melena dr.rahmad.docx
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
MELENA
Diajukan kepada Yth:
dr. Rachmad Aji S., M.Sc., Sp. PD
Disusun oleh :
Meta Mukhsinina P. G4A014087
Ulfah Izdihar G4A014088
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
MELENA
Disusun Oleh :
Meta Mukhsinina P. G4A014087
Ulfah Izdihar G4A014088
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal : 2015
Dokter Pembimbing :
dr. Rachmad Aji S., M.Sc., Sp. PD
1
BAB I PENDAHULUAN
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami
perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis
pasien dapat berupa hematemesis yaitu muntah darah berwarna hitam seperti
bubuk kopi, melena yaitu buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal,
hematemesis dan melena, serta hematosezia yaitu buang air besar berwarna
merah marun, biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan perdarahan masif
dimana transit time dalam usus yang pendek. Penampilan klinis lainnya yang
dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan
gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit ginjal, dan lain-lain.
Di negara barat insidensi perdarahan akut saluran cerna bagian atas
mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.
Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia
kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari catatan medik
pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 1996-1998, pasien yang dirawat karena perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien
yang dirawat di bagian penyakit dalam.
Berbeda dengan di negara barat dimana perdarahan karena tukak peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura
varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%,
gastritis erosiva hemoragika sekitar 25- 30%, tukak peptik sekitar 10-15% dan
karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebagian
besar penderita perdarahan saluran cerna bagian atas meninggal bukan karena
perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada secara
bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati
kronis, pneumonia dan sepsis.
2
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sumbang RT 2/3
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 28 Mei 2015
Tanggal pemeriksaan : 5 Juni 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : BAB warna hitam seperti bubur
Keluhan Tambahan : Sesak nafas dan tubuh lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan BAB berdarah dan
berwarna kecoklatan sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya darah segar keluar
menetes saat BAB, namun sekarang sudah tidak lagi. BAB lebih dari lima
kali sehari dengan konsistensi lembek seperti bubur. Setelah BAB pasien
merasa anus terasa perih. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut di bagian
perut tengah bagian atas dan tubuh terasa lemas.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
2. Riwayat hipertensi : Disangkal
3. Riwayat DM : Disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat alergi : Disangkal
6. Riwayat mondok : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
3
1. Riwayat keluhan yang sama : Disangkal
2. Riwayat sakit kuning : Disangkal
3. Riwayat hipertensi : Disangkal
4. Riwayat DM : Disangkal
5. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
6. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
3 Juni 2015
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 24 x/menit
Suhu : 37 0C
4 Juni 2015
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respiration Rate : 24 x/menit
Suhu : 38,4 0C
5 Juni 2015
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 24 x/menit
Suhu : 38,6 0C
4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
4
Warna rambut hitam sedikit beruban, tidak mudah dicabut dan
terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan
kiri, kelainan bentuk dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/-
Ronki basah kasar -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS
Pul epigastrium (-), pul parasternal (-).
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS
dan kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
5
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), undulasi (-), nyeri Ketok CVA (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas
superior
Ekstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tanggal 1 Juni 2015
Hemoglobin : 11.4 g/dL
Leukosit : 13.570 /uL
Hematokrit : 35 %
Eritrosit : 4x106 /uL
Trombosit : 534.000 /uL
E. RESUME
6
1. Anamnesis
Keluhan Utama : BAB hitam
Keluhan Tambahan : Sesak nafas dan tubuh lemas
RPS : Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan
BAB berdarah dan berwarna kecoklatan sejak 2
hari yang lalu. Sebelumnya darah segar keluar
menetes saat BAB, namun sekarang sudah tidak
lagi. BAB lebih dari lima kali sehari dengan
konsistensi cair. Setelah BAB pasien merasa
anus terasa perih. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut di bagian perut tengah bagian atas dan
tubuh terasa lemas.
RPD : Keluhan yang sama disangkal
RPK : Disangkal
2. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital sign
Vital Sign 3 Juni 2015 4 Juni 2015 5 Juni 2015
Tekanan
Darah
130/80 150/80 140/80
Nadi 80 88 80
Respiratory
Rate
24 24 24
Suhu 37 38,4 38,6
- Leher : JVP 5+ 2 cmH2O
- Jantung : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS dan
kuat angkat (-)
3. Pemeriksaan penunjang
7
- Hemoglobin : normal
- Hematokrit : normal
- Eritrosit : normal
F. DIAGNOSIS KERJA
Melena e.c ulkus gaster
G. TERAPI
Farmakologis:
1. IVFD RL 20 tpm
2. Inj. Omeprazol 1 amp/12 jam
3. Inj. Kalnex 500 mg
4. Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
5. Inj. Ketorolac 2x30 mg K/P
6. Adona drip
7. P.o. inpepsa syr 3x1 cth
8. P.o. sanmol 3x1 tab
H. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Melena adalah keluarnya tinja (feses) berwarna gelap dan lengket
dikarenakan bercampur dengan asam lambung. Biasanya mengindikasikan
perdarahan saluran pencernaan bagian atas . Warna merah gelap atau hitam
berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Melena
dapat disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea
(Porter, R, 2008; Price, 2006).
B. Etiologi
1. Kelainan di esophagusa. Varises Esofagus
Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif
(Riechter, 1999).
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena. Pasien
mengeluh disfagia, badan mengurus, dan anemis. Pada pemeriksaan
endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup
esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga bawah
esofagus (Hadi, 2002).
c. Sindroma Mallory Weiss
Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di
bagian gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka
sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus.
Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada
perdarahan oleh Mallory-Weiss Tear dibandingkan dengan pasien
hipertensi non-portal (Jutabha et al., 2003).
d. Esofagitis dan tukak Esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
bersifat intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga sering
timbul melena. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan
9
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum
(Hadi, 2002).
2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi
mukosa lambung atau obat yang merangsang timbulnya
tukak (ulcerogenic drugs). Pada endokopi tampak erosi di angulus,
antrum yang multipel, sebagian tampak bekas perdarahan atau masih
terlihat perdarahan aktif di tempat erosi. Di sekitar erosi umumnya
hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus lambung
(Hadi, 2002; Riechter, 1999).
b. Tukak Lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu
hati (Hadi, 2002).
c. Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut,
dan sering mengeluh rasa pedih,nyeri di daerah ulu hati, sering
mengeluh merasa lekas kenyang, dan badan menjadi lemah (Hadi,
2002).
3. Kelainan Darah
Polisetimia vera, leukimia, anemia, hemofili, trombositopenia purpura
C. Faktor Risiko
Menurut organisasi The American Society for Gastrointestinal
Endoscopy (ASGE), beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian
pada perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu; perdarahan berulang,
kebutuhan akan endoskopi hemostasis ataupun operasi terutama pada usia
lebih dari 60 tahun, comorbidity berat, perdarahan aktif (contoh,
hematemesis, darah merah per nasogastric tube , darah segar per rectum),
hipotensi, dan coagulopathy berat (Caestecker, 2011).
10
D. Penegakan Diagnosis
Prinsip-prinsip penegakan diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Djumhana, 2011).
1. Anamnesis :
Riwayat muntah darah (hematemesis) sebelumnya, riwayat penyakit
hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, alkohol,
obat untuk penyakit jantung, riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit
paru, dan adanya perdarahan ditempat lainnya.
2. Pemeriksaan fisik:
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian ABC (Airway-Breathing-Circulation) pasien. Khusus untuk
penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan.
a. Perdarahan < 8% : hemodinamik stabil
b. Perdarahan 8%-15% : hipotensi ortostatik
c. Perdarahan 15-25% : renjatan (shock)
d. Perdarahan 25%-40% : renjatan + penurunan kesadaran
e. Perdarahan >40% : moribund
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata
penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai), massa abdomen, nyeri abdomen, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit rematik. Pemeriksaan colok dubur (rectal
toucher) juga dapat dilakukan karena warna feses itu sendiri mempunyai
nilai prognostik.
3. Pemeriksaan Penunjang :
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold
standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula
untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur
emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien
masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata
bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan
11
endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) dapat dilakukan.
Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan
pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. Pemeriksaan lain yang
sering dilakukan antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis,
faal hati, faal ginjal, gula darah, elektrolit, golongan darah, rontgen
thoraks, dan elektrokardiografi.
2. Patofisiologi
Gambar 1. Patofisiologi Melena (Porter et al., 2008).
12
Ulkus peptikum,Gastritis erosifVarises esofagus, Ruptur mukosa esofagogastrika
Erosi
Perdarahan masif di proksimalPertahanan mukosa menurun
Barier terhadap asam lambung menurun
Pembentukan hematin 6-8 jam dengan perdarahan sebanyak 50-100 cc
Kontak darah dengan asam hidroklorida dan bakteri melewati traktus
gastrointestinal Konversi
Sekresi mukus sedikit
BAB berwarna hitam
3. Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan melena meliputi tindakan umum dan
tindakan khusus antara lain (Djumhana, 2011):
a. Tindakan umum:
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap
pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat
segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk
pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
1) Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum (kateter) yang
besar minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi.
Dianjurkan pemasangan CVP.
2) Oksigen sungkup/ kanula. Bila ada gangguan A-B perlu dipasang
ETT.
3) Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine
4) Memonitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan
lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.
5) Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
6) Pemberian vitamin K, obat penekan sintesa asam lambung (PPI), dan
terapi lainnya sesuai dengan komorbid
7) Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan
endoskopi
b. Tindakan Khusus
1) Varises gastroesofageal
Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.
i. Otreotid
ii. Somatostatin
iii. Glipressin (Terlipressin)
Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau
Minesota
Terapi endoskopi
i. Skleroterapi
ii. Ligasi
13
Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS (Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi
spleno – porta.
Terapi pembedahan
i. Shunting
ii. Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
iii. Devaskularisasi + splenektomi
2) Tukak peptik
Terapi medikamentosa
i. PPI
ii. Obat vasoaktif
Terapi endoskopi
i. Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan, glue, etanol)
ii. Termal (koagulasi, heatprobe, laser)
iii. Mekanik (hemoklip, stapler)
Terapi bedah.
4. Komplikasi
a. Intraktibilitas, yaitu ulkus yang membandel, yang berarti bahwa terapi
medik telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat. Penderita dapat
terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, sering
memerlukan perawatan di RS atau hanya tidak mampu mengikuti cara
pengobatan.
b. Perdarahan, feses dapat positif akan darah samar atau mungkin hitam dan
seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis
(muntah darah), menimbulkan syok dan memerlukan transfusi darah dan
pembedahan darurat.
c. Syok hipovolemik, menurunnya volume intravaskuler oleh karena
perdarahan yang dapat berlanjut menjadi penurunan kesadaran (Davey,
2006).
d. Gagal Ginjal Akut, terjadi akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.
14
BAB IV
KESIMPULAN
1. Melena adalah keluarnya tinja (feses) berwarna gelap dan lengket
dikarenakan bercampur dengan asam lambung yang menunjukkan perdarahan
saluran pencernaan bagian atas .
2. Etiologi melena dapat berasal dari adanya gangguan di esofagus dan
lambung. Kelainan di esophagus antara lain adanya varises esofagus,
karsinoma esofagus, sindroma Mallory Weiss, esofagitis, dan tukak Esofagus.
Sedangkan kelainan di lambung seperti gastritis erosif hemoragika, tukak
lambung, dan karsinoma lambung.
3. Prinsip-prinsip penegakan diagnosis melena dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dalam prosedur
diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard.
4. Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien
yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat segera
dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Caestecker, J.d., 2011. Upper Gastrointestinal Bleeding Clinical Presentation, Hahnemann University. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/187857 clinical#a0216 (Accesed 1 Mei 2011)
Davey, Patrick. 2006. At A Glance: Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Djumhana, A. 2011. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Makalah.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding dalam Current
Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-Hill
Companies.
Hadi, S. 2002. Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni.
Laine, L., 2008. Gastrointestinal Bleeding dalam Harrison’s Principles of
Internal Medicine: 17th ed. Vol 1. USA: McGraw-Hill Companies.
Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA:
Merck Research Laboratories.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. 1999. Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC.
16