micricyclus ulei
TRANSCRIPT
Page
1
Makalah Tugas Mahasiswa
PENYAKIT HAWAR DAUN KARET AMERIKA SELATAN (South American Leaf Blight)
oleh Jamur Microcyclus ulei P.Henn
Upaya Penanggulangan melalui
PEST RISK ANALYSIS(Analisa Resiko Penyakit)
Terhadap Pemasukan Tanaman Karet Impor
Materi Kuliah : Mikologi
Oleh :
Jamil Azhari NIM : 08310013
Dosen :Novi Angraini, S.Pd.
Jurusan Hama Penyakit TanamanProgram Agroteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas Palembang
Page
2
2010
I
PENYAKIT HAWAR DAUN KARET AMERIKA SELATAN (South American Leaf Blight)
oleh Jamur Microcyclus ulei P.Henn
Karet alam (Natural Rubber/NR) yang dihasilkan dari getah pohon karet Hevea brasiliensis saat ini
penyumbang sekitar 40% dari total konsumsi karet dunia, sedangkan 60% yang dihasilkan dari karet
sintetis. Permintaan tahunan dunia untuk karet alam terus berkembang karena sifat khas fisikokimianya,
yang tidak dapai dicapai oleh karet sintetis. Produksi karet di seluruh dunia pada tahun 2004 mencapai 9,7
juta ton (FAO, 2006).
Kebanyakan daerah perkebunan berada di kawasan Asia Tenggara, antara lain Thailand, Indonesia dan
Malaysia, dan berkembang ke Vietnam dan Cina.
Kawasan Amazon Amerika Selatan merupakan asal biologis tanaman karet alam, namun di Brazil sendiri
baik luas areal maupun produksi karet alam hanya 97.000 ton per tahun yaitu sekitar 1 % dari produksi
dunia hal ini masih jauh dari kebutuhan nasional Barazil.
Tanaman karet alam di Brazil dan kawasan Amerika Selatan banyak yang hancur sebelum mencapai
kematangan biologis disebabkan oleh jamur pathogen Microcyclus ulei P.Henn (Syn. Dothidella ulei.
P.Henn).
Identifikasi penyakit, taksonomi, inang dan bagian tanaman yang diserang
Patogen : Microcyclus ulei (P. Henn.) v. Arx
Ordo : Ascomycetes
Famili : Dothideales
Sinonim : Dothidella ulei (Henn. 1904)
Melanopsammopsis ulei ( Henn.) Stahel 1917
Aposphaeria ulei Henn 1904
(conidial state: Fusicladium macrosporum Kuyper 1912)
Nama Umum : South American Leaf Blight (SALB)
Inang : Hevea brasiliensis Muell. Arg. (Commercial species)
Hevea benthamiana Muell. Arg.
Page
3
Hevea guianensis Aubl.
Hevea spruceana (Benth.) Muell. Arg.
Bagian tanaman : Sebagian daun muda ; jaringan muda tanaman, batang, tajuk. Sedangangkan polong buah kurang
Memberikan gambaran kerugian (dampak/impact) pada tanaman karet alam yang disebabkan oleh
penyakit hawar daun amerika selan di kawasan Amerika Tengah dan Selatan seperti pada table 1dibawah
ini :
Table 1. : Impact of South American leaf blight on rubber tree cultivation in Central and South America *)
Surinam 1911 40 000 trees planted 1918 Plantation destroyed, first reported epidemics by M. ulei
Brazil 1927 Fordlandia: 3 200 ha, 200 000 trees 1933 Plantation destroyed by M. ulei attack 1936 Belterra: 6 478 ha 1943 Plantation destroyed by M. ulei
Panama 1935 Plantation created by Goodyear Comp. 1941 Plantation destroyed
Colombia 1941 Epidemic development of M. ulei Costa Rica 1942 Epidemic development of M. ulei Brazil 1967 Start of SUDHEVEA, a three-step-programme for the development of rubber
cultivation in Central Amazonia 1972–1975 PROBOR I 1978–1982 PROBOR II 1984–1994 PROBOR III 1986 Programme was stopped: about 100 000 ha of the 150 000 ha of plantation were
already devastated Brazil 2002 Scientific meeting about new efforts towards rubber cultivation in areas affected by
SALBBrazil 2005 Plantations only in areas free the fungal pressure: in all other areas latex is collected
from wild-growing rubber Colombia 2006 Programme on selection of rubber trees resistant to SALB
*) Sumber : Oxford Journal/ANNAL OF BOTANY/ Online ISSN 1095-8290 - Print ISSN 0305-7364. http://aob.oxfordjournals.org/cgi/content/full/mcm133v1 (terlampir)
Aspek anatomi dan morfologi serangan M. ulei.sebagai berikut :
A. Daun terinfeksi berat terdapat lapisan conidiospore keabu-abuan di atas dan bawah permukaan daun.
B. Conidiospores kering yang melapisi permukaan bawah daun (gambar mirip bangunan kisi)C. Hifa (conidiospore)D. Tabung Askus (germ tub) dlapisi olehsejenis llin (wax) germtube abu-abu gelap kontras
sangat fleksibel dan polymorphic.
Page
4
E. Potonan germtub berupa lender yang lengketF. Conidiospores membentuk struktur penetrasi (hifa penetrasi) memasuki daun di
persimpangan tiga sel yang berdekatan (tengah)hyphae G. Hifa bercang berwarna biru menyebar pada jaringan daun (pasca infeksi).H. Hifa-hifa bercabang berwarna biru hifaI. Conidiospores menerobos permukaan daun bawah.J. Struktur Stromata bentuk seperti cincin bulat berpigmen hitam.
Fig.1 : Anatomical and morphological aspects of M. ulei attack.
A. Heavyly infected leaflets of H. brasiliensis with greyish conidiospore layers on upper and lower leaf surfaces.
B. Dried conidiospores on lower leaf surface with reticulate surface structure.
C. Germinating conidiospore, section.
D. Germ tube adjacent to the wax layers on the reticulate surface structures of epidermal cells. The dark grey contrasted germtube is very flexible and polymorphic.
E. Section through a germ tube that is fixed to epidermal cells by a slimy and sticky compound, which is set free from the conidiospore surface after intensive washing.
F. Germinating conidiospores forming penetration structures: a penetration hyphae is entering the leaf at the junction of three adjacent cells (middle).
G. Blue-stained hyphae are spreading through the leaf tissue, often parallel to the vessels (24–36 h post-infection).
Lieberei R Ann Bot 2007;100:1125-1142© The Author 2007. Published by Oxford University Press on behalf of the Annals of
Botany Company. All rights reserved. For Permissions, please email: [email protected]
Page
5
H. Blue-stained hyphae; branching hyphae growing back to the surface form dark-blue points (60–72h post-infection).
I. Conidiospores break through the lower leaf surface.
J. Black pigmented globose structures form ring-like stromata.
Fig. 2 : Evaluation scheme of M. ulei lesions.
Lieberei R Ann Bot 2007;100:1125-1142
© The Author 2007. Published by Oxford University Press on behalf of the Annals of Botany Company. All rights reserved. For Permissions, please email: [email protected]
Siklus hidup SALB
Page
6
II
ANALISA RISIKO PENYAKITUNTUK HAWAR DAUN KARET AMERIKA SELATAN (SALB)
1. PENDAHULUAN
Analisis risiko OPT (PRA) telah disusun oleh karet (Hevea brasiliensis) negara anggota berkembang dari Asia dan Pasifik Komisi Perlindungan Tanaman (APPPC), yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Cina, Vietnam dan Sri Lanka. PRA ini disusun sebagai jawaban atas usulan penghapusan Pasal IV dan Lampiran B (lihat Lampiran 2) tentang langkah-langkah transisi untuk Amerika Selatan Leaf Blight (SALB) dari karet yang disebabkan oleh ulei Microcyclus dalam teks revisi baru diusulkan APPPC Perjanjian Perlindungan Tanaman Asia dan Pasifik. Pembaruan revisi Perlindungan Tanaman Perjanjian dan membawa ke dalam sesuai dengan Perjanjian Sanitary dan Phytosanitary (SPS Agreement) dan teks 1997 revisi dari International Plant Protection Convention (IPPC). Negara-negara anggota APPPC sepakat bahwa Pasal IV dan Lampiran B Persetujuan ini sebagaimana berlaku saat ini berurusan dengan SALB harus dipertahankan sampai PRA pada SALB telah selesai dan sesuai standar regional yang disetujui oleh APPPC.
Page
7
Selanjutnya, proyek Program Kerjasama Teknis (TCP) disetujui oleh FAO pada bulan Juli 2001 (Proyek Pest Analisis Risiko untuk SALB dari rubber-TCP/RAS/0168A) untuk mengembangkan PRA di SALB. PRA diharapkan dapat memberikan pembenaran ilmiah untuk standar yang akan dikembangkan oleh APPPC dan negara-negara anggota untuk mengelola risiko yang terkait dengan perdagangan fitosanitasi dari SALB. Associated standar diagnostik, pengawasan, peraturan impor, pengendalian dan pemberantasan akan memberikan panduan untuk lebih membantu negara-negara upaya untuk melindungi terhadap serangan dari SALB ke daerah PRA.Tujuan dari PRA adalah:
i. memeriksa dan mengevaluasi risiko SALB dikaitkan dengan komoditas yang relevan / jalur dari negara-negara endemik SALB ke Asia dan Pasifik;
ii. mengevaluasi resiko pengenalan dan penyebaran SALB ke dalam kawasan;iii. mengevaluasi konsekuensi ekonomi yang mungkin timbul dari pembentukan SALB di
daerah; daniv. mengevaluasi berbagai pilihan manajemen untuk mengurangi risiko fitosanitasi
diidentifikasi.
PRA ini disusun berdasarkan Standar Internasional untuk Pedoman Fitosanitasi pada Analisis Risiko Hama (ISPM No 2) dan Analisis Risiko Hama untuk Hama Karantina, termasuk analisis risiko lingkungan dan modifikasi organisme (ISPM No 11 Rev 1).
Sumber daya lain yang digunakan termasuk:
a. Literatur tentang SALB;b. Konsultasi dengan para ilmuwan / pakar di SALB;c. Asia lembaga negara produsen karet peraturan dan patologi tanaman.
Definisi yang digunakan dalam PRA ini konsisten dengan ISPM 5: Daftar Istilah Fitosanitasi (2005) kecuali dinyatakan lain.
1.1 Latar Belakang
Karet alam yang diproduksi oleh Hevea brasiliensis, tumbuhan asli daerah Amazon Amerika Selatan. Pada akhir abad kedelapan belas, karet diperkenalkan ke Timur Jauh, yang sekarang daerah penghasil karet utama dunia. Saat ini, produsen utama karet alam adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Cina, Vietnam dan Sri Lanka. Pada tahun 2005, produksi dunia karet alam sebesar 8.682 juta ton dimana 466 juta ton 7 (sekitar 86 persen) berasal dari tujuh negara. Pada tahun 2005, konsumsi dunia adalah lebih dari 8.742 juta ton karet alam.Industri karet alam merupakan komponen yang sangat penting dari sektor pertanian dan ekonomi Asia dan negara-negara penghasil karet Pasifik. Pengenalan SALB yang rusak parah industri karet di Amerika Selatan (lihat di bawah), saat ini dianggap menjadi ancaman langsung bagi industri karet alam dari negara-negara tersebut. Kerja sama regional dan tindakan fitosanitasi untuk melindungi industri ini mungkin perlu untuk tepat mengelola setiap konsekuensi potensial dari pendirian SALB dan menyebar.
1.2 Kepatuhan terhadap hak dan kewajiban internasional
Page
8
Kesepakatan SPS berlaku untuk tindakan yang dirancang untuk melindungi manusia, hewan dan tumbuhan dan kesehatan dari hama dan penyakit, atau negara dari hama, yang mungkin secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perdagangan internasional. Hal ini juga mengakui hak negara-negara anggota WTO untuk menentukan tingkat perlindungan yang mereka anggap tepat dan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai perlindungan itu. Sanitasi (kesehatan manusia dan hewan) dan phytosanitary (kesehatan tanaman) tindakan berlaku untuk perdagangan atau perpindahan produk berbasis hewan dan tumbuhan dalam atau antar negara.
Dalam Perjanjian SPS, SPS didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan: untuk melindungi hewan atau kesehatan tanaman dalam wilayah Anggota dari risiko yang
timbul dari entri, pembentukan atau penyebaran hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme penyebab penyakit.
untuk melindungi kehidupan manusia atau hewan atau kesehatan dalam wilayah Anggota dari risiko yang timbul dari aditif, kontaminan, toksin atau organisme penyebab penyakit dalam makanan, minuman atau bahan pakan.
untuk melindungi kehidupan manusia atau hewan atau kesehatan dalam wilayah Anggota dari risiko yang timbul dari penyakit yang dibawa oleh binatang, tanaman atau produknya, atau dari pendirian, masuk atau penyebaran hama.
untuk melindungi atau membatasi kerusakan lainnya dalam wilayah anggota dari pembentukan, masuk atau penyebaran hama.
Sebagai SALB hanya secara langsung mempengaruhi kesehatan tanaman, ketentuan SPS harus dikembangkan dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dari IPPC (ISPM 1 2006). Dalam konteks ini analisis risiko prinsip-prinsip ini meliputi:
Kedaulatan - pihak pihak memiliki wewenang berdaulat, sesuai dengan perjanjian internasional yang berlaku, untuk menetapkan dan mengambil langkah-langkah fitosanitasi untuk melindungi kesehatan tanaman dalam wilayah mereka dan untuk menentukan tingkat yang sesuai perlindungan bagi kesehatan tanaman.
Kebutuhan - pihak pihak dapat melakukan tindakan fitosanitasi hanya di mana tindakan tersebut diperlukan untuk mencegah masuknya dan / atau penyebaran hama karantina, atau untuk membatasi dampak ekonomi hama non-karantina diatur.
Dampak Minimal - Persetujuan pihak harus melakukan tindakan fitosanitasi dengan dampak minimal.
Transparansi - pihak pihak akan membuat informasi relevan yang tersedia kepada pihak kontraktor lain sebagaimana ditetapkan dalam IPPC.
Non-diskriminasi - pihak pihak harus, sesuai dengan IPPC, menerapkan tindakan fitosanitasi tanpa diskriminasi antara kontraktor pihak jika pihak kontraktor dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki status phytosanitary yang sama dan menerapkan langkah-langkah fitosanitasi sama atau setara. pihak pihak juga harus melakukan tindakan fitosanitasi tanpa diskriminasi antara sebanding phytosanitary situasi domestik dan internasional.
pembenaran Teknis - pihak pihak teknis akan membenarkan tindakan fitosanitasi.
1.3 PRA daerah
Daerah PRA untuk tujuan PRA ini adalah kawasan Asia dan Pasifik yang meliputi negara-negara
Page
9
berkembang utama karet Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Cina, Vietnam dan Sri Lanka, serta karet kecil negara berkembang Kamboja, Bangladesh, Laos, Brunei, Filipina, Myanmar, dan Papua Nugini. Daerah ini saat ini dianggap bebas dari SALB. Luas kebun karet, total produksi, nilai ekspor dan jumlah petani karet karet ini negara-negara berkembang
1.4 INISIASI
SALB karet adalah endemik di Amerika Selatan dan saat ini dianggap sebagai resiko tinggi karantina hama di daerah PRA dimana 90 persen karet dunia tumbuh.Menyusul keputusan pada sesi 21 APPPC (1999), sebuah PRA SALB telah berinisiatif untuk mengembangkan standar yang tepat untuk mengelola risiko fitosanitasi dari SALB ke daerah APPPC.
Dampak tidak langsung akibat SALB :
Konsekuensi tidak langsung SALB akan menjadi perubahan permintaan konsumen dan dislokasi sosial dalam negeri. Efek SALB tidak langsung, dievaluasi menggunakan faktor yang tercantum dalam Tabel 3.
Table 3. Indirect consequences of SALBEvent Rationale Consequence
1. Loss of market opportunity (International trade)
Depressed supply of rubber and rubber wood would be expected to lead to loss of market share
High
2. Intensified research and development
Increase research and development costs for disease management
Moderate
3. Social dislocation Urbanization and migration of rubber labour force High 4. Decline in the standard of
living of people involved in rubber industries, especially small holders
Smallholders and workers in the rubber downstream industry will be denied of decent income affecting food and education expenditure
High
Dampak langsung (direct effects of SALB)**
SALB langsung akan mempengaruhi hasil lateks dan kayu karet, kekurangan bahan baku untuk industri karet hilir, hilangnya lapangan kerja dan pengaruh terhadap lingkungan. Dampak langsung dari penyakit pada host dievaluasi dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan faktor-faktor yang tercantum dalam Tabel 2
Table 2. Direct consequences of SALB **)
Event Rationale Consequence1. Rubber plant
mortalityThe pathogen causes defoliation and dieback, weakens the plants and kills the tree. All clones are susceptible. Within a few years, all standing stock within the PRA area is expected to be infected.
HighAlmost all rubber plants affected; 8.7 million ha.
Page
10
2. Reduction in latex yield
Infected trees are bare of leaves or having poor canopy and twig dieback. It causes a reduction of rubber yield and indirectly affecting the down stream rubber industry. Estimate 30-50 percent yield reduction in rubber production (Chee K.H., pers. com.)
HighEstimated loss 4.4 million tonnes.
3. Reduction of rubber wood production
Affected trees experience retarded growth. Estimated 40 percent reduction in rubber wood availability. Affect manufacturing and industrial sector.
ModerateEstimated loss of 1.1 million m3 .
4. Investment in eradication
Should SALB be detected within an isolated area early in the infection cycle, eradication may be possible. For the period of the eradication programme tree mortality due to eradication measures would exceed expected disease mortality.
ModerateEradication exercises to be carried out of a minimum area of 1 000 ha within a radius of 3 km of infected trees.
5. Increases in production costs
Costs of production would increase due to increased need for disease control, weed control and stock replanting or replacement.
Moderate
6. Loss of income and employment within affected regions
Rubber industry supports millions of families, mainly smallholders.
HighLoss of income for the country due to closing down-stream rubber industries/ factories. Loss of income for employment in rubber industry.
7. Environmental impact
Chemical control of rubber leaf diseases is not normally practiced. In the event of SALB eradication and prophylactic treatment, large scale fungicide application will be implemented. Loss of rubber stands equivalent to deforestation with subsequent habitat degradation.
HighEnvironmental pollution and health hazards to human and animals, soil erosion.
8. Loss in aesthetic value
Rubber trees contribute to the agro ecosystem beauty and tourism from its unique form and attraction.
Low
9. Loss in foreign exchange
Loss of revenue due to reduction in export of rubber and rubber products. Increase production costs are thus not competitive in global export market. Loss of foreign exchange in importation of pesticides.
High
**) sumber : Annex V PRA For SALB, Laporan Komisi Perlindungan Tanaman kawasan Asia Pasifik (APPC) ke 25 Tahun 2007 P 87-127 (terlampir)
Page
11
a) Dry, collapsed conidia b) Turgid conidia
c) Pycnospores d) Ascospores
Bentuk-bentuk Conidia, pycnospores and ascospores (from Chee & Holliday 1986)
Page
12
REFERENSI :
1. Annex V PRA For SALB, Laporan Komisi Perlindungan Tanaman wilayah Asia Pasifik (APPC) ke 25 Tahun 2007 P 87-127
2. Oxford Journal/ANNAL OF BOTANY/ Online ISSN 1095-8290 - Print ISSN 0305-7364. http://aob.oxfordjournals.org/cgi/content/full/mcm133v1