mengurai regulasi pemekaran aps · tidak berhasil melaksanakan target/sasaran yang telah dijanjikan...
TRANSCRIPT
Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi ?
MENGURAI REGULASI PEMEKARAN
Disusun Oleh :
Agunan P. Samosir1
ABSTRAKSI
Syarat-syarat pemekaran nampaknya mudah diimplementasikan, seperti: kajian potensi
daerah, kemampuan fiskal, batas jumlah dan kualitas penduduk, dan batas geografis.
Penentapan DOB tanpa diawali dengan masa transisi yang baik sehingga daerah yang
dimekarkan dapat langsung memilih pemimpin daerah yang baru. Seiring dengan
berjalannya waktu, DOB menjadi sulit untuk dibatalkan karena besarnya resistensi
kepentingan para elite politik dan kegiatan ekonomi. Namun, pengawasan dan
pembenahan belum optimal dilakukan oleh lembaga terkait sehingga belum ada
ketegasan dari seluruh pihak terkait usulan pemekaran daerah berdasarkan regulasi yang
tersedia selama ini. Sampai saat ini belum ditetapkan sanksi tegas kepada DOB yang
tidak berhasil melaksanakan target/sasaran yang telah dijanjikan dalam proposal
pemekaran daerah. Isu pemekaran daerah telah menjadi isu para elite politik apalagi
menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pilkada seringkali dijadikan ajang transaksi
politik bagi daerah yang akan dimekarkan. Namun hal-hal yang sering digemakan oleh
para elite politik adalah penambahan jumlah pegawai negeri sipil (PNS). Apabila suatu
daerah berhasil menjadi DOB, maka bertambah besar kemungkinan formasi jabatan PNS
pada DOB tersebut dan akan diisi oleh para kolega dan keluarga dari para elite politik.
LATAR BELAKANG
Agus dan Budi, birokrat dan petani dari Kecamatan A, Kabupaten B mengetahui
bahwa saat ini pemekaran desa, kecamatan dan kabupaten akan memperoleh anggaran
khusus untuk DOB. Uang tersebut tentu saja akan digunakan pengembangan usaha yang
ada selama ini. Mereka yakin bila daerah yang diusulkan sebagai daerah baru
kemungkinan besar akan disetujui oleh Pemerintah Pusat, DPR, Pemerintah Daerah dan
DPRD.
Berbagai alasan dan syarat-syarat dapat dipenuhi dengan mudahnya oleh Agus
dan Budi. Mereka bersama dengan lainnya hanya membaca dari regulasi yang diterbitkan
dan mencoba peruntungan siapa tahu usulan mereka disetujui oleh Pemerintah dan DPR.
Nampaknya, Agus dan Budi dan sebagian masyarakat telah memahami arti pemekaran
dalam jangka pendek yaitu tersedianya anggaran. Usulan pemekaran yang disampaikan
sepintas masuk akal karena daerah yang diusulkan untuk mekar jauh dari akses
pendidikan, kesehatan, pelayanan masyarakat, infrastruktur yang buruk dan akses
ekonomi. Bila hanya berharap pada pemerintah daerah induk pemekaran kemungkinan
besar tidak tersentuh oleh layanan yang dibutuhkan selama ini. Usulan daerah yang
dimekarkan langsung disambut dengan positif oleh sebagian anggota DPR karena bila
disetujui akan memperluas wilayah kekuasaan.
1Penulis adalah Peneliti Madya yang bekerja pada PKAPBN, BKF.
2
Syarat-syarat pengusulan daerah yang dimekarkan mudah untuk
diimplementasikan seperti kajian potensi daerah, kemampuan fiskal, batas jumlah dan
kualitas penduduk, dan batas geografis. Tanpa ada masa transisi yang baik, daerah yang
diusulkan menjadi DOB langsung memilih pemimpin yang baru. Saat berjalannya waktu,
DOB menjadi sulit untuk dibatalkan karena besarnya resistensi kepentingan politik dan
ekonomi. Pengawasan dan pembenahan belum optimal dilakukan oleh lembaga terkait.
Belum ada ketegasan dari seluruh pihak terkait usulan pemekaran daerah berdasarkan
regulasi yang tersedia selama ini. Sampai saat ini belum ada sanksi tegas diberikan kepada
DOB yang tidak berhasil melaksanakan kegiatan yang telah dijanjikan dalam proposal
pemekaran.
Seharusnya sanksi seperti penggabungan DOB ke daerah induk pemekaran perlu
diterapkan untuk mengurangi maraknya usulan pemekaran. Selain itu, membatasi DOB
sudah selayaknya dipertimbangkan dengan mengacu kepada regulasi yang telah
diamandemen yaitu Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2007.
Namun, PP 78 tahun 2007 ternyata belum bisa memenuhi seluruh aspek yang
terdapat dalam kriteria dan persyaratan usulan DOB. Wacana saat ini adalah merevisi PP
78 tahun 2007 lebih komprehensif dan tegas dalam persyaratannya. Selain PP yang perlu
direvisi, saat ini juga sedang dilakukan amandemen UU 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
IMPLEMENTASI PERATURAN YANG LONGGAR
Tujuan awal pembentukan daerah otonom baru adalah menjadikan daerah
tersebut dapat berdiri sendiri dan mandiri. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan,
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam PP tersebut telah disebutkan
beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh daerah akan memiliki status otonomi.
Adapun persyaratan dan kriteria yang dikemukakan dalam PP 129 tahun 2000
antara lain: (i) kemampuan daerah, (ii) potensi daerah, (iii) sosial budaya, (iv) sosial politik,
(vi) jumlah penduduk dan luas daerah, dan (vii) pertimbangan lain yang memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah. Potensi daerah akan diukur dari tersedianya (i)
lembaga keuangan, (ii) sarana ekonomi, (iii) sarana pendidikan, (iv) sarana kesehatan, (v)
sarana transportasi dan komunikasi, (vi) sarana pariwisata dan (vii) ketenagakerjaan. Hal
yang sama juga dengan sosial budaya yang hanya diukur dari tersedianya (i) tempat
peribadatan, (ii) tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya dan (iii) sarana olahraga.
Demikian halnya dengan sosial politik yang dapat diukur dari (i) partisipasi masyarakat
dalam berpolitik dan (ii) organisasi kemasyarakatan.
Pertimbangan lain untuk menjadi DOB adalah (i) keamanan dan ketertiban, (ii)
ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan, (iii) rentang kendali, (iv) propinsi yang
akan dibentuk minimal telah terdiri dari tiga kabupaten dan/atau kota, (v) kabupaten yang
akan dibentuk minimal telah terdiri dari tiga kecamatan, dan (vi) kota yang akan dibentuk
minimal telah terdiri dari tiga kecamatan.
3
Persyaratan untuk membentuk DOB sebenarnya cukup ketat dalam pengertiannya,
tetapi menjadi longgar dalam pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari berbondong-
bondongnya pengajuan DOB baik ke Pemerintah Pusat maupun DPR. Semua persyaratan
DOB selayaknya disampaikan dengan lengkap sesuai data dan informasi terkini. Namun,
dalam prakteknya data dan informasi tersebut banyak yang tidak tepat atau masih
menggunakan data induk daerah pemekaran. Selain itu, data dan informasi tidak
dilakukan verifikasi secara menyeluruh apakah daerah tersebut layak untuk dimekarkan.
Kelonggaran persyaratan inilah yang seringkali menyebabkan daerah hasil pemekaran
tidak sesuai dengan harapan semula.
Pemerintah menyadari bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam PP 129 tahun
2000 masih terdapat kelemahan. Oleh karena itu, tahun 2007 Pemerintah melakukan
perbaikan PP tersebut dengan PP 78 tahun 2007. Adapun syarat-syarat tambahan yang
ditetapkan antara lain (i) daerah yang dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal
usia penyelenggaraan pemerintahan 10 tahun bagi provinsi dan tujuh tahun bagi
kabupaten dan kota, (ii) pembentukan daerah provinsi/kabupaten/kota berupa pemekaran
kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada
wilayah provinsi/kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan
Syarat administratif yang harus dipenuhi calon DOB Propinvi antara lain: (i)
keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah
calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat
Paripurna, (ii) keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama
bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi,
(iii) keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi
berdasarkan hasil Rapat Paripurna, (iv) keputusan gubernur tentang persetujuan
pembentukan calon provinsi; dan (v) rekomendasi menteri.
Syarat administratif bagi calon DOB kabupaten/kota antara lain: (i) keputusan
DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota, (ii)
keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota, (iii) keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota, (iv) keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota dan (v) rekomendasi menteri. Pertimbangan lain seperti cakupan wilayah
ditambah dua kabupaten menjadi lima kabupaten sebagai syarat DOB propinsi, kabupaten
paling sedikit lima kecamatan dan kota paling sedikit empat kabupaten.
Longgarnya pemberian daerah otonomi baru dalam beberapa tahun pelaksanaan
otonomi daerah atau desentralisasi, sudah terbentuk 163 DOB. Padahal dalam kurun
waktu yang cukup panjang yaitu tahun 1945-1999 hanya ada 319 daerah. Tahun 2012
sudah ada 10 usulan daerah baru yang akan dibahas oleh DPR dan sudah disetujui
pembentukan satu propinsi baru yaitu Kalimantan Utara dan empat kabupaten baru yaitu
(i) Kabupaten Pangandaran, (ii) Kabupaten Pesisir Barat, (iii) Kabupaten Manokwari Selatan,
dan (iv) Kabupaten Pegunungan Arfak. Saat ini di Kementerian Dalam Negeri telah masuk
usulan pembentukan calon DOB sebanyak 33 propinsi dan 150 kabupaten/kota.
Pemekaran daerah baru paling banyak terjadi di tahun 2008 yaitu 39 daerah.
Perkembangan pemekaran daerah sejak 2001-2011 dapat dilihat pada tabel 6.1. dan 6.2.
4
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bappenas, UNDP, LAN, dan Kemendagri
menyatakan bahwa lebih dari 80 persen daerah hasil pemekaran belum dapat
memperlihatkan peningkatan pembangunan daerah setempat sehingga pelaksanaan
pemekaran daerah belum mencapai tujuan otonomi daerah. Studi Bappenas (2008), DOB
yang menjadi sampel studi menunjukkan bahwa pada awalnya kondisi daerah hasil
pemekaran seperti perekonomian daerah, keuangan daerah, pelayanan masyarakat dan
aparatur pemerintah daerah masih lebih buruk dibandingkan daerah induk pemekaran.
Seiring berjalannya waktu sampai dengan lima tahun setelah pemekaran, secara umum
kinerja indikator yang telah disebutkan sebelumnya masih di bawah kinerja daerah
pemekaran.
Daerah hasil pemekaran belum mampu memanfaatkan masa transisi untuk
meningkatkan kinerjanya. Hal ini terlihat dari lambatnya pertumbuhan ekonomi di DOB,
potensi ekonomi masih bergantung kepada sektor pertanian, jumlah penduduk miskin
masih terkonsentrasi di DOB dan akhirnya belum mampu mengejar ketertinggalan dari
daerah induk pemekaran. Terbatasnya sumber daya alam (SDA) juga menambah persoalan
daerah hasil pemekaran. Hampir semua daerah induk keberatan daerah yang kaya dengan
SDA masuk ke DOB.
Pemilihan ibukota seringkali menjadi masalah yang berbelit-belit karena alasan
historis dan kebanggaan, tetapi tidak memperhitungkan bahwa ibukota DOB menjadi
pusat perekonomian. Periode 2001-2005, kinerja pelayanan publik DOB relatif masih
rendah dan cenderung menurun dibandingkan daerah induk pemekaran. Hal ini
disebabkan (i) belum mampu menggunakan secara optimal dana yang tersedia, (ii)
minimnya jumlah tenaga dan aparatur pemerintah DOB untuk melayani masyarakat, (iii)
minimnya jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan, (iv) rendahnya pemanfaatan layanan
masyarakat yang telah diberikan pemerintah DOB, dan (v) rendahnya kualitas aparatur
pemerintah di DOB. Sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi masih
terkonsentrasi di daerah induk pemekaran.
Hasil EDOHP (2011) secara umum menunjukkan bahwa tujuan awal dari
pembentukan DOB belum sesuai dengan realita. Kinerja DOB masih jauh panggang dari
api dibandingkan sebelum pemekaran. Hal-hal yang baru dilakukan pemerintah DOB
adalah (i) lembaga penanganan kesetaraan gender, (ii) publikasi APBD dan pengadaan
barang dan jasa, dan (iii) publikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Sedangkan
hal-hal yang belum dan sulit untuk dicapai oleh DOB antara lain (i) tersedianya
infrastruktur jalan yang memadai sesuai dengan panjang jalan per luas wilayah, (ii)
persentase penduduk yang memiliki KTP.
Sampai saat ini banyak warga yang tidak memiliki KTP karena jarak yang jauh
antara tempat tinggal dengan kelurahan dan kecamatan. (iii) rendahnya kepemilikan akta
kelahiran, (iv) peraturan daerah tentang transparansi dan partisipasi publik di daerah, (v)
peraturan daerah tentang tata ruang, (vi) besaran anggaran untuk pelayanan kesehatan,
(vii) anggaran pengembangan UMKM, (viii) belum memiliki perhatian yang besar terhadap
pelaku usaha, dan (ix) rendahnya nilai realisasi investasi.
5
Mudahnya pembentukan daerah baru ternyata tidak diimbangi dengan
peningkatan kinerja yang sesuai dengan janji dan harapan yang disampaikan ke
Pemerintah Pusat dan DPR. Hal ini menjadi catatan penting terhadap daerah-daerah yang
akan dimekarkan baik usulan inisiatif Pemerintah Pusat maupun DPR.
Sesuai dengan PP 78 tahun 2007 bahwa suatu calon daerah otonom
direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah
induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor
kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor
kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu. Dengan demikian,
bila syarat-syarat tersebut dipenuhi secara tertulis tanpa dilakukan pengecekan di lapang
maka kemungkinan besar langsung disetujui oleh Pemerintah dan DPR.
SISTEM DAN PROSEDUR YANG MUDAH
Sistem dan prosedur yang telah diatur dalam PP 78 tahun 2007 telah menjelaskan
secara rinci melalui tata cara pembentukan daerah untuk provinsi dan kabupaten/kota
baru dalam pasal 16 sampai dengan pasal 21. Aspirasi sebagian masyarakat seperti yang
dikemukakan sebelumnya yaitu Agus dan Budi wajib disampaikan sebagai calon wilayah
propinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan. Selanjutnya, keputusan DPRD
kabupaten/kota berdasarkan aspirasi sebagian masyarakat setempat juga dibutuhkan
dalam penyampaian usulan pemekaran daerah baru.
Persyaratan-persyaratan lanjutan setelah adanya keputusan DPRD antara lain: (i)
hasil kajian daerah, (ii) peta wilayah calon provinsi atau kabupaten/kota, (iii) keputusan
DPRD provinsi atau kabupaten/kota dan (iv) keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota
yang akan disampaikan ke Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan dokumen
tersebut Menteri melakukan kajian atau evaluasi terhadap usulan pembentukan provinsi
atau kabupaten/kota. Hasil kajian tersebut disampaikan ke Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah (DPOD) untuk memperoleh saran dan pertimbangan sebelum diputuskan oleh
Presiden. Keputusan persetujuan pembentukan DOB akan diundangkan dengan
meresmikan DOB dan melantik penjabat kepala daerah.
Namun, dalam PP 78 tahun 2007 tidak dijelaskan tentang masa transisi daerah
hasil pemekaran sampai berapa lama sejak ditetapkan melalui undang-undang sampai
DOB benar-benar mampu melaksanakan kegiatan pelayanan publik. Hal inilah yang
menyebabkan banyak DOB akhirnya gagal menyejahterahkan masyarakatnya. Beberapa
pendapat akademisi dan birokrat mengusulkan agar daerah yang memenuhi persyaratan
menjadi DOB tidak serta merta ditetapkan dalam undang-undang pembentukan daerah.
Sebaiknya, DOB diberikan masa transisi atau masa persiapan selama beberapa tahun yaitu
3-5 tahun dengan nama daerah administratif. Daerah transisi diharapkan dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang muncul seperti penempatan ibukota yang sesuai
dengan pemetaan, sengketa batas wilayah dan pelimpahan aset dari daerah induk
pemekaran.
Kota Tangerang Selatan merupakan DOB yang telah mekar sejak tahun 2008, tetapi
belum menerima aset dari daerah induknya. Seharusnya, kota Tangerang Selatan belum
6
diperbolehkan menjadi DOB bila masalah-masalah yang dikemukakan tidak teratasi. Oleh
karena itu, masa transisi atau masa persiapan merupakan syarat mutlak bagi pembentukan
DOB. Pembentukan DOB di era Orde Baru yaitu kota Depok, Tangerang dan Bekasi
sebelum menjadi kota diberikan persiapan menjadi kota administratif.
Masa transisi calon DOB dapat ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Adapun
pemimpin daerah masa transisi merupakan penjabat kepala daerah yang ditunjuk oleh
Pemerintah Pusat dan Daerah. Bila dalam masa transisi calon DOB tidak layak menjadi
DOB, maka usulan pemekaran langsung dibatalkan. Hal ini akan sulit diterapkan bila DOB
digabungkan ke daerah induk bila DOB gagal dalam penyelenggaraan layanan publik.
Sistem dan prosedur yang ketat dapat dilakukan melalui instrumen perimbangan
keuangan. Kementerian dan Lembaga misalnya Kementerian Keuangan dan Kementerian
Dalam Negeri dapat memonitor secara berkala calon DOB yang masuk dalam masa
transisi. Bimbingan dan asisten diberikan untuk meningkatkan kinerja dari pemerintahan
transisi. Bila kinerja keuangan dan layanan publik DOB tidak membaik, maka daerah
tersebut dibatalkan menjadi DOB. Sedangkan untuk DOB diusulkan untuk digabungkan ke
daerah induk pemekaran.
PERSYARATAN YANG RINGAN
Persyaratan yang ringan ternyata banyak menyebabkan DOB gagal
menyelenggarakan pelayanan publik. Kegagalan tersebut tidak lepas dari mudahnya
persyaratan yang dituangkan dalam PP 78 tahun 2007. Sebenarnya, Pemerintah Pusat
telah menyediakan norma, standar, prosedur dan kriteria, tetapi komitmen dari seluruh
pihak sangat kurang, hampir semua pihak hanya fokus dengan penetapan DOB.
Syarat teknis yang ditetapkan dalam PP 78 tahun 2007 hampir sama dengan PP
129 tahun 2000. Ada penambahan syarat teknis yaitu (i) pertahanan, (ii) keamanan, (iii)
kemampuan keuangan, (iv) tingkat kesejahteraan masyarakat, dan (v) rentang kendali
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Syarat-syarat tersebut dilakukan kajian dan
hasilnya disampaikan ke pemerintah pusat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam proposal calon DOB.
Syarat lainnya yang harus dipenuhi oleh calon DOB adalah calon daerah otonom
dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator
faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor
kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu. Syarat fisik
kewilayahan meliputi (i) cakupan wilayah, (ii) lokasi calon ibukota, dan (iii) sarana dan
prasarana pemerintahan.
Beberapa persyaratan tersebut secara umum dapat dipenuhi dengan menampilkan
data yang mudah di make-up oleh penggagas. Tujuan penyampaian data yang tidak
sesuai dengan fakta lapang tidak ditindaklanjuti oleh pemberi persetujuan DOB.
Seharusnya data proposal calon DOB dievaluasi sesuai dengan indikator dan bobot yang
ditetapkan dalam PP 78 tahun 2007. Dengan demikian data yang disampaikan dengan
fakta dilapang adalah sama. Hal lain yang memudahkan pemberian persetujuan DOB
adalah cakupan wilayah. Cakupan wilayah yang dimaksud dalam PP 78 tahun 2007 adalah
7
pembentukan calon DOB propinsi/kabupaten/kota digambarkan dalam peta. Peta wilayah
harus dilengkapi dengan daftar nama kabupaten/kota, kecamatan dan desa yang menjadi
cakupan calon DOB propinsi/kabupaten/kota/kecamatan dan garis batas wilayah
propinsi/kabupaten/kota/kecamatan dengan daerah lainnya.
Konflik batas wilayah antara daerah yang dimekarkan dengan daerah induk
pemekaran kerap terjadi. Akibat persyaratan yang ringan terhadap proposal pemekaran
daerah yaitu penegasan batas wilayah, seringkali dikesampingkan dan bukan menjadi
persyaratan utama. Hal ini terlihat dari penetapan DOB tidak disertai dengan (i)
pembagian aset DOB dan daerah induk pemekaran dan (ii) penegasan batasan wilayah
antara DOB dengan daerah induk pemekaran. Masalah batasan wilayah muncul dan sulit
diselesaikan bila daerah tersebut terdapat potensi sumber daya alam. Daerah induk
pemekaran dan DOB merasa berhak atas SDA yang terdapat di perbatasan wilayah.
Usulan pemekaran daerah seharusnya dibarengi dengan aset DOB dan batasan
wilayah. Kriteria wilayah yang dipersiapkan sebagai calon DOB sudah memperhitungkan
kriteria dan indikator yang ditetapkan dalam PP 78 tahun 2007. Sebaiknya, pasal 33 yaitu
batasan aset daerah induk pemekaran dan DOB sampai dengan pasal 35 yaitu batasan
wilayah DOB dengan daerah induk pemekaran merupakan persyaratan yang tidak bisa
dipisahkan saat disampaikan ke Presiden dalam pasal 17.
Persyaratan yang ringan sudah jelas akan membuka lebar jalannya pemekaran.
Persyaratan lain yang perlu ditambahkan dalam usulan DOB seperti (i) tingkat kemiskinan
DOB, (ii) angka buta huruf, dan (iii) jumlah pengangguran. Hal ini diperlukan untuk calon
DOB lebih siap untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam proposal DOB. Selain itu,
keberhasilan DOB akan lebih mudah diukur dan dievaluasi.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kemendagri (2011) menunjukkan bahwa
indikator kesejahteraan masyarakat dan ketersediaan layanan publik masih jauh dari yang
diharapkan dari proposal awal pemekaran daerah. Kota Tangerang Selatan di Propinsi
Banten yang telah DOB sejak tahun 2008 dan dekat dengan DKI Jakarta justru menduduki
peringkat 171 dari 198 DOB yang dievaluasi mengenai kesejahteraan masyarakat dan
menduduki peringkat 179 dari seluruh indikator yang dievaluasi. Peringkat yang rendah ini
menimbulkan tanda tanya besar bagi publik terhadap DOB Kota Tangerang Selatan.
Kota Serang di Propinsi Banten merupakan DOB pada tahun yang sama dengan
Kota Tangerang Selatan menduduki peringkat 64 dari 198 DOB yang dievaluasi oleh
Kemendagri untuk indikator peningkatan kesejateraan rakyat dan peringkat 85 dari empat
indikator yang dievaluasi tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Serang lebih siap
dan lebih maju kinerja pemerintahannya dibandingkan Kota Tangerang Selatan.
Diduga persyaratan yang ringan menyebabkan Kota Tangerang Selatan belum
mampu secara mandiri untuk menata kelola pemerintahan DOB. Perjalanan waktu tiga
tahun tidak cukup bagi Kota Tangerang Selatan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan layanan publik. Sebenarnya, indikator lain seperti tingkat kemiskinan dan
indeks kualitas SDM di Kota Tangerang Selatan harus dijadikan salah satu persyaratan bagi
pemekaran daerah.
8
Fitra (2009), Kabupaten Mamasa yang dimekarkan tahun 2002 tidak layak
dimekarkan berdasarkan syarat pendirian DOB PP 78 tahun 2007. Tidak layaknya pendirian
DOB Kabupaten Mamasa disebabkan oleh rendahnya pelayanan administrasi
kependudukan dan tidak mampu secara mandiri untuk mengembangkan
perekonomiannya. Namun, persyaratan lain seperti peningkatan jumlah fasilitas
pendidikan dan kesehatan menjadi lebih baik dibandingkan sebelum DOB.
Kriteria dan persyaratan bagi calon DOB perlu diperbaiki dan direvisi agar calon
DOB tidak mengalami kegagalan dikemudian hari. Kinerja dan manfaat DOB telah
dievaluasi sejak tahun 2008 sampai saat ini, tetapi hasilnya belum bisa ditindaklanjuti
karena masih banyak pihak yang keberatan. Oleh karena itu, perlu ditambahkan
persyaratan-persyaratan yang dapat digunakan sebagai indikator untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan layanan publik bagi calon DOB. Persyaratan tersebut antara lain:
indikator kemiskinan, jumlah pengangguran, batasan wilayah DOB dengan daerah induk
pemekaran dan batasan aset DOB dengan daerah induk pemekaran. Semua persyaratan
perlu dilakukan verifikasi lapang untuk mencocokkan data dalam proposal dengan kondisi
riil di lapang.
Evaluasi terhadap DOB perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kegagalan DOB baik
dari persyaratan maupun mekanisme dan prosedur proposal pemekaran daerah. Aspek-
aspek yang terdapat dalam persyaratan pemekaran daerah harus dipenuhi satu per satu
bukan dihitung skor secara akumulatif. Perhitungan skor akumulatif diduga menjadi
pemicu banyaknya DOB yang disetujui oleh Pemerintah dan DPR.
REKAYASA POLITIK
Isu pemekaran daerah telah menjadi isu penting bagi elite politik apalagi
menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Pilkada seringkali dijadikan transaksi politik
bagi daerah-daerah yang akan dimekarkan. Padahal, salah satu faktor penentu
keberhasilan DOB adalah memiliki pemimpin yang berintegritas dan tegas. Wacana
moratorium pemekaran daerah telah digaungkan sejak 2009, tetapi wacana tersebut
hanya untuk kepentingan politik.
Hal yang paling sering digaungkan oleh elite politik adalah penambahan jumlah
pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah PNS merupakan salah satu pembentuk besaran dana
alokasi umum (DAU). Berdasarkan hal tersebut, daerah merasa bahwa Pemerintah Pusat
yang akan memberikan gaji PNS. Pemberian gaji PNS menjadi salah satu pemicu bagi
kepentingan elite politik. Bila suatu daerah berhasil menjadi DOB, maka besar
kemungkinan formasi jabatan PNS di DOB diisi oleh kolega dan keluarga dari elite politik.
Buruknya kinerja pemerintah DOB tidak dapat dipungkiri akibat adanya biaya
politik pilkada. Biaya politik yang besar ditenggarai menjadi malapetaka bagi DOB. Selain
itu, kepala daerah DOB seperti tidak punya pilihan lain untuk ikut dalam kepentingan
politik. Bila kepala daerah DOB terpilih karena adanya transaksi politik, maka besar
kemungkinan biaya yang dikeluarkan akan diambil dari APBD dan sumber-sumber lain
yang terkait dengan konsesi dan perijinan.
9
Pendidikan politik bagi masyarakat terutama masyarakat DOB menjadi tanggung
jawab pemerintah, partai politik dan media massa. Semakin tinggi pemahaman
masyarakat tentang politik, akan semakin memperkuat iklim demokrasi. Pemilihan kepala
daerah tidak lagi berbiaya mahal. Kepala daerah dipilih berdasarkan integritas dan
kemampuan dari DOB.
Kepentingan politik bagi suatu calon daerah pemekaran sah-sah saja asal itu
semua untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengendalian kepentingan elite politik
tidak semudah yang diwacanakan berkali-kali. Hal ini pernah disampaikan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2007 dan 2010 untuk melakukan kebijakan
moratorium pemekaran daerah. Namun, sampai saat ini usulan pemekaran daerah seperti
tidak bisa dibendung oleh Pemerintah Pusat.
Pemerintah Pusat mewacanakan kebijakan moratorium pemekaran daerah
berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan selama ini yaitu biaya sosial tinggi, resistensi
politik, dan dampak anggaran akibat timbulnya DOB. Namun, DPR dan DPD tetap
membuka usulan pemekaran daerah. Hal ini terlihat dari persetujuan DPR terhadap DOB
tahun 2012 yaitu Propinsi Kalimantan Utara dan empat kabupaten baru yaitu (i) Kabupaten
Pangandaran, (ii) Kabupaten Pesisir Barat, (iii) Kabupaten Manokwari Selatan, dan (iv)
Kabupaten Pegunungan Arfak.
Pemberian DOB bagi Provinsi Kalimantan Utara diduga akan menimbulkan dampak
negatif yaitu eksploitasi hasil tambang untuk menambah pendapatan asli daerah. Namun,
penggalian besar-besaran akan merusak kondisi lingkungan sekitar Kalimantan Utara. Bila
dibiarkan seperti Kalimantan Timur, maka Kalimantan Utara akan menghadapi banjir yang
terus menerus. Selain itu, rasio jumlah penduduk dibandingkan luas daerahnya belum
sesuai dengan realita.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa PP 78 tahun 2007 telah
memberikan sinyal bahwa ada kemungkinan DOB itu digabungkan atau dihapuskan bila
kinerjanya selama pemekaran mengalami kegagalan. Namun, tentangan dari para elite
politik untuk melakukan penggabungan atau penghapusan masih kuat. Usulan pemekaran
daerah merupakan komoditas yang menarik bagi elite politik dan akhirnya sulit
dikendalikan karena tidak adanya sanksi bagi DOB yang gagal.
Pemekaran daerah bukan hal yang perlu dikhawatirkan sepanjang memenuhi
seluruh persyaratan, mekanisme dan prosedur yang ditetapkan dalam regulasi. Tujuan dari
pemekaran daerah adalah meningkatkan pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan terwujudnya iklim demokratis di daerah. Sebaiknya, usulan pemekaran
daerah tidak langsung di setujui oleh Pemerintah Pusat dan DPR. Status DOB masa transisi
atau masa persiapan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat secara bertahap. Masa
transisi akan dievaluasi secara rinci, transparan dan akuntabel agar seluruh pihak terkait
memahami bahwa DOB masa transisi apakah sudah layak untuk memasuki DOB definitif
atau DOB masa transisi justru gagal meningkatkan kinerja yang diusulkan dalam proposal
pemekaran daerah.
Pemberian status masa transisi atau status bertahap perlu diusulkan dalam revisi
Undang-undang nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah atau revisi terhadap PP nomor
78 tahun 2007 bahwa pemberian DOB tidak berlaku secara otomatis. Langkah ini
10
diperkirakan akan mengalami hambatan dari elite politik. Hasil evaluasi Kemendagri 2011
perlu ditindaklanjuti sebelum DOB dilakukan penggabungan atau penghapusan daerah.
Adapun rekomendasi EDOHP antara lain: (i) penyempurnaan kebijakan dan ketegasan
pelaksanaan kebijakan mengenai cara dan proses pembentukan DOB, (ii) peningkatan
fasilitas dan pengembangan kapasitas DOB, (iii) peningkatan kualitas pelayanan
administrasi kependudukan dan catatan sipil DOB, (iv) penyempurnaan kebijakan transfer
anggaran daerah, (v) penguatan kebijakan mengenai transparansi dan akuntabilitas
pemerintahan serta partisipasi masyarakat baik pusat dan daerah, (vi) efisiensi dan
efektivitas pengelolaan anggaran daerah, (vii) pengembangan program pro-poor, dan (viii)
peningkatan iklim usaha yang kondusif di DOB.