morbili 2 vindi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. S
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Februari 2011
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jatirasa, JakTim
Masuk RSUD Bekasi : 23 Februari 2011
B. Identitas Orang tua
Ayah
Nama : Tn. H
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jatirasa, JakTim
Pekerjaan : Buruh
Penghasilan : Rp. 15.000 – 30.000/ hari
Suku bangsa : Jawa
Ibu
Nama : Ny. H
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jatirasa, JakTim
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku bangsa : Jawa
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
1

II. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 25 Februari 2011, pada pukul 10.30 WIB.
Keluhan utama :
Demam tinggi sejak 7 hari SMRS .
Keluhan tambahan:
Mata merah, bintik-bintik merah di kulit, batuk, sesak, mual, muntah, dan nafsu
makan berkurang.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam tinggi sejak 7 hari SMRS. Demam
tidak disertai kejang dan menggigil. Demam dirasakan naik turun dan pasien sudah
diberikan obat penurun panas. Bersamaan dengan demam, pasien juga batuk. Batuk
pada pasien semakin memberat sehingga pasien merasa sesak. Menurut pengakuan
ibu pasien batuk awalnya kering setelah beberapa hari batuk terdengar seperti
berdahak tetapi tidak ada dahak yang keluar. Pasien juga berkurang nafsu makannya.
Dua hari SMRS pasien BAB mencret yang terlihat cair dan berisi ampas yang
berwarna kuning, tidak berlendir dan tidak ada darah. Selain itu juga, kedua mata
pasien merah dan berair. Satu hari SMRS munculnya ruam pada daerah muka dan
leher. Pada hari berikutnya ruam menyebar ke seluruh tubuh. Menurut ibu pasien,
kakak pasien sedang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
berdarah- Kejang - Darah -
Demam
thypoid-
Kecelakaa
n- Radang paru -
Otitis - Morbili - Tuberkulosi -
2

s
Parotitis - Operasi - Lainnya ISPA
Riwayat penyakit keluarga :
Kakak pasien sedang memiliki gejala yang serupa dengan pasien. Tidak ada
keluarga pasien yang mempunyai riwayat asma atau alergi.
Riwayat kehamilan dan persalinan : KEHAMILAN Morbiditas kehamilan -
Perawatan antenatal -
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah
Penolong persalinan Dukun beranak
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi
BBL : 3000 gr
PB : 47 cm
Langsung menangis
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan gigi : Umur 7 bulan (normal 5-9 bulan)
Merangkak : Umur 4 bulan (normsl 3-4 bulan)
Duduk : Umur 8 bulan (normal 6 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (normal 9-12 bulan)
Kesimpulan riwayat perkembangan :
Baik tidak ada keterlambatan psikomotor
Riwayat makanan:
3

Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim
0 – 2 V
2 – 4 V
4 – 6 V
6 – 8 V V
8 – 10 V V V
10 – 12 V V V
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi Dan Jumlah
Nasi / Pengganti 3 x sehari, 3-4 sendok makan
Sayur Setiap hari
Daging -
Telur 1 x seminggu
Ikan -
Tahu 1 x seminggu, 1 potong
Tempe 1 x seminggu, 1 potong
Susu (merk/takaran) -
Lain – lain -
Kesulitan makan (-)
Kesimpulan riwayat makanan : Pola makan pasien cukup
Riwayat imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG2 bulan
x
DPT/ DT2 bulan
x
4 bulan
x
6 bulan
x
Polio 6 bulan
4

x
Campak9 bulan
x
Hepatitis
B
0 bulan
x
1 bulan
x
4 bulan
x
MMR
TIPA
Kesimpulan : Riwayat imunisasi tidak pernah dilakukan.
Riwayat keluarga :
Susunan keluarga : pasien adalah anak keempat dari 4 bersaudara.
Ayah Ibu
Nama Harsoyo Heni
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 28 19
Pendidikan terakhir SD -
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Baik Baik
Riwayat perumahan dan sanitasi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan ketiga kakaknya. Rumah kontrakan dikawasan
padat penduduk, dengan 2 ruangan. Terdapat penerangan listrik & sumber air berasal dari air
sumur. Sinar matahari sedikit yang masuk ke dalam rumah karena minim ventilasi / jendela.
Kesan : Keadaan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik yang memungkinkan pasien
terkena penyakit infeksi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
5

Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Data Antropometri
Berat Badan : 7 kg
Tinggi Badan : 69 cm
Lingkar kepala : 40cm
Lingkar dada : 42cm
Lingkar lengan atas : 12cm
Status gizi
BB/U = 7/12,3 X 100% = 56,9% (gizi buruk)
TB/U = 69/85,6 X 100% = 80,6 % (gizi buruk)
BB/TB = 7/8,3 X 100% = 84,3% (gizi kurang)
Kesan : gizi kurang
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak diukur
Nadi : 120 x / menit
Suhu : 37.7 °C
Pernapasan : 36 x / menit
Kulit : Ruam kulit seluruh tubuh, beberapa bagian hiperpigmentasi
Kepala : normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, konjungtivitis +/+
Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret -/-
Telinga : Normotia, Sekret -/-
Mulut : Mukosa mulut tidak hiperemis.
Bibir : Tidak kering, sianosis (-)
Lidah : lidah ukuran normal, lidah tremor (-), lidah kotor (-)
6

Uvula : tidak dapat dinilai
Tonsil : tidak dapat dinilai
Tenggorokan : tidak dapat dinilai
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax
Paru
Inspeksi :Simetris thorak kanan – kiri, pernapasan abdominotorakal,
kulit thorak tampak bercak-bercak merah beberapa
hiperpigmentasi, retraksi sela iga (-)
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronchi +/+, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : SISII reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, tidak ada pembesaran hepar dan lien
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, odema (-)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Laboratorium ( tanggal 23 Februari 2011)
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 6.9 g/dl ( 12-14 g/dl )
Lekosit : 8.200 / ul (5000-10.000 /uL)
7

Hematokrit : 23,7 % (37-43 %)
Trombosit : 324.000 /uL (150.000-450.000 /uL)
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit : mikrositik hipokrom, rouleaux +
Leukosit : kesan jumlah normal, hipersegmentasi +, limfosit atipik +
Blast : 0% Eosinofil : 2%
Promielosit : 0% Batang : 2%
Mielosit : 0% Segmen : 73%
Metamielosit : 0% Limfosit : 20%
Basofil : 0% Monosit : 3%
Eritrosit berinti/ 100 leukosit
Trombosit : kesan jumlah cukup, morfologi normal
Kesan hapusan darah tepi : anemia mikrositik hipokrom akibat penyakit kronis,
proses spesifik belum dapat disingkirkan
Laboratorium ( tanggal 24 Februari 2011)
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 9.2 g/dl ( 12-14 g/dl )
Lekosit : 8.400 / ul (5000-10.000 /uL)
Hematokrit : 30,5 % (37-43 %)
Trombosit : 289.000 /uL (150.000-450.000 /uL)
II. RESUME
Anamnesa :
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun datang ke IGD dengan keluhan demam tinggi
sejak 7 hari SMRS. Kejang (-) menggigil (-). Riwayat pengobatan (+) tetapi demam
tidak berkurang. Bersamaan dengan demam batuk (+) yang semakin memberat, sesak
(-). Awalnya batuk kering setelah beberapa hari batuk berdahak tetapi tidak keluar.
Dua hari SMRS diare (+) warna kuning, lendir (-) darah (-). Konjungtivitis (+). Satu
hari SMRS muncul ruam yang pertama kali pada daerah muka dan leher yang
8

menyebar ke seluruh tubuh pada hari berikutnya. Riwayat kontak (+). Riwayat
imunisasi campak (-).
Pada pemeriksaan fisik :
Pasien tampak sakit sedang. Terdapat konjungtivitis pada kedua mata. Kulit pasien
terlihat ruam merah dan hiperpigmentasi pada beberapa bagian. Pada auskultasi paru
terdengar ronchi +/+.
Dari hasil pemeriksaan darah, ditemukan hemoglobin pada tanggal 23 Februari 2011
6,9 g/dl dan pada tanggal 24 Februari 2011 9,2 g/dl. Kesan hapusan darah tepi :
anemia mikrositik hipokrom akibat penyakit kronis, proses spesifik belum dapat
disingkirkan.
III. DIAGNOSIS KERJA
Morbili stadium konvalesens
Bronkopneumoni
Anemia
IV. PEMERIKSAAN ANJURAN
Rontgen Thorax
CT Scan
V. PENATALAKSANAAN
a. Suportif
O2 nasal 2 L/m
IVFD KaEN 3A 30 tpm mikro
Vitamin A 200.000 IU
Isprinol 3 x 1 cth (120 mg)
b. Simptomatik
Paracetamol 3 x 1 cth ( 120 mg)
Ambroxol HCl 3 x ½ cth (7,5 mg)
9

c. Komplikatif
Ceftriaxone 1 x 500 mg drip
VI. PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad fungtionam: dubia ad bonam
10

ANALISA KASUS
Pada pasien anak laki-laki berumur 2 tahun dengan berat badan 7 kg, dari anamnesa
didapat keluhan demam sejak 7 hari SMRS. Demam terjadi disertai dengan munculnya ruam
kemerahan makulopapular dari wajah, leher, seluruh tubuh & extremitas. Saat munculnya
ruam disertai dengan batuk & adanya gejala kelainan gastro intestinal (BAB mencret). Pada
pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan tanda yang paling khas dari penderita penyakit
Morbili adalah adanya bercak putih yang dikelilingi eritem yang disebut Koplik Spot pada
mukosa buccal tersebut karena saat diperiksa pasien sudah berada pada stadium konvalesen,
dimana bercak Koplik muncul pada akhir stadium kataral. Pasien belum pernah menderita
penyakit seperti ini sebelumnya & pasien belum pernah mendapatkan imunisasi campak saat
usia 9 bulan. Pasien datang ke RS diperkirakan sudah memasuki stadium erupsi.
Dari sebagian besar gejala – gejala & tanda – tanda klinis diatas mengarah kepada
penyakit Campak / Morbili yang meliputi :
1. Demam 3 – 5 hari ( biasanya tinggi & mendadak ) disertai batuk & pilek
2. Mata merah ( conjungtivitis ) & Fotofobia
3. Dapat disertai diare & muntah
4. Pada kasus yang berat dapat disertai epistaxis, ptekie, & ekimosis
5. Adanya kontak 1 - 2 minggu sebelumnya dengan penderita Morbilli & belum pernah
mendapat vaksinasi Campak.
Pada kasus ini pasien juga menderita bronkopneumoni karena pada saat dibawa ke RS
pasien sesak nafas dan pada pemeriksaan fisik didapatkan rhonchi basah pada auskultasi
paru. Pasien juga menderita anemia walaupun pada pemeriksaan fisik pada tanggal 25
Februari 2011 tidak ditemukan konjungtiva anemis, tetapi pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hemoglobin tanggal 23 Februari 2011 6,9 g/dl dan pada tanggal 24 Februari 2011
9,2 g/dl.
11

Begitu juga dengan gejala GE yang ditemukan pada penderita Morbili tidak boleh
disepelekan, karena hampir setiap terjadinya Mobilli selalu disertai dengan gejala – gejala
GE, hal ini terjadi akibat infeksi dari virus morbili yang biasanya menyerang lapisan –
lapisan mukosa, yang salah satunya adalah di mukosa usus,hal ini akan mengganggu proses
absorbsi zat makanan sehingga terjadilah diare yang berulang. Diare akan hilang setelah
morbili itu sembuh, dalam hal ini yang terpenting adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang
berat akibat diare akut.
Adapun pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa Morbili
dengan diare akut & juga kemungkinan komplikasi lainnya dari Morbili adalah :
Lab : Darah Lengkap
Feses lengkap jika diarenya menjadi lebih berat
Morbili merupakan self limited disease, namun yang harus kita perhatikan adalah
komplikasi – komplikasinya. Anak yang sudah pernah menderita Morbili mempunyai
kekebalan selama hidupnya dari tertular Morbili lagi. Kekebalan aktif dapat kita berikan
vaksinasi Campak pada usia 9 bulan ataupun dikombinasi dengan vaksin MMR pada usia 15
bulan & 12 tahun.. Pada pasien ini akibat tidak imunisasi, maka pasien terserang Morbili.
Pada kasus ini, diagnosa banding morbili adalah dengan Rubella, Eksantem Subitum, dan
Erupsi obat. Adapun perbedaan antara morbili dengan ketiga penyakit ini adalah :
Campak Jerman ( Rubella )
Bercak Koplik tidak ada, Limfadenitis banyak yaitu terdapat pembesaran KGB sub
obcipital servical posterior, belakang telinga.
Eksantem Subitum
Ruam timbul saat demam turun / suhu menjadi normal.
Erupsi obat
Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan terjadi setelah
minum obat tertentu.
12

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Atau disebut juga penyakit akut
epidemik dengan karakteristik 3 c : cough (batuk), coryza (pilek), conjunctivitis dan tanda
patognomonik bercak Koplik. Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan
pasien.
SINONIM
Nama lain penyakit ini adalah campak, measles, atau rubeola.
ETIOLOGI
Penyebabnya ialah virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbillivirus. Hanya
satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah
ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin selama stadium kataral
sampai 24 jam setelah timbul bercak di kulit. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya
34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera
rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus
dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
EPIDEMIOLOGI
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup. Penyakit ini terutama menyerang golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara yang
belum berkembang insiden tertinggi pada umur di bawah 2 tahun. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai
umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat
menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya
13

tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia
dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50%
kemungkinan akan mengalami abortus; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua
atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang
anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal
sebelum usia 1 tahun. Jika bayi menderita campak, ibu dan bayi boleh diisolasi bersama dan
diperbolehkan diberi ASI. Ibu dengan campak setelah melahirkan menyusui, dan neonatus
mendapat penyakit ringan yang didapat. Antibodi dalam sekret mungkin terkandung dalam susu
dalam 45 hari.
Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi beberapa peneliti mengemukakan bahwa
komplikasi lebih banyak pada laki-laki. Di Afrika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi
morbili pada anak yang menderita malnutrisi.
PATOGENESIS
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara,
terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat
awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai
kelenjar getah bening lokal. Ditempat ini virus memperbanyak diri secara perlahan dan dari
tempat ini mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear
yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak dari Whartin, sedangkan
Limfosit-T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah.
Gambaran kejadian awal dijaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tapi 5-6 hari
setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud ketika yaitu virus masuk kedalam pembuluh darah
dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih
dan usus. Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva,
satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas di
awali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun
yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada system saluran nafas diikuti dengan
14

manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam menyebar keseluruh
tubuh, tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, merupakan tanda
pasti untuk menegakkan diagnosis. Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan
tubuh menurun, sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah
ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. focus
infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di
epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan
histologik menunjukan bahwa antigen campak dan gambaran histologi di kulit diduga suatu
reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-
lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus
campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.
MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 10- 20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium.
1. Stadium kataral (prodromal) berlangsung 4-5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu
demam setinggi 105o F (40,6oC), malaise, batuk, fotofobia, konjungivitis, dan koriza.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 – 48 jam sebelum timbul eksantem, timbul
bercak Koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak
Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dengan diameter sekitar 1 mm,
dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar
bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat
makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi
ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai
influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat
dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili
dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium erupsi berlangsung selama 5 sampai 10 hari. Gejala pada stadium kataral
seperti koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Kemudian terjadi
15

ruam eritematosa yang berbentuk makula-papula disertai meningkatnya suhu badan. Di
antara makula terdapat kulit yang normal. Ruam mula-mula timbul di belakang telinga,
di bagian lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi
perdarahan ringan, rasa gatal, dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada
hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar
getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah.
Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit,
mulut, hidung, dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi. Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi
kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi yang lama-
kelamaan akan hilang sendiri dengan sempurna setelah 2-3 minggu. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pada kulit yang bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-
penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa
hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Limfopenia adalah karaterisitik. Total hitung leukosit dapat turun sampai 1500/UL.
Diagnosis biasanya dibuat dari deteksi antibodi IgM campak dalam serum yang diambil
setidaknya 3 hari setelah munculnya ruam. Deteksi langsung terhadap antigen campak oleh
pewarnaan antibodi fluoresen dari sel nasofaring merupakan metode yang bermanfaat. Tes PCR
dari sekret orofaring atau urin sangatlah sensitif dan spesifik dan dapat mendeteksi penyakit 5
hari sebelum timbul gejala.
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut Anamnesis :
1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk pilek harus
dicurigai atau diagnosis banding morbili.
2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat): epistaksis,
petekie, ekimosis.
16

5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2
minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
Pemeriksaan fisik :
1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam
(biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringtis dan konjungtivitis.
2. Pada umumnya anak tampak lemah.
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
4. Pada stadium erupsi timbul nuam (rash) yang khas : ruam makulopapular
yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut
di dahi, muka dan kemudian seluruh tubuh.
DIAGNOSIS BANDING
1. German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak Koplik, tetapi ada pembesaran
kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema subitum. Ruam kulit akan timbul bila suhu badan menjadi normal.
3. Alergi obat. Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan
terjadi setelah minum obat tertentu.
KOMPLIKASI
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,ensefalitis, dan
bronkopneumonia.
Otitis media adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada morbili. Agen penyebab
dari otitis media pada campak tidak berbeda dengan anak lain yang juga menderita OMA tanpa
campak, maka terapi antibiotik konvensional diperlukan. Kuman penyebab utama pada OMA
ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus.
Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Escheria coli, Streptococcus
anhemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aerugenosa. Hemofillus influenza sering
ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Telinga tengah biasanya steril, meskipun
17

terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan
masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba
Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk
ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya
OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran
nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan agak horisontal letaknya.
Bronkopneumonia adalah komplikasi yang umum ditemui pada campak. Dapat
disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus.
Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan
malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukemia dan lain-
lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan. Gambaran pada foto
thorax yang sering dijumpai adalah hiperinflasi, infiltrat perihiler, atau bintik-bintik perihiler,
dan penebalan hilus. Konsolidasi sekunder atau efusi pleura dapat dijumpai.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,
gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita
morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup
(ensefalitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif
(immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis
(SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan
sisa defisit neurologis sedikit. Angka kematian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1: 1000
kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap
1.000.000 dosis.
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit
ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang
terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma.
Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan - 3 tahun
setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikan remisi spontan masih bisa terjadi.
18

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan
dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE
bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili
didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi
morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7 tiap 10 juta.
Ensefalomielitis diseminata akuta (pasca vaksinasi atau pasca infeksi) walaupun jarang
terjadi, tetapi merupakan gangguan demielinisasi lain yang patut disebutkan karena penyakit ini
pada hakekatnya dapat dicegah. Penyakit ini merupakan suatu mielitis atau ensefalitis akut
dengan perjalanan yang bervariasi dan ditandai dengan gejala-gejala yang merupakan indikasi
kerusakan pada substansia alba otak atau medula spinalis. Gambaran patologis berupa
demielinisasi sirkumskripta yang banyak terdapat pada daerah perivaskular. Sekitar 1 minggu
sesudah campak, dapat timbul gejala-gejala neurologik secara cepat berupa sakit kepala,
mengantuk, stupor, kelumpuhan otot mata dan seringkali disertai lesi transversal medula spinalis
sehingga keempat anggota badan (tungkai dan lengan) mengalami paralisis flaksid. Tingkat
paralisis seringkali bervariasi.
Ensefalomielitis pasca infeksi terjadi sesudah infeksi virus, terutama campak, yaitu pada
satu dari 1000 kasus. Angka kematian mencapai 10 hingga 20%, dan sekitar 50% di antara
mereka yang dapat bertahan akan mengalami kerusakan neurologik. Penggunaan vaksin campak
di Amerika Serikat sangat mengurangi kasus ensefalomielitis. Ada beberapa bukti bahwa virus
campak berperanan dalam etiologi sklerosis multipel. Pada penderita sklerosis multipel ternyata
serum dan cairan serebrospinal mengandung berbagai antibodi campak, dan ada bukti yang
menyatakan bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak. Jika memang virus campak yang
memegang peranan, maka agaknya virus itu tetap dorman (dalam stadium pasif) selama beberapa
tahun, dan kemudian merangsang respons otoimun.
Komplikasi lain yang juga mungkin terjadi adalah appendisitis. Nyeri abdominal akut
dapat terjadi secara kebetulan pada campak primer, dan dapat diakibatkan oleh adanya adenitis
mesenterik umum yang disebabkan virus campak.
PENATALAKSANAAN
Pasien diisolasi untuk mencegah penularan. Perawatan yang baik diperlukan terutama
kebersihan kulit, mulut, dan mata. Pengobatan yang diberikan simtomatik, yaitu antipiretik bila
19

suhu tinggi, sedatif, obat antitusif, dan memperbaiki keadaan umum dengan memperhatikan
asupan cairan dan kalori serta pengobatan terhadap komplikasi. Pencegahan penyakit dilakukan
dengan pemberian imunisasi. Bila demam diatas 103oF (39.4oC) beerikan antipiretik nonaspirin.
Jangan berikan aspirin pada anak dengan infeksi virus karena pada beberapa kasus dapat
mengakibatkan sindrom Reye.
Dorong anak untuk minum air bersih, jus buah, dan teh. Cairan membantu menggantikan
kehilangan cairan tubuh akibat panas dan berkeringat waktu demam. Cairan juga akan
membantu mengurangi kemungkinan infeksi paru (pneumonia) karena mencegah sekresi paru
menjadi tebal.
Gunakan vaporizer uap dingin untuk melegakan batuk dan pernafasan. Bersihkan
vaporizer setiap hari untuk mencegah pertumbuhan jamur. Hindari vaporizer air panas yang
dapat mengakibatkan luka bakar pada anak.
Anak dengan campak tidak dianjurkan untuk membaca atau menonton televisi karena
mata mereka sensitif terhadap cahaya. Mereka harus beristirahat dan menghindari aktivitas
berat. Mereka dapat kembali ke sekolah setelah 7 sampai 10 hari setelah demam dan ruam
menghilang.
Pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi dilaporkan dapat mengurangi angka
kematian lebih dari 50% pasien campak sedang maupun berat. Dari penelitian didapatkan
bahwapengobatan dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas dan dianjurkan untuk memberikan suplementasi vitamin A pada semua
pasien campak baik pada anak dengan gizi baik maupun malnutrisi. Vitamin A dapat
menghambat replikasi virus vaksin campak maka pada pasien campak sangat dianjurkan untuk
memberikan suplementasi vitamin A dosis tinggi yaitu sampai 400.000 IU pada saat terjadi ruam
dalam 2 hari berturut-turut dan pada anakdi bawah usia 1 tahun dapat diberikan dosis sampai
100.000 IU tanpa efek samping yang berarti.
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis baik, tetapi prognosis lebih buruk dengan keadaan gizi buruk,
anak yang menderita penyakit kronis, atau bila disertai komplikasi.
20

PENCEGAHAN
Imunisasi aktif
Ini dilakukan dengan pemberian “live attenuated measles vaccine”. Mula-mula digunakan
strain Edmonston B, tetapi karena “strain” ini menyebabkan panas tinggi dan eksantem pada hari
ke tujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain Edmonston diberikan bersama-
sama dengan globulin-gama pada lengan yang lain. Sekarang digunakan strain Schwarz dan
Moraten dan tidak diberikan globulin-gamma. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa
imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan
vaksin morbili tersebut pada anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan
diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari
ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat
banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi dilakukan pada umur
15 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk. (1982) pada anak yang divaksinasi sebelum
umur 10 bulan tidak ditemukan antibodi; begitu pula setelah revaksinasi kadang-kadang titer
antibodi tidak naik secara bermakna. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin
morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan
pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan
jaringan janin ayam yang secara antigen adalah berbeda dengan protein telur. Hanya bila
terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin
morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat
tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak dengan
tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif.
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin measles-
mumps-rubella (MMR).
Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan Perum Biofarma yang terdiri dari
virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Schwarz dan ditumbuhkan dalam
jaringan janin ayam dan kemudian dibeku-keringkan. Tiap dosis dari vaksin yang sudah
dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin B sulfat
tidak lebih dari 50 mikrogram.
21

Vaksin ini diberikan secara subkutan di bagian luar lengan atas sebanyak 0,5 ml pada
umur 9 bulan. Terjadi anergi terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi.
Bila seseorang telah mendapat inmunoglobulin atau transfusi darah maka vaksinasi dengan
vaksin morbili harus ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh
diberikan kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau lainnya yang disertai yang
disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang diberi pengobatan intensif
dengan obat imunosupresif. Untuk mencegah demam, kepada semua anak/bayi diberikan
Aspilet, dan semua bayi/anak yang divaksinasi diambil darahnya 2x, sebelum vaksinasi dan 3
minggu setelah vaksinasi.
Gejala sampingan yang paling banyak terdapat adalah demam 5 sampai 12 hari setelah
vaksinasi. Demam biasanya hilang dalam 1 sampai 5 hari. Sedangkan gejala sampingan yang
berat terjadi pada 2 kasus, masing-masing 1 anak dengan kejang dan GE dehidrasi berat, dan 1
anak dengan hiperpireksi.
Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan pemberian
globulin-gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses tuberkulosis.
22

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman dkk , Nelson ( e.d Bahasa Indonesia ), Ilmu kesehatan Anak e.d 15 , EGC ,2000
, hal 1068 – 1071.
2. Pusponegoro,HD Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak e.d I, IDAI , 2004 , hal 95 -
98.
3. Pediatrica , Buku Saku Anak e.d I, Tosca Enterprise – UGM Jogjakarta , 2005.
4. Staf Pengajar FK – UI , Ilmu Kesehatan Anak 2 e.d IX, 2000 , hal 624 – 628.
5. MIMS 2005 vol. 6 ( e.d Bahasa Indonesia ) , PT. Info Master – Indonesia ( lisensi CMP
Medica ).
6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3,
Cetakan ke-7, Percetakan Infomedika Jakarta, 2000, hal 1228
7. Persatuan Ahli Ilmu Penyakit Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Cetakan
ke-3, Balai Penerbit FKUI, Salemba; 2001.
8. RSCM: Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, Februari
2005.
9. Dr. Halim Danusantoso, Sp.P,FCCP : Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Cetakan I,
Hipokrates, Jakarta, 2000.
10. BostonHealthCommission,
http://www.chsd.org/documents/Measles/CDC_measles_providers.pdf
11. http://history.amedd.army.mil/booksdocs/wwi/communicablediseases/chapter12.htm
23