modul kristalografi

51
TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Praktikan wajib hadir 5 menit sebelum kegiatan praktikum dimulai. 2. Praktikan yang terlambat mengikuti kegiatan praktikum lebih dari 10 menit dianggap tidak hadir atau dinyatakan absen. 3. Praktikan diwajibkan membawa Modul saat praktikum berlangsung. 4. Setiap Praktikan diwajibkan membawa peralatan dan perlengkapan praktikum yang dibutuhkan masing-masing dan tidak boleh meminjam dari praktikan lain selama kegiatan praktikum. 5. Praktikan diwajibkan memakai pakaian rapi (kemeja dan bukan kaos oblong) selama praktikum berlangsung. 6. Praktikan dilarang makan, minum, maupun merokok di dalam ruangan laboratorium selama praktikum berlangsung. 7. Praktikan yang tidak hadir 2 kali berturut-turut akan dianggap gugur dan dipersilahkan untuk mengulang tahun depan. 8. Praktikan dilarang membuat kegaduhan saat praktikum berlangsung dan wajib menjaga perlengkapan dan kebersihan laboratorium. 1

Upload: delta-milano

Post on 30-Jul-2015

2.010 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL Kristalografi

TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan wajib hadir 5 menit sebelum kegiatan praktikum dimulai.

2. Praktikan yang terlambat mengikuti kegiatan praktikum lebih dari 10

menit dianggap tidak hadir atau dinyatakan absen.

3. Praktikan diwajibkan membawa Modul saat praktikum berlangsung.

4. Setiap Praktikan diwajibkan membawa peralatan dan perlengkapan

praktikum yang dibutuhkan masing-masing dan tidak boleh meminjam

dari praktikan lain selama kegiatan praktikum.

5. Praktikan diwajibkan memakai pakaian rapi (kemeja dan bukan kaos

oblong) selama praktikum berlangsung.

6. Praktikan dilarang makan, minum, maupun merokok di dalam ruangan

laboratorium selama praktikum berlangsung.

7. Praktikan yang tidak hadir 2 kali berturut-turut akan dianggap gugur

dan dipersilahkan untuk mengulang tahun depan.

8. Praktikan dilarang membuat kegaduhan saat praktikum berlangsung

dan wajib menjaga perlengkapan dan kebersihan laboratorium.

9. Pelanggaran terhadap tata tertib praktikum akan dikenakan sanksi

berupa pengurangan nilai atau dianggap gugur.

1

Page 2: MODUL Kristalografi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

tersusunnya buku panduan praktikum ini. Penyusunan buku panduan

Praktikum Kristalografi ini dimaksudkan untuk membantu dan menuntun

mahasiswa yang baru pertamakali mempelajari Kristalografi. Diharapkan

agar mahasiswa dapat mengenal setiap bentuk Kristal, baik untuk

menggambarkannya dalam bentuk tiga dimensi maupun dalam bentuk dua

dimensi, beserta unsur-unsur simetri yang terkandung didalamnnya.

Materi yang disajikan dalam buku panduan ini merupakan kumpulan serta

petikan dari berbagai buku penerbitan lainnya yang btelah dipilih dan

menurut pendapat penyusun akan sesuai diberikan kepada mahasiswa

yang memang baru pertama kali mempelajari Kristalografi. Namun demikian

mahasiswa tetap diharapkan selalu membaca buku-buku Kristalografi

lainnya.

Diakui buku ini masih jauh dari sempurna, banyak dirasakan

kekurangannya, untuk itu pada masa-masa berkala akan dilakukan

perbaikan-perbaikan dan penambahan-penambahan. Kritik dan saran

pembaca masih tetap disaran demi kesempurnaan buku ini.

Akhirnya sangat diharapkan semoga buku panduan praktikum Kristalografi

ini dapat membantu praktikan dalam mengikuti praktikum

Kupang, Juli 2009

Penyusun

2

Page 3: MODUL Kristalografi

PENGERTIAN KRISTALOGRAFI

A. DASAR TEORI

Kristal: zat padat homogen, anisotrop dan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah dan kedudukan dari bidangnya tertentu dan teratur. Ciri-ciri kristal: permukaan terdiri dari bidang-bidang datar ataupun polieder (bidang banyak) yang teratur. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus air mengandung pengertian:

Tidak termasuk didalamnya zat cair dan gas

Tidak dapat diuraikan menjadi senyawa lain yang lebih sederhana oleh

proses-proses fisika

Menuruti hukum-hukum pasti sehingga susunan bidangnya mengikuti

hukum geometri mengandung pengertian:

Jumlah bidang dari suatu bentuk kristal tetap

Macam bentuk dari kristal tetap

Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang

tetap

Kristalografi: ilmu yang mempelajari sifat-sifat geometri dari kristal

terutama tentang perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar

(morfological), struktur dalam (internal), dan sifat-sifat fisisnya. Atau

pelajaran mengenai penjabaran kristal-kristal.

3

Page 4: MODUL Kristalografi

Sifat Geometri: memberikan pengertian tentang letak, panjang dan jumlah

sumbu klristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta

bentuk bidang luar yang membatasinya.

Perkembangan dan pertumbuhan kenampakkan bentuk luar: bahwa

disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu suatu bidang pada situasi

permukaan, juga mempelajari kombinasi antara suatu bentuk kristal dengan

bentuk kristal lainnya yang masih dalam satu sistem kristalografi, ataupun

dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk kemudian.

Struktur dalam: adalah susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga

menghitung parameter dan parameter rasio.

Sifat fisik kristal: sangat tergantung pada struktur (susunan atom-

atomnya). Besar kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk

yang dibatasi oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan dikenal dua zat

yaitu kristalin dan non kristalin.

Sumbu dan Sudut Kristalografi

a. Sumbu kristalografi: garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal

mempunyai bentuk tiga dismensi, yaitu panjang, lebar dan tebal atau

tinggi, namun dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga

digunakan proyeksi orthogonal

b. Sudut kristalografi: sudut yang dibentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu

kristalografi pada pusat kristal

4

Page 5: MODUL Kristalografi

B. TUJUAN PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI

Umum:

Mengenal bentuk-bentuk kristal yang banyak corak dan ragamnya dan

dapat menggolongkannya dalam kelompok-kelompok yang lazim disebut

sebagai klasifikasi kristal.

Khusus:

a. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar

panjang, posisi dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk

kristal

b. Menentukan klas simetri atas dasar jumlah unsur simetri setiap kristal

c. Menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan

parameter rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang

dimiliki oleh semua bentuk kristal baik dalam bentuk proyeksi orthogonal

maupun proyeksi stereografis.

5

Kristal dalam penggambarannya menggunakan 3 sumbu, yaitu sumbu a, b, dan c. Sumbu a= sumbu yang tegak lurus

terhadap bidang kertas; sumbu

Sumbu b = sumbu horizontal pada bidang kertas

sumbu c = sumbu vertikal pada bidang kertas

L α : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c

L β : sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu c

L γ : sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu b

a-

C-

b-

C+

a+

b+αβ

γ

Page 6: MODUL Kristalografi

C. TUJUH PRINSIP LETAK BIDANG KRISTAL TERHADAP SUSUNAN SALIB SUMBU KRISTAL

6

hko

hol

okl

hkl

Page 7: MODUL Kristalografi

D. ALAT-ALAT PRAKTIKUM YANG DIGUNAKAN:

Alat tulis

Jangka

Busur derajat

Penggaris segitiga (1 set)

Pensil warna dan Spridol warna

Kerta HVS ukuran folio

7

(010) (001)

(100)

Page 8: MODUL Kristalografi

E. SISTEM KRISTALOGRAFI

Sistem kristalografi dibagi menjadi 7 sistem yang didasarkan pada:

a. Perbandingan panjang sumbu kristalografi

b. Letak atau posisi sumbu kristalografi

c. Jumlah sumbu kristalografi

d. Nilai sumbu c atau sumbu vertikal

1. Sistem Reguler (Cubic = Isometric = Tesseral = Tessuler)

Terdiri dari 3 buah sumbu kristal: a,b, dan c; Sumbu a = b = c; sudut == = 90. Karena Sb a = Sb b = Sb c, maka disebut juga Sb a. Penggambarannya: L a+ / b- = 30o ; Perbandingan a : b : c = 1 : 3 : 3

8

γ

C+

a+

b+αβ

30o

Page 9: MODUL Kristalografi

Gambar Sistem Isometrik

Mineral dengan sistem kristal Isometric:

Almandine (Fe3Al2(SiO4)3), Aluminium (Al), Bornite (Cu5FeS4), Chromite

(FeCr2O4), Chromium (Cr), Cobalt (Co), Copper (Cu), Galena (Pbs), sodalite

(Na4Al3(SiO4)3Cl), Halite (NaCl), Iron-Nickel (Fe-Ni), Leucite (KAlSi2O6),

Magnetite (Fe3O4), Manganese (Mn), Platinum (Pt), Pyrite (FeS2), Pyrope

(Mg3Al2(SiO4)3), Silicone (Si), native Silver (Ag), Sodalite (Na4Al3(SiO4)3Cl),

Sphalerite ((Zn, Fe)S), Spinel (MgAl2O4, Magnesium Aluminum Oxide),

Uraninite (UO2, Uranium Oxide).

Almandine (Fe3Al2(SiO4)3) Bornite (Cu5FeS4)

9

Page 10: MODUL Kristalografi

Intan (C) Nikel (Ni)

2. Sistem Tetragonal (quadratic)

Terdiri dari 3 buah sumbu: a, b, dan c; Sb c sumbu a = b; = = = c

=90; Karena Sb a = Sb b disebut juga Sb a. Sb c bisa lebih panjang atau

lebih pendek dari Sb a atau Sb b. Bila Sb c lebih panjang dari Sb a dan Sb b

disebut bentuk Columnar. Bila Sb c lebih pendek dari Sb a dan Sb b disebut

bentuk Stout. Penggambarannya: L a+ / b- = 30o ; Perbandingan sumbu a : b

: c = 1 : 3 : 6

10

C+

γ

αβ

a+

b+

30o

Page 11: MODUL Kristalografi

Gambar Sistem tetragonal

Mineral dengan sistem kristal Tetragonal:

Chalcopyrite (CuFeS2), Crystobalite (SiO2), Hausmannite ((Mn+2)

(Mn+3)2O4), Pyrolucite (MnO2), Rutile (TiO2).

Chalcopyrite (CuFeS2)

Hausmannite Mn3O4

3. Sistem Heksagonal

11

Page 12: MODUL Kristalografi

Terdiri dari 4 buah sumbu: a, b, c, dan d; Sumbu a = b = d c; sudut 1=

2 = 3 = 90o; sudut 1=2 = 3 = 120o . Sb a, b dan d sama panjang,

disebut juga Sb a. Sb a, b dan d terletak dalam bidang horisontal dan

membentuk L 60° Sumbu c dapat lebih panjang atau lebih pendek dari

sumbu a. Penggambarannya: L a+ / b- = 17o ; L a+ / d- = 39o. Perbandingan

sumbunya adalah b : d : c = 3 : 1 : 6. Posisi dan satuan panjang Sb a dibuat

dengan memperhatikan Sb b dan Sb d.

Gambar Sistem heksagonal

Mineral dengan sistem kristal Hexagonal:

12

C+

a+

b+

d+

17o 39o

Page 13: MODUL Kristalografi

Apatite (Ca5(PO4)3(OH,F,Cl)), Aquamarine (variasi dari Beryl: Be3Al2Si6 O18),

Graphite (C), Molybdenite (MoS2), Nepheline ((Na, K)AlSiO4), Titanium (Ti).

Apatit Ca5(PO4)3(OH,F,Cl) Tumbled Blue Apatite

Rough Golden Apatite Crystal Rough Natural Blue Apatite

4. Sistem Trigonal (Rhombohedral)

13

Page 14: MODUL Kristalografi

Terdiri dari 4 buah sumbu: a, b, c, dan d; Sumbu a = b = d c; sudut 1=

2 = 3 = 90o; sudut 1=2 = 3 = 120o; Penggambarannya: ketentuan dan

cara melukis sama dengan heksagonal, perbedaannya pada sistem

heksagonal sumbu c bernilai 6, sedangkan pada sistem trigonal sumbu c

bernilai 3. Penarikan Sb a sama dengan sistem Hexagonal.

Gambar Sistem Trigonal

Mineral dengan sistem kristal Trigonal:

14

C+

a+

b+

d+

17o 39o

Page 15: MODUL Kristalografi

Amethyst (SiO2), Arsenic (As), Bismuth (Bi), Calcite (CaCO3), Cinabar

(HgS), Corundum (Al2O3), Dolomite (CaMg(CO3)2), Hematite (Fe2O3),

Ilmenite (FeTiO3), Jarosite (KFe3(SO4)2(OH)6), Magnesite (MgCO3),

Rhodochrocite (MnCO3), Ruby (VARIETY OF: Corundum , Al2O3), Sapphire

(VARIETY OF: Corundum , Al2O3), Siderite (FeCO3).

Amethyst (SiO2) Corundum (Al2O3)

Calcite (CaCO3) Hematite (Fe2O3)

5. Sistem Orthorhombic (prismatic, rhombic, trimetric)

15

Page 16: MODUL Kristalografi

Sumbu a b c; Sudut = = = 90.; Penggambarannya: panjang

sumbu a, b, dan c tidak sama panjang, tetapi bila dijumpai bentuk kristal

yang demikian selalu sumbu c yang terpanjang, sumbu a adalah yang

terpendek, dan sumbu b panjangnya adalah medium. Sb a disebut Sb

Brachy; Sb b disebut Sb Macro; Sb c disebut Sb Basal.

Penggambarannya: L a+ / b- = 30o; Perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6

Gambar Sistem Orthorombik

Mineral dengan sistem kristal Orthorhombic:

16

C+

a+

b+

γ

αβ30o

Page 17: MODUL Kristalografi

Adamite (Zn2AsO4(OH)), Andalusite (Al2SiO5), Aragonite (CaCO3),

Arsenopyrite (FeAsS), Barite (BaSO4), Cordierite (Mg2Al4Si5O18), Forsterite

((Mg,Fe)2SiO4), Geothite (FeO(OH)), Hypersthene ((Mg, Fe)SiO3), Natrolite

(Na2Al2Si3O10-2H2O), Peridot (VARIETY OF: Olivine , (Mg, Fe)2SiO),

Sillimanite (Al2 SiO5), Stibnite (Sb2S3), Sulfur (S).

Aragonite (CaCO3) Sulfur (S).

Geothite FeO(OH) Barite (BaSO4),

17

Page 18: MODUL Kristalografi

6. Sistem Monoklin (obliq, monosymetric, clinorhombic, hemiprismatic, monoclinohedral)

Sumbu a b c; Sudut = = 90o; 90; Sb a disebut Sb Clino; Sb b

disebut Sb Ortho; Sb c disebut Sb Basal. Penggambarannya: L a+ / b- =

45o; Perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6. Sb c adalah sumbu

terpanjang; Sumbu a adalah sumbu terpendek.

Gambar Sistem Monoklin

18

C+

a+

b+

γ

αβ45o

Page 19: MODUL Kristalografi

Mineral dengan sistem kristal Monoklin:

Acanthite/argentite (Ag2S), Actinolite (Ca2(Mg, Fe)5Si8O22(OH)2), Aegirine

(NaFeSi2O6), Artinite (Mg2CO3(OH)2 - 3H2O), Augite ((Ca, Na)(Mg, Fe, Al)

(Al, Si)2 O6), Biotite (K (FE, Mg)3 AlSi3 O10 (F, OH)2), Chlorite ((Fe, Mg,

Al)6(Si,Al)4O10(OH)8), Diopside (CaMgSi2O6), Epidote(Ca2(Al,

Fe)3(SiO4)3(OH)), Glaucophane (Na2 (Mg, Fe)3Al2Si8O22(OH)2), Gypsum

(CaSO4-2(H2O)), Hornblede Ca2(Mg, Fe, Al)5 (Al, Si)8O22(OH)2,,

Hydroboracite (CaMgB6O11 - 6H2O), Jadeite (Na(Al, Fe)Si2O6), Malachite

(Cu2(CO3)(OH)2), Montmorillonite ((Na, Ca)(Al, Mg)6(Si4O10)3(OH)6 - nH2O),

Muscovite (KAl2(AlSi3O10)(F, OH)2), Orthoclase (KAlSi3O8), Phlogopite (K

Mg3AlSi3O10(OH)2), Psilomelane (No fixed formula, but sometimes Ba(Mn+2)

(Mn+4)8O16(OH)4 is used, Barium Manganese Oxide Hydroxide), Sanidine

(KAlSi3O8), Sphene (CaTiSiO5, Calcium Titanium Silicate), Talc

(Mg3Si4O10(OH)2), Tremolite (Ca2Mg5Si8O22(OH)2, Calcium Magnesium

Silicate Hydroxide), Tridymite (SiO2).

Hornblede Ca2(Mg, Fe, Al)5 (Al, Si)8O22(OH)2

19

Page 20: MODUL Kristalografi

Jadeite (Na(Al, Fe)Si2O6)

Orthoclase (KAlSi3O8)

20

Page 21: MODUL Kristalografi

7. Sistem Triklin (anorthic, asymmetric, clinorhombohedral)

Sumbu a b c; Sudut 90; Sumbu a,b,c saling

berpotongan dan membuat sudut miring tidak sama besar ; Sb a disebut Sb

Brachy; Sb b disebut Sb Macro; Sb c disebut Sb Basal; Penggambarannya:

L a+ / c- = 45o; L b+ / c- = 80o. Perbandingan sumbu: a : b : c = 1 : 4 : 6.

Gambar Sistem Triklin

Mineral dengan sistem kristal Triklin:

21

C+

a+

b+

45o

80o

Page 22: MODUL Kristalografi

Albite (NaAlSi3 O8), Andesine (Na(70-50%) Ca(30-50%) (Al, Si)AlSi2 O8),

Anorthite (CaAl2 Si2 O8), Bytownite (Ca(70-90%) Na(30-10%) (Al, Si)AlSi2

O8), Kaolinite (Al2Si2O5(OH)4), Kyanite (Al2 SiO5), Labradorite (Ca(50-70%)

Na(50-30%) (Al, Si)AlSi2 O8), Microclin (KAlSi3 O8), Oligoclase (Na(90-70%)

Ca(10-30%) (Al, Si)AlSi2 O8), Rhodonite ((Mn, Fe, Mg, Ca)5(SiO3)5),

Turqouise (CuAl6(PO4)4(OH)8*5(H2O), Hydrated Copper Aluminum

Phosphate).

Turqouise (CuAl6(PO4)4(OH)8*5(H2O)

Kyanite (Al2 SiO5)

G. SIMBOL KRISTALOGRAFI

22

Page 23: MODUL Kristalografi

1. Parameter dan Parameter Rasio

2. Simbol Weiss dan Miller

Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting,

karena indeks ini digunakan pada semua ilmu matematika dan struktur

kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan

adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi

sebuah kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan

menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah

sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada

kristal tersebut.

Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang

harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan

Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari

perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung

dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.

23

hk

o

l

Parameter bidang hkl:

oh = 1 bagian

ok = 3 bagian

ol = 6 bagian

Parameter Rasio Bidang hkl

oh : ok : ol = 1 : 3 : 6

Page 24: MODUL Kristalografi

Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa

yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan

sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada

penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat

sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama

dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi

pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss,

memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi

atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama dengan

nol). Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan

Teknik Pertambangan Undana, disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ )

tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai

(0).

Simbol Weiss digunakan dalam penggambaran Kristal ke dalam bentuk

proyeksi orthogonal dan proyeksi stereografis. Simbol Miller digunakan

sebagai symbol bidang dan symbol bentuk suatu Kristal

H. PROYEKSI ORTHOGONAL

Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan

untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat

diaplikasikan hampir pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-

hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur,

dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran

adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu

24

Page 25: MODUL Kristalografi

dengan menggambar sumbu a, b, c dan seterusnya dengan menggunakan

sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya

akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan

membentuk bidang-bidang muka kristal.

I. KLAS SIMETRI

Pengelompokkan dalam klas simetri didasarkan pada:

1. Sumbu Simetri

2. Bidang Simetri

3. Titik Simteri atau Pusat Simetri

ad.1. Sumbu simetri

Sumbu simetri adalah garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal, dan

apabila kristal, tersebut diputar sebesar 360o dengan garis tersebut sebagai

poros perputarannya, maka pada kedudukan tertentu, Kristal tersebut akan

menunjukkan kenampakkan-kenampakkan seperti semula. Sumbu simetri

dibedakan menjadi empat, yaitu : gyre, gyre polair, sumbur cermin putar dan

sumbu inversi putar.

1) Sumbu simetri Gyre, berlaku bila kenampakkan (konfigurasi) satu sama

lain pada kedua belah pihak/kedua ujung sumbu sama,. Dinotasikan

dengan huruf L (linier) atau g (gyre). Penulisan nilai pada kanan atas

atau kanan bawah notasi.

Contoh : L2 = L2 = g2 = g2. Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama

dinamakan digyre, bila tiga trigyre (4), empat tetragyre (3), heksagyre (9)

dan seterusnya.

2) Gyre polair, merupakan sumbu simetri gyre polair apabila kenampakan

(konfigurasi) satu sama lain pada kedua belah pihak atau kedua ujung

sumbu tidak sama. Jika pada salah satu sisinya berupa sudut atau

“corner” maka pada sisi lainnya berupa bidang atau “plane”. Dinotasikan

dengan huruf L (linear) atau g (gyre)

25

Page 26: MODUL Kristalografi

Contoh : L2 = g2

3) Giroide atau sumbu cermin putar dinotasikan dengan “S” (spiegel axe =

sumbu spiegel). Sumbu cermin putar didapatkan dari komb\inasi suatu

perputaran dan sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dengan

pencerminan kea rah suatu bidang cermin putar yang tegak lurus dengan

sumbu tersebut. Bidang cermin ini disebut sebagai cermin putar atau

bidang normal. Nilai simetri giroide disingkat seperti Dygroide (S2),

Trigyroide (S3), Tetragiroide (S4) dan Heksagiroide (S6).

4) umbu inversi putar. Sumbu ini merupakan hasil perputaran dengan

sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dilanjutkan dengan

menginversikan (membalik) melalui titik/pusat simetri pada sumbu

tersebut (sentrum inversi). Cara penulisannya: 4, 6 Sering pula ditulis

dengan huruf L, kemudian di sebelah kanan atas ditulis nilai sumbu dan

sebelah kanan bawah ditulis i.

Contoh : L4i, L6

i dan sebagainya

J. BIDANG SIMETRI

Bidang simetri adalah bidang datar yang dibuat melalui pusat Kristal dan

membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dan bagian yang satu

merupakan pencerminan dari yang lain. Bidang simetri dinotasikan dengan

P (plane) atau m (mirror).

Bidang simetri diklasifikasi menjadi 2, yaitu:

1. Bidang simetri utama yaitu bidang simetri yang dibuat melalui 2 buah

sumbu simetri utama Kristal dan membagi 2 bagian yang sama besar.

Bidang simetri utama ini ada 2, yaitu: bidang simetri utama horizontal

dengan notasi h dan bidang simetri utama vertical dengan notasi v.

2. Bidang simteri menengah/tambahan/diagonal/intermediet. Bidang simetri

diagonal merupakan bidang yang dibuat hanya melalui satu sumbu

simetri uata Kristal. Bidang ini sering disebut bidang diagonal saja

dengan notasi (d).

26

Page 27: MODUL Kristalografi

K. TITIK SIMETRI ATAU PUSAT SIMETRI (CENTRUM = C)

Titik simetri atau pusat simetri titik di dalam kristal, yang melaluinya dapat

dibuat garis lurus sedemikian rupa sehingga sehingga sisi yang satu

dengan sisi yang lain dengan jarak yang sama, memiliki kenampakkan

yang sama (tepi, sudut dan bidang). Pusat simetri selalu berhimpit dengan

pusat Kristal tetapi pusat Kristal belum tentu merupakan pusat simetri.

L. PENENTUAN KLAS SIMETRI

Penentuan klas simetri didasarkan pada kandungan unsur-unsur simetri

yang dimiliki oleh setiap bentuk Kristal. Ada beberapa cara untuk

menentukan suatu bentuk kristal, diantaranya yang umum digunakan

adalah:

1. Menurut Herman Mauguin

SISTEM REGULER

Bagian pertama: menerangkan nilai sumbu a (Sb a, b, c), mungkin bernilai 4

atau 2 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus

sumbu a tersebut.

Bagian ini dinotasikan dengan :

Angka menunjukan nilai sumbu dan hutuf “m” menunjukan adanya bidang

simetri yang tegak lurus sumbu a tersebut.

Bagian Kedua: menerangkan sumbu simetri bernilai 3. apakah sumbu

simetri yang bernilai 3 itu, juga bernilai 6 atau hanya

bernilai 3 saja.

Maka bagian kedua selalu di tulis: 3 atau

27

Page 28: MODUL Kristalografi

Bagian Ketiga: menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet

(diagonal) bernilai 2 dan ada tidaknya bidang simetri

diagonal yang tegak lurus terhadap sumbu diagonal

tersebut.

Bagian ketiga dinotasikan dengan : , atau tidak ada

SISTEM TETRAGONAL

Bagian pertama: menerngkan nila sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak

bernilai dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus

sumbu c.

Bagian ini dinotasikan dengan :

Bagian Kedua: menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada tidaknya

bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu lateral

tersebut.

Bagian ini dinotasikan dengan : atau tidak ada.

Bagian Ketiga: menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet dan

ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap

sumbu inetrmediet tersebut.

Bagian ketiga dinotasikan dengan : , atau tidak ada

SISTEM HEXAGONAL DAN TRIGONAL

28

Page 29: MODUL Kristalografi

Bagian pertama: menerangkan nila sumbu c, (mungkin bernilai 6, )

ada tidaknya bidang simetri horisontal yang tegak lurus

sumbu c tersebut

Bagian ini dinotasikan dengan : ,

Bagian Kedua: menerangkan sumbu lateral (sumbu a, b, d) dan ada

tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus.

Bagian ini dinotasikan dengan : atau tidak ada.

Bagian Ketiga: menerangkan ada tiaknya sumbu simetri intarmediet dan

ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap

sumbu intermediet tersebut.

Bagian ketiga dinotasikan dengan : , atau tidak ada

SISTEM ORTHORHOMBIC

Bagian pertama: menerangkan nilai sumbu a dan ada tiaknya bidang yang

tegak lurus terhadap sumbu a tersebut.

Bagian ini dinotasikan dengan :

Bagian Kedua: menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada tidaknya

bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b tersebut.

Bagian ini dinotasikan dengan : .

29

Page 30: MODUL Kristalografi

Bagian Ketiga: menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang simetri

yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut.

Bagian ketiga dinotasikan dengan :

SISTEM MONOKLIN

Hanya ada satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu b dan ada tidaknya

bidang simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut.

SISTEM TRIKLIN

Sistem ini hanya ada 2 klas simetri, yaitu:

1) Mempunyai titik simetri.................klas pinacoidal

2) Tidak mempunyai unsur simetri.................klas assymetric 1

2. Menurut Schoenflish

SISTEM REGULER

Bagian pertama: Menerangkan nilai c. Untuk itu ada 2 kemungkinan yaitu

sumbu c bernilai 4 atau bernilai 2.

Jika sumbu c bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O

(octaeder), karena contoh bentuk kristal yang paling

ideal untuk sumbu c bernilai 4 adalah bentuk kristal

Octahedron.

Jika sumbu c bernilai 2 dinotasikan denga huruf T

(tetraeder), karena contoh bentuk kristal yang paling

ideal untuk sumbu c bernilai 2 adalah bentuk kristal

Tetrahedron.

30

Page 31: MODUL Kristalografi

Bagian kedua:Menerangkan kandungan bidang simetrinya, apabila kristal

tersebut mempunyai:

- Bidang simetri horisontal (h)

- Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h

- Bidang simetri diagonal (d)

Jika mimiliki:

- Bidang simetri horisontal (h)

- Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan

dengan h

Jika memiliki:

- Bidang simetri diagonal (d)

Dinotasikan dengan v

- Bidang simetri vertikal (v)

Jika memiliki:

- Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan

dengan d

SISTEM TETRAGONAL, KEXAGONAL, TRIGONAL, ORTHOROMBIC, MONOKLIN, DAN TRINKLIN

Bagian petama: Menerangkan nilai sumbu yang tegak lurus sumbu c, yaitu

sumbu lateral (sumbu a, b, d) atau sumbu intermediet.

Ada 2 kemungkinan:

Jika sumbu tersebut bernilai 2 di notasikan dengan D

(Diedrish).

Jika sumbu tersebut tidak bernilai dinotasikan dengan

C (Cyklich).

Bagian kedua: Menerangkan nilai sumbu c. Nilai sumbu c ini di tuliskan di

sebelah kanan agak bawah dari notasi D atau C.

Contoh: D2, C2, D3, C3 dan sebagainya.

31

Page 32: MODUL Kristalografi

Bagian ketiga: Menerangkan kandungan bidang simetrinya.

Jika memiliki:

- Bidang simetri horisontal (h)

- Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h

- Bidang simetri diagonal (d)

Jika memiliki:

- Bidang simetri horisontal (h)

- Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h

Jika memiliki:

- Bidang simetri diagonal (d)

- Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan v

Jika memiliki:

- Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan dengan d

M. KLASIFIKASI KRISTAL

Terdapat 32 klas Kristal yang terbagi dalam beberapa kelompok sistem

kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang

dimiliki oleh kristal tersebut.

1. Sistem Reguler/Isometrik terdiri dari lima kelas yaitu: tritetrahedral,

didodecahedral, hexatetrahedral, trioctahedral, hexoctahedral.

2. Sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas yaitu: tetragonal

pyramidal, tetragonal trapezohedral, tetragonal bipyramidal,

ditetragonal pyramidal, ditetragonal bipyramidal, tetragonal

tetrahedral, tetragonal scalenohedral,

3. Sistem Ortorombik memiliki tiga kelas yaitu: kelas orthorombik

dipiramidal, kelas orthorombik disphenoidal (sering juga disebut

orthorombik tetrahedron), kelas orthorombik pyramidal,

32

Page 33: MODUL Kristalografi

4. Sistem Heksagonal mempunyai tujuh kelas yaitu: trigonal

bipyramidal, ditrigonal bipyramidal, hexagonal pyramidal, hexagonal

trapezohedral, hexagonal bipyramidal, dihexagonal pyramidal,

dihexagonal bipyramidal,

5. Sistem Trigonal memiliki lima kelas yaitu: trigonal pyramidal, trigonal

trapezohedral, ditrigonal pyramidal, rhombohedral, ditrigonal

scalenohedral.

6. Sistem Monoklin mempunyai tiga kelas yaitu: sphenoidal, domatic,

prismatic.

7. Sistem Triklin mempunyai dua kelas yaitu: pinacoidal, pedial.

33

Page 34: MODUL Kristalografi

N. CARA MENGGAMBAR SISTEM KRISTAL

1. Cara Menggambar Sistem Kristal Reguler/Isometrik:

klas Hexahedron

a. Buatlah sumbu kristalografi sesuai dengan ukuran perbandingan

yaitu1:3:3 dan besar sudut yaitu 30o

b. Beri tanda atau titik pada ukuran pebandingan 1:3:3 pada sumbu

kristalografi

c. Tarik garis sejajar pada dua titik di sumbu b dan sumbu c dengan

ukuran yang sama dengan sumbu a yang telah diberi tanda

d. Buat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada 2 tanda/titik pada

sumbu a dan di sumbu c

e. Buat/tarik garis sejajar terhadap sumbu c dengan panjang sumbu c

pada 2 titik pada sumbu b dan sumbu a

f. Pada garis sejajar yang berpotongan (contohnya pada garis sejajar b

dengan garis sejajar a) ditarik garis yang sejajar pula dengan garis c

g. Pada setiap potongan garis yang telah anda hubungkan silahkan

anda hubungkan

2. Cara Menggambar Sistem Kristal Tetragonal:

Tetragonal Prisma Orde I

a. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6

b. Membuat garis a-/b+ = 30o

c. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a-,

b+, b-

d. Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian

a+, a-

e. Menuju bagian ketiga dari sumbu b+

f. Menuju bagian ketiga dari sumbu b-

34

Page 35: MODUL Kristalografi

g. Membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua

tadi

h. Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+

i. Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-

3. Cara Menggambar Sistem Kristal Hexagonal:

Hexagonal Prisma Orde I dan Hexagonal Bipyramid Orde I

a. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6

b. Membuat garis a-/b+ = 30o

c. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-

d. Buat garis yang sejajar dengan sumbu b hingga memotong sumbu a

e. Buat garis yang sejajar dengan sumbu a ke garis atau titik yang

memotong sumbu b pada langkah b.

f. Buat garis-garis tersebut hingga membentuk suatu bidang yang

berbentuk segi enam.

g. Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk

bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut

h. Untuk membuat kristal Hexagonal Bipyramid Orde I kita dapat

memodifikasi dari gambar Hexagonal Prisma Orde I yaitu dengan

menghubungkan titik-titik sudut dari bidang bidang segi enam pada

bagian tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.

4. Cara Menggambar Sistem Kristal Trigonal:

Trigonal Bipyramid Orde I

a. Membuat perbandingan panjang sumbu b:d:c = 3:1:6

b. Membuat garis a- / b+ = 17o

c. Membuat garis b-/ d+ = 39o

d. Memberi keterangan pada garis-garis seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+, c-,

d+ dan d-

e. Membuat garis sejajar dengan sumbu a pada 3 bagian sumbu b-.

f. Membuat garis sejajar dengan sumbu b- pada 1 bagian sumbu d-.

35

Page 36: MODUL Kristalografi

g. Membuat garis sejajar d pada 3 bagian sumbu b+ sehingga

menampakan bentuk bidang segitiga

h. Menarik garis lurus yang sejajar sumbu c di setiap titik-titik

perpotongan sepanjang 6 bagian

i. Tarik garis pada setiap ujung-ujung garis pada pengerjaan langkah

sebelumnya

j. Tarik garis pada setiap sudut dari bidang segitiga di bagian tengah

dengan enam bagian dari sumbu c+ dan c-

5. Cara Penggambaran Sistem Kristal Orthorombic:

Orthorombic Brachy Dome, Makro, Basalt Pinacoid

a. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6

b. Membuat garis a- / b+ = 30o

c. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+

dan c-

d. Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+

dan a-

e. Menuju bagian keempat dari sumbu b+dan b-

f. Menuju bagian keenam dari sumbu c+

g. Menuju bagian keenam dari sumbu c-

h. Tarik garis sejajar dengan sumbu b+dan b- pada pencerminan 1

bagian a+ dan a-

i. Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a+, a-, b+,

b-, c+dan c-.

6. Cara Penggambaran Sistem Kristal Monoklin:

Monoklin Hemibipyramid

a. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6

b. Membuat garis a-/b+ = 45o

c. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-

36

Page 37: MODUL Kristalografi

d. Menghubungkan titik-titik pada bagian a-, b-, a+ dan b+ menjadi

sebuah bidang

e. Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+

dan c-

7. Cara Penggambaran Sistem Kristal Triklin:

Triklin Hemibipyramid

a. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6

b. Membuat garis a+/c- = 45o

c. Membuat garis b+/c- = 80o

d. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-

e. Menghubungkan titik-titik pada bagian a-, b-, a+dan b+ menjadi

sebuah bidang

f. Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+

dan c-

O. APLIKASI KRISTALOGRAFI PADA BIDANG GEOLOGI

Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting. Berikut

beberapa hal ini yang menjadi alasan pentingnya mempelajari kristalografi:

1. Hampir semua mineral di alam berbentuk kristalin.

Kristalin disini artinya mineral itu mempunyai susunan atom yang padat

dan teratur. Hal ini telah dibuktikan dengan "Scanning Electron

Microscope" dan secara mineralogi.

2. Sifat-sifat optis mineral ditentukan oleh sistem kristalnya 

3. Sifat-sifat difraksi mineral tergantung pada struktur kristal dan jarak antar

kisi-kisi Kristal. Hal ini dibuktikan oleh Difraksi Sinar X (X-Ray Diffraction)

Batuan sendiri terbentuk dari kumpulan mineral-mineral yang terdiri dari

Kristal-kristal, dan tebentuk oleh proses alam. Ilmu kristalografi juga dapat

digunakan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang

paling dicari oleh manusia. Dengan alasan untuk digunakan sebagai

perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu

37

Page 38: MODUL Kristalografi

sendiri. Jadi, pada dasarnya, kristalografi digunakan sebagai dasar untuk

mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama kristal adalah

sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.

DAFTAR PUSTAKA

Berry L.G and Mason, 1989, Mineralogy, Freman WH and Co San Fransisco

Dana ES., 1960, A Textbook of Mineralogy, John Willey & Sons Inc., New York.

Danisworo, C. Suprapto, Maskuri F., Rahmad B., Harjanto A., 2004., Mineralogi Petrologi (Buku Panduan Praktikum), Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral., UPN “Veteran” Yogyakarta.

Danisworo, C., Suprapto, Maskuri F., Rahmad B., 2007., Mineralogi Petrologi (Buku Panduan Praktikum), Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral., UPN “Veteran” Yogyakarta

Huribut, C.S., JR., 1971, Dona's Manual Mineralogy, John Wiley & Sons, Inc. New York.

Huribut, C. S., JR. and Klein, C., 1977, Manual of Mineralogy, John Wiley & Sons. New York.

Phillips, WJ. and Phillips, N., 1980, Mineralogy of Geologist, John Wiley & Sons New York.

38

Page 39: MODUL Kristalografi

39