. Distribusi histologi

pada Cina selatan masing-masing adalah 2%, 3% dan 95% (2-6).

Teknik pencitraan

MRI

Protokol rutin MRI pada massa nasofaring antaralain T1Wi untuk mendeteksi

keterlibatan basis cranii dan lapisan lemak (paling tidak pada potongan aksial dan sagital).

Sekuen T2Wi fast spin echo di potongan aksial digunakan untuk penilaian tambahan pada

penyebaran awal tumor, invasi sinus paranasal, efusi telinga tengah dan detesi kelenjar

getah bening cervical. Potongan aksial dan koronal pada T1Wi dengan kontras (dengan dan

tanpa fat suppression) digunakan untuk mendeteksi perluasan tumor, termasuk penyebaran

perineural dan intracranial. Ketebalan potongan adalah 3-5 mm (3-7).

Sekuen tambahan dapat digunakan untuk evaluasi KNF, tapi saat ini masih terdapat

keterbatasan bukti clinical value. Pada laporan lain, dinyatakan teknik MRI dengan

diffusion-weighted imaging, dapat membedakan KNF dari limfoma dan menilai

karakterisasi limfadenopati cervical (9), dan MRI spectroscopy, dimana rasio Choline-to-

creatine untuk KNF dan nodul metastase lebih tinggi dibandingkan dengan otot leher

normal (10).

Page 7: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

4

CT

CT telah lama digunakan untuk staging KNF, terutama untuk deteksi keterlibatan

basis cranii seperti lesi litik atau sklerotik (6,7), tetapi saat ini telah tergantikan oleh MRI

untuk staging primer maupun staging nodul. Namun, CT masih digunakan untuk

perencanaan radioterapi dan dibeberapa center, masih digunakan bersama dengan PET

yang menggunakan 18

F-FDG. PET/CT berguna untuk staging KNF, dengan keuntungan

utamanya adalah deteksi metastase jauh (8), juga dapat digunakan untuk memonitoring

pasien setelah terapi dan mendeteksi rekurensi KNF.

Deteksi KNF

MRI merupakan pemeriksaan akurat untuk diagnosis KNF. MRI mampu

menggambarkan kanker subklinis yang terlewat pada endoskopi dan biopsi endskopik,

serta mengidentifikasi pasien yang tidak memiliki KNF sehingga pasien tidak perlu

menjalani biopsi invasif (11). KNF biasanya memiliki tampilan intensitas sinyal yang

intermediate, lebih tinggi daripada signal otot pada T2Wi, intensitas sinyal rendah pada

T1Wi, dan memiliki penyangatan dibandingkan mukosa normal. Delapan puluh dua persen

KNF muncul dari reses posterolateral dinding faring (fossa Rosenmuller ) dan 12 %

muncul dari midline. Pada 6-10% pasien, mukosa nasofaring tampak normal pada

endoskopi (3-5).

Page 8: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

5

Staging KNF

Staging KNF berdasarkan sistem TNM staging dari American Joint Committee on

Cancer (12) yang berdasarkan evaluasi dari tumor primer (kategori T), jalur grup nodul

(kategori N), dan ada atau tidaknya metastase jauh (kategori M).

Kategori T

Kategori T ditentukan oleh posisi tumor primer terhadap struktur disekitarnya (12)

(tabel 1). Penyebaran mukosa tumor ini sering menuju ke superior menuju basis cranii

dibandingkan ke inferor menuju orofaring (13). Tumor sering tersebar secara submukosa

dan melewati area yang memiliki resistensi rendah seperti fasia faringobasiler dan menuju

lapisan dalam leher.

Tabel 1. Staging TNM Karsinoma Nasofaring (12)

Kategori Deskripsi

T Tumor primer

T1 Tumor terbatas pada nasofaring, orofaring, atau fossa nasal

T2 Tumor ekstensi ke rongga parapharyngeal

T3 Tumor menginvasi struktur tulang basis crania atau sinus paranasal

T4 Tumor dengan ekstensi intracranial atau keterlibatan nervus cranial,

rongga masticator, orbit, atau hipofaring

N Lymph node regional

N1 Lymph node retropharyngeal, unilateral atau bilateral

N2 Metastase unilateral pada lymph node, ukuran terbesar ≤6 cm , diatas

fossa supraclavicular

N3 Metastase bilateral pada lymph node, ukuran terbesar ≤6 cm , diatas

fossa supraclavicular

N4 Metastase pada lymph noe , ukuran > 6 cm atau pada fossa

supraclavicula

M Metastase jauh

M0 Tidak ada metastase jauh

M1 Metastase jauh

Kategori T1 KNF – tumor terbatas hanya pada nasofaring yang ditemukan hanya

pada satu dari lima pasien(1) (Gbr. 1). Penyebaran mukosa KNF cenderung melibatkan

Page 9: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

6

porsi superior dari nasofaring. Infiltrasi dalam dari tumor dapat ditemukan walaupun

komponen nasofaringnya kecil (1,14).

Gb. 1. Wanita 39 tahun dengan

karsinoma nasofaring (KNF) terlokalisir

di nasofaring (T1). Gambar T1Wi aksial

dengan kontras menunjukkan KNF kecil

(panah pendek) ditengah fossa

rossenmuller kiri (panah panjang), yang

merupakan lokasi paling sering terjadnya

kanker ini, dan melibatkan dinding

posterior. Tumor terbatas hanya pada

nasofaring, dan terdapat metastase kecil

pada nodul retropharyngeal kiri (panah

melengkung)

Kavitas nasal umumnya terlibat pada kasus KNF. Invasi minimal tumor terhadap

margin orifisium choanal sering ditemukan. KNF pada atap dapat meluas secara sentral

disepanjang septum (3,14).Ekstensi inferior superficial ke bawah menuju mukosa orofaring

jarang ditemui. Invasi pada orofaring jarang terjadi akibat adanya kejadian tunggal maka

biasanya tidak digunakan sebagai tanda awal dari KNF. (1,14)

Kategori T2 KNF – Penyebaran parafaringeal terjadi ketika tumor menyebar secara

posterolateral dan biasanya melibatkan penetrasi lateral melalui m. levator palatine dan

fasica pharyngobasilar , sehingga melibatkan m. tensor palatine dan ruang fat

parapharyngeal (Gbr. 2). Invasi pada ruang parapharyngeal dihubungakn dengan

peningkatan risiko metastase jauh dan rekurensi tumor. hal ini dapat menyebabkan

Page 10: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

7

kompresi tuba eustacius , telinga tengah dan efusi mastoid. Penyebaran posterolateral lebih

lanjut juga melibatkan carotid space dan membungkus arteri carotis (15). Penyebaran

retrofaringeal terjadi jika tumor menyebar secara posterior sehingga melibatkan m. longus

capitis dan paravertebral space(Gbr. 3). Regio ini terdiri dari limfatik, pleksus venous,

sehingga invasi pada prevertebral space dihubungkan dengan peningkatan risiko metastase

jauh. Pada beberapa pasien perluasan posterior merupakan pola perluasan tumor yang

sering ditemui dengan tumor yang bergerak menuju ke foramen magnum dan cervical spine

bagian atas (16).

Gb.2. Laki-laki 50 tahun , KNF dengan ekstesni parafaringeal (T2). Gambar T1Wi Axial

dengan kontras menunjukkan NPC (panah putih) dengan perluasan parafaringeal kiri dan

keterlibatan lemak parapharungeal. Perhatikan otot levator palatine (panah merah), otot

tensor palatine (panah biru), fascia pharyngobasilar (panah hitam), dan lapisan lemak

(panah kuning) pada sisi kanan.

Page 11: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

8

Kategori T3 KNF – KNF memiliki kecenderungan untuk mendiagnosis skull base

pada saat diagnosa. Clivus, tulang pterygoid, corpus sphenoid dan apical petrous tulang

temporal adalah lokasi yang sering diinvasi. gambar T1Wi aksial dapat menyediakan data

perluasan invasi pada skull base (1,3). CT menunjukkan perubahan permeative atau erosi

pada tulang skull base atau disepanjang jalur foraminal.

Gb.3. Laki-laki 58 tahun dengan

karsinoma nasofaring dengan perluasan

prevertebral (T2). Gambar T1Wi aksial

dengan kontras menunjukkan

karsinoma nasofaring (panah lurus)

dengan perluasan ekstensif terutama di

sisi posterior musculus longus (kepala

panah) dan clivus (panah lengkung)

Tampak juga sklerosis pada prosesus pterygoid dengan peningkatan atenuasi pada

kavitas medulari atau penebalan korteks tulang juga dapat ditemukan (17) (Gbr. 4). Tumor

sering menginfasi foramina skull base (foramen rotundum, oval dan lacerum serta canalis

vidianus) dan fisura (pterygomaxillary dan petroclival). Ekstensi tumor ke fossa

pterygopalatine menyediakan jalur penyebaran sampai ke orbita, fossa infratemporal,

cavum nasi , dan fossa cranial tengah (Gbr. 5). Invasi kalan nervus hypoglossal dan

foramen jugular juga jarang ditemui (1,18).

Page 12: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

9

Keterlibatan sinus paranasal terjadi akibat invasi langsung. Keterlibatan sinus

maksilla terjadi setelah adanya erosi dinding nasal maupun dinding maksilla infratemporal

(6%). Perluasan ke sinus sphenoid sering ditemui karena letaknya diatas atap nasofaring.

Gb.4. Pasien dengan karsinoma nasofaring (KNF) dengan invasi basis crania dan sklerosis

pterygoid (T3). Bone window pada Axial CT menunjukkan KNF besar yang mengisi

nasofaring dan kavum nasi disertai destruksi tulang sphenoid, termasuk basal pterygoid

kanan yang menunjukkan sklerosis (panah). Efusi pada telinga tengah kanan juga terlihat

Kategori T4 KNF – keterlibatan meningeal tampak seperti penyangatan nodular,

sering ditemui sepanjang lantai fossa cranial media atau posterior dari clivus. Invasi

langsung pada otak jarang terjadi. Invasi sinus cavernosus dapat menyebabkan kelumpuhan

saraf cranial multiple. KNF dapat menyebar ke sinus cavenosus melalui bagian horizontal

Page 13: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

10

dari arteri internal carotis, foramen ovale, fisura orbita,, atau secara langsung melali basis

cranii (1,5,10).

Frekuensi diagnosa kelumpuhan CN pada KNF mempunyai rentang 8-12.4 %,

dengan temuan klinis dan MRI yang tidak selalu konsisten. Saraf relative resisten terhadap

tumor, dan perluasan tumor perineurall merupakan proses yang perlahan dan asimtomatik

sehingga KNF dengan bebas dapat menginvasi ke atas maupun kebelakang melalui basis

cranii ke sinus cavernosus dan middle cranial fossa, menginvasi CN II sampai VI (upper

CN Palsy). Hal ini juga dapat melibatkan ruang carotis, yang dapat mengkompres dan

menginvasi CN XII ketika saraf ini berjalan keluar melalui kanal hypoglossal, CN IX

sampai XI ketika mereka keluar dari foramen jugular (lower CN palsy), dan saraf simpatik

cervical.

Keterlibatan CN pada MRI terlihat ketika terdapat penyangatan pada jaringan lunak

tumor di sepanjang jaras saraf yang terkena, menggantikan struktur normal dari CN pada

gambaran T1Wi dengan gadolinium; atau penyebaran perineural dengan pembesaran atau

penyangatan abnormal dari saraf, obliterasi lappisan lemak neural disekitar foramina

neurovascular atau pembesaran neuroforamina. Keterlibatan saraf maksila dan mandibular

paling baik dilihat pada MRI T1Wi fatsat dengan kontras pada potongan koronal.

Keterlibatan saraf hypoglossal juga dapat terjadi (13,19) (gb. 5)

Page 14: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

11

Gb. 5. Laki-laki usia 68 tahun dengan KNF disertai invasi foraminal basis cranii

A, Gambar T1Wi coronal dengan kontras menunjukkan KNF (panah lurus) dengan invasi

basis crania pada foramen ovale (anak panah) dengan invasi ke sinus carvenous (panah

lengkung)

B, Gambar T1Wi coronal dengan kontras menunjukkan invasi KNF (panah lurus) ke

foramen lacerum (anak panah), yang mengencase arteri carotis dan meluas ke sinus

carvenous (panah lengkung)

C, Gambar T1Wi aksial dengan kontras menunjukkan KNF yang menginvasi fossa

pterygopalatina (lingkaran), pterygomaksilari fisura (panah) dan canalis vidianis (anak

panah)

Invasi orbital merupakan tanda dari penyakit yang ekstensif. Invasi langsung pada

orbita jarang terjadi, namun jika terjadi hal ini dapat terjadi melalui invasi tumor di fisura

inferior orbita (dari tumor di pterygopapatine fossa), kanal optic dan fisura superior orbita.

Keterlibatan ruang anatomik mastikator mempengaruhi tingkat kesintasan dan

angka kekambuhan. Infiltrasi pada otot pterygoid medial dan lateral, lemak infratemporal,

dan otot temporalis ditemukan jika tumor meluas secara lateral dari parapharyngeal space,

basis pterygoid, dan fisura pterygoimaksilary (4,20). Hipofaring merupakan lokasi invasi

tumor ke inferior yang paling sering terjadi.

Page 15: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

12

Kategori N

KNF mempunyai kecenderungan meluas ke nodul KBG (Gbr 6) dan, pada sekitar

74-90% kasus, ditemukan penyebaran leher bilateral (21). Metastase KGB didiagnosis jika

diameter aksial nodul yang terbendek mencapai 5 mm atau lebih besar pada regio

retropharngeal, 11 mm di regio jugulodigastrik, atau 10 mm di regio non retropharyngeal;

jika terdapat tiga kelompok atau lebih dengan ukuran yang borderline; atau jika nodul

menunjukkan nekrosis.

Gb. 6. Pasien dengan KGB metastase cervical (N2). MRI T1Wi potongan axial dengan

kontras menunjukkan nodul metastase (panah) di posterior vena internal jugular kiri, yang

merupakan lokasi tersering untuk terjadinya nodul metastase tanpa keterlibatan nodul

retropharyngeal

Page 16: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

13

Retropharyngeal KGB

Diagnosis pembesaran KGB retropharyngeal pada pasien KNF hanya bisa

dilakukan dengan pencitraaan, dan MRI memiliki kelebihan dibadingkan CT dalam

memisahkan nodul retropharyngeal dengan tumor primer yang terletak di

posterolateral nasofaring. KGB retropharyngeal lateral merupakan lokasi tersering

tempat penyebaran KNF dan merupakan lapisan pertama untuk terjadinya

penyebaran metastase (21) (Gbr7). Bagaimanapun, penyebaran nodul dapat

melewati nodul-nodul ini dan dapat meluas ke KGB lain di regio leher atas. KGB

metastase retropharyngeal lateral dapat diidentifikasi dari basis cranii sampai level

C3. Keterlibatan nodul retropharyngeal saat ini diklasifikasikan sebagai kategori

N1, baik unilateral maupun bilateral (1,23). PET/CT menunjukkan adanya uptake

FDG yang meningkat pada KGB metastase cervical, namun MRI tampanya masih

lebih unggul dibandingkan PET/CT untuk menilai metastase retropharyngeal karena

mampu membedakan nodul dengan tumor primer disebelahnya (24).

Gb.7. Pasien dengan KGB metastase

retroparhingeal (N1). MRI T1Wi potongan

aksial dengan kontras menunjukkan nodul

metastase (panah di region retropharyngeal kiri,

yang merupakan echelontersering untuk

terjadinya perluasan nodul.

Page 17: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

14

Nodul KGB cervical lainnya

Nodul metastase posterior vena jugular pada leher atas merupakan lokasi

tersering untuk nodul nonretropharyngeal(22). Nodul ini umumnya akan menyebar

secara teratur ke leher bawah. Nodul di regio submandibular dan parotis atau

periparotis lebih jarang ditemukan saat penegakan diagnosis. Nodul metastase pada

fossa supraclaviculla meningkatkan insiden metastase jauh (1).

Kategori M

KNF menunjukkan frekuensi tinggi terjadinya metastase jauh (5-41%). Lokasi

tersering terjadinya metastase antaralain tulang (20%), paru-paru (13%), dan hati (9%).

Pasien dengan limfadenopati fossa supraclavicular atau perluasan tumor pada ruang

parapharyngeal dan retropharyngeal memiliki risiko tinggi terjadinya metastase jauh.

PET/CT sangat sensitive untuk mendeteksi deposit metastase tulang dan jaringan lunak (8).

MRI whole-body menunjukkan kemampuan diagnostic yang sama dengan FDG PET/CT

dalam menilai status metastase jauh pada pasien KNF yang belum diobati; pada satu jurnal

dinyatakan, intepretasi gabungan dari MRI whole body dengan FDG PET/CT tidak

menunjukkan keuntungan yang signifikat dibandingkan jika hanya salah satu teknik yang

dilakukan.

Volume tumor

Volume tumor merupakan faktro prognostic yang signifikan pada tatalaksana tumor

malignant. Namun, saat ini belum dapat digunakan untuk staging karena pertimbangan

Page 18: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

15

teknik menhalangi pengukuran volume tumor, dan juga beum terstandarisasi. Pengukuran

volume tumor masih meragukan dan kadang melibatkan pengukuran outline tumor. Hasil

sering dipengaruhi oleh performa intra-dan interoperator. Untuk mengatasi masalah ini,

telah dikembangkan system semiautomatic untuk mengurangi variabilitas inter-dan

intraoperator.

KNF pediatrik

KNF pediatric adalah kasus jarang dan biasanya berdiferensiasi buruk. Hal ini memiliki

predileksi pada remaja. Sayangnya, tumor ini biasanya sudah dalam keadaan locally

advanced pada saat didiagnosa, terutama karena presentasi klinis yang tidak spesifik. Invasi

gross parapharyngeal sering ditemukan, dan tumor juga dapat meluas ke fossa

pterygopalatine. Metastase ke liver dan lien pada KNF umumnya ditemukan sebagai massa

solid soliter maupun multiple. Hiperplasia limfoid, yang umumnya ditemukan pada

populasi muda, harus dibedakan dengan KNF pediatric dengan melihat konfigurasi yang

simeteris dan dengan pola bergaris pada gambar T2Wi serta gambar dengan kontras. Juga,

rhabdomosarcoma dapat dibedakan dengan KNF pediatric dengan melihat peac incidence

(3-10 tahun) dan penyangatan ihomogen yang disertai dengan necrosis intratumoral (27).

Setelah Tatalaksana

Tatalaksana primer untuk KNF adalah terapi radiasi, tetapi kemoterapi indusi

dengan 5-fluorouracil cisplatin sering digunakan sebagai kombinasi terapi radiasi. KNF

Page 19: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

16

seara primer diobati dengan dosis radiasi tinggi (>50Gy) dan pada konvensional radioterapi

(2D), nasofaring dan regio disekitarnya diobati dengan sinar radiasi dari sisi kanan dan kiri

dan terkadang juga dengan sinar radiasi dari anterior. Limfatik leher biasanya mendapatkan

iradiasi dari sinar radiasi anterior yang terpisah. Intensity-modulated radioterapi

menawarkan kesempatan peningkatan dosis pada tumor tanpa meningkatkan dosis pada

organ lain yang berisiko. Tatalaksana ini memerlukan penentuan gross volume tumor yang

sangat akurat (3,28).

Rekurensi tumor

Pemeriksaan imaging 3-6 bulan setelah terapi radiasi mampu menyediakan nilai

baseline untuk perbandingan pemeriksaan imaging di masa yang akan datang. Surveillance

imeging regular juga disarankan, namun nilai diangostiknya belm terbukti, terutama untuk

pasien dengan penyakit di stadium awal yang memiliki respon rate tinggi terhadap

radioterapi. Scan follow up mampu mengarahkan faktor klinis, seperti kecurigaan adanya

rekurensitumor atau perkembangan komplikasi terinduksi radiasi. Pembesaran massa

jaringan lunak atau lesi dalam baru atau penyangatan intracranial merupakan hal yang

mengarahkan pada rekurensi (1,3)

Membedakan fibrosis dari rekurensi tumor sulit dilakukan pada CT rutin. PET/CT

mampu menyediakan metode yang lebih mudah untuk membedakan rekurensi tumor dari

fibrosis. Biasanya, tumor rekuren menunjukkan uptake ari tracer radionuclide tetapi

fibrosis tidak. MRI dapat membedakan jaringan parut matur yang menunjukkan retraksi,

sinyal rendah pada T2, dan tak tampak penyangatan dari tumor, yang tampak ekspansil dan

Page 20: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

17

mempunyai sinyal intermediate pada T2 disertai penyangatan kontras yang moderat pada

gambar non fat saturated (Gb.8). Namun, terdapat beberapa tumpang tindih antara tumor

yang terobati parsial dengan jaringan parut yang imatur. MRI menunjukkan kecenderungan

akurasi tinggi untuk mendeteksi penyakit pada lokasi pirmer dibandingkan PET/CT.

Gb.8. Pasien dengan KNF rekuren

A. Gambar diambil sebelum tatalaksana menunjukkan KNF yang mengenai mukosa

nasopharyngeal, ditengah fossa Rosenmuller kanan (panah lurus) dengan ekstensi

dalam ke posterior mengenai musculus longus (panah lengkung)

B. Gambar diambil 3 bulan setelah pengobatan menunjukkan adanya komponen

mukosa tumor yang menghilang (panah lurus) meninggalkan penebalan mukosa

ringan di nasofaring. Komponen dalam yang terlihat adalah massa residual (panah

lengkung) yang tidak spesifik dan dapat mewakili jaringan parut awal atau residual

kanker.

Massa pharyngeal nonmalignant

Massa pharyngeal nonmalignant terlihat pada kurang dari 1% pemeriksaan MRI

yang dilakukan 2-14 tahun (mean, 8 tahun) setelah terapi radiasi. Hal ini memiliki dua

Page 21: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

18

pola. Pertama polip nasofaring (1-5cm) yang menunjukkan intensitas T2 heterogen dengan

penyangatan kontras yang signifikan (Gb 9), dengan polip yang lebih besar menunjukkan

area stelata dari penurunan penyangatan. Yang kedua adalah sinus sphenoid, yang terdiri

dari massa tak menyangat pada sinus yang tidak terekspansi dan massa yan gmenyangat

heterogen dan menyebabkan ekspansi dari sinus atau rhinoliths yang tidak menyangat pada

sinus sphenoid. Tampilan ini menyerupai sarcoma yang timbul akibat induksi radiasi (31).

Gb. 9. Laki-laki 54 tahun dengan massa pharyngeal non malignancy. MRI T1Wi aksial

dengan kontras menunjukkan polip kecil yang sangat menyangat pada pemberian kontras

(panah_ yang muncul dari sisi posterior dinding nasofaring.

Trismus dengan kelainan ruang masticator

Trismus merupakan abnormalitas otot masticator yang sering terjadi akibat efek

radiasi dan jarang diakibatkan karena kerusakan nervus mandibular. Hal ini dapat terjadi

akibat osteoradionecrosis dari ramus mandibular dan sendi temporomandibular atau

Page 22: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

19

kelainan jaringan perimastikator akibat fibrosis radiasi atau pperluasai inflamasi dari

sinusitis. Separuh pasien tidak memiliki kelainan signifikan pada MRI (4,32) (Gb 10).

Gb. 10. Pasien dengan perubahan pada otot

pterygoid setelah terapi radiasi. MRI T2wi axial

menunjukkan penurunan signal T2 pada

musculus pterygoid (panah) terutama disisi kiri

yang terlibat.

Temporal lobe injury

Cedera lobus temporal dapat terjadi pada 3% kasus pasien dengan KNF dengan periode

latent 1.5-13 tahun. hal ini bergantung pada lapang radiasi, dapat terjadi bilateral atau

unilateral. hal ini dapat melibatkan gray dan white matter secara bersamaan atau hanya

gray matter saja; namun, lesi tunggal pada white matter saja jarang ditemukan. Cedera

lobus temporal akibat radiasi tidak selalu irreversible dan proses progressive. Seiring

perkembangan cedera akibat radiasi, lesi white matter sering terlihat lebih dahulu dan

diikuti dengan lesi yang menyangat pada pemberian kontras, yang memiliki kecenderungan

untuk terjadinya nekrosis seiring dengan peningkatan ukuran. Kista merupakan manifestasi

terakhir dan muncul pada stadium akhir (Gb. 11). MRI spektroskopi pada early delayed

phase dari cedera menunjukkan adanya penurunan kadar N-acetyl aspartate dan creatinin,

disertai peningkatan kadar choline akibat adanya proses demyelinisasi. Cedera radiasi pada

Page 23: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

20

late delayed phase menunjukkan adanya penurunan kadar N-Acetyl aspartate, chole dan

creatinin (33)

Gb.11. Laki-laki 50 tahun dengan

cedera lobus temporal terinduksi

radiasi. MRI T2Wi coronal

menunjukkan adanya cedera radiation-

induced bilateral pada white matter

lobus temporal (panah)

Osteoradionecrosis

Osteoradionecrosis dapat terjadi setelah 1 tahun iradiasi. Hal ini terjadi akibat pengrusakan

osteoblastik skunder dengan kerusakan vaskular. Basis crania, tulang cervical dan

mandibula merupakan lokasi yang sering terjadi. Temuan radiologi termasuk adanya area

osteolysis dan sclerosis yang bercampur (Gb. 12) pada portal irradiasi. Fragmentasi dan

sloughing dari tulang yang necrosis juga dapat ditemukan. terdapat inflamasi jaringan

lunak yang dapat menyerupai rekurensi tumor atau osteomyelitis(34)

Page 24: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

21

Gb. 12. laki-laki 61 tahun dengan osteoradionecrosis

A. CT scan aksial pada bone window menunjukkan osteoradionecrosis pada basis

crania dengan sclerosis dan osteolisis

B. CT scan sagital pada bone window menunjukkan osteoradionecrosis pada sisi

anterior arcus C1(panah panjang0 dan ujung tip dari dens (panah pendek)

Tumor terinduksi radiasi

Tumor terinduksi radiasi muncul setelah 5-10 tahun setelah iradiasi KNF pada 0.4-

0.7 % kasus. Sarcoma dan squamous cell carcinoma muncul pada lapangan zona dosis

tinggi dan melibatkan lokasi sekitar region maksillari, seperti palatum, sinus maksilari,

procesus alveolaris dan cavum nasi. Squamous cell carcinoma juga muncul pada lapang

dengan dosis rendah, dapat terjadi bertahun-tahun setelah radioterapi dan dapat melibatkan

lokasi perifer seperti temporal bone. Adanya tumor heterogen atau massa besar yang

tumbuh cepat dan destruktif dengan intensitas signal yang berbeda dengan KNF harus

dipertimbangkan kemungkinan adanya radiation-induced sarcoma.Adanya kalsifikasi atau

ossifikasi sangat mengarah ke diagnosis radiation-induced sarcoma(2,35).

Page 25: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

22

Diferensiasi KNF dari lesi yang mirip

Limfoma

Nasofaring merupakan salah satu lokasi tersering non- Hodgkin lymphoma

ekstranodal pada region kepala leher. biasanya terjadi pada decade keenam kehidupan dan

berhubungan dengan limfoma traktus gastrointestinal pada 10% pasien pada waktu

penegakan diagnosis. Limfoma sering ditemukan pada midline, berbeda dengan KNF yang

sering muncul dari lateral. Invasi tulang jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar, dan

hamper sama dengan KNF, nodul sering ditemui naun biasanya melibatkan lokasi

submandibular dan parotid, yang jarang ditemukan pada pasien KNF. juga, limfoma

memiliki nilai apparent diffusion coefficient yang lebih rendah dari KNF karena sifat nya

yang selularitasnya sangat tinggi (6-8).

Karsinoma Adenoid Kistik

Karsinoma adenoid kistik biasanya menyerang pasien pada usia pertengahan dan

tanpa predileksi jenis kelamin, tidak seperti pasien KNF, pasien dengan karsinoma adenoid

kistik jarang menunjukkan limfadenopati cervical. Tumor ini memiliki kecenderungan

penyebaran perineural dibandingkan KNF. Tumor menunjukkan nilai apparent diffusion

coefficient yang lebih tinggi pada MRI diffusion-weighted karena komponen kistanya (6,7)

Plasmacytoma ekstramedula

Plasmacytoma ekstramedula merupakan tumor sift tisse ganas yang jarang, tetapi

80% dari tumor ini terjadi di kepala leher dengan lokasi utamanya di nasofaring. Umumnya

Page 26: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

23

terlihat pada pasien decade keenam dan ketujuh dan 80% predominan laki-laki. Tumor ini

tampak berubah menjadi multiple myeloma pada 20-30% kasus. Lesi tampak sebagai

massa polipoid submukosa yang homogen dan menyangat pada nasofaring dengan ukuran

beberapa sentimeter pada diameternya, dengan atau tanpa destruksi tulang (6)

Adenoma pleomorfik

Adenoma pleomorfik terjadi pada mukosa pharyngeal space, tumbuh dari jaringan

glandula saliva minor. Sering menyebabkan perubahan tulang yang tampak seperti

remodelin jinak. Namun, secara perlahan dapat tampak desktruksi tulang yang progesif

dengan penampakan yang agresif (36).

Tuberkulosis

Tuberkulosis nasofaring jarang terjadi dan biasanya diakibatkan infkesi langsung

pada traktus respirasi atas. Hal ini menyerupai KNF, terutama pada pasien asia, memiliki

dua pola. Pola pertama adalah massa polipoid yang tersebar pada adenoid, dan pola kedua

adalah penebalan jaringan lunak yang difuse pada satu atau dua dinding nasofaring. (37)

Amyloidosis

Pada CT, amyloidosis tampak seperti massa dengankalsifikasi homogeny di

submukosa tanpa destruksi tulang dengan atau tanpa limfadenopati. Lesi menunjukkan

penyangatan minimal. Pada MRI, lokasi submukosal, hipointensitas pada T2Wi dan

menyangat awal pada dynamic contrast enhanced MRI. (39)

Page 27: MRI dan CT Karsinoma Nasofaring

24

KESIMPULAN

MRI sangat penting untuk deteksi awal KNF, staging tumor primer, dan

mengevaluasi limfadenopati retrofaringeal dan cervical. MRI juga digunakan untuk

memonitoring pasien setelah terapi untuk mendeteksi rekurensi tumor dan perubahan yang

berhubungan dengan radiasi pada jaringan lunak dan tulang. Pemeriksaan radiologi sangat

berguna untuk membedakan KNF dengan lesi lain yang mirip.