morbili 2 vindi

35
STATUS PASIEN I. IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama : An. S Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Februari 2011 Umur : 2 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Jatirasa, JakTim Masuk RSUD Bekasi : 23 Februari 2011 B. Identitas Orang tua Ayah Nama : Tn. H Umur : 40 tahun Agama : Islam Alamat : Jatirasa, JakTim Pekerjaan : Buruh Penghasilan : Rp. 15.000 – 30.000/ hari Suku bangsa : Jawa Ibu Nama : Ny. H Umur : 31 tahun 1

Upload: vindi-dwi-anggraini

Post on 30-Jun-2015

297 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: morbili 2 vindi

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. S

Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Februari 2011

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jatirasa, JakTim

Masuk RSUD Bekasi : 23 Februari 2011

B. Identitas Orang tua

Ayah

Nama : Tn. H

Umur : 40 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jatirasa, JakTim

Pekerjaan : Buruh

Penghasilan : Rp. 15.000 – 30.000/ hari

Suku bangsa : Jawa

Ibu

Nama : Ny. H

Umur : 31 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jatirasa, JakTim

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku bangsa : Jawa

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

1

Page 2: morbili 2 vindi

II. ANAMNESIS

Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 25 Februari 2011, pada pukul 10.30 WIB.

Keluhan utama :

Demam tinggi sejak 7 hari SMRS .

Keluhan tambahan:

Mata merah, bintik-bintik merah di kulit, batuk, sesak, mual, muntah, dan nafsu

makan berkurang.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam tinggi sejak 7 hari SMRS. Demam

tidak disertai kejang dan menggigil. Demam dirasakan naik turun dan pasien sudah

diberikan obat penurun panas. Bersamaan dengan demam, pasien juga batuk. Batuk

pada pasien semakin memberat sehingga pasien merasa sesak. Menurut pengakuan

ibu pasien batuk awalnya kering setelah beberapa hari batuk terdengar seperti

berdahak tetapi tidak ada dahak yang keluar. Pasien juga berkurang nafsu makannya.

Dua hari SMRS pasien BAB mencret yang terlihat cair dan berisi ampas yang

berwarna kuning, tidak berlendir dan tidak ada darah. Selain itu juga, kedua mata

pasien merah dan berair. Satu hari SMRS munculnya ruam pada daerah muka dan

leher. Pada hari berikutnya ruam menyebar ke seluruh tubuh. Menurut ibu pasien,

kakak pasien sedang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat penyakit dahulu

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

Demam

berdarah- Kejang - Darah -

Demam

thypoid-

Kecelakaa

n- Radang paru -

Otitis - Morbili - Tuberkulosi -

2

Page 3: morbili 2 vindi

s

Parotitis - Operasi - Lainnya ISPA

Riwayat penyakit keluarga :

Kakak pasien sedang memiliki gejala yang serupa dengan pasien. Tidak ada

keluarga pasien yang mempunyai riwayat asma atau alergi.

Riwayat kehamilan dan persalinan : KEHAMILAN Morbiditas kehamilan -

Perawatan antenatal -

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah

Penolong persalinan Dukun beranak

Cara persalinan Spontan

Masa gestasi Cukup bulan

Keadaan bayi

BBL : 3000 gr

PB : 47 cm

Langsung menangis

Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :

Pertumbuhan gigi : Umur 7 bulan (normal 5-9 bulan)

Merangkak : Umur 4 bulan (normsl 3-4 bulan)

Duduk : Umur 8 bulan (normal 6 bulan)

Berjalan : Umur 12 bulan (normal 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat perkembangan :

Baik tidak ada keterlambatan psikomotor

Riwayat makanan:

3

Page 4: morbili 2 vindi

Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim

0 – 2 V

2 – 4 V

4 – 6 V

6 – 8 V V

8 – 10 V V V

10 – 12 V V V

Umur diatas 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi Dan Jumlah

Nasi / Pengganti 3 x sehari, 3-4 sendok makan

Sayur Setiap hari

Daging -

Telur 1 x seminggu

Ikan -

Tahu 1 x seminggu, 1 potong

Tempe 1 x seminggu, 1 potong

Susu (merk/takaran) -

Lain – lain -

Kesulitan makan (-)

Kesimpulan riwayat makanan : Pola makan pasien cukup

Riwayat imunisasi :

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG2 bulan

x

DPT/ DT2 bulan

x

4 bulan

x

6 bulan

x

Polio 6 bulan

4

Page 5: morbili 2 vindi

x

Campak9 bulan

x

Hepatitis

B

0 bulan

x

1 bulan

x

4 bulan

x

MMR

TIPA

Kesimpulan : Riwayat imunisasi tidak pernah dilakukan.

Riwayat keluarga :

Susunan keluarga : pasien adalah anak keempat dari 4 bersaudara.

Ayah Ibu

Nama Harsoyo Heni

Perkawinan ke 1 1

Umur saat menikah 28 19

Pendidikan terakhir SD -

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa

Keadaan kesehatan Baik Baik

Riwayat perumahan dan sanitasi

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan ketiga kakaknya. Rumah kontrakan dikawasan

padat penduduk, dengan 2 ruangan. Terdapat penerangan listrik & sumber air berasal dari air

sumur. Sinar matahari sedikit yang masuk ke dalam rumah karena minim ventilasi / jendela.

Kesan : Keadaan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik yang memungkinkan pasien

terkena penyakit infeksi.

III. PEMERIKSAAN FISIK

5

Page 6: morbili 2 vindi

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Data Antropometri

Berat Badan : 7 kg

Tinggi Badan : 69 cm

Lingkar kepala : 40cm

Lingkar dada : 42cm

Lingkar lengan atas : 12cm

Status gizi

BB/U = 7/12,3 X 100% = 56,9% (gizi buruk)

TB/U = 69/85,6 X 100% = 80,6 % (gizi buruk)

BB/TB = 7/8,3 X 100% = 84,3% (gizi kurang)

Kesan : gizi kurang

Tanda Vital

Tekanan darah : tidak diukur

Nadi : 120 x / menit

Suhu : 37.7 °C

Pernapasan : 36 x / menit

Kulit : Ruam kulit seluruh tubuh, beberapa bagian hiperpigmentasi

Kepala : normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut.

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, konjungtivitis +/+

Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret -/-

Telinga : Normotia, Sekret -/-

Mulut : Mukosa mulut tidak hiperemis.

Bibir : Tidak kering, sianosis (-)

Lidah : lidah ukuran normal, lidah tremor (-), lidah kotor (-)

6

Page 7: morbili 2 vindi

Uvula : tidak dapat dinilai

Tonsil : tidak dapat dinilai

Tenggorokan : tidak dapat dinilai

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thorax

Paru

Inspeksi :Simetris thorak kanan – kiri, pernapasan abdominotorakal,

kulit thorak tampak bercak-bercak merah beberapa

hiperpigmentasi, retraksi sela iga (-)

Palpasi : sulit dinilai

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronchi +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : SISII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, tidak ada pembesaran hepar dan lien

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, odema (-)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Laboratorium ( tanggal 23 Februari 2011)

HEMATOLOGI

Hemoglobin : 6.9 g/dl ( 12-14 g/dl )

Lekosit : 8.200 / ul (5000-10.000 /uL)

7

Page 8: morbili 2 vindi

Hematokrit : 23,7 % (37-43 %)

Trombosit : 324.000 /uL (150.000-450.000 /uL)

Gambaran Darah Tepi

Eritrosit : mikrositik hipokrom, rouleaux +

Leukosit : kesan jumlah normal, hipersegmentasi +, limfosit atipik +

Blast : 0% Eosinofil : 2%

Promielosit : 0% Batang : 2%

Mielosit : 0% Segmen : 73%

Metamielosit : 0% Limfosit : 20%

Basofil : 0% Monosit : 3%

Eritrosit berinti/ 100 leukosit

Trombosit : kesan jumlah cukup, morfologi normal

Kesan hapusan darah tepi : anemia mikrositik hipokrom akibat penyakit kronis,

proses spesifik belum dapat disingkirkan

Laboratorium ( tanggal 24 Februari 2011)

HEMATOLOGI

Hemoglobin : 9.2 g/dl ( 12-14 g/dl )

Lekosit : 8.400 / ul (5000-10.000 /uL)

Hematokrit : 30,5 % (37-43 %)

Trombosit : 289.000 /uL (150.000-450.000 /uL)

II. RESUME

Anamnesa :

Pasien anak laki-laki usia 2 tahun datang ke IGD dengan keluhan demam tinggi

sejak 7 hari SMRS. Kejang (-) menggigil (-). Riwayat pengobatan (+) tetapi demam

tidak berkurang. Bersamaan dengan demam batuk (+) yang semakin memberat, sesak

(-). Awalnya batuk kering setelah beberapa hari batuk berdahak tetapi tidak keluar.

Dua hari SMRS diare (+) warna kuning, lendir (-) darah (-). Konjungtivitis (+). Satu

hari SMRS muncul ruam yang pertama kali pada daerah muka dan leher yang

8

Page 9: morbili 2 vindi

menyebar ke seluruh tubuh pada hari berikutnya. Riwayat kontak (+). Riwayat

imunisasi campak (-).

Pada pemeriksaan fisik :

Pasien tampak sakit sedang. Terdapat konjungtivitis pada kedua mata. Kulit pasien

terlihat ruam merah dan hiperpigmentasi pada beberapa bagian. Pada auskultasi paru

terdengar ronchi +/+.

Dari hasil pemeriksaan darah, ditemukan hemoglobin pada tanggal 23 Februari 2011

6,9 g/dl dan pada tanggal 24 Februari 2011 9,2 g/dl. Kesan hapusan darah tepi :

anemia mikrositik hipokrom akibat penyakit kronis, proses spesifik belum dapat

disingkirkan.

III. DIAGNOSIS KERJA

Morbili stadium konvalesens

Bronkopneumoni

Anemia

IV. PEMERIKSAAN ANJURAN

Rontgen Thorax

CT Scan

V. PENATALAKSANAAN

a. Suportif

O2 nasal 2 L/m

IVFD KaEN 3A 30 tpm mikro

Vitamin A 200.000 IU

Isprinol 3 x 1 cth (120 mg)

b. Simptomatik

Paracetamol 3 x 1 cth ( 120 mg)

Ambroxol HCl 3 x ½ cth (7,5 mg)

9

Page 10: morbili 2 vindi

c. Komplikatif

Ceftriaxone 1 x 500 mg drip

VI. PROGNOSIS

Ad vitam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonam

Ad fungtionam: dubia ad bonam

10

Page 11: morbili 2 vindi

ANALISA KASUS

Pada pasien anak laki-laki berumur 2 tahun dengan berat badan 7 kg, dari anamnesa

didapat keluhan demam sejak 7 hari SMRS. Demam terjadi disertai dengan munculnya ruam

kemerahan makulopapular dari wajah, leher, seluruh tubuh & extremitas. Saat munculnya

ruam disertai dengan batuk & adanya gejala kelainan gastro intestinal (BAB mencret). Pada

pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan tanda yang paling khas dari penderita penyakit

Morbili adalah adanya bercak putih yang dikelilingi eritem yang disebut Koplik Spot pada

mukosa buccal tersebut karena saat diperiksa pasien sudah berada pada stadium konvalesen,

dimana bercak Koplik muncul pada akhir stadium kataral. Pasien belum pernah menderita

penyakit seperti ini sebelumnya & pasien belum pernah mendapatkan imunisasi campak saat

usia 9 bulan. Pasien datang ke RS diperkirakan sudah memasuki stadium erupsi.

Dari sebagian besar gejala – gejala & tanda – tanda klinis diatas mengarah kepada

penyakit Campak / Morbili yang meliputi :

1. Demam 3 – 5 hari ( biasanya tinggi & mendadak ) disertai batuk & pilek

2. Mata merah ( conjungtivitis ) & Fotofobia

3. Dapat disertai diare & muntah

4. Pada kasus yang berat dapat disertai epistaxis, ptekie, & ekimosis

5. Adanya kontak 1 - 2 minggu sebelumnya dengan penderita Morbilli & belum pernah

mendapat vaksinasi Campak.

Pada kasus ini pasien juga menderita bronkopneumoni karena pada saat dibawa ke RS

pasien sesak nafas dan pada pemeriksaan fisik didapatkan rhonchi basah pada auskultasi

paru. Pasien juga menderita anemia walaupun pada pemeriksaan fisik pada tanggal 25

Februari 2011 tidak ditemukan konjungtiva anemis, tetapi pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan hemoglobin tanggal 23 Februari 2011 6,9 g/dl dan pada tanggal 24 Februari 2011

9,2 g/dl.

11

Page 12: morbili 2 vindi

Begitu juga dengan gejala GE yang ditemukan pada penderita Morbili tidak boleh

disepelekan, karena hampir setiap terjadinya Mobilli selalu disertai dengan gejala – gejala

GE, hal ini terjadi akibat infeksi dari virus morbili yang biasanya menyerang lapisan –

lapisan mukosa, yang salah satunya adalah di mukosa usus,hal ini akan mengganggu proses

absorbsi zat makanan sehingga terjadilah diare yang berulang. Diare akan hilang setelah

morbili itu sembuh, dalam hal ini yang terpenting adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang

berat akibat diare akut.

Adapun pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa Morbili

dengan diare akut & juga kemungkinan komplikasi lainnya dari Morbili adalah :

Lab : Darah Lengkap

Feses lengkap jika diarenya menjadi lebih berat

Morbili merupakan self limited disease, namun yang harus kita perhatikan adalah

komplikasi – komplikasinya. Anak yang sudah pernah menderita Morbili mempunyai

kekebalan selama hidupnya dari tertular Morbili lagi. Kekebalan aktif dapat kita berikan

vaksinasi Campak pada usia 9 bulan ataupun dikombinasi dengan vaksin MMR pada usia 15

bulan & 12 tahun.. Pada pasien ini akibat tidak imunisasi, maka pasien terserang Morbili.

Pada kasus ini, diagnosa banding morbili adalah dengan Rubella, Eksantem Subitum, dan

Erupsi obat. Adapun perbedaan antara morbili dengan ketiga penyakit ini adalah :

Campak Jerman ( Rubella )

Bercak Koplik tidak ada, Limfadenitis banyak yaitu terdapat pembesaran KGB sub

obcipital servical posterior, belakang telinga.

Eksantem Subitum

Ruam timbul saat demam turun / suhu menjadi normal.

Erupsi obat

Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan terjadi setelah

minum obat tertentu.

12

Page 13: morbili 2 vindi

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,

yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Atau disebut juga penyakit akut

epidemik dengan karakteristik 3 c : cough (batuk), coryza (pilek), conjunctivitis dan tanda

patognomonik bercak Koplik. Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan

pasien.

SINONIM

Nama lain penyakit ini adalah campak, measles, atau rubeola.

ETIOLOGI

Penyebabnya ialah virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbillivirus. Hanya

satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah

ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin selama stadium kataral

sampai 24 jam setelah timbul bercak di kulit. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya

34 jam dalam suhu kamar.

Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera

rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus

dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.

EPIDEMIOLOGI

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan

seumur hidup. Penyakit ini terutama menyerang golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara yang

belum berkembang insiden tertinggi pada umur di bawah 2 tahun. Bayi yang dilahirkan oleh ibu

yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai

umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat

menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya

13

Page 14: morbili 2 vindi

tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia

dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50%

kemungkinan akan mengalami abortus; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua

atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang

anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal

sebelum usia 1 tahun. Jika bayi menderita campak, ibu dan bayi boleh diisolasi bersama dan

diperbolehkan diberi ASI. Ibu dengan campak setelah melahirkan menyusui, dan neonatus

mendapat penyakit ringan yang didapat. Antibodi dalam sekret mungkin terkandung dalam susu

dalam 45 hari.

Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi beberapa peneliti mengemukakan bahwa

komplikasi lebih banyak pada laki-laki. Di Afrika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi

morbili pada anak yang menderita malnutrisi.

PATOGENESIS

Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat

menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara,

terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat

awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus

masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai

kelenjar getah bening lokal. Ditempat ini virus memperbanyak diri secara perlahan dan dari

tempat ini mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear

yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak dari Whartin, sedangkan

Limfosit-T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah.

Gambaran kejadian awal dijaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tapi 5-6 hari

setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud ketika yaitu virus masuk kedalam pembuluh darah

dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih

dan usus. Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva,

satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk

kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas di

awali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun

yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada system saluran nafas diikuti dengan

14

Page 15: morbili 2 vindi

manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam menyebar keseluruh

tubuh, tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, merupakan tanda

pasti untuk menegakkan diagnosis. Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14

sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan

tubuh menurun, sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah

ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. focus

infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di

epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan

histologik menunjukan bahwa antigen campak dan gambaran histologi di kulit diduga suatu

reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan

kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-

lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus

campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas 10- 20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium.

1. Stadium kataral (prodromal) berlangsung 4-5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu

demam setinggi 105o F (40,6oC), malaise, batuk, fotofobia, konjungivitis, dan koriza.

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 – 48 jam sebelum timbul eksantem, timbul

bercak Koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak

Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dengan diameter sekitar 1 mm,

dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar

bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat

makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi

ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai

influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat

dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili

dalam waktu 2 minggu terakhir.

2. Stadium erupsi berlangsung selama 5 sampai 10 hari. Gejala pada stadium kataral

seperti koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum

durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Kemudian terjadi

15

Page 16: morbili 2 vindi

ruam eritematosa yang berbentuk makula-papula disertai meningkatnya suhu badan. Di

antara makula terdapat kulit yang normal. Ruam mula-mula timbul di belakang telinga,

di bagian lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi

perdarahan ringan, rasa gatal, dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada

hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar

getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah.

Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit,

mulut, hidung, dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensi. Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi

kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi yang lama-

kelamaan akan hilang sendiri dengan sempurna setelah 2-3 minggu. Selain

hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pada kulit yang bersisik.

Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-

penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa

hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Limfopenia adalah karaterisitik. Total hitung leukosit dapat turun sampai 1500/UL.

Diagnosis biasanya dibuat dari deteksi antibodi IgM campak dalam serum yang diambil

setidaknya 3 hari setelah munculnya ruam. Deteksi langsung terhadap antigen campak oleh

pewarnaan antibodi fluoresen dari sel nasofaring merupakan metode yang bermanfaat. Tes PCR

dari sekret orofaring atau urin sangatlah sensitif dan spesifik dan dapat mendeteksi penyakit 5

hari sebelum timbul gejala.

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut Anamnesis :

1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk pilek harus

dicurigai atau diagnosis banding morbili.

2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.

3. Dapat disertai diare dan muntah.

4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat): epistaksis,

petekie, ekimosis.

16

Page 17: morbili 2 vindi

5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2

minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.

Pemeriksaan fisik :

1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam

(biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringtis dan konjungtivitis.

2. Pada umumnya anak tampak lemah.

3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).

4. Pada stadium erupsi timbul nuam (rash) yang khas : ruam makulopapular

yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut

di dahi, muka dan kemudian seluruh tubuh.

DIAGNOSIS BANDING

1. German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak Koplik, tetapi ada pembesaran

kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksantema subitum. Ruam kulit akan timbul bila suhu badan menjadi normal.

3. Alergi obat. Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan

terjadi setelah minum obat tertentu.

KOMPLIKASI

Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi

anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan

mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,ensefalitis, dan

bronkopneumonia.

Otitis media adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada morbili. Agen penyebab

dari otitis media pada campak tidak berbeda dengan anak lain yang juga menderita OMA tanpa

campak, maka terapi antibiotik konvensional diperlukan. Kuman penyebab utama pada OMA

ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus.

Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Escheria coli, Streptococcus

anhemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aerugenosa. Hemofillus influenza sering

ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Telinga tengah biasanya steril, meskipun

17

Page 18: morbili 2 vindi

terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan

masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan

antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba

Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius

terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk

ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya

OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran

nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh

karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan agak horisontal letaknya.

Bronkopneumonia adalah komplikasi yang umum ditemui pada campak. Dapat

disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus.

Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan

malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukemia dan lain-

lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan. Gambaran pada foto

thorax yang sering dijumpai adalah hiperinflasi, infiltrat perihiler, atau bintik-bintik perihiler,

dan penebalan hilus. Konsolidasi sekunder atau efusi pleura dapat dijumpai.

Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,

gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.

Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita

morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup

(ensefalitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif

(immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis

(SSPE).

Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan

sisa defisit neurologis sedikit. Angka kematian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1: 1000

kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap

1.000.000 dosis.

SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit

ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang

terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma.

Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan - 3 tahun

setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikan remisi spontan masih bisa terjadi.

18

Page 19: morbili 2 vindi

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan

dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE

bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili

didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi

morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7 tiap 10 juta.

Ensefalomielitis diseminata akuta (pasca vaksinasi atau pasca infeksi) walaupun jarang

terjadi, tetapi merupakan gangguan demielinisasi lain yang patut disebutkan karena penyakit ini

pada hakekatnya dapat dicegah. Penyakit ini merupakan suatu mielitis atau ensefalitis akut

dengan perjalanan yang bervariasi dan ditandai dengan gejala-gejala yang merupakan indikasi

kerusakan pada substansia alba otak atau medula spinalis. Gambaran patologis berupa

demielinisasi sirkumskripta yang banyak terdapat pada daerah perivaskular. Sekitar 1 minggu

sesudah campak, dapat timbul gejala-gejala neurologik secara cepat berupa sakit kepala,

mengantuk, stupor, kelumpuhan otot mata dan seringkali disertai lesi transversal medula spinalis

sehingga keempat anggota badan (tungkai dan lengan) mengalami paralisis flaksid. Tingkat

paralisis seringkali bervariasi.

Ensefalomielitis pasca infeksi terjadi sesudah infeksi virus, terutama campak, yaitu pada

satu dari 1000 kasus. Angka kematian mencapai 10 hingga 20%, dan sekitar 50% di antara

mereka yang dapat bertahan akan mengalami kerusakan neurologik. Penggunaan vaksin campak

di Amerika Serikat sangat mengurangi kasus ensefalomielitis. Ada beberapa bukti bahwa virus

campak berperanan dalam etiologi sklerosis multipel. Pada penderita sklerosis multipel ternyata

serum dan cairan serebrospinal mengandung berbagai antibodi campak, dan ada bukti yang

menyatakan bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak. Jika memang virus campak yang

memegang peranan, maka agaknya virus itu tetap dorman (dalam stadium pasif) selama beberapa

tahun, dan kemudian merangsang respons otoimun.

Komplikasi lain yang juga mungkin terjadi adalah appendisitis. Nyeri abdominal akut

dapat terjadi secara kebetulan pada campak primer, dan dapat diakibatkan oleh adanya adenitis

mesenterik umum yang disebabkan virus campak.

PENATALAKSANAAN

Pasien diisolasi untuk mencegah penularan. Perawatan yang baik diperlukan terutama

kebersihan kulit, mulut, dan mata. Pengobatan yang diberikan simtomatik, yaitu antipiretik bila

19

Page 20: morbili 2 vindi

suhu tinggi, sedatif, obat antitusif, dan memperbaiki keadaan umum dengan memperhatikan

asupan cairan dan kalori serta pengobatan terhadap komplikasi. Pencegahan penyakit dilakukan

dengan pemberian imunisasi. Bila demam diatas 103oF (39.4oC) beerikan antipiretik nonaspirin.

Jangan berikan aspirin pada anak dengan infeksi virus karena pada beberapa kasus dapat

mengakibatkan sindrom Reye.

Dorong anak untuk minum air bersih, jus buah, dan teh. Cairan membantu menggantikan

kehilangan cairan tubuh akibat panas dan berkeringat waktu demam. Cairan juga akan

membantu mengurangi kemungkinan infeksi paru (pneumonia) karena mencegah sekresi paru

menjadi tebal.

Gunakan vaporizer uap dingin untuk melegakan batuk dan pernafasan. Bersihkan

vaporizer setiap hari untuk mencegah pertumbuhan jamur. Hindari vaporizer air panas yang

dapat mengakibatkan luka bakar pada anak.

Anak dengan campak tidak dianjurkan untuk membaca atau menonton televisi karena

mata mereka sensitif terhadap cahaya. Mereka harus beristirahat dan menghindari aktivitas

berat. Mereka dapat kembali ke sekolah setelah 7 sampai 10 hari setelah demam dan ruam

menghilang.

Pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi dilaporkan dapat mengurangi angka

kematian lebih dari 50% pasien campak sedang maupun berat. Dari penelitian didapatkan

bahwapengobatan dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi dapat mengurangi angka

morbiditas dan mortalitas dan dianjurkan untuk memberikan suplementasi vitamin A pada semua

pasien campak baik pada anak dengan gizi baik maupun malnutrisi. Vitamin A dapat

menghambat replikasi virus vaksin campak maka pada pasien campak sangat dianjurkan untuk

memberikan suplementasi vitamin A dosis tinggi yaitu sampai 400.000 IU pada saat terjadi ruam

dalam 2 hari berturut-turut dan pada anakdi bawah usia 1 tahun dapat diberikan dosis sampai

100.000 IU tanpa efek samping yang berarti.

PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis baik, tetapi prognosis lebih buruk dengan keadaan gizi buruk,

anak yang menderita penyakit kronis, atau bila disertai komplikasi.

20

Page 21: morbili 2 vindi

PENCEGAHAN

Imunisasi aktif

Ini dilakukan dengan pemberian “live attenuated measles vaccine”. Mula-mula digunakan

strain Edmonston B, tetapi karena “strain” ini menyebabkan panas tinggi dan eksantem pada hari

ke tujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain Edmonston diberikan bersama-

sama dengan globulin-gama pada lengan yang lain. Sekarang digunakan strain Schwarz dan

Moraten dan tidak diberikan globulin-gamma. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan

menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa

imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan

vaksin morbili tersebut pada anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan

diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari

ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat

banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi dilakukan pada umur

15 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk. (1982) pada anak yang divaksinasi sebelum

umur 10 bulan tidak ditemukan antibodi; begitu pula setelah revaksinasi kadang-kadang titer

antibodi tidak naik secara bermakna. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin

morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan

pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan

jaringan janin ayam yang secara antigen adalah berbeda dengan protein telur. Hanya bila

terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin

morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat

tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak dengan

tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan

imunosupresif.

Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin measles-

mumps-rubella (MMR).

Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan Perum Biofarma yang terdiri dari

virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Schwarz dan ditumbuhkan dalam

jaringan janin ayam dan kemudian dibeku-keringkan. Tiap dosis dari vaksin yang sudah

dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin B sulfat

tidak lebih dari 50 mikrogram.

21

Page 22: morbili 2 vindi

Vaksin ini diberikan secara subkutan di bagian luar lengan atas sebanyak 0,5 ml pada

umur 9 bulan. Terjadi anergi terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi.

Bila seseorang telah mendapat inmunoglobulin atau transfusi darah maka vaksinasi dengan

vaksin morbili harus ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh

diberikan kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau lainnya yang disertai yang

disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang diberi pengobatan intensif

dengan obat imunosupresif. Untuk mencegah demam, kepada semua anak/bayi diberikan

Aspilet, dan semua bayi/anak yang divaksinasi diambil darahnya 2x, sebelum vaksinasi dan 3

minggu setelah vaksinasi.

Gejala sampingan yang paling banyak terdapat adalah demam 5 sampai 12 hari setelah

vaksinasi. Demam biasanya hilang dalam 1 sampai 5 hari. Sedangkan gejala sampingan yang

berat terjadi pada 2 kasus, masing-masing 1 anak dengan kejang dan GE dehidrasi berat, dan 1

anak dengan hiperpireksi.

Imunisasi pasif

Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan pemberian

globulin-gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses tuberkulosis.

22

Page 23: morbili 2 vindi

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman dkk , Nelson ( e.d Bahasa Indonesia ), Ilmu kesehatan Anak e.d 15 , EGC ,2000

, hal 1068 – 1071.

2. Pusponegoro,HD Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak e.d I, IDAI , 2004 , hal 95 -

98.

3. Pediatrica , Buku Saku Anak e.d I, Tosca Enterprise – UGM Jogjakarta , 2005.

4. Staf Pengajar FK – UI , Ilmu Kesehatan Anak 2 e.d IX, 2000 , hal 624 – 628.

5. MIMS 2005 vol. 6 ( e.d Bahasa Indonesia ) , PT. Info Master – Indonesia ( lisensi CMP

Medica ).

6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3,

Cetakan ke-7, Percetakan Infomedika Jakarta, 2000, hal 1228

7. Persatuan Ahli Ilmu Penyakit Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Cetakan

ke-3, Balai Penerbit FKUI, Salemba; 2001.

8. RSCM: Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, Februari

2005.

9. Dr. Halim Danusantoso, Sp.P,FCCP : Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Cetakan I,

Hipokrates, Jakarta, 2000.

10. BostonHealthCommission,

http://www.chsd.org/documents/Measles/CDC_measles_providers.pdf

11. http://history.amedd.army.mil/booksdocs/wwi/communicablediseases/chapter12.htm

23