modul manajemen keuangan publikrepository.unja.ac.id/2015/1/modul manajemen keuangan...dalam...

106
i

Upload: trinhxuyen

Post on 05-May-2018

368 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

i

ii

iii

iv

v

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

1

BAB I

KONTRAK BELAJAR

Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah menyelesaikan Bab ini, mahasiswa dapat :

1. Menentukan target nilai yang akan dicapai pada mata kuliah Manajemen Keuangan

Publik.

2. Menuliskan rencana belajar untuk mencapai target nilai.

1.1. Pengantar

Dalam organisasi sektor publik, keuangan publik merupakan salah satu unit

penting dari kebijakan publik. Yakni bagaimana pendapatan dapat diperoleh dan

dibelanjakan, serta permasalahan siapa memperoleh apa. Hal ini sangat terkait dengan

beberapa standar/prinsip penting dalam mengelola/memanage keuangan publik seperti:

efsiensi, ekonomis,efektif, transparan, profesional, akuntabilitas, keadilan, dan lain

sebagainya. Pembahasan tentang keuangan publik, tidak hanya menyangkut hal teknis

administratif, namun juga politik dan perencanaan anggarannya (penganggaran).

Kelas Manajemen Keuangan Publik ini menggunakan pembelajaran andragogi

dengan pendekatan “student center”. Dikelas ini peserta didik dituntut untuk terlibat

secara aktif dalam setiap sesi materi dan kemudian disetiap akhir sesi menyimpulkan

secara aktif hasil pembahasan setiap materi. Untuk mewujudkan sebuah kelas “student

Center”, maka dua hal penting yang harus dilakukan oleh peserta didik kelas ini

sebelum mulai membuka lembaran modul ini lebih lanjut adalah :

1. Menentukan tujuan/menetapkan target

2. Membuat rencana untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

1.2. Rencana Belajar

Oleh karena itu :

Tentukan target anda pada mata kuliah ini dengan menjawab pertanyaan “Berapa nilai

yang anda harapkan?” .......................................................................................................

..........................................................................................................................................

Apa rencana belajar/aksi untuk mencapai nilai tersebut?

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

2

1.3. Pelacakan Motivasi

Setelah selesai kuliah/menjadi sarjana, anda mau jadi apa? atau mau bekerja dimana?...

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

Mengapa? Jelaskan jawaban anda! .................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

3

BAB II

TINJAUAN UMUM MATA PELAJARAN

2.1. Latar Belakang

Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara

merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan

kaidah-kaidah yang baik dalam menjalankan operasional pemerintahan, termasuk

di dalamnya kaidah-kaidah di bidang pengelolaan keuangan negara yang

diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam rangka

mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik

Indonesia telah melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara.

Reformasi pengelolaan keuangan ini antara lain dilatarbelakangi peraturan

perundang-undangan di bidang keuangan yang masih berlandaskan pada

ketentuan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial. Pertimbangan lain

yang tidak kalah penting dalam melakukan reformasi adalah perubahan sistem

pemerintahan. Era otonomi daerah yang dimulai 1 Januari 2001 berdampak pada

perubahan hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Jika sebelumnya pengelolaan

keuangan negara didominasi oleh peran pusat, sistem otonomi daerah dengan

prinsip money follows function mengharuskan peran daerah yang lebih besar.

Sebagian besar urusan fungsi pemerintahan yang menyangkut pelayanan dasar

diserahkan penanganannya kepada pemerintah daerah. Sebagai akibatnya,

anggaran yang digunakan untuk belanja atas pelayanan-pelayanan dasar wajib

diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, makin

besar belanja negara yang dikelola oleh pemerintah daerah sehingga diperlukan

suatu metode pengawasan yang memadai. Salah satu bentuknya adalah

keterlibatan masyarakat/stakeholder.

Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi pajak

dalam mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini

besar porsinya dalam penerimaan negara makin lama makin berkurang oleh

karena jumlah sumber yang terbatas. Pada satu pihak, biaya penyelenggaraan

pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah pajak dari masyarakat.

Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, maka diperlukan suatu

pertanggungjawaban penggunaan pajak dari masyarakat oleh pemerintah dengan

transparan.

Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan

masyarakat, maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai

perangkat pendukung terlaksananya penerapan good governance dan otonomi

daerah. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara:

• Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum;

• Penataan kelembagaan;

• Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan

• Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

4

Dengan demikian reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya

melibatkan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku

bagi Pemerintah Daerah.

2.2. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu memahami pengelolaan

keuangan negara, termasuk keuangan daerah secara umum dan mampu

memahami akuntansi pemerintahan.

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa:

a. Memahami garis besar lingkup pengelolaan keuangan negara/daerah;

b. Memahami siklus keuangan negara/daerah;

c. Memahami jenis-jenis laporan keuangan negara/daerah; dan

d. Memahami proses pertanggungjawaban keuangan negara/daerah.

2.3. Deskripsi Ringkas

Materi Modul Pandangan Umum Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah dan

Laporan Pertanggungjawaban Keungan ini disusun dalam rangka memberikan

pemahaman umum mengenai keuangan negara/daerah. Materi dimulai dengan

perkembangan reformasi dan aspek utama manajemen keuangan daerah, dasar hukum

pengelolaan keuangan negara/daerah, Pengertian dan ruang lingkup Keuangan

negara/daerah yang meliputi azas-azas umum pengelolaan keuangan negara, dan

kekuasaan pengelolaan keuangan negara/daerah. Selanjutnya diuraikan siklus

keuangan daerah, yang meliputi perencanaan/penganggaran, perbendaharaan

(pelaksanaan anggaran), Akuntansi, Pemeriksaan, dan Pertanggungjawaban.

2.4. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam perkuliahan ini dilakukan dengan cara

pemaparan konsep-konsep pokok undang-undang di bidang keuangan negara

(UU 17/2003, UU 1/2004, UU 15/2004) sebagaimana diatur pula untuk

keuangan daerah dalam UU 32/2004 dan UU 33/2004. Keberhasilan

pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para

mahasiswa di dalam aktivitas diskusi dan tanya jawab.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

5

BAB III

REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

3.1. Perkembangan Reformasi Manajemen Keuangan Daerah

Jika dilihat dari aspek historis, perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah

di Indonesia dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu: 1) era pra-otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal (1974-1999), 2) era transisi otonomi (2000-2003), dan 3) era

pascatransisi (2004-sekarang). Era pra otonomi daerah merupakan pelaksanaan

otonomi ala Order Baru berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 yang bersifat sentralistis,

top down planning dan budgeting, penggunaan anggaran tradisional, rezim anggaran

berimbang (balanced budget), sistem pembukuan tunggal (singlet entry) dan akuntansi

basis kas (cash basis).

Era otonomi semu ini berlangsung selama 25 tahun sampai dengan pelaksanaan

otonomi luas dan nyata berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun

1999 yang bersifat desentralisasi, bottom up (paticipative) planning&budgeting,

penggunaan berbasis kinerja, sistem pembukuan berpasangan (doble entry

bookkeeping), dan akuntansi basis kas modifikasi (modified cash basis).

Reformasi manajemen keuangan daerah mulai dilaksanakan setelah

diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Sebagai upaya

konkret, pemerintah mengeluarkan PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan PP No. 108 Tahun 2000 tentang

Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Secara

bertahap pemerintah mengganti model tata buku sebagaimana dalam Manual

Administrasi Keuangan Daerah menjadi sistem akuntansi, pemerintah mengeluarkan

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Kepmendagri tersebut menandai era transisi

otonomi menuju sistem yang lebih ideal.

Era transisi otonomi dalah masa antara tahun 2000 hingga 2003 yang merupakan

masa awal implementasi otonomi daerah. Masa otonomi ini ditandai dengan masih

belum mantapnya perangkat hukum, kelembagaan, infrastruktur, dan sumber daya

manusia (SDM) daerah dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah.

Era pascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya paket peraturan

perundangan yang merupakan suatu peraturan menyeluruh dan komprehensif

(omnibus regulations) mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pengauditan,

dan evaluasi kinerja atas pengelolaan keuangan daerah. Paket peraturan perundangan

yang merupakan omnibus regulations itu antara lain:

1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menggantikan Indische

Comptabiliteitswet (ICW) warisan Pemerintah Hindia Belanda

2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

3. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara

4. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

5. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (revisi UU No. 22 Tahun

1999)

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

6

6. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Daerah (revisi UU No. 25 Tahun 1999)

7. PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

8. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

9. PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

10. PP No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

(LPPD) Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Kepada DPRD, dan Informasi KPPD Kepada Masyarakat

11. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13

Tahun 2006.

Tabel 3.1 Perkembangan Peraturan Perundangan Terkait

Manajemen Keuangan Daerah

Pra-otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal

Transisi Otonomi (Reformasi Tahap I)

Pascatransisi Otonomi (Reformasi Tahap II)

3.2. Asfek Utama Reformasi Manajemen Keuangan Daerah

Asfek utama reformasi manajemen keuangan daerah meliputi:

Perubahan sistem anggaran dari sistem anggaran tradisional menjadi sistem

anggaran berbasis prestasi kerja;

Perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah dari sistem sentralisasi

pada bagian keuangan sekretariat daerah menjadi sistem desentralisasi ke masing-

masing satuan kerja;

Perubahan sistem akuntansi dari sistem tata buku tunggal (single entry

bookkeeping) menjadi sistem tata buku berpasangan (double entry bookkeeping);

Perubahan basis akuntansi dari basis kas (cash basis) menjadi basis akrual

(accrual basis).

UU No. 5 Tahun 1974

PP No. 5 Tahun 1975 PP No. 6 Tahun 1975

Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA 1981)

UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun 1999

PP No. 105 Tahun 2000 PP No. 108 Tahun 2000

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002

Peraturan Daerah: Pokok-pokok Pengelolaan

Keuangan Daerah

Peraturan KDH

UU No. 17 Tahun 2003 UU No. 1 Tahun 2004 UU No. 15 Tahun 2004 UU No. 25 Tahun 2004 UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004

UU No. 24 Tahun 2005 UU No. 58 Tahun 2005

Permendagri No. 13 Tahun 2006 (Direvisi Menjadi Permendagri No. 59 Tahun 2007)

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

7

Perubahan Sistem Anggaran

Perubahan proses penganggaran terkait dengan perubahan proses penyusunan

anggaran yang sebelumnya bersifat sentralistis dan top down diubah menjadi sistem

anggaran partisipatif (bottom up/participative budget). Sebelumnya program

pembangunan lebih banyak ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Bappenas, maka

dengan otonomi luas dan nyata pemerintah daerah diberi kewenangan penuh untuk

menentukan program pembangunan sesuai dengan kebutuhan daerah.

Perubahan sistem anggaran tidak saja menyangkut proses penganggaran, tetapi

juga perubahan struktur anggaran. Struktur anggaran diubah dari struktur anggaran

tradisional dengan pendekatan anggaran berimbang menjadi struktur anggaran baru

dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance based

budgeting).

Tabel 3.2 Struktur Anggaran Tradisional

PENDAPATAN JUMLAH BELANJA JUMLAH

A. PENERIMAAN DAERAH A. BELANJA RUTIN I. PENDAPATAN ASLI DAERAH a. Belanja Pegawai XXX

a. Pajak Darah XXX b. Belanja Barang XXX b. Retribusi Darah XXX c. Belanja Pemeliharaan XXX c. Bagian Laba Perusahaan Darah XXX d. Belanja Perjalanan Dinas XXX d. Lain-lain PAD XXX e. Belanja Lain-lain XXX

II. BAGI HASIL f. Belanja Angsuran Utang/Bunga XXX a. PBB XXX g. Belanja Pensiun XXX b. PBB-KB XXX h. Belanja Ganjaran, Subsidi, dan Sumbangan XXX c. BPHTB XXX i. Pengeluaran yang tidak termasuk bagian

lain.

XXX d. Bukan Pajak XXX j. Pengeluaran yang tidak terduga XXX

III. SUMBANGAN DAN BANTUAN a. Subdisi XXX B. BELANJA PEMBANGUNAN b. Ganjaran XXX a. Industri XXX c. Bantuan Desa XXX b. Pertanian dan kehutanan XXX d. Sumbangan Dati I XXX c. Sumber Daya Air dan Irigasi XXX e. Dana Pembangunan Dati II XXX d. Tenaga Kerja XXX f. Bantuan APBD TK I XXX e. Perdagangan, Pengembangan Usaha

Daerah, Keuangan Daerah dan Koperasi

XXX g. Bantuan Luar Negeri XXX f. Transportasi XXX g. Pertambangan dan Energi XXX

B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN h. Pariwisata dan Telekomunikasi XXX a. Pinjaman PEMDA XXX i. Bangda XXX b. Pinjaman BUMD XXX j. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang XXX

k. Pendidikan dan Kebudayaan XXX C. KAS DAN PERHITUNGAN XXX l. Kependudukan XXX m. Kesehatan/Kesra XXX n. Permukiman XXX o. Agama XXX p. IPTEK XXX q. Aparatur Pemerintah XXX r. Politik XXX s. Kamtib. Umum XXX t. Program Daerah XXX u. Bantuan Pembangunan Daerah Bawahan XXX

Total Penerimaan XXX Total Pengeluaran XXX

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

8

Tabel 3.3 Struktur Anggaran Kinerja berdasarkan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002

dan Permendagri No. 59 Tahun 2007

KEPMENDAGRI NO. 29 TAHUN 2002 PERMENDAGRI NO. 59 TAHUN 2007

PENDAPATAN PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah XXX Pendapatan Asli Daerah XXX Dana Perimbangan XXX Dana Perimbangan XXX Lain-lain Pendapatan yang Sah XXX Lain-lain Pendapatan yang Sah XXX Total Pendapatan XXX Total Pendapatan XXX BELANJA BELANJA BELANJA APARATUR BELANJA TIDAK LANGSUNG A. Belanja Administrasi Umum: Belanja Pegawai XXX

- Belanja Pegawai XXX Belanja Bunga XXX - Belanja Barang dan Jasa XXX Belanja Subsidi XXX - Belanja Perjalanan Dinas XXX Belanja Hibah XXX - Belanja Pemeliharaan XXX Belanja Bantuan Sosial XXX

B. Belanja Operasi dan Pemeliharaan: Belanja Bagi Hasil XXX - Belanja Pegawai XXX Belanja Bantuan Keuangan XXX - Belanja Barang dan Jasa XXX Belanja Tidak Terduga XXX - Belanja Perjalanan Dinas XXX Total Belanja Tidak Langsung XXX - Belanja Pemeliharaan XXX

C. Belanja Modal XXX BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai XXX

BELANJA PUBLIK Belanja Barang dan Jasa XXX A. Belanja Administrasi Umum: Belanja Modal XXX

- Belanja Pegawai XXX Total Belanja Langsung XXX - Belanja Barang dan Jasa XXX - Belanja Perjalanan Dinas XXX TOTAL BELANJA XXX - Belanja Pemeliharaan XXX

B. Belanja Operasi dan Pemeliharaan: SURPLUS/(DEFISIT) XXX - Belanja Pegawai XXX - Belanja Barang dan Jasa XXX PEMBIAYAAN - Belanja Perjalanan Dinas XXX Penerimaan Pembiayaan - Belanja Pemeliharaan XXX Penggunaan SILPA Tahun Lalu XXX

C. Belanja Modal XXX Pencairan Dana Cadangan XXX D. Belanja Bantuan Keuangan XXX Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX E. Belanja Tak Terduga XXX Pinjaman Daerah XXX Penerimaan Kembali Pinjaman (Piutang) XXX TOTAL BELANJA XXX Total Penerimaan Pembiayaan XXX SURPLUS/(DEFISIT) XXX Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan XXX PEMBIAYAAN Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX Penerimaan Pembiayaan Pembayaran Pokok Pinjaman XXX SILPA Tahun Lalu XXX Pemberian Pinjaman XXX Transfer dari Dana Cadangan XXX Total Pengeluaran Pembiayaan XXX Penerimaan Pinjaman XXX Penjualan Aset Tetap XXX PEMBIAYAAN NETTO XXX Total Penerimaan Pembiayaan XXX SILPA Tahun Berkenaan XXX Pengeluaran Pembiayaan SILPA Tahun Berkenaan XXX Transfer Ke Dana Cadangan XXX Pembayaran Pokok Pinjaman XXX Penyertaan Modal XXX Total Pengeluaran Pembiayaan XXX TOTAL PEMBIAYAAN XXX

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

9

Perubahan Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Beberapa perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah:

a. Perubahan pengelolaan keuangan di daerah dari sistem sentralisasi pada bagian

keuangan sekretariat daerah menjadi sistem desentralisasi ke masing-masing satuan

kerja.

b. Pejabat yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah meliputi:

1. Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah

2. Sekretariat Daerah selaku kuasa pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah sekaligus merupakan koordinator pengelolaan keuangan daerah.

3. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (Biro/Bagian Keuangan) selaku

pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) sekaligus merupakan bendahara

umum daerah (BUD)

4. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran/pengguna

barang

5. Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang

6. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD)

7. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran SKPD

8. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran Pembantu

9. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)

b. Digabungkannya fungsi pemungutan pendapatan daerah yang dilakukan oleh Dinas

Pendapatan Daerah dengan fungsi pengendalian belanja yang dilakukan oleh

Biro/Bagian Keuangan dalam satu lembaga, yaitu Badan Pengelola Keuangan

Daerah (BPKD). Hal ini di maksudkan agar perencanaan dan pengendalian

keuangan daerah menjadi lebih mudah dilakukan, komprehensif, dan tidak

terfragmentasi.

Perubahan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Perubahan sistem akuntansi keuangan daerah dari sistem Single entry kepada

sistem doble entry.

Single entry : Sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata

buku tunggal atau tata buku. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi

ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu kali. Transaksi yang

berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan

transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi

pengeluaran.

Double entry : Sistem pencatatan double entry sering disebut juga dengan sistem tata

buku berpasangan. Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu

transaksi ekonomi akan dicatat dua kali. Pencatatan dengan sistem

ini disebut dengan istilah menjurnal. Dalam pencatatan tersebut, sisi

Debit berada di sebelah kiri sedangkan sisi Kredit berada di sebelah

kanan. Setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan persamaan

dengan akuntansi. Persamaan dasar ekuntansi merupakan alat bantu

untuk memahami sistem pencatatan ini.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

10

Perubahan dari Basis Kas Menuju Akrual (Cash Towards Accrual)

Basis pencatatan akuntansi yang bisa dipilih oleh pemerintah daerah, antara lain :

1. Akuntansi basis kas (cash basis): Basis akuntansi yang mengakui pengaruh

transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau

dibayar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan.

2. Akuntansi basis kas modifikasian (modifiedcash basis) : Basis Kas Modifikasi

mengakui pembayaran dalam periode pelaporan atas jumlah yang

dikeluarkan/dibelanjakan selama periode pelaporan ditambah periode dimana arus

kas terjadi dalam jangka waktu tertentu setelah tanggal pelaporan (misalnya, 60

hari) yang berhubungan dengan kejadian atau transaksi yang terjadi selama

periode pelaporan. Basis kas modifikasi gagal untuk mengidentifikasi atau

merekam secara akrual dari setiap kewajiban jangka panjang, seperti kewajiban

pensiun. Selain itu, dalam basis kas atau basis kas modifikasi pembayaran hutang

akuntansi atau investasi dalam aset keuangan termasuk dalam belanja ketika

melaporkan hasil usaha, sedangkan di basis akrual dimodifikasi atau dasar akrual

penuh hal tersebut tidak akan diakui sebagai belanja atau beban

3. Akuntansi basis akrual modifikasian (modifiedaccrual basis) : Dengan basis

akuntansi akrual modifikasi, belanja dibandingkan beban yang umumnya dianggap

sebagai elemen. Belanja adalah beban yang terjadi selama periode terkait dengan

perolehan barang dan jasa, terlepas dari pembayaran telah maupun tidak dibuat,

dan termasuk jumlah ditransfer atau oleh karena penerimaan manfaat oleh yang

berhak sesuai dengan kebijakan pemerintah. Tidak seperti basis kas dan basis kas

modifikasi, pengakuan belanja tidak bergantung pada waktu arus kas terkait.

Namun, tidak ada penangguhan beban yang akan dikonsumsi di masa mendatang;

aset fisik yang akan memberikan layanan selama beberapa periode yang akan

datang “dihapuskan” pada periode yang diakuisisi. Oleh karena itu, belanja

cenderung mencerminkan beban sumber daya yang diperoleh dan / atau dialihkan

selama periode daripada beban sumber daya yang dikonsumsi dalam penyediaan

barang dan jasa selama periode tersebut.

4. Akuntansi basis akrual (accrual basis) : Basis akuntansi yang mengakui pengaruh

transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi tanpa

memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 mengatur pemerintah daerah untuk

menggunakan basis kas modifikasian, yaitu kombinasi dasar kas dengan dasar akrual.

Berdasarkan basis kas tersebut, transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas

dibukukan pada saat uang diterima atau dibayarkan (basis kas). Kemudian pada akhir

periode dilakukan penyesuaian untuk menghasilkan neraca yaitu pengeluaran kas

belum terealisir. Dengan demikian, pencatatan anggaran menggunakan basis kas,

sedangkan untuk menghasilkan laporan neraca di akhir periode akuntansi

digunakan basis akrual.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

11

Cash Basis

Modified Cash Basis

Modified Accrual Basis

Accrual Basis

Kepmendagri 29/2002

UU No. 17/2003 PP No. 24 Tahun 2005

IPSAS

Tabel 3.4 Arah Perubahan Basis Akuntansi

1. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah mewujudkan sistem tata kelola

pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai dengan meningkatnya

kemandirian daerah, adanya transparansi dan akuntabilitas publik, pemerintah

daerah yang semakin responsif terhadap masyarakat, meningkatnya partisipasi

publik dalam pembangunan daerah, meningkatnya efisiensi dan efektivitas

pengelolaan keuangan dan pelayanan publik, serta meningkatnya demokratisasi di

daerah.

2. Secara historis, reformasi manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dibagi

dalam tiga fase, yaitu: 1) era pra-otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (1974-

1999), 2) era transisi otonomi (2000-2003), dan 3) era pascatransisi (2004-2008).

3. Asfek utama reformasi manajemen keuangan daerah meliputi perubahan sistem

anggaran, perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah, perubahan

sistem akuntansi, dan perubahan basis akuntansi.

1. Jelaskan perbedaan anggaran tradisional dengan anggaran berbasis kinerja.

2. Bandingkan kelebihan dan kelemahan sistem manajemen keuangan daerah

sebelum dan sesudah otonomi daerah.

3. Berikan pendapat anda tentang dampak dilakukan perubahan perundangan yang

terkait dengan pengelolaan keuangan daerah terhadap pemerintah daerah.

4. Diskusikan mengapa double entry accounting dan accural basis menjadi salah

satu agenda utama reformasi keuangan daerah.

5. Berikan evaluasi anda tentang reformasi kelembagaan pengelolaan keuangan

daerah yang dilakukan pemerintah daerah. Apa saja yang menjadi kendala dan

permasalahan dimaksud.

IKHTISAR

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

12

BAB IV

MANAJEMEN PENDAPATAN DAERAH

4.1. Siklus Manajemen Pendapatan Daerah

Tahapan siklus manajemen pendapatan daerah adalah identifikasi sumber,

administrasi, koleksi, pencatatan atau akuntansi, dan alokasi pendapatan.

Identifikasi Sumber Pendapatan

Identifikasi pendapatan pemerintah daerah meliputi:

Pendapatan objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak;

Pendapatan objek retribusi, subjek retribusi, dan wajib retribusi;

Pendapatan sumber penerimaan bukan pajak;

Pendapatan lain-lain pendapatan yang sah;

Pendapatan potensi pendapatan untuk masing-masing jenis pendapatan.

Tabel 4.1 Siklus Manajemen Pendapatan Daerah

Administrasi Pendapatan

Administrasi pendapatan meliputi:

Penetapan wajib pajak dan retribusi;

Penentuan jumlah pajak dan retribusi;

Penetapan nomor pokok wajib pajak daerah dan nomor pokok wajib retribusi;

Penerbitan surat ketetapan pajak daerah dan surat ketetapan retribusi.

Identifikasi

Pendapatan

Administrasi

Pendapatan

Koleksi

Pendapatan

Akuntansi

Pendapatan

Alokasi

Pendapatan

Identifikasi sumber pendapatan

Menhitung basis pendapatan

(revenue basis) Pendapatan objek,

subjek, dan wajib pajak/retribusi

Penghitungan potensi masing-masing sumber pendapatan

Penentuan dan penetapan wajib pajak dan retribusi

Penetapan nomr pokok wajib pajak daerah dan nomor pokok wajib retribusi

Penerbitan surat ketetapan pajak daerah dan surat ketetapan retribusi

Dihitung & dipungut oleh petugas (official assessment system)

Dihitung dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak/retribusi (self assessment system)

Dipungut oleh pihak ketiga yang ditunjuk pemda

Pengumpulan pendapatan dalam rekening kas umum daerah

Pencatatan dalam sistem akuntansi pemerintah daerah

Pelaporan pendapatan dalam laporan keuangan pemerintah daerah

Penentuan jumlah alokasi pendapatan untuk pengeluaran belanja daerah, meliputi belanja operasi dan belanja modal

Penentuan jumlah alokasi pendapatan untuk pembiayaan daerah

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

13

Koleksi Pendapatan

Tahap koleksi pendapatan meliputi penarikan, pemungutan, penagihan dan

pengumpulan pendapatan baik yang berasal dari wajib pajak daerah dan retribusi

daerah, dana perimbangan dari pemerintah pusat, maupun sumber lainnya. Khusus

untuk pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dapat digunakan beberapa

sistem, antara lain:

1. Self assessment system: sistem pemungutan pajak daerah yang dihitung,

dilaporkan, dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak daerah.

2. Official assessment system: sistem pemungutan pajak yang nilai pajaknya

ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini ditetapkan oleh

gubernur/bupati/walikota melalui penerbitan surat ketetapan pajak daerah dan

surat ketetapan retribusi yang menunjukkan jumlah pajak atau retribusi daerah

terutang.

3. Joint collection system: sistem pemungutan pajak daerah yang dipungut oleh

pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah daerah.

Pencatatan (Akuntansi) Pendapatan

Setelah dilakukan pengumpulan pendapatan, tahap berikutnya adalah pencatatan

pendapatan ke dalam sistem akuntansi. Pada prinsipnya setiap penerimaan pendapatan

harus segera disetor ke rekening kas umum daerah pada hari itu juga atau paling

lambat sehari setelah diterimanya pendapatan tersebut. Untuk menampung seluruh

sumber pendapatan perlu dibuat satu rekening tunggal (Treasury singlet account),

dalam hal ini rekening kas umum daerah. Selanjutnya penerimaan pendapatan

tersebut dibukukan dalam buku akuntansi, berupa jurnal penerimaan kas, buku

pembantu, buku besar kas, dan buku besar penerimaan per rincian objek pendapatan.

Kemudian buku catatan akuntansi tersebut akan diringkas dan dilaporkan dalam

laporan keuangan pemerintah daerah, yaitu laporan realisasi anggaran, neraca, dan

laporan arus kas.

Alokasi Pendapatan

Tahap terakhir siklus manajemen pendapatan adalah alokasi pendapatan, yaitu

pengambilan keputusan untuk menggunakan dana yang ada untuk membiayai

pengeluaran daerah yang dilakukan. Pengeluaran daerah meliputi pengeluaran

belanja, yaitu belanja operasi dan belanja modal, maupun untuk pembiayaan

pengeluaran yang meliputi pembentukan dana cadangan, penyertaan modal daerah,

pembayaran utang, dan pemberian pinjaman daerah.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

14

4.2. Mengenali Sumber-sumber Pendapatan Daerah

Jika dibandingkan dengan sektor bisnis, sumber pendapatan pemerintah daerah

relatif terprediksi dan lebih stabil sebab pendapat tersebut diatur oleh undang-

undang clan peraturan daerah yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan. Lain

halnya dengan sektor bisnis yang sangat dipengaruhi oleh pasar yang penuh

ketidakpastian clan turbulensi, sehingga pendapatan bersifat fluktuatif. Dalam sistem

pasar sempurnadalam arti tidak terjadi monopoli, monopsoni, ataupun oligopoly

perusahaan tidak dapat memaksa pelanggan untuk membeli produk barang atau

jasa yang merupakan sumber pendapatan utama perusahaan.

Sementara itu, pemerintah daerah dengan payung hukum peraturan perundangan

berhak memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Bahkan pemerintah dapat

memaksa wajib pajak untuk membayar pajak clan memberikan sanksi apabila

tidak patuh pajak. Oleh karenanya pendapatan di pemerintah daerah relatif stabil.

Meskipun clemikian, pemerintah daerah perlu melakukan manajemen pendapatan

secara baik agar diperoleh pendapatan secara optimal.

Agar pemerintah daerah dapat melakukan manajemen pendapatan secara

optimal, hat pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali sumber-sumber

pendapatan daerah. Sumber pendapatan daerah pada dasarnya dapat clibeclakan

menjadi dua: pertama, sumber pendapatan yang saat ini ada dan sudah ditetapkan

dengan peraturan perundangan, kedua, sumber pendapatan di masa datang yang

masih potensial atau tersembunyi clan baru akan diperoleh apabila sudah

dilakukan upayaupaya tertentu. Selain mengenali sumber pendapatan, hat penting

lainnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah adalah menciptakan sumber-

sumber pendapatan baru. Sumber pendapatan baruini bisa diperoleh misalnya

melalui inovasi program ekonomi daerah, program kemitraan pemerintah daerah

dengan pihak swasta, dan sebagainya.

Sumber Pendapatan Daerah menurut Ketentuan Perundangan

Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan

desentralisasi fiskal, namun pelaksanaan otonomi tersebut harus tetap berada

dalam koridor hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal

sumber penerimaan yang menjadi hak pemerintah daerah, UndangUndang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat clan Daerah telah

menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah, sebagai berikut:

I. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang Dipisahkan

d. Lain-Lain PAD yang Sah

II. TRANSFER PEMERINTAH PUSAT

a. Bagi Hasil Pajak

b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam

c. Dana Alokasi Umum

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

15

d. Dana Alokasi Khusus

e. Dana Otonomi Khusus

f. Dana Penyesuaian

III. TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI

a. Bagi Hasil Pajak

b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam

c. Bagi Hasil Lainnya

IV. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

4.3. Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Darah

Manajemen penerimaan daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan pemerintah

daerah dalam mengelola potensi fiskal daerah. Potensi fiskal daerah adalah

kemampuan daerah dalam menghimpun sumber-sumber pendapatan yang sah.

Berhasil tidaknya pemerintah daerah dalam memperoleh pendapatan daerah sangat

dipengaruhi oleh sistem manajemen pendapatan yang digunakan. Pada dasarnya

terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan pemerintah daerah dalam

membangun sistem manajemen penerimaan daerah, yaitu:

1. Perluasan basis penerimaan;

2. Pengendalian atas kebocoran pendapatan;

3. Peningkatan efisiensi administrasi pendapatan;

4. Transparansi dan akuntabilitas.

Perluasan Basis Penerimaan

Peningkatan pendapatan dapat dilakukan pada tataran kebijakan maupun perbaikan

administrasinya. Upaya melakukan perluasan basis penerimaan merupakan salah satu

bentuk peningkatan pendapatan melalui kebijakan. Yang dimaksud perluasan basis

penerimaan adalah memperluas sumber penerimaan. Untuk memperluas basis

penerimaan, pemerintah daerah dapat melakukannya dengan cara berikut:

1. Mengidentifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib pajak/retribusi

baru;

2. Mengevaluasi tarif pajak/retribusi;

3. Meningkatkan basis data objek pajak/retribusi;

4. Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek pajak/retribusi.

Pengendalian atas Kebocoran Pendapatan 4

Untuk mengoptimalkan perolehan pendapatan, pemerintah daerah harus

melakukan pengawasan dan pengendalian yang memadai. Sumber-sumber kebocoran

harus diidentifikasi dan segera diatasi. Kebocoran pendapatan bisa disebabkan karena

penghindaraan pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), pungutan

liar, atau korupsi petugas. Untuk mengurangi kebocoran pendapatan beberapa langkah

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

16

yang dapat dilakukan antara lain:

1. melakukan audit, baik rutin maupun insidental;

2. memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah;

3. memberikan penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat pajak

dan hukuman (sanksi) yang berat bagi yang tidak mematuhinya;

4. meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan

pendapatan.

Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak

Efisiensi administrasi pajak sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja

penerimaan daerah. Masyarakat yang sebenamya sudah memiliki kesadaran membayar

pajak bisa jadi enggan membayar pajak karena alasan rumitnya mengurus pajak.

Demikian pula investor yang ingin berinvestasi di daerah seringkali enggan masuk

ke daerah karena hambatan birokrasi termasuk administrasi pajak yang berbelit-belit

dan berbagai pungutan di daerah. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan

pemerintah daerah untuk meningkatkan efisiensi administrasi pajak, yaitu sebagai

berikut:

1. Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih mudah dan sederhana.

2. Mengurangi biaya pernungutan penclapatan.

3. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, seperti bank, kantor pos, koperasi, dan

pihak ketiga lainnya untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam

membayar pajak.

Transparansi dan Akuntabilitas

Aspek penting lainnya dalam sistem manajemen penerimaan daerah adalah

transparansi dan akuntabilitas. Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas maka

pengawasan dan pengendalian manajemen pendapatan daerah akan semakin baik.

Selain itu, kebocoran pendapatan juga dapat lebih ditekan. Untuk melaksanakan

prinsip transparansi dan akuntabilitas ini memang membutuhkan beberapa persyaratan.

1. Adanya dukungan Teknologi Informasi (TI) untuk membangun Sistem Informasi

Manajemen Pendapatan Daerah.

2. Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai.

3. Tidak adanya korupsi sistemik di lingkungan entitas pengelola pendapatan daerah.

4.4. Manejemen Pendapatan Asli Daerah

Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah

untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal

terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya

dengan kemampuan daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar

pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi,

kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

17

Terdapat hampir 40 jenis pajakdaerah,

4 Pajak Daerah Tk I clan lebih dari 30

Pajak Daerah Tk 11.

Pajak Provinsi meliputi:

1. Pajak Kendaraan

2. Pajak Transfer Kendaraan

3. Pajak Rumah 'Tangga

4. Pajak Provinsi Lainnya

Pajak Daerah Tk. II meliputi:

1. Pajak Hotel/Restoran

2. Pajak Periklanan

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Penerangan Jalan

5. Pajak Orang Asing

6. Pajak Tambahan Atas Rumah

Tangga

7. Pajak Memancing di Perairan

Kawasan 8. Pajak Jalan

9. Pajak Penjagalan

10. Pajak Anjing

11. Pajak Penjualan Kembang Api

12. Pajak Penjualan Alkohol

13. Pajak Kendaraan Nonmotor

14. Pajak Monumen Kuburan Mewah

15. Pajak Tempat Tinggal Sementara

16. Pajak Mesin Ketangkasan

17. Pajak Radio

18. Pajak Penyediaan Air Minum

19. Pajak Pendaftaran Bisnis

20. Izin Tinggal Sementara

21. Pajak Kepemilikan Lahan di

Dekat Jalan Raya

22. Pajak Rumah Kecil(Lodging

House)

23. Pajak Tempat Penyimpanan di

Tempat Umum

24. Pajak Usaha

25. Pajak Kapal

26. Pajak Pelabuhan

27. Pajak Pembuatan Garam 28. Pajak Pengangkutan Garam dari

Daerah

29. Pajak Peternakan Babi

30. Pajak Pemindahan Sarang Burung

31. Pajak Perninclahan Telur Penyu

32. Pajak Tempat Penyimpanan

Tembakau

33. Pajak Tempat Pelelangan

Ikan

Terdapat 9 jenis pajak

daerah. terdid atas 3Pajak

Daerah Tingkat I(Provinsi)

dan 6 PajakDaerah Tingkat

II (Kab/ Kotamadya)

Pajak Daerah Tk. I

meliputi:

1. Pajak Kendaraan

Bermotor;

2. Bea Balik

NamaKendaraan

Bermotor;

3. Pajak Bahan

BakarKendaraan

Bermotor.

Pajak Daerah Tk II

meliputi:

1. Pajak Hotel clan

Restoran;

2. Pajak Hiburan;

3. Pajak Reklame;

4. Pajak Penerangan

Jalan;

5. Pajak Pengambilan

dan PengolahanBahan

Galian Golongan C;

6. Pajak PemanfaatanAir

Bawah Tanah dan Air

Permukaan.

Daerah masih

dimungkinkanmenamba

h pajak dan retribusi

baru

Terdapat 11 jenis pajak

daerah, terdiri atas 4pajak

provinsi dan 7 pajak

kab/kota

Pajak Provinsi meliputi:

1. Pajak Kendaraan

Bermotor danKendaraan

di Atas Air (PKB &

KAA);

2. Bea Batik Nama

Kendaraan

Bermotordan Kendaraan

diAtas Air (BBNKB &

KAA);

3. Pajak Bahan

BakarKendaraan

Bermotor (PBBKB);

4. Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan AirBawah

Tanah dan AirPermukaan

(P3ABT & AP).

Pajak Kab/Kota

meliputi:

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan

Jalan;

6. Pajak

PengambilanBahan

Galian Golongan Q

7. Pajak Parkir.

Daerah masih

dimungkinkanmenamba

h pajak dan retribusi

baru

Pajak daerah

bersifatClose

(limited)

Retribusi bersifat terbuka

seperti semula

Terdapat 16 jenis pajak

daerah, terdiri atas

5pajak provinsi dan 11

pajak kab/kota

Pajak Provinsi meliputi:

1. Pajak Kendaraan

Bermotor dan

2. Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor

3. Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor

4. Pajak Air Permukaan

5. Pajak Rokok

Pajak Kab/Kota meliputi:

L Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan

Jalan

6. Pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan

7. Pajak Parkir

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung

Wales

10. Pajak Bumi

danBangunan

Perdesaan dan

Perkotaan

11. Bea Perolehan

HakAtas Tanah dan

Bangunan

Daerah tidak

bolehmenambah

pajakbaru tetapi

masihdimungkinkan

menambah retribusi

baru

Tabel 4.2 Perkembangan Peraturan Perundangan tentang Pajak Daerah

UU No. 11 Drt Th 1957 UU No. 18/1997 UU No. 34/2000 UU No. 28/2009

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

18

Manajemen Pajak Daerah

Peraturan perundangan mengenai pajak daerah mengalami beberapa kali perubahan.

Peraturanperundangan di bidang pajak daerah antara lain UU No. 11 Drt Tahun 1957

tentang Peraturan UmumPajak Daerah, UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, UU No. 34 Tahun2000 tentang Perubahan atas UU No. 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Kemudian pada tahun 2009

pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajakdan Retribusi

Daerah menggantikan UU No. 34 Tahun 2000.

Prinsip Pajak Daerah

Manajemen pajak daerah juga terkait dengan pemenuhanprinsip-prinsip umum

perpajakan daerahyang baik. Prinsip pajak daerah tersebut adalah:

1. Prinsip Elastisitas. Pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup

danelastis, artinya mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkatpendapatan

masyarakat.Implikasi prinsip elastisitas pajak ini terhadap manajemen pajak

daerahadalah perlunya pemerintah daerah meningkatkan pendapatan masyarakat

terlebihdahulu sebelummenaikkan pajak agar nantinya masyarakat tidak keberatan

membayar pajak.

2. Prinsip Keadilan. Pajak daerah harus memberikan keadilan, baik adil secara

vertikal dalamarti sesuai dengan tingkatan social kelompok masyarakat maupun

adil secara horizontal dalamarti berlaku sama bagi setiap anggota kelompok

masyarakat. Implikasi prinsip keadilan terhadapmanajemen pajak daerah adalah

perlunya pemerintah daerah menerapkan tarif pajak yangprogresif untuk jenis

pajak tertentu dan menerapkan perlakuan hukum yang sama bagi seluruhwajib

pajak sehingga tidak ada yang kebal pajak.

3. Prinsip Kemudahan Administrasi. Administrasi pajak daerah harus fleksibel,

sederhana, mudahdihitung, dan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi

wajib pajak. Implikasi prinsip initerhadap manajemen pajak daerah adalah

perlunya pemerintah daerah melakukan perbaikandalam sistem administrasi

pajak daerah sehingga menjamin adanya kesederhanaan, kemudahan,dan

fleksibilitas bagi masyarakat dalam membayar pajak.

4. Prinsip Keberterimaan Politic. Pajak daerah harus dapat diterima secara politis

oleh masyarakat,sehingga masyarakat radar untuk membayar pajak. Implikasi

prinsip ini terhadap manajemenpajak daerah adalah perlunya pemerintah

bekerjasama dengan DPRD dan melibatkan kelompokkelompok masyarakat

dalam menetapkan kebijakan pajak daerah dan sosialisasi pajak daerah.Bahkan,

jika dimungkinkan, melibatkan masyarakat dalam pemungutan pajak tertentu.

5. Prinsip Nondistorsi Terhadap Perekonomian. Pajak daerah tidak boleh

menimbulkan dampaknegatif terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap

pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun

produsen. Namun diusahakan jangan sampai suatu pajak atau pungutan

menimbulkan beban tambahan yang beriebihan sehingga merugikan

masyarakatdan perekonomian daerah.

Terkait dengan prinsip-prinsip pajak tersebut, maka manajemen perpajakan daerah

harus mampumenciptakan sistem pemungutan yang ekonomis, efisien, dan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

19

efektif.Pernerintah daerah harus memastikanbahwa penerimaan pajak lebih besar dari

biaya pemungutannya.Selain itu, pemerintah daerah perlu menjaga stabilitas

penerimaan pajak tersebut.Fluktuasi penerimaan pajak hendaknya dijaga tidak terlalu

besar sebab jika sangat fluktuatif juga kurang baik untuk perencanaan keuangan

daerah.

4.5. Manajemen Dana Perimbangan

Sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan

keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Penerimaan dana perimbangan dari

pemerintah pusat masih mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini

diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama, yaitu: 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana

Alokasi Umum, dan 3) Dana Alokasi Khusus. Untuk beberapa pemerintah daerah

masih akan mendapatkan Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus. Dari

beberapa jenis dana perimbangan tersebut sebenarnya dapat dipilah antara jenis dana

perimbangan yang bisa dikendalikan daerah dengan yang tidak dapat dikendalikan.

Dana Bagi Hasil merupakan jenis dana perimbangan yang dapat dikendalikan oleh

pemerintah daerah dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan

untuk Dana Alokasi Umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil

dapat dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah. Sementara itu, untuk Dana

Alokasi Khusus pemerintah daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat

mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya tergantung

pusat.

Dana Bagi Hasil

Pemerintah daerah masih dapat mengoptimalkan penerimaan dana perimbangan

melalui dana bagi hasil. Dana bagi hasil pada dasarnya terdiri atas dua jenis, yaitu

bagi hasil pajak (tax sharing) dan bagi hasil sumber daya alam (natural resources

sharing).

Dana bagi hasil pajak meliputi:

Bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

Bagi hasil dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan

Bagi hasil dari Pajak Penghasilan pasal 25 dan 29 serta PPh wajib pajak orang

pribadi pasal 21.

Dana bagi hasil sumber daya alam meliputi:

Bagi hasil dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan

Bagi hasil dari Provisi Sumber Daya Hutan

Bagi hasil dari Dana Reboisasi

Bagi hasil dari Iuran Tetap (Land-Rent)

Bagi hasil dari Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti)

Bagi basil dari Pungutan Pengusahaan Perikanan

Bagi hasil dari Pungutan Hasil Perikanan

Bagi hasil dari Pertambangan Minyak Bumi

Bagi hasil dari Pertambangan Gas Bumi

Bagi hasil dari Pertambangan Panas Bumi

Bagi basil dari Pertambangan Umum

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

20

1. Siklus manajemen pendapatan daerah terdiri atas lima tahap, yaitu identifikasi

sumber-sumber pendapatan daerah, administrasi pendapatan daerah, koleksi atau

pemungutan pendapatan daerah, pencatatan akuntansi pendapatan daerah, dan

alokasi pendapatan daerah.

2. Prinsip dasar dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah yang baik

antara lainmelalui perluasan basis penerimaan, pengendalian atas kebocoran

pendapatan, peningkatan efisiensi administrasi pendapatan, dan peningkatan

transparansi dan akuntabilitas manajemen pendapatan daerah.

3. Untuk memperluas basis penerimaan., pemerintah daerah perlu melakukan

identifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib pajak/retribusi baru,

mengevaluasi tarif pajak/retribusi, meningkatkan basis data objek

pajak/retribusi, dan melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek

pajak/retribusi.

4. Untuk mengurangi kebocoran pendapatan, pemerintah daerah perlu melakukan

audit pendapatan, memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah, membangun

sistem penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) yang memadai, dan

meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan

pendapatan.

5. Untuk optimalisasi penerimaan daerah, selain melakukan optimalisasi PAD,

pemerintah daerah perlu mengoptimalkan penerimaan dari dana perimbangan,

khususnya dana bagi basil. Pemerintah daerah dapat ikut berperan aktif dalam

pemungutan pajak pusat yang dibagihasilkan dengan daerah, yaitu PPh, PBB,

dan BPHTB. Untuk meningkatkan penerimaan bagi basil PPh Wajib Pribadi,

pemerintah daerah perlu secara aktif ikut menjaring wajib pajak baru dan

mendorong wajib pajak lama untuk tact membayar pajak.

6. Untuk meningkatkan penerimaan dari PBB dan BPHTB pemerintah dapat

melakukan penilaian kembali (appraisal) terhadap objek pajak PBB untuk

menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mendekati harga pasar,

melibatkan pemimpin lokal di tingkat desa/kelurahan dalam pendataan dan

pendistribusian Surat ketetapan pajak PBB, dan memperbaiki administrasi pajak.

1. Berikan evaluasi Anda tentang efisiensi dan efektivitas mekanisme pemungutan

PAD yang dilakukan pemerintah daerah di tempat Anda. Berikan pula saran

perbaikan jika memang masih terdapat kelemahan.

2. Beberapa pajak pusat seperti PPh Wajib Pribadi, PBB, dan BPHTB dibagihasilkan

dengan daerah. Tetapi untuk PPh Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak

dibagihasilkan dengan daerah. Mengapa demikian? Bisakah PPN dibagihasilkan

dengan daerah?

3. Bagaimanakah cara yang perlu ditempuh pemerintah daerah untuk menciptakan

kemudahan administrasi pembayaran pajak bagi masyarakat? Berikan pendapat

anda.

IKHTISAR

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

21

BAB V

ESTIMASI PENDAPATAN

Anggaran merupakan instrumen penting dalam organisasi sektor publik. Setiap

tahun, pemerintah pusat menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(RAPBN) sedangkan pemerintah daerah harus menyusun RAPED. Merencanakan

anggaran pendapatan merupakan hal penting yang pertama kali harus dilakukan oleh

pemerintah sebelum menentukan anggaran belanja, sebab terdapat ketentuan

perundangan bahwa setiap pengeluaran yang dianggarkan harus didukung dengan

adanya kepastian akan tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.

Perencanaan anggaran pendapatan sangat penting untuk menentukan tingkat

kemampuan keuangan pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik,

melaksanakan kebijakan alokasi dan distribusi anggaran, menentukan kebijakan

surplus/defisit anggaran, serta menentukan arch kebijakan pembiayaan anggaran.

Ketepatan dalam perencanaan anggaran pendapatan sangat diperlukan karena

anggaran pendapatan tersebut memiliki banyak implikasi, antara lain berimplikasi

pada kebijakan anggaran belanja, pembiayaan, dan evaluasi kinerja. Untuk

menetapkan rencana anggaran pendapatan terlebih dahulu perlu dilakukan prakiraan

atau estimasi pendapatan. Estimasi pendapatan yang akurat dan dapat diandalkan

nantinya dapat dijadikan dasar bagi manajemen (eksekutif) dalam mengajukan usulan

anggaran pendapatan. Untuk itu, diperlukan pemahaman dan penguasaan berbagai

teknik prakiraan pendapatan (revenue forecasting) oleh pihak-pihak yang terkait

dengan proses perencanaan anggaran, antara lain pejabat di lingkungan Badan

Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Tim Anggaran Pemerintah Daerah,

Bappeda, instansi penghasil, serta Panitia Anggaran DPRD. Bab ini membahas

berbagai teknik prakiraan pendapatan yang dapat digunakan oleh manajer publik

dalam mengestimasi pendapatan secara lebih sistematis dengan metodologi yang

mudah dilakukan sehingga diharapkan dapat diaplikasikan serta diperoleh hasil

estimasi yang cukup akurat.

5.1. Perkiraan dan Penganggaran

Penganggaran (budgeting) pada prinsipnya berbeda dengan prakiraan

(forecasting). Penganggaran merupakan rencana manajemen yang mengandung

implikasi perlunya komitmen dan tanggung jawab untuk mencapai angka yang

ditetapkan dalam anggaran, sedangkan prakiraan tidak lebih hanyalah prediksi atau

estimasi tentang apa yang akan terjadi dan tidak berimplikasi pada perlunya komitmen

dan tanggung jawab untuk merealisasikan prediksi tersebut. Jika anggaran perlu

mendapat persetujuan pimpinan dan ratifikasi dewan, maka prakiraan tidak perlu

persetujuan dewan. Prakiraan bisa berubah setiap saat begitu terdapat informasi barn

yang diterima, tetapi anggaran tidak bisa diubah setiap saat, perubahan anggaran

hanya bisa dilakukan jika terdapat perubahan asumsi anggaran atau karena terdapat

kejadian yang luar biasa. Perubahan anggaran pun dibatasi dalam setahun hanya

dapat dilakukan satu kali perubahan anggaran.

Meskipun terdapat beberapa perbedaan prinsip, namun prakiraan juga memiliki

keterkaitan dengan penganggaran. Jika dilihat dari sudut pandang manajemen, prakiraan

merupakan alat perencanaan (planning tool), sedangkan anggaran merupakan alat

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

22

perencanaan sekaligus alat pengendalian (planning & control tool). Selain sebagai alat

perencanaan keuangan, anggaran juga berfungsi sebagai alat pengendalian keuangan

dan evaluasi kinerja. Keterkaitan prakiraan dengan penganggaran adalah hasil

prakiraan dapat digunakan manajemen sebagai dasar perencanaan anggaran. Dengan

kata lain, hasil prakiraan dapat digunakan oleh manajemen untuk membuat proyeksi

anggaran. Proyeksi anggaran memang tidak harus sama dengan hasil prakiraan, bisa

sama, lebih tinggi, atau lebih rendah tergantung dari kebijakan manajemen. Memang

penganggaran seringkali lebih konservatif dibandingkan ramalan, artinya target

anggaran pendapatan sering diusulkan lebih rendah dari angka hasil prediksi. Hal ini

karena anggaran mengandung konsekuensi pencapaian sedangkan prakiraan tidak,

sehingga eksekutif memilih lebih hati-hati menganggarkan pendapatan. Namun jika

pemerintah optimis dan berkomitmen untuk bekerja keras bisa saja target anggaran

ditetapkan lebih tinggi dari prediksi. Oleh karena itu, sebelum manajemen menetapkan

suatu target anggaran terlebih dahulu perlu dilakukan prakiraan baik pendapatan

maupun belanja agar target yang ditetapkan dalam anggaran realistis dan rasional.

Prakiraan pendapatan ini juga penting untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah

dalam memungut pendapatan sehingga juga berpengaruh pada pemilihan strategi dan

program mobilisasi pendapatan.

5.2. Teknik Prakiraan Pendapatan

Teknik Kualitatif

Teknik prakiraan yang bersifat kualitatif antara lain adalah teknik Delphi dan

teknik judgment. Teknik Delphi dilakukan dengan cara mengumpulkan para ahli

(experts), kemudian mereka secara kelompok maupun individual dimintai pendapat

atau pandangan mereka tentang prediksi masa depan yang akan mempengaruhi arus

pendapatan. Masing-masing ahli menyampaikan prediksi mereka dan memberikan

penjelasan rasionalnya, kemudian proses selanjutnya berbagai pandangan tersebut

dirangkum dan kembali diajukan pertanyaan berikutnya kepada para ahli sehingga

akhirnya menghasilkan suatu prediksi pendapatan yang disepakati. Oleh karena itu,

berbagai seminar tentang "Economic Outlook" dan kajian ilmiah oleh lembaga

penelitian yang kompeten tentang prediksi ekonomi penting untuk diperhatikan

pemerintah sebagai masukan dalam prakiraan pendapatan.

Metode kualitatif selain teknik Delphi adalah dengan pendekatan judgment, yaitu

prakiraan berdasarkan pengalaman masa lalu dan pertimbangan berbagai faktor yang

mempengaruhi pendapatan di masa mendatang. Meskipun pendekatan judgment ini

bersifat kualitatif, tetapi dalam pertimbangan tersebut juga banyak digunakan data

kuantitatif terutama data masa lalu, hanya saja dalam metode judgment analisisnya

tidak dilakukan secara sistematis dan metodologi ilmiah yang rumit sebagaimana teknik

kuantitatif. Namun tidak berarti metode kuantitatif selalu lebih baik daripada metode

judgment atau metode kualitatif yang lain. Oleh karena itu, untuk memperoleh

hasil prediksi yang lebih memuaskan sebaiknya digunakan teknik kualitatif dan

kuantitatif secara bersama-sama.

Teknik Kuantitatif

Sama halnya dengan metode kualitatif, teknik kuantitatif dalam prakiraan juga

banyak macamnya, mulai dari simple smoothing technique hingga pemodelan regresi

yang canggih. Namun perlu juga dipahami bahwa kecanggihan model matematis

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

23

tidaklah menjamin keakuratan ramalan. Oleh karena itu, dalam pemilihan teknik

kuantitatif untuk prakiraan pendapatan perlu dipertimbangkan biaya dan manfaatnya,

kemudahan aplikasinya, Berta efektivitas hasil ramalan.

Dalam penggunaan teknik kuantitatif, sebelum dilakukan teknik prakiraan terlebih

dahulu harus ditentukan:

1. Subjek prakiraan, yaitu apa yang akan diprediksi atau diestimasi. Subjek

prakiraan bisa berupa pendapatan secara keseluruhan maupun per kelompok, jenis,

objek, dan rincian objek pendapatan. Misalnya Pendapatan Ash Daerah (PAD)

dapat dirinci menurut jenisnya, yaitu Pajak Daerah, Retribusi, Bagian Laba

BUMD, dan Lain-lain PAD yang Sah. Pajak Daerah dapat dirinci per objek

pendapatan, misalnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Pemanfaatan Air

Bawah Tanah untuk Penlerintah Provinsi, sedangkan untuk Pemerintah

Kabupaten/Kota objek pajak daerah antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, dan Pajak Bahan Galian C. Pajak

Hotel dapat dirinci menjadi rincian objek pendapatan pajak hotel yang terdiri dari

Pajak Hotel Bintang Lima, Pajak Hotel Bintang Empat, Pajak Hotel Bintang Tiga,

Pajak Hotel Bintang Dua, Pajak Hotel Bintang Satu, Pajak Hotel Melati Tiga, dan

sebagainya. Masing-masing kelompok, jenis, objek, dan rincian objek pendapatan

dapat dijadikan sebagai Subjek prakiraan tergantung pada kebutuhan manajemen

pada level mana akan dilakukan prakiraan.

2. Rentang perkiraan, yaitu periode waktu yang akan diramal. Rentang prakiraan ini

harus ditetapkan apakah untuk prediksi satu tahun ke depan, dua tahun, tiga tahun,

dan seterusnya.

3. Data yang digunakan, yaitu data runtun waktu (time series) sebagai dasar

untuk prediksi, apakah perlu digunakan data sepuluh tahun, lima tahun, atau tiga

tahun yang lalu sebagai basis prakiraan. Kualitas data sangat berpengaruh terhadap

keakurasian hasil prakiraan. Semakin lengkap, data yang digunakan maka akan

semakin baik hasil prakiraannya. Namun sayangnya, beberapa data seringkali tidak

lengkap, atau telah terjadi perbedaan misalnya dalam hal tarif pajak pada periode

tertentu sehingga harus disesuaikan.

Teknik kuantitatif prakiraan yang cukup mudah digunakan, murah biayanya, serta

dalam banyak kasus cukup tinggi keakuratannya yakni antara lain:

Simple Moving Average

Exponential Smoothing

Transformation Moving Average

Regresi

5.3. Menilai Akurasi Prediksi

Untuk menilai keakuratan berbagai teknik prakiraan dapat dilakukan dengan

menghitung persentase kesalahan peramalan, yaitu Absolute Percentage Error (APE)

dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). APE dan MAPE mengukur perbedaan

antara nilai prakiraan dengan hasil yang Sesungguhnya terjadi. Perbedaan yang terjadi

diambil nilai absolutnya sehingga angkanya selalu positif.Semakin kecil nilai APE

berarti semakin baik keakurasian teknik prakiraan yang digunakan. Secara matematis,

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

24

APE dapat dituliskan sebagai berikut:

Prediksi – Hasil Sesungguhnya

APE =

Sesungguhnya

Karena nilai APE yang diabsolutkan, maka APE tidak dapat menunjukkan apakah

terjadi prakiraan lebih (over estimate) ataukah prakiraan kurang (under estimate).Oleh

karma itu, untuk memperkuat penilaian keakuratan teknik prediksi selain menghitung

APE juga perlu dihitung MAPE.MAPE merupakan rata-rata APE dari beberapa

periode.Semakin kecil MAPE maka semakin akurat teknik prakiraan yang digunakan.

Pada umumnya teknik kuantitatif memiliki tingkat akurasi prediksi yang lebih baik

dibandingkan pendekatan judgmental.Di antara berbagai teknik kuantitatif yang ada,

teknik exponential smoothing merupakan teknik prakiraan paling baik untuk

memprediksi pendapatan yang memiliki pola musiman.Namun model regresi

ekonometrika merupakan teknik prakiraan paling baik di antara teknik kuantitatif

lainnya, sedangkan yang paling rendah tingkat akurasinya adalah analisis trend.

Perlu diperhatikan juga bahwa tingkat akurasi prakiraan memiliki hubungan

terbalik dengan banyaknya periode ramalan.Semakin lama periode yang diramalkan,

semakin besar penyimpangan peramalannya.Hal ini terutama dipengaruhi oleh faktor

lingkungan ekonomi di masa datang yang tidak pasti dan tidak semua faktor ekonomi

diperhitungkan dalam persamaan matematis prakiraan.

5.4. Permasalahan Prakiraan Pendapatan di Sektor Publik

Permasalahan yang terkait dengan urgensi prakiraan pendapatan di lingkungan

organisasi sektor publik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor teknis,

ekonomi, administratif, dan peran legislatif. Faktor teknis terkait dengan penggunaan

teknik prakiraan yang paling tepat yang dapat dikuasai oleh pegawai pemerintah dan

ketersediaan data yang memadai. Termasuk dalam faktor teknis ini adalah kualitas

sumber daya manusia yang melakukan tugas membuat prakiraan pendapatan.

Pengalaman serta pelatihan prakiraan pendapatan untuk staf di bidang anggaran sangat

penting untuk memperbaiki kualitas prakiraan. Faktor ekonomi terkait dengan

turbulensi dan ketidakpastian ekonomi yang mempengaruhi prakiraan pendapatan.

Faktor administratif terkait dengan perubahan peraturan perundangan terkait yang

mempengaruhi pendapatan, misalnya peraturan perundangan tentang pajak dan

retribusi daerah, peraturan tentang alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat, dan

perubahan undang-undang pajak. Faktor peran legislatif terkait dengan penggunaan

hak budget oleh dewan serta pelaksanaan fungsi legislasi terkait dengan anggaran.

Prakiraan pendapatan menjadi terasa penting jika legislatif menaruh perhatian yang

besar terhadap prediksi pendapatan tersebut.

1. Penyusunan rencana anggaran pendapatan perlu didukung dengan dilakukannya prakiraan atau estimasi pendapatan agar anggaran pendapatan yang ditetapkan tidak terlalu under estimate atau over estimate.

2. Terdapat beberapa teknik prakiraan pendapatan yang dapat digunakan, antara lain

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

25

teknik Delphi, judgment, simple moving average, exponential smoothing,

transformation moving average, dan regresi. Pada dasarnya setiap teknik

prakiraan pendapatan tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-

masing.Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil prediksi yang memuaskan perlu

dilakukan kombinasi dari berbagai teknik yang ada.

3. Untuk menilai keakuratan berbagai teknik prakiraan dapat dilakukan dengan

menghitung persentase kesalahan peramalan, yaitu Absolute Percentage Error

(APE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). APE dan MAPE mengukur

perbedaan antara nilai prakiraan dengan hasil yang sesungguhnya

terjadi.Semakin kecil nilai APE dan MAPE berarti semakin baik keakurasian

teknik prakiraan yang digunakan.

1. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi penyimpangan terhadap

prediksi pendapatan sehingga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah daerah

dalam menetapkan asumsi anggaran.

2. Berikan analisis Anda tentang perbedaan dan keterkaitan antara prakiraan

pendapatan dengan penghitungan potensi pendapatan.

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

26

BAB VI

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN

Untuk membuat perencanaan anggaran yang komprehensif dan lebih realistis, selain

dilakukan prakiraan pendapatan perlu dilakukan analisis penghitungan potensi

pendapatan. Analisis potensi pendapatan ini berbeda dengan prakiraan pendapatan

sebab analisis potensi pendapatan adalah untuk mengetahui peluang besarnya

perolehan pendapatan optimal yang dapat direalisasikan, sedangkan prakiraan

pendapatan merupakan prediksi perolehan pendapatan di masa datang yang didasarkan

pada data historis realisasi pendapatan. Potensi pendapatan tidak harus direalisasikan

seluruhnya dalam satu tahun anggaran tetapi bisa bertahap hingga beberapa tahun

anggaran. Misalnya berdasarkan hasil penelitian potensi pendapatan pajak restoran

adalah RpI miliar. Realisasi anggaran tahun lalu barn mencapai 60% dari potensi

(Rp600 juta). Target pendapatan pajak restoran tahun ini mungkin cukup berat kalau

dipaksa harus mencapai 100% dari potensi, sehingga bisa saja tahun ini diupayakan

pencapaian pendapatannya 85% (Rp850 juta) dan tahun depan sudah berhasil

mencapai 100%. Pada tahun ketiga bisa dilakukan lagi analisis potensi pendapatan

karena selama tiga tahun anggaran bisa jadi sudah terjadi perubahan-perubahan yang

signifikan sehingga perlu dilakukan pemutakhiran (updating) data potensi pendapatan

terbaru. Perlunya pentahapan dalam pencapaian seluruh potensi pendapatan tersebut

karena pertimbangan social dan ekonomi masyarakat pembayar pajak, kesiapan cistern

dan aparatur pajak, serta pertimbangan perlunya kesinambungan fiskal (fiscal

sustainability). Untuk merealisasikan seluruh potensi tersebut perlu dilakukan upaya

menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan pajak di mana hal ini membutuhkan waktu.

Kesadaran dan kepatuhan pajak oleh wajib pajak tidak bisa diwujudkan hanya dalam

satu tahun anggaran, sehingga tidak realistis mewujudkan pencapaian seluruh potensi

pendapatan hanya dalam satu tahun anggaran. Selain itu, pencapaian seluruh potensi

pendapatan juga membutuhkan biaya pengumpulan pendapatan yang lebih besar dan

hal ini tentunya perlu pertimbangan kemampuan keuangan yang ada saat ini.

6.1. Mengenali Potensi Pendapatan

Potensi adalah sesuatu yang sebenamya sudah ada, hanya belum didapat

atau diperoleh di tangan.Untuk mendapatkan atau memperolehnya diperlukan

upaya-upaya tertentu, misalnya untuk potensi sumber daya alam tambang perlu upaya

eksplorasi dan eksploitasi, untuk potensi pajak perlu dilakukan upaya pajak (tax

effort).Karena potensi tersebut sifatnya masih tersembunyi, maka perlu diteliti

besarnya potensi pendapatan yang ada. Analisis potensi pendapatan bersifat Was sebab

banyak faktor yang harus diidentifikasi terkait dengan pendapatan. Identifikasi faktor-

faktor yang mempengaruhi pendapatan merupakan bagian dari upaya mengenali

potensi pendapatan.Bagi manajer publik, kemampuan mengenali potensi pendapatan

dan memanfaatkannya secara optimal merupakan hal penting yang menunjukkan

kapasitas entrepreneurship mereka dalam mengelola organisasi sektor

publik.Osborne dan Gaebler (1992) menyatakan pentingnya menumbuhkan

pemerintahan wirausaha (entrepreneurial government) serta pemerintahan yang

mampu menciptakan pendapatan tidak sekadar membelanjakan anggaran (earning

rather than spending).Menumbuhkan birokrasi wirausaha ini merupakan tantangan

bagi manajer publik, terutama kepala daerah dan pejabat terkait di lingkungan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

27

pemerintahan daerah.

Potensi pendapatan satu daerah dengan daerah yang lain berbeda-beda disebabkan

oleh faktor demografi, ekonomi, sosiologi, budaya, geomorfologi, dan lingkungan

yang berbeda-beda. Namun terkadang suatu potensi tidak dapat diolah akibatkan

keterbatasan sumber daya manusia, permodalan, dan peraturan perundangan yang

membatasi. Jika dilihat dari kepemilikan potensi dan kemampuan mengelola potensi

yang ada, suatu daerah dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu:

1. Memiliki potensi dan kemampuan mengelola yang tinggi

2. Memiliki potensi yang tinggi tetapi kemampuan mengelolanya rendah

3. Memiliki potensi yang rendah tetapi memiliki kemampuan mengelola tinggi

4. Memiliki potensi yang rendah dan kemampuan mengelola rendah

Tabel 6.1 Peta Potensi Daerah

POTENSI

Tinggi

KUADRAN II

Potensi Tinggi,

Kemampuan Mengelola Rendah

(Intensifikasi)

K U A D R A N I

Potensi Tinggi,

Kemampuan Mengelola Tinggi

(Promosi & Ekspansi)

Rendah

KUADRANIV

Potensi Rendah,

Kemampuan Mengelola Rendah

(Edukasi & Pengembangan)

K U A D R A N I I I

Potensi Rendah,

Kemampuan Mengelola Tinggi

(Ekstensifikasi/Ekspansi)

Rendah Tinggi

KEMAMPUAN MENGELOLA

Kuadran I merupakan kondisi yang ideal, yakni pemerintah memiliki potensi

pendapatan yang tinggi Berta kemampuan mengelola potensi tersebut juga

tinggi.Pada kondisi ini yang perlu dilakukan adalah menjaga sumber pendapatan untuk

kesinambungan fiskal antar generasi.Dengan kemampuan mengelola yang tinggi tidak

berarti potensi yang ada harus dieksploitasi seluruhnya saat ini sehingga

mengakibatkan generasi berikutnya tidak lagi menikmati potensi pendapatan

tersebut.Hal ini khususnya terkait dengan potensi ekonomi dari sumber daya alam

yang tidak terbarui, seperti barang tambang.

Kuadran II adalah kondisi pemerintah yang memiliki potensi pendapatan yang

tinggi tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola potensi tersebut secara

memadai.Kondisi seperti ini pada umumnya dialami oleh pemerintahan di negara-

negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi pada kuadran II ini merupakan

kondisi yang cukup rawan karena akan menjadi ajang kepentingan banyak pihak,

termasuk pihak asing untuk berebut memanfaatkan (eksploitasi) potensi besar yang

tidak terkelola dengan baik. Oleh karenanya, pada kondisi kuadran II ini

diperlukan semangat nasionalisme ekonomi, yakni semangat untuk melindungi clan

memanfaatkan potensi ekonomi untuk kepentingan bangsa dan kesejahteraan

masyarakat.Sebab jika tidak terdapat nasionalisme ekonomi dapat terjadi eksploitasi

oleh kepentingan asing atau kepentingan pihak-pihak tertentu Baja, sehingga

kesinambungan fiskal untuk generasi di masa datang dapat terganggu. Strategi

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

28

pengelolaan potensi pendapatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pada kondisi

kuadran II antara lain: 1) intensifikasi pendapatan, 2) kemitraan dengan pihak swasta

untuk mengelola potensi yang ada, 3) joint venture dengan investor, dan 4)

peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola potensi yang ada.

Kuadran III adalah kondisi pemerintahan yang memiliki potensi yang rendah tetapi

pada dasamya mempunyai kapasitas untuk mengelola yang tinggi.Pada kondisi ini

strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan ekstensifikasi atau ekspansi.Misalnya,

suatu pemerintahan tidak memiliki potensi hutan, tetapi dengan daya dukung sumber

daya manusia dan sarana prasarana yang dimiliki mampu mengolah hasil hutan

menjadi produk yang berkualitas tinggi, misalnya furniture kualitas ekspor. Meskipun

pemerintah setempat tidak memiliki hutan, pemerintah tersebut dapat melakukan

ekspansi dengan memanfaatkan potensi hasil hutan dari daerah lain untuk diolah

menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Kuadran IV adalah kondisi paling buruk yang perlu dihindari, yaitu potensi yang

dimiliki rendah dan kemampuan mengelola pendapatan juga rendah.Pada kondisi

kuadran IV ini perlu dilakukan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia

melalui program pendidikan dan pelatihan (edukasi)sehingga memiliki kapasitas

mengelola potensi pendapatan secara lebih baik.Manajer publik yang mengelola

pemerintahan yang masuk dalam kategori kuadran IV ini perlu mengarahkan

strategi clan program sehingga mencapai kondisi kuadran III.Pengembangan kualitas

sumber daya manusia merupakan langkah terpenting untuk memperbaiki kondisi

tersebut.

Pemetaan Potensi Pendapatan

Potensi pendapatan masing-masing daerah berbeda-beda disebabkan perbedaan faktor

demografi, ekonomi, sosial, budaya, geomorfologi, ekologi, dan

sebagainya.Faktor eksternal seperti perkembangan perekonomian regional clan global

juga dapat mempengaruhi pertumbuhan potensi ekonomi nasional clan daerah.Sumber-

sumber utama pendapatan suatu daerah secara umum dapat dilihat pada data

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dapat dirinci ke masing-masing

Sektor. PDRB sektoral untuk menentukan nilai PDRB suatu daerah yaitu:

1. Sektor Pertanian, meliputi:

a. Tanaman Bahan Makanan

b. Tanaman Perkebunan

c. Peternakan clan hasil-hasilnya

d. Kehutanan

e. Perikanan

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian, meliputi:

a. Minyak dan Gas Bumi

b. Pertambangan tanpa Migas

c. Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan, meliputi:

a. Industri Migas:

i. Pengilangan Minyak Bumi

ii. Gas Alam Cair

b. Industri Tanpa Migas:

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

29

i. Makanan, Minuman, dan Tembakau

ii. Tekstil, barang kulit dan alas kaki

iii. Barang kayu dan hasil hutan lainnya

iv. Kertas dan barang cetakan

v. Pupuk, kimia dan barang dari karet

vi. Semen dan barang galian bukan logam

vii. Logam dasar besi dan baja

viii. Alat angkutan mesin dan peralatannya

ix. Barang lainnya

4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

a. Listrik

b. Gas

c. Air Bersih

5. Sektor Konstruksi (Bangunan)

6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

a. Perdagangan Besar dan Eceran

b. Hotel

c. Restoran

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

a. Pengangkutan:

i. Angkutan rel.

ii. Angkutan Jalan Raya

iii. Angkutan Laut

iv. Angkutan Sungai, Danau danPenyeberangan

v. Angkutan Udara

vi. Jasa Penunjang Angkutan

b. Komunikasi:

i. Posdan Telekomunikasi

ii. Jasa Penunjang Komunikasi

8. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

a. Bank

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank

c. Jasa Penunjang Keuangan

d. Sewa Bangunan

e. Jasa Perusahaan

9. Jasa-jasa

a. Pemerintahan Umum:

i. Administrasi Pemerintahan & Pertahanan

ii. Jasa Pemerintah lainnya

b. Swasta:

i. Sosial Kemasyarakatan

ii. Hiburan & Rekreasi

iii. Perorangan dan rumah tangga

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

30

Tabel 6.2 Sektor PDRB

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

31

Analisis Tipologi Klassen

Untuk memetakan potensi daerah secara sektoral yang didasarkan pada data

PDRB, kita dapat menggunakan analisis Tipologi Klassen.Analisis Tipologi Klassen

merupakan teknik pengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan

kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan

analisis tipologi Klassen, suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori,

yaitu:

1. sektor unggulan (prima),

2. sektor potensial,

3. sektor berkembang, dan

4. sektor terbelakang.

Sektor prima adalah sektor yang paling dominan kontribusinya terhadap

perekonomian daerah.Suatu sektor dikategorikan ke dalam sektor prima apabila sektor

tersebut pertumbuhannya tinggi dan kontribusinya terhadap PDRB besar, sedangkan

sektor potensial adalah sektor yang juga memberikan kontribusi tinggi bagi

perekonomian daerah tetapi pertumbuhan sektor tersebut lambat dan cenderung

menurun.Sektor berkembang adalah sektor yang sedang mengalami peningkatan, yang

diindikasikandengan pertumbuhan tinggi tetapi kontribusinya masih rendah.Sektor

terbelakang adalah sektor yang menjadi kelemahan daerah yang diindikasikan dengan

pertumbuhan lambat dan kontribusi terhadap PDRB rendah.

Implikasi pemetaan potensi ekonomi tersebut terhadap kebijakan manajemen

keuangan publik adalah sektor unggulan pernerintah perlu menjaga stabilitas

pertumbuhan sektor unggulan, sebab sektor ini menjadi kekuatan dan daya saing

daerah (core competence).Sektor unggulan ini jika tidak dikelola dengan baik bisa

bergeser menjadi sektor potensial, yakni pertumbuhannya akan menurun meskipun

jumlahnya masih cukup besar. Untuk sektor berkembang pemerintah perlu melakukan

upaya optimalisasi melalui intensifikasi.Sektor berkembang ini merupakan prospek

bagi daerah karena masih memungkinkan untuk ditingkatkan lagi kontribusi sektor

tersebut sehingga menjadi sektor unggulan.Tetapi jika sektor berkembang ini tidak

dikelola dengan baik, maka bisa jadi sektor berkembang akan turun menjadi sektor

terbelakang. Sementara itu, untuk sektor potensial perlu pembinaan dan pembenahan

sebab sektor potensial ini memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian

daerah tetapi pertumbuhannya sudah mulai menurun.

6.2. Penghitungan Potensi Pendapatan

Analisis Tipologi Klassen bermanfaat untuk mengidentifikasi peta potensi ekonomi

secara makro tetapi tidak menunjukkan jumlah riil potensi yang ada.Untuk mengetahui

besarnya potensi riil pendapatan yang dimiliki oleh suatu pemerintah daerah,

diperlukan identifikasi dan penghitungan potensi dengan basis mikro. Penghitungan

potensi pendapatan pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: 1)

basis makro, dan 2) basis mikro. Penghitungan pendapatan basis makro, misalnya

dilakukan melalui teknik estimasi dengan model regresi ekonometrik yang

menggunakan variabel makro ekonomi sebagai proksi, sedangkan penghitungan basis

mikro dilakukan dengan cara melakukan survei dan observasi terhadap objek dan

subjek pajak kemudian dilakukan penghitungan (assessment) potensi pendapatan yang

ada. Sebelum membahas lebih lajut mengenai cara menghitung potensi pendapatan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

32

dengan basis mikro, terlebih dahulu perlu diketahui klasifikasi pendapatan

pemerintah daerah yang ada. Hal ini penting sebab penghitungan potensi bisa meliputi

objek dan rincian objek pendapatan, sehingga perlu dikenali apasaja yang menjadi

objek dan rincian objek pendapatan daerah.

Klasifikasi Pendapatan Pemerintah Daerah

Klasifikasi pendapatan pemerintah daerah dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

pendapatan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.Pendapatan

pemerintah daerah dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok, jenis, objek, dan

rincian objek pendapatan. Kelompok pendapatan meliputi: 1) Pendapatan Asli

Daerah (PAD), 2) Dana Perimbangan, dan 3) Lain-lain Pendapatan yang Sah. Masing-

masing kelompok pendapatan dirinci lagi menurut jenis pendapatan, misalnya untuk

pemerintah kab/kota jenis pendapatan dari kelompok PAD meliputi Pajak Daerah,

Retribusi Daerah, Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan Lain-lain PAD yang Sah.

Jenis pendapatan dirinci menurut objek pendapatan, dan objek pendapatan dirinci lagi

menjadi rincian objek pendapatan. Jenis, objek, dan rincian objek pendapatan daerah

tersebut dapat dilihat pada daftar klasifikasi pendapatan berikut ini:

1. Analisis potensi pendapatan penting untuk membuat perencanaan anggaran yang

komprehensif dan lebih realistis. Analisis potensi pendapatan bertujuan untuk

mengetahui peluang besarnya perolehan pendapatan optimal yang masih dapat

direalisasikan. Potensi pendapatan sifatnya masih tersembunyi, sehingga perlu

diteliti besarnya potensi pendapatan yang ada.

2. Pernerintah daerah perlu mengenali potensi pendapatan daerahnya. Besarnya

potensi pendapatan satu daerah dengan daerah yang lain berbeda-beda yang

dipengaruhi oleh faktor demografi, ekonomi, sosiologi, budaya, geomorfologi, dan

lingkungan.

3. Pemerintah daerah perlu memetakan keunggulan daerah, yaitu mengidentifikasi

sektor-sektor yang menjadi keunggulan daya saing daerah, sektor yang masih

potensial untuk dikembangkan, dan sektor terbelakang yang menjadi kelemahan

atau kekurangan daerah. Untuk mengetahui peta keunggulan daerah, pemerintah

dapat melakukan analisis Tipologi Klassen dengan menggunakan data PDRB.

4. Penghitungan potensi pendapatan pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua

pendekatan, yaitu basis makro dan basis mikro. Penghitungan pendapatan basis

makro dapat dilakukan melalui teknik estimasi dengan model regresi

ekonometrik yang menggunakan variabel makro ekonomi sebagai proksi,

sedangkan penghitungan basis mikro dilakukan dengan cara melakukan survei

dan observasi terhadap objek dan subjek pajak kemudian dilakukan penghitungan

potensi pendapatannya.

1. Berdasarkan data PDRB pemerintah daerah Anda, buatlah analisis Tipologi

Klassen. Kemudian identifikasikan sektor-sektor manakah yang masuk dalam

IKHTISAR

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

33

kategori unggul (prima), potensial, berkembang, dan terbelakang.

2. Berikan pendapat Anda bagaimana upaya yang harus dilakukan pemerintah daerah

untuk meningkatkan potensi pendapatan daerah.

3. Jelaskan arti pentingnya studi potensi pendapatan daerah bagi pihak eksekutif,

legislatif (DPRD), dan masyarakat khususnya wajib pajak.

4. Berikan analisis Anda tentang pengaruh studi potensi pendapatan dengan tingkat

senjangan anggaran (budgetary slack) dalam perencanaan APED.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

34

BAB VII

MANAJEMEN BELANJA DAERAH

7.1. Kebijakan Belanja Daerah dan Manajemen Belanja Daerah

Dalam kaitannya dengan belanja daerah, terdapat dua aspek yang secara konseptual

berbeda tetapi memiliki keterkaitan yang erat, yaitu kebijakan belanja (expenditure

policy) dan manajemen belanja (expenditure management). Kebijakan belanja

terkait dengan penentuan "apa yang akan dilakukan" yang berimplikasi pada

kebutuhan pengeluaran atau belanja, sedangkan manajemen belanja terkait dengan

"bagaimana melaksanakan anggaran untuk membiayai aktivitas secara ekonomis,

efisien, dan efektif." Kebijakan belanja daerah ditentukan pada tahap perencanaan

anggaran, sedangkan manajemen belanja daerah dilakukan pada tahap implementasi

anggaran. Kebijakan anggaran belanja cenderung lebih bersifat politik, sedangkan

manajemen belanja lebih bersifat teknis. Data yang diperlukan untuk membuat

kebijakan belanja berbeda dengan data yang digunakan untuk manajemen belanja.

Meskipun dalam beberapa hal berbeda, namun kebijakan belanja sangat

mempengaruhi manajemen belanja. Pada dasarnya manajemen belanja akan

menyesuaikan kebijakan belanja yang diambil pemerintah daerah.

Kebijakan Belanja Daerah

Kebijakan belanja daerah biasanya dituangkan dalam dokumen perencanaan

daerah, yaitu pada Kebijakan Umum APED, Prioritas dan Plafon Anggaran, Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD). Dalam dokumen perencanaan daerah tersebut kebijakan belanja

daerah merupakan salah satu aspek yang selalu ditekankan. Berikut adalah garis besar

isi dokumen perencanaan daerah yang secara eksplisit di dalamnya memuat kebijakan

anggaran belanja daerah

A. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), berisi:

1. Strategi Pembangunan Daerah;

2. Kebijakan Umum;

3. Arah Kebijakan Keuangan Daerah;

4. Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, lintas kewilayahan yang memuat

kegiatan dalam Kerangka Regulasi & Kerangka Anggaran.

B. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berisi:

1. Prioritas Pembangunan Daerah;

2. Rancangan Kerangka Ekonomi Makro Daerah;

3. Arah Kebijakan Keuangan Daerah;

4. Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, dan lintas kewilayahan yang

memuat kegiatan dalam Kerangka Regulasi & Kerangka Anggaran.

C. Kebijakan Umum APBD (KUA) berisi:

1. Target Pencapaian Kinerja yang terukur dari program-program yang akan

dilaksanakan olehPemda untuk setiap urusan pemerintahan daerah;

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

35

2. Proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan

pembiayaan dengan asumsi yang mendasarinya;

3. Asumsi yang mendasari kebijakan anggaran dengan mempertimbangkan

perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok

kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah;

4. Kerangka ekonomi makro dan implikasinya terhadap sumber pendanaan,

meliputi:

Penjelasan tentang asumsi anggaran, kondisi yang telah terjadi dan

diperkirakan akan terjadi yang menjadi dasar penyusunan KUA. Contoh

asumsi dan kondisi makro: laju inflasi, pertumbuhan ekonomi regional,

tingkat pengangguran regional, dan asumsi lainnya yang relevan

dengan kondisi daerah setempat;

Dalam rangka implementasi asumsi clan kondisi yang menjadi dasar

pencapaian sasaran, KUA harus mampu menjelaskan kebijakan

penganggaran sesuai kebijakan pemerintah. Kondisi yang berbeda akan

menghasilkan target/sasaran yang berbeda;

Juga diuraikan tentang perkiraan penerimaan untuk mendanai seluruh

pengeluaran pada tahun yang akan datang, baik dari Pendapatan Ash

Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus,

maupun dari pinjaman dan hibah.

Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) berisi:

1. Ringkasan Kebijakan Umum APBD;

2. Proyeksi Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah. Proyeksi anggaran ini

memuat penjelasan tentang asumsi makro ekonomi yang disepakati dan implikasi

kemampuan fiskal daerah, kebijakan yang ditempuh dalam upaya peningkatan

pendapatan daerah, faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya atau

terjadinya peningkatan belanja daerah dan kebijakan pemerintah daerah di bidang

pembiayaan daerah;

3. Prioritas Program dan Plafon Anggaran-,

4. Plafon Anggaran Menurut Organisasi.

Arah kebijakan anggaran banyak dipengaruhi kebijakan ekonomi yang diambil

pemerintah daerah. Pada prinsipnya kunci kebijakan ekonomi secara klasik bertujuan

pada pencapaian tiga hal, yaitu:

pertumbuhan ekonomi;

pemerataan ekonomi;

stabilitas ekonomi;

Ketiga hal tersebut dalam kenyataannya sulit terjadi dalam waktu

bersamaan. Oleh karena itu diperlukan prioritas kebijakan ekonomi yang tentunya

setiap pilihan kebijakan ekonomi tersebut akan berpengaruh secara langsung terhadap

kebijakan anggaran.

Manajemen Belanja Daerah

Manajemen belanja daerah tidak lebih merupakan instrumen, teknik, atau metode.

Oleh karena itu, manajemen belanja akan menyesuaikan arch kebijakan anggaran,

khususnya kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah daerah. Sebagai alat

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

36

untuk mengimplementasikan kebijakan ekonomi, maka manajemen belanja daerah

juga harus berorientasi untuk mewujudkan tiga tujuan kebijakan ekonomi, yaitu

pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi.Untuk menjaga stabilitas ekonomi,

manajemen belanja daerah harus difokuskan pada pelaksanaan disiplin anggaran,

sedangkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan maka manajemen

belanja harus fokus pada efisiensidan efektivitas alokasi anggaran pada berbagai

program pembangunan.Manajemen belanja daerah memiliki tiga tujuan pokok, yaitu:

1. menjamin dilakukannya disiplin fiskal melalui pengendalian belanja

2. alokasi anggaran sesuai dengan kebijakan dan prioritas anggaran (alokasi

strategis)

3. menjamin efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran

Ketiga tujuan tersebut memiliki keterkaitan yang erat satu dengan lainnya. Disiplin

fiskal membutuhkan pengendalian anggaran pada semua level organisasi pemerintahan,

alokasi anggaran terkait dengan program-program strategis yang menjadi prioritas

daerah, efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran terkait dengan teknik penghematan

anggaran dan pengalokasian yang tepat sasaran.

7.2. Prinsip Manajemen Belanja Daerah

Terdapat beberapa prinsip manajemen belanja daerah yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. perencanaan belanja;

2. pengendalian belanja;

3. akuntabilitas belanja;

4. auditabilitas belanja.

1. Perencanaan Belanja Daerah

Perencanaan belanja yang baik ditandai dengan:

a. adanya koherensi antara perencanaan belanja dalam APBD dengan dokumen

perencanaan daerah;

b. adanya standar satuan harga (SSH) yang merupakan standar biaya per unit

input; C. adanya Analisis Standar Belanja (ASB) untuk menentukan

kewajaran belanja suatu program atau kegiatan;

d. adanya Harga Perkiraan Sendiri (Owner Estimate) untuk menentukan kewajaran

belanja modal yang pengadaannya ditenderkan;

e. rendahnya tingkat senjangan anggaran belanja (budgetary slack).

Pengeluaran daerah yang direncanakan harus memiliki keterkaitan logic dengan

dokumen perencanaan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Satuan Kerja

Perangkat Daerah (Renja SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Pengeluaran anggaran harus

mencerminkan pencapaian visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan

daerah.Konsistensi dan koherensi antara anggaran dengan dokumen perencanaan daerah

penting untuk menciptakan harmonisasi antara kebijakan belanja dengan

operasionalisasi belanja.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

37

Bagusnya perencanaan belanja daerah juga ditandai dengan rendahnya senjangan

anggaran belanja. Senjangan belanja anggaran adalah adanya selisih antara anggaran

belanja yang diajukan dengan kebutuhan belanja yang sesungguhnya diperlukan. Pada

umumnya satuan kerja akan mengajukan anggaran belanja lebih besar dari kebutuhan

riilnya. Bahkan jika tidak dibatasi oleh plafon anggaran, satuan kerja akan mengajukan

anggaran setinggi-tingginya. Sebagai contoh, untuk melaksanakan suatu kegiatan

dengan target kinerja tertentu, satuan kerja menganggarkan sebesar Rp 10 juta.

Padahal sesungguhnya satuan kerja tersebut mampu melaksanakan kegiatan tersebut

cukup dengan anggaran Rp 8 juta. Dengan demikian terjadi budgetaryslack positif

sebesar Rp 2 juta. Budgetary slack memang tidak dapat dihilangkan sama sekali,

namun dapat dikurangi. Untuk mengurangi fenomena budgetary slack tersebut dapat

dilakukan dengan cara meningkatkan partisipasi dalam perencanaan anggaran,

meningkatkan peran DPRD dalam pengawasan perencanaan anggaran,

meningkatkan koordinasi anggaran oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah, menguji

rencana kerja dan anggaran (RKA-SKPD) yang diajukan dengan satuan standar harga,

analisis standar belanja, dan pengujian kewajaran komponen belanja.

2. Pengendalian Belanja Daerah

Sistem anggaran harus menjamin dilakukannya pengendalian belanja secara memadai.

Untuk itu, pada setiap tahap dalam siklus pengeluaran harus dikendalikan dan dimonitor

dengan baik. Setiap pengeluaran harus dapat dilacak prosesnya mulai dari adanya

kelengkapan dokumen anggaran, otorisasi dari pejabat berwenang, dan adanya bukti

transaksi yang valid. Anggaran belanja seharusnya dilaksanakan tepat waktu.

3. Akuntabilitas Belanja Daerah

Belanja daerah harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik, yaitu setiap belanja harus

dapat dipertanggungjawabkan dan dilaporkan kepada publik baik langsung

maupun melalui DPRD. Akuntabilitas publik atas belanja daerah setidaknya

meliputi:

akuntabilitas hukum;

akuntabilitas finansial;

akuntabilitas program;

akuntabilitas manajerial.

4. Auditabilitas Belanja Daerah

Auditabilitas belanja daerah mengandung arti bahwa setiap pengeluaran belanja yang

mengakibatkanbeban APBD harus dapat diverifikasi atau diaudit. Verifikasi atau

audit belanja daerah tersebut mencakup:

kelengkapan dokumen anggaran, seperti DPA-SKPD, SPD, SPP, SPM, SPJ

dan dokumen pendukung lainnya yang diperlukan;

adanya dokumen transaksi (source document) yang valid;

dilakukannya pencatatan yang memadai;

dapat diuji silang antara catatan dengan keberadaan.

Aspek audit belanja daerah antara lain untuk memeriksa:

1) Ada/tidak ada mark-up dalam pengadaan barang/jasa

2) Ada/tidak ada bukti belanja yang tidak sah (fiktif)

3) Ada/tidak ada penitipan anggaran ke satuan kerja lain

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

38

4) Ada/tidak ada kesalahan pembebanan belanja ke rekening yang tidak sesuai

5) Ada/tidak ada ketidakwajaran dalam Belanja Modal, Belanja Pegawai, Belanja

Barang dan Jasa

6) Ada/tidak ada ketidakwajaran dalam proses pengadaan barang/jasa

1. Manajemen belanja daerah harus menjadi fokus pemerintah daerah agar

optimalisasi manajemen keuangan daerah dapat tercapai. Hal ini penting karena

belanja daerah memiliki karakteristik mudah membelanjakannya, sulit

menghematnya, dan mudah menyelewengkannya.

2. Terdapat dua aspek penting terkait dengan belanja daerah, yaitu kebijakan belanja

(expenditure policy) dan manajemen belanja (expenditure management).

Kebijakan belanja dan manajemen belanja merupakan dua hal yang paling terkait

sehingga perlu harmonisasi dan sinkronisasi.

3. Kebijakan belanja daerah perlu secara eksplisit dituangkan dalam dokumen

perencanaan daerah, yaitu pada Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafon

Anggaran, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

4. Manajemen belanja daerah memiliki tiga tujuan pokok yang hendak dicapai, yaitu

menjamin dilakukannya disiplin fiskal melalui pengendalian belanja,

dilakukannya alokasi anggaran sesuai dengan kebijakan dan prioritas anggaran,

dan menjamin efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran.

5. Manajemen belanja daerah harus mencakup empat aspek, yaitu adanya

perencanaan belanja yang baik, dilakukannya pengendalian belanja secara

memadai, adanya akuntabilitas belanja, dan dilakukannya audit atas belanja

daerah.

1. Jelaskan prinsip manajemen biaya strategic (strategic cost management) yang

dilakukan di sektor bisnis, kemudian jelaskan pula bagaimanakah aplikasi prinsip

strategic cost management di pemerintahan daerah.

2. Jelaskan teknik-teknik pengendalian anggaran khususnya pada aspek belanja agar

tidak terjadi pemborosan dan kebocoran anggaran.

3. Begawan ekonomi Prof. Sumitro Djojohadikusumo pernah mengatakan bahwa

tingkat kebocoran anggaran di Indonesia mencapai 30%. Prof. Dr. Anwar

Nasution sebagai Ketua BPK RI juga menyatakan hal senada. Jelaskan bentuk-

bentuk kebocoran anggaran, modus operandi, dan teknik pemborosan anggaran

yang disinyalir banyak terjadi di pemerintahan.

4. Jelaskan bagaimanakah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi

terjadi budgetary slack dalam perencanaan APED.

IKHTISAR

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

39

BAB VIII

KLASIFIKASI BELANJA

8.1. Pengertian Biaya, Belanja, dan Pengeluaran

Pengertian Biaya

Istilah biaya lebih banyak dijumpai di sektor bisnis (komersial) dibandingkan di

sektor publik, sebab biaya merupakan salah saw informasi penting yang akan

dilaporkan dalam laporan laba rugi (income statement). Sektor bisnis, karena

karakteristiknya yang bertujuan mencari laba (profit oriented), sangat berkepentingan

dengan informasi biaya karena jumlah biaya tersebut akan menentukan besarnya

laba/rugi yang diperoleh. Laba/rugi perusahaan dapat diketahui dengan cara

menghitung seluruh pendapatan yang diperoleh dalam satu periode akuntansi kemudian

dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama periode yang sama. Biaya

dalam hal ini dipahami sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka memperoleh

pendapatan. Di dalam akuntansi, biaya didefinisikan sebagai

“pengorbanan sumber daya ekonomi yang dilakukan untuk memperoleh manfaat di

masa sekarang dan yang akan datang.”

Di dalam akuntansi, istilah biaya itu sendiri masih menimbulkan kerancuan di

beberapa ilmuwan, misalnya apakah biaya yang dimaksud adalah expense atau cost.

Dua istilah tersebut sebenarnya memiliki makna yang sangat berbeda tetapi

diterjemahkan sama dalam bahasa Indonesia, yaitu "Biaya."Expense merupakan

biaya yang sudah terjadi dan oleh karenanya dilaporkan dalam laporan aktivitas yang

dalam organisasi binis berupa Laporan Laba Rugi (Income Statement).Sementara itu,

cost adalah biaya yang masih tersimpan yang belum menjadi biaya (inventoriable

expense), oleh karenanya dilaporkan dalam neraca. Jadi biaya (expense) pada dasarnya

merupakan cost yang sudah habis masa simpannya (expired cost). Istilah "biaya"

juga seringkali rancu dengan istilah "beban" yang digunakan di beberapa literatur.

Namun, dalam pembahasan ini penulis tidak akan membawa pembaca ke dalam

perdebatan akademik tersebut. Dalam pembahasan buku ini penulis cenderung

menggunakan istilah biaya atau belanja untuk menunjukkan terjadinya pengeluaran.

Meskipun konsep biaya cenderung lebih banyak digunakan pada sektor

bisnis, tetapi tidak berarti organisasi sektor publik tidak perlu memahami konsep

biaya. Manajer keuangan publik perlu memahami konsep biaya karena beberapa

alasan:

1. Beberapa organisasi sektor publik tertentu menghasilkan barang atau jasa

pelayanan publik yang bisa dijual, misalnya pelayanan pengumpulan dan

pengolahan sampah, penyediaan jalan tol, penyediaan air minum, dan

sebagainya. Produksi pelayanan publik tersebut membutuhkan nilai impas

(break even) yang berarti pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk

pelayanan minimal sama dengan biaya produksi pelayanan agar penyediaan

pelayanan publik dapat berlanjut dan berkesinambungan. Dalam hal ini penjualan

produk pelayanan publik minimal dapat untuk menutup biaya (cost recovery).

Untuk itu kemampuan menghitung biaya produksi pelayanansecara tepat sangat

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

40

penting dalam rangka pembuatan kebijakan tentang penentuan harga pelayanan

yang akan dibebankan kepada pengguna layanan.

2. Biaya dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi. Dengan informasi biaya

akan dapat diketahui apakah sumber daya publik telah digunakan secara efisien,

tidak terjadi pemborosan dan penyalahgunaan.

3. Penggunaan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting)

membutuhkan serangkaian indikator kinerja dan target kinerja. Indikator kinerja

tersebut meliputi indikator input (masukan), output (keluaran), dan outcome

(hasil). Salah satu indikator input yang perlu diukur adalah biaya atau anggaran.

Untuk itu target biaya atau anggaran masing-masing kegiatan, program, dan

organisasi sangat penting untuk nantinya digunakan sebagai tolok ukur kinerja

kegiatan, program, dan organisasi.

4. Informasi biaya sangat penting dalam pembuatan keputusan tender, outsourcing,

atau privatisasi. Saat ini pemerintah hampir tidak dapat lepas dari proses tender,

kontrak, dan outsourcing dalam penyediaan pelayanan publik, terutama terkait

dengan peraturan perundangan tentang penyediaan barang dan jasa di instansi

pemerintahan. Tujuan outsourcing tersebut sebenarnya adalah untuk meningkatkan

efisiensi, produktivitas, dan kualitas pelayanan.

Pengertian Belanja

Istilah "belanja" pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor

bisnis.Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan

jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran.Belanja pada

organisasi sektor publik ini menjadi ciri khas tersendiri yang menunjukkan keunikan

sektor publik dibandingkan sektor bisnis karena belanja di sektor publik secara konsep

berbeda dengan biaya yang lebih umum digunakan di sektor bisnis. Belanja yang dalam

bahasa Inggrisnya "expenditure" memiliki makna yang lebih lugs karena mencakup

biaya (expense) dan sekaligus cost. Belanja dapat berbentuk belanja operasi

(operation expenditure) yang pada hakikatnya merupakan biaya (expense) maupun

belanja modal (capital expenditure) yang merupakan belanja investasi yang masih

berupa cost sehingga nantinya diakui dalam neraca. Belanja modal dalam konteks

akuntansi bisnis bukan merupakan aktivitas yang mempengaruhi laporan laba-rugi,

tetapi mempengaruhi neraca. Dengan demikian jelas bahwa pada organisasi sektor

publik, khususnya pemerintahan, setiap biaya merupakan belanja, tetapi tidak semua

belanja merupakan biaya, karena bisa jadi merupakan belanja modal yang masih

berupa cost dan belum menjadi expense.

Pengertian Pengeluaran

Sebagaimana telah disinggung di awal bahwa tidak setiap pengeluaran kas dari

rekening kas umum daerah merupakan belanja, tetapi boleh jadi merupakan

pengeluaran pembiayaan. Pengeluaran merupakan komponen pos pembiayaan dalam

struktur APED yang dimaksudkan untuk memanfaatkan surplus anggaran yang terjadi.

Pengeluaran pembiayaan dapat berupa: 1) pembentukan dana cadangan, 2) penyertaan

modal misalnya penambahan modal pada BUMD, 3) pembelian surat berharga seperti

Surat Utang Negara. (SUN) atau obligasi pemerintah daerah, 4) pelunasan utang, dan

5) pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan ini meskipun menggunakan uang kas daerah tidak dapat

dikategorikan belanja, sebab tujuan dan mekanisme pengeluaran kasnya dari rekening

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

41

kas umum daerah berbeda. Pengeluaran pembiayaan merupakan suatu bentuk

pengeluaran uang dari rekening kas umum daerah

Tabel 7.1Klasifikasi Belanja

yang pada suatu saat akan diterima kembali, sedangkan belanja adalah

pengeluaran uang dari rekening kas umum negara/daerah yang tidak akan diterima

kembali. Jika dilihat dari mekanisme pencairan dananya dari rekening kas umum

daerah, maka terdapat perbedaan yang jelas antara belanja dengan pembiayaan. Untuk

mengajukan belanja harus dilakukan melalui mekanisme pengajuan SPP

LS/UP/GU/TU kepada Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PA/PB) yang

kemudian dilanjutkan dengan pengeluaran SPM LS/UP/GU/TU oleh PA/PB dan

selanjutkan diajukan ke Bendahara Umum Daerah (BUD) untuk dikeluarkan Surat

Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang berfungsi sebagai cek. Pengeluaran belanja

hanya melibatkan eksekutif, setelah APED disahkan dewan maka berarti eksekutif

diberi kewenangan untuk melaksanakan belanja sesuai dengan jumlah yang

dianggarkan. Pengeluaran pembiayaan tidak dilakukan melalui mekanisme

sebagaimana pengeluaran belanja. Pengeluaran pembiayaan harus melalui persetujuan

dewan. Oleh karena itu diperlukan dokumen berupa Bukti Memorial, misalnya hasil

kesepakatan (MoU) antara eksekutif dengan legislatif. Pengeluaran pembiayaan ini pun

juga hanya bisa dilakukan oleh BUD, sedangkan SKPD tidak memiliki kewenangan

melakukan pengeluaran pembiayaan.

BELANJA (EXPENDITURE)

BELANJA OPERASI

BELANJA MODAL

BIAYA (EXPENSE) INVESTASI (COST)

Manfaat belanja < 1 th

Bukan Objek Pemeliharaan

Tidak dilaporkan di neraca

Manfaat belanja < 1 th

Objek Pemeliharaan

Dilaporkan di neraca

Contoh Belanja Operasi:

Belanja Gaji, Tunjangan, Honorarium

dan Upah Pegawai

Belanja Bahan Pakai Habis

Belanja Perjalanan Dinas

Belanja Sewa

Belanja Subsidi

Belanja Hibah dan Bantuan Sosial

Belanja Bunga

Belanja Bantuan Keuangan

Belanja Pakaian Kerja/Dinas

Belanja Pendidikan & Pelatihan

Contoh Belanja Modal:

Belanja Pengadaan Tanah

Belanja Pengadaan Gedung

Belanja Pengadaan Jalan dan Jembatan

Belanja Pengadaan Kendaraan

Belanja Pengadaan Mesin

Belanja Pengadaan Peralatan Kantor

Belanja Pengadaan Meubelair

Belanja Pengadaan Buku

Belanja Pengadaan Komputer

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

42

8.2. Konsep Biaya/Belanja

Objek Biaya

Objek biaya (cost object) adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan pembebanan

biaya.Objek biaya bisa berupa produk barang atau jasa, program, kegiatan, fungsi, unit

kerja, atau organisasi secara keseluruhan.Untuk membuat suatu produk berupa barang

atau pelayanan publik diperlukan biaya.Untuk menjalankan suatu program, kegiatan,

fungsi, dan organisasi juga diperlukan biaya, sebab tanpa dibiayai maka hal-hal

tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Untuk apa biaya dikeluarkan menjadi dasar

penentuan objek biaya. Pemahaman mengenai objek biaya penting untuk menentukan

biaya tertentu akan dilekatkan atau dibebankan ke mana, siapa yang akan menanggung

biaya tersebut. Kesalahan dalam mengenali objek biaya bisa berakibat kesalahan

dalam menentukan jumlah total biaya yang harus dibebankan atau

dipertanggungjawabkan oleh suatu produk, program, kegiatan, fungsi, unit kerja,

atau. organisasi. Bisa jadi suatu produk, program, kegiatan, fungsi, unit kerja, atau

organisasi harus menanggung biaya yang sebenarnya bukan tanggung

jawabnya.Pemahaman tentang objek biaya ini mengantarkan kita pada pemahaman

tentang konsep different cost for different purposes, yaitu setiap biaya yang dikeluarkan

harus memiliki tujuan, dan tujuan inilah yang kemudian menjadi dasar penentuan

objek biaya.

Perunutan Biaya

Hubungan antara biaya dengan objek biaya perlu dianalisis secara cermat untuk

memperoleh keakuratan dalam pembebanan biaya.Jika dilihat kaitannya dengan objek

biaya, maka biaya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya yang memiliki keterkaitan

langsung dengan objek biaya atau disebut biaya langsung (direct cost), dan biaya yang

tidak memiliki kaftan langsung dengan objek biaya atau disebut biaya tidak langsung

(indirect cost).Biaya langsung memiliki hubungan yang jelas dengan objek biaya,

sehingga dapat dihitung secara lebih akurat.Biaya langsung ini dapat dirunut ke objek

biaya dengan mudah berdasarkan hubungan sebab-akibat.Perunutan biaya (cost tracing)

adalah upaya untuk mengetahui asal muasal biaya dan mengapa biaya tersebut

terjadi.Perunutan biaya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui

pelacakan langsung (direct tracing) dan pelacakan pemacu biaya (driver

tracing).Pelacakan langsung adalah proses identifikasi dan pembebanan biaya yang

memiliki hubungan dengan objek biaya secara eksklusif.

Perunutan biaya melalui pemacu biaya dilakukan dengan cara'mencari variabel

yang menjadi pemacu biaya (driver costs).Pemacu biaya menunjukkan variabel yang

menyebabkan suatu biaya bertambah atau berkurang. Pemacu biaya bisa berupa

jumlah jam kerja, jumlah pegawai, jumlah kegiatan, dan sebagainya.

Alokasi Biaya

Pembebanan biaya kepada objek biaya dilakukan melalui dua tahap, yaitu: 1)

pembebanan biaya langsung ke objek biaya (cost tracing), 2) mengalokasikan biaya-

biaya tidak langsung ke objekbiaya (cost allocation). Alokasi biaya adalah upaya

untuk membagi biaya (cost sharing) di antara berbagai produk, program, kegiatan,

fungsi, dan organisasi karma telah mengkonsumsi biaya secara bersama-sama.

Alokasi biaya ini pada umumnya dilakukan untuk mengalokasikan biaya tidak

langsung (overhead), seperti biaya listrik, air, pemeliharaan, dan biaya penolong

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

43

lainnya. Tujuan alokasi biaya adalah untuk menilai kinerja masing-masing unit kerja

serta untuk tujuan keadilan pembebanan biaya. Untuk melakukan alokasi biaya

diperlukan dasar alokasinya. Dasar alokasi biaya yang paling sederhana adalah dengan

menggunakan nilai rata-rata, yaitu membagi biaya yang terjadi dengan jumlah lini

produk, program, kegiatan, fungsi, atau unit organisasi yang ada. Metode kedua adalah

dengan mendasarkan pada proporsi beban kerja dan tingkat konsumsi biaya. Metode

yang kontemporer adalah dengan pendekatan activity based costing (ABC). Saat

ini, sistem ABC juga sudah mulai banyak diadopsi di sektor publik meskipun terdapat

beberapa modifikasi yang harus disesuaikan dengan karakteristik organisasi sektor

publik.

Akumulasi Biaya

Akumulasi biaya adalah penjumlahan seluruh biaya sehingga menghasilkan informasi

tentang total biaya yang dikonsumsi oleh suatu produk, program, kegiatan, fungsi,

atau organisasi. Akumulasi biaya tersebut meliputi biaya langsung maupun tidak

langsung ke objek biaya.

8.3. Klasifikasi Biaya/Belanja

Biaya merupakan ukuran finansial atas sumber daya yang dikonsumsi atau

digunakan untuk membuat suam produk, memberikan pelayanan publik,

melaksanakan program dan kegiatan.Biaya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

jenis tergantung pada sudut pandang yang digunakan. Pengklasifikasian biaya dapat

dilakukan berdasarkan karakteristik berikut:

1. berdasarkan waktu terjadinya biaya

2. berdasarkan reaksinya terhadap perubahan tingkat aktivitas

3. berdasarkan hubungannya dengan aktivitas

4. berdasarkan pengaruhnya terhadap pembuatan keputusan

5. berdasarkan pengaruhnya terhadap pengendalian manajemen

6. berdasarkan masa manfaat biaya

1. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Waktu Terjadinya

Jika dilihat dari waktu terjadinya biaya, maka biaya dapat diklasifikasikan menjadi

tiga, yaitu:

a. Biaya Historis (Historical Cost), yaitu biaya yang sudah terjadi di masa lampau

yang sudah dibukukan dalam sistem akuntansi. Biaya historis ini tidak

berubah dan akan selalu tetap jumlahnya sepanjang waktu selama tidak

dilakukan revaluasi, misalnya biaya pembelian tanah pada tahun lalu sebesar 200

juta merupakan biaya historis yang akan diakui sebagai nilai tanah yang akan

dilaporkan pada tahun-tahun berikutnya.

b. Biaya sekarang (Current Cost), wring juga diistilahkan dengan biaya pengganti

(replacement cost), yaitu biaya yang terjadi saat sekarang yang diukur berdasarkan

nilai pasar sekarang. Atau jika nilai pasarnya tidak diketahui, maka diukur

berdasarkan biaya penggantinya, biaya produksi sendiri, nilai jual, nilai bersih

yang dapat direalisasi, atau Net Present Value (NPV) dari arus kas di masa

mendatang.

c. Biaya Dianggarkan (Budgeted Cost), yaitu biaya yang direncanakan terjadi di

masa mendatang. Biaya dianggarkan ini merupakan biaya yang dinyatakan dalam

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

44

anggaran (APBN/APBD) yang menunjukkan batas maksimal biaya yang

semestinya terjadi di masa yang akan datang untuk pos anggaran bersangkutan.

Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian biaya, manajer publik harus menaruh

perhatian khusus pada biaya sekarang dan biaya dianggarkan, sebab jenis biaya inilah

yang dapat dikendalikan olehmanajemen.Namun tidak berarti biaya historis diabaikan

atau ditinggalkan, sebab biaya historis ini penting untuk pelaporan kinerja masa lalu

yang juga penting untuk melakukan evaluasi kinerja.

2. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Reaksinya Terhadap Perubahan Tingkat Aktivitas

Jika dilihat dari reaksi biaya terhadap perubahan tingkat aktivitas, maka biaya

dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Biaya Tetap (Fixed Cost), yaitu biaya yang jumlahnya tetap tidak terpengaruh

oleh tingkat aktivitas.

Biaya Variabel (Variable Cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya dipengaruhi

oleh tingkat aktivitas, semakin besar volume aktivitas maka semakin besar

biayanya.

Biaya Campuran (Mixed Cost), yaitu biaya memiliki karakteristik biaya tetap, dan

biaya variabel. Untuk aktivitas hingga level tertentu jumlah biaya tetap, tetapi

lebih dari level tertentu bersifat variabel. Biaya campuran disebut juga biaya

bertahap (step cost).

Biaya Tetap

Analisis terhadap biaya tetap penting dilakukan untuk mengetahui kebutuhan

dana minimal yang harus disediakan organisasi. Sebab biaya tetap ini harus

dikeluarkan meskipun tidak ada kegiatan yang dilakukan. Manajer publik harus

mengupayakan untuk menekan biaya tetap yang menjadi beban organisasi hingga

level tertentu yang mungkin dilakukan, sebab jika biaya tetapnya sudah tinggi

sedangkan sumber dana yang ada terbatas, maka alokasi anggaran untuk program dan

kegiatan menjadi berkurang karena sebagian besar dananya tersedot untuk menutup

biaya tetap. Biaya tetap ini misalnya adalah biaya gaji dan tunjangan Pegawai Negeri

Sipil, biaya pemeliharaan, biaya abonemen telepon, air, dan listrik.

Besar kecilnya jumlah biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan kegiatan yang

dilakukan. Artinya baik terdapat banyak maupun sedikit kegiatan, jumlah biaya

tetapnya sama. Biaya tetap mempunyai sifat:

jumlah totalnya tidak berubah walaupun kegiatan berubah,

biaya per unit makin kecil apabila volume kegiatan makin besar.

Pada dasarnya biaya tetap tidak berubah jumlahnya dalam jangka waktu tertentu,

namun dalam jangka panjang biaya ini akan berubah. Biaya tetap akan tetap

jumlahnya pada tingkat kapasitas tertentu, apabila tingkat kapasitas kegiatan yang

ditetapkan tidak mencukupi lagi maka biaya tetap akan berubah jumlahnya. Sebagai

contoh, biaya tetap sebuah gedung pertemuan milik pemerintah adalah sebesar Rp10

juta per tahun.Besarnya biaya tetap tersebut untuk asumsi gedung digunakan sebanyak

100 kali pertemuan dalam setahun, jika lebih dari itu maka biaya tetapnya meningkat

menjadi Rp12 juta.Kapasitas maksimal penggunaan gedung untuk pertemuan adalah

sebanyak 180 pertemuan dalam satu tahun. Biaya tetap total dan biaya tetap per unit

dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

45

Gambar7.2Grafik Biaya Tetap Total

Rp

12.000.000

10.000.000

0

100 180 Volume kegiatan

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa biaya tetap sampai dengan

kegiatan 100 kali pertemuan maka jumlah biaya tetap totalnya adalah sama yaitu

Rp10.000.000. Biaya ini akan naik apabila kapasitas melebihi 100 kegiatan. Kegiatan

antara 0 sampai dengan 100 disebut kisaran (range) volume kegiatan. Pada kisaran

tersebut jumlah biaya tetap totalnya akan tetap sama. Besar kecilnya kisaran ini

didasarkan pada kapasitas gedung, peralatan, waktu dan sebagainya.

Biaya tetap yang jumlah totalnya tidak berubah pada jenjang tertentu

mempunyai grafik biaya per unit sebagai berikut:

Gambar7.3Grafik Biaya Tetap Per Unit

Rp

250.000

200.000

100.000

40 50 100 Volume

Pada saat volumenya mencapai 40 kegiatan, biaya tetap per unit Rp250.000

(Rp10.000.000 : 40). Pada saat 50 kegiatan, biaya tetap per unit Rp200.000, clan

pada saat 100 kegiatan maka biaya tetap per unitnya Rp100.000. Jadi semakin besar

volume kegiatan semakin kecil biaya tetap per unit.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

46

Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang per-unitnya tetap, tidak dipengaruhi oleh perubahan

kegiatan operasi tetapi jumlah totalnya bervariasi atau berubah-ubah secara

proporsional dengan volume kegiatan; apabila kegiatan bertambah maka biaya

totalnya ikut bertambah dalam persentase yang sama dengan penambahan kegiatan,

sebaliknya apabila kegiatan berkurang maka jumlah biaya akan berkurang sebesar

persentase turunnya kegiatan.

Secara umum, biaya variabel memiliki sifat:

1. jumlah total berubah proporsional dengan perubahan kegiatan,

2. per unit tidak dipengaruhi oleh kegiatan.

Contoh biaya variabel: biaya bahan/material; biaya honorarium dan upah tenaga

kerja/pegawai langsung; dan biaya barang dan jasa. Biaya variabel jumlah totalnya

bertambah sebanding dengan perubahan kegiatan namun biaya variabel per unitnya

tidak berubah walaupun volume kegiatannya berubah.

Biaya Semi Variabel

Dalam beberapa kasus, terdapat perilaku biaya yang pada keadaan tertentu memenuhi

sifat sebagai biaya tetap, tetapi pada keadaan yang lain berperilaku seperti biaya

variabel. Biaya jenis ini tidak murni variabel dan tidak murni tetap, sehingga sering

disebut biaya semi variabel.

Biaya Total

Berdasarkan klasifikasi biaya berdasarkan perilakunya, maka biaya total suatu

aktivitas, program, fungsi, atau organisasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BIAYA TOTAL = BIAYA TETAP + BIAYA VARIABEL

3. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Hubungannya dengan Aktivitas

Jika dilihat dari hubungan biaya dengan suatu aktivitas, maka biaya dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya Langsung (Direct Cost), yaitu biaya yang langsung terkait dengan

kegiatan. Artinya suatu kegiatan tidak akan terlaksana tanpa biaya tersebut. Biaya

langsung meliputi:

Biaya Tenaga Kerja Langsung, yaim tenaga kerja (personil) yang terlibat

langsung dengan pelaksanaan kegiatan. Belanja tenaga kerja langsung ini

perilaku biayanya bersifat variabel, yakni jumlahnya berfluktuasi mengikuti

volume kegiatan. Termasuk dalam biaya tenaga kerja langsung adalah: 1)

honorarium dan upah, 2) lembur, dan 3) biaya personil lainnya, misalnya

asuransi kesehatan dan asuransi jiwa. Manajer Keuangan Publik bertanggung

jawab untuk menentukan tarif honorarium dan upah yang wajar, tarif lembur,

Berta biaya yang terkait dengan tenaga kerja langsung lainnya yang nanti

dituangkan dalam standar tarif tenaga kerja langsung.

Biaya Barang dan Jasa, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian

barang atau jasa yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan. Biaya barang dan

jasa ini, meliputi: 1) biaya alas tulis kantor, 2) biaya bahan/material, 3) biaya

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

47

sewa gedung, kendaraan, dan peralatan, 4) biaya perjalanan, 5) biaya cetak dan

penggandaan, 6) biaya kontrak hukum (notaris).

Belanja Modal, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang-barang

modal yang digunakan dalam pelaksaan kegiatan, antara lain pembelian

tanah, gedung, mesin dan kendaraan, peralatan, instalasi dan jaringan,

furniture, software, dan sebagainya.

2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost), yaitu biaya yang tidak terkait secara

langsung dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan. Kaitan biaya ini dengan

kegiatan bersifat tidak langsung, artinya suatu kegiatan masih dapat berjalan

meskipun biaya tidak langsung tersebut tidak dikeluarkan. Namun secara

keseluruhan biaya tidak langsung ini juga memiliki andil untuk ikut memperlancar dan

menyukseskan kegiatan, hanya Baja seandainya biaya tidak langsung tersebut tidak

dikeluarkan, tidak akan menggagalkan pelaksanaan kegiatan. Termasuk dalam biaya

tidak langsung antara lain:

Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

Biaya Pendidikan, Pelatihan, dan Pindah Tugas Pegawai

Biaya Riset dan Pengembangan

Biaya Administrasi dan Umum

Biaya Penyusutan

Pengklasifikasian biaya langsung dan tidak langsung ini digunakan dalam sistem

penganggaran pemerintah baik pusat maupun daerah, yaitu sejak penerapan PP No.

105 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59

Tahun 2007 sebagai revisi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah.

4. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Pengambilan

Keputusan Jika dilihat dari pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan, biaya

dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. Biaya Tertanam (Sunk Cost), yaitu biaya-biaya yang sudah dikeluarkan

sehingga apapun keputusan yang dibuat saat ini tidak dapat mempengaruhi biaya

yang sudah dikeluarkan karena biaya tersebut sudah terjadi dan tidak mungkin

dikembalikan lagi. Termasuk dalam kategori biaya tertanam adalah biaya-biaya

historis (historical costs).

2. Biaya Relevan (Relevan Cost), yaitu biaya-biaya yang masih akan dikeluarkan

sehingga jadi tidaknya biaya tersebut dikeluarkan sangat tergantung pada

keputusan yang dibuat. Seluruh biaya yang masih dianggarkan (budgeted cost)

dapat dikategorikan sebagai biaya relevan.

3. Biaya Oportunitas (Opportunity Cost), merupakan suatu bentuk pendapatan yang

dikorbankan sehingga seolah-olah muncul biaya atas kesempatan yang

dikorbankan itu. Meskipun biaya ini tidak riil tetapi sangat penting untuk

pertimbangan pembuatan keputusan karena menyangkut alokasi biaya yang paling

efisien dan efektif.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

48

5. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Pengendalian

Manajemen

Biaya juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan manajemen untuk

mengendalikan biaya.Jika dilihat dari pengaruhnya terhadap kemampuan manajemen

dalam pengendalian, biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya Terkendali (controllable cost), yaitu biaya yang dapat dikendalikan

oleh manajemen melalui kebijakan yang ditetapkan.Biaya terkendali ini juga

sering disebut biaya kebijakan (discretionary costlexpense) karena besar-kecilnya

biaya sangat dipengaruhi oleh kebijakan manajemen. Biaya terkendali ini antara

lain:

a. biaya perjalanan dings;

b. biaya promosi dan pemasaran;

c. biaya tamu;

d. biaya makan dan minuet;

e. biaya komunikasi.

Untuk mengendalikan jenis biaya terkendali, yang harus dilakukan oleh manajer

publik adalah menerapkan anggaran ketat (hard budget atau tight budget), yaitu

melakukan efisiensi dan penghematan secara ketat.

2. Biaya Tidak Terkendali (uncontrollable cost), yaitu biaya yang tidak di

bawah kendali manajemen.Biaya tidak terkendali ini juga sering disebut biaya

teknik (engineered costlexpense) karena sifatnya yang relatif pasti atau tertentu.

Termasuk biaya teknik adalah:

a. biaya-biaya yang masuk dalam kategori biaya tetap;

b. biaya produksi;

c. biaya tenaga kerja langsung.

Untuk menghemat biaya tidak terkendali ini, yang harus dilakukan oleh manajer

publik adalah membuat Standar biaya (standard cost) yang baik. Oleh karena itu,

pembuatan Analisis Standar Belanja (ASB), Standar Satuan Harga (SSH), dan

penetapan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) atau Owner Estimate sangat penting

dalam rangka menghemat biaya tidak terkendali ini.

6. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Masa Manfaat

Jika dilihat dari masa manfaatnya, biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya Operasi (Operation Cost), yaitu biaya yang masa manfaat

pengeluaran biaya tersebut kurang dari satu tahun anggaran. Biaya operasi

merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari atau yang

bersifat rutin. Biaya operasi antara lain meliputi:

a. biaya Pegawai;

b. biaya Administrasi dan Umum;

c. biaya Pemasaran;

d. biaya Bunga;

e. biaya Subsidi;

f. biaya Hibah dan Bantuan Sosial;

g. biaya Bantuan Keuangan (transfer).

2. Biaya Modal (Capital/Investment Cost), yaitu biaya yang masa

manfaatnya lebih dari satu tahun.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

49

Pengklasifikasian belanja ke dalam Belanja Operasi dan Belanja Modal

diterapkan dalam PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan.Dalam PP No. 24 Tahun 2005 tersebutdijelaskan bahwa belanja

diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi.Klasifikasi

ekonomi yaitu pengelompokan belanja berdasarkan jenis belanja untuk melaksanakan

suatu aktivitas yang dikelompokkan menjadi Belanja Operasi, Belanja Modal, dan

Belanja Lain-lain/Tak Terduga.Belanja Operasi meliputi Belanja Pegawai, Belanja

Barang, Bunga, Subsidi, Hibah, dan Bantuan Sosial. Belanja Modal meliputi Belanja

Aset Tetap dan Belanja Aset Lainnya, sedangkan Belanja Tidak Terduga antara lain

belanja untuk penanggulangan bencana alam, bencana sosial, clan pengetuaran tidak

terduga lainnya.

1. Terdapat tiga istilah yang semuanya menunjukkan pengeluaran anggaran, yaim

biaya, belanja, dan pengeluaran. Manajer keuangan publik perlu memiliki

pemahaman yang mendalam tentang konsep biaya agar dapat membuat keputusan

anggaran secara tepat.

2. Untuk bisa memahami lebih dalam tentang konsep biaya, maka perlu dipahami

tentang objek biaya (cost object), perunutan biaya (cost tracing), alokasi biaya

(cost allocation), dan akumulasi biaya (cost accumulation).

3. Biaya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu berdasarkan waktu

terjadinya biaya, berdasarkan reaksinya terhadap perubahan tingkat aktivitas,

berdasarkan hubungannya dengan aktivitas, berdasarkan pengaruhnya terhadap

pembuatan keputusan, berdasarkan pengaruhnya terhadap pengendalian

manajemen, dan berdasarkan masa manfaat biaya.

4. Klasifikasi biaya berdasarkan waktu terjadinya biaya dapat dibagi menjadi tiga,

yaim biaya historis (historical cost), biaya sekarang (current cost), dan biaya

dianggarkan (budgeted cost).

5. Klasifikasi biaya berdasarkan reaksinya terhadap perubahan tingkat aktivitas dapat

dibagi menjadi tiga, yaitu biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost),

dan biaya campuran (mixed cost).

6. Klasifikasi biaya berdasarkan hubungannya dengan aktivitas terdiri atas dua, yaitu

biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).

7. Klasifikasi biaya berdasarkan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan

terdiri atas biaya tertanam (sunk cost), biaya relevan (relevant cost), dan biaya

oportunitas (opportunity cost).

8. Klasifikasi biaya berdasarkan pengaruhnya terhadap pengendalian manajemen

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biaya terkendali (controllable cost) dan biaya

tidak terkendali (uncontrollable cost).

9. Klasifikasi biaya berdasarkan masa manfaat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

biaya operasi (operation cost) dan biaya modal (capital/investment cost).

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

50

1. Jelaskan perbedaan biaya, belanja, dan pengeluaran dalam manajemen keuangan

daerah.

2. Jelaskan manfaat pemahaman konsep biaya bagi manajer keuangan publik.

3. Jelaskan maksud konsep "different cost for different purpose" dan implikasinya

terhadap manajemen biaya sektor publik.

4. Lakukan analisis struktur biaya di suatu pemerintah daerah khususnya yang terkait

dengan biaya untuk memproduksi pelayanan publik tertentu. Kemudian berikan

evaluasi Anda tentang teknik penghitungan biaya yang dilakukan pemda dan

berikan saran Anda untuk perbaikan.

5. Lakukan analisis struktur biaya di suatu perusahaan milik pemerintah (misal:

PDAM, PLN, dsb.), kemudian berikan evaluasi Anda tentang struktur biaya

perusahaan apakah sudah menunjukkan adanya efisiensi biaya.

6. Jelaskan konsep Activity Based Costing (ABC) dan bagaimanakah kemungkinan

aplikasinya di sektor publik.

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

51

BAB IX

STANDAR BELANJA

Salah satu fungsi APBD adalah sebagai alat perencanaan bagi eksekutif untuk

mengendalikan belanja. Pengendalian belanja ini salah satu instrumennya adalah

melalui penetapan standar biaya yang dalam hal ini mencakup dua hal yaitu biaya

standar per unit input dan biaya standar per kegiatan. Dalam sistem anggaran

kinerja yang diterapkan pada era otonomi sekarang ini, biaya standar per unit input

disebut Standar Satuan Harga (SSH) dan biaya standar per kegiatan disebut Analisis

Standar Belanja (ASB). Penetapan biaya standar atau standar belanja ini sangat

penting kaitannya untuk pengendalian APBD dari aspek pengeluaran. Biaya standar

atau standar belanja harus disusun sedemikian rupa sehingga bisa digunakan sebagai

tolok ukur apakah pengeluaran anggaran sudah sesuai dengan yang distandarkan

sebelumnya atau tidak. Apabila realisasi belanja berbeda dengan anggaran belanja

maka harus diteliti lebih lanjut apa penyebab terjadinya perbedaan tersebut.

9.1. Biaya Standar (Standard Cost)

Biaya standar adalah pengukuran dari elemen-elemen biaya yang seharusnya

terjadi untuk melakukan suatu kegiatan atau membuat satu unit produk.Standar

mempunyai arti patokan, acuan, pedoman, benchmark, atau tolok ukur.Dengan

demikian biaya standar dapat diartikan sebagai patokan atau acuan biaya yang

ditentukan di tahap perencanaan untuk mengukur pelaksanaan (implementasi) biaya

sesungguhnya.Biaya standar harus disusun secara cermat dengan memperhitungkan

semua faktor yang mempengaruhi penyusunan biaya standar, baik faktor internal

maupun eksternal.Penyusunan biaya standar tidak harus sangat ketat namun juga

jangan terlalu longgar.Penyusunan biaya standar yang terlalu ketat dapat mengurangi

fleksibilitas anggaran pada saat implementasi apabila terjadi perubahan signifikan

terkait dengan perubahan lingkungan makro dan asumsi anggaran.Selain itu, biaya

standar yang terlalu ketat berpotensi menurunkan motivasi pegawai untuk mencapai

target anggaran.Namun sebaliknya, biaya standar yang terlalu longgar juga kurang

sesuai dengan tujuanefisiensi anggaran dan mendorong terjadinya moral hazard

pegawai untukmemboroskan anggaran.

Manfaat Biaya Standar

Manfaat dari penetapan biaya standar adalah sebagai berikut:

1. sebagai alat perencanaan anggaran

2. sebagai alat pengawasan pelaksanaan anggaran

3. sebagai alat pengukuran kinerja

1. Biaya Standar sebagai Alat Perencanaan Anggaran

Biaya standar memiliki peran penting dalam perencanaan anggaran, yaitu

sebagai pedoman bagi setiap Satuan kerja untuk mengisi Rencana Kerja dan

Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKASKPD), terutama RKA-SKPD

2.1 dan RKA-SKPD 2.2.1. RKA-SKPD 2.1 adalah Rincian Anggaran Belanja

Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah, sedangkan RKA-SKPD 2.2.1

adalah Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

52

Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Biaya standar selain sebagai pedoman bagi SKPD juga digunakan oleh Tim

Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi RKA-SKPD yang

diajukan oleh masing-masing SKPD.Tim Anggaran Pemerintah Daerah

berkepentingan untuk memastikan bahwa penyusunan RKA-SKPD sudah

menggunakan biaya standar yang dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala

Daerah tentang Standar Satuan Harga sehingga anggaran yang disusun ekonomis

dan efisien.

2. Biaya Standar sebagai Alat Pengawasan Pelaksanaan Anggaran

Biaya standar juga dapat digunakan sebagai alat pengawasan pelaksanaan

anggaran, yaitu untuk memastikan memastikan bahwa pelaksanaan anggaran telah

sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Auditor berkepentingan untuk memeriksa

apakah entitas yang diaudit telah melaksanakan anggaran sesuai dengan biaya

standar yang telah ditetapkan, apakah terjadi penyimpangan atau mark upbiaya.

3. Biaya Standar sebagai Alat Pengukuran Kinerja

Biaya standar dapat digunakan sebagai alas untuk pengukuran kinerja,

yaitu dengan caramembandingkan biaya standar yang dianggarkan dengan

realisasinya atau lebih populer disebut analisis varians. Secara umum, dalam

arti tidak terdapat kejadian yang luar biasa, jika realisasi biaya ternyata lebih

rendah dibandingkan biaya yang dianggarkan maka kinerjanya dinilai baik karena

berarti mampu melakukan efisiensi.Sebaliknya jika realisasi biaya lebih tinggi dari

biaya yang dianggarkan maka kinerjanya dinilai kurang baik karena dimungkinkan

terjadi pemborosan anggaran.Setidak-tidaknya setiap SKPD harus berupaya agar

realisasi biaya tidak melampaui biaya standar yang ditetapkan dalam anggaran.

Jenis Biaya Standar

Beberapa jenis biaya standar yang dapat digunakan dalam menyusun APED

adalah sebagai berikut:

a. Standar Satuan Harga (SSH), yaitu biaya standar per unit input. Standar Satuan

Harga digunakan sebagai biaya standar dalam penyusunan dan pelaksanaan

anggaran. SSH dapat digunakan untuk penetapan biaya standar pada:

belanja sewa peralatan, kendaraan, dan gedung

belanja bahan pakai habis

belanja gaji, honorarium, upah, uang lembur, dan tunjangan

belanja bahan/material

belanja cetak dan penggandaan

belanja a makan dan minuet

belanja perjalanan dinar

belanja pakaian seragam kerja

belanja beasiswa pendidikan PNS

Untuk penentuan Standar Satuan Harga dapat digunakan beberapa metode, antara

lain survei harga pasar, studi banding, wawancara, browsing via Internet, dan

sebagainya. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan harga nanti

pada saat implementasi anggaran perlu juga ditambahkan faktor penyesuaian dari

harga paling ekonomis yang diperoleh.

b. Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu biaya standar untuk setiap jenis kegiatan,

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

53

misalnya biaya standar penyelenggaraan kegiatan workshop, sosialisasi,

bimbingan teknis, penyusunan laporan keuangan, penyediaan atau pengadaan

barang dan jasa, dan sebagainya. ASB digunakan sebagai landasan penyusunan

dan pelaksanaan anggaran suatu kegiatan.Tujuan ASB tersebut adalah untuk

menentukan kewajaran belanja suatu kegiatan. ASB dihitung dengan cara

mengalikan standar volume per rincian objek belanja suatu kegiatan dengan

Standar Satuan Harga yang ditetapkan. Untuk menyusun ASB suatu kegiatan,

beberapa hal harus diidentifikasi yaitu: 1) apa raja kebutuhan belanja kegiatan, 2)

tahapan pelaksanaan kegiatan, dan 3) target kinerja kegiatan. Hal paling utama

dalam penyusunan ASB ini adalah ketepatan dalam melakukan estimasi volume

kegiatan yang wajar. Standar volume ini sangat terkait dengan target kinerja

yang ditetapkan. Jika target kinerja suatu kegiatan dinaikkan maka standar

volume juga akan naik. Demikian juga sebaliknya, jika target kinerja diturunkan

maka standar volume juga akan turun. Oleh karena itu, biasanya dibuat suatu

kisaran standar volume minimal dan maksimal.Standar volume tersebut kemudian

dikalikan dengan Standar Satuan Harga.Hasil totalnya merupakan ASB kegiatan

bersangkutan. Adapun metode penyusunan ASB hingga saat buku ini ditulis

belum ada pedoman baku dari pemerintah pusat. Daerah dipersilakan menyusun

ASB apapun pendekatannya yang penting dapat digunakan untuk mengevaluasi

kewajaran belanja suatu kegiatan.

c. Biaya/Tarif Standar Nasional, yaitu biaya standar yang sudah ditetapkan oleh

pemerintah pusat melalui peraturan perundangan yang harus diikuti daerah,

misalnya standar gaji dan tunjangan PNS, belanja perjalanan dings luar daerah

atau luar negeri, standar harga satuan bangunan gedung negara, standar harga

satuan bangunan jalan clan jembatan, dan sebagainya.

d. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate (OE), yaitu perkiraan

biaya atau harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan atas kegiatan

pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintahan. HPS memberikan beberapa

manfaat bagi pemerintah daerah, yaitu

sebagai dasar untuk menilai kewajaran harga penawaran yang disampaikan

pihak penyedia;

sebagai dasar bagi penetapan nilai nominal jaminan penawaran;

sebagai patokan dalam hal seluruh penawaran di atas pagu anggaran;

sebagai alat untuk menghindari korupsi dalam pengadaan barang dan jasa;

sebagai bahan perhitungan penyesuaian harga;

sebagai acuan dalam negosiasi harga pada proses penunjukan langsung atas

pengadaan jasa konsultansi.

Cara membuat HPS dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut

1. Menentukan secara jelas jenis pekerjaan yang akan dibuat OE/HPS.

2. Menetapkan asumsi-asumsi.

3. Mengumpulkan data dan informasi terkait dengan:

a. DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD)

b. Analisis harga satuan (Rencana Anggaran Biaya/RAB) bersangkutan

sewaktu pengajuan anggaran

c. Harga satuan dasar upah setempat

d. Harga satuan dasar bahan dan sewa alat setempat

e. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh pemerintah

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

54

daerah, asosiasi terkait, pabrikan, dan dari instansi berwenang serta sumber

data yang dapat dipertanggungjawabkan

f. Daftar biaya/tarif barang/jasa yang ditetapkan Pemerintah

g. Survei kondisi lapangan

h. Harga satuan paket kontrak sejenis sebelumnya yang sedang

berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya

i. Perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/Engineers Estimate (EE)

j. Harga Satuan kontrak terdekat

k. Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti:

Harga Satuan Umum dan Harga Satuan Jasa Konsultansi yang

dikeluarkan Departemen Keuangan;

Harga Satuan Pokok Kegiatan di tingkat pusat yan

g diterbitkan

Departemen terkait;

Harga Satuan Pokok Kegiatan di tingkat provinsi/kabupaten/kota yang

diterbitkan pemda propinsi/kabupaten/kota;

Harga Satuan Bangunan Gedung Negara oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota.

9.2. Biaya Standar dan Anggaran

Biaya standar dan anggaran merupakan dua hal yang saling terkait. Biaya standar

digunakan untuk menentukan biaya per unit, sedangkan anggaran digunakan untuk

menentukan seluruh belanja yang akan terjadi selama satu periode tertentu. Dengan

demikian biaya standar merupakan salah satu rincian dari anggaran. Oleh karena

itu, idealnya biaya standar baik berupa SSH, ASB, atau biaya standar dari pusat

harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai pedoman untuk penyusunan anggaran.Tanpa

adanya biaya standar tersebut penyusunan anggaran kurang mencerminkan prinsip

value for money (ekonomis, efisien, dan efektif), dan bisa terjebak pada praktik mark

up anggaran.

Selisih (Varians)

Perbedaan antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya disebut selisih

(varians).Terdapat dua jenis selisih anggaran, yaitu selisih menguntungkan (favorable

variance) dan selisih merugikan (unfavorable variance).Selisih menguntungkan

terjadi apabila biaya sesungguhnya lebih rendah daripada biaya standar, sedangkan

selisih merugikan apabila biaya sesungguhnya lebih besar daripada biaya standar.

Terjadinya selisih antarabiaya standar dengan biaya sesungguhnya harus dievaluasi

kaitannya dengan faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya selisih tersebut dan

apakah selisih tersebut signifikan ataukah dapat ditoleransi. Terjadinya selisih belanja

bisa disebabkan karena adanya selisih harga ataupun selisih volume (kuantitas).

Ada beberapa selisih yang terjadi pada unsur belanja dan sebab-sebab terjadinya.

a. Selisih pada belanja tidak langsung, meliputi:

selisih belanja pegawai

selisih belanja bunga

selisih belanja subsidi

selisih belanja bantuan social

selisih belanja bantuan keuangan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

55

selisih belanja tidak terduga

b. Selisih pada belanja langsung, meliputi:

selisih belanja pegawai

selisih belanja barang

selisih belanja modal

Penyesuaian Biaya Standar

Idealnya penyusunan biaya standar sudah didasarkan pada perhitungan dan

estimasi-estimasi yang tepat, realistis, dan rasional dengan memperhitungkan

semua faktor yang mempengaruhi seperti kenaikan harga-harga barang, tarif upah

dan biaya-biaya lain di masa yang akan datang. Dalam menyusun perkiraan biaya

perlu terlebih dahulu dilakukan pengkajian atas biaya masa lalu sebagai pertimbangan,

serta memperhitungkan dan memperkirakan hal-hal yang akan atau mungkin terjadi

di masa depan. Namun demikian, walaupun sudah diupayakan secara maksimal, tetapi

apabila dalam implementasi anggaran ternyata biaya standar yang ditetapkan kurang

tepat, maka biaya standar perlu diperbaiki atau disesuaikan. Tetapi perlu diperhatikan

bahwa sebisa mungkin jangan terlalu wring mengadakan penyesuaian pada biaya

standar. Penyesuaian dapat dilakukan ketika akan dilakukan penyusunan anggaran

perubahan. Sekali lagi.sebelum diadakan penyesuaian sebaiknya diadakan

penyelidikan apakah standarnya yang kurang tepat ataukah pelaksanaannya yang

kurang baik. Jika masalahnya bukan pada standarnya, tetapi pada pelaksanaannya maka

tidak perlu dilakukan perubahan biaya standar.

1. Standar biaya merupakan instrumen penting untuk perencanaan dan pengendalian

belanja serta evaluasi kinerja. Pemerintah daerah perlu membuat standar biaya

yang mencakup dua hal yaitu biaya standar per unit input dan biaya standar per

kegiatan.

2. Terdapat beberapa jenis biaya standar yang terdapat di pemerintah daerah, antara

lain Standar Satuan Harga (SSH), Analisis Standar Belanja (ASB), Biaya/Tarif

Standar Nasional, dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate

(OE).

3. Pada tahap pengukuran kinerja dan evaluasi kinerja anggaran, pemerintah perlu

membandingkan antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya untuk

mengetahui ada tidaknya selisih (varians) anggaran. Terdapat dua jenis selisih

anggaran, yaitu selisih menguntungkan (favorable variance) dan selisih merugikan

(unfavorable variance). Analisis varians tersebut penting untuk menentukan

tindakan manajemen pemerintah daerah yang harus dilakukan.

4. Biaya standar perlu diperbaiki atau disesuaikan dengan perubahan-perubahan

yang terjadi. Namun sebisa mungkin pemerintah daerah tidak terlalu wring

mengadakan penyesuaian pada biaya standar. Penyesuaian dapat dilakukan

ketika akan dilakukan penyusunan anggaran perubahan. Sebelum diadakan

penyesuaian sebaiknya diadakan penyelidikan apakah standarnya yang kurang

tepat ataukah pelaksanaannya yang kurang baik.

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

56

1. Jelaskan manfaat dan tujuan pembuatan standar biaya.

2. Jelaskan teknik-teknik atau metode dalam penyusunan Standar Satuan Harga

(SSH) yang dapat dilakukan pemerintah daerah agar diperoleh biaya standar

yang benar-benar ekonomis dan rasional.

3. Buatlah Analisis Standar Belanja (ASB) suatu kegiatan di pemerintah daerah.

4. Jelaskan tujuan dan manfaat analisis varians anggaran.

5. Buatlah perhitungan HPS untuk suatu kegiatan pengadaan barang/jasa yang akan

ditenderkan.

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

57

BAB X

MANAJEMEN KAS DAN ANGGARAN KAS

Salah satu faktor kunci keberhasilan pengelolaan keuangan daerah adalah

kemampuan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum

Daerah (BUD) dalam mengelola kas daerah. BUD selaku fund manager dan

investment manager perlu memiliki mekanisme manajemen kas yang balk sehingga

dapat mengoptimalkan kas daerah yang ada. Manajemen kas terkait dengan keputusan:

1) bagaimana memanfaatkan kas yang masih menganggur atau belum akan dipakai

hingga waktu tertentu, 2) instrumen investasi apa yang dapat dipilih, 3) bagaimana

menentukan portofolio investasi yang optimal, 4) jika memang diperlukan kapan

harus mengadakan utang, berapa jumlah dan jangka waktunya, dan 5) kapan harus

melakukan pengeluaran dan berapa besarnya. Pokok perhatian manajemen kas

adalah bagaimana memperoleh penerimaan dana kas daerah secepat mungkin,

mengeluarkan dana untuk membayarkan pengeluaran daerah seefisien mungkin, dan

memanfaatkan seefektif mungkin dana kas daerah yang belum akan digunakan.

Untuk membantu manajer keuangan publik dalam mengoptimalkan manajemen

kas daerah, diperlukan instrumen pendukung berapa anggaran kas (cash budget) yang

bertujuan untuk perencanaan dan pengendalian kas daerah.Bab ini secara spesifik

membahas prinsip-prinsip manajemen kas daerah dan teknik penyusunan anggaran kas

dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan kas daerah.

10.1. Tujuan Manajemen Kas

Terdapat tiga tujuan utama dalam manajemen kas, yaitu:

1. keamanan kas,

2. menjaga likuiditas keuangan,

3. memperoleh keuntungan investasi.

Manajemen kas bertujuan untuk menjaga keamanan kas dalam arti melindungi

kas dari kehilangan yang diakibatkan oleh keputusan manajemen yang buruk atau

karena tindak korupsi dalam praktik pengumpulan, pengeluaran, dan pemanfaatan

kas.Tujuan kedua adalah menjaga likuiditas keuangan, yaitu menjaga jumlah kas yang

memadai dan mencukupi untuk memenuhi kewajiban finansial, seperti membayarkan

kembali utang jangka pendek yang jatuh tempo, membayar kewajiban kepada pihak

ketiga, membiayai kegiatan yang sudah dianggarkan, dan membayar belanja

rutin.Manajemen kas juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari pemanfaatan

kas dalam investasi jangka pendek.

Seringkah antara tujuan menjaga likuiditas dan memperoleh keuntungan investasi

bersifat kontradiktif.Likuiditas yang tinggi membutuhkan ketersediaan kas yang lebih

besar.Namun kondisi keuangan yang mengalami likuiditas tinggi bisa berarti

mengorbankan kesempatan memperoleh keuntungan investasi, sebab kas yang

terlalu banyak tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk investasi sehingga

menghasilkan keuntungan.Sebaliknya, menginvestasikan kas yang terlalu besar dalam

instrumen investasi jangka pendek juga berarti menurunkan likuiditas.Tantangan

terbesar yang dihadapi oleh manajer keuangan sektor publik adalah bagaimana

menentukan jumlah kas yang paling optimal, yaitu menentukan jumlah kas di tangan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

58

yang mencukupi untuk mendanai kegiatan operasional dan menginvestasikan kas yang

masih menganggur.

10.2. Siklus Manajemen Kas Daerah

Siklus manajemen kas daerah merupakan tahap-tahap, proses, atau kegiatan yang

terkait dengan perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan kas daerah. Siklus manajemen

kas meliputi:

1. pengumpulan pendapatan,

2. pengeluaran belanja,

3. penerimaan pembiayaan,

4. pengeluaran pembiayaan.

Pengumpulan Pendapatan

Salah satu tugas pemerintah daerah adalah melakukan pengumpulan pendapatan.

Pemerintah mengumpulkan pendapatan daerah dari berbagai sumber, yaitu dari

Pendapatan Asli Daerah, danaperimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pada

prinsipnya pendapatan harus diperoleh sesegera mungkin dan setelah diperoleh segera

disetor ke rekening kas umum daerah.Dalam hal perolehan pendapatan, pemerintah

daerah harus berprinsip bahwa lebih baik diterima sekarang daripada diterima

kemudian hari. Prinsip menerima uang sekarang lebih baik daripada menerima besok

adalah sesuai dengan konsep nilai waktu uang (time value of money), yang berarti

nilai uang akan menurun karena faktor waktu, misalnya inflasi. Berdasarkan konsep

nilai waktu uang maka uang Rpl.000.000 hari ini lebih tinggi nilainya daripada

Rpl.000.000 esok hari.

Pada saat ini, pengelolaan keuangan daerah menggunakan konsep UYHD (Uang

Yang Harus Dipertanggungjawabkan), sebelumnya menggunakan konsep UUDP

(Uang Untuk Dipertanggungjawabkan). Saat menggunakan UUDP, unit kerja dapat

mengajukan dana terlebih dahulu untuk melaksanakan suatu kegiatan atau program,

yang dikenal dengan uang panjar. Kemudian setelah kegiatan tersebut selesai baru

dibuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut. Sebaliknya

dengan sistem UYHD, suatu kegiatan harus dilaksanakan terlebih dahulu dan unit

kerja harus membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan baru

kemudian dapat meminta pencairan anggaran.Sederhananya dengan sistem UUDP

berarti menerima uangnya terlebih dahulu baru bekerja, sedangkan dengan UYHD

bekerja dulu baru mendapatkan uangnya.

Dengan penggunaan konsep UYHD tersebut konsekuensinya adalah pemerintah

daerah harus memiliki kas yang mencukupi di awal periode anggaran agar proses

pelaksanaan pemerintahan dan program kerja tidak terganggu. Ketersediaan kas di

awal periode anggaran tersebut dimaksudkan sebagai modal awal (working

capital) bagi pemerintah daerah, misalnya untuk memberikan danatalangan,

membiayai persediaan, piutang, dan sebagainya. Idealnya pemerintah daerah di awal

anggaran memiliki kas setidaknya sebesar 25% dari total penerimaan yang

dianggarkan untuk membiayai kegiatan di triwulan pertama. Untuk itu prinsip

"terima cepat" atas pendapatan daerah juga sejalan dengan implementasi sistem

UYHD.

Untuk kepentingan manajemen kas, pemerintah daerah harus menciptakan

sistem koleksi pendapatan daerah yang mudah dan sederhana bagi masyarakat

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

59

sehingga memungkinkan pendapatan dapat segera diterima sehingga ketersediaan dana

aman dan mencukupi. Sistem koleksi pendapatan daerah harus didesain agar mampu

mempercepat perolehan dana, memberikan keamanan kas dari kehilangan, pencurian,

dan penurunan nilai, Berta biaya koleksi dan penyimpanan kas yang efisien.

Sistem Koleksi Pendapatan

Sistem koleksi pendapatan bervariasi antara pemerintah daerah satu dengan yang

lain. Beberapa pemerintah daerah memilih kebijakan sentralisasi dalam sistem

pemungutan pendapatan yaitu dengan cara membuat satu unit kerja khusus

(misalnya Dinas Pendapatan Daerah) yang bertugas untuk memungut pendapatan.

Ada juga pemerintah daerah yang mengambil kebijakan menyatuatapkan pengelolaan

penerimaan dan pengeluaran dengan cara melebur Dinas Pendapatan Daerah

dengan Bagian Keuangan (Badan Pengelola Keuangan Daerah). Setelah otonomi

daerah dan desentralisasi fiskal banyak pemerintah daerah yang menyatukan Dinas

Pendapatan Daerah dengan Bagian Keuangan/ BPKD sehingga tugas pemungutan

pendapatan daerah, khususnya pajak daerah, ditangani oleh Kantor Pelayanan Pajak

Daerah. Sementara itu untuk pemungutan retribusi daerah didesentralisasikan ke unit

kerja terkait.Dengan digabungkannya fungsi pengumpulan pendapatan dengan fungsi

alokasi anggaran, Bagian Keuangan/BPKD dapat mengendalikan pendapatan dan

pengeluaran daerah sekaligus.Hal ini tentunya lebih menguntungkan daerah karena

perencanaan dan pengendalian keuangan daerah dapat dilakukan secara lebih baik,

lebih mudah koordinasinya, serta lebih efisien.

Sebagai upaya memperbaiki sistem koleksi pendapatan yang mudah, murah, cepat,

dan aman beberapa pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga

keuangan di daerah untuk tempat pembayaran pajak. Sistem ini cukup efektif dan

mampu mempercepat proses pengumpulan pendapatan. Selain itu pemerintah daerah

juga diuntungkan yaitu membantu mengurangi beban kerja pegawai pemda,

pengendalian internal kas daerah menjadi lebih baik karena uang langsung masuk ke

rekening kas daerah tidak harus melewati petugas pemungut atau bendahara

penerimaan.Cara pembayaran pajak juga semakin dipermudah, misalnya dapat

dilakukan dengan kartu kredit, melalui ATM, melalui internet banking, atau SMS

banking.

Sistem Rekening Tunggal (Treasury Single Account)

Untuk menampung pendapatan yang diterima, pemerintah daerah perlu membatasi

jumlah rekening khusus penerimaan dan mewajibkan untuk menyetor seluruh

penerimaan yang diperoleh ke rekening kas umum daerah yang merupakan rekening

induk.Setiap penerimaan pendapatan baik yang diterima melalui bendahara

penerimaan, bendahara penerimaan pernbantu maupun lembaga keuangan yang

menjadi mitra pemerintah daerah harus disetor ke rekening kas umum daerah pada

hari itu juga.Kalaupun bendahara penerimaan memiliki rekening khusus penerimaan,

maka rekening ini harus bersifat Zero Balance Account (ZBA).Zero Balance Account

merupakan rekening bank yang berfungsi untuk penampungan sementara atas

pendapatan yang diterima. Rekening ini bersaldo nol karena setiap hari pendapatan

yang diterima pada hari itu seluruhnya akan ditransfer ke rekening kas umum daerah.

Rekening kas umum daerah merupakan pintu gerbang transaksi kas di pemda

baik penerimaan kas maupun pengeluaran kas.Prinsip rekening tunggal (treasury

single account) seperti halnya rekening kas umum daerah mensyaratkan setiap

pendapatan harus masuk melalui satu pintu dan ditampung dalam satu rekening

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

60

tunggal, barn kemudian bisa dikeluarkan melalui beberapa pintu. Memang dalam

beberapa kasus pemerintah dapat membuka beberapa rekening karena alasan tertentu,

misalnya untuk menampung dana cadangan, tanggap darurat bencana alam, dan

sebagainya. Tujuan pengkonsentrasian dana dan penggunaan rekening tunggal ini

adalah untuk memudahkan perencanaan dan pengendalian keuangan daerah,

mengurangi kebocoran pendapatan, serta untuk meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas. Di camping itu, sistem ini juga dapat membantu manajer keuangan

publik untuk melakukan manajemen kas.

Kerjasama Bank

Perlu diingat bahwa bank merupakan bagian integral dari aktivitas manajemen kas

pemerintah daerah.Oleh karena itu, komunikasi dan kerjasama yang baik dengan pihak

bank penting dilakukan dalam rangka optimalisasi manajemen kas.Setiap hari

bendahara umum daerah perlu memantau keadaan keuangan daerah, baik penerimaan,

pengeluaran, maupun saldo yang ada di bank. Dengan dukungan teknologi informasi,

pemerintah daerah dapat membangun sistem informasi kas bank yang terhubung

dengan sistem informasi yang dimiliki oleh bank tempat pemda menyimpan uang

sehingga setiap saat dapat dipantau keadaan kas di bank. Dalam memilih bank tempat

menyimpan kas daerah, pemerintah daerah harus mempertimbangkan:

jenis pelayanan yang diberikan kepada pemerintah daerah

produk yang dimiliki

biaya yang kompetitif

keuntungan yang ditawarkan kesehatan bank kepemilikan saham pemda pada bank tersebut

Waspada Terhadap Cek

Pemerintah daerah perlu waspada terhadap penerimaan dalam bentuk cek sebab bisa

jadi cek yang diterima merupakan cek kosong yang tidak cukup dananya, atau bisa

jadi cek tersebut hilang atau dicuri orang. Oleh karena An cek yang diterima

sebaiknya tidak disimpan terlalu lama namun segera dicairkan untuk memastikan

diperolehnya dana.

Pengeluaran Belanja

Untuk keperluan manajemen kas, bendahara umum daerah perlu menyusun skedul

pengeluaran yang akan dilakukan dalam satu periode anggaran. Pengeluaran belanja

tersebut meliputi belanja operasi, belanja modal, dan belanja transfer.Pengeluaran

belanja juga dapat diklasifikasikan berdasarkan belanja tidak langsung dan belanja

langsung sebagaimana ketentuan Permendagri No. 59 Tahun 2007.Kepentingan

manajemen kas terhadap pengeluaran belanja adalah untuk menjamin bahwa

kewajiban pemerintah uniuk membayar pengeluaran belanja dapat dipenuhi

secara tepat waktu, efisien, dan efektif. Selain itu, manajer keuangan publik juga

berkepentingan untuk mengetahui kebutuhan pengeluaran dana jangka pendek dan

menengah yang akan dikaitkan dengan likuiditas keuangan pemerintah daerah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun skedul pengeluaran belanja

ini adalah mengetahui:

1. kapan belanja dilakukan

2. berapa jumlah yang harus dikeluarkan

3. lama proses pencairan anggaran

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

61

Kapan Belanja Dilakukan

Untuk keperluan manajemen kas, manajer keuangan publik harus berkoordinasi

dengan bendahara pengeluaran dan pejabat penatausahaan keuangan di tingkat satuan

kerja perangkat daerah untuk menentukan kapan suatu pengeluaran akan dilakukan

dan berapa besarnya. Pada dasarnya setiap unit kerja diwajibkan untuk menyusun

anggaran kas yang di dalamnya berisi skedul pengeluaran yang akan dilakukan.

Penyusunan anggaran kas tersebut dasarnya adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) yang sudah disahkan yang di dalamnya

berisi rencana penarikan dana per triwulan. Karena DPA-SKPD barn berisi rencana

penarikan dana per triwulan, maka SKPD perlu membuat anggaran kas SKPD yang

lebih detil yang menginformasikan rencana pengeluaran setiap bulannya. Dari

informasi anggaran kas SKPD tersebut selanjutnya BUD dapat menyusun anggaran

kas pemda sehingga dapat dibuat skedul waktu kapan pendapatan akanditerima, kapan

belanja harus dilakukan, kapan melakukan investasi, kapan mengadakan pinjaman,

dan sebagainya.

Pembuatan skedul pengeluaran belanja ini juga penting bagi BUD selaku

manajer keuangan publik untuk mengurangi frekuensi pengeluaran cek dari

rekening kas umum daerah.Beberapa pemerintah daerah melakukan kebijakan

mengeluarkan cek sekali dalam seminggu atau bahkan sebulan sekali. Pengeluaran

cek dengan sistem batch ini dapat membantu BUD dalam mengatur arus kas pemda

secara lebih efektif, menghemat biaya transaksi bank, mengurangi jumlah persediaan

cek, dan mengurangi biaya meterai.

Proses Pencairan Anggaran

Pada prinsipnya manajemen kas bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas dalam pengeluaran belanja. Efisiensi dalam hal ini termasuk efisiensi

proses yang berarti kecepatan proses pencairan, sedangkan efektif dalam hal ini

adalah ketepatan waktu pengeluaran belanja. Proses pencairan anggaran biasanya

sudah diatur secara baku oleh peraturan perundangan, misalnya untuk saat ini adalah

Permendagri No. 59 Tabun 2007. Berdasarkan ketentuan dalam Permendagri 59/2007

proses pencairan anggaran dilakukan dengan cara mengajukan Surat Permintaan

Pembayaran (SPP). SPP terdiri atas empat jenis yaitu SPP Langsung (LS), SPP

Uang Persediaan (UP), SPP Ganti Uang (GU), dan SPP Tambahan Uang (TU).

Dasar pengajuan SPP adalah Surat Penyediaan Dana (SPD) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD).SPP LS diajukan

oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di masing-masing SKPD kepada

Bendahara Pengeluaran di SKPD, kemudian apabila sudah lengkap dan tidak ada yang

perlu diperbaiki dibuatkan Surat Perintah Membayar (SPM).SPM juga terdiri atas

empat jenis yaitu SPM LS, SPM UP, SPM GU, dan SPM TU.

SPP dan SPM kemudian akan diverifikasi oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan

Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) dan apabila sudah lengkap dan tidak

ada kesalahan maka akan dimintakan otorisasi ke Kepala Satuan Kerja Perangkat

Daerah selaku Pengguna Anggaran. Setelah mendapatkan otorisasi dari kepala SKPD,

kemudian SPP, SPM beserta dokumen pendukung dibawa ke BUD untuk

dimintakan dananya.Khusus untuk pengajuan GU, harus dilampiri dengan SPJ

penggunaan uang persediaan bulan sebelumnya. BUD selanjutnya akan meneliti

kelengkapan dan validitas dokumen dan apabila tidak ada permasalahan maka akan

dikeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). SP2D tersebut berfungsi sebagai

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

62

cek yang dapat dilakukan pencairannya di bank. Berdasarkan prosedur tersebut, maka

lama proses pencairan dana dari sejak pengajuan SPP hingga diterbitkannya SP2D

apabila lancar semuanya dapat dilakukan dalam tiga hari, sedangkan apabila perlu

revisi maka bisa mencapai satu. minggu. Selama anggaran SKPD belum diajukan

pencairannya, pemerintah daerah dapat memanfaatkannya untuk kepentingan

manajemen kas.

Gambar9.1Mekanisme Pengeluaran Kas di Tingkat SKPD

10.3. Anggaran Kas

Anggaran kas bertujuan untuk mengharmonisasikan pemasukan pendapatan daerah

di satu pihak dan kebutuhan-kebutuhan dana untuk belanja dan pembiayaan di pihak

lain.

Anggaran kas pada dasarnya meliputi dua bagian, yaitu: anggaran pendapatan dan

penerimaan pembiayaan serta anggaran belanja clan pengeluaran pembiayaan. Anggaran

pendapatan dan penerimaan pembiayaan memuat perkiraan realisasi pendapatan yang

diharapkan diterima untuk setiap bulan dan triwulan selama 1 (satu) tahun anggaran,

sedangkan anggaran belanja clan pengeluaran pembiayaan memuat perkiraan

kebutuhan, dana untuk belanja clan pengeluaran pembiayaan untuk setiap bulan dan

triwulan selama 1 (satu) tahun anggaran.

Ruang Lingkup Anggaran Kas di Pemerintah Daerah

Penyusunan anggaran kas di pemerintah daerah pada dasarnya meliputi dua

tingkatan, yaitu:

(1) Anggaran kas satuan kerja perangkat daerah

Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD berkewajiban menyusun

rancangan anggaran kas SKPD.Rancangan Anggaran Kas SKPD tersebut

kemudian disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan

DPA-SKPD.Pembahasan rancangan Anggaran Kas SKPD dilaksanakan

bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD.

Penyusunan Anggaran Kas SKPD dimulai dari penyusunan skedul belanja

untuk pelaksanaan setiap kegiatan. Berdasarkan DPA-SKPD yang telah disahkan

PPKD, selanjutnya unit kerja menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan dan

kebutuhan dananya, sehingga jelas tergambar kebutuhan dana baik yang akan

dibayar dengan SPM Langsung maupun melalui SPM UP.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

63

(2) Anggaran kas pemerintah daerah.

Berdasarkan anggaran kas dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah,

PPKD selaku BUD selanjutnya menyusun Anggaran Kas Pemerintah Daerah yang

selanjutnya disahkan oleh Kepala Daerah. Pada level Pemerintah Daerah, yaitu

pada Bendahara Umum Daerah, kebutuhan untuk membuat Anggaran Kas

Pemerintah Daerah merupakan suatu keharusan. Anggaran Kas Pemerintah

Daerah penting untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai

pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum

dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas memuat perkiraan arus

kas masuk yang bersumber dari penerimaan clan perkiraan arus kas keluar yang

digunakan mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.

Pentingnya Anggaran Kas Pemerintah daerah perlu melakukan harmonisasi antara pengeluaran dengan penerimaan. Bendaharawan pengeluara Daerah perlu mengatur agar keuangan pemerintah daerah tidak mengalami

overlikuid, illikuid, atau defisit yang membebani sehingga mengganggu pelaksanaan

program clan anggaran. Penyusunan anggaran kas sangat penting bagi pemerintah

daerah karena beberapa alasan, yaitu:

Mengharmonisasikan keadaan kas daerah dengan DPA-SKPD, SPD, SPP dan

SPM yang akandiajukan.

Mengatur likuiditas keuangan Pemda untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran

sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD.

Membantu perencanaan dan pengendalian kas daerah.

Menjamin adanya kelancaran pelaksanaan anggaran, khususnya dalam

pelaksanaan anggaran belanja dan pembiayaan daerah karena pemasukan

pendapatan daerah dalam pelaksanaan anggaran tidak terjadi pada saat awal tahun

anggaran yang bersangkutan dan pendapatan tersebut tidak sama besarnya tiap

bulan/triwulan sehingga perlu sarana pengatur, yaitu anggaran kas.

Elemen Anggaran Kas

Terdapat empat elemen utama anggaran kas yang perlu diperoleh informasinya, yaitu:

1) Saldo awal kas

Informasi saldo awal kas tahun anggaran bersangkutan berasal dari saldo

kas tahun anggaran sebelumnya yang dipegang oleh Bendahara Umum Daerah

sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Arus Kas.Saldo awal kas ini tidak

identik dengan SiLPA tahun anggaran sebelumnya, sebab SiLPA tahun anggaran

sebelumnya merupakan komponen penerimaan pembiayaan untuk tahun anggaran

bersangkutan.Untuk penyusunan anggaran kas SKPD, saldo awal kas

merupakan saldo kas yang masih dipegang oleh bendahara pengeluaran.

2) Perkiraan penerimaan kas

Anggaran kas pendapatan memuat perkiraan arus kas masuk dari realisasi

pendapatan dan penerimaan pembiayaan yang diharapkan diperoleh untuk

setiap bulan dan triwulan selama satu tahun anggaran.

3) Perkiraan pengeluaran kas

Anggaran kas pengeluaran memuat perkiraan kebutuhan dana untuk belanja dan

pengeluaran pembiayaan untuk setiap bulan dan triwulan selama satu tahun

anggaran.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

64

4) Perkiraan saldo akhir kas setiap bulan dan triwulan

Saldo akhir kas merupakan perkiraan jumlah saldo kas yang ada untuk setiap

bulan dan triwulan selama satu tahun anggaran. Saldo akhir kas dihitung

dengan cara menambahkan saldo awal kas dengan jumlah penerimaan kemudian

dikurangi dengan perkiraan pengeluaran yang akan dilakukan. Saldo akhir kas

bulan bersangkutan merupakan saldo awal kas bulan berikutnya.

Cara Membuat Anggaran Kas

Terdapat empat langkah dasar dalam membuat anggaran kas, yaitu:

1. Mengenali pola belanja atau pengeluaran (pattern of expenditure).

Pengenalan pola belanja/ pengeluaran tersebut tidak cukup hanya

mengetahui jumlah kas yang harus dikeluarkan, tetapi juga memperhitungkan

kapan kas tersebut akan dibelanjakan atau dikeluarkan. Untuk memperkirakan

jumlah belanja setiap bulannya, pemerintah daerah bisa menggunakan data

historis dan pengalaman-pengalaman yang terjadi selama periode-periode

sebelumnya. Dalam hal ini perlu dikenali pola belanja atau pengeluaran untuk

masing-masing jenis belanja, misalnya: Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja

Subsidi, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Tidak

Terduga, Belanja Barang dan Jasa, clan Belanja Modal. Dari masingmasing

jenis belanja/pengeluaran tersebut dapat dikategorikan menjadi dua pola umum,

yaitu: 1) pengeluaran yang sifatnya relatif tetap (rutin) setiap bulannya, misalnya

Belanja Pegawai yang berupa Gaji dan Tunjangan, dan 2) pengeluaran yang

sifatnya fluktuatif (tidak tetap), misalnya Belanja Pegawai yang berupa Upah dan

Honorarium, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal, dan Belanja Tidak

Terduga.

2. Mengenali pola pendapatan/penerimaan (pattern of income) yang diharapkan

diperoleh pemerintah daerah. Sama halnya dengan belanja atau pengeluaran, dalam

mengenali pola pendapatan/ penerimaan tidak hanya mempertimbangkan jumlah

kas yang akan diterima, tetapi juga harus memperkirakan kapan kas tersebut

diterima. Dalam hal ini perlu dikenali pola penerimaan masing-masing jenis

penerimaan yang meliputi: 1) Penerimaan PAD, 2) Penerimaan Dana

Perimbangan, yang terdiri atas Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan

Pajak/Sumber Daya Alam, penerimaan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi

Khusus, dan 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

3. Setelah pola belanja/pengeluaran dan pola pendapatan/penerimaan diketahui

selanjutnya adalah membuat skedul yang mengindikasikan perkiraan total

penerimaan Berta pengeluran per bulan selarna satu tahun anggaran.

4. Membuat perkiraan anggaran kas setelah skedul penerimaan dan

pengeluaran tersebut disusun.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

65

Cara memanfaatkan anggaran kas adalah sebagai berikut.

1. Membuat ringkasan anggaran kas menjadi tiga bagian, yaitu: jumlah

penerimaan, pengeluaran, dan saldo kas setiap bulannya sebagai berikut:

Bulan Total Penerimaan Total Pengeluaran Saldo Kas

Saldo Awal Kas

5.000.000.000,00

Januari 44.075.618.314,00 26.835.846.381,50 22.239.771.932,50

Februari 40.045.838.493,00 27.335.846.381,50 34.949.764.043,99 Maret 45.047.078.521,00 27.535.846.381,50 52.460.996.183,49

April 40.134.148.521,00 40.405.846.381,50 52.189.298.322,99 Mei 50.773.636.600,00 42.464.846.381,50 60.498.088.541,48

Juni 51.150.931.706,50 52.225.846.381,50 59.423.173.866,48 Juli 41.163.740.859,00 41.702.722.514,50 58.884.192.210,98

Agustus 57.073.327.473,00 73.265.846.381,50 42.691.673.302,47 September 40.168.344.521,00 39.231.235.289,50 43.628.782.533,97 Oktober 42.319.708.821,00 50.455.346.381,50 35.493.144.973,47 Nopember 40.098.048.521,00 66.162.846.381,50 9.428.347.112,96

Desember 50.869.499.520,50 55.297.846.381,50 5.000.000.251,96

Berdasarkan perkiraan anggaran kas tersebut, dapat ditentukan kapan clan

berapa jumlah dana kas menganggur yang belum akan digunakan dalam

beberapa bulan ke depan. Selain itu, BUD juga dapat memperhitungkan jumlah

kas yang mencukupi untuk menjaga likuiditas keuangan yang dikaitkan dengan

jumlah kebutuhan pengeluaran yang harus dilakukan untuk beberapa bulan ke

depan. Pemerintah daerah mengalami likuiditas yang tinggi apabila saldo kas

lebih besar dari kebutuhan pengeluarannya.Sebaliknya pemerintah daerah

mengalami penurunan likuiditas apabila saldo kasnya lebih rendah dari

kebutuhan belanjanya.Berdasarkan perkiraan pada anggaran kas di atas terlihat

bahwa pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni, dan Agustus keuangan

pemda mengalami likuiditas yang tinggi.Pada bulan-bulan tersebut merupakan

masa yang tepat untuk melakukan investasi jangka pendek.Sementara itu untuk

bulan September, Oktober, Nopember, dan Desember kebutuhan kas untuk

pengeluaran semakin besar sedangkan penerimaan tidak mencukupi untuk

menutup pengeluaran, maka periode tersebut merupakan masa divestasi yaitu

mencairkan kembali investasi sementara ke dalam bentuk kas.

2. Membuat penyesuaian anggaran kas dengan realisasinya apabila terdapat

perbedaan antara anggaran dengan realisasi. Anggaran kas merupakan perkiraan,

sehingga apabila dalam pelaksanaan anggaran berbeda dengan yang dianggarkan

maka harus segera dilakukan penyesuaian. Bagi BUD, anggaran kas tersebut

sangat penting untuk perencanaan dan pengendalian kas daerah.

1. Pemerintah daerah perlu memiliki mekanisme manajemen kas yang baik

sehingga kas daerah dapat dioptimalkan. Manajemen kas terkait dengan tindakan

memanfaatkan kas yang masih menganggur, pemilihan instrumen investasi

jangka pendek, menentukan portofolio investasi yang optimal, penentuan waktu

yang tepat untuk mengadakan utang, dan penentuan kapan harus melakukan

pengeluaran.

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

66

2. Tujuan utama manajemen kas adalah untuk keamanan kas (safety), menjaga

likuiditas keuangan (liquidity), dan memperoleh keuntungan investasi (yield).

3. Untuk optimalisasi manajemen kas, pemerintah daerah perlu memiliki

instrumen pendukung berupa anggaran kas. Anggaran kas dimaksudkan untuk

membantu kelancaran pelaksanaan anggaran, khususnya dalam pelaksanaan

anggaran belanja dan pengeluaran pembiayaan daerah, serta anggaran pendapatan

dan penerimaan pembiayaan daerah.

4. Terdapat empat langkah dasar dalam membuat anggaran kas, yaitu mengenali pola

belanja atau pengeluaran (pattern of expenditure), mengenali pola

pendapatan/penerimaan (pattern of income), membuat skedul yang

mengindikasikan perkiraan total penerimaan serta pengeluaran per bulan selama

satu tahun anggaran, dan membuat perkiraan anggaran kas.

1. Jelaskan strategi apa yang perlu dilakukan daerah untuk mengoptimalkan

manajemen kas daerah.

2. Berikan pendapat Anda bagaimanakah cara menertibkan rekening liar dan dana

nonbudgeter di pemerintahan.

3. Carilah contoh anggaran kas pemerintah daerah, kemudian berikan evaluasi

dan saran Anda tentang anggaran kas tersebut.

4. Jelaskan kelebihan dan kelemahan sistem UYHD yang diterapkan pemerintah

daerah. Apa implikasi sistem UYHD tersebut terhadap manajemen kas daerah?

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

67

BAB XI

MANAJEMEN ASET DAERAH

11.1. Jenis-jenis Aset Daerah

Aset daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai

pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas beban APED atau berasal dari

perolehan lainnya yang sah, misalnya sumbangan, hadiah, donasi, wakaf, hibah,

swadaya, kewajiban pihak ketiga, dan sebagainya. Secara umum aset daerah dapat

dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu aset keuangan dan aset nonkeuangan. Aset

keuangan meliputi kas dan setara kas, piutang, serta surat berharga baik berupa

investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Aset nonkeuangan meliputi aset

tetap, aset lainnya, dan persediaan.

Sementara itu jika dilihat dari penggunaannya, aset daerah dapat dikategorikan

menjadi tiga, yaitu: 1) aset daerah yang digunakan untuk operasi pemerintah daerah

(local government used assets), 2) aset daerah yang digunakan masyarakat dalam

rangka pelayanan publik (social used assets), dan 3) aset daerah yang tidak

digunakan untuk pemerintah maupun publik (surplus property). Aset daerah jenis

ketiga tersebut pada dasarnya merupakan aset yang menganggur dan perlu

dioptimalkan pemanfaatannya.

Jika dilihat dari sifat mobilitas barangnya, aset daerah dapat dikategorikan

menjadi dua, yaitu:

1. Benda tidak bergerak (real property), meliputi:

a. tanah;

b. bangunan gedung;

c. bangunan air;

d. jalan dan jembatan;

e. instalasi;

f. jaringan;

g. monumen/bangunan bersejarah (heritage),

2. Benda bergerak (personal property), antara lain:

a. mesin;

b. kendaraan;

c. peralatan, meliputi: alat berat, alat angkutan, alat bengkel, alat pertanian, alat

kantor dan rumah tangga, alat studio, alat kedokteran, alat laboratorium, dan

alat keamanan;

d. buku/perpustakaan;

e. barang bercorak kesenian & kebudayaan;

f. hewan/ternak dan tanaman;

g. persediaan (barang habis pakai, suku cadang, bahan baku, bahan penolong,

dsb.); serta

h. surat-surat berharga.

Aset daerah tersebut dalam laporan keuangan pemerintah daerah akan

ditampilkan di neraca, yaitu pada sisi aset atau aktiva. Aset daerah

sebagaimana yang ditampilkan dalam neraca pemerintah daerah bersifat carry-

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

68

over, artinya akan dilaporkan terns di neraca selama aset tersebut masih ada.

Kewajiban penyusunan neraca pemerintah daerah tidak hanya sebatas pada

level pemerintah daerah, tetapi satuan kerja juga harus menyusun neraca

satuan kerja perangkat daerah. Dengan demikian manajemen aset daerah juga

berkaitan dengan akuntansi keuangan daerah.

Informasi aset sebagaimana disajikan dalam neraca sangat penting untuk

mengetahui ukuran organisasi, pertumbuhan aset, clan komposisi aset.

Berdasarkan informasi aset dapat dihitunglcr

tingkat likuiditas, solvabilitas,

rentabilitas, clan rasio-rasio keuangan. Selain itu, informasi tentang aset juga

sangat bermanfaat untuk membuat pemetaan aset daerah (assets mapping) dalam

rangka optimalisasipemanfaatan aset.

11.2. Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah

Efektivitas dan efisiensi manajemen aset daerah juga dipengaruhi oleh struktur

kelembagaan pengelolaan aset di pemerintah daerah. Pengelolaan aset daerah

membutuhkan perencanaan, pengendalian, pengawasan, dan koordinasi yang baik

antarbagian terkait, misalnya antara bagian perlengkapan, satuan kerja, dan bagian

keuangan/BPKD. Secara skematik kelembagaan pengelolaan aset daerah dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar10.1Kelembagaan Pengelolaan Aset Daerah

Berdasarkan gambar di atas, pejabat yang terkait dengan pengelolaan aset daerah

antara adalah:

a. Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah;

b. Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang Milik Daerah;

c. Kepala SKPD selaku Pengguna Barang;

d. Kepala SKPKD selaku Bendahara Umum Daerah;

e. Kuasa BUD;

f. Kuasa Pengguna Barang;

g. Bendahara Barang;

h. Biro/Bagian Perlengkapan Sekda.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

69

Tugas dan Wewenang Pejabat Pengelolaan Aset Daerah

Tugas dan wewenang pejabat daerah yang terkait dengan pengelolaan aset daerah

sebagaimana diaturdalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; PP

No. 6 Tahun 2006 tentang PengelolaanBarang Milik Negara/Daerah; dan peraturan

perundangan terkait.

11.3. Siklus Manajemen Aset Daerah

Siklus manajemen aset daerah secara umum meliputi tahap-tahap berikut:

1. Perencanaan

2. Pengadaan

3. Penggunaan/Pemanfaatan

4. Pengamanan, Pemeliharaan, dan Rehabilitasi

5. Penghapusan/Pemindahtanganan.

Gambar10.2Siklus Manajemen Aset Daerah

11.4. Sistem dan Prosedur Akuntansi Aset

Sistem akuntansi aset merupakan salah satu dari empat unsur utama sistem

akuntansi pemerintah daerah.Tiga unsur sistem akuntansi pemerintah daerah lainnya

adalah sistem akuntansi penerimaan kas, sistem akuntansi pengeluaran kas, dan sistem

akuntansi selain kas. Sistem akuntansi aset pemerintah daerah berisi tentang ketentuan

mengenai:

a. prosedur pengadaan barang,

b. prosedur penyimpanan clan penyaluran,

c. prosedur pemanfaatan,

d. prosedur pemeliharaan,

e. prosedur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi,

f. prosedur perubahan status hukum.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

70

Prosedur Pengadaan Barang

Ketentuan mengenai prosedur pengadaan barang (aset) milik daerah adalah sebagai

berikut.

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilaksanakan oleh Tim dan dikoordinasi

oleh Fungsi Perlengkapan yang bertujuan untuk tertib administrasi dan

optimalisasi penclayagunaan Berta tertib inventarisasi.

Pengadaan barang dapat melalui pengadaan/pemborong pekerjaan, swakelola,

hibah/sumbangan, sewa beli, pinjaman, dan guna-usaha.

Prosedur pengadaan barang dimulai dari perencanaan kebutuhan barang oleh

masing-masing SKPD dan diakhiri dengan dilaksanakannya pengadaan barang

yang dibutuhkan oleh panitia pengadaan barang.

Pengadaan Barang Milik Daerah harus mengikuti peraturan perundangan tentang

pengadaan barang dan jasa.

Fungsi/Pihak yang Terkait

Fungsi/pihak yang terkait dalam prosedur pengadaan barang adalah

1. Satuan Kerja Perangkat DaerahlUnit Kerja, sebagai pengguna/kuasa pengguna

barang bertugas dan bertanggungjawab atas perencanaan pengadaan,

pemeliharaan, perbaikan, penggunaan, penyimpanan, inventarisasi, mutasi,

pengamanan dan pengawasan dalam lingkungan wewenangnya.

2. Pengelola Barang Milik Daerah, sebagai pelaksana pembinaan clan pengelolaan

barang bertugas clan bertanggungjawab atas terlaksananya standarisasi barang,

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan/perbaikan,

penghapusan, penjualan, pemanfaatan, inventarisasi dan pengendalian/pengawasan

barang milik daerah.

Dokumen yang Dibutuhkan

Dokumen yang dibutuhkan dalam prosedur pengadaan barang meliputi:

a. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD);

b. Daftar Barang Milik Daerah (DBMD);

c. Daftar Barang Pengguna (DBP);

d. Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP);

e. Daftar Kebutuhan Barang Daerah (DKBD);

f. Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB);

g. Daftar Hasil Pemeliharaan Barang.

Laporan yang Perlu Dibuat

Laporan yang diperlukan dalarn prosedur pengadaan barang antara lain:

a. laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS);

b. laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT);

c. laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS);

d. laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (I-BKPT);

e. laporan Barang Milik Daerah (LBMD);

f. laporan Pengelola Barang Semesteran;

g. laporan Pengelola Barang Tahunan.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

71

Prosedur Penyimpanan dan Penyaluran

Ketentuan mengenai prosedur penyimpanan dan penyaluran barang milik daerah

adalah sebagai berikut.

Penyimpanan adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan,

clan pengaturan barang persediaan dalam gudang/ruang penyimpanan, sedangkan

penyaluran adalah kegiatan melakukan pengiriman barang dari gudang induk/unit

ke unit satuan kerja pemakai barang.

Prosedur penyimpanan dan penyaluran barang dimulai dari penerimaan barang dari

suplier/pihak ketiga dan diakhiri dengan disalurkannya barang yang dibutuhkan

oleh unit/satuan kerja yang memerlukan.

Fungsi/Pihak yang Terkait

Fungsi/pihak yang terkait dalam prosedur penyimpanan dan penyaluran adalah

1.Pemegang Barang Daerah pada Gudang Induk/Unit, bertugas untuk menerima,

menyimpan dan mengeluarkan barang-barang milik daerah untuk masa satu tahun

anggaran. C,

2. Panitia Pemeriksa Barang DaerahlUnit (PPBDIU), bertugas melaksanakan

pemeriksaan atas kuantitas, kualitas dan spesifikasi lainnya atas barang yang

diterima.

3. Fungsi Perlengkapan, sebagai pelaksanaan pembina pengelola barang bertugas

dan bertanggungjawab atas terlaksananya standarisasi barang, perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan atau perbaikan, penghapusan,

penjualan, pemanfaatan, inventarisasi dan pengendalian/pengawasan barang.

4. Fungsi Keuangan, bertugas untuk melaksanakan pembayaran kepada fihak

penyedia barang/jasa sesuai dengan prosedur pengeluaran kas yang berlaku.

5. Fungsi Akuntansi, bertugas mencatat barang ke dalam buku catatan akuntansi

yang ada.

Dokumen yang Digunakan

Dokumen yang dibutuhkan dalam prosedur penyimpanan dan penyaluran meliputi:

1. Surat Perjanjian (SP) dan Surat Perintah Kerja (SPK);

2. Berita Acara Pemeriksaan Barang;

3. Berita Acara Penerimaan Barang (BAPS);

4. Tanda Penerimaan Sementara Barang (TPSB);

5. Surat Permintaan Pembayaran.

Catatan yang Digunakan

Buku catatan akuntansi yang dibutuhkan dalam prosedur penyimpanan dan penyaluran

berupa buku besar pembantu aset, meliputi:

1. Buku Barang Inventaris;

2. Buku Barang Pakai Habis;

3. Buku Hasil Pengadaan Barang;

4. Buku Penerimaan Barang;

5. Buku Pengeluaran Barang;

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

72

6. Kartu Barang;

7. Kartu Persediaan Barang.

Prosedur Pemanfaatan

Ketentuan mengenai prosedur pemanfaatan barang milik daerah adalah sebagai

berikut.

Pemanfaatan barang adalah aktivitas yang meliputi sewa barang dan

penggunausahaan (misal kerjasama operasi, BOT, BTO, dsb.) dengan pihak

ketiga.

Prosedur pemanfaatan barang dimulai dari pengusulan tentang barang yang akan

disewa atau digunausahakan dari unit kerja ke Kepala Daerah dan diakhiri dengan

dilaksanakannya prosedur penerimaan kas daerah.

Fungsi/Pihak yang Terkait

Fungsi/pihak yang terkait dalam prosedur pemanfaatan barang adalah:

1. Unit/Satuan Kerja, sebagai pengelola barang.

2. Fungsi Perlengkapan, sebagai pelaksana pembina pengelola barang bertugas dan

bertanggungjawab atas terlaksananya pemanfaatan barang.

3. Panitia Penelitian dan Penilaian Usulan Kerjasama, bertugas untuk meneliti

dan menilai kelayakan usulan/proposal kerjasama dari pihak ketiga.

4. Fungsi Keuangan,bertugas menerima uang hasil sewa dan kerjasama.

Dokumen yang Digunakan

Dokumen yang digunakan dalam prosedur pemanfaatan barang berupa:

1. Daftar Pemanfaatan Barang

2. Surat Perjanjian Sewa

3. Berita Acara Penelitian dan Penilaian Usulan Kerjasama

4. Surat Perjanjian Kerjasama

Prosedur Pemeliharaan

Ketentuan mengenai prosedur pemeliharaan barang milik daerah adalah sebagai

berikut.

Pemeliharaan barang adalah upaya mencegah kerusakan yang diyakini lebih baik

daripada memperbaikinya.

Prosedur pemeliharaan barang ini meliputi kegiatan agar semua barang (khususnya

semua barang inventaris yang tercatat dalam buku inventaris yang sedang

dalam pemakaian) selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan.

Prosedur ini dimulai dari perencanaan pemeliharaan barang oleh masing-masing

unit dan diakhiri dengan dilaksanakannya pemeliharaan barang.

Fungsi/Pihak yang Terkait

Fungsi/pihak yang terkait dalam prosedur pemeliharaan barang adalah:

1. Unit/Satuan Kerja, sebagai pemakai barang bertugas dan bertanggungjawab atas

perencanaan dan pelaksanaan pemeliharaan, perbaikan, penggunaan dan

pengawasan barang inventaris dalam lingkungan wewenangnya.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

73

2. Fungsi Perlengkapan, sebagai pelaksana pembina pengelola barang bertugas dan

bertanggungjawab atas terlaksananya pemeliharaan atau perbaikan dan

pengendalian/pengawasan barang.

3. Panitia Pemeriksa Barang Daerah/Unit (PPBDIU), bertugas memeriksa kondisi

barang danmenilai kelayakan kebutuhan pemeliharaan.

Dokumen yang Dibutuhkan

Dokumen yang dibutuhkan dalam prosedur pemeliharaan barang milik daerah

meliputi:

1. Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Unit (RKPBU);

2. Rencana Tahunan Pemeliharaan Barang Unit (RTPBU);

3. Kartu Pemeliharaan Barang;

4. Surat Perjanjian Kerja/Surat Perintah Kerja (SPK).

Prosedur Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi

Ketentuan mengenai prosedur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi adalah:

Dalam rangka pengamanan dan penyelamatan barang daerah perlu dilengkapi

dengan ketentuanketentuan yang mengatur tentang sanksi-sanksi terhadap para

pemegang barang daerah.

Ketentuan tersebut dapat berupa:

1. tuntutan perbendaharaan (TP) terhadap pemegang barang jika di dalam

pengurusannya terdapat kekurangan perbendaharaan, dan

2. tuntutan ganti rugi (TGR) terhadap para pegawai negeri/pegawai perusahaan

daerah dalam kedudukannya bukan sebagai bendaharawan/pemegang barang

yang karena perbuatannya melanggar hukum dan atau melalaikan

kewajibannya sebagaimana mestinya sehingga merugikan daerah.

Fungsi/Pihak yang Terkait

Fungsi/pihak yang terkait dalam prosedur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti

rugi adalah:

1. Majelis Pertimbangan TPTGR. Majelis ini dibentuk oleh Kepala Daerah yang

bertugas memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Kepala Daerah setiap

kali ada persoalan yang menyangkut TPTGR.

2. Biro/Bagian Keuangan/BPKD, sebagai sekretaris Majelis Pertimbangan TPTGR.

3. Pemegang Barang Daerah, yang bertugas mengelola dan bertanggungjawab atas

kekurangan perbendaharaan barang yang terjadi dalam pengurusannya.

Dokumen yang Digunakan

Dokumen yang digunakan dalam prosedur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti

rugi berupa:

1. Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak;

2. Laporan Perkembangan Penyelesaian Kasus Kerugian Daerah.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

74

Prosedur Perubahan Status Hukum

Ketentuan mengenai prosedur perubahan status hukum barang milik daerah adalah

sebagai berikut.

Perubahan status hukum adalah setiap tindakan hukum dari pemerintah daerah

yang mengakibatkan terjadinya perubahan status pemilikan atas barang daerah.

Termasuk dalam tindakan ini adalah penghapusan barang clan pelepasan hak

atas tanah dan atau bangunan. Tukar guling/ruislag adalah salah satu cara

pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan milik pemerintah daerah.

Fungsi/Pihak Terkait

Fungsi/pihak yang terkait dalam prosedur perubahan status hukum adalah:

1. Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah, sebagai pemakai barang bertugas clan

bertanggungjawab atas penggunaan clan pengawasan barang inventaris dalam

lingkungan wewenangnya.

2. Biro/Bagian Perlengkapan/BPKD, sebagai pelaksana pembina pengelola barang

bertugas dan bertanggungjawab atas terlaksananya penghapusan barang daerah.

3. Panitia Penghapusan Barang Daerah (PPhBD).

4. Fungsi Akuntansi.

Dokumen yang Digunakan

Dokumen yang digunakan dalam prosedur perubahan status hukum antara lain:

1. Berita Acara Penghapusan Barang;

2. Laporan Penghapusan Barang;

3. Buku Barang Inventaris;

4. Kartu Barang.

11.5. Prinsip-prinsip Manajemen Aset Daerah

Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam manajemen aset daerah adalah

pemerintah daerah harus melakukan manajemen aset tersebut sejak tahap perencanaan

(penentuan anggaran modal), pada saat pembelian, pemanfaatan, rehabilitasi, sampai

pada tahap penghapusan aset.Semua tahap tersebut harus terclokumentasi dengan

baik.

Prinsip-prinsip manajemen aset yang harus dipenuhi pemerintah daerah meliputi:

1. Pengadaan aset tetap harus dianggarkan.

2. Pada saat pembelian harus dilengkapi dokumen transaksi.

3. Pada saat digunakan harus dilakukan pencatatan/administrasi secara baik.

4. Pada saat penghentian harus dicatat dan diotorisasi.

Pembinaan Terhadap Aset Daerah

Pembinaan terhadap aset milik daerah meliputi seluruh kegiatan yang dimulai

dari inventarisasi aset milik daerah, pengamanan aset daerah, pemanfaatan aset

daerah, penghapusan, dan revaluasi nilai aset daerah.Saat ini yang bertugas

mengkoordinasikan inventarisasi aset daerah di Pemda adalah Biro

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

75

Keuangan/Bagian Keuangan/BPKD/BPKKD. BPKD harus melakukan

inventarisasi aset-aset milik pemda yang tersebar dalam semua unit kerja

pemerintah yang masuk kategori aset yang digunakan pemerintah daerah (local

government used assets). Selain itu juga harus melakukan inventarisasi kekayaan

pemda yang digunakan untuk sosial (social use assets), misalnya jalan, jembatan,

saluran irigasi, bendungan, rumah sakit milik pemda, dsb. BPKD juga harus

melakukan inventarisasi kekayaan milik pemda yang masuk kategori surplus properti,

yaitu kekayaan yang tidak sedang digunakan untuk pemerintah maupun sosial, seperti

aset sewa beli (leasing property) untuk menghasilkan pendapatan daerah, misalnya

area parlor yang bisa disewa-belikan (leasing) atau rukomilik pemda yang

dijual/disewakan, dan juga termasuk aset yang akan diprivatisasi dalam rangka

menghasilkan pendapatan.

Pemanfaatan aset milik pemda dilakukan dengan cara digunakan untuk kepentingan

kepemerintahan atau pelayanan publik serta dimanfaatkan oleh pihak lain dalam bentuk

peminjaman, penyewaan, bangun-guna-serah (built operate and transfer/BOT),

kerjasama operasional atau kontrak manajemen. Pemanfaatan aset milik daerah

dimaksudkan untuk mengoptimalkan aset yang belum termanfaatkan supaya lebih

berdaya guna dan berhasil guna sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan dan

membantu meningkatkan penerimaan bagi pemerintah daerah.

11.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Aset Daerah

Aset yang dimiliki pemerintah daerah sangat bervariasi baik jenis maupun

jumlahnya.Akumulasi aset daerah yang bernilai ekonomis besar dan secara fisik

terdiri atas berbagai jenis dan tersebar lokasinya menimbulkan kompleksitas dan

berpotensi memunculkan permasalahan baik dalam pengelolaan, pemanfaatan,

maupun pencatatannya. Kompleksitas dan permasalahan manajemen aset pemda

tersebut bisa disebabkan karena:

a. belum dilakukan inventarisasi seluruh aset daerah;

b. belum dilakukan penilaian (appraisal) atas seluruh aset daerah;

c. terdapat beragam jenis hak penguasaan atas aset daerah yang dipegang (secara

tidak langsung) oleh berbagai pihak;

d. ketidakjelasan status kepemilikan atas beberapa jenis aset, seperti tanah, jalan,

jembatan, dan sebagainya;

e. aset daerah tersebut terkait dengan kepentingan yang berasal dari berbagai institusi

pemerintah dan non-pemerintah; dan

f. lemahnya koordinasi dan pengawasan atas pengelolaan aset daerah.

1. Salah satu aspek penting untuk optimalisasi manajemen keuangan daerah adalah

adanya sistem manajemen aset daerah yang efisien, efektif, transparan dan

akuntabel. Manajer publik di pemerintah daerah perlu mengetahui prinsip-

prinsip manajemen aset daerah agar aset-aset yang ada dapat dikelola secara

optimal.

2. Berdasarkan bentuknya, aset daerah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu aset

keuangan dan aset nonkeuangan. Sementara itu jika dilihat dari penggunaannya,

aset daerah dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1) aset daerah

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

76

yangdigunakan untuk operasi pemerintah daerah (local government used

assets), 2) aset daerah yang digunakan masyarakat dalam rangka pelayanan

publik (social used assets), dan 3) aset daerah yang tidak digunakan untuk

pemerintah maupun publik (surplus property). Jika dilihat dari sifat mobilitasnya,

aset daerah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu aset tidak bergerak (real

property) dan aset bergerak (personal property).

3. Siklus manajemen aset daerah terdiri atas beberapa tahap, yaitu

perencanaan, pengadaan, penggunaan atau pemanfaatan, pengamanan,

pemeliharaan, dan rehabilitasi, Berta penghapusan atau pemindahtanganan. Setiap

tahap membutuhkan kebijakan, pencatatan, pemantauan, dan pengawasan secara

memadai.

4. Prinsip-prinsip manajemen aset antara lain setiap pengadaan aset tetap harus

dianggarkan, pada saat pembelian harus dilengkapi dokumen transaksi, pada saat

digunakan harus dilakukan pencatatan/administrasi secara baik, pada saat

penghentian harus dicatat dan diotorisasi.

1. Jelaskan strategi yang perlu dilakukan pemerintah daerah untuk memanfaatkan

aset-aset daerah yang menganggur agar dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

2. Buatlah contoh pemetaan aset (assets mapping) dan jelaskan manfaat

peta aset daerah tersebut.

3. Jelaskan prinsip pengadaan aset daerah. Kaitkan penjelasan tersebut dengan

peraturan perundangan tentang pengadaan barang dan jasa di instansi

pemerintahan.

4. Salah satu permasalahan dalam manajemen aset daerah adalah lemahnya integrasi

data. Terdapat data inventaris aset yang berbeda-beda antara yang dicatat di

satuan kerja dengan data yang terdapat di biro/bagian perlengkapan, dan di

bagian keuangan/BPKD. Menurut pendapat Anda, bagaimanakah mengatasi

permasalahan ini?

5. Identifikasikan risiko yang mungkin muncul dalam setiap tahap siklus

manajemen aset daerah dan jelaskan pula bagaimana pengendaliannya.

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

77

BAB XII

MANAJEMEN UTANG DAN INVESTASI DAERAH

12.1. Manejemen Utang Daerah

Manajemen utang daerah merupakan suatu proses penyusunan dan

pengimplementasian strategi pengelolaan utang pemerintah daerah yang terkait

dengan upaya memperoleh dana pinjaman pada tingkat risiko terkendali dan biaya

terendah serta menggunakan pinjaman tersebut secara efisien dan efektif. Utang

daerah merupakan salah saw komponen pembiayaan APED dan harus dilaporkan

dalam Neraca Pemerintah Daerah. Utang daerah yang ticlak terkelola dengan baik bisa

menimbulkan masalah serius bagi perekonomian daerah.Namur jika pemerintah

daerah dapat mengelola utang dengan baik, maka utang tersebut dapat digunakan

sebagai stimulus pembangunan yang berclampak positif terhadap perekonomian.

Jenis Utang Daerah

Ada tiga jenis utang daerah yang masing-masing mempunyai tujuan dan kegunaan

berbeda, yaitu:

1. Utang Jangka Pendek, adalah pinjaman untuk menutupi defisit dalam aliran kas,

dan harus dikembalikan secara penuh dalam waktu setahun. Dalam laporan

keuangan neraca, utang jangka pendek masuk dalam kategori Kewajiban Jangka

Pendek, karena masa jatuh tempo utang ini kurang dari satu tahun.

2. Utang Jangka Menengah, yaitu pinjaman yang dapat digunakan untuk

membiayai proyek penghasil non-pendapatan, clan harus dikembalikan secara

penuh selama periode yang ticlak melebihi masa jabatan kepala daerah. Dalarn,

laporan keuangan neraca, utang jangka menengah masuk dalam kategori

Kewajiban Jangka Panjang, karena masa jatuh tempo utang ini lebih dari satu

tahun.

3. Utang Jangka Panjang, yaitu pinjaman yang dapat digunakan untuk membiayai

proyek penghasil pendapatan, clan harus dengan persetujuan DPRD. Dalam laporan

keuangan neraca, utang jangka panjang masuk dalam kategori Kewajiban Jangka

Panjang, karena masa jatuh tempo utang ini lebih dari satu tahun.

Manfaat Utang

Dalam konteks manajemen keuangan, utang sampai pada level tertentu memberikan

manfaat bagi organisasi. Manfaat utang antara lain:

memperbaiki struktur neraca;

memperbaiki struktur fiskal yaitu untuk pembiayaan anggaran defisit;

menjaga kesinambungan fiskal;

membiayai investasi yang membutuhkan dana besar untuk akselerasi

pembangunan;

membangun prasarana publik yang dapat menghasilkan penerimaan untuk

pembayaran kembali utang;

meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

mengoptimalkan manajemen kas daerah.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

78

Risiko Utang

Utang di samping memberikan beberapa manfaat juga mengandung risiko. Risiko

utang antara lain:

Utang yang terlalu besar (over-leveraged) dapat melemahkan struktur fiskal.

Kegagalan membayar utang (default).

Kredit maces (nonperforming loanINPL).

Penggelembungan utang karena perubahan kurs mata uang.

Terdapat beberapa jenis risiko utang yang perlu mendapat perhatian pemerintah

daerah, yaitu

a. Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko pasar adalah risiko yang timbulnya terkait dengan perubahan pasar, seperti

perubahan tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, dan harga-harga

komoditas yang berdampak pada biaya utang pemerintah.

b. Risiko Perpanjangan Utang (Rollover Risk)

Risiko Rollover adalah risiko utang terkait dengan diperpanjangnya utang dengan

biaya bunga yang tinggi atau tidak dapat diperpanjang sama sekali.

c. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)

Risiko likuiditas adalah risiko yang terkait dengan keadaan aset likuid yang

tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban atau kesulitan organisasi untuk

memperoleh tambahan kas melalui utang jangka pendek.

d. Risiko Kredit (Credit Risk)

Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya utang.

e. Risiko Perjanjian (Settlement Risk)

Risiko perjanjian adalah kerugian potensial yang mungkin ditanggung pemerintah

sebagai mitra jika gagal memenuhi ketentuan dalam perjanjian dengan pihak lain.

f. Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko operasional adalah risiko yang diakibatkan oleh kegagalan operasi,

meliputi kesalahan transaksi, kelemahan sumber daya manusia, kegagalan sistem

pengendalian internal, dan bencana alam yang mempengaruhi aktivitas

operasional organisasi.

g. Risiko Pendanaan (Funding Risk)

Risiko pendanaan adalah risiko yang berkaitan dengan kesulitan akses pasar untuk

memperoleh pembiayaan utang ketika pemerintah memerlukan dana untuk

pembiayaan anggaran.

Analisis Risiko

Analisis risiko dilakukan untuk menghindari kerugian yang mungkin dialami

pemerintah daerah terkait dengan pengadaan atau penggunaan utang. Analisis risiko

antaralain meliputi tindakan berikut:

1. Menganalisis kondisi ekonomi makro nasional, regional, dan internasional

dan prediksi ke depan.

2. Menganalisis nilai tukar (exchange rate) dan prediksi ke depan.

3. Memprediksi dan mengantisipasi adanya kejutan eksternal (external shock) yang

berpengaruh terhadap manajemen utang.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

79

4. Membuat skema tindakan perlindungan nilai utang (hedging).

5. Memprediksi dan mengantisipasi timbulnya utang bersyarat (contingent

liabilities).

6. Melakukan uji kekuatan (stress test) terhadap portofolio utang yang saat ini

dimiliki pemerintah daerah dengan mendasarkan pada kejutan ekonomi dan

keuangan (economic & financial shocks) yang mempengaruhi daerah.

Aktivitas Manajemen Utang

Manajemen utang setidak-tidaknya meliputi tindakan-tindakan berikut:

1. Menjaga kesinambungan pertumbuhan utang pada level yang aman.

2. Mengevaluasi struktur utang.

3. Melakukan portofolio utang (debt portfolio).

4. Menegosiasikan dan memilih skema pinjaman yang memberikan keuntungan

optimal dan risikoterkecil bagi pemerintah daerah, antara, lain meliputi:

jumlah pokok pinjaman

jumlah angsuran

jangka waktu pengembalian

tingkat bunga pinjaman

cara penghitungan bunga

skedul pengembalian denda bunga periode bebas angsuran (grace period)

mata uang yang digunakan

kemungkinan dilakukan rescheduling utang

pembayaran sebelum jatuh tempo

metode penarikan pinjaman

biaya-biaya lain

5. Menghitung biaya utang (borrowing cost) dan dampaknya terhadap stabilitas

fiskal pemerintah daerah.

6. Menghitung pengaruh utang terhadap makro ekonomi daerah.

7. Memantau penggunaan utang.

8. Mengevaluasi penggunaan utang.

9. Melakukan penjadwalan kembali utang (debt rescheduling).

Prinsip Manajemen Wang Daerah

Prinsip manajemen utang daerah antara lain:

1. Prinsip Efisiensi dan Efektivitas Maya

Prinsip efisiensi dan efektivitas biaya menekankan bahwa dalam melakukan

pinjaman daerah diupayakan pemerintah daerah memperoleh pinjaman dengan

biaya pinjaman yang rendah dan risiko yang dapat diterima.

2. Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian (prudence) menganjurkan agar proses pengambilan

keputusan pengadaan pinjaman dilakukan dengan mengutamakan prinsip kehati-

hatian, dengan menghindari keputusan yang bersifat spekulatif.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

80

3. Diversifikasi

Dalam proses mendapatkan utang perlu dipertimbangkan berbagai alternatif

sumber dana, mata uang, tingkat bunga, dan jangka waktu yang berbeda-beda,

dalam rangka memperoleh biaya utang yang rendah. Diversifikasi juga

digunakan untuk memperluas basis investor dan kreditor sehingga pemerintah

daerah tidak bergantung pada satu golongan investor atau kreditor yang dapat

melemahkan posisi tawar pemerintah daerah.

4. Transparansi dan Akuntabilitas

Prinsip transparansi dan akuntabilitas menekankan bahwa utang harus digunakan

secara optimal dan efisien, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik.Prinsip transparansi dan akuntabilitas juga menekankan perlunya kejelasan

peran dan tanggungjawab bagian keuanganpemerintah daerah dalam pengelolaan

utang. Masyarakat perlu diberi informasi mengenai posisi utang pemerintah saat

ini dan proyeksi kebijakan utang daerah ke depan. Aktivitas manajemen utang

pemerintah daerah harus diaudit oleh auditor eksternal untuk menjamin

dilakukannyapengelolaan utang secara akuntabel.

5. Bebas ikatan

Penerimaan hibah luar negeri tidak boleh didasari oleh ikatan politik maupun

ikatan lainnya yang dapat merugikan negara.

6. Menjamin kesinambungan fiskal

Pengadaan utang harus dikaitkan dengan kemampuan membayar kembali, bersifat

sementara dan hanya dapat diterima sepanjang tidak ada ikatan politik, serta

dengan persyaratan yang tidak memberatkan Negara/pemerintah.

7. Mekanisme APBD

Pengadaan utang dikelola dalam mekanisme APBD yang dalam

pelaksanaannya dituangkan dalam bentuk program dan proyek.

8. Menunjang pertumbuhan ekonomi

Kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan hibah luar negeri harus memberikan

dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan

masyarakat.

Sumber Utang Daerah

Pemerintah daerah dapat memperoleh utang melalui beberapa sumber, antara lain:

a. Utang Jangka Panjang

1. Dalam negeri: melalui penerbitan obligasi daerah dalam mata uang Rupiah.

2. Luar negeri: melalui perjanjian penerusan utang (two step loan atau

subsidiary loan agreement/SLA)

b. Utang Jangka Pendek

1. Pemerintah pusat.

2. Pemerintah daerah lain.

3. Lembaga keuangan dalam negeri.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

81

Persyaratan Utang Daerah

Meskipun pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk mengadakan pinjaman,

tetapi terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Batasan maksimum jumlah utang daerah

1. Utang Jangka Panjang

Jumlah kumulatif pokok utang daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% darijumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah tahunan

selama jangka pinjaman, Debt Service Coverage RatiolDSCR paling

sedikit 2,5.

Laporan keuangan dua tahun anggaran sebelumnya telah diaudit oleh

Badan Pemeriksa Keuangan.

Tidak memiliki tunggakan utang kepada pemerintah pusat dan atau

pemberi utang luar negeri.

2. Utang Jangka Pendek

Jumlah maksimum Utang Jangka Pendek adalah 1/6 dari jumlah belanja

APBD tahun anggaran berjalan.

Mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar

kembali utang tepat waktu.

Pelunasan Utang Jangka Pendek wajib diselesaikan dalam tahun anggaran

berjalan.

3. Defisit APBD dan jumlah kumulatif defisit

Defisit APBD dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Daerah yang bersangkutan.

4. Utang daerah dan jumlah kumulatif utang

Jumlah utang daerah dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) daerah yang bersangkutan.

Jumlah kumulatif utang pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut

adalah total utang pemerintah pusat setelah dikurangi utang yang

diberikan kepada Pemerintah daerah ditambah total utang seluruh

pemerintah daerah setelah dikurangi utang yang diberikan kepada

pemerintah pusat clan atau pemerintah daerah lain.

b. Batas maksimum jangka waktu utang daerah

1. Batas maksimum jangka waktu Utang Jangka Panjang disesuaikan dengan

umur ekonomis aset yang dibiayai dari utang tersebut.

2. Batas maksimum masa tenggang disesuaikan dengan masa konstruksi proyek.

3. Jangka waktu Utang Jangka Panjang adalah termasuk masa tenggang.

4. Utang Jangka Panjang dari Dalam Negeri, jangka waktu utang dan masa

tenggang ditetapkan daerah dengan persetujuan DPRD.

5. Utang Jangka Panjang dari Luar Negeri, jangka waktu utang dan masa

tenggang disesuaikan dengan persyaratan Utang Luar Negeri yang

bersangkutan.

c. Larangan penjaminan

1. Daerah dilarang melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan terhadap

utang pihak lain yang mengakibatkan beban atas keuangan daerah.

2. Barang Milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum dan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

82

atau yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku tidak boleh dijadikan jaminan dalam memperoleh utang.

3. Aset daerah selain yang digunakan untuk melayani kepentingan umum dapat

dijaminkan sepanjang utang yang bersangkutan nilai pokoknya tidak

melebihi 60% nilai pasar wajar aset tersebut dan harus diungkapkan dalam

Catatan Atas Laporan Keuangan.

4. Daerah tidak dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yang

menimbulkan pinjaman yang di kemudian hari menjadi beban APBD.

Prosedur Utang Daerah

Prosedur umum:

a. Setiap utang daerah wajib mendapatkan persetujuan DPRD, kecuali pinjaman

jangka pendek dalam rangka manajemen kas.

b. Berdasarkan persetujuan DPRD, daerah mengajukan utang kepada talon

pemberi utang.

c. Setiap utang daerah dituangkan dalam Surat Perjanjian Utang antara daerah

dan pemberi utang yang ditandatangani oleh Kepala Daerah atas nama daerah dan

pemberi utang.

d. Setiap perjanjian yang dilakukan oleh daerah diumumkan dalam Lembaran

Daerah.

Prosedur utang yang bersumber dari pemerintah pusat:

1. Daerah mengajukan usulan utang kepada Menteri Keuangan disertai surat

persetujuan DPRD, studi kelayakan, dan dokumen-dokumen lain untuk dilakukan

evaluasi.

2. Perjanjian ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.

Prosedur utang yang bersumber dari luar negeri:

1. Daerah mengajukan usulan Utang Luar Negeri kepada pemerintah pusat disertai

surat persetujuanUtangDPRD, studi kelayakan, dan dokumen-dokumen lain yang

diperlukan.

2. Menteri Keuangan selanjutnya akan melakukan perjanjian penerusan utang

(subsidiary loan agreement) dengan kreditur luar negeri.

3. Penerusan utang daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui

perjanjian penerusan utang antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.

4. Penerusan utang dilakukan melalui lembaga keuangan independen yang

mayoritas sahamnya dimiliki oleh Menteri Keuangan (saham tidak dapat

dipindahtangankan).

5. Perjanjian penerusan pinjaman dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah

atau mata uang acing.

6. Utang daerah dapat disalurkan ke BUMD sebagai penyertaan modal.

12.2. Obligasi Daerah

Untuk pembiayaan keuangan daerah, pemerintah daerah dapat menerbitkan

obligasi daerah dalam mata uang Rupiah.Penerbitan obligasi daerah dapat

dilakukan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

83

bagi daerah dan memberikan keuntungan kepada masyarakat.Obligasi daerah yang

diterbitkan dapat berupa obligasi dengan sistem bunga (konvensional) maupun obligasi

berbasis syariah (sukuk).Penerbitan obligasi daerah tersebut di camping harus

memenuhi persyaratan pinjaman daerah sebagaimana diatur dalam peraturan

perundangan juga harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat dan ditetapkan

dengan peraturan daerah.Karena obligasi daerah tersebut mekanisme penjualannya

dilakukan melalui pasar modal, maka sebagai persyaratan tambahan, obligasi daerah

harus juga mematuhi undang-undang yang berlaku di pasar modal.

Pengelolaan Obligasi Daerah

Pengelolaan obligasi daerah diselenggarakan oleh Gubernur/Bupati/Walikota yang

dapat dikuasakan kepada Ketua PPKD sebagai Bendahara Umum Daerah.

Pengelolaan obligasi daerah sekurang-kurangnya meliputi:

Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk kebijakan

pengendalian risiko.

Perencanaan clan penetapan struktur portofolio Pinjaman Daerah.

Penerbitan obligasi daerah.

Penjualan obligasi daerah melalui lelang dan atau tanpa lelang.

Pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo.

Pelunasan.

Aktivitas lain dalam rangka pengembangan pasar perdana dan pasar sekunder

obligasi daerah.

12.3. Manajemen Investasi Daerah

Untuk menjamin kesinambungan pembangunan daerah dan keuangan daerah,

pemerintah daerah perlu melakukan investasi. Investasi daerah merupakan

pengeluaran daerah yang dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan di masa

yang akan datang. Terdapat tiga tujuan utama dilakukannya investasi daerah, yaitu:

1. untuk memperoleh keuntungan investasi (yield);

2. untuk keamanan aset daerah (safety);

3. untuk optimalisasi manajemen kas dan menjaga likuiditas keuangan (liquidity).

Adapun kebijakan investasi daerah, setidaknya harus memperhatikan empat hal, yaitu:

1. instrumen investasi apa yang akan dibeli;

2. seberapa banyak dana yang akan diinvestasikan;

3. seberapa lama dana tersebut dapat diinvestasikan;

4. seberapa besar manfaat dan risiko investasi.

Pada dasarnya investasi daerah bersifat luas meliputi:

1. Investasi Aset Keuangan (Financial Assets), antara lain:

deposito;

saham;

obligasi;

sukuk (Obligasi Syariah);

reksadana;

surat Berharga lainnya;

penyertaan modal.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

84

2. Investasi Aset Nonkeuangan, meliputi:

a. Aset Berwujud (Tangible Assets) dalam bentuk Aset Tetap, antara lain:

√ tanah dan bangunan;

√ jalan, irigasi, dan jembatan;

√ infrastruktur dan jaringan;

√ mesin dan peralatan;

b. Investasi Aset Tidak Berwujud (Intangible Assets), antara lain:

√ Sumber Daya Manusia (Intellectual Assets);

√ Data Base dan Sistem Informasi.

12.4. Investasi Aset Keuangan

Investasi aset keuangan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Berdasarkan jangka waktunya, terdiri atas:

investasi jangka pendek (kurang dari 1 tahun)

investasi jangka panjang (lebih dari 1 tahun)

2. Berdasarkan sifat kepemilikannya, terdiri atas:

investasi permanen;

investasi tidak permanen.

Investasi Jangka Pendek adalah investasi pada berbagai instrumen keuangan

yang memiliki masa jatuh tempo atau kepemilikan kurang dari satu

tahun.Investasi jangka pendek bermanfaat bagi pemerintah daerah untuk

mengoptimalkan manajemen kas daerah.Investasi jangka pendek dilakukan untuk

memanfaatkan kas daerah yang masih menganggur atau belum digunakan sampai

jangka waktu tertentu, menjaga keamanan kas daerah, serta untuk memperoleh

keuntungan investasi.

Instrumen investasi jangka pendek yang bisa dipilih antara lain:

deposito 1 bulan;

deposito 3 bulan;

deposito 6 bulan;

surat Perbendaharaan Negara (SPN);

saharn untuk dijual kembali dalam jangka waktu kurang dari I tahun.

Investasi jangka panjang adalah investasi yang memiliki mass jatuh tempo atau

kepemilikan lebih dari satu tahun.Investasi jangka panjang merupakan instrumen

pembiayaan anggaran yang dalam jangka pendek digunakan untuk mengalokasikan

surplus anggaran dan jangka panjangnya untuk meningkatkan pendapatan daerah serta

menjaga kesinambungan tiskal daerah.

Instrumen investasi jangka panjang yang bisa dipilih antara lain:

Deposito 12 bulan;

Surat Utang Negara;

Obligasi Pemerintah Daerah lain;

Saham/penyertaan modal jangka panjang;

Dana bergulir (roll-over fund).

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

85

12.5. Risiko Investasi

Seperti halnya dengan utang, investasi daerah di samping memberikan keuntungan

jugs mengandung risiko yang harus dikelola dengan baik. Risiko investasi tersebut

antara lain

1. Risiko kredit (credit risk)

Risiko kredit adalah risiko yang terkait dengan kegagalan peminjam dana pemerintah

untuk mengembalikan dana yang dipinjam tersebut pada saat jatuh tempo.

Risiko kredit dapat diminimalisasi dengan cara melakukan analisis kredit secara

cermat, membatasi jumlah investasi terhadap kredit yang berisiko tinggi, mensyaratkan

adanya penjaminan atas investasi tertentu.

2. Risiko likuiditas (liquidity risk)

Risiko likuiditas terkait dengan kemudahan untuk menjual instrumen investasi

sebelum jatuh tempo tanpa menderita kerugian.Semakin sulit suatu instrumen

investasi untuk dijual, maka semakin tinggi risiko likuiditasnya. Risiko likuiditas

dapat dikurangi dengan cara memilih instrumen investasi yang aktif

diperdagangkan di pasar sekunder serta membuat perkiraan arus kas dan skedul jatuh

tempo investasi sehingga antara kebutuhan kas dengan pencairan investasi bisa

disesuaikan.

3. Risiko pasar dan suku bunga (market & interest rate risk)

Risiko pasar adalah risiko yang terkait dengan penurunan nilai investasi yang disebabkan

terjadinya perubahan pasar keuangan.Harga pasar keuangan sangat terkait dengan

perubahan tingkat suku bunga. Kenaikan suku bunga dapat berisiko menurunkan harga

surat berharga. Investasi dengan tingkat pendapatan tetap (fixed income securities)

tidak akan banyak terpengaruh oleh perubahan harga pasar, sedangkan untuk investasi

dengan tingkat pendapatan mengambang (floating income securities) sangat

dipengaruhi oleh perubahan harga pasar.

4. Risiko reinvestasi (reinvestment risk)

Risiko reinvestasi terjadi jika pendapatan dari investasi tidak dapat diinvestasikan

kembali dengan tingkat keuntungan yang sama dengan dana pokok yang

diinvestasikan. Hal ini pada umumnya terjadi pada surat berharga yang dapat dilunasi

sebelum jatuh tempo (callable securities). Penerbit surat berharga biasanya

melunasi/menarik kembali surat berharganya pada saat terjadi penurunan tingkat suku

bunga di pasar keuangan. Hal ini kemudian memicu munculnya risiko reinvestasi

bagi investor.

12.6. Prinsip Manajemen Investasi Daerah

Prinsip-prinsip manajemen investasi daerah antara lain:

1. legalitas;

2. keamanan;

3. Likuiditas;

4. keuntungan;

5. kesesuaian.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

86

Legalitas

Investasi daerah harus memenuhi aspek legalitas, misalnya undang-undang,

peraturan pemerintah, clan peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan

keuangan daerah.Untuk investasi jangkapanjang harus menclapat persetujuan DPRD,

sedangkan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas tidak harus

melalui persetujuan DPRD tetapi harus mengacu pada peraturan di tingkat daerah

terkait, misalnya peraturan kepala daerah tentang kebijakan manajemen investasi

daerah.

Keamanan

Keputusan investasi daerah harus mempertimbangkan aspek keamanan

investasi.Keuangan daerah harus dilindungi dari kerugian investasi.Oleh karena itu,

setiap keputusan investasi daerah harus didukung dengan analisis yang memadai

tentang manfaat dan risiko investasi.Karakteristik investasi adalah semakin tinggi

tingkat keuntungan investasi (rate of return), maka semakin tinggi risiko investasi

tersebut (high risk high return).Untuk tujuan keamanan, investasi dengan tingkat

risiko tinggi pada dasarnya kurang sesuai bagi daerah.Pemerintah daerah sebaiknya

memilih instrumen investasi yang lebih aman bagi keuangan daerah.

Likuiditas

Likuiditas investasi adalah seberapa mudah investasi tersebut dapat dicairkan

kembali menjadi kas tanpa mengalami kerugian berarti. Semakin likuid suatu

investasi, maka semakin mudah pemerintah daerah memperoleh dana untuk

memenuhi kebutuhan kas yang mendadak atau tidak terduga. Pemerintah daerah

yang tidak memiliki proyeksi arus kas yang baik perlu menghindari instrumen

investasi yang tidak likuid.

Keuntungan

Tujuan utama investasi adalah untuk memperoleh keuntungan.Investasi yang

dilakukan daerah harus memberikan keuntungan yang optimal.Manajer keuangan

daerah harus berupaya untukmembuat portofolio investasi yang memberikan

keuntungan terbesar bagi daerah dengan tingkat risiko tertentu.

Kesesuaian

Karena organisasi pemerintah daerah bukan seperti perusahaan bisnis, bukan juga

lembaga keuangan, maka tidak semua jenis instrumen investasi cocok untuk

daerah.Sebagai contoh, pemerintah daerah tidak dibenarkan ikut bermain valas

meskipun hal itu dapat memberikan keuntungan. Pemerintah daerah tidak pas jika

melakukan investasi pada zero coupon bond dan surat berharga yanc, jatuh temponya

lebih dari lima tahun. Pemerintah daerah perlu memilih instrumen investasi yang sesuai

untuk operasionalisasi manajemen keuangan daerah dan tidak melanggar peraturan

perundangan terkait.

1. Manajemen utang daerah merupakan suatu proses penyusunan dan

pengimplementasian strategi pengelolaan utang pemerintah daerah yang terkait

dengan upaya bagaimana memperoleh dana pinjaman pada tingkat risiko

terkendali dan biaya terendah Berta menggunakan pinjaman tersebut secara efisien

dan efektif.

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

87

2. Utang memberikan manfaat tetapi juga mengandung risiko. Oleh karena itu

diperlukan manajemen utang dan manajemen risiko yang baik. Manfaat utang

antara lain dapat digunakan untuk memperbaiki struktur anggaran dan neraca

pemda, menjaga kesinambungan fiskal, membiayai investasi untuk akselerasi

pembangunan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mengoptimalkan

manajemen kas daerah. Risiko yang dapat ditimbulkan oleh utang antara lain

utang yang terlalu besar dapat melemahkan struktur fiskal, risiko gagal bayar

(default), kredit bermasalah (nonperforming loan), risiko pasar, risiko

pembiayaan, dan risiko likuiditas.

3. Prinsip manajemen utang daerah antara lain efisiensi dan efektivitas biaya, prinsip

kehati-hatian, diversifikasi, transparansi dan akuntabilitas, bebas ikatan, menjamin

kesinambungan fiskal, memenuhi mekanisme APED, dan menunjang

pertumbuhan ekonomi.

4. Untuk menjamin kesinambungan pembangunan daerah dan keuangan daerah,

pemerintah daerah perlu melakukan investasi. Tujuan utama dilakukannya

investasi daerah tersebut adalah untuk memperoleh keuntungan investasi (yield),

untuk keamanan aset daerah (safety), dan untuk optimalisasi manajemen kas dan

menjaga likuiditas keuangan (liquidity).

5. Kebijakan investasi daerah setidaknya harus memperhatikan empat aspek,

yaitu instrumen investasi apa yang akan dibeli, seberapa banyak dana yang akan

diinvestasikan, seberapa lama dana tersebut dapat diinvestasikan, dan seberapa

besar manfaat dan risiko investasi.

1. Jelaskan mekanisme penerbitan obligasi daerah, syarat-syarat, dan pihak-pihak

yang terlibat.

2. Jelaskan strategi yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk aktivitas linclung

nilai (hedging) atas utang-utangnya.

3. Jelaskan strategi investasi yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam rangka

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pertumbuhan ekonomi, clan kesejahteraan

masyarakat.

4. Berikan contoh program inovasi investasi pemerintah daerah yang memenuhi

prinsip keamanan, likuiditas, keuntungan, dan kesesuaian bagi pemerintah daerah.

5. Di era otonomi daerah ini banyak pemerintah daerah yang berlomba-lomba

untuk menarik investor, baik asing maupun domestik, untuk berinvestasi di

daerah. Berikan evaluasi Anda atas kebijakan tersebut. Apa manfaat clan kerugian

yang diperoleh pemerintah daerah dan masyarakat lokal atas kebijakan ini.

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

88

BAB XIII

MANAJEMEN KEMITRAAN PEMERINTAH DARAH

13.1. Kemitraan Pemerintah Daerah Menghemat APBD

Kemitraan pemerintah daerah (local government partnership) merupakan

program strategis yang penting dilakukan daerah sebab tidak mungkin seluruh

permasalahan pembangunan masyarakat dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah

sendiri.Berbagai permasalahan daerah berupa kemiskinan, pengangguran, pendidikan,

kesehatan, sosial dan kemasyarakatan, sarana prasarana dan sebagainya tidaklah

mampu diatasi melalui APBD saja.Oleh karena itu, perlu dikembangkan kemitraan

antara pemerintah daerah dengan berbagai pihak, baik sektor swasta dan sektor ketiga

melalui skema kemitraan pemerintah daerah. Dilihat dari perspektif manajemen

keuangan daerah, kemitraan pemerintah daerah ini juga memiliki makna strategis

sebagai upaya menghemat APBD di satu sisi tetapi di sisi laindaerah mampu

melakukan akselerasi pembangunan.

Sebenarnya, pemerintah daerah tidak harus berorientasi untuk meningkatkan

volume anggaran setinggi-tingginya, karena yang terpenting bagi pemerintah daerah

bukanlah memperbesar volume APBD setinggi-tingginya, tetapi tercapainya

kesejahteraan masyarakat.Untuk mencapai tujuan tersebut tidak harus seluruhnya

ditanggung pemerintah daerah melalui APBD.Bahkan yang lebih penting adalah

bagaimana pemerintah daerah dapat mendorong partisipasi masyarakat yang lebih

besar dalam pembangunan daerah, mendorong berkembangnya sektor swasta serta

menciptakan iklim yang kondusif bagi investor untuk berinvestasi di daerah.

Pemerintah daerah harus mampu mendorong dan menggerakkan sektor swasta dan

masyarakat daerah untuk melakukan pembangunan di daerah. Hal itu di camping akan

mendorong meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga akan

menumbuhkembangkan sektor swasta. Dampak selanjutnya adalah meningkatnya

kemandirian perekonomian daerah, perbaikan infrastruktur pelayanan publik,

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan terbentuknya masyarakat yang berdikari

(self help community'). Pembangunan infrastruktur publik tidak harus dilakukan oleh

pemerintah sendiri melalui APBD, tetapi dapat melibatkan pihak swasta dan

swadaya masyarakat melalui program kemitraan.Jika pihak swasta dan masyarakat

dilibatkan dalam kerjasama pembangunan daerah, maka pemerintah daerah dapat

menghemat APBD dan mengalokasikannya pada sektor lain yang lebih penting.

13.2. Pola Kemitraan Pemerintah Daerah

Jika mengacu pada teori barang publik, maka pada dasarnya pelayanan publik

merupakan tanggungjawab pemerintah dalam menyediakannya, sedangkan untuk

barang privat murni sektor swastalah yang lebih tepat menyediakan. Namun dalam

kenyataannya terdapat beberapa barang campuran, yaitu barang semi publik (quasi

public goods) dan semi privat (quasi private goods). Pelayanan publik

meliputipenyediaan barang publik murni, semi publik, dan semi privat.Untuk kategori

barang campuran ini, baik sektor publik maupun swasta dapat sama-sama

menyediakan.Oleh karma itu untuk meni.ngkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

89

publik, pemerintah daerah dapat melakukan program kemitraan dengan sektor swasta

atau bisa juga bekerjasama dengan sektor ketiga yaitu dengan organisasi

nonprofit dan LSM.

Kemitraan Pemerintah-Swasta (Public Private Partnership) merupakan suatu model

kemitraan yang didasarkan pada rerangka penyedia terbaik (Best Sourcing).Dengan

rerangka Best Sourcing tersebut pemerintah daerah dapat mendorong sektor swasta

untuk terlibat dalam memberikan pelayanan publik tertentu yang hat itu akan lebih

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan (value for nzonev) dan memberikan

win-win solution baik bagi pemerintah maupun pihak swasta. Bentuk kerjasama

pemerintah dengan swasta bisa berupa kontrak kerja, tender penyediaan barang atau

jasa, atau bisa juga berupa Lasiness Process Outsourcing.Model kemitraan yang dapat

diadopsi antara lain:

1. kontrak pelayanan (service contract);

2. kontrak pengelolaan (management contract);

3. kontrak sewa (lease contract);

4. bangun-kelola-alih milik (Build, Operate and Transfer);

5. bangun-kelola-miliki-alih milik (Build, Operate, Own, and Transfer);

6. koneksi(concession).

Variasi bentuk kemitraan pemerintah-swasta (KPS) dapat dilihat dalam 3 (tiga) hal, yaitu:

1. tingkat alokasi risiko antara pemerintah dan swasta,

2. tingkat kebutuhan tenaga ahli pada masing-masing pihak, dan

3. implikasi potensial terhadap tingkat pembayaran.

Selain itu, berbagai pilihan model kemitraan juga dipengaruhi oleh:

1. aturan hukum dan ketentuan perundangan,

2. struktur pasar penyedia (supplier) barang dan jasa,

3. persyaratan kualitas dan efisiensi, dan

4. faktor politik.

13.3. Kemitraan Pemerintah dan New PublicManagement

Salah satu doktrin New Public Management (NPM) menyatakan organisasi sektor

publik perlu mengadopsi mekanisme pasar untuk menciptakan persaingan di

lingkungan internalnya. Tujuan menciptakan persaingan di sektor publik tersebut

adalah untuk menghemat biaya (efisiensi) dan meningkatkan kualitas. Salah satu

bentuk pengadopsian mekanisme pasar itu adalah dilakukan mekanisme kontrak,

tender kompetitif serta privatisasi. Untuk organisasi pemerintah, kontrak bisa

dilakukan dengan pihak swasta, LSM, atau relawan (volunteer). Beberapa tugas

pelayanan publik tertentu yang menjadi tanggung jawab pemerintah sebenarnya

bisa dikontrakkan ke pihak swasta atau pihak ketiga untuk menanganinya, seperti

pemungutan sampah, penarikan pajak, perawatan dan pemeliharaan aset pemerintah,

dan sebagainya. Pertimbangan yang perlu dilakukan adalah apabila dengan

dikontrakkan pemerintah bisa menghemat pengeluaran dan memperoleh hasil yang

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

90

lebih berkualitas, maka pengontrakan kerja adalah lebih baik. Selain itu, manfaat

lainnya adalah mendorong sektor swasta dan sektor ketiga untuk berkembang.

13.4. Bentuk-bentuk Kemitraan

Terdapat beberapa bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh pemerintah

daerah.Masing-masing bentuk mengandung kelebihan dan kelemahan yang harus

dipertimbangkan oleh pemerintah daerah.01eh karena itu, sebelum memutuskan

untuk memilih skema kemitraan tertentu pemerintah daerah perlu melakukan

penilaian dan perencanaan secara mendalam, memperhitungkan keuntungan dan

risiko yang akan timbul, serta menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

Bentuk kemitraan tersebut antara lain:

1. Operasi – Pemeliharaan (Operation – Maintenance)

2. Desain-Bangun (Design-Build)

3. Operasi Turnkey (Turnkey Operation)

4. Wrap Around Addition

5. Sewa-Beli (Leasing)

6. Privatisasi Temporer

7. Sewa-Bangun-Operasi (lease-develop-operate) atau Beli-Bangun-Operasi

(buy-developoperate)

8. Bangun-Transfer-Operasi (Build-Operate-Transfer)

9. Bangun-Miliki-Operasi-Transfer (Build-Own-Operate-Transfer)

10. Bangun-Miliki-Operasi (Build-Own-Operate)

Operasi - Pemeliharaan (Operation - Maintenance)

Kemitraan bentuk operasi-pemeliharaan merupakan kontrak pemerintah daerah dan

swasta untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas pelayanan publik.Kemitraan

bentuk ini dapat dilakukan pada fasilitas layanan publik umum seperti air, pengolahan

limbah, pemeliharaan jalan, arena parlor, dan beberapa fasilitas rekreasi umum.

Kelebihannya:

Berpotensi meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan.

Penghematan biaya.

Strukturisasi kontrak yang fleksibel.

Kepernilikan proyek oleh Pemda.

Kekurangannya:

Perjanjian Kolektif tidak mengizinkan pembatalan kontrak.

Adanya biaya masuk kembali dalam pasar jika terjadi pailit terhadap, partner

swasta. Dengan kata lain pemerintah harus meneruskan operasi clan mungkin

harus memberikan subsidi.

Kurangnya kontrol kepemilikan clan kemampuan untuk merespons perubahan

permintaan publik.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

91

Desain-Bangun (Design-Build)

Kemitraan bentuk desain-bangun merupakan kontrak pemerintah daerah dan swasta

untuk melakukan desain dan membangun fasilitas sesuai dengan standar kinerja yang

dibutuhkan pemda, ketika suatu fasilitas layanan telah jadi, fasilitas tersebut menjadi

milik pemerintah daerah.Pemerintah daerah selanjutnya juga bertanggung jawab

mengoperasikan fasilitas tersebut.Kemitraan jenis ini dapat diaplikasikan pada seluruh

penyediaan infrastruktur publik seperti penyediaan jalan, air, pengolahan limbah,

kolam renang clan beberapa infrastruktur publik lainnya.

Kelebihannya:

Memanfaatkan pengalaman partner swasta.

Peluang inovasi dan penghematan biaya.

Fleksibilitas dalam penyediaan.

Peluang efisiensi konstruksi.

Pengurangan jadwal konstruksi.

Risiko lebih banyak ditanggung oleh partner swasta.

Akuntabilitas menjadi lebih balk.

Maim konstruksi yang rendah.

Kelemahannya:

Berkurangnya kontrol pemerintah daerah.

Kompleksitas prosedur pelaksanaan.

Maya modal yang rendah akan menyebabkan tingginya biaya operasi dan

pemeliharaan.

Operasi Turnkey (Turnkey Operation)

Kemitraan bentuk turnkey operation merupakan kerjasama antara pemerintah daerah

dengan swasta yang dalam hal ini pemerintah daerah mendanai proyek, sementara

partner swasta melakukan desain, konstruksi, dan operasi fasilitas publik untuk

jangka waktu tertentu.Kinerja ditentukan oleh publik clan pemda menjaga

kepemilikan fasilitas publik.Bentuk kemitraan ini digunakan ketika publik

membutuhkan kepemilikan terhadap fasilitas dan mengambil manfaat dari kemampuan

partner swasta dalam melakukan konstruksi clan operasi. Fasilitas yang dapat

menggunakan sistem ini antara lain air bersih, kolam renang, padang golf, clan

pembangunan gedung.

Kelebihannya:

Menempatkan risiko konstruksi pada partner swasta.

Proposal yang.diajukan dapat dijadikan alas kontrol seperti tujuan operasionalnya.

Kewajiban melakukan transfer akan meningkatkan kualitas konstruksi.

Manfaat publik akibat efisiensi konstruksi yang dilakukan oleh partner swasta.

Manfaat publik akibat efisiensi operasi yang dilakukan oleh partner swasta.

Konstruksi dapat terjadi melalui teknik pembangunan cepat.

Kelemahannya:

Mengurangi kontrol pemda terhadap operasi fasilitas publik.

Kompleksitas prosedur.

Peningkatan biaya bila pihak swasta tidak dapat bekerjasama dengan balk.

Pendanaan bergantung kepada jenis infrastruktur.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

92

Wrap Around Addition

Kemitraan bentuk wrap around addition merupakan kerjasama antara pemerintah

daerah dengan swasta yang dalam hal ini partner swasta menclanai clan membangun

tambahan fasilitas publik yang tersedia. Partner swasta juga mengoperasikannya

sampai tenggang waktu tertentu sampai dengan modal partner swasta kembali

ditambah keuntungan yang diinginkannya.Kemitraan jenis ini dapat diaplikasikan

pada hampir seluruh infrastruktur dan fasilitas publik termasuk jalan, air bersih,

pengolahan limbah dan lain sebagainya.

Kelebihannya:

Pemerintah daerah tidak perlu menyediakan modal untuk peningkatan kualitas.

Risiko finansial ditanggung partner swasta.

Manfaat bagi pemda karena pengalaman konstruksi yang dilakukan oleh partner

swasta.

Peluang untuk melakukan pembangunan dengan cara yang cepat.

Fleksibilitas dalam pengadaan.

Peluang dalam peningkatan efisiensi konstruksi.

Pengurangan jadwal dalam implementasi proyek.

Kelemahannya:

Peningkatan (lip-grade) fasilitas tidak termasuk dalam kontrak dengan partner

swasta akan dapat menimbulkan kesulitan di kemudian hari.

Tambahan pengeluaran termasuk dalam perubahan kontrak saat ini dengan partner

swasta.

Kehilangan pengawasan terhadap proyek.

Kontrak yang kompleks.

Sewa-Beli (Leasing)

Sewa-beli merupakan jenis kemitraan yang dalam hal ini pemerintah daerah

melakukan kontrak kepada partner swasta untuk melakukan desain, pembiayaan, dan

membangun fasilitas untuk layanan publik.Partner swasta kemudian menyewakan

kepada pemda sampai dengan kepemilikan fasilitas menjadi milik pemerintah. Hal ini

dilakuan ketika pemda ingin menyediakan fasilitas layanan akan tetapi tidak bersedia

memberikan pendanaan. Sewa-beli dapat cligunakan untuk pembangunan modal

seperti gedung, armada kendaraan, air bersih dan penyediaan fasilitas komputer.

Kelebihannya:

Peningkatan efisiensi konstruksi.

Peluang untuk inovasi.

Pembayaran sewa lebih rendah dibandingkan pembayaran utang.

Risiko ditanggung oleh partner swasta.

Peningkatan kualitas pelayanan publik dengan biaya yang rendah.

Potensi untuk melakukan pembayaran sewa berdasarkan kinerja swasta.

Kekurangannya:

Berkurangnya pengawasan terhadap layanan dan infrastruktur.

Privatisasi Temporer

Privatisasi temporer merupakan transfer kepemilikan fasilitas publik kepada partner

swasta yang melakukan peningkatan dan ekspansi terhadap fasilitas yang tersedia.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

93

Fasilitas kemudian dimiliki dan dioperasikan oleh partner swasta sampai modal

partner swasta kembali ditambah keuntungan yang wajar. Model kemitraan ini dapat

diaplikasikan pada infrastruktur dan fasilitas publik lainnya seperti jalan, pengolahan

limbah, fasilitas parkir gedung pemerintah dan sebagainya.

Kelebihannya:

Jika kontrak denganpartner swasta terstruktur dengan baik maka pemda

dapat melakukan pengawasan terhadap standar kinerja tanpa harus

mengeluarkan biaya kepemilikan dan operasi.

Transfer aset oleh pemda dapat mengurangi biaya operasi oleh pemerintah daerah.

Partner swasta dapat menyediakan peningkatan efisiensi konstruksi terhadap

pemda.

Kemudahan akses terhadap modal partner swasta dalam konstruksi dan operasi.

Risiko operasional ditanggung oleh partner swasta.

Kekurangannya:

Berkurangnya kontrol pemerintah terhadap fasilitas publik.

Kontrak harus dibuat dengan seksama untuk menghindari kejadian yang tidak

diinginkan di masa datang.

Sektor swasta dapat menentukan besarnya tarif konsumen.

Kesulitan mengganti partner swasta jika terjadi kebangkrutan.

Hilangnya potensi pemda untuk memperluas kembali layanan.

Pengalihan pegawai pemda.

Isu ketenagakerjaan.

Sewa/Beli-Bangun-Operasi (Lease/Buy-Develop-Operate)

Sewa/beli-bangun-operasi adalah jenis kemitraan yang dalam hal ini partner swasta

menyewa dan/atau membeli fasilitas dari pemda, melakukan ekspansi, modernisasi

kemudian mengoperasikan fasilitas berdasarkan kontrak.Partner swasta berharap

melakukan investasi pada ekspansi dan peningkatan fasilitas sampai mendapatkan

pengembalian investasi dan realisasi keuntungan yang wajar.Model kemitraan ini juga

dapat diaplikasikan pada hampir seluruh infrastruktur clan fasilitas publik termasuk

jalan, pengolahan limbah, air bersih, bandar udara, fasilitas rekreasi, gedung

pemerintah dan sebagainya.

Kelebihannya:

Jika partner swasta membeli fasilitas atau infrastruktur maka terdapat tambahan

dana kepada pemerintah.

Pemerintah daerah tidak memerlukan modal untuk meningkatkannya.

Pembiayaan risiko dapat dialihkan pada pihak swasta.

Peluang untuk peningkatan pendapatan pada pemerintah dan partner swastanya.

Pemerintah daerah diuntungkan oleh pengalaman partner swastanya dalam

membangun.

Peluang untuk melakukan pembangunan dengan cepat.

Fleksibilitas dalam penyediaannya.

Peluang untuk peningkatan efisiensi dalam konstruksi.

Efisiensi waktu dalam implementasi proyek.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

94

Kelemahannya:

Berkurangnya kontrol dari pemerintah terhadap, infrastruktur dan fasilitas publik.

Kesulitan dalam penilaian aset.

Ise tentang penjualan dan penyewaan proyek yang mendapatkan subsidi

pemerintah.

Jika fasilitas publik dijual kepada partner swasta risiko kesalahan pemanfaatan

dapat terjadi.

Peningkatan kualitas layanan yang tidak termasuk dalam kontrak memungkinkan

terjadinya kesulitan di masa akan datang.

Bangun -Operasi- Transfer (Build-Operate-Transfer)

BOT merupakan model kemitraan pemerintah dengan swasta yang mana

pemerintah daerah melakukan kontrak dengan partner swasta untuk membiayai dan

membangun sebuah fasilitas atau infrastruktur. Ketika selesai partner swasta

melakukan transfer kepemilikan fasilitas kepada pemda. Pemda kemudian

menyewakan kembali fasilitas kepada partner swasta sampai dengan pihak swasta

memperoleh pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar. Kemitraan bentuk

BOT ini dapat diaplikasikan pada sebagian besar infrastruktur seperti: jalan, air bersih,

pengolahan limbah air bersih, fasilitas parkin, gedung pemda, bandar udara, kolam

renang, dan sebagainya. BOT merupakan alaiuntuk menarik sektor swasta dan

investasi axing dalam, penyediaan infrastruktur publik. Kemitraan jenis BOT ini telah

lama diadopsi oleh negara-negara maju, misalnya pada proyek Anglo-French

Channel Tunnel.Belakangan, negara-negara berkembang juga mulai banyak

mengadopsi model ini, misalnya proyek jembatan dan bandara di Hong Kong, proyek

energi dan jalur kereta api di Cina, pembangunan jalan raga dan bandara di Malaysia,

pembangunan telekomunikasi di Thailand, proyek energi di Filipina, proyek energi

thermal di Pakistan, dan sebagainya.

Kelebihan BOT:

Pemerintah daerah mendapat manfaat dari keahlian partner swastanya.

Pemerintah daerah mendapatkan manfaat penghematan operasi dari partner

swasta.

Pemerintah daerah dapat mempertahankan kepemilikan aset.

Kepemilikan pemerintah dan kontrak di luar operasi tidak dapat dikenai pajak.

Pemerintah daerah mempertahankan otoritas terhadap kualitas layanan dan

pembayarannya.

Pemerintah daerah memiliki kemampuan kontrol terhadap kinerja operasional,

standar pelayanan, dan perawatannya.

Pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk mengakhiri kontrak jika standar

kinerja tidak terpenuhi, walaupun fasilitas dapat terns digunakan.

Penghematan terhadap desain, konstruksi, dan arsitekturnya.

Kelemahannya:

Kemungkinan pemindahan entitas sektor swasta atau penyelesaian kontrak ketika

terjadi kebangkrutan partner swasta.

Jika kontraktor bangkrut, maka pemerintah yang hares melanjutkan operasi proyek

dan memberikan subsidi.

Lebih rawan terjadi korupsi.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

95

Bangun-Miliki-Operasi-Transfer (Build-Oven-Operate-Transfer)

BOOT merupakan bentuk kemitraan yang dalam hal ini pihak swasta mendapatkan

waralaba eksklusif untuk pembiayaan, pembangunan, operasi, perawatan, pengaturan

dan pengumpulan bayaran dalam periode yang tetap sebagai kompensasi investasinya.

Dan pada akhir masa waralaba, fasilitas tersebut dapat kembali menjadi milik

pemerintah.Kemitraan jenis ini juga dapat diaplikasikan pada hampir seluruh

infrastruktur dan fasilitas publik.

Kelebihannya:

Memaksimalkan penggunaan sumber pendanaan.

Konstruksi fasilitas yang paling efisien clan efektif.

Masyarakat dapat menikmati fasilitas tanpa mengeluarkan biaya tetap yang mahal

dan tidak menanggung utang jangka panjang.

Kondisi awal pembangunan diserahkan pada pihak swasta.

Akses terhadap keahlian manajerial pihak swasta, peralatan, inovasi clan tenaga

kerja dapat mendatangkan penghematan.

Pembagian risiko dengan pihak swasta.

Kelemahannya:

Fasilitas dapat ditransfer kembali kepada publik ketika fasilitas sedang digunakan

namun biaya operasi meningkat.

Publik kehilangan kontrol terhadap modal konstruksi clan modal awal operasi.

Kontrak hares diperhatikan dengan seksama untuk menghindari kejadian yang

tidak diinginkan di masa depan.

Partner swasta dapat menentukan ongkos yang dibayarkan konsumen.

Kesulitan dalam penggantian partner swasta ketika terjadi risiko kebangkrutan.

Bangun-Miliki-Operasi (Build-Owned-Operate)

Bangun-miliki-operasi (BOO) merupakan jenis kemitraan berupa transfer kepemilikan

dan tanggung jawab fasilitas publik yang dalam hal ini pemda melakukan kontrak

dengan partner swasta untuk membangun, dan memiliki kemudian mengoperasikan

fasilitas barn, partner swasta juga membiayai pelaksanaan proyek. Kemitraan jenis ini

juga dapat diaplikasikan pada hampir seluruh infrastruktur clan fasilitas publik.

Kelebihannya:

Tidak ada keterlibatan pemerintah dalam penyediaan dana dan operasi fasilitas.

Pemerintah daerah dapat mengatur jasa layanan yang disediakan sektor swasta.

Sektor swasta mengoperasikan layanan dalam bentuk yang paling efisien dalam

jangka panjang atau jangka pendek.

Tidak membutuhkan pendanaan pemerintah.

Tersedia aliran pendapatan yang berasal dari PPh dan Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) dari fasilitas yang disediakan publik.

Kebijakan penanganan jangka panjang dalam melakukan operasi merupakan

insentif bagi pembangunan (kontraktor).

Kelemahannya:

Sektor swasta tidak membangun fasilitas tersebut sebagai barang publik.

Pemerintah daerah tidak memiliki mekanisme untuk mengatur harga yang

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

96

berlaku.

Penyediaan fasilitas dibatasi oleh peraturan daerah yang berlaku.

Tidak ada kompetisi dalam penyediaan fasilitas publik ini.

13.5. Biaya Transaksi dalam Kontrak

Kemitraan pemerintah melalui mekanisme kontrak (tender) mengandung biaya

transaksi yang harus ditanggung oleh pemerintah.Besar kecilnya biaya transaksi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat transaksi yang meliputi tingkat kesulitan

atau kompleksitas pekerjaan dan persyaratan teknis, Berta banyaknya potensi penyedia

barang dan jasa di pasar (provider/suppliers).Jika transaksi semakin kompleks dan

penyedia potensial di pasar sedikit, maka biaya transaksi akan besar. Sebaliknya se-

makin sederhana atau mudah suatu pekerjaan, maka semakin banyak penyedia

potensialnya sehingga biaya transaksi menjadi kecil.Kontrak jangka panjang lebih

ekonomis dibandingkan jangka pendek.Jumlah penyedia yang kecil juga

memungkinkan terjadi kolusi atau bisa juga mereka membentuk pasar oligopoli

sehingga memiliki posisi tawar yang lebih kuat untuk menentukan harga tawar.Dalam

keadaan seperti itu informasi harga pasar menjadi sulit diperoleh dan informasi

mengenai biaya juga sulit.Hal itu kemudian memicu dilakukannya kontrak jangka

panjang yang sebenarnya dapat menciptakan ketergantungan bagi pemerintah daerah

terhadap penyedia tersebut.

Pada kasus yang paling ekstrem di mana transaksi yang dikontrakkan sangat

kompleks dan hanya ada satu penyedia tunggal, maka model pengontrakan

sebenarnya menjadi tidak efektif.

Beberapa Anggapan yang Keliru

Kemitraan pemerintah baik dengan swasta maupun sektor ketiga seringkali

dianggap dan dikhawatirkan akan melemahkan peran negara atau pemerintah (weak

state) yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Anggapan seperti itu tidak

sepenuhnya benar karena dalam kenyataannya justru dengan dilakukannya kemitraan

tersebut maka pelayanan publik akan semakin efisien dan efektif yang hal itu akan

menguntungkan masyarakat. Beberapa anggapan yang keliru tentang program

kemitraan pemerintah sebagai berikut:

1. Kemitraan pemerintah khususnya dengan pihak swasta dianggap sebagai bentuk

privatisasi. Anggapan seperti ini tidak tepat karena hanya ada satu bentuk

kemitraan pemerintah dengan swasta yang berupa bangun-miliki-operasi (Build-

Own-Operate/BOO) yang mendekati bentuk privatisasi. Dalam skema itu pun

pemerintah masih dapat menentukan kondisi dan regulasi yang harus dipenuhi

pihak swasta sebagai mitranya.

2. Dengan dimitrakan kepada pihak swasta dan sektor ketiga, pemerintah daerah

akan kehilangan kontrol terhadap penyediaan pelayanan. Anggapan ini juga tidak

tepat sebab justru sebaliknya pemerintah masih dapat tetap melakukan kontrol

dengan eara membuat regulasi tentang penyediaan jasa yang harus dipenuhi oleh

para mitra penyedia layanan publik. Pemerintah daerah dapat menentukan

spesifikasi teknis, kerangka acuan kerja, dan standar pelayanan minimal yang

harus dipenuhi dalam pelayanan publik.

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

97

3. Kemitraan hanya cocok dilakukan untuk proyek infrastruktur atau pengadaan

barang modal. Dalam kenyataannya kemitraan pemerintah tidak hanya untuk

pengadaan barang saja tetapi juga jasa, misalnya penelitian, pelayanan data dan

informasi, pendataan dan pengumpulan pajak, pengumpulan sampan,

pemeliharaan aset, dan sebagainya.

4. Alasan di balik kemitraan pemerintah sebenarnya pemerintah hanya ingin

menghindari utang saja. Anggapan ini kurang tepat meskipun memang dengan

model kemitraan tertentu memungkinkan laporan keuangan pemerintah daerah

akan nampak lebih baik tetapi sebenarnya bukan itu yang menjadi tujuan.

Kemitraan bukan merupakan bagian dari alas untuk melakukan creative accounting

atau window dressing yang tepat bagi pemerintah daerah.

5. Kualitas pelayanan akan turun jika dimitrakan kepada swasta atau pihak

ketiga umuk penyediaannya. Hal ini justru bertolak belakang dengan tujuan

dilakukannya kernitraan. Dengan kemitraan diharapkan kualitas pelayanan

menjadi lebih baik, lebih efisien, dan efektif.

6. Pegawai pemerintah akan banyak menganggur, kehilangan pekerjaan, dan berkurang

pendapatannya jika dilakukan kemitraan. Hal ini justru yang harus dihindari, sebab

dengan dimitrakan maka pegawai pemerintah dapat berkonsentrasi untuk

melakukan pekerjaan lain yang lebih strategic dan bernilai tambah.

7. Biaya pelayanan akan meningkat karena masyarakat harus membayar keuntungan yang dinikmatimitra swasta. Memang dalam hal ini pihak swasta harus memperoleh laba, tetapi pemerintah daerah sebaiknya memutuskan untuk bekerjasama hanya jika biaya yang diminta lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah apabila menyediakan sendiri.

Potensi Keuntungan dan Kerugian Kemitraan Pemerintah Daerah

Perlu disadari bahwa kemitraan pemerintah bukan merupakan solusi untuk

penyediaan seluruh jenis pelayanan publik. Ada beberapa jenis pelayanan publik

yang akan lebih menguntungkan jika dikerjasamakan melalui model kemitraan

sedangkan sebagian yang lain lebih baik tetap dilakukan oleh pemerintah daerah

sendiri. Untuk itu, sebelum memutuskan pelayanan mana yang akan dikerjasamakan

melalui model kemitraan maka perlu dilakukan penilaian mendalam terkait kebutuhan

pelayanan, cakupan pelayanan, aktivitas pelayanan, kebutuhan investasi, dan aspek

pembiayaan atau anggarannya.

Potensi keuntungan yang akan didapatkan pemerintah dalam kemitraan antara lain:

1. Penghematan Biaya (Cost Savings).

2. Mengurangi risiko (Risk Sharing).

3. Memperbaiki tingkat pelayanan dan kualitas pelayanan.

4. Meningkatkan efisiensi anggaran.

5. Meningkatkan pendapatan.

6. Mendorong pertumbuhan sektor swasta.

7. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Di samping memberikan keuntungan yang potensial, kemitraan pemerintah daerah

juga berpotensi untuk menimbulkan kerugian, yaitu:

1. Kehilangan kontrol (loss of control) oleh pemerintah daerah yang sebelumnya

sepenuhnya di bawah kendali pemerintah. Setelah dikerjasamakan, maka sebagian

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

98

atau seluruh kendalinya harus dialihkan kepada mitra kerja.

2. Meningkatkan biaya yang disebabkan karena estimasi harga atau biaya yang tidak

akurat.

3. Meningkatkan risiko politik.

4. Kualitas pelayanan yang turun jika ternyata mitra yang dipercaya tidak kompeten,

wan prestasi, atau bangkrut.

5. Memungkinkan terjadi kesalahan dalam proses pemilihan pemenang tender.

Pemerintah daerah akan memperoleh keuntungan dengan melakukan kemitraan

dengan sektor swasta apabila beberapa kondisi terpenuhi. Jika kondisi itu tidak

terpenuhi, maka kemitraan berpotensi kurang memberikan manfaat bagi pemerintah

daerah. Kondisi tersebut antara lain:

1. Pelayanan atau program tersebut tidak dapat disediakan dengan pembiayaan atau

keahlian yang dimiliki pemerintah daerah sendiri.

2. Pihak swasta akan dapat memberikan hasil (kualitas pelayanan) yang lebih baik

daripada jika disediakan sendiri oleh pemerintah.

3. Dengan dikerjasamakan, pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dibandingkan

dikerjakan sendiri oleh pemerintah daerah.

4. Terdapat dukungan atau keberterimaan dari penerima layanan publik. (masyarakat)

atas keterlibatan pihak swasta atau sektor ketiga dalam penyediaan layanan

tersebut.

5. Terdapat pasar penyedia layanan (providerlsupplier) sehingga memungkinkan

terjadinya kompetisi yang sehat.

6. Tidak ada hambatan hukum dan politik atas skema kemitraan.

7. Output dari pelayanan dapat diukur dan ditentukan harganya secara akurat.

8. Biaya pelayanan dapat dipulihkan (cost recovery) melalui penerapan tarif pada

pengguna layanan (user feesIcharge for services).

9. Peluang untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui program kemitraan.

1. Program kemitraan pemerintah daerah dengan pihak swasta dan sektor ketiga

Berta dengan pemerintah daerah lain merupakan langkah strategic yang perlu

dilakukan daerah dalam rangka mensinergikan pembangunan. Permasalahan

masyarakat di daerah tidaklah mungkin diselesaikan sendiri oleh pemerintah

daerah apalagi kalau hanya mengandalkan APED saja.

2. Pemerintah daerah dapat menggunakan berbagai alternatif model kemitraan yang

ada untuk mengoptimalkan pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

3. Model kemitraan yang dapat diadopsi pemerintah daerah antara lain kontrak

pelayanan (service contract), kontrak pengelolaan (management contract),

kontrak sewn (lease contract), bangunkelola-alih milik (build, operate and

transfer), bangun-kelola-miliki-alih milik (build, operate, own, and transfer) dan

konsesi (concession).

4. Kemitraan tidak berarti selalu memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.

Setiap bentuk kemitraan mengandung potensi keuntungan dan kerugian. Oleh

karena itu, perencanaan yang baik, manajemen risiko, dan penilaian mendalam

IKHTISAR

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

99

tentang skema kemitraan mutlak harus dilakukan agar pemerintah daerah tidak

dirugikan yang pada akhirnya masyarakat juga yang dirugikan.

1. Jelaskan arti pentingnya kemitraan pemerintah daerah dalam manajemen

keuangan daerah.

2. Berikan analisis Anda tentang program privatisasi perusahaan publik. Mengapa

kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Apa manfaat dan kerugian program

privatisasi.

3. Program kemitraan tidak selalu menguntungkan pemerintah daerah. Berikan

pendapat Anda bagaimanakah langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah

agar tidak menderita kerugian akibat kebijakan program kemitraan pemda.

4. Sant ini sedang terjadi trend untuk melakukan outsourcing baik di perusahaan

bisnis maupun di sektor publik. Berikan analisis Anda mengenai kebijakan

outsourcing tersebut. Apa manfaat dan kerugiannya.

5. Berikan analisis dan evaluasi Anda tentang suatu program kemitraan pemda,

bagaimanakah dampaknya terhadap kinerja pegawai pemda dan masyarakat.

PERTANYAAN

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

100

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2005) Statistik Keuangan Pemerintah KabapatenlKota 2001-

2003, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (2007) Statistik Keuangan Pemerintah KabupatenlKota 2004-

2005, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (2008) Statistik Keuangan Pemerintah KablipatenIKota 2005-

2006, Jakarta.

Bennett, John and Iossa, Elisabetta (2005) Delegation of Contracting in the Private

Provision of Public

Services, Working Paper Series No. 05/125, Centre for Market and Public

Organisation, University of

Bristol, UK.

Coe, C. K. (1989) Public Financial Management, Englewood Cliffs, NJ.: Prentice

Hall.

Cox, Wendell (1996) Competitive Contracting for More Effective and Efficient

Government, Congressional Testimony before the Subcommittee on Civil

Service–Committee on Government Reform and Oversight-United States House

of Representatives.

Departemen Keuangan Republik Indonesia (2005) Evaluasi Pelaksanaan UU Nomor

34 Tahun 2000 Tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Laporan Penelitian, Jakarta: Pusat Pengkajian

Ekonomi dan Keuangan

Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama International Departemen

Keuangan R.I.

Devas, Nick (1989) Financing Local Government in Indonesia, Ohio: Ohio University

Center for International

Studies.

Flynn, Norman (1997) Public Sector Management, 3"

Ed., London: Prentice Hall –

Harvester Wheatsheaf. Halim, Abdul (2001) Manajemen Keuangan Daerah,

UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Hughes, O. E. (1998) Public Management and Administration, 2nd Ed., London:

MacMillan Press Ltd. International Monetary Fund and the World Bank (2003)

Guidelines for Public Debt Management. Jones, Bernard M. (1995) Local

Government Financial Management, Hertfordshire: ICSA Publishing. Jones, R.

and Pendlebury, M. (2000) Public Sector Accounting. 5"' Ed., London: Pitman.

Laksono, Agus P. (2007) Sukuk: Alternatif Instrumen Investasi dan Pembiayaan,

Bahan Paparan Disampaikan dalam Talk-Show "Sukuk for the Better Future of

Shari'a Economic System" yang diselenggarakan oleh Forum Studi Islam

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Mahmudi (2006) "Reformasi Keuangan Negara dan Daerah di Era Otonomi,"

dalam Standar Akuntansi Pemerintahan: Telaah Kritis PP No. 24 Tahun 2005,

[ MODUL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ]

101

Yogyakarta: BPFE.

Mahmudi (2007) Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Panduan Bagi

Eksekutif, DPRD, dan Masyarakat

dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial, dan Politik, Yogyakarta: UPP STIM

YKPN. Mahmudi (2007) Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi Revisi,

Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mardiasmo (2002) Akuntansi Sektor Publik,

Yogyakarta: ANDI.

Mardiasmo (2002) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: ANDI.

Mardiasmo (2003) "Prospek Utang Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan

Pembangunan Daerah" makalah

disampaikan dalam Seminar Regional Prospek Obligasi Daerah Sebagai Alternatif

Pembiayaan Daerah di

Indonesia, Kerjasama Pusat Pengembangan Ekonomi (PPE) UMY dengan DPRD Kota

Yogyakarta. Ministry of Finance, Singapore (2004) Public Private Partnership

Handbook, Version 1.

Ministry of Municipal Affairs, British Columbia (1999) Public Private

Partnership: A Guide for Local Government.

OECD (1997) "Best Practice Guidelines For Contracting Out Government Services,"

PUMA Policy Brief No. 2. Pendlebury, Maurice W. (Editor) (1990) Management

Accounting in the Public Sector, London: Heinemann Professional Publishing.

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM (2008) Strategi dan Teknik

Peningkatan Pendapatan Ash Daerah, Modul Workshop, Yogyakarta, Tidak

Diterbitkan.

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM (2006) Penyusunan Analisis

Standar Belanja (ASB) Propinsi Nusa Tenggara Timur, Laporan Penelitian,

Tidak Diterbitkan.

Shah, Anwar (Editor) (2005) Public Expenditure Analysis, Washington DC.: the

World Bank.

Shah, Anwar (Editor) (2007) Local Public Financial Management, Washington DC.:

the World Bank. Simanjuntak, Robert A. dan Mahi, B. Rakasa (2002) Mobilisasi

Penerimaan Pajak Daerah Pada Era Desentralisasi

di Indonesia, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Simanjuntak, Robert A. dan Mahi, B. Rakasa (2003) "Local Revenue Mobilization and

Local Borrowing" Paper presented at the International Symposium on

Indonesia's Decentralization Policy: Problems and Policies Directions, Tokyo,

Japan.

Syed Ali, Salman (2007) Ijarah Sukuk: Current Structure and Future Prospects,

Makalah International Seminar & Workshop on Islamic Financial Engineering,

Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi U11 Yogyakarta. 9-10 Januari 2007.

Wang, XiaoHu (2006) Financial Management in the Public Sector: Tools,

Applications, and Cases. New York: M.E. Sharpe, Inc.