mies tenia

34
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MIASTENIA GRAVIS Disusun Oleh: 1. Eka septiarini 2. Eka setya w 3. Fisnosia rahmawati 4. Kiki widianto 5. Oktafian Y.P 6. Qudwatunisa 7. Pradita anartiwi 8. Tri Widianto Kelas II B KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

Upload: tri-widianto

Post on 03-Jan-2016

77 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mies Tenia

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN MIASTENIA GRAVIS

Disusun Oleh:

1. Eka septiarini

2. Eka setya w

3. Fisnosia rahmawati

4. Kiki widianto

5. Oktafian Y.P

6. Qudwatunisa

7. Pradita anartiwi

8. Tri Widianto

Kelas II B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Mies Tenia

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Miastenia Gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi

neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang

(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi

saraf cranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada

wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai dengan 45 tahun (Brunner &

Suddarth, 2002)

Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya

penyakit neuromuscular dengan gabiungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot

volunteer dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 – 20 kali lebih lama

dari normal ( price dan Wilson).

B. ETIOLOGI

1. Autoimun : direct mediated antibody

2. Virus

3. Pembedahan

4. Stres

5. Alkohol

6. Tumor mediastinum

7. Obat-obatan :

- Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)

- B-blocker (propranolol)

- Lithium

- Magnesium

- Procainamide

- Verapamil

- Chloroquine

- Prednisone

C. PATOFISIOLOGI

Dasar ketidaknormalan pada Miestenia Gravis adalah adanya kerusakan pada

transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau

hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuscular.

Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70% - 90% reseptor asetilkolin pada

Page 3: Mies Tenia

sambungan neuromuscular setiap individu. Mieastenia Gravis dipertimbangkan

sebagai penyakit auto imun yang bersikap langsung melawan reseptor asetilkolin

(AChR) yang merusak transmisi neuromuscular.(Brunner & Suddarth, 2002)

Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal

dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan

aksonya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan cranial menuju ke perifer. Masing-

masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu merangsang sekitar 2000

serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang

dipersarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap neuromotorik mempersarafi banyak

serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik

( Price dan Wilson).

Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik

dan serabut otot disebut sinaps neuromuscular atau hubungan neuromuscular.

Hubungan neuromuscular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang

terdiri atas 3 komponen dasar, yaitu unsure prasinaps, elemen postsinaps, dan celah

sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200 A. unsure prasinaps terdiri atas akson

terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan

neurotransmitter.

Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran plasma

akson terminal disebut membran prasinaps. Unsure postsinaps terdiri dari membran

postsinaps ( post-funtional membrane) atau lempeng akhir motorik serabut otot.

Page 4: Mies Tenia

D. PATHWAY

Gangguan autoimun yang merusak

Reseptor asetikolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang

Pada membran postsinaps

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju ke sel-sel otot

Karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal

Membran postsinaps pada sambungan neuromuscular

Penurunan hubungan neuromuscular

Kelemahan otot-otot

Otot-otot ocular Otot wajah, laring,

faring

Otot volunteer Otot pernapasan

Gangguan otot levator

Palpebran

Regurgitasi makanan

kehidung pada

saat menelan, suara

abnormal

ketidakmampuan

menutup rahang

Kelemahan otot-otot

rangka

Ketidakseimbangan

batuk efektif kelemahan

otot-otot pernafasan

Ptosis & diplopia 3. resiko tinggi aspirasi

4. gangguan

pemenuhan nutrisi

7. kerusakan

komunikasi verbal

5. hambatan mobilitas

fisik

6. intoleransi aktivitas

1. ketidakefektifan pola

nafas

2. ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

8. Gangguan citra

diri

Krisis miastenia

kematian

Page 5: Mies Tenia

E. KLASIFIKASI

Klasifikasi klinis

Kelompok I Miastenia Okular Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan

diplopia. Sangat ringan tidak ada kasus kematian.

Kelompok Miastenia Umum

a. Miastenia umum ringan Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata lambat

lahun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar

System pernafasan tak terkena. Respon terhadap

terapi obat baik.

Angka kematian rendah

b. Miastenia umum sedang Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala

ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan

terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar

Disartria, disfagia, cepat lapar, sukar mengunyah

lebih nyata dibandingkan dengan Miastenia Gravis

umum ringan. Otot-otot pernafasan terkena.

Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan

dan aktivitas klien terbatas, tetapi angka kematian

rendah.

c. Miastenia Umum berat 1. Fulminan akut:

Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot

kerangka dan bulbar dan mulai terserangnya otot-

otot pernafasan.

Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam

waktu 6 bulan.

Respon terhadap obat buruk.

Insiden krisis miastenik, polinergik, maupun krisis

gabungan keduanya tinggi.

Tingkat kematian tinggi

2. Lanjut:

Miastenia gravis berat timbul paling sedikit 2

tahun setelah awitan gejala-gejala kelompok I atau

Page 6: Mies Tenia

II.

Miastenia gravis dapat berkembang secara

perlahan atau tiba-tiba.

Respon terhadap obat dan prognosis buruk

Sumber: price dan Wilson, patofisiologi: konsep klinik proses-proses

penyakit,Jakarta:EGC.1995.

F. MANIFESTASI KLINIK

Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami

kelelahan, yang umumya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat.

Pasien dengan penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena penggunaan tenaga

sedikit seperti menyisir rambut mengunyah dan berbicara, dan harus menghentikan

segalanya untuk istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai dengan otot yang

terpengaruh. Otot-otot simetris terkena, umumya itu dihubungkan dengan saraf

cranial. Karena otot-otot ocular terkena, maka gejala awal yang muncul adalah

diplopia (penglihatan ganda) dan ketosis ( jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah

pasien yang sedang tidur terlihat seperti patung, hal ini disebabkan karena otot-otot

wajah terkena. Pengaruhnya terhadap laring menyebabkan disfonia ( gangguan suara)

dalam membentuk bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata.

Kelemahan pada otot-otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan

adanya bahaya tersedak dan aspirasi. Beberapa pasien sekitar 15 % - 20% mengeluh

lemah pada tangan dan otot-otot lengan, dan biasanya berkurang, pada otot kaki

mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh. Kelemahan diafragma dan otot-

otot intercostals progresif yang menyebabkan gawat nafas, yang merupakan keadaan

darurat akut. (Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.Jakarta:

EGC.).

Secara singkat pasien dengan Miastenia Gravis memiliki manifestasi klinik

berupa:

1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)

Ptosis

Diplobia

Otot mimik

2. Kelemahan otot bulbar

Otot-otot lidah

Page 7: Mies Tenia

Suara nasal, regurgitasi nasal

Kesulitan dalam mengunyah

Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka

Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk dan

tercekik saat minum

Otot-otot leher

Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor

3. Kelemahan otot anggota gerak

4. Kelemahan otot pernafasan

Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO2 è

hipoventilasi è menyebabkan kedaruratan neuromuskular

Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Laboratorium

Anti-acetylcholine receptor antibody

85% pada miastenia umum

60% pada pasien dengan miastenia okuler

Anti-striated muscle

Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun

Interleukin-2 receptor

Meningkat pada MG

Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

2. Imaging

X-ray thoraks

Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai

massa mediatinum anterior

CT scan thoraks

Identifikasi timoma

MRI otak dan orbita

Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan

secara rutin

3. Pemeriksaan klinis

Page 8: Mies Tenia

Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata

selama 30 dtk, akan terjadi ptosis

Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia

Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita

suara à suara hilang

Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi

berbaring

Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat

mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-

berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-

10 kali

4. Tes tensilon (edrophonium chloride)

Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila

perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg

lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit

Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung

5. Tes kolinergik

6. Tes Prostigmin (neostigmin) :

Injeksi prostigmin 1,5 mg im,

dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea,

vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30

menit, berakhir dalam 2-3 jam

7. Pemeriksaan EMNG ;

Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement

respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%,

MG sedang sampai berat dapat sampai 80%

8. Pemeriksaan antibodi AChR

Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG

okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit

9. Evaluasi Timus

Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak

berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT

scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal.

H. KOMPLIKASI

1. Gagal nafas

2. Disfagia

3. Krisis miastenik

Page 9: Mies Tenia

4. Krisis cholinergic

5. Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama :

Osteoporosis, katarak, hiperglikemi

Gastritis, penyakit peptic ulcer

Pneumocystis carinii

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi

pengobatan pada antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi

antibody. Terapi mencakup agen-agens antikolinesterase dan terapi imunosupresif,

yang terdiri dari plasmaferesis dan timektomi.

Agen-agens antikolinesterase. Obat ini bereaksi dengan meningkatkan

konsentrasi asetilkolin yang relative tersedia pada persimpangan neuromuscular.

Mereka diberikan untuk meningkatkan respon otot-otot terhadap impuls saraf dan

meningkatkna kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan hanya mengurangi

simptomatik.

Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostikmin bromide (mestinon),

ambenonium klorida (Mytelase), dan neostigmin brimida (prostigmine).

Banyak pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini menghasilkan

efek samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-angsur sampai tercapai hasil

maksimal yang diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan),

walaupun kekuatan otot normal tidak dapat tercapai dan pasien akan mempunyai

kekuatan beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan.

Obat-obat antikolinesterase diberikan dengan susu, krekers, atau substansi

penyangga makanan lainya. Efek samping mencakup kram abdominal, mual, muntah,

dan diare. Dosis kecil atrofin, diberikan 1 atau 2 kali sehari, dapat menurunkan atau

mencegah efek samping. Efek samping lain dari antikolinesterase mencakup efek

samping pada otot-otot skelet, seperti adanya vasikulasi (kedutan halus), spasme otot

dan kelemahan. Pengaruh terhadap system saraf terdiri dari pasien cepat marah,

cemas, insomnia, sakit kepala, disartria ( gangguan pengucapan), sinkope, atau pusing

kejang atau koma. Peningkatan ekskresi saliva dan kringat, meningkatkan sekresi

bronchial dan kulit lembab, dan gejala-gejala ini sebaiknya dicatat.

Page 10: Mies Tenia

Setelah dosis medikasi telah ditetapkan, pasien memepelajari untuk

mengambil obat sesuai dengan kebutuhan individu dan rencana waktu yang

ditetapkan. Penyesuaian lebih lanjut dioperlukan dalam stress fisik atau emosional

dan terhadap infeksi baru yang muncul sepanjang perjalanan penyakit.

Terapi imunosupresif ditentukan untuk tujuan menurunkan produksi

antibody antireseptor atau mengeluarkan langsung melalui perubahan plasma. Terapi

imunosupresif mencakup kortikosteroid, plasmaferesis dan timektomi. Terapi

kortikosterois dapat menguntungkan pasien dengan miastenia yang pada umumnya

berat. Kortikosteroid digunakan mereka dengan efek terjadinya penekanan respon

imunpasien, sehingga menurunkan jumlah penghambatan antibody. Dosis

antikolinesterase diturunkan sambil kemampuan pasien untuk memepertahankan

respirasi efektif dan kemampuan menelan dipantau. Dosis steroid berangsur-angsur

ditingkatkan dan obat anti kolinesterase diturunkan dengan lambat.

Prednisone, digunakan dalam bebrapa hari untuk menurunkan insiden efek

samping, dan terlihat dengan sukses adanya penekanan penyakit. Kadang-kadang

pasien memperlihatkan adanya penurunan kemampuan otot setelah terapi dimulai,

tetapi ini biasanya hanya sementara. Pada perawatan dirumah sakit, pasien dapat

diberi bell pemanggil yang digunakan dalam situasi darurat dan harus dipantau ketat

tentang adanya tanda-tanda gawat napas.

Penatalaksanaan Pembedahan, pada pasien miastemia gravis thymus

tampak terlibat dalam proses pembentukan antibody AChR. Timektomi (pembedahan

mengangkat timus) menyebabkan pengurangan penyakit substansial, terutama pada

pasien dengan tumor atau hyperplasia kelenjar thymus. Timektomi yaitu membuka

sternum karena seluruh thymus harus dibuang.

Hal ini dianggap bahwa timektomi pada awal perjalanan penyakit adalah

terapi spesifik, sehingga tindakan ini mencegah pembentukan anti reseptor antibody.

Setelah pembedahan, pasien dipantau di ruang perawatan intensif untuk memberikan

perhatian khusus dalam fungsi pernafasan. (Brunner & Suddarth, 2002).

Secara singkat penatalaksanaan miastenia gravis:

1. Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.

2. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh

asetilkolin di taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap

hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.

3. Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.

Page 11: Mies Tenia

4. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan

jika perlu.

5. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan

pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda

sampaikadar toksik obatb diatasi.

6. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun

diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan

Page 12: Mies Tenia

PROSES KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS

A. PENGKAJIAN

1) Anamnesa

Keluhan utama yang menyebabkan klien miestenia gravis meminta

pertolongan kesehatan sesuai dengan kondisi dari adanya penurunan atau

kelemahan otot-otot dengan manifestasi diplopia (penglihatan ganda) ptosis

merupakan keluhan utama dari 90 % klien miestenia gravis, disfonia

(gangguan bicara), masalah menelan dan mengunyah makanan. Pada kondisi

berat keluhan utama biasanya adalah ketidakmampuan menutup rahang,

ketidakmampuan batuk efektif, dan dispneu.

a. Riwayat penyakit saat ini

Miastenia gravis juga menyerang otot0otot wajah, laring , dan faring.

Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien

mencoba menelan (otot-otot palatum); menimbulkan suara yang abnormal

atau suara nasal; dan klien tak mampu menutup mulut yang dinamakan

sebagai tanda rahang menggantung.

Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang

lemah dan akhirnya dapat berupa serangan dispneu dank lien tak lagi

mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya.

Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggung dapat terserang dan

terjadi kelemahan semua otot-otot rangka. Biasanya gejala-gejala

miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan memberikan obat

antikolinesterase.

b. Riwayat penyakit dahulu

Kaji factor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat

kondisi miastenia gravis seperti hipertensi dan diabetes mellitus

c. Riwayat penyakit keluarga

Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan

dengan keluhan klien saat ini.

2) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual

Klien miestenia gravis sering mengalami gangguan emosi dan

kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang. Adanya

Page 13: Mies Tenia

kelemahan pada kelopak mata diplopia dan kerusakan dalam komunikasi

verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri.

3) Pemeriksaan fisik

Miestenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak

fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular.

Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang

progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok

otot tertentu saja. Karena perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada masing-

masing klien, maka prognosisnya sulit ditentukan.

a. BI (BREATHING)

Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk

efektif, produksi sputum, sesak nafas, pengguanaan otot bantu nafas, dan

peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang

disertai adanya kelemahan otot-otot pernafasan. Auskultasi bunyi nafas

tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien menandakan adanya

akumulasi secret pada jalan nafas dan penurunan kemampuan otot-otot

pernafasan.

b. BII (BLOOD)

Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk

memantau perkembangan status kardiovaskuler, terutama denyut nadi dan

tekanan darah. Yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi

tidak membaiknya system pernafasan.

c. BIII (BRAIN)

Pengkajian BIII merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada system lainnya.

1) Tingkat kesadaran

Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien masih baik.

2) Fungsi serebral

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah

lakunya, nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas

motorik yang mengalami perubahan seperti adanya gangguan perilaku,

alam perasaan dan persepsi.

3) Pemeriksaan saraf cranial

Saraf I :

Page 14: Mies Tenia

Biasanya pada klien epilepsy tidak ada kelainan dan fungsi

penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II :

Penurunan pada tes ketajaman penglihatan klien sering

mengeluh adanya penglihatan ganda.

Saraf III, IV dan VI :

Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya ovtalmoplegia,

mimic dari pseudo ovtal

Saraf V : didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat

kelumpuhan pada otot-otot wajah.

Saraf VII: persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan

motorik lidah.

Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X: ketidakmampuan dalam menelan.

Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomasteoids dan trapezius.

Saraf XII: J,adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot

motorik pada lidah.

4) System motorik

Karakterisktik utama miastenia gravis adalah kelemahan dari

system motorik. Adanya kelemahan umum pada otot-otot rangka

memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi

aktivitas klien.

5) Pemeriksaan reflek

Pemeriksaan reflek dalam pengetukan pada tendon,

ligamentum, atau periosteum derajat reflex pada respons normal.

6) Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan sensorik pada epilepsy biasanya disapatkan

perasaan raba normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan

abnormal di permukaan tubuh.

d. B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangya

volume output urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan

penurunan curah jantung ke ginjal.

e. B5 (Bowel)

Page 15: Mies Tenia

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam

lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena

ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot

menelan.

f. B6 (Bone)

Adanya kelemahan otot-otot volunteer memberikan hambatan pada

mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri.

4) Pemeriksaan diagnostic

Edrofonium (dosis awal 2 minggu, dilanjutkan 8 minggu, 30 detik

kemudian) diberikan melalui intravena sebagai uji untuk membedakan kedua

tipe krisis itu.

Bila pada krisis miastenik, klien tetap mendapat pernapasan buatan

(respirator), obat-obat antikholinesterase tidak diberikan dahulu, karena obat-

obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat

mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Stelah krisis terlampaui, obat-obat

dapat mulai diberikan secara bertahap dan seringkali dosis dapat diturunkan.

B. Diagnosis Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan otot

pernapasan.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas behubungan dengan peningkatan

produksi mucus dan penurunan kemampuan batuk efektif.

3. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan control tersedak

dan batuk efktif.

4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan.

5. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari berhubungan dengan kelemahan

fisik umum, keletihan.

6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan

pengucapan kata, gangguan neuromuscular, kehilangan kontroll tonus

otot fasial oral.

C. INTERVENSI

Page 16: Mies Tenia

DX. TUJUAN NOC & KH NIC INTERVENSI

DX. I

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola pernafasan klien kembali efektif.

NOC :

Respiratory status : Ventilation

Vital sign StatusKriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC :

Airway Management Buka jalan nafas,

guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada

jika perlu Keluarkan sekret dengan

batuk atau suction Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perlu

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen Bersihkan mulut, hidung

dan secret trakea Pertahankan jalan nafas

yang paten Atur peralatan

oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi

pasien Onservasi adanya tanda

tanda hipoventilasi Monitor adanya

kecemasan pasien

Page 17: Mies Tenia

terhadap oksigenasi

DX II

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif

NOC :

Respiratory status : Ventilation

Respiratory status : Airway patency

Aspiration ControlKriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

NIC :

Airway suction Pastikan kebutuhan oral /

tracheal suctioning Auskultasi suara nafas

sebelum dan sesudah suctioning.

Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal

Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan

Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal

Monitor status oksigen pasien

Ajarkan keluarga bagaimaDX na cara melakukan suksion

Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management Buka jalan nafas,

guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan

Page 18: Mies Tenia

alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada

jika perlu Keluarkan sekret dengan

batuk atau suction Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perlu

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

DX III

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pasien dapat terhindar dari resiko aspirasi.

NOC :

Respiratory Status : Ventilation

Aspiration control Swallowing Status

Kriteria Hasil :

Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan normal

Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampumelakukan oral hygiene

Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal

NIC:Aspiration precaution

Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan

Monitor status paru Pelihara jalan nafas Lakukan suction jika

diperlukan Cek nasogastrik

sebelum makan Hindari makan kalau

residu masih banyak Potong makanan kecil

kecil Haluskan obat

sebelumpemberian Naikkan kepala 30-45

derajat setelah makan

DX IV

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.

NOC :

Nutritional Status : food and Fluid Intake

NIC :

Nutrition Management

Kaji adanya alergi

Page 19: Mies Tenia

Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda tanda malnutrisi

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

makanan Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Berikan substansi gula Yakinkan diet yang

dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

DX V

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan aktivitas klien normal dan tidak ada kelemahan fisik.

NOC :

Joint Movement : Active

Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance

Kriteria Hasil :

Klien meningkat dalam aktivitas fisik

Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi

NIC :Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign

sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Latih pasien dalam

Page 20: Mies Tenia

(walker) pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

DX VI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berkomunikasi, mampu mengekspresikan perasaanya dan menggunakan bahasa isyarat.

NOC:

komunikasi:

kemampuan

mengungkapkan

Kriteria Hasil:

a. Menggunakan pesan tertulis

b. Menggunakan bahasa

percakapan vocal

c. Menggunakan percakapan

yang jelas

d. Menggunakan

gambar/lukisan

Menggunakan bahasa non verbal

NIC : Perbaikan

Komunikasi: gangguan

bicara.

Membantu keluarga

dalam memahami

pembicaraan pasien

Berbicara kepada

pasien dengan lambat

dan dengan suara

yang jelas.

Menggunakan kata

dan kalimat yang

singkat

Mendengarkan pasien

dengan baik

Memberikan

reinforcement/pujian

positif pada keluarga

Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas

D. EVALUASI

1. Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan

kelemahan otot pernapasan.

Page 21: Mies Tenia

a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) (3)

b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) (4)

c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,

pernafasan) (4)

2. Diagnosa II: Ketidakefektifan bersihan jalan napas behubungan dengan

peningkatan produksi mucus dan penurunan kemampuan batuk efektif.

a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) (4)

b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) (4)

c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat

menghambat jalan nafas (4)

3. Diagnose III: Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan control

tersedak dan batuk efktif.

a. Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan normal (4)

b. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampumelakukan oral hygiene (4)

c. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada

suara nafas abnormal (4)

4. Diagnosa IV: Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan.

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 4b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 3e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 4

5. Diagnosa V: Gangguan aktivitas hidup sehari-hari berhubungan dengan

kelemahan fisik umum, keletihan.

a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 4b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 4c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah 4d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) 3

Page 22: Mies Tenia

6. Diagnose VI: Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,

gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuscular, kehilangan kontroll

tonus otot fasial oral.

a. Menggunakan pesan tertulis 4

b. Menggunakan bahasa percakapan vocal 4

c. Menggunakan percakapan yang jelas 4

d. Menggunakan gambar/lukisan 4

e. Menggunakan bahasa non verbal 4

Keterangan skala:1. Tidak pernah menunjukan

2. Jarang menunjukan

3. Kadang menunjukan

4. Sering menunjukan

5. Selalu menunjukan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta:EGC

Page 23: Mies Tenia

Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan.Jakarta:Salemba Medika.

Judith & Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 9. Jakarta:EGC