modul analisa struktur 2 [tm6]

19
MODUL PERKULIAHAN ANALISA STRUKTUR II Teori Dasar Analisa Struktur Metode Matriks Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Perencanaan dan Desain Teknik Sipil 06 11018 Jef Franklyn Sinulingga, ST, MT Abstract Kompetensi Pemahaman mengenai teori dasar dengan metode Mahasiswa mampu memahami teori – teori dasar analisa

Upload: wenny-dwi-nur-aisyah

Post on 13-Jul-2016

88 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Modul Analisa Struktur 2

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

MODUL PERKULIAHAN

ANALISA STRUKTUR IITeori Dasar Analisa Struktur Metode Matriks

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Teknik Perencanaan dan Desain

Teknik Sipil 06 11018 Jef Franklyn Sinulingga, ST, MT

Abstract KompetensiPemahaman mengenai teori dasar dengan metode matriks yang sangat penting dalam melakukan analisis struktur

Mahasiswa mampu memahami teori – teori dasar analisa struktur

Page 2: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

6.1. Tegangan dan Regangan Untuk mendesain struktur agar berfungsi secara memadai kita harus memahami

perilaku mekanis dari material yang digunakan. Salah satu cara untuk menentukan

bagaimana suatu bahan berperiaku saat mengalami pembebanan adalah dengan

melakukan eksperimen di laboratorium. Prosedur yang biasa adalah dengan meletakkan

benda uji kecil dari material tersebut pada mesin penguji, menerapkan beban, dan

selanjutnya mengukur deformasinya (misalnya perubahan panjang dan perubahan

diameternya).

Mesin uji tarik tipikal ditunjukkan dalam Gambar berikut. Benda uji dipasang di antara

kedua penjepit besar dari mesin uji dan selanjutnya dibebani tarik. Dimana selanjutnya alat

pengukur akan mencatat deformasi yang terjadi.

Gambar 6.1Mesin Uji Tarik

Gambar 6.2Perilaku material pada uji tarik

2016 2

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 3: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Uji tekan pada metal biasanya dilakukan pada benda uji kecil yang berbentuk kubus

atau silinder, sedangkan beton diuji tekan pada setiap proyek konstruksi yang penting untuk

menjamin bahwa kekuatan yang dibutuhkan telah dicapai.

Besarnya beban yang diterapakan dan besarnya pependekan benda uji dapat diukur.

Perpendekan sebaiknya diukur di seluruh panjang terukur yang kurang dari panjang total

dari enda uji agar tidak ada efek ujung.

Gambar 6.3Mesin Uji Tekan

Gambar 6.4Beton pada uji tekan

6.1.1 Diagram Tegangan-ReganganHasil hasil pengujian biasanya bergantung pada ukuran benda uji. Karena sangat

kecil kemungkinannya bahwa kita menggunakan struktur yang berukuran sama dengan

ukuran benda uji, maka kita perlu menyatakan hasil pengujian dalam bentuk yang dapat

diterapkan pada elemen struktur dengan ukuran apa saja. Cara sederhana untuk mencapai 2016 3

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 4: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

tujuan ini adalah dengan mengkonversikan hasil pengujian tersebut ke dalam tegangan dan

regangan.

Tegangan aksial pada benda uji dihitung dengan membagi beban aksial P dengan

luas penampang A (=P/A). Jika luas awal benda uji digunakan dalam perhitungan, maka

tegangan yang diperoleh disebut tegangan nominal. Harga tegangan aksial yang lebih eksak

yang disebut tegangan sebenarnya, dapat dihitung dengan menggunakan luas penampang

sebenarnya pada saat kegagalan terjadi. Karena luas aktual dalam pengujian pengujian tarik

selalu lebih kecil daripada luas awal, maka tegangan sebenarnya selalu lebih besar

daripada tegangan nominal.

Regangan aksial rata-rata pada benda uji diperoleh dengan membagi

perpanjangan yang diukur antara tanda-tanda pengukuran dengan panjang terukur L

(=/L). Jika panjang terukur awal digunakan dalam perhitungan, maka didapatkan

regangan nermal. Karena jarak antara tanda-tanda pengukuran bertambah pada saat beban

tarik diterapkan, maka kita dapat menghitung regangan sebenarnya pada setiap harga

beban dengan menggunakan jarak aktual antara tanda-tanda pengukuran. Dalam keadaan

tarik, regangan sebenarnya selalu lebih kecil daripada regangan normal. Sekalipun

demikian, untuk penggunaan dalam bidang teknik, tegangan nominal dan regangan nominal

sudah cukup memadai.

Setelah dilakukan uji tarik atau tekan dan menentukan tegangan dan regangan pada

berbagai taraf beban, kita dapat memplot diagram tegangan versus regangan. Diagram ini

merupakan karakteristik dari bahan yang diuji dan memberikan informasi penting tengang

besaran mekanis dan jesis perilaku.

Bahan pertama yang akan kita bahas adalah baja struktural, yang merupakan salah

satu bahan metal yang paling banyak digunakan untuk gedung, jembatan, kapal, kendaraan

dan berbagai jenis struktur lain. Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal

yang mengalami tarik ditunjukkan pada gambar berikut ini.

2016 4

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 5: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Gambar 6.5 Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang mengalami tarik

(tak berskala).

Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari titik O ke titik A, yang berarti

hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah ini linier. Kemiringan garis lurus dari

O ke A disebut modulus elastisitas yang merupakan tegangan dibagi regangan (E=/).

Melewati titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak ada lagi.

Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit proporsional, maka tegangan

mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan tegangan. Dengan

demikian kurva tegangan-regangan memiliki kemiringan yang berangsur angsur mengecil,

sampai pada titik B kurva tersebut menjadi horizontal. Mulai dari titik ini, terjadi

perpanjangan yang cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari

B ke C). Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh. Tegangan yang

berkaitan dengan ini disebut tegangan lulu dari baja. Dari daerah antara B dan C, bahan ini

menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini berdeformasi tanpa adanya pertambahan

beban.

Sesudah mengalami regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC,

baja mulai mengalami pengerasan regang (strain hardening). Selama itu, bahan mengalami

perubahan dalam struktur kristalin yang menghasilkan peningkatan resistensi bahan

tersebut deformasi lebih lanjut. Perpanjangan beban uji di daerah ini membutuhkan

peningkatan beban tarik, sehingga diagram tegangan-regangan mempunyai kemiringan

positif dari C ke D. Beban tersebut pada akhirnya mencapai harga maksimumnya, dan

tegangan pada saat itu (di titik D) disebut tegangan ultimate. Penarikan batang lebih lanjut

pada kenyataannya akan disertai dengan pengurangan beban dak akhirnya terjadi putus di

suati titik seperti titik E pada gambar.

2016 5

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 6: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Tegangan luluh dan tegangan ultimate dari suatu bahan disebut juga kekuatan luluh

dan kekuatan ultimate. Kekuatan adalah sebutan umum yang merujuk pada kapasitas suatu

struktur untuk menahan beban. Dalam melakukan uji tarik untuk suatu bahan, kita

definisikan kapasitas pikul beban dengan tegangan di suatu benda uji, bukannya beban total

yang bekerja pada benda uji. Karena itu, kekuatan bahan biasanya dinyatakan dalam

tegangan.

6.1.2 Hukum HookeBanyak bahan struktural berprilaku elastis dan linier ketika dibebani pertama kali.

Akibatnya, kurva tegangan-regangan dimulai dengan garis lurus melewati titk asalnya. Salah

satu contoh adalah kurva tegangan-regangan untuk baja struktural, dimana daerah dari titik

asal O hingga titik A adalah linier dan elastis. Hubungan linier antara tegangan dan

regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan sederhana dinyatakan

dengan persamaan

σ=E . ε

Dimana adalah tegangan aksial, E adalah modulus elastisitas dan adalah regangan

aksial.

6.1.3 Kekakuan dan FleksibilitasPerhitungan perpindahan (perubahan panjang) merupakan bagian yang sangat

penting dalam analisis statis taktentu. Untuk lebih memudahkan pemahaman, tinjaulah

sebuah pegas yang analog dengan perilaku batang sebagaimana gambar berikut ini.

Gambar 6.6Defleksi pada pegas

Jika beban bekerja menjauhi pegas, maka pegas akan memanjang dan kita katakan

bahwa pegas mengalami beban tarik. Jika beban bekerja ke arah pegas, maka pegas akan

memendek dan kita katakan bahwa pegas tersebut mengalami tekan.

Apabila diberikan gaya P, pegas tersebut memanjang sebesar , dan panjangnya menjadi L + . Jika bahan dari pegas tersebut elastis linier, maka beban dan perpanjangan akan

sebanding.

P = k . (6.1)

2016 6

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 7: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Dimana k adalah konstanta kekakuan pegas dan didefinisikan sebagai sebagai gaya

yang menghasilkan perpanjangan satuan, artinya k = P/. Dengan cara yang sama,

konstanta f disebut fleksibilitas dan didefinisikan sebagai perpanjangan yang dihasilkan

oleh beban sebesar satu, artinya f = /P.

Dari pembahasan tersebut jelas bahwa kekakuan dan fleksibilitas merupakan

kebalikan satu sama lainnya :

k=1f , f =1

k (6.2)

Gambar 6.7Perpanjangan batang prismatik yang mengalami tarik

Perpanjangan pada suatu batang prismatis yang mengalami beban tarik P seperti

pada gambar . Jika beban bekerja melalui pusat berat penampang ujung, maka tegangan

normal terbagi rata di penampang yang jauh dari ujung dapat dinyatakan dengan rumus =

P/A, dimana A adalah luas penampang. Selain itu, jika batang tersebut terbuat dari bahan

yang homogen, maka regangan aksialnya adalah = /L, dimana adalah perpanjangan

dan L adalah panjang batang.

Dengan asumsi hukum Hooke berlaku (bahan adalah elastis linier). Selanjutnya,

tegangan dan regangan longintudinal dapat dihubungkan dengan persamaan = E . ,

dimana E adalah modulus elastisitas. Dengan menggabungkan hubungan-hubungan dasar

ini, maka kita dapat menghitung perpanjangan batang :

δ= PLEA (6.3)

Persamaan ini menunjukkan bahwa perpanjangan berbanding langsung dengan

beban P dan panjang L dan berbanting terbalik dengan modulus elastisitas E serta luas

penampang A. Hasil kali EA dikenal sebagai rigiditas aksial suatu batang. Persamaan

tersebut berlaku juga untuk elemen struktur yang mengalami tekan, dimana menunjukkan

perpendekan batang.

Perubahan panjang suatu batang biasanya sangat kecil dibandingkan panjangnya.

Sehingga pada kondisi demikian kita dapat menggunakan panjang awal batang (bukan

setelah ditambahkan perpindahan) dalam perhitungan.

Kekakuan dan fleksibilitas suatu batang prismatis didefinisikan dengan dengan cara

yang sama seperti pada pegas. Kekakuan adalah gaya yang dibutuhkan untuk 2016 7

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 8: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

menghasilkan perpanjangan satuan, atau P/ dan fleksibilitas adalah perpanjangan akibat

beban satuan atau /P. Sehingga kekakuan dan fleksibilitas suatu batang prismatis adalah

k=EAL

f = LEA (6.4)

6.2. Metode Beban SatuanUntuk memahami metode beban satu satuan, perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 6.8 Balok sederhana dikenakan gaya tekan F akibat beban W1, W2, dan W3

Misalnya kita diminat untuk mencari lendutan vertikal C di titik C pada balok

sederhana AB dalam Gambar b, yang ditunjukkan untuk memikul beban W1, W2, dan W3.

Himpunan beban ini menimbulkan gaya-gaya dalam di dalam balok, misalnya gaya tekan F

disembarang serat seperti MN yang luas penampang tegaknya sama dengan dA. Serat ini,

MN, berkurang panjangnya sebesar dL. Tentu saja, beban-beban yang bekerja juga

menghasilkan lendutan di sepanjang balok, seperti 1 di W1, 2 di W2, dan 3 di W3. Usaha

luar total yang dikerjakan pada balok, jika beban bekerja secara berangsur (gradually)

adalah ½ W11 + ½ W22 + ½ W33 . Energi dalam total yang tersimpan di dalam balok sama

dengan ½ F dL. Dengan hukum kekelan energi, usaha-luar total yang dikerjakan pada

balok sama dengan energi dalam total yang tersimpan di dalam balok, atau :

½ W11 + ½ W22 + ½ W33 = ½ F dL (6.5)

2016 8

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 9: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Gambar 6.9

Balok sederhana tanpa pembebanan W1,W2,W3dikenakan gaya satu satuan pada titik C.

Sekarang, jika pada balok sederhana AB yang sama mula-mula suatu beban satuan

1.0 kN dikerjakan secara berangsur di C seperti diperlihatkan pada Gambar , ini akan

mengakibatkan lendutan C di titik C, 1 di titik 1, 2 di titik 2, dan 3 di titik 3.

Jika beban W1, W2, dan W3 ditambahkan secara berangsur pada balok pada

Gambar yang tengah memikul beban satuan di C, lendutannya akan menjadi C + C di C, 1

+ 1 di titik 1, 2 + 2 di titik 2, dan 3 + 3 di titik 3, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut.

Hal ini terjadi karena adanya pertalian linier antara gaya dan lendutan, dan berlakunya

prinsip superposisi.

Ketika mula-mula beban satuan di C dikerjakan, hubungan antara usaha luar dan energi

dalam adalah

½ (1.0)(C) = ½ u dl (6.6)

Dengan :

u = tegangan tekan di sembarang serat MN seluas dA akibat beban satuan

dl = pemendekan total serat tersebut.

Apabila beban W1, W2, W3 ditambahkan secara berangsur, usaha-luar tambahan yang

dikerjakannya pada balok adalah ½ W11 + ½ W22 + ½ W33 + (1.0) (C), sedangkan energi

dalam totalnya adalah ½ u dl + ½ F dL + u dL.

Gambar 6.10

Defleksi pada balok sederhana akibat beban W1,W2,W3 dan beban 1 satuan.

Dengan menggunakan hukum kekekalan energi,

½ (1.0)(C) + ½ W11 + ½ W22 + ½ W33 + (1.0) (C) = ½ u dL + ½ F dL + u dL

(6.7)

Persamaan disederhanakan menggunakan persamaan 6.5 dan 6.6.Sehingga persamaan

menjadi

(1.0) (C) = u dL (6.8)2016 9

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 10: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Persamaan 6.8 merupakan rumus dasar dalam metode beban satuan. Hal ini dapat

diterapkan untuk mencari kemiringan atau lendutan di sembarang titik pada struktur.

6.2.1. Metode beban satuan – penerapan pada lendutan balokPerhatikan gambar 6.8, kita gunakan notasi M sebagai momen lentur pada MN dan

kita gunakan notasi m sebagai momen lentur pada MN di Gambar 6.9.

Misalkan panjang awal MN adalah dx. Maka u dalam gambar 6.9 adalah

u=myI

dA

dan dL dalam gambar 6.8 adalah

dL=MyEI

dx

Subtitusikan persamaan 6.9 dan 6.10 ke persamaan 6.8

(1.0 ) (∆ c)=∑ udL=∑ ( myI

dA)( myEI

dx )¿∫

0

L

∫0

A Mm y2 dA dxEI2

¿∫0

L Mm dxEI 2 ∫

0

A

y2 dA=∫0

L MmdxEI

Jika m dipandang sebagai perbandingan antara momen lentur akibat sembarang beban di C

dengan beban itu sendiri, maka m hanya memiliki satuan dimensional panjang, dan

persamaan dapat dituliskan sebagai

∆ c=∫0

L Mm dxEI

Persamaan tersebut merupakan rumus kerja yang diterapkan untuk memperoleh lendutan

balok status tertentu di sembarang titik akibat pembebanan yang bersangkutan.

6.2.2. Metode beban satuan – penerapan pada kemiringan balokUntuk menentukan kemiringan C di sembarang titik C pada balok dengan metode

beban satuan, Persamaan perlu diselaraskan menjadi :

2016 10

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 11: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

❑c=∫0

L Mm dxEI

6.3. Teori Castigliano keduaMenurut Castigliano, untuk struktur linier, “Turunan-parsial energi-dalam total di

dalam sebuah balok, terhadap beban yang bekerja di sembarang titik, sama dengan

lendutan di titik yang bersangkutan.” Keabsahan teorema ini dapat diamati pada gambar

berikut ini.

Gambar 6.11

Defleksi pada balok sederhana akibat beban W1,W2,W3 dan beban 1 satuan

Ditambahkan beban dW1 pada titik 1, sehingga mengakibatkan tambahan lendutan d1 di

titik 1, d2 di titik 2, dan d3 di titik 3. Usaha luar tambahan, atau energi dalam tambahan dU

adalah,

dU =W 1 d ∆1+W 2 d ∆2+W 3 d ∆3+12

W 1 d ∆1

≈ W 1 d ∆1+W 2 d ∆2+W 3 d ∆3

Usaha luar total atau energi dalam total di dalam balok, U + dU, ketika beban pokok dan

beban tambahan bekerja serentak, adalah :

U+dU =12 (W 1 dW 1 ) ( ∆1+d ∆1 )+ 1

2W 2 ( ∆2+d ∆2)+ 1

2W 3 ( ∆3+d ∆3 )

Dalam kondisi pokok saja

U=12

W 1 ∆1+12

W 2 ∆2+12

W 3 ∆3

Kurangkan Persamaan dari Persamaan

dU =12

∆1 dW 1+12

W 1 d ∆1+12

dW 1 d ∆1+12

W 2 d ∆2+12

W 3d ∆3

2016 11

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 12: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

≈ 12

∆1 dW 1+12

W 1 d ∆1+12

W 2 d ∆2+12

W 3 d ∆3

Subtitusikan Persamaan ke Persamaan

dU =12

∆1 dW 1+12

dU

dU =∆1dW 1

Persamaan tersebut dapat langsung diperolah dengan gagasan energi-komplementer.

Tetapkan definisi turunan-parsial pada Persamaan

∂ U∂W 1

=∆1

Persamaan tersebut merupakan teorema Castigliano kedua.

6.3.1. Teori Castigliano Kedua - Penerapan pada Lendutan dan Kemiringan BalokUntuk menggunakan Persamaan dalam penentuan lendutan di sembarang titik,

perlulah kita nyatakan energo-dalam U sebagai fungsi beban yang bekerja pada titik yang

bersangkutan. Maka, baik beban di titik tersebut berniali tertentu atau nol, nilai tersebut

dapat disubtitusikan hanya setelah penurunan-parsial terhadap beban tersebut dilakukan.

Lebih lanjut, ekspresi U harus dinyatakan sebagai fungsi dari momen lentur. Dengan

mengacu kepada Gambar

U=∑ 12

FdL

Subtitusikan

F= MyI

dA dan dL=MyEI

dx

Ke dalam Persamaan, sehingga

U =∑ 12 ( My

IdA )( My

EIdx)=∫

0

L M 2 dxE I2 ∫

0

A

y2 dA=∫0

L M 2 dx2 EI

Maka urutan langkah berikut dapat dipakai pada metode turunan-parsial, untuk mencari

lendutan di titik C pada balok :

1. Tentukan ekspresi M untuk berbagai bagian balok sebagai fungsi beban WC di C

dan semua beban lain yang diketahui.

2. Sebelum pengintegralan, lakukan penurunan parsial pada Persamaan terhadap

beban WC.2016 12

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 13: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

3. Substitusikan nilai WC yang diketahui ke dalam integral tersebut. WC boleh jadi

bernilai nol.

4. Lakukan pengintegralan.

Dapat ditunjukkan bahwa apabila ketiga langkah pertama dalam metode turunan-

parsial telah dilaksanakan, pembaca akan mencapai ekspresi serupa sepertu yang telah

diungkapkan pada awal uraian metode beban-satuan. Ambil turunan-parsial Persamaan

∆C=∂U

∂ Wc=∫

0

L 2 M ( ∂ M∂Wc )dx

2EI=∫

0

L M (∂ M /∂ Wc )dxEI

m dapat dipandang sebagai perbandingan dari momen lentur akibat sembarang beban di C

terhadap beban itu sendiri, hal ini direpresentasikan sebagai berikut.

m= ∂ M∂ Wc

6.4.Hukum Lendutan Timbal Balik Maxwell Betti

Teorema Maxwell – Betti berbunyi “Kerja semu yang dilakukan oleh suatu sistem gaya-P pada deformasi akibat suatu sistem gaya Q sama dengan kerja-semu yang dilakukan oleh sistem gaya-Q tersebut pada deformasi akibat sistem gaya P tersebut.”

Pada kasus khusus yang hanya terdapat gaya satu-satuan di dalam sistem P dan

juga hanya satu gaya-satuan di dalam sistem Q, sebagaimana ditunjukkan untuk balok pada

Gambar, penerapan teorema umum kerja-semu timbal-balik memberikan

PQ= QP untuk P = 1.0 , Q = 1.0

Yang merupakan hukum lendutan timbal-balik, yang dinyatakan sebagai berikut : “Lendutan di Q akibat suatu beban-satuan di P sama dengan lendutan di P akibat suatu beban-satuan di Q.”

δ QP=∫❑

❑ Mm dxEI

=∫❑

❑ mp mQ dxEI

2016 13

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 14: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

Dan

δPQ=∫❑

❑ Mm dxEI

=∫❑

❑ mQ mPdxEI

Untuk kasus pada Gambar

δQP=∑ FuLEA

=∑ uP uQ LEA

Dan

δPQ=∑ FuLEA

=∑ uQ uP LEA

Hukum lendutan timbal-balik juga berlaku diantara suatu momen-satuan P dan suatu

gaya-satuan Q, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar.Dalam kasus ini QP adalah lendutan

ke bawah di Q akibat suatu momen satuan berlawanan arah jarum jam yang bekerja di P

akibat suatu beban satuan ke bawah yang bekerja di Q.

2016 14

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id

Page 15: Modul Analisa Struktur 2 [TM6]

6.5. Daftar Pustaka Nasution, Amrinsyah., (2010) :Teori Elastisitas, Penerbit ITB, Bandung.

Nasution, Amrinsyah., (2010) : Metode Elemen Hingga, Penerbit ITB, Bandung.

Nasution, Amrinsyah., (2009) : Metode Matrik Kekakuan Analisis Struktur, Penerbit ITB, Bandung.

2016 15

Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id