meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan … · 2016. 7. 14. · analisis keuangan...

163
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • AMeningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    Pub

    lic D

    iscl

    osur

    e A

    utho

    rized

    wb371432Typewritten Text73504

    wb371432Typewritten Text

    wb371432Typewritten Text

    wb371432Typewritten Text

  • KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53Jakarta – 12190Telp. (+6221) 5299 3000Faks (+6221) 5299 3111

    Laporan ini dicetak pada Bulan Juni 2012

    Foto tengah pada halaman sampul, foto pada halaman Ringkasan Eksekutif, foto pada Bab 4, dan foto pada Bab 5 merupakan Hak Cipta © Guntur Sutiyono; foto kanan pada halaman sampul serta foto pada Bab 1, Bab 2 dan Lampiran merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini; foto kiri pada halaman sampul dan foto pada Bab 3 serta Bab 6 merupakan Hak Cipta © World Bank Photo Collection; foto pada Bab 7 merupakan Hak Cipta © Governance and Decentralization Survey 2.

    Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012. Meningkatkan kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur merupakan kerjasama tim peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili.

    Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.

    Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Bastian Zaini ([email protected]).

    Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang

  • Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

  • ii Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Ucapan Terima Kasih

    Laporan ini disusun atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, CIDA, AUSAid, dan Bank Dunia.  Terima kasih kami ucapkan kepada tim peneliti yang dikepalai oleh A. Madjid Sallatu, beranggotakan Agussalim, Darmawan Salman, St. Bulkis Oesman, Budimawan, Rahim Darma, Nursini, Sultan Suhab, A. Tawakkal, Muhammad Yunus, dan Djunaidi M. Dachlan.  Terima kasih pula kepada tim data P3KM yang beranggotakan Sanusi Fattah, A. Amrullah, Abdullah Sanusi, A.Nixia Tenriawaru, dan A. Abdul Azis Ishak.  Pengelolaan penelitian oleh P3KM dikoordinasi oleh Djunaidi M. Dahlan, dibantu oleh Agussalim sebagai sekretaris, dan Nursini yang membantu untuk administrasi. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Guntur Sutiyono dan Bastian Zaini, dibantu oleh Erryl Davy, Ihsan Haerudin, Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Andhika Maulana, dan A. M. Rezky Mulyadi. Terima kasih kepada Luna Vidya yang telah mengkoordinasikan kegiatan komunikasi PEACH di Sulawesi Selatan.

    Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada anggota Project Management  Committe (PMC) yang telah aktif berpartisipasi memberi masukan selama proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang berkontribusi dalam pengumpulan data. Tim menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Bapak Tan Malaka Guntur sebagai Ketua PMC. Terima kasih dan apresiasi kami berikan kepada Kepala Biro Ekonomi Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Bapak Muhammad Firda sebagai Sekretaris PMC, dan Bapak Rusmin dari PMC.

    Arahan pembuatan laporan ini diberikan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany dan Amin Subekti. Terima kasih kepada Cut Dian Rahmi Agustina, Ahmad Zaki Fahmi, serta rekan-rekan dari Bank Dunia dan CIDA atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami berikan kepada Sarah Sagitta Harmoun atas dukungan logistiknya. Tak lupa apresiasi kami sampaikan untuk Caroline Tupamahu dan Yayasan BaKTI yang memfasilitasi PEACH di Sulawesi Selatan. 

  • iiiMeningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Kata Pengantar

    Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memegang peranan penting di kawasan timur Indonesia. Ibu Kotanya, Makassar sudah menjadi jantung perdagangan dan distribusi di kawasan ini secara turun temurun. Sebagai provinsi yang selama ini berperan sebagai salah satu lumbung pangan nasional dengan produk utama seperti beras, jagung, dan kakao, kini Provinsi Sulawesi Selatan bergerak maju dengan produksi ternak sapi dan rumput lautnya. Dalam lima tahun terakhir, Sulawesi Selatan menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional, capaian tersebut didorong oleh pertumbuhan pada sektor konstruksi, Jasa keuangan, dan Pengangkutan.

    Walaupun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kapasitas fi skal yang semakin besar, Provinsi Sulawesi Selatan masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan, salah satunya adalah tantangan kemiskinan. Selain itu, pendidikan dan kesehatan juga merupakan tantangan dalam upaya meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusianya. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan perlu berupaya keras dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi akan mendorong arus perpindahan sehingga investasi di sektor infrastruktur dan penyediaan layanan dasar akan menjadi sangat penting.

    Laporan ini merupakan sebuah upaya untuk membantu Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, dan berkontribusi dalam kinerja pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama yang erat antara Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, serta dukungan dari CIDA, AusAID, dan Bank Dunia. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan berperan penting dalam memfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini.

    Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Kami juga berharap laporan ini dapat menjadi sumbangsih pengetahuan bagi pemerintah daerah di provinsi lain, para pemangku kepentingan di pusat dan daerah, serta pemerhati keuangan dan pembangunan daerah. Di masa yang akan datang, peran Provinsi Sulawesi Selatan akan menjadi semakin penting, dan kami berharap laporan ini dapat berkontribusi kepada pengelolaan keuangan daerah dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

    DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH Stefan G. Koeberle

    Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia

  • iv Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Daftar Isi

    Ucapan Terima Kasih iiKata Pengantar iiiDaftar Gambar vDaftar Tabel viiiDaftar Kotak ixDaftar Istilah xRingkasan Eksekutif 1Bab 1 Pendahuluan 9 1.1 Perkembangan Daerah 10 1.2 Kondisi Perekonomian Daerah 11 1.3 Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan 15 1.4 Kondisi Pembangunan Manusia 18 1.5 Arah Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah 20Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah 23 2.1 Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah 24 2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 27 2.3 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) 29 2.4 Perencanaan Pembangunan dan Penyusunan Anggaran Daerah 30 2.5 Pengukuran Kinerja dan Pengelolaan Keuangan Daerah 32 2.6 Hasil Analisa Pengelolaan Keuangan Daerah 35 2.7 Kesimpulan dan Rekomendasi 37Bab 3 Pendapatan Daerah 39 3.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Selatan 40 3.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 42 3.3 Dana Perimbangan 43 3.4 Bagian Lain-lain Pendapatan yang Sah 45 3.5 Pembiayaan Daerah 45 3.6 Kesimpulan dan Rekomendasi 46Bab 4 Belanja Daerah 49 4.1 Gambaran Umum Belanja Daerah 50 4.2 Belanja Menurut Klasifi kasi Ekonomi 51 4.3 Belanja Menurut Sektor 52 4.4 Belanja Terkait Kesetaraan Gender di Sulawesi Selatan 54 4.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 57Bab 5 Analisis Sektor Strategis 59 5.1 Analisis Sektor Pendidikan 60 5.1.1 Belanja Sektor Pendidikan 60 5.1.2 Kinerja Hasil dan Keluaran Sektor Pendidikan 62 5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan 65 5.1.4 Kebijakan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan 70 5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 74 5.2 Analisis Sektor Kesehatan 75 5.2.1 Belanja Sektor Kesehatan 75 5.2.2 Kinerja Keluaran dan Hasil Sektor Kesehatan 76

  • vMeningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    5.2.3 Analisis Kabupaten/Kota 78 5.2.4 Kebijakan Kesehatan Gratis 81 5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 84 5.3 Analisis Sektor Infrastruktur 84 5.3.1 Belanja Sektor Infrastruktur 85 5.3.2 Kinerja Keluaran dan Hasil Sektor Infrastruktur 86 5.3.3 Analisis Kabupaten/Kota 90 5.3.4 Kesimpulan dan Rekomendasi 92Bab 6 Analisis Komoditas Unggulan 95 6.1 Belanja Sektor Pertanian 96 6.2 Kinerja Keluaran dan Hasil Sektor Pertanian 98 6.3 Komoditas Jagung 99 6.4 Komoditas Kakao 101 6.5 Komoditas Sapi 104 6.6 Komoditas Rumput Laut 105 6.7 Komoditas Udang 107Bab 7 Analisis Isu Spesifi k 111 7.1 Analisis Kemiskinan 112 7.1.1 Gambaran Umum Kemiskinan di Sulawesi Selatan 112 7.1.2 Gambaran Kemiskinan di Kabupaten/Kota 113 7.1.3 Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Di Sulawesi Selatan 117 7.1.4 Kesimpulan dan Rekomendasi 118 7.2 Analisis Lingkungan Hidup 118 7.2.1 Belanja Urusan Lingkungan Hidup 119 7.2.2 Gambaran Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan 120 7.2.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 121 7.3 Analisis Gender 122 7.3.1 Gambaran Umum Gender di Sulawesi Selatan, 122 7.3.2 Perspektif Gender di Wilayah Pesisir 124 7.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 126Lampiran 129 Lampiran A. Apakah yang Dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Selatan? 130 Lampiran B. Catatan Metodologi 131 Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi 132 Lampiran D. Master Table 141

    Daftar Gambar

    Gambar 1.1. Posisi Makassar Berada di Tengah-Tengah Indonesia (Center Point of Indonesia) 10Gambar 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat dan Lebih Tinggi dari Pertumbuhan Ekonomi Nasional 11Gambar 1.3. PDRB per Kapita Sulawesi Selatan Masih Berada di Bawah Angka Nasional 14Gambar 1.4. Perkembangan Infl asi di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010 14Gambar 1.5. Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan Rata-Rata 1,3 Persen 15Gambar 1.6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sulawesi Selatan, 2005-2010 16Gambar 1.7. Tenaga Kerja Perempuan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan, 2009 18Gambar 1.8. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010 18Gambar 1.9. IPM Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat Tetapi Masih Dibawah Rata-Rata Nasional dan Masih Senjang Dengan Target RPJMD 19

  • vi Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Gambar 1.10. Posisi IPM Sulawesi Selatan Menempati Posisi Relatif Rendah Dibanding IPM Provinsi Lain di Indonesia Tahun 2009 20Gambar 2.1. Konsistensi Proses dan Tahapan Penyusunan Dokumen Perencanaan RPJMD dan Renstra SKPD di Sulawesi Selatan 27Gambar 2.2. Alur Pelaksanaan Musrenbang antar Tingkatan Pemerintahan Daerah 29Gambar 2.3. Proses dan Tahapan Penyusunan RAPBD (Perspektif Permendagri 59/2007, dari RKPD Menuju RAPBD) 31Gambar 2.4. Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Kerangka Konsistensi Perencanaan Penganggaran 33Gambar 2.5. Kerangka Capaian Kinerja Pemerintah Daerah 33Gambar 2.6. Skor PKD Pemerintah Daerah yang Disampel di Sulawesi Selatan 36Gambar 3.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Riil Sulawesi Selatan, 2005-2011 40Gambar 3.2. Komposisi Pendapatan Daerah Riil Sulawesi Selatan, 2005-2011 41Gambar 3.3. Komposisi Pendapatan per Kapita Daerah Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 42Gambar 3.4. Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Selatan, 2005-2011 42Gambar 3.5. Perbandingan Komposisi PAD per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 43Gambar 3.6. Komposisi Dana Perimbangan Sulawesi Selatan, 2005-2011 43Gambar 3.7. Perbandingan DAU di Sulawesi Selatan Berdasarkan Tingkat Pemerintahan 44Gambar 3.8. Perbandingan Komposisi Dana Perimbangan per Kapita Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 44Gambar 3.9. Perkembangan Bagian Lain-lain Pendapatan yang Sah provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2005-2010 45Gambar 3.10. Perkembangan Surplus/Defi sit APBD Sulawesi Selatan, 2005-2011 46Gambar 4.1. Perkembangan Belanja Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011 50Gambar 4.2. Perkembangan Dana APBN/PHLN yang Dikelola Oleh Instansi Vertikal di Sulawesi Selatan, 2007-2010 50Gambar 4.3. Belanja per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 51Gambar 4.4. Belanja Pegawai Mendominasi Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011 51Gambar 4.5. Porsi Belanja Klasifi kasi Ekonomi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2005-2011 52Gambar 4.6. Belanja Daerah (Provinsi + Kabupaten/Kota) di Sulawesi Selatan Berdasarkan Sektor, 2007-2011 53Gambar 4.7. Belanja Sektor Strategis Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota 54Gambar 4.8. Perkembangan Anggaran Responsif Gender Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2007-2011 55Gambar 4.9. Belanja Klasifi kasi Ekonomi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Sulawesi Selatan, 2010-2011 56Gambar 4.10. Besaran Alokasi Belanja pada Program-Program yang Terkait Dengan PUG Ditingkat Provinsi Bervariasi 56Gambar 5.1. Total Belanja Pendidikan dan Total Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011 60Gambar 5.2. Komposisi Belanja Pendidikan Riil Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Sulawesi Selatan, 2005-2011 61Gambar 5.3. Komposisi Belanja Pendidikan Riil Kabupaten/Kota dan Provinsi di Sulawesi Selatan, 2005-2011 61Gambar 5.4. Rasio Sekolah dan Guru Terhadap Murid Menurut Jenjang Pendidikan di Sulawesi Selatan, 2005-2010 62Gambar 5.5. Komparasi Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2010*) 62Gambar 5.6. Komparasi Angka Rata-Rata Lama Sekolah di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2006-2010 63Gambar 5.7. Komparasi Angka Melek Huruf di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010 64Gambar 5.8. Angka Melek Huruf Laki-Laki Lebih Tinggi Dibandingkan Perempuan, 2005-2010 64

  • viiMeningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Gambar 5.9. Posisi Angka Melek Huruf Sulawesi Selatan Secara Nasional, 2010*) 64Gambar 5.10. Belanja Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 65Gambar 5.11. Belanja Pendidikan Menurut Klasifi kasi Ekonomi Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 66Gambar 5.12. Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009 68Gambar 5.13. Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009 68Gambar 5.14. Skema Alur Kebijakan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan 71Gambar 5.15. Total Belanja Kesehatan dan Total Belanja Daerah Sulawesi Selatan, 2005-2011 75Gambar 5.16. Perbandingan Komposisi Belanja Kesehatan Menurut Jenis Belanja Antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 76Gambar 5.17. Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio Tenaga Kesehatan per 10.000 Penduduk di Sulawesi Selatan, 2005-2009 76Gambar 5.18. Komparasi Angka Harapan Hidup di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2010 76Gambar 5.19. Angka Kematian Bayi di Sulawesi Selatan, 2005-2009 77Gambar 5.20. Angka Kematian Ibu di Sulawesi Selatan, Tahun 2005-2009 per 100.000 Penduduk 77Gambar 5.21. Belanja kesehatan riil per kapita menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, 2011 78Gambar 5.22. Belanja Kesehatan Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 79Gambar 5.23. Total Belanja Sektor Infrastruktur dan Total Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011 85Gambar 5.24. Belanja Sektor Infrastruktur Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Sulawesi Selatan, 2005-2011 85Gambar 5.25. Belanja Infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun 2010 Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi 86Gambar 5.26. Jumlah Penumpang dan barang yang Melalui Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta Makassar 87Gambar 5.27. Perbandingan Ketersediaan Prasarana Jalan di Sulawesi Selatan, 2007 dan 2010 87Gambar 5.28. Proporsi Panjang dan Kondisi Jaringan Jalan di Sulawesi Selatan, 2005-2010 88Gambar 5.29. Capaian Indikator Infrastruktur Dasar di Pulau Sulawesi, 2009 88Gambar 5.30. Akses Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Sulawesi Selatan 89Gambar 5.31. Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan, 2006-2010 89Gambar 5.32. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Jenis Irigasi di Sulawesi Selatan, 2007-2011 90Gambar 5.33. Belanja Infrastruktur per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun 2010 90Gambar 5.34. Kabupaten Pemekaran Luwu Utara dan Luwu Timur Memiliki Kualitas Jalan yang Lebih Baik 91Gambar 5.35. Daerah Perkotaan Memiliki Cakupan Infrastruktur Dasar yang Lebih Baik 91Gambar 6.1. Belanja Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan 96Gambar 6.2. Belanja Sektor Pertanian Menurut Klasifi kasi Ekonomi (Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Sulawesi Selatan, 2005-2011 97Gambar 6.3. Alokasi Belanja Sektor Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi di Sulawesi Selatan, 2010 97Gambar 6.4. Belanja Pertanian Riil Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan 98Gambar 6.5. Perkembangan Produksi Jagung pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan, 2005-2010 99Gambar 6.6. Luas Areal Pertanaman Jagung pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan, 2005-2010 100Gambar 6.7. Lahan, produksi, dan Produktivitas Kakao Sulawesi Selatan 2010 101Gambar 6.8. Perkembangan Populasi Sapi Potong/ Perah di Sulawesi Selatan, 2005-2009. 104Gambar 6.9. Produksi Rumput Laut Jenis G. Verrucosa dan E. Cottoni, 2006-2010 105Gambar 6.10. Produksi Rumput Laut di Lima Kabupaten Tahun 2010. 106Gambar 6.11. Kontribusi Lima Kabupaten Penghasil Utama Cenderung Menurun Hingga 2009, Tetapi Meningkat Pesat di Tahun 2010. 106Gambar 6.12. Produksi Udang Menurut Kategori Jenis, 2006-2010 108Gambar 7.1. Komparasi Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Selatan dan Indonesia, 2006-2010 112

  • viii Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Gambar 7.2. Komparasi Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Indonesia, 2010 112Gambar 7.3. Komparasi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Pulau Sulawesi, 2010 113Gambar 7.4. Penyebaran Penduduk Miskin Menurut Wilayah di Sulawesi Selatan, 2010 113Gambar 7.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Selatan, 2006-2010 114Gambar 7.6. Angka Koefi sien Gini di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2010 114Gambar 7.7. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009 115Gambar 7.8. Persentase Kepala Rumah Tangga Perempuan Berdasarkan Kelompok Pendapatan di Sulawesi Selatan 117Gambar 7.9. Belanja Urusan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan, 2007-2009 120Gambar 7.10. Terumbu karang di Sulawesi Selatan dan Indonesia Sebagian Besar Dalam Kondisi Rusak. 121Gambar 7.11. Perkembangan IPM dan IPG Sulawesi Selatan, 2005-2010 122Gambar 7.12. Perkembangan IDG Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005 – 2009 123Gambar 7.13 Indeks Pembangunan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota diProvinsi Sulawesi Selatan 123Gambar 7.14 Indeks Pemberdayaan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 124Gambar 7.15. Tingkat Serapan Angkatan Kerja Perempuan di Sulawesi Selatan 2005 - 2009 124

    Daftar Tabel

    Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan Terus Meningkat Nilainya Tetapi Transformasi Strukturalnya Lambat 12Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan di Sulawesi Selatan 2005-2010 Didominasi oleh Konsumsi Rumah Tangga Dimana Konsumsi Swasta Masih Rendah 12Tabel 1.3. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Berdasarkan Harga Konstan 13Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sulawesi Selatan 2005-2010 15Tabel 1.5. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2009 16Tabel 1.6. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Bidang Usaha di Sulawesi Selatan, 2005-2009 17Tabel 1.7. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Panjang Dikerangkakan Untuk Mewujudkan Sulawesi Selatan Sebagai Daerah Terkemuka Dengan Pendekatan Kemandirian Lokal dan Bernafaskan Keagaman 20Tabel 1.8. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Menengah Sulawesi Selatan Dikerangkakan Untuk Mewujudkan Kinerja Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat yang Terkemuka di Indonesia 21Tabel 2.1. Penjabaran Agenda Pembangunan RPJMN Dalam RPJMD Sulawesi Selatan 24Tabel 2.2. Penjabaran Prioritas Pembangunan Dalam RPJMN kepada RPJMD Sulawesi Selatan 25Tabel 2.3. Katerkaitan Agenda Pembangunan dalam RPJMN dan RPJMD Provinsi/Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan 26Tabel 2.4. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Dalam RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013 dengan Renstra SKPD Dinas Kesehatan dan SKPD Dinas Pertanian 28Tabel 2.5. Program Prioritas dalam Renja Dinas Kesehatan 2010 dan APBD Sulawesi Selatan 2010 32Tabel 2.6. Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2010 34Tabel 2.7. Capaian Skor PKD Daerah yang Disampel Dalam 9 Bidang yang Dianalisa 36Tabel 5.1. APS Menurut Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2006-2009 63Tabel 5.2. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan Menurut Kelompok Pendapatan di Sulawesi Selatan, 2005-2009 65Tabel 5.3. Rasio Murid-Sekolah dan Rasio Murid-Guru Menurut Jenjang Pendidikan Berdasarkan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 67

  • ixMeningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Tabel 5.4. Angka Melek Huruf Menurut Kelompok Umur di Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009 69Tabel 5.5. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan Menurut Kelompok Pendapatan di Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan, 2009 70Tabel 5.6. Capaian Indikator Dasar Kesehatan di Sulawesi Tahun 2009 77Tabel 5.7. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Kesehatan Menurut Kelompok Pendapatan di Sulawesi Selatan, 2005-2009 78Tabel 5.8. Fasilitas Kesehatan per 10.000 Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2005-2009 80Tabel 5.9. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kesehatan Menurut Kelompok Pendapatan di Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan, 2009 81Tabel 5.10. Alokasi Anggaran Bantuan Pelayanan Kesehatan Gratis untuk Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009-2011 82Tabel 5.11. Frekuensi Penerbangan, Jumlah Penumpang, dan Barang yang Melalui Bandar Udara Sultan Hasanuddin Meningkat 86Tabel 6.1. Target Produksi Komoditas Prioritas yang Direncanakan Hingga Tahun 2013 98Tabel 6.2. Tingkat Produktivitas Komoditas Jagung di Sulawesi Selatan, 2005-2010 100Tabel 6.3. Produksi Kakao Sulawesi Selatan Tahun 2006 Hingga 2010 Berfl uktuasi 102Tabel 6.4. Program Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan, 2006 – 2010 102Tabel 6.5. Belanja Anggaran Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan Mayoritas Berasal dari APBN 103Tabel 6.6. Produksi, Luas Tambak dan Produktivitas Udang di Sulawesi Selatan, 2010 107Tabel 7.1. Persentase Kepala Rumah Tangga Perempuan Berdasarkan Kelompok Pendapatan di Sulawesi Selatan, 2005 -2009 115Tabel 7.2. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2005-2009 116Tabel 7.3. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga dan Persentase Kontribusi Perempuan Dalam Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kegiatan 125Tabel 7.4. Rata-rata Alokasi Tenaga Kerja Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kegiatan Nafkah Rumah Tangga Dalam Sehari, 2011 125Tabel C.1. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan Daerah 132Tabel C.2. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Pendapatan dan Belanja Daerah 133Tabel C 3. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral 135Tabel C.4. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Komoditas Unggulan 138Tabel C.5. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Isu-Isu Strategis 139Tabel D.1. Penerimaan Berdasarkan Sumber 141Tabel D.2. Belanja berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi 143Tabel D.3. Belanja berdasarkan Sektor 144Tabel D.4. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Selatan 145Tabel D.5. Pendapatan Per Kapita Kabupaten/Kota Di Sulawesi Selatan berdasarkan APBD Perubahan Tahun 2010 146Tabel D.6. Belanja per Kapita Urusan Strategis Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan berdasarkan APBD Perubahan Tahun 2010 147

    Daftar Kotak

    Kotak 5.1. Aturan Variabel Perhitungan Besaran Bantuan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan, 2011 71Kotak 5.2. Aturan Penggunaan Dana Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan, 2011 72Kotak 5.3. Kabupaten Luwu Timur dan Pendidikan Gratis 73Kotak 5.4. Kebijakan Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan 83

  • x Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Daftar Istilah

    ABK Anggaran Berbasis Kinerja

    AHH Angka Harapan Hidup

    AKB Angka Kematian Bayi

    AKI Angka Kematian Ibu

    AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

    APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    APS Angka Partisipasi Sekolah

    COREMAP Coral Reef Rehabilitation and Management Program

    BLHD Badan Lingkungan Hidup Daerah

    BUMN Badan Usaha Milik Negara

    DAK Dana Alokasi Khusus

    DAS Daerah Aliran Sungai

    DAU Dana Alokasi Umum

    DBH Dana Bagi Hasil

    DPA Daftar Pengisian Anggaran

    Gerbang Emas Gerakan Pengembangan Ekonomi Masyarakat

    Gerhan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

    Gernas Gerakan Nasional. Bagian dari Gerakan Nasional Kakao

    Grateks-2 Gerakan Ekspor Dua Kali Lipat

    IPM Indeks Pembangunan Manusia

    KUA/PPA Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas dan Plafon Anggaran

    LKPD Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

    LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

    Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangungan

    P3KM Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen

    PAD Pendapatan Asli Daerah

    PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto

    PMA Penanaman Modal Asing

    PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri

  • xiMeningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    PUG Pengarusutamaan Gender

    PUN Program Udang Nasional

    Renja Rencana kerja

    Renstra Rencana Strategis

    RKA Rencana Kerja Anggaran

    RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah

    RMS Rasio Murid Sekolah

    RMG Rasio Murid Guru

    RPJMD/N Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/Nasional

    SKPD Satuan Kerja Perangkat Dinas

    SiLPA Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

    SPPD/N Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah/Nasional

    TAPD Tim Anggaran Pemerintah Daerah

    TKPKD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

    TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

    TPT Tingkat Pengangguran Terbuka

    UMKM Usaha Masyarakat Kecil Menengah

    UKL Upaya Pengelolaan Lingkungan

    UPL Upaya Pemantauan Lingkungan

    USD United States Dollar (Dollar Amerika Serikat)

  • Ringkasan Eksekutif

  • 2 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

    Sulawesi Selatan semakin memainkan peran penting dan strategis bagi perkembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Indonesia. Provinsi ini terletak di tengah wilayah Indonesia dengan luas 45.764,53 kilometer persegi, jumlah penduduk 8.032.551 jiwa (2010), terdiri dari 21 kabupaten dan tiga kota. Posisi tersebut menempatkannya sebagai pintu gerbang bagi KTI melalui perhubungan laut (Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar), perhubungan darat (Kota Makassar sebagai titik awal jalur darat trans-Sulawesi kearah Sulawesi Utara), dan perhubungan udara (Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin di Makassar). Provinsi ini juga berperan penting sebagai lumbung pangan nasional dan pusat perkembangan kakao di Indonesia.

    Sulawesi Selatan mengalami perkembangan sosial ekonomi yang pesat dalam lima tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut telah terjadi peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pergeseran struktur PDRB, pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, perbaikan penanaman modal, penurunan angka kemiskinan dan penurunan angka pengangguran, dalam kondisi pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Perkembangan ini berlangsung dalam kondisi membaiknya pelayanan publik, meningkatnya belanja pemerintah daerah, dan meningkatnya pembangunan infrastruktur.

    Kualitas manusia merupakan tantangan utama pembangunan daerah Sulawesi Selatan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan sebagai salah satu indikator kualitas sumber daya manusia, telah meningkat secara signifi kan dan telah bergeser dari urutan 23 ke urutan 19 secara nasional. Capaian ini tetap membutuhkan perbaikan terus menerus, seperti halnya indikator sosial ekonomi yang lain guna mencapai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.

    Perekonomian Sulawesi Selatan didorong oleh sektor pertanian melalui komoditas unggulannya. Dalam lima tahun terakhir, sektor pertanian menyumbang 27 persen PDRB provinsi dan menyerap separuh tenaga kerja (2009). Ini menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi Selatan masih ditopang oleh produk primer dan sumber daya manusia di pertanian tradisional. Tantangan dalam mengelola komoditas unggulan seperti kakao, komoditas pangan (padi dan jagung), serta komoditas kelautan (perikanan dan rumput laut) harus dihadapi dengan berorientasi pada agro industri dan agribisnis.

    Konsistensi dan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan penganggaran menunjukkan arah yang semakin membaik. Secara umum, alokasi anggaran pemerintah daerah sejalan dengan perencanaannya. Meski demikian, beberapa aspek perencanaan dan penganggaran masih perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada aspek penganggaran dibandingkan perencanaan dan konsistensinya. Beberapa inkonsistensi ditemukan pada tingkat yang berbeda, keterlambatan penyusunan RPJPD, dan masih adanya penetapan indikator dan target kinerja yang belum cermat.

    2. Pendapatan dan Belanja Daerah

    Antara tahun 2005 hingga 2010, pendapatan pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) meningkat dua kali lipat, tetapi masih sangat bergantung pada transfer dari pusat.  Selama periode tersebut, pendapatan tumbuh sebesar 76 persen mencapai hampir Rp. 16 triliun. Pendapatan pemerintah kabupaten/kota tumbuh 11 persen per tahun, sementara pendapatan pemerintah provinsi tumbuh 9 persen per tahun. Transfer pusat menyumbang 76 persen pendapatan di Sulawesi Selatan, hingga mencapai Rp. 11 triliun pada tahun 2010. Hanya 7 persen dari pendapatan pemerintah kabupaten/kota yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara 58 persen pendapatan pemerintah provinsi berasal dari PAD.

  • 3Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Ringkasan Eksekutif

    Sulawesi Selatan perlu meningkatkan kualitas komposisi anggarannya. Hampir separuh belanja pemerintah di Sulawesi Selatan (44 persen) digunakan untuk belanja pegawai, sementara belanja modal menghabiskan 26 persen dari total anggaran. Belanja terbesar pemerintah provinsi adalah transfer ke daerah bawahan (37 persen), belanja ini sebagian besar digunakan untuk Program Kesehatan Gratis dan Pendidikan Gratis. Belanja pendidikan mendominasi belanja pemerintah kabupaten/kota, sebesar 33 persen dari total belanja. Alokasi belanja untuk program-program terkait kesetaraan gender di Sulawesi Selatan juga masih rendah.

    3. Kinerja Sektor Strategis

    Sektor Pendidikan

    Peningkatan belanja pendidikan diikuti pula dengan peningkatan capaian. Belanja pendidikan tumbuh sebesar 27 persen per tahun, di mana tiga perempatnya digunakan untuk belanja pegawai. Rasio guru-murid dan rasio sekolah-murid telah membaik di semua jenjang pendidikan. Angka melek huruf meningkat dari 85 (2005) menjadi 88 (2010), meskipun masih jauh tertinggal dari angka nasional, 93 (2010). Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di perkotaan lebih baik dibanding di kabupaten di mana Makassar, Palopo, dan Pare-pare memiliki angka yang tertinggi. Siswa perempuan cenderung memiliki lama sekolah yang lebih sedikit ketimbang siswa laki-laki, meskipun angka partisipasi sekolah perempuan sedikit lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini menunjukkan bawa Sulawesi Selatan menghadapi tantangan dalam penyediaan layanan pendidikan di pedesaan dan kepada siswa perempuan.

    Kebijakan pendidikan gratis telah meningkatkan sinergi provinsi dengan kabupaten/kota dalam pembiayaan pendidikan. Kebijakan pendidikan gratis telah meningkatkan kapasitas provinsi dan kabupaten/kota dalam bersinergi membiayai pelayanan pendidikan. Kebijakan pendidikan gratis, sesuai dengan tujuannya, telah meringankan beban anak usia sekolah yang sudah mengakses pendidikan, meskipun belum efektif menarik yang belum terjangkau untuk masuk ke bangku sekolah. Kebijakan ini telah memenuhi amanah untuk memenuhi hak dasar rakyat atas akses pendidikan, khususnya penduduk usia sekolah yang telah mengakses bangku sekolah, tetapi belum mendorong secara efektif anak usia sekolah yang terhalang ke sekolah karena membantu mencari nafkah keluarga atau karena faktor geografi s.

    Sektor Kesehatan

    Indikator dasar kesehatan membaik seiring dengan peningkatan belanja kesehatan. Belanja kesehatan di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 mencapai Rp. 1,7 triliun, di mana 48 persennya digunakan untuk belanja pegawai. Proporsinya terhadap total belanja tidak berubah (9 persen). Beberapa perbaikan telah dicapai. Rasio fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan per 10.000 penduduk meningkat dari 2,2 (2005) menjadi 2,7 (2009) dan dari 15 (2005) menjadi 16,5 (2009). Angka harapan hidup meningkat dari 70,2 (2007) menjadi 70,8 (2010), mendekati angka nasional sebesar 70,9. Angka kematian bayi berhasil diturunkan dari 30 (2005) menjadi 26,6 (2009) per 1.000 kelahiran. Angka kematian ibu turun dari 133 (2006) menjadi 118 (2009) per 100.000 kelahiran.

    Kebijakan kesehatan gratis, telah berhasil membantu meringankan beban masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan. Kebijakan kesehatan gratis juga berkontribusi terhadap perluasan cakupan layanan kesehatan, perbaikan kualitas layanan kesehatan, dan perluasan pola jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Namun kebijakan kesehatan gratis tampak lebih menekankan pada pemberian layanan dan pengobatan penyakit (bersifat jangka pendek) dan belum menyentuh investasi kesehatan secara jangka panjang seperti imunisasi, gizi, kesehatan lingkungan dan air bersih.

  • 4 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Sektor Infrastruktur

    Peningkatan belanja infrastruktur juga meningkatkan peran Makassar dalam konektivitas, khususnya di kawasan timur Indonesia. Belanja infrastruktur Sulawesi Selatan tumbuh secara substansial menjelang pembangunan bandar udara baru. Di tahun 2010, belanja infrastruktur mencapai Rp. 2,5 triliun, atau 15 persen dari total belanja. Lebih dari 85 persennya dibelanjakan pada tingkat kabupaten/kota. Sulawesi Selatan memiliki aksesibilitas yang terbaik di kawasan timur Indonesia. Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar melayani hampir semua jalur penerbangan udara yang menuju kawasan timur Indonesia. Pelabuhan laut Soekarno-Hatta di Kota Makassar adalah pelabuhan peti kemas yang terbesar di KTI.

    Infrastruktur dasar dan jalan masih menjadi tantangan utama pembangunan daerah Sulawesi Selatan. Akses penduduk terhadap infrastruktur dasar yakni air bersih, sanitasi yang layak dan listrik meskipun menunjukkan posisi relatif yang cukup baik di Pulau Sulawesi, namun capaiannya masih berada di bawah angka rata-rata nasional. Untuk infrastruktur jalan, lebih dari sepertiga dalam kondisi rusak ringan dan berat. Untuk jaringan irigasi, perbandingan antara cakupan saluran irigasi dengan luas lahan sawah cenderung menurun meskipun secara absolut lahan sawah yang dialiri cenderung meningkat.

    Sektor Pertanian

    Belanja pertanian meningkat dua kali lipat, walaupun kontribusinya terhadap perekonomian menurun. Belanja pertanian tumbuh sebesar 24 persen per tahun, mencapai Rp. 491 miliar pada tahun 2010. Separuh dari belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pegawai. Sulawesi Selatan tetap menjadi lumbung pangan nasional, dengan komoditas utama seperti beras, jagung, ternak, rumput laut, dan kakao. Komoditas tersebut diproyeksikan mampu memenuhi target produksi masing-masing pada tahun 2013. Terlepas dari hal itu, kontribusi pertanian terhadap PDRB turun dari 31 persen (2005) menjadi 28 persen (2009), meski demikian pertanian masih menjadi penyumbang terbesar PDRB di Sulawesi Selatan.

    4. Gender dan Isu Strategis Lainnya

    Performa Sulawesi Selatan dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan indikator gender cukup baik. Angka kemiskinan turun dari 15 persen di tahun 2006 menjadi 12 persen di tahun 2010, sebanyak 87 persen masyarakat miskin tinggal di pedesaan. Indeks pembangunan gender (IPG) meningkat dari tahun ke tahun, dari 50 di tahun 2005 menjadi 54 di tahun 2009. Indeks pemberdayaan gender (IDG) meningkat dari 57,4 (2005) menjadi 61,2 (2009). Perbaikan ini perlu dipertahankan, terlebih dikarenakan keberlanjutan program-program terkait gender masih kurang, dan belum konsisten dalam penganggarannya.

    5. Rekomendasi Pembangunan

    Meningkatkan kualitas anggaran lewat perencanaan dan komposisi anggaran yang lebih baikMeningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Pemerintah daerah perlu memberi perhatian serius pada penguatan kapasitas perencanaan dan penganggaran melalui peningkatan kompetensi aparat tenaga perencana dan pengelola keuangan daerah serta menciptakan kesepahaman persepsi di kalangan para stakeholder pembangunan daerah mengenai proses dan mekanisme perencanaan dan penganggaran. Secara spesifi k, pemerintah daerah perlu lebih fokus memberi perhatian pada penyediaan dokumen dan peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran tahunan, baik pada level daerah dan terutama pada tingkat SKPD.

  • 5Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Ringkasan Eksekutif

    Meningkatkan kapasitas fi skal pemerintah daerah yang bersumber dari PAD. Meskipun penerimaan daerah yang bersumber dari PAD memperlihatkan nilai riil yang meningkat, namun kontribusinya terhadap total penerimaan daerah masih lebih kecil dibandingkan dengan transfer fi skal dari pemerintah pusat. Untuk itu, upaya peningkatan PAD masih perlu terus dilakukan melalui: (i) pengkajian dan perluasan potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (meskipun nilainya) kecil dengan tetap memperhatikan undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terbaru; (ii) perbaikan sistem administrasi pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk menekan kebocoran; dan (iii) pelatihan aparat pemerintah daerah di bidang perpajakan terutama terkait dengan penetapan target yang berbasis pada potensi.

    Memperbaiki komposisi dan kualitas alokasi belanja pemerintah untuk sektor-sektor strategis dan gender. Porsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah mendominasi jenis belanja lainnya, baik pada level provinsi maupun kabupaten/kota. Proporsi alokasi belanja untuk sektor strategis (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian) masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor pemerintahan umum. Demikian halnya, alokasi belanja untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender juga masih rendah. Beberapa upaya untuk memperbaiki komposisi dan kualitas belanja pemerintah daerah adalah: (i) melakukan moratorium (tidak melakukan penambahan pegawai baru) dalam 2 - 3 tahun kedepan; (ii) sekiranya harus merekrut pegawai baru, harus diprioritaskan pada pegawai teknis seperti tenaga akuntan, tenaga guru, tenaga kesehatan dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun; (iii) meningkatkan proporsi alokasi belanja untuk sektor kesehatan dan pertanian serta sektor-sektor terkait dengan fungsi ekonomi, (iv) meningkatkan komitmen penentu kebijakan dalam pengimplementasian pengarusutamaan gender; dan (v) merumuskan program dan kegiatan strategis yang responsif gender yang disertai dengan peningkatan alokasi anggaran.

    Meningkatkan kualitas layanan dasar untuk memperbaiki kualitas capaianMemperbaiki indikator-indikator komposit IPM, terutama indikator pendidikan. Rendahnya angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah berkontribusi besar terhadap rendahnya capaian IPM Sulawesi Selatan. Pemerintah daerah perlu memberi perhatian yang lebih dengan mengalokasikan anggaran yang lebih signifi kan untuk pemberantasan buta huruf serta mengupayakan peningkatan akses penduduk terhadap pendidikan menengah dan tinggi. Upaya pemberantasan buta huruf perlu difokuskan pada perempuan dengan lokus wilayah bagian selatan Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Takalar dan Gowa. Sedangkan upaya peningkatan rata-rata lama sekolah diarahkan pada kabupaten dengan kinerja jauh di bawah rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Wajo, dan Takalar.

    Menajamkan alokasi anggaran kesehatan pada investasi kesehatan yang berdimensi jangka panjang. Kebijakan kesehatan selama ini yang lebih bertumpu pada pengobatan (tindakan kuratif ) dengan dimensi jangka pendek perlu diimbangi dengan upaya pencegahan (tindakan preventif ) dengan dimensi jangka panjang. Tindakan-tindakan dimaksud dapat berupa imunisasi, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan dan air bersih. Investasi kesehatan semacam ini potensial meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dalam jangka panjang dan memperbaiki indikator kesehatan IPM secara berkelanjutan.

    Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dasar. Meskipun secara relatif, infrastruktur dasar (sanitasi, air bersih, dan listrik) di Sulawesi Selatan menempati urutan terbaik kedua di Pulau Sulawesi setelah Sulawesi Utara, namun jika dibandingkan dengan angka nasional, capaian indikator tersebut masih relatif lebih rendah. Pembangunan sanitasi dan peningkatan akses air bersih perlu mendapat perhatian, terutama di kabupaten dengan tingkat capaian yang rendah. Sedangkan untuk peningkatan akses listrik, meskipun kewenangan penyediaan listrik masih melekat di pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu terus mendorong upaya peningkatan kapasitas energi listrik di Sulawesi Selatan.

  • 6 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Pembangunan sektor pertanian harus tetap menempatkan peningkatan nilai tambah komoditas unggulan sebagai prioritas utama. Komoditas beras dan jagung harus diarahkan pada perbaikan kualitas melalui pengembangan produk organik. Pengembangan produk pertanian organik dapat dilakukan melalui intergrasi dengan pengembangan ternak. Integrasi padi dan jagung dengan ternak sapi akan menghasilkan pupuk organik, pakan ternak dari sisa tanaman, dan sumber energi (biogas) sehingga biaya produksi ketiga komoditas tersebut dapat ditekan dan akan didapatkan kualitas dan tingkat harga produk yang lebih baik. Untuk komoditas udang, pengembangan udang organik dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan permintaan internasional dan sekaligus memulihkan atau memperbaiki ekosistem pertambakan agar kegiatan budidaya udang dapat lestari dan berkelanjutan. Sedangkan pengembangan komoditas kakao dan rumput laut seyogyanya diarahkan untuk menghasilkan produk olahan yang siap dikonsumsi.

    Memperbaiki indikator pembentuk IPG dan IDG. Dengan mencermati indikator capaian IPG, penyumbang terbesar rendahnya IPG terutama disebabkan oleh rendahnya sumbangan pendapatan perempuan dan laki-laki dan rendahnya angka melek huruf laki-laki dan perempuan. Rendahnya sumbangan pendapatan perempuan terutama terjadi di wilayah pesisir. Upaya untuk lebih meningkatkan peran perempuan baik terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga maupun berkiprah di ruang publik, perlu dilakukan beberapa hal seperti: (i) melakukan pendampingan pengelolaan usaha kaum perempuan dan laki-laki untuk meningkatkan kontribusi pendapatan mereka dalam rangka meningkatkan IDG dan IPG; (ii) membina pendidikan keaksaraan fungsional; (iii) Melakukan sosialisai secara intensif dan penyadaran kepada masyarakat tentang Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun dan 12 Tahun yang responsif gender; dan (iv) melakukan pembinaan dan pendampingan kepada perempuan pesisir dalam hal teknis dan manajemen usaha.

  • 7Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Ringkasan Eksekutif

  • Bab 1 Pendahuluan

  • 10 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    1.1 Perkembangan Daerah

    Sulawesi Selatan memainkan peran penting dan strategis bagi perkembangan wilayah Pulau Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia. Sulawesi Selatan secara geografi s terletak pada titik tengah wilayah Indonesia dengan luas wilayah 45.764,53 km persegi. Posisi tersebut menempatkannya sebagai pintu gerbang bagi daerah Sulawesi lainnya bahkan KTI melalui perhubungan laut (Pelabuhan Soekarno-Hatta), darat (titik awal trans-Sulawesi) dan udara (Bandara Sultan Hasanuddin). Dimasa lalu, Makassar merupakan pelabuhan internasional baik sebelum maupun pada jaman penjajahan, dan ketika Provinsi Sulawesi terbentuk pada jaman kemerdekaan, Makassar menjadi ibu kota provinsi tersebut. Dengan demikian, dari rentang waktu masa lalu hingga masa kini, posisi sebagai pintu gerbang Sulawesi dan KTI, bahkan posisi sebagai center point of Indonesia, melekat pada provinsi ini.

    Gambar 1.1. Posisi Makassar Berada di Tengah-Tengah Indonesia (Center Point of Indonesia)

    Sumber: Peta olahan staf Bank Dunia, 2011.

    Sulawesi Selatan termasuk daerah yang mengalami pemekaran wilayah secara signifi kan pada era desentralisasi dan otonomi daerah. Sulawesi Selatan awalnya merupakan hasil pemekaran Provinsi Sulawesi pada tahun 1950-an menjadi Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara. Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara selanjutnya mekar menjadi Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Saat gelombang desentralisasi dan otonomi daerah bergulir di Indonesia pada 2000-an; Provinsi Sulawesi Selatan mengalami pemekaran kabupaten melalui pemecahan Kabupaten Luwu menjadi Kabupaten Luwu sendiri, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu Timur; selain itu Kabupaten Polewali Mamasa termekarkan menjadi Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa; serta Kabupaten Mamuju mekar menjadi Kabupaten Mamuju sendiri dan Kabupaten Mamuju Utara. Pada tahun 2004, Provinsi Sulawesi Selatan mekar dan melahirkan Provinsi Sulawesi Barat yang didalamnya tergabung Kabupaten Polewali

  • 11Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 1 Pendahuluan

    Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, dan Mamuju Utara. Pada dasarnya acuan pemekaran wilayah adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada publik, maka demikian pula Sulawesi Selatan sangat berhasrat mendekatkan pelayanan kepada masyarakat luas di wilayah ini.

    1.2 Kondisi Perekonomian Daerah

    Perekonomian Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan yang fl uktuatif namun terus meningkat dengan pencapaian di atas rata-rata nasional. Sebagaimana ditunjukkan dalam kurun waktu 2005-2010, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, namun dengan laju yang lebih tinggi. Pesatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan dalam tahun-tahun terakhir ini menjadikan perekonomian wilayah ini akan memburu ketertinggalannya. Disamping itu, dengan pertumbuhan tinggi tersebut, Sulawesi Selatan diharapkan mampu menghela perekonomian wilayah Pulau Sulawesi dan KTI.

    Gambar 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat dan Lebih Tinggi dari Pertumbuhan Ekonomi Nasional

    5,2

    6,72 6,84

    7,78

    6,2

    8,08

    5,75,19

    6,8

    6,1

    4,5

    5,9

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Pers

    en

    Sulsel Indonesia

    Sumber: Diolah dari data BPS.

    PDRB Sulawesi Selatan menurut lapangan usaha ditandai oleh pertumbuhan nilai yang signifi kan dan masih didominasi oleh sektor pertanian. Nilai PDRB Sulawesi Selatan tumbuh signifi kan selama periode 2005-2010, tetapi transformasi struktur perekonomian belum berjalan signifi kan. Ini ditandai oleh masih tertingginya kontribusi bidang usaha pertanian dibanding bidang usaha lainnya terhadap PDRB meskipun pertumbuhannya sudah relatif melambat. Di sisi lain, kontribusi bidang usaha industri pengolahan masih kecil dan pertumbuhannya juga lambat. Lambatnya transformasi pertanian menuju industri di Sulawesi Selatan disebabkan oleh kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang memang lebih mengutamakan pertanian dibanding industri mengingat posisi provinsi ini sebagai lumbung pangan nasional.

    Transformasi perekonomian dari pertanian ke industri yang berjalan lambat tersebut, berakibat pada lambatnya penyerapan tenaga kerja di industri. Lambatnya pergeseran dari pertanian ke industri pada struktur PDRB Sulawesi Selatan berimplikasi pada lambatnya pergeseran serapan tenaga kerja dari pertanian ke industri manufaktur. Ini mengakibatkan transformasi sumber daya manusia dari ciri sosial-ekonomi tani-tradisional menjadi industrial-modern juga berjalan lambat. Hal ini disebabkan oleh kurang berkembangnya agroindustri, hasil-hasil tani lebih banyak terpasarkan dalam bentuk produk primer.

  • 12 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Kebijakan untuk mendorong agroindustri yakni “petik-olah-jual”, “gerakan ekspor dua kali lipat/Grateks-2”, “Gerakan Pengembangan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas)” dan “pengembangan industri lokal” telah dijalankan dalam 20 tahun terakhir tetapi dampaknya belum signifi kan. Dengan kurang berkembangnya agroindustri, masyarakat perdesaan tidak memiliki wahana sosial-ekonomi untuk beralih dari pertanian tradisional ke industri terlatih/terdidik, dan ini berarti pula bahwa sumber daya manusia perdesaan tidak memiliki wahana pembelajaran untuk transformasi kapasitas dari menjadi tenaga kerja yang lebih terlatih atau terdidik.

    Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan Terus Meningkat Nilainya Tetapi Transformasi Strukturalnya Lambat

    No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    1 Pertanian 11.337,55 11.802,56 12.181,82 12.923,42 13.528,69 13.809,80

    2 Pertambangan dan Penggalian 3.649,05 3.891,34 4.157,15 4.034,94 3.852,79 4.491,34

    3 Industri Pengolahan 5.112,43 5.481,51 5.741,39 6.241,44 6.468,79 6.869,43

    4 Listrik, Gas dan Air Bersih 342,43 368,27 400,88 451,00 490,45 529,82

    5 Bangunan 1.712,29 1.787,87 1.942,09 2.328,42 2.656,77 2.900,27

    6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5.386,35 5.770,90 6.322,43 7.034,56 7.792,10 8.698,81

    7 Pengangkutan dan Komunikasi 2.757,78 2.945,64 3.244,61 3.651,37 4.023,68 4.619,93

    8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 2.152,68 2.340,47 2.610,48 2.881,07 3.203,98 3.742,09

    9 Jasa-jasa 3.970,80 4.479,10 4.731,58 5.003,60 5.308,83 5.535,55

    PDRB DENGAN MIGAS 36.421,36 38.867,66 41.332,43 44.549,82 47.326,08 51.197,03Sumber: Diolah dari data BPS.Catatan: Angka dalam miliar rupiah.

    PDRB Sulawesi Selatan berdasarkan penggunaan ditandai oleh dominasi konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Selama periode 2005-2010 penggunaan PDRB Sulawesi Selatan signifi kan untuk konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, sementara konsumsi swasta masih sangat rendah. Ini berarti pertumbuhan PDRB Sulawesi Selatan masih lemah dari sisi peran dunia usaha dan entrepreneurship yang mengkondisikan inovasi-teknologi dan efektivitas-efi siensi.

    Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan di Sulawesi Selatan 2005-2010 Didominasi oleh Konsumsi Rumah Tangga Dimana Konsumsi Swasta Masih Rendah

    No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    1 Konsumsi Rumahtangga 20.707,93 22.145,28 22.263,51 24.344,17 25.877,60 27.475,81

    2 Konsumsi Lembaga Swasta 222,64 236,58 259,66 274,58 316,43 341,38

    3 Konsumsi Pemerintah dan Pertahanan 5.427,12 5.834,15 6.075,87 6.740,98 7.087,11 7.466,20

    4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.168,58 6.304,06 6.973,39 8.414,11 9.783,91 11.142,66

    5 Perubahan Stok 407,04 200,53 332,84 649,62 734,74 64,13

    6 Ekspor Luar Negeri dan Antar Pulau 15.019,83 15.629,99 19.988,89 19.706,96 15.656,04 23.535,45

    7 Impor dari Luar Negeri dan Antar Pulau 11.531,36 11.482,91 15.561,74 15.580,60 12.141,81 18.828,59

    PDRB 36.421,79 38.867,68 41.332,43 44.549,82 47.314,02 51.197,03Sumber: Diolah dari data BPS.Catatan: Angka dalam miliar rupiah.

  • 13Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 1 Pendahuluan

    PDRB per kapita di Sulawesi Selatan menunjukkan kesenjangan yang tinggi. Kabupaten dengan PDRB per kapita tertinggi adalah Luwu Timur yang terdampak dengan nilai kontribusi pertambangan nikel. Secara nominal, nilai PDRB Kota Makassar adalah yang tertinggi di Sulawesi Selatan, tetapi PDRB per kapitanya berada di urutan kedua, dengan nilai separuh dari PRDB per kapita Luwu Timur. Hal ini menunjukkan kesenjangan antara Luwu Timur dengan kabupaten/kota lainnya, PDRB per kapita terendah di provinsi terdapat di Jeneponto yang nilainya sepersepuluh dari Luwu Timur. Kabupaten Pangkep yang juga memiliki pertambangan semen berada di posisi ketiga. Ini memperlihatkan bahwa sektor pertambangan tidak terbarukan memegang peranan besar dalam PDRB kabupaten/kota.

    Tabel 1.3. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Berdasarkan Harga KonstanKabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Luwu Timur 19,5 19,6 20,2 19,2 17,9 20,3

    Makassar 8,8 9,3 9,9 10,9 11,6 12,1

    Pangkep 6,6 6,8 7,2 7,6 7,9 8,2

    Pinrang 5,6 5,8 6,1 6,4 6,8 7,2

    Wajo 5,0 5,2 5,5 5,9 6,1 6,4

    Palopo 5,1 5,2 5,4 5,6 5,9 6,2

    Pare Pare 4,6 4,9 5,3 5,6 6,0 5,9

    Sidrap 4,5 4,9 5,1 5,5 5,8 5,6

    Soppeng 3,9 4,2 4,4 4,7 5,0 5,4

    Luwu Utara 3,7 3,9 4,1 4,3 4,5 5,3

    Luwu 4,0 4,2 4,4 4,6 4,8 5,1

    Sinjai 3,6 3,8 4,0 4,3 4,5 4,7

    Bone 3,3 3,5 3,7 4,0 4,2 4,5

    Bulukumba 3,4 3,5 3,7 4,0 4,2 4,4

    Barru 3,5 3,6 3,8 4,0 4,2 4,4

    Bantaeng 3,2 3,4 3,5 3,7 4,0 4,2

    Enrekang 3,2 3,3 3,4 3,6 3,8 4,0

    Kep. Selayar 3,0 3,0 3,2 3,3 3,5 3,8

    Maros 3,0 3,1 3,2 3,4 3,5 3,6

    Takalar 2,7 2,8 3,0 3,1 3,3 3,4

    Tana Toraja 2,4 2,4 2,5 1,3 2,6 3,0

    Gowa 2,4 2,5 2,6 2,7 2,9 2,9

    Jeneponto 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6

    Sumber: Diolah dari data BPS.Catatan: Kabupaten Toraja Utara yang baru mekar tahun 2008 tidak diikutsertakan. Angka dalam tabel adalah dalam juta rupiah.

    PDRB per kapita memperlihatkan peningkatan yang relatif stabil, namun masih berada jauh di bawah rata-rata nasional. Pada tahun 2006, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan mencatat angka Rp 8 juta, dan kemudian meningkat menjadi Rp 12,6 juta pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan rata-rata 19 persen per tahun. Namun angka ini masih jauh di bawah angka nasional. Laju pertumbuhan pendapatan per kapita nasional pun bergerak lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan per kapita Sulawesi Selatan. Nasional bergerak dengan rata-rata 20,5 persen per tahun, sedangkan Sulawesi Selatan hanya 19,4 persen per tahun. Kondisi ini secara implisit mengesankan: (i) secara rata-rata, provinsi lainnya

  • 14 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    mengalami peningkatan pendapatan per kapita yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan Sulawesi Selatan; (ii) pendapatan per kapita Sulawesi Selatan akan terus berada di bawah angka nasional dengan jarak (gap) yang semakin lebar; dan (iii) di masa depan, kontribusi pendapatan per kapita Sulawesi Selatan terhadap perbaikan posisi relatif IPM, sulit diharapkan.

    Gambar 1.3.PDRB per Kapita Sulawesi Selatan Masih Berada di Bawah Angka Nasional

    1518

    2224

    26,90

    8 911

    1314,67

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    Rp. J

    uta

    Sumber: Diolah dari data BPS, Tahun 2009 angka sementara; tahun 2010 angka sangat sementara.

    Laju infl asi perekonomian Sulawesi Selatan cukup tinggi dengan komponen utama harga bahan makanan dan sandang. Laju infl asi Sulawesi Selatan berfl uktuasi mengikuti tren infl asi nasional. Infl asi nasional tahun 2005 salah satunya diakibatkan kenaikan harga bahan bakar, tampak tidak terlalu mempengaruhi infl asi Sulawesi Selatan. Komponen tertinggi pembentuk infl asi Sulawesi Selatan adalah pangan dan sandang. Kondisi ini menjadikan pendapatan per kapita masyarakat selalu berkorelasi dengan daya beli yang turun karena direduksi oleh infl asi yang cukup tinggi tersebut.

    Kondisi investasi Sulawesi Selatan berfl uktuasi tetapi cenderung meningkat dalam dua tahun terakhir. Meskipun terjadi fl uktuasi dalam hal jumlah investor dan nilai investasi, dalam tiga tahun terakhir terdapat kecenderungan perbaikan pada investasi di Sulawesi Selatan, baik dalam Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun dalam Penanaman Modal Asing (PMA). Lapangan usaha yang banyak menyerap PMDN adalah pertanian, peternakan, industri makanan, bangunan serta pengangkutan dan telekomunikasi; sedangkan yang menyerap PMA adalah pertanian, perkebunan, industri makanan, industri kayu, listrik, gas dan air bersih serta bangunan. Hal ini terkait dengan daya saing daerah yang semakin membaik khususnya dalam hal keamanan, selain itu pelayanan investasi tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga mengalami kemajuan, sementara promosi investasi terus didorong.

    Gambar 1.4. Perkembangan Infl asi di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010

    17,11

    6,60 6,59

    11,06

    2,78

    6,967,45

    7,21

    5,71

    11,79

    3,24

    6,82

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    18

    2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Pers

    en

    Indonesia Sulsel

    Sumber: Diolah dari data BPS.

  • 15Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 1 Pendahuluan

    Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sulawesi Selatan 2005-2010

    Tahun Nilai PMDN (Ribu Rp) Nilai PMA (US $)

    2010 3.212.295.181 441.796.125

    2009 1.137.863.414 76.982.850

    2008 110.524.937 27.696.510

    2007 244.670.640 141.430.870

    2006 2.362.627.000 679.965.000

    2005 940.544.000 53.558.000

    Sumber: Diolah dari data BPS.

    1.3 Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan

    Kondisi demografi Sulawesi Selatan ditandai pertumbuhan penduduk yang positif dan populasi yang terus bertambah. Dalam enam tahun terakhir pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan rata-rata di atas satu persen kecuali pada tahun 2007 (0,92 persen). Pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan rata-rata sebesar 1,3 persen. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Sulawesi Selatan mencapai 8 juta jiwa, terdiri atas 3,9 juta penduduk laki-laki dan 4,1 juta penduduk perempuan.

    Gambar 1.5. Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan Rata-Rata 1,3 Persen

    7.489.696

    7.595.000

    7.700.255

    7.805.024

    7.908.519

    8.032.551

    7.200.000

    7.300.000

    7.400.000

    7.500.000

    7.600.000

    7.700.000

    7.800.000

    7.900.000

    8.000.000

    8.100.000

    2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Jiw

    a

    Sumber: Diolah dari data BPS.Catatan: 2010 merupakan hasil Sensus Penduduk.

    Penduduk usia produktif lebih besar dibanding usia tidak produktif dan populasi perempuan lebih besar dari populasi laki-laki. Pada tahun 2009, jumlah penduduk usia tidak produktif (usia dibawah 14 tahun ditambah usia diatas 65 tahun) sebesar 2,9 juta jiwa (36 persen dari populasi), sementara jumlah penduduk usia produktif (usia 15 sampai 64 tahun) sebesar 5 juta jiwa (64 persen dari populasi). Rasio beban tanggungan sebesar 0,57 yang berarti satu orang usia tidak produktif ditanggung oleh dua orang usia produktif. Jumlah perempuan usia produktif lebih besar dari laki-laki usia produktif, yang berarti jumlah perempuan pada angkatan kerja di Sulawesi Selatan lebih besar.

  • 16 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Tabel 1.5. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2009Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

    0-4 375.198 352.040 727.238 106,58

    5-9 447.014 407.851 854.865 109, 60

    10-14 431.498 409.938 841.437 105, 26

    15-19 351.712 362.508 714.220 97, 02

    20-24 291.052 309.477 600.529 94, 05

    25-29 301.980 343.087 645.067 88, 02

    30-34 275.764 311.959 587.723 88, 40

    35-39 296.539 327.183 623.722 90, 63

    40-44 237.824 266.303 504.127 89, 31

    45-49 210.957 228.271 439.227 92, 42

    50-54 168.401 195.258 363.660 86, 25

    55-59 135.327 144.647 279.973 93, 56

    60-64 106.189 144.438 250.627 73, 52

    65+ 207.515 268.586 476.104 77, 26

    Total 3.836.971 4.071.548 7.908.519 94, 24Sumber: Diolah dari data BPS.

    Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) terus meningkat dibalik pertumbuhan angkatan kerja yang fl uktuatif. Pada tahun 2010, TPAK mencapai 64 persen ketika angkatan kerja sebesar 3,6 juta jiwa dari 5,6 juta jiwa penduduk usia kerja. Angka ini meningkat dari kondisi 2005 dimana TPAK sebesar 54 persen ketika angkatan kerja hanya 3,2 juta jiwa dan penduduk usia kerja sebanyak 6 juta jiwa. Peningkatan TPAK ini lebih disebabkan oleh kecenderungan penduduk usia produktif untuk memasuki dunia kerja dibanding masuk bangku sekolah mengingat porsi TPAK cukup banyak pada usia 15-20 tahun.

    Gambar 1.6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sulawesi Selatan, 2005-2010

    54,20

    57,17

    61,0762,02 62,48

    64,14

    48

    50

    52

    54

    56

    58

    60

    62

    64

    66

    2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Pers

    en

    Sumber: Data BPS.

  • 17Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 1 Pendahuluan

    Terdapat kesenjangan antara TPAK perempuan dengan TPAK laki-laki. TPAK perempuan di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 hanya 45 persen sementara TPAK laki-laki sebesar 82 persen. Kondisi ini sudah mengalami perbaikan dibanding tahun 2000 di mana TPAK perempuan hanya sebesar 28 persen sedang laki-laki 70 persen. Ini menunjukkan bahwa meskipun telah terjadi perbaikan tetapi kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam akses lapangan kerja masih jauh dari ideal.

    Mayoritas angkatan kerja masih terserap di sektor pertanian meskipun persentasenya cenderung menurun. Pada tahun 2009, angkatan kerja yang bekerja pada bidang usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan mencapai 49 persen turun dari 55 persen pada tahun 2005. Porsi ini sangat besar dibanding serapan tenaga kerja bidang usaha lain, terutama industri pengolahan yang hanya 7 persen pada tahun 2009 dan hanya sedikit meningkat dari 6 persen pada tahun 2005. Bertahannya tenaga kerja pada sektor pertanian terutama dikontribusi oleh berkembangnya aktivitas budidaya rumput laut, revitalisasi kakao yang, serta agribisnis jagung yang menyerap tenaga kerja perdesaan atau pesisir, selain yang secara tradisional telah diserap oleh kegiatan padi sawah.

    Tabel 1.6. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Bidang Usaha di Sulawesi Selatan, 2005-2009

    No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009

    1.Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan

    1.678.884(54,70%)

    1.469.418(55,76%)

    1.580.962(53,78%)

    1.613.949(51,46%)

    1.588.626(49,30%)

    2. Industri Pengolahan 197.729(6,44%)128.966(4,89%)

    147.391(5,01%)

    183.430(5,85%)

    214.668(6,66%)

    3.Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel

    457.530(14,91%)

    439.047(16,66%)

    566.397(19,27%)

    578.961(18,46%)

    636.714(19,76%)

    4. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan361.471

    (11,78%)302.040

    (11,46%)170.135(5,79%)

    352.573(11,24%)

    362.460(11,25%)

    5. Lainnya* 373.607(12,17%)295.943

    (11,23%)374.578

    (12,74%)407.198

    (12,98%)419.788

    (13,03%)

    Jumlah 3.069.221(100%)2.635.414

    (100%)2.939.463

    (100%)3.136.111

    (100%)3.222.256

    (100%)Sumber: Diolah dari data BPS.Lainnya*: Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi, Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan.

    Dari total tenaga kerja perempuan di Sulawesi Selatan, hampir setengahnya bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja perempuan di Sulawesi Selatan mencapai 1,1 juta orang atau 88 persen dari total angkatan kerja perempuan. Proporsi ini sudah jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 2005 yang baru mencapai 71 persen. Peningkatan ini menunjukkan semakin besarnya keterlibatan perempuan dalam berbagai jenis pekerjaan. Jika diamati berdasarkan jenis pekerjaan yang digeluti perempuan, tampak bahwa sektor pertanian masih sangat dominan (48 persen), disusul sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi (30 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perseorangan (12 persen). Di Sulawesi Selatan, hampir tidak ditemukan perempuan yang bekerja di sektor listrik, gas, dan air minum.

  • 18 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Gambar 1.7. Tenaga Kerja Perempuan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan, 2009

    47,96%

    0,39%

    5,56%

    0,00%0,45%

    29,91%

    2,44%

    0,96%12,32%

    Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan PerikananPertambangan dan Penggalian

    Industri Pengolahan

    Listrik, Gas, dan Air Minum

    Konstruksi

    Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa AkomodasiAngkutan, Pergudangan, dan Komunikasi

    Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Jasa PerusahaanJasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan

    Sumber: Diolah dari Sakernas 2009.

    Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Selatan cenderung terus menurun. Meskipun TPT di Sulawesi Selatan masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, namun penurunannya berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan nasional. Penurunan TPT ini menunjukkan adanya perbaikan pada penyerapan tenaga kerja. Angka pengangguran tersebut terutama diisi oleh penganggur terbuka usia 15-24 tahun, yakni sekitar 20 persen. Meskipun terjadi penurunan, kondisi ini harus menjadi perhatian karena pengangguran usia muda berarti bahwa banyak penduduk usia sekolah yang yang terpaksa masuk dunia kerja.

    1.4 Kondisi Pembangunan Manusia

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan telah mengalami peningkatan, dan telah mencapai kategori nilai IPM “menengah atas”. Peningkatan IPM adalah visi utama RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013. Pada tahun 2008 angka IPM Sulawesi Selatan telah memasuki kategori “menengah atas” (di atas nilai 70), dan dalam perkembangannya selama 2006-2010 angka tersebut telah meningkat sebesar 3,44 point, yang merupakan peningkatan tertinggi ketiga secara nasional, sesudah Lampung dan Papua Barat. Bahkan pada tahun 2008-2009 peningkatan IPM Sulawesi Selatan paling tinggi di Indonesia. Meningkatnya nilai

    Gambar 1.8. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010

    10,30 10,40 9,758,39 7,87

    7,14

    18,64

    12,7611,25

    9,04 8,74 8,37

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    18

    20

    2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Pers

    en

    Indonesia Sulsel

    Sumber: Badan Pusat Statistik.

  • 19Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 1 Pendahuluan

    IPM Sulawesi Selatan selama periode 2006-2010 disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang meningkat secara signifi kan serta infl asi yang relatif terkendali telah mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Kedua, perbaikan pada bidang pendidikan, yakni angka melek huruf penduduk yang meningkat dari 85,7 persen pada 2006 menjadi 87,75 persen pada tahun 2010; begitu pula angka rata-rata lama sekolah yang meningkat dari 7 tahun pada tahun 2006 menjadi 7,8 tahun pada tahun 2010. Ketiga, perbaikan pada bidang kesehatan, dimana angka harapan hidup naik dari 69,2 tahun pada tahun 2006 menjadi 70,8 tahun pada tahun 2010.

    IPM Sulawesi Selatan juga menunjukkan perbaikan posisi secara nasional, namun masih angkanya jauh dari target RPJMD. Pada tahun 2006 Sulawesi Selatan berada pada posisi 23 dari 33 provinsi di Indonesia, kemudian naik ke peringkat 19 pada tahun 2010. Apabila diasumsikan IPM meningkat dengan tren yang sama, maka pada akhir periode RPJMD (tahun 2013) peringkat paling tinggi yang bisa dicapai oleh Sulawesi Selatan adalah posisi 17 dari 33 provinsi di Indonesia. Posisi ini masih relatif jauh dari target RPJMD, yaitu masuk dalam kelompok 10 besar provinsi dalam hal pemenuhan hak dasar masyarakat yang salah satu indikatornya adalah IPM.

    Gambar 1.9. IPM Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat Tetapi Masih Dibawah Rata-Rata Nasional dan Masih Senjang Dengan Target RPJMD

    70,1070,59

    71,1771,76

    73,40

    68,8169,62

    70,2270,94

    72,25

    66

    67

    68

    69

    70

    71

    72

    73

    74

    Sumber: Badan Pusat Statistik dan Menkokesra, UNDP.

    Tidak signifi kannya peningkatan peringkat IPM Sulawesi Selatan secara nasional disebabkan oleh akselerasi nilai IPM yang tidak cukup cepat. Bahkan beberapa komponen pembentuk IPM menunjukkan nilai yang lebih rendah serta peningkatan yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan capaian nasional. Misalnya, angka melek huruf secara nasional pada tahun 2009 sudah mencapai 92,6 persen, sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 87 persen. Rata-rata lama sekolah secara nasional sudah mencapai 7,7 tahun, sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 7,4 tahun. Kedua indikator tersebut juga mengalami pergerakan yang relatif lambat dibandingkan dengan nasional. Akibatnya, peran dan kontribusinya terhadap peningkatan IPM Sulawesi Selatan relatif kecil.

  • 20 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Gambar 1.10. Posisi IPM Sulawesi Selatan Menempati Posisi Relatif Rendah Dibanding IPM Provinsi Lain di Indonesia Tahun 2009

    70,9471,76

    55

    60

    65

    70

    75

    80

    Sumber: Badan Pusat Statistik.

    1.5 Arah Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah

    Pembangunan jangka panjang (2005-2025) Sulawesi Selatan diarahkan pada pencapaian posisi sebagai wilayah terkemuka di Indonesia dengan mengandalkan kemandirian lokal dan bernafas keagamaan. Visi ini selain menunjukkan kondisi yang dituju yakni terkemuka dalam berbagai indikator pembangunan, juga menunjukkan cara mencapainya yakni mengandalkan potensi lokal, serta menunjukkan landasan nilai atas hubungan antara tujuan yang mau dicapai dan cara mencapainya yakni bernafas keagamaan. Arah umum pembangunan jangka panjang ini, selain berkontribusi terhadap arah umum jangka panjang pembangunan nasional, juga menjadi payung bagi arah umum jangka penjang pembangunan kabuten/kota di Sulawesi Selatan, dalam suatu konsistensi misi dan kebijakan umum untuk mengoperasionalkannya.

    Tabel 1.7. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Panjang Dikerangkakan Untuk Mewujudkan Sulawesi Selatan Sebagai Daerah Terkemuka Dengan Pendekatan Kemandirian Lokal dan Bernafaskan Keagaman

    Visi 2005-2025:Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Terkemuka di Indonesia dengan pendekatan

    kemandirian lokal yang bernafaskan keagamaan

    Misi Kebijakan Umum

    1. Mewujudkan peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan.

    1. Mengupayakan peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan.

    2. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas pembelajar.

    2. Menjadikan masyarakat Sulawesi Selatan sebagai komunitas pembelajar.

    3. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai wilayah yang kondusif.

    3. Mengupayakan Sulawesi Selatan sebagai wilayah yang kondusif.

    4. Mewujudkan Sulawesi Selatan satu kesatuan sosial ekonomi yang berkeadilan.

    4. Menjadikan wilayah Sulawesi Selatan sebagai satu kesatuan sosial-ekonomi yang berkeadilan.

    5. Meningkatkan peran Sulawesi Selatan sebagai wilayah kepulauan yang mandiri, maju dalam memperkuat ketahanan nasional.

    5. Meningkatkan peran Sulawesi Selatan sebagai wilayah kepulauan yang mandiri, maju dalam memperkuat ketahanan nasional

    Sumber: RPJPD Sulawesi Selatan 2005-2025.

  • 21Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 1 Pendahuluan

    Pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan diarahkan pada pencapaian posisi Sulawesi Selatan sebagai 10 besar di Indonesia dalam pemenuhan hak dasar. Itu berarti bahwa pada periode 2008-2013, visi terkemuka secara jangka panjang diterjemahkan pada fokus untuk terkemuka dalam hal pemenuhan hak dasar masyarakat secara jangka menengah. Visi ini difokuskan indikatornya pada akselerasi proses pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Selatan. Misi dan kebijakan umum pembangunan jangka menengah Sulawesi diarahkan bagi perwujudan visi tersebut.

    Tabel 1.8. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Menengah Sulawesi Selatan Dikerangkakan Untuk Mewujudkan Kinerja Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat yang Terkemuka di Indonesia

    Visi 2008-2013:Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik

    dalam Pemenuhan Hak Dasar

    Misi Kebijakan Umum

    1. Meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat.

    1. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.

    2. Mengakselerasi laju peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui penguatan ekonomi berbasis masyarakat.

    2. Peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

    3. Mewujudkan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi wilayah 

    3. Perwujudan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan  perekonomian.

    4. Menciptakan iklim kondusif bagi ke-hidupan yang inovatif.

    4. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas sosial ekonomi yang berkeadilan.

    5.  Penciptaan lingkungan kondusif bagi kehidupan inovatif.

    5. Menguatkan kelembagaan dalam perwujudan tatakelola yang baik. 

    6. Penguatan kelembagaan masyarakat.

    7. Penguatan kelembagaan pemerintah. 

    Sumber: RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013.

  • Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah

  • 24 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Keterkaitan dan konsistensi perencanaan pembangunan daerah dan penganggaran (APBD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 08 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Selain melakukan analisis isi (content analysis) pada sejumlah dokumen perencanaan pembangunan, juga dilakukan analisis pada proses dan mekanisme penyusunan dan implementasi dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah pada setiap tingkatan pemerintahan. Analisis isi, proses dan mekanisme tersebut dicermati mulai dari perencanaan pembangunan jangka menengah tingkat nasional, provinsi serta kabupaten/kota, hingga pada perencanaan dan penganggaran tahunan tingkat provinsi serta kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Selain itu, disajikan gambaran umum pengelolaan keuangan daerah.

    2.1 Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah

    Periode waktu yang berbeda menjadi salah satu kendala dalam sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Hal ini terlihat pada periode RPJMN 2004-2009 yang memiliki intercept waktu yang singkat dengan RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013. Artinya, awal periode RPJMD 2008-2013 berada pada akhir periode RPJMN 2004-2009. Periode waktu yang lama justru nampak pada RPJMN periode 2010-2014, tetapi tidak dapat dikatakan RPJMD memperhatikan RPJMN tersebut karena RPJMD terbit lebih awal daripada RPJMN 2010-2014. Pemerintah Provinsi perlu untuk lebih ketat lagi mengevaluasi RPJMD kabupaten/kota sebelum disahkan agar secara substansi telah merujuk kepada RPJMD Provinsi. Demikian pula dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan Bappenas dalam konteks mengevaluasi keterkaitan atara RPJMD Provinsi dengan RPJMN.

    Tabel 2.1. Penjabaran Agenda Pembangunan RPJMN Dalam RPJMD Sulawesi SelatanAgenda Pembangunan pada

    RPJMN 2004-2009Agenda Pembangunan pada

    RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013

    Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai Menciptakan lingkungan kondusif bagi kehidupan inovatif

    Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis

    Penguatan kelembagaan masyarakat; Penguatan kelembagaan pemerintahan.

    Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

    Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat;

    Peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat; Perwujudan keunggulan lokal untuk memicu laju

    pertumbuhan ekonomi;Mewujudkan Sulsel sebagai entitas sosial ekonomi yang

    berkeadilan

    Sumber: Diolah dari RPJMN 2004-2009 dan RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013.

    RPJMD Sulawesi Selatan 2008-20013 sudah menjabarkan agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2004-2009. Tabel 2.1 menunjukkan penjabaran dari Agenda Pembangunan pada RPJMN kepada Agenda Pembangunan pada RPJMD Sulawesi Selatan. Dilihat dari prioritas pembangunan, mayoritas prioritas pembangunan nasional telah sinkron dengan prioritas pembangunan Sulawesi Selatan seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Prioritas pembangunan daerah yang dianggap paling populer bersinergi dengan prioritas pembangunan nasional terutama pada bidang kesehatan dan bidang pendidikan, melalui program pembangunan kesehatan gratis dan pendidikan gratis.

  • 25Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah

    Tabel 2.2. Penjabaran Prioritas Pembangunan Dalam RPJMN kepada RPJMD Sulawesi SelatanPrioritas Pembangunan pada

    RPJMN 2004-2009Prioritas Pembangunan pada

    RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013

    Peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak

    Pemberdayaan perempuan

    Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa

    Peningkatan kinerja SKPD;Peningkatan kualitas profesionalisme aparatur

    pemerintah;Kepenataan kelembagaan dan ketatalaksanaan

    pemerintah.

    Perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh

    Pembinaan kehidupan sosial politik;Pembinaan kesatuan bangsa;Peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat;Peningkatan kualitas informasi dan komunikasi

    Penanggulangan kemiskinan Peningkatan pelayanan kepada penduduk miskin

    Revitalisasi pertanian

    Peningkatan produksi pertanian dan pengembangan agribisnis perdesaan;

    Peningkatan akses masyarakat kepada aset produktif dan kegiatan produksi.

    Pemberdayaan koperasi dan UMKM Revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil

    Perbaikan iklim ketenagakerjaanPenciptaan lapangan kerja dan usaha;Penempatan dan perluasan kesempatan kerja;Pembinaan dan pengawasan tenaga kerja

    Pemantapan stabilitas ekonomi makro;Peningkatan daya saing industri

    manufaktur

    Pengembangan industri strategis;Pengembangan kerjasama regional dan promosi

    perdagangan;Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai destinasi

    pariwisata terkemuka di Indonesia

    Pembangunan perdesaan Pembangunan sarana dan prasarana perdesaan;Pemberdayaan komunitas desa

    Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah

    Perencanaan dan pengendalian penataan ruang;Peningkatan kualitas sarana dan prasarana wilayah

    Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas

    Pendidikan gratis;Peningkatan kualitas layanan pendidikan;Pemberantasan buta aksara

    Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas

    Kesehatan gratis;Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan;Perbaikan gizi masyarakat;Peningkatan pelayanan perumahan, lingkungan

    pemukiman, sanitasi dan air bersih.

    Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial Pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan.

    Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olahraga

    Pemberdayaan organisasi pemuda dan olahraga

    Peningkatan kualitas kehidupan beragama Pemberdayaan organisasi keagamaan;Sumber: diolah dari RPJMN 2004-2009 dan RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013.

  • 26 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Tidak seluruh prioritas pembangunan nasional menjadi prioritas pembangunan Sulawesi Selatan. Ada dua prioritas pembangunan nasional yang tidak menjadi prioritas Sulawesi Selatan, yaitu Pengembangan IPTEK dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Sementara Sulawesi Selatan memiliki empat prioritas khusus yaitu Pembangunan Perkotaan, Aktualisasi Nilai-nilai Budaya Lokal, Penguatan Kualitas Teknostruktur Komunitas serta Pemberdayaan Organisasi Profesi. Beberapa kabupaten/kota memiliki sinkronisasi Agenda Pembangunan dengan tingkat Provinsi. Tim peneliti PEA mengambil sampel RPJMD pada Kota Makassar dan Kabupaten Luwu Utara. Tabel 2.3 menunjukkan penjabaran Agenda Pembangunan Nasional kepada RPJMD Makassar dan Luwu Utara.

    Tabel 2.3. Katerkaitan Agenda Pembangunan dalam RPJMN dan RPJMD Provinsi/Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan

    Agenda PembangunanRPJMN 2004-2009

    Agenda PembangunanRPJMD Sulawesi Selatan

    2008-2013

    Agenda Pembangunan RPJMD Kota Makassar

    2009-2014

    Agenda Pembangunan Kabupaten Luwu Utara

    2005-2010

    Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai

    Menciptakan lingkungan kondusif bagi kehidupan inovatif;

    Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis

    Penguatan kelembagaan masyarakat;

    Penguatan kelembagaan pemerintahan.

    Desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas korupsi

    Pemantapan pelaksanaan otonomi daerah dan kemandirian pembangunan daerah;

    Penegakan supremasi hukum, politik dan pemerintahan.

    Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

    Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat;

    Peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat;

    Perwujudan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi;

    Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas sosial ekonomi yang berkeadilan

    Peningkatan kualitas manusia;

    Pengembangan tata ruang dan lingkungan;

    Penguatan struktur ekonomi

    Peningkatan keunggulan dan daya saing wilayah;

    Pengentasan kemiskinan dengan sistem ekonomi kerakyatan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

    Pembangunan perdesaan dan infrastruktur wilayah;

    Peningkatan dan pengembangan sumberdaya manusia;

    Upaya penanganan dan mitigasi bencana alam.

    Sumber: Diolah dari RPJMN 2004-2009, RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013, RPJMD Kota Makassar 2009-2014 dan RPJMD Kabupaten Luwu Utara 2005-2010.

    Pemerintah kabupaten kota masih memiliki kendala dalam sinkronisasi agenda pembangunan dengan level nasional. Selain karena kemampuan sumberdaya manusia aparatur yang belum optimal, hal ini juga karena perhatian pemerintah daerah terhadap perencanaan makro ekonomi nasional dan daerah yang lemah. Penyebab utamanya adalah lahirnya sejumlah peraturan-perundangan yang sering tidak sejalan. Salah satu contohnya, berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,

  • 27Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur

    Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah

    RPJMD provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebaliknya, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang diterbitkan oleh Bappenas/Kementerian PPN mengatakan penetapan RPJMD dengan peraturan kepala daerah, sebagaimana juga dipertegas dengan penetapan RPJMN dengan peraturan presiden. Faktanya, semua RPJMD di Sulawesi Selatan ditetapkan dengan peraturan daerah, di samping melayani kepatuhan terhadap peraturan-perundangan yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri juga dimaksudkan agar memiliki kekuatan mengikat stakeholder pembangunan yang lebih kuat. Di sisi lain, fl eksibilitas substansi perencanaan pembangunan daerah terhadap lingkungan strategisnya justru lebih baik jika dokumen perencanaan pembangunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

    2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

    Masih ada kabupaten yang belum memiliki konsistensi antara prioritas pembangunan di dalam RPJMD dan prioritas pembangunan dalam Renstra-SKPD. Namun untuk pemerintah provinsi, keduanya sudah dapat disinkronkan. Hal ini menggambarkan ketimpangan pemahaman terhadap proses dan mekanisme penjabaran dokumen perencanaan pembangunan daerah dan SKPD pada setiap daerah, terutama antara provinsi dengan kabupaten atau antara daerah perkotaan dengan daerah yang bercirikan perdesaan. Kapasitas kelembagaan dan kompetensi SDM aparat tenaga perencana menjadi kendala utama dalam mengatasi ketimpangan tersebut, terutama antara provinsi dengan kabupaten/kota dan antara perencana daerah dengan perencana pada tingkat SKPD.

    Gambar 2.1. Konsistensi Proses dan Tahapan Penyusunan Dokumen Perencanaan RPJMD dan Renstra SKPD di Sulawesi Selatan

    Visi, Misi, Program Kepala Daerah Terpilih

    Bappeda menyelengarakan MUSRENBANG RPJMD

    Digunakan sebagai pedoman penyusunan Rancangan RKPD

    Bappeda menyusun Rancangan Awal RPJMD

    a. Visi, Misi, Kepala Daerahb. Strategi Bangdac. Kebijakan Umumd. Kerangka ekonomi makro daerah

    Bappeda menyusun Rancangan Akhir RPJMD

    a.Visi, Misi Kepala Daerahb. Strategi Bangdac. Kebijakan Umumd. Kerangka ekonomi makro daerahe. Program SKPD

    SKPD Menyusun Renstra SKPD

    Penetapan RPJMD

    e. Program SKPD

    Program SKPD

    (1)

    (2)

    (3)

    (5)

    (4)

    (6)

    (7)

    Sumber: Diolah dari UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

  • 28 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012

    Kedisiplinan daerah dan SKPD dalam mengikuti proses dan tahapan penyusunan dokumen-dokumen perencanaan masih rendah. Tahapan penyusunan Renstra SKPD yang beriringan dengan pelaksanaan penyusunan RPJMD belum secara konsisten dijalankan oleh hampir semua daerah. Program-program pembangunan daerah dalam RPJMD yang mestinya dikontribusi oleh setiap SKPD masih sangat terbatas daerah yang mampu menjalankannya secara konsisten dan sesuai tahapan yang ditetapkan. Bahkan pada sejumlah daerah kabupaten, tidak ditemukan ketersediaan (karena belum pernah menyusun) dokumen Renja-SKPD. Dokumen yang dipakai untuk menyusun dokumen lanjutan dan penganggarannya tidak lebih dari matriks program dan kegiatan, bukan Renja-SKPD.

    Tantangan yang dihadapi oleh SKPD dalam menyusun Renstra SKPD cukup beragam. Salah satunya adalah sulitnya SKPD menjabarkan prioritas RPJMD menjadi prioritas SKPD. Prioritas dalam RPJMD sering bersifat umum dan lintas sektoral. Misalnya prioritas di sektor pert