membangun ekosistem

20
Vol. 2 • Desember 2016 Membangun Ekosistem Syarat Mutlak Berdenyutnya Industri Ekonomi Kreatif Garin Nugroho Sutradara & Budayawan Paulus Mintarga Arsitek Hari Basuki Pelaku Industri Kreatif

Upload: ngomien

Post on 14-Jan-2017

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membangun Ekosistem

Vol. 2 • Desember 2016

Membangun EkosistemSyarat Mutlak Berdenyutnya Industri Ekonomi Kreatif

Garin Nugroho Sutradara & Budayawan

Paulus MintargaArsitek

Hari BasukiPelaku Industri Kreatif

Page 2: Membangun Ekosistem

2 |

Pengelola MediaLalitia Apsari

DAFTAR ISI

Badan Ekonomi Kreatif adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan enam belas subsektor.

KantorGedung Kementerian BUMN, Lt 15, 17, 18Jl. Merdeka Selatan No. 13,Jakarta Pusat - 10110.

[email protected]

Twitter@bekraid

06

Garin Nugroho menggarisbawahi kemampuan adaptasi teknologi yang dimiliki pelaku ekonomi kreatif sebagai sekeping mata uang yang bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi ekosistem ekonomi kreatif.

Ekosistem Itu Harus Ditanam, Bukan Hanya Diambil Buahnya

Sigi

Wacana

Industri ekonomi kreatif yang kokoh tidak dapat dilepaskan dari keberadaan ekosistem yang ideal. Jika elemen-elemen ekonomi kreatif dapat bersinergi dengan baik, maka semakin besar potensi yang dapat didongkrak.

Membangun Pasar Ekonomi Kreatif dengan Pertarungan Kultural

04

Page 3: Membangun Ekosistem

| 3

Kemajuan suatu industri tentunya tidak luput dari ekosistem yang mendukungnya. Meskipun kehadiran wacana ekonomi kreatif dalam pemerintahan Indonesia terbilang baru, pelaku dan penggerak ekonomi kreatif sudah lama sekali menjadi kekhasan tersendiri yang menguatkan identitas tanah air. Hingga saat ini masih banyak pelaku kreatif yang masih bekerja sendiri-sendiri karena mereka belum menemukan ekosistem yang ideal. Dengan membentuk ekosistem ekonomi kreatif yang kokoh dari hulu hingga ke hilir, dari eksperimen identitas produk hingga ke packaging, dari penelitian hingga ke pemasaran, dan dari dalam hingga ke luar negeri, maka para pelaku serta penggerak ekonomi kreatif tersebut dapat memiliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk meningkatkan proses bisnis mereka baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini juga penting untuk merangsang motivasi para pelaku kreatif muda untuk terus berkarya di industri masa depan ini. Edisi kali ini RETAS akan membahas lebih dalam mengenai hal tersebut, dari peran penting ekosistem kreatif hingga pemanfaatannya. Selamat membaca!

Cover Story: Mel Ahyar X Jeihan, Art Couture S/S 2017, Bertajuk “Kini Abadi”, koleksi ini adalah bagian dari beberapa rancangan Mel Ahyar yang dilukis langsung oleh pelukis maestro Jeihan. Sebuah karya kolaborasi seni tata busana dan seni murni.Foto: dokumentasi Mel AhyarFotografer: @Lukimages

Triawan MunafKepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia

Pengantar Redaksi

16

Galeri Foto

Proil

12

08 Material Sisa di Mata MintargaDi kalangan Indonesia, Paulus Mintarga bukanlah nama asing. Sosok yang semula lebih banyak berkiprah di dunia kontraktor, ternyata memiliki konsepsi mengenai konstruksi yang kuat.

Industri Kerajinan Negeri Berbasis R&D

Basis sumber daya material atau resources di kita itu sangat luar biasa, sehingga menjadi potensi yang besar dan berjangka panjang. Kebetulan industri furnitur sendiri juga seperti gaya hidup, yang sepanjang kehidupan ada dan terus berkembang.

Serba - Serbi

18 Enam Deputi Badan Ekonomi Kreatif

Beragam Kegiatan Bekraf Dalam Membangkitkan Ekonomi Kreatif Indonesia

Page 4: Membangun Ekosistem

4 |

WACANA

Industri ekonomi kreatif yang kokoh tidak dapat dilepaskan dari keberadaan ekosistem yang ideal. Jika elemen-elemen ekonomi kreatif dapat bersinergi dengan baik, maka semakin besar potensi yang dapat didongkrak.

Membangun Pasar Ekonomi Kreatifdengan Pertarungan Kultural

Page 5: Membangun Ekosistem

| 5

di mana opera akan digelar. Kalau di sini, keluar di airport kita lihat Samsung, kan?” kata Irawan.

Dalam pandangan Irawan, harus koordinasi antara birokrasi, Bekraf, kementerian perindustrian, hingga ke hulu. Apalagi industri kreatif nilainya besar. “Kita harus bisa menciptakan produk sendiri, dan customernya kita siapkan sendiri,” tambah Irawan.

Di sisi kelembagaan misalnya, pemerintah telah membentuk Badan Ekonomi Kreatif yang diharapkan dapat memberi dorongan positif bagi dunia ekonomi kreatif di Indonesia. Lembaga ini terhitung getol melaksanakan program untuk merangsang perkembangan, dan pertumbuhan ekonomi kreatif di berbagai subsektor.

Pada subsektor fashion contohnya, badan ini telah melaksanakan berbagai program yang mendukung kiprah fashion designer ke dunia internasional. Salah satunya adalah dengan memamerkan karya fashion designer Indonesia di Arab Fashion Week di Dubai, Uni Emirat Arab, pada Oktober 2016 lalu. Di sana Indonesia mengirimkan koleksi terbaik Mel Ahyar.

“Setelah ada Bekraf, saya merasa fashion designer bisa juga menggerakkan ekonomi kreatif,

bahkan dapat memberikan inspirasi kepada perajin dan desainer muda untuk melirik kain buatan Indonesia,” kata Mel Ahyar yang kini tengah mencoba untuk membuat koleksi yang lebih serius dengan menggunakan kain daerah.

Namun Mel berharap, kelembagaan yang ada dapat mendorong orang-orang kreatif menjadi lebih potensial, misalnya dengan merangsang terjadinya crossing collaboration antara perajin dan desainer. Ini tentu membutuhkan koordinasi yang baik antar pelaku kreatif itu sendiri dengan komunitas UKM misalnya.

“Kalau fashion designer kan sudah memiliki base dan pasar sendiri. Nah, kalau perajin berbeda. Produk mereka keren banget, tetapi mungkin hanya dapat berjualan di satu tempat saja atau hanya lewat online shop saja. Tapi marketing dan branding bisa di-push oleh para pelaku fashion design. Nah, itu bisa menggerakkan UKM. Jadi tidak melulu direct selling.” tambah Mel.

Pertarungan KulturalIrawan Karseno, Ketua Dewan Kesenian Jakarta, melihat bahwa ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia masih harus diperbaiki. Ia melihat masih ada koordinasi yang belum sempurna antar kementerian.

“Bukankah, menurut Ali Sadikin, produk di TIM adalah roh. Nah, kenapa kementerian pariwisata tidak membuat baliho, misalnya di lima tempat strategis untuk menginformasikan karya yang ada di Taman Ismail Marzuki. Kalau di Roma, begitu kita keluar dari airport kita bisa melihat

Mel Ahyar

Kelembagaan yang ada dapat

mendorong orang-orang kreatif menjadi lebih potensial, misalnya dengan merangsang terjadinya crossing collaboration antara perajin dan desainer.

Irawan Karseno

Dengan pendidikan seni yang intensif

dan masif di sekolah hingga perguruan tinggi, beberapa tahun kemudian akan tercipta pasar seni yang besar di Indonesia.

Salah satu cara menciptakan pasar yang besar di Indonesia, menurut Irawan adalah lewat dunia pendidikan. Dengan pendidikan seni yang intensif dan masif di sekolah hingga perguruan tinggi, beberapa tahun kemudian akan tercipta pasar seni yang besar di Indonesia. Merekalah yang akan menjadi pasar produk kesenian di Indonesia. Ini yang Irawan sebut sebagai pertarungan kultural.

Page 6: Membangun Ekosistem

6 |

Bagaimana Anda melihat wajah ekosistem ekonomi kreatif kita?

Idealnya, ekosistem ekonomi kreatif harus tumbuh karena sebuah lingkungan yang sehat, baik institusinya, pembinaan dan pertumbuhannya. (Sementara) Selama ini, ketika kita bicara tentang ekonomi kreatif, maka yang dibicarakan dan muncul ke permukaan seperti semua hanya menyentuh dan berfokus pada bentuk-bentuk yang sedang populer di kalangan menengah ke atas, sementara ekonomi kreatif yang ada di level grass root tidak tersentuh.

Cara-cara pengembangannya pun elitis sekali, termasuk cara sosialisasi luar biasa yang berbasis media sosial. Tentu bukan sesuatu yang salah. Tapi bila kita berfokus pada kalangan elit dan media sosial, maka kebijakan-kebijakan yang muncul akan berorientasi pada apa yang difokuskan, dan tidak bisa menyentuh kelompok yang berada di kelompok yang lebih bawah yang tidak terhubung dengan media sosial. Kebijakannya jadi melayani media sosial, bukan melayani warga.

Tapi bukankah untuk industri-industri grass root, contohnya kerajinan, sejauh ini sudah hidup dan berjalan sendiri?

Ya. Tetapi kalau kita lihat lebih dekat, produk kerajinan dari Indonesia jadi kalah bersaing dengan industri kerajinan negara lain seperti Thailand yang kemasannya praktis, mudah dibeli, dibawa, ruang publiknya ada, hidup, dan permintaan selalu datang secara regular. Jadi, syarat-syarat industri kreatif muncul. Efisien, efektif, mudah disebar, mudah dikonsumsi, pasar yang tersebar dan berkesinambungan, dan ruang publisitas yang luar biasa.

Di Indonesia, rata-rata industri kreatif mengalami persoalan ketika ruang publiknya menjadi ruang publik yang mahal. Lalu sebagian kalangan menganggap bahwa internet adalah solusi untuk persoalan penjualan. Jual secara online saja, padahal tidak semua bisa dijual secara online.

Menurut Anda apa yang paling krusial untuk disiapkan lebih dulu?

Pertama, pemetaan masalah-masalah industri kreatif bahkan juga bagi masyarakat yang ekonominya rendah. Karena industri kreatif, itu seharusnya bisa menghidupi masyarakat ekonomi rendah. Kalau masyarakat menengah bisa hidup sendiri. Persoalannya, kita selalu menggemborkan kelas menengah atas terus karena itu tersebar, terberitakan, elit, canggih. Tapi apa pernah kita mendengar perajin batu dibicarakan? Nggak ada. Hal-hal seperti itu yang perlu dipikirkan. Kita juga tidak perlu terlalu khawatir kalau kita tidak berubah cepat. Kalau desa tidak ada internet, lalu desa itu jadi terbelakang? Ya tidak kan.

Lalu apa konsekuensi paling logis dari belum terbentuknya ekosistem ekonomi kreatif yang sehat?

Konsekuensinya kalau sistem tidak berjalan, individu berjalan sendiri. Kalau individu berjalan sendiri, itu ada batasnya juga. Hanya orang-orang luar biasa yang bisa tumbuh dan pemerataan ekonomi dan pemerataan pertumbuhan tidak akan terjadi dengan baik. Itu konsekuensi dari ekosistem yang tidak tumbuh dengan baik.

Garin Nugroho menggarisbawahi, kemampuan adaptasi teknologi yang dimiliki pelaku ekonomi kreatif sebagai sekeping mata uang yang bisa menjadi peluang, sekaligus tantangan bagi ekosistem ekonomi kreatif. Tentang pandangan Garin lainnya seputar ekosistem ekonomi kreatif Indonesia, berikut petikan wawancara Retas dengan Garin Nugroho.

SIGI

Ekosistem Itu Harus Ditanam, Bukan Hanya Diambil Buahnya

Garin Nugroho

Page 7: Membangun Ekosistem

| 7

“Jadi ekosistem itu harus dideskripsikan

dalam ekosistem-ekosistem yang lebih

kecil. Kayak hutan besar, kita harus menerjemahkan,

di danau ini ekosistemnya

beda.”

Pihak mana, di luar pemerintah, yang paling dapat berkontirbusi untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia?

Kita harus mentransformasi banyak hal, misalnya budaya penyuluhan. Demokrasi itu disertai kebebasan dan keterampilan serta transformasi dari seluruh syarat-syarat hidup masyarakat sipil yang produktif. Demokrasi itu bukan berarti lepas saja. Kalau dulu pakai penyuluh, sekarang pakai apa? Ada tidak substitusinya? Lalu apakah juga lantas semuanya bisa digantikan teknologi? Ya tidak juga.

Contoh kasus mengajari tari secara online, ini ironi menurut saya, seakan-akan tutorial online itu terjadi percepatan kemajuan bangsa. Teknologi itu hanya bagian kecilnya saja. Juga dalam ekonomi kreatif.

Jadi Bekraf perlu membuka jejaring dan memiliki akses untuk masuk ke ranah ekonomi kreatif di akar rumput?

Betul. Bekraf harus bekerjasama dengan institusi lain seperti Departemen Perdagangan dan yang lain untuk masalah-masalah yang tadi. Buat penyuluhan agar transformasi teknologi dan pertumbuhan ekonomi kreatif bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara merata. Lihat saja pengalaman berurusan dengan pajak. Keberadaan penyuluh tetap dibutuhkan karena kita masih sering bingung melakukan pengurusan pajak secara online.

Apa yang harus diperhatikan dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif? Berapa lama ini harus dilakukan?

Sebenarnya ekosistem itu ada dua. Ruang kreatif dan ruang apresiatif. Jadi produksi dan apresiasi. Nah, dua hal itu dibagi dua lagi, yang bersifat kultural dan bersifat ekonomi. Kultural itu sangat perlu karenanya harus ada subsidi pada bagian ini karena gunanya tak bisa diukur dengan menggunakan angka-angka. Dia bisa menjadi kebersamaan, bisa menjadi perawatan kebudayaan, dan juga menjadi ruang produksi. Seperti festival Lima Gunung. Itu sifatnya kultural. Tapi ada lagi festival lain, misalnya yang sifatnya ruang kreatif yang bersifat ekonomi seperti industri ilm. Masing-masing punya ekosistem yang berbeda.

Jadi, ekosistem itu harus dideskripsikan dalam ekosistem-ekosistem yang lebih kecil. Kayak hutan besar, kita harus menerjemahkan, di danau ini ekosistemnya beda. Di sungai itu ekosistemnya beda. Di wilayah hutan dalam ekosistemnya beda. Jadi harus ada strategi budaya dari ekosistem yang makro dan mikro.

Apa masalah utama yang harus diselesaikan untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang suportif?

Kebiasaan tidak peduli dan tidak benar-benar mengerti apa yang sedang dikerjakan. Kita seringnya lebih sibuk melayani kelompok-kelompok dan bukan melayani warga. Bahkan kita sampai tidak peduli budaya baca naik atau menurun karena sekarang anggapan kita tentang pertumbuhan dan kecanggihan itu adalah bagaimana kita mengikuti teknologi baru. Kalau mau maju kita harus melompat. Omong kosong!

Kita hanya lompat-lompat lalu jatuh lagi karena tidak pernah tumbuh dalam landasan pertumbuhan yang kuat. Kita mengambil hanya buah dari ekosistem yang sudah tumbuh tapi tidak menanam pohonnya.

Haruskah ada kebijakan yang dijalankan untuk mempercepat terbangunnya ekosistem tersebut? Apa yang harus dilakukan agar ini bisa berumur panjang dan berhasil baik?

Ya itu tadi, harus melakukan perawatan dan penyemaian ekosistem. Tidak masalah bila di dalamnya lebih banyak menanam pohon-pohon laku dan cepat panen, tapi tanam juga pohon-pohon besar yang akan bisa tumbuh kokoh sebagai pelindung. Sesederhana itu. Jadi kembalilah berorientasi pada ekosistem. Yang organik dan hibrida harus sama-sama dirawat dengan baik. (Indah Ariani).

Page 8: Membangun Ekosistem

8 |

PROFIL

Material Sisa di Mata MintargaDi kalangan Indonesia, Paulus Mintarga bukanlah nama asing. Sosok yang semula lebih banyak berkiprah di dunia kontraktor, ternyata memiliki konsepsi mengenai konstruksi yang kuat.

Dalam sejumlah karya yang dihasilkannya, persona kunci Bambo Bienalle 2014 itu, tampak memiliki kekuatan dalam penggunaan material lokal--bahkan bekas--serta orientasi ramah lingkungan. Ini yang membuat karya-karyanya banyak menjadi bahan perbincangan

Lihat saja, Rempah Rumah Karya yang berdiri di kawasan Gajahan, Colomadu, Solo, Jawa Tengah. Konstruksi ini, dibuat dengan material yang sebagian besar merupakan bahan-bahan sisa, mulai kayu, besi, rotan, hingga paralon.

Menurut Paulus, sebuah bangunan memang harus kontekstual dalam menjawab kebutuhan, yakni rumah yang murah, mudah, bermutu, dan memuaskan.

01

Paulus Mintarga

Page 9: Membangun Ekosistem

| 9

Page 10: Membangun Ekosistem

10 |

PROFIL

Lebih jauh, bangunan itu mencapai titik optimal yang dapat terlihat dari berbagai aspek yang melingkupi manusia seperti termasuk aspek lingkungan, keberlanjutannya, dan intensitas estetika ruang.

“Manusia adalah pengguna yang merupakan bagian dari ekosistem tempat dan lingkungannya. Ia harus berperan aktif dan menjaga keseimbangan ekosistem untuk keberlanjutannya,” terang Paulus.

Kepedulian terhadap lingkungan Paulus tampak juga pada sejumlah karya yang lain, seperti Green Host Hotel yang berada di kawasan Prawirotaman, Yogyakarta. Beberapa kamar yang terdapat di hotel ini dirancang bersama tim dari Rempah Rumah Karya. Di sini ia juga menggunakan sejumlah material sisa.

Melihat apa yang telah dihasilkan oleh Paulus Mintarga, terlihat bahwa pria ini selalu melihat berbagai aspek secara komprehensif. Bahkan ia yakin bahwa hasil yang baik merupakan muara dari komunikasi yang mencapai titik temu antara arsitek, team work, dan calon pengguna, baik dari aspek fungsional, budget, sampai cita rasa ruang dan aspek estetis.

Ekosistem Harus DinamisBicara soal dunia arsitek, Paulus melihat ekosistem dunia arsitek memegang peran penting dalam perkembangan dunia arsitek. Ekosistem ini harus bergerak dinamis seiring perkembangan teknologi dan peradaban, ranah akademis, serta kesempatan dalam praktik lapangan.

“Ini akan membuka peluang dan ruang berkreasi yang sangat luas dan beragam kemungkinannya,” tegas Paulus.

Page 11: Membangun Ekosistem

| 11

Ruang terbuka tersebut, sesungguhnya akan semakin berdaya jika melihat kenyataan proil para arsitek muda saat ini. Bagi paulus arsitek muda Indonesia telah memperlihatkan keberagaman karya. Hal ini dimungkinkan seiring kemajuan dan teknologi dan berbagai kompleksitas yang ada di sekitarnya.

“Sistem informasi dan komunikasi kian borderless. Karenanya peluang untuk meraih pencapaian regional maupun internasional telah terbuka lebar. Dan kini memang sudah banyak arsitek yang berkarya di wilayah itu,” ungkap Paulus.

Pentingnya sebuah ruang bagi pengembangan kreativitas, dan letak strategis kreativitas juga diterjemahkan oleh Paulus konsepsi revitalisasi Colomadu, di Karanganyar, Jawa Tengah. Bagi Paulus, Colomadu tidak sekadar menjadi objek wisata, transformasi ruang manufaktur menjadi fungsi baru dalam peradaban kreativitas.

“Kreativitas dalam berbagai aspek seperti heritage, art, media, dan creative function, yang sekarang menjadi leading sector pertumbuhan ekonomi, maupun peradaban manusia modern,” tutup Paulus.

01 Membuat sebuah ruang untuk publik dengan memanfaatkan lahan dan material sisa.

02 Rempah Rumah Karya, peduli lingkungan peduli manusia.

03 Interior Rempah Rumah Karya, titik temu antara fungsi dan estetika.

04 Komunitas arsitek berkolaborasi di Rempah Rumah Karya.

05 Green Host, menghadirkan ruang hijau di hotel.

02

03 04

05

Page 12: Membangun Ekosistem

12 |

Industri Kerajinan Dalam Negeri Berbasis R&D

Baru sejenak lepas dari jebakan macet Ibukota di kawasan Tendean, Hari Basuki tetap hangat, bahkan semangat menceritakan 20 tahun lebih perjalanannya berbisnis mebel (furnitur) dan kerajinan melalui payung PT. Wirasindo Santakarya (Wisanka).

10 tahun lebih berwirausaha di bidang mechanical electrical, pria tamatan STM ini kemudian menaruh minat memerhatikan kota asalnya – Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Di sana, hidup turun-temurun sentra kerajinan mebel dengan sumber daya manusia yang sangat terlatih.

Tahun 1992, Hari yang saat itu masih berusia 30an tahun mendeteksi adanya peluang industri kerajinan ini untuk masuk ke pasar ekspor. Menggandeng kakak kandung, JB Susanto SB yang telah lebih dulu bekerja di perusahaan furnitur

Hari Basuki

Basis sumber daya material atau resources di kita itu sangat luar biasa, sehingga menjadi potensi yang besar dan berjangka panjang. Kebetulan industri furnitur sendiri juga seperti gaya hidup yang sepanjang kehidupan ada dan terus berkembang.

PROFIL

Page 13: Membangun Ekosistem

| 13

berorientasi eksportir, pria yang akrab disapa Habi ini, akhirnya membangun Wisanka sebagai perusahaan keluarga dengan fokus usaha ekspor kerajinan mebel.

Hari memaparkan Wisanka mengawali usahanya dengan merangkul pengrajin setempat untuk membuat sampel produk. Dengan rajin mereka mencari tahu desain atau produk yang laris di pasar global saat itu, membuat sampel, dan menawarkannya ke eksportir yang sudah eksis.

Dari sini peluang kedua terbuka, yaitu menjadi subkontraktor eksportir-eksportir mebel tujuan Eropa dan Asia. Sekitar 2-3 bulan fokus mengerjakan produk setengah jadi, naluri Hari mendorongnya mencoba mengerjakan proses inishing product sendiri pada bulan berikutnya.

Karyakan PeluangTak sekadar lihai membaca peluang, Hari bahkan bisa dibilang suka mengkaryakan peluang. Banyak peluang yang ia ambil untuk mengembangkan bisnis dan ia manfaatkan tanpa main-main. Setelah selama 10 tahun lebih hanya mengerjakan order sesuai permintaan, misalnya, Hari mulai fokus untuk memanfaatkan potensi R&D (Research and Development) dalam usahanya mencapai kesuksesan.

Pria yang sebentar lagi genap berusia 60 tahun ini meyakini betul potensi R&D dalam kemajuan industri kerajinan mebel. Bahkan R&D terus menerus menjadi penekanan bahasannya sepanjang obrolan ini.

Peluang lainnya yang Hari karyakan terjadi di tahun 1999 ketika ia memanfaatkan peluang membuka kantor perwakilan di Jerman.

Kala itu, Hari nekat menginisiasi Wisanka dan menggandeng 2 UKM mebel kawannya untuk patungan menghidupkan kantor perwakilan di Jerman tersebut. Sayangnya, keterbatasan sistem komunikasi saat itu serta kurangnya kesiapan ketiganya untuk menyuplai industri tersebut memaksa kantor perwakilan hanya bertahan 2 tahun.

Sisi positifnya, pengalaman tersebut memberikan ilmu serta keberanian bagi Wisanka untuk memanfaatkan peluang selanjutnya, yakni kemajuan digital. Ketika internet baru mulai mendapat ruang di Tanah Air, Hari segera menyadari potensi yang ada dan memanfaatkannya. Tak tanggung-tanggung, Hari membeberkan, “Kita dalam pemanfaatan teknologi digital, dengan berani langsung membeli 30 domain sekaligus. Orientasi kita kalau mau dagang global itu ya tokonya di dunia maya yang tak terbatasi jarak dan waktu”.

Research and DevelopmentTerkait kunci menyukseskan industri kerajinan negeri (khususnya mebel), suami h. Nunik Sunaringati ini kembali menekankan R&D. Menurutnya, Wisanka bertumpu pada industri masa depan yang adalah industri mebel dan kerajinan Indonesia berbasis R&D. Sebab, R&D memungkinkan industri menciptakan produk-produk yang sangat kompetitif dan mendekati selera pasar. Melalui proses R&D, pengusaha bisa menjembatani kemauan pembeli dengan kreativitas si pekarya/pengrajin.

Hari mengakui, industri yang memiliki kesadaran dan mau memasuki industri berbasis R&D memang masih sangat sedikit di Indonesia. Kalaupun ada, kebanyakan kurang terbuka dan

Page 14: Membangun Ekosistem

14 |

sering kali disembunyikan, karena takut ditiru. Proses R&D sendiri memang sebuah proses yang tak murah. Ditambah lagi, belum ada lembaga keuangan di Indonesia yang mau melakukan pembiayaan karena hal ini dianggap hanya sebagai cost jangka panjang.

Dengan optimismenya, Hari malah ingin menjadikan Wisanka sebagai rujukan model industri mebel dan kerajinan negeri berbasis R&D. Sebagai itikad besar, Wisanka mulai mengembangkan studio R&D di tahun ke 16 (2010). Riset awalnya tidak bisa langsung melalui pasar, melainkan via lomba dan pameran. Bersama tiga Art Director kepercayaannya kala itu, Hari merumuskan struktur kerja yang membutuhkan investasi besar.

Selama lima tahun menjalankan studio R&D, Wisanka menghasilkan 500 desain. Kemudian pada tahun 2009, salah satu produk Wisanka – Seri Nusa, memenangkan penghargaan tingkat nasional dari Indonesia Good Design Selection (IGDS) di Solo. Eksekusi R&D juga membuahkan perspektif baru dalam bisnis Wisanka untuk membuat modul sumber daya material dan standarisasi desain di tahun 2017.

National BrandingMematok pondasi kuat pada R&D, putra dari Agustinus Iman Supadi dan Aloysia Suhartiyah ini, mulai berani melangkah pada wacana national branding. Puas 20 tahun fokus pada lini ekspor, Hari Basuki menjajaki potensi pasar dalam negeri sejak 3 tahun lalu, seiring berdirinya brand Piguno. Piguno sendiri merupakan generasi ke-2

01 Costello Outdoor Lamp 2016. 02 Hoka Mirror Set 2014.

03 Lunar Floor Lamp Set 2014. 04 Pataya Living Set 2016.

05 Pataya Swing Chair Set 2016. 06 Floruz Table Lamp Set 2016. 07 Kayak Basket Set 2014.

01 02

03

04

Page 15: Membangun Ekosistem

| 15

Wisanka yang turut dikelola putera pertama Hari – Yohannes Deny Eko Prasetyo.

Entah lebih tepat disebut ironis atau mengagumkan, kenyataannya pasar dalam negeri ternyata lebih susah ditaklukkan daripada pasar global. Kompleksnya sistem komunikasi dan dagang dalam negeri menjadi tantangan berat. Belum lagi, mengutip kelakar Hari Basuki, “Selama ini pemerintah kiblatnya ekspor, dan pasar dalam negeri malah beli barang impor.”

Dalam usaha menaklukan pasar dalam negeri, Hari Basuki lagi-lagi mengkaryakan peluang dengan sangat berani. Bertujuan utama menjual mebel di negeri sendiri, lulusan STM Sukoharjo ini membuat terobosan R&D dengan membuat kluster perumahan sendiri di Cibinong. Pembangunan 34 unit rumah ini, ia jadikan etalase furnitur dalam satu paket utuh. “Itu hanya untuk membuat prototype mebelnya dan hanya sekali-sekali itu,” akunya sembari tertawa kecil.

Hari sepakat ceruk market dalam negeri lebih besar daripada ekspor. Apalagi dengan perkembangan industri properti. Menurutnya, kebutuhannya begitu banyak dengan target hingga 3 lapis pasar; dari pasar ritel, korporate, hingga APBN. Sayangnya memang potensi tersebut saat ini belum termanfaatkan dengan maksimal.

Untuk memperbaiki kondisi ini, Hari menekankan krusialnya peran pemerintah. Hari mengharapkan pemerintah berinisiasi membangun “goodwill” dan menjadi contoh

masyarakat dalam menggunakan produk kerajinan mebel dalam negeri. Tak hanya itu, pemerintah juga hendaknya lebih aktif memanfaatkan lembaga sebagai etalase produk-produk kerajinan mebel dalam negeri.

Ke depannya, Hari membagikan mimpi besar berikutnya, yaitu menciptakan sebuah Rumah Kriya Indonesia yang menjadi rumah etalase produk kerajinan dalam negeri yang sudah terkurasi atau terancang bangun. Hari mengharapkan rumah kriya ini bisa menjadi rujukan pemerintah membuat standarisasi produk yang dibutuhkan dalam negeri.

Selepas membeberkan mimpi besarnya, Hari Basuki menutup kisahnya dengan lagi-lagi menekankan kekuatan industri berbasis R&D. “Ini kita bukan lagi bicara prediksi, tapi industri maju sudah menentukan dan membuktikan itu. Industri yang berbasis rancang bangun itu akan terus ada karena bisa menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.”

05

06

07

Page 16: Membangun Ekosistem

16 |

Beragam Kegiatan Bekraf dalam Membangkitkan Ekonomi Kreatif Indonesia

GALERI FOTO

Page 17: Membangun Ekosistem

| 17

Sumber: Dokumentasi Bekraf

Page 18: Membangun Ekosistem

18 |

Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi (Deputi V) bertugas memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan HKI atas produk hasil kreasinya, mulai dari memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif dalam proses pendataran HKI, konsultasi dan edukasi HKI, hingga membantu dalam hal teknis, seperti melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan. Terdapat dua direktorat di deputi ini, yaitu

Meningkatkan Kualitas Riset untuk Pengembangan Ekraf

Bidang ini memiliki tugas utama untuk merumuskan, menetapkan, mengoordinasikan dan mensinkronisasi kebijakan dan program riset, edukasi, pengembangan ekonomi kreatif.

Semua program yang dijalankan oleh bidang ini, diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian di bidang ekonomi kreatif juga dapat dijadikan acuan bagi penyusunan kebijakan di bidang ekonomi kreatif hingga riset yang berkaitan dengan pengembangan atau peningkatan nilai tambah dari produk ataupun jasa kreatif.

Di dalam hal pelaksanaan riset-riset unggulan, bidang ini bekerjasama dengan berbagai institusi pendidikan terkemuka

di Indonesia. Tercatat ada tujuh lembaga penelitian, antara lain Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Surabaya, Institut Kesenian Jakarta, Universitas Gadjah Mada, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan Universitas Diponegoro untuk membentuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Hasil-hasil riset ini diharapkan dapat membantu Bekraf dalam melakukan riset-riset yang menjadi dasar pembuatan kebijakan-kebijakan pengembangan Ekraf tanah air, serta meng-endorse penelitian-penelitian di bidang ekonomi kreatif sub-sektor.

Hasil riset tersebut telah menghasilkan sejumlah implementasi program pembinaan unggulan, misalnya pembinaan pengrajin kain nusantara melalui program Coding Mum, yaitu program pelatihan bahasa pemrograman (coding) di bidang teknologi informasi yang khusus ditujukan bagi ibu-ibu rumah tangga.

Deputi I, Riset, Edukasi dan Pengembangan

Memerangi Pembajakan dan Mendorong Standarisasi Produk

Deputi V, Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi

SERBA-SERBI

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, Bekraf membangun enam deputi yang dibebani sejumlah tugas utama. Tugas-tugas itu, kemudian diterjemahkan ke dalam sejumlah program. Kiprah tiga deputi kami sajikan di bawah ini.

Enam Deputi Badan Ekonomi Kreatif

Page 19: Membangun Ekosistem

| 19

Direktorat Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual, dan Direktorat Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi.

Direktorat Hak Kekayaan Intelektual membantu para pelaku ekonomi kreatif yang karyanya dibajak. Melalui Satgas Anti Pembajakan (yang memiliki nama lengkap Satuan Petugas Penanganan, Pengaduan, Pembajakan Produk Ekonomi Kreatif) pelaku ekonomi kreatif dapat dipertemukan dengan penegak hukum, sehingga mereka dapat segera melaporkan pembajakan tersebut, dan penegak hukum dapat segera menindak oknum yang bersangkutan.

Sedangkan Direktorat Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi bertugas untuk melakukan harmonisasi regulasi. Mereka melakukan pemetaan regulasi guna menentukan regulasi yang mendukung ekonomi kreatif. Jika ada tidak mendukung maka regulasi itu akan direvsi atau bahkan dicabut. Selain itu, direktorat ini juga mengemban tugas mengurusi standarisasi usaha dan sertiikasi.

Deputi ini memiliki tugas merancang dan menjalankan program pembangunan dan penguatan hubungan, melalui kerjasama dan pembuatan ekosistem ekonomi kreatif. Hal itu melibatkan para akademisi, komunitas, bisnis, dan pemerintah. Deputi ini membawahi dua direktorat yaitu, Direktorat Hubungan Antar Lembaga Dalam Negeri dan Direktorat Hubungan Antar Lembaga Luar Negeri.

Ada tiga pilar yang dilakukan deputi ini dalam mewujudkan tugasnya, yakni Connect, Collaborate, dan Commerce.

Dari sini diharapkan tercipta ekosistem ekonomi kreatif yang kokoh. Ekosistem ini terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, seperti para akademisi, pebisnis, komunitas, pemerintah, serta media.

Ekosistem yang dibangun ini, diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memetakan kompetensi masing-masing pemangku kepentingan di semua daerah sehingga dapat menjalankan perannya dalam pengembangan ekonomi kreatif.

Membangun Ekosistem, Mengokohkan Ekonomi Kreatif

Deputi VI, Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah

Page 20: Membangun Ekosistem

Ekonomi Kreatif Mendorong Terciptanya Masyarakat Indonesia yang Berdaya Saing