mekanika terbang yang aman

27
0 Dr. Ir. H. Iwan Kusmarwanto © 2012

Upload: muhammad-mustain

Post on 22-Jul-2015

168 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Dr. Ir. H. Iwan Kusmarwanto

20120

MEKANIKA TERBANG YANG AMAN

I.

Pendahuluan Disaat ASEAN Summit November 2011 yag lalu, sebuah operator penerbangan

(airline) di Indonesia telah melaksanakan pemesanan untuk 230 unit pesawat terbang dari sebuah industri pesawat terbang di Amerika. Beberapa bulan sebelumnya, sebuah operator penerbangan yang lain juga melakukan pemesanan untuk beberapa puluh pesawat jet transport dari sebuah industri pesawat terbang yang lain di Blazil. Sementara itu PT. DI sebagai industri penerbangan lokal juga telah siap untuk mengkonstruksi pesawat terbang berpenggerak propeller CASA 295, dan sebuah operator penerbangan yang lain telah membeli pesawat berpenggerak propeller buatan China. Ini menunjukkan bahwa dalam tahun-tahun mendatang, lalu lintas udara di Indonesia akan cukup ramai, dengan berbagai type pesawat terbang yang dioperasikan. Perlu pula diingat, bahwa pada periode 2001 2010, Boeing telah menerbitkan sebuah report tentang kecelakaan pesawat terbang yang fatal, dengan kejadian pada terbang take off 10%; fase climb 17%; fase cruise 11%; fase approach 16% dan fase landing 36%. Terlihat bahwa salah satu fase terbang yang kritis adalah fase landing, padahal ini merupakan akhir suatu proses terbang dalam transportasi udara. Sementara fase take off yang merupakan tahap awal terlihat lebih rendah prosentasenya. Tulisan ini dibuat untuk memberikan wacana engineering yang benar tentang sistem transportasi udara.

1

II.

Fase - Fase Terbang.

2.1

Take Off (Lepas Landas).

Altitute (ketinggian) 0 50 Ft. Take off (lepas landas) adalah fase terbang pertama yang akan membawa pesawat terbang mengudara. Sebagai alat pengendali terbang adalah elevator yang digerakkan oleh pilot lewat tongkat kemudi (control stick) dengan gerakan searah dengan sumbu X. Elevator untuk pesawat-pesawat transport (airliner) merupakan bagian dari horizontal tail (bagian ekor yang mendatar). Sedangkan pada pesawat-pesawat tempur yang membutuhkan kelincahan gerak dan respons yang cepat, elevator biasanya merupakan keseluruhan dari horizontal tail, yang dapat digerakkan seluruhnya dengan kontrol stick, sehingga disebut all moving elevator tail. Gerak pitch up ini adalah dalam bidang XoZ dengan sumbu Y sebagai pusat rotasinya. Dari posisi parkirnya dimana pesawat dimuati (loading), baik berupa kargo atau penumpang, pesawat kemudian dibawa kejalur pacu (run way) dengan taxying lewat apron penghubungnya. Dari ujung run way (threshold) yang disebut titik nol, pesawat kemudian digerakkan dan diberi akselerasi sampai mencapai V lift Of (kecepatan tinggal landas) sebesar 1,2 V stall-nya.

Cl max = koefisien gaya angkat maksimum dengan high lift devices terpasang penuh. Begitu VLO tercapai, maka pesawat akan diberi gerakan pitching up, sehingga membuat sudut LO dengan run way, yang memungkinkannya untuk mengudara. Jarak dari S ground sama degan jarak dari titik nol ke posisi lift of atau mengudara.

Dimana: a W = Akselerasi pesawat = Berat pesawat = MTOW 2

= Koefisien friksi / kekasaran run way =

AR b c T

= Aspect Ratio sayap = b/c = lebar (span) sayap = Chord (sumbu) sayap = Gaya dorong yang dihasilkan mesin penggerak.

Saat sudah lepas landas dari runway (mengudara)

=

CL max = koefisien lift maksimum dengan high llift devices teraplikasi penuh (slats & flaps terpasang)

max = fixed + LO

Cl

max maxCl max Gambar: 1 Cl vs

Pada gambar 1 (Cl vs ) dengan variasi penggunaan high lift devices, kita dapat melihat bahwa pada sudut fixed,

Cl dengan tambahan HLD terlihat cukup tinggi

3

dibandingkan dengan tanpa HLD, sedangkan pada posisi max + HLD Cl yang terjadi jauh lebih tinggi lagi. Pada saat lepas landas, tetapi roda-roda pesawat belum mngudara semua, maka sudut serang sayap masih tetap pada sudut serang fixed yang merupakan sudut tetap sayap terhadap fuselage (body).

Cl fixed tanpa HLD =

Dimana MTOW R Vcr S = Maximum take of weight = berat jenis udara pada ketinggian terbang = target kecepatan menjelajah = wing area (luas sayap)

Dari persamaan diatas dan grafik Cl Vs , dapat dilihat bahwa: Saat ground run (pesawat berakselerasi diatas landasan), gaya dorong pesawat harus dapat mengimbangi gaya untuk berakselerasi ditambah gaya hambatan karena friksi antara roda-roda pesawat dengan runway, serta drag (hambatan aerodinamika) = V2. S Cd. Dimana V a t Cd = adalah berat jenis udra di ketinggian terbang = kecepatan dilandasan = a x t = akselerasi gerak pesawat di runway = waktu sejak berakselerasi. = koefisien gaya hambat aerodnamika = Cdz + Cdi = Cdz + Cl terpasang. Begitu pesawat mengudara (air borne), o o Gaya friksi antara roda pesawat dengan landasan sama dengan nol. Sudut serang pesawat LO adalah sudut antara fuselage pesawat dengan run way, = Kofisien gaya angkat pada sudut fixed dengan HLD

4

o

Komponen Cl pada Cdi (induced drag) adalah harga max + HLD (sudut serang sayap dengan HLD terpasang).

o

T= thrust (gaya dorong) maksimum yang dapat dihasilkan oleh mesin penggerak.

Catatan: Pada pesawat-pesawat transport (airliner), gaya dorong maksimum yang dapat dihasilkan oleh sistem propulsi (T max continous) berkisar 0,25 0,3 MTOW Pada saat lepas landas gaya dorong diset pada 150 % Tmax continous,

untuk

mengatasi gaya-gaya berlebih awal. Kondisi ini hanya boleh diaplikasikan selama maksimum 5 menit saja. Mekanika terbang untuk lepas landas yang aman adalah o o Pesawat berakselerasi di run way sampai kecepatan VLO tercapai Pesawat membuat gerakan pithcing up dengan apliksi elevator, sehingga sudut max pada sayap tercapai dan pesawat dapat lengsung mengudara (air borne) o Apabila pada setengah panjang jalur pacu akselerasi terkendala atau kecepatan diperkirakan tidak mampu mencapai VLO, proses lepas landas harus dibatalkan (aborted). Proses tinggal landas harus tetap berada dalam satu bidang referens yaitu bidang XoZ saja. Karena sumbu Y adalah sumbu putarnya. LO tidak mungkin akan melebihi max dikurangi fixed. Pilot akan melakukan gerakan pitch up lewat tuas kemudi (control stick). Bagian belakang fuselage pesawat terbang dirancang agar apabila sudut pitching up melebihi LO, maka akan terjadi gesekan antara fuselage dengan landasan. Saat pesawat dalam tahapan uji coba kinerja, dengan bagian belakang fuselage yang diberi lapisan penguat, test pilot akan memberikan sudut pitch up yang maksimum, sedikit lebih dari LO (0,5 1), dengan fuselage bagian belakang yang menggeser pada landasan pacu, pesawat diakselerasi dan kecepatan diukur dengan MTOW saat uji coba sama dengam nilai rancangan. Maka pada kecepatan lift off (VLO), pesawat akan langsung mengudara.

5

2.2

Climb (Menanjak) Altitude 50 ft sampai Cruising altitude (ketinggian jelajah).

Gambar 2 Fase Climb (menanjak)

L

= W Cos

ET (Extra Thrust) = T D W sin = Climb angle = Sudut serang sayap

Gerakan menanjak/mendaki ini adalah lanjutan dari tahap tinggal landas. Pengendalian oleh pilot dilaksanakan dengan kontrol stik juga yang menggerakkan elevator. Apabila tidak digabungkan dengan gerakan lain seperti banking atau yawing, tahap climb ini masih berada pada bidang XoZ, dengan sumbu putar pada sumbu Y. Climb atau menanjak dapat dibagi dalam dua tahapan:

2.2.1

Initial Climb : 50 ft 600 ft

Altitude

Climb angle = LO Thrush adalah pada posisi maksimum continous, bukan lagi Thrust untuk take off yang hanya boleh dioperasikan maksimum 5 menit. ET = extra thrust = thrust yang digunakan untuk berakselerasi, semakin besar ET semakin besar pula kecepatan yang dapat dipakai dalam waktu yang lebih pendek.

6

Pada kondisi initial climb, pesawat seharusnya hanya bergerak dibidang XoZ saja, karena altitute yang masih rendah (< 600 ft) dan pesawat masih perlu berakselerasi. High lift devices masih digunakan, namun tidak penuh, karena slats (leading edge HLD) dapat kembali pada posisi nol, sedangkan flaps masih diaplikasikan sebagian agar pada sudut serang fixed, Cl operasional lebih besar dari Clfixed

2.2.2

Final Climb / Cruise limb

Altitude 600 ft Cruising altitude. Untuk pesawat jet komersial, cruising altitude berkisar antara 28000 ft 39000 ft. Dengan target pencapaian ketinggian yang cukup besar, sudut tanjak (climb angle) lebih kecil dari LO, dan pesawat terus diusahakan berakselerasi secara tetap. Pesawat yang digerakkan dengan propeller, baik mesin penggeraknya adalah cycle oto seperti mesin piston (inradial), atau mesin-mesin dengan bryton cycle, seperti mesin tuboprop, mempunyai cruising altitude < 25.000 ft. Posisi thrust tetap pada maximum continous, agar extra thrust yang tersedia cukup besar untuk melanjutkan pesawat berakselerasi menuju ke ketinggian terbang jelajahnya. HLD diusahakan minim, sehingga induced drag dapat ditekan, dan CL operasional mendekati Cl fixed. Catatan: Karena posisi jalur pacu dilapangan-lapangan terbang tidak tetap, dan arah proses tinggal landasnya tidak selalu kearah tujuan terbang (destinasi), maka selama proses final climb ini terjadi pula proses yawing atau banking guna mengarahkan pesawat menuju ke target destinasinya. Ini berarti gerakan pesawat selama final climb sudah harus dalam 3 dimensi, untuk itu perlu diperhatikan kondisi-kondisi terbang yang lain, seperti yawing dan banking tersebut.

7

2.3

Turning Flight (Berbelok) 2.3.1 Yawing

Yawing adalah gerakan merubah arah terbang dengan sumbu Z sebagai poros putarnya. Dengan merubah posisi rudder akan dihasilkan gaya yang menghasilkan momen putar terhadap titik beratnya. Sudut slide slip adalah sudut yang dibentuk antara fuselage dan sumbu X. Maka gerakan berputar ini tetap berada di satu bidang datar XoY. Vektor lift (gaya angkat) yang tegak lurus pada arah aliran dengan titik tangkapnya di aerodynamic center tidak berubah, sehingga tidak perlu terjadi perubahan kecepatan untuk mempertahankan kondisi terbangnya. Gaya angkat yang dihaslkan oleh sayap : L = W = . V2. S. Cl Dimana V S Cl = Density udara peda ketinggian terbang. = Kecepatan terbang. = Luasan sayap. = Koefisien gaya angkat.

Pilot dengan mengoperasikan rudder dapat mengatur kapan gerakan yawing akan dilaksanakan dan sejauh mana limit dari gerakan tersebut. Posisi penumpang dipesawat terbang akan tetap mendatar, kecuali apabila gerakan yawing ini dilakukan bersama dengan gerakan climb misalnya. Gerakan rudder untuk yawing ini dihasilkan dari reaksi pedal-pedal yang di tekan oleh pilot dengan kakinya. Karenanya gerakan yawing yang dihasilkanpun tidak mendadak, melainkan secara bertahap.

Catatan: Pesawat-pesawat tempur yang dirancang untuk egail (lincah), atau mampu menghasilkan gerak yang cepat (fast response) selalu mempunyai vertikal tail yang dapat berputar semuanya (all moving vertical tail), sehingga gaya yang digunakan untuk membangkitkan momen putar dapat secara spontan terlaksana. Pesawat-pesawat transport (airliner) yangbesar, biasanya mempunyai jarak yang cukup panjang antara titik berat dengan unit vertical tailnya. Gaya yang dibutuhkan untuk membuat momen putar gerakan yawing cukup kecil saja, karena dimensi lengan momen

8

yang cukup besar. Maka, tidak seluruh bagian vertical tail itu dapat menghasilkan gaya apabila pedal dikaki pilot dioperasikan.

2.3.2

Banking

Gerakan banking adalah gerakan untuk memutar arah pesawat terbang dengan X sebagai sumbu putarnya. Pilot melaksanakan gerak ini lewat kontrol stick yang digerakkan searah sumbu Y, dengan mengaktifkan aeleron (luasan kendali yang berada didaerah ujung luar sayap). Pada aeleron akan dihasilkan gaya-gaya yang berlawanan arah pada kedua ujung sayap, sehingga menghasilkan momen putar dengan phi sebagai sudut putarnya, dan X sebagai pusat rotasinya. L cos L

L sin W

Gambar 3. Banking

Berbeda dengan fase-fase terbang sebelumnya, pada kondisi banking vector lift (gaya angkat) yang tegak lurus pada titik aerodinamic pesawat posisinya menjadi condong dan tidak segaris lagi dengan vektor W (berat pesawat terbang). Komponen gaya angkat yang harus mengimbangi W adalah L cos atau L = W/cos = W.n n = load factor L sin = Sentrifugal force (SF)

Ini berarti bahwa besarnya gaya angkat yang dihasilkan oleh sayap pesawat terbang harus lebih besar dari beratnya.

9

L = W.n = .. V2. S.Cl.n

Dengan kata lain apabila kecepatan saat banking tidak lebih tinggi dari saat terbang lurus, maka pesawat terbang akan kehilangan ketinggiannya atau side slipping down. Sementara itu gaya L sin yang arahnya menyamping, akan merupakan gaya sentripetal yang memutar pesawat terbang tersebut membuat suatu lintasan lengkung baru. Sekarang apabila pesawat agar nampu menghasilkan tambahan gaya angkat tanpa merubah kecepatannya, gaya dorong (thrust) nyang dibutuhkan harus dinaikkan, karena induced drag akan naik dengan aplikasi HLD tersebut. Maka perlulah difahami oleh para pilot bahwa saat melakukan banking, peswat harus berjarak cukup tinggi dari ground, agar saat pesawat berkurang gaya angkatnya dan side slipping down, ada ketinggian cukup untuk melakukan recovery. Dan dengan cepat sudah dikembalikan ke posisi straight and level lagi. Pesawat-pesawat tempur yang perbandingan T/W nya mendekati atau bahkan lebih dari 1, dapat memudahkan melakukan banking dengan aman, karena keberadaan kelebihan thrust membuat pesawat tersebut lebih fleksibel dalam mengatur kecepatan dan thrust yang didaya gunakan.

Catatan: Banking dengan suatu sudut tertentu akan menambah kebutuhan lift (agaya angkat) karena akan terjadi load faktor n yang lebih besar dari 1, sehingga gaya dorong mesin perlu ditambah untuk mengatasi tambahan hambatan dan meningkatkan kecepatan terbang. Apabila saat fase climb pesawat terbang juga melakukan banking pada pesawatpesawat transport, besarnya ET (extra thrust) tidak mungkin lagi untuk melakukan akselerasi, sehingga pesawat terbang terpaksa harus mengalami penurunan ketinggian terbang. Ini berarti sesudah gerakan banking selesai atau pesawat sudah berada pada jalur terbang yang dituju, proses menanjak harus diulang lagi, karena ada ketinggian yang tadi dikorbankan untuk banking. Tetapi apabila untuk merubah arah terbang saat pesawat dalam fase menanjak dilaksanakan dengan yawing, tidak

10

perlu ada kehilangan ketinggian yang dialami pesawat terbang, karena vektor gaya angkatnya masih searah dengan vektor berat pesawat terbang. Jadi kombinasi antara fase climb dengan banking harus mewaspadai kehilangan ketinggian yang mungkin sudah terjadi saat pesawat kembali pada posisi level. Sementara dengan mengkombinasikan fase climb dan yawing, tidak perlu mewaspadai adanya kehilangan ketinggian diatas.

2.4

Cruising < 20.000 ft untuk pesawat-pesawat yang digerakkan dengan propeller < 60.000 ft untuk pesawat dengan tubojet/turbofan

Altitude :

Kondisi pesawat : Straight & level pada kecepatan diusahakan konstant Sudut serang sayap : fixed. Cruising atau menjelajah adalah fase terbang untuk mencapai tujuan terbang yang ditargetkan. Sesuai dengan kemampuan pesawat yang dirancangkan. Sesuai dengan perancangannya dikenal: Pesawat2 Short haul (jarak dekat), phase cruising < 3 jam non stop Pesawat2 Medium distance (Jarak menengah), phase cruising < 6-7 jam non stop. Pesawat2 long distance (jarak jauh), phase cruising < 15 jam non stop. Fase cruising dalam dilaksanakan dengan dua pilihan : 1) Constant Altitude dengan speed variable 2) Constant Altitude dan speed. Saat fase cruising, secara bertahap berat pesawat terbang akan berkurang karena terjadi pengurangan berat bahan bakar yang terpakai. Kalau diperhatikan persamaan gaya angkat untuk kondisi straight & level : L = . V2. S. Cl .

Dimana

v = kecepatan jelajah Cl = Cl fixed = sudut serang sayap yang dirancang S = Luas sayap netto tanpa ada HLD (high lift devices) yang terpasang. Dengan W yang mengecil, untuk memproduksi gaya angkat yang cukup guna

mengimbangi berat pesawat terbang, kecepatanpun perlu dikurangi agar pesawat tidak semakin lama terbangnya semakin tinggi.

11

Ini berarti semakin ringan pesawat terbang semakin kecil pula kecepatan terbang yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya angkat yang sama dengan beratnya. Untuk pesawat-pesawat yang shot haul atau bahkan yang medium distance, pengurangan beban karena bahan bakar yang digunakan tidaklah terlalu mencolok, karena jumlah berat bahan bakar tidak lebih dari 20% berat totalnya, sehingga pengurangan kecepatan yang akan terjadi dengan automatic flight control tidak terlalu besar. Pesawat2 terbang jarak jauh (long distance arliner / cargo) dengan jarak jangkau yang ditempuh akan menggunakan waktu terbang lebih dari 10 jam secara nonstop, perlu dilengkapi dengan sistem. Dengan jam terbang yang panjang dan kecepatan yang diharapkan konstan, pesawatpesawat jarak jauh biasanya menghabiskan 0,2 0,25 total beratnya untuk bahan bakar. Ini berarti tanpa dilengkapi dengan kemampuan untuk triming area pada sayap yang dapat membatasi area luas sayap yang digunakan untuk menghasilkan gaya angkat. Pesawat akan mampu untuk menjelajah dengan ketinggian dan kecepatan tetap. Sementara itu dengan berkurangnya gaya angkat yang dibutuhkan, akan berkurang pula induced drag yang harus diimbangi oleh thrust (gaya dorong mesin). Untuk menjaga kecepatan tetap (karena dengan gaya dorong yang sama dan induced drag yang berkurang, kecepatan menjelajah dapat naik dengan sendrinya), pada sistem engine control yang mengatur jumlah bahan bakar yang disupply ke ruang bakar, akan mengurangi konsumsi bahan bakar secara bertahap pula. Maka sistem auto flight control mencakup penggunaan wing area trimer dan fuel supply adjuster. Sekarang yang perlu diperhatikan oleh pilot adalah bagaimana menjaga agar ketinggian terbang tetap dengan memastikan sistem navigasi yang digunakan dapat mengakomodasi kebutuhan ini. Komunikasi antara pilot dengan para air traffict controller saat melintasi daerah-daerah kerja masing-masing ATC harus selalu dilaksanakan dengan disiplin, agar setting daripada sistem navigasi selalu terjaga secara berkesinambungan.

12

Catatan: Pada saat cruising, kinerja mesin yang terjaga agar beoperasi secara optimal dan penggunaan fasilitas-fasilitas autoflight dapat menyederhanakan tugas pilot dalam mengendalikan pesawat terbangnya. Komunikasi dengan ATC disepanjang perjalanan, perlu untuk menyesuaikan setting sistem setting navigasi yang ada di pesawat terbang dari waktu ke waktu, dan informasi-informasi yang terkini untuk daerah terbang yang ditempuh. Pesawat-pesawat terbang masa kini, banyak yang sudah menggunakan sistem kendali fly by wire. Pilot harus selalu memperhatikan apakah sistem kendali fly by wire-nya dijaga dengan suplly listrik yang di back-up dengan sistem battery yang handal. Bebrapa kecelakaan pesawat terbang pernah terjadi saat menjelajah, yang diakibatkan oleh sistem supply daya dari auxiliary power unit di mesin penggerak tiba-tiba menjadi lumpuh karena pesawat tersambar petir, sedangkan back-up batterynya dalam kondisi mal-fungsi. Akibatnya sistem kendali fly by wire menjadi lumpuh dan pesawat mengalami kecelakaan karena sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Pilot juga harus memonitor dari waktu ke waktu pemakaian bahan bakar yang digunakan mesin, terutama untuk pesawatpesawat terbang dengan mesin penggerak lebih dari dua. Konsumsi bahan bakar dari satu engine yang tiba-tiba melonjak menandakan adanya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebakaran disalahsatu engine yang perlu segera di batasi penggunaannya, dengan membatasi supply bahan bakar ke engine tersebut. Sistem kontrol digital yang terpasang pada pesawat-pesawat terbang masa kini biasanya akan memberikan alarm apabila tibatiba terjadi peningkatan demand atas bahan bakar tanpa penambahan akselerasi. Respon yang tepat dari pilot untuk melakukan koreksi sangat dibutuhkan. Pesawat-pesawat bermesin turbojet memerlukan perhatian lebih dari pilot, karena sistem intercooler pada kompresornya menggunakan sarana tambahan yang tidak langsung menyatu dengan mesin, sementara mesin-mesin jenis turbofan menggunakan by-pass air-nya yag digunakan untuk mendinginkan komponenkompone mesinnya sendiri, sperti kompressor dan turbine, dan semuanya terintegrasi penuh pada unit engine tersebut.

13

2.5

Descend (menurun)

Altitude : cruising altitude ke 600 ft Fase descend dimulai saat pesawat terbang meninggalkan ketinggian jelajahnya (cruising altitude)sampai ke ketinggian 600 ft (200meter), dimana secara bertahap pewasat terbang membuang potensial energi yang dimilikinya. Pesawat-pesawat terbang komersial (airliner) yang digerakkan dengan mesin-mesin jenis turbojet atau turbofan, biasanya mempunyai cruising altitude antara 28.000 ft 38.000 ft, sehingga saat melakukan fase descent ada pengurangan ketinggian terbang yang besar, dan agar kenyamanan penumpang dapat terjaga proses harus berlangsung secara bertahap dan diusahakan sangat halus. Biasanya fase descend dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu :

2.5.1

Cruise descend Dari ketinggian 25.000 ft+

sampai ke ketinggian 6000 ft, dimana engine

kinerjanya betul dapat dibatasi karena energi yang digunakan untuk fase menurun ini sebagaian dengan memanfaatkan energi potensial yang sudah dimiliki pada ketinggian awalnya. Dengan demikian pemakaian bahan bakar pada mesin-mesin penggerak dapat dibatasi dan pilot akan memberikan pitch down dengan stick control kemudi dengan sudut serang sayap dari fixed turun kurang lebih 1 1,5 derajat, dan proses menurun ini akan menerbangi jarak yang cukup jauh < 100 -130 km dari landasan (jarak diukur pada permukaan bumi) atau true air rain. Pilot harus menjaga agar kecepatan terbang yang dilakukan tidak melebihi kecepatan jelajahnya, dan karena keberadaan sudut penurunan maka hambatan aerodimanika (drag) yang dihadapipun berkurang. Pesawat akan mampu mengurangi pemakaian bahan bakar pada pemakaian mesin penggeraknya.

14

Gambar 4. Fase Descend

Sistem pengendali pesawat (flight control sistem) secara otomatik akan mengatur apakah pesawat terbang perlu menggunakan HLD nya, serta fasilitas trimming untuk mempermudah pilot mengemudikan pesawatnya secara aman dan halus. Cruise descend ini cukup aman karena ketinggian terbang yang dituju adalah 6.000 ft.

2.5.2

Final descend Alitute 6000 ft 200 ft, dengan jarak tempuh kurang dari 30 km

Untuk fase ini HLD sudah diaktifkan, agar koefisien lift dapat ditambah sehingga pesawat dapat diterbangkan lebih rendah. Saat final descend ini pilot sudah harus mulai melaukan komunikasi dengan menara landasanyang dituju, agar setting dari sistem avionik pesawat terbang baik secara manual atau automatik sudah sesuai dengan kondisi setempat. Pengendalian arah dari pesawat untuk menuju kesuatu jalur yang lurus dengan landasan yang dituju, sedapat mungkin telah selesai pada fase ini, disaat ketinggian terbang masih aman untuk melakukan perubahan yang sifatnya cukup tajam, seperti memutar 180 derejat atau kurang. Menjelang ketinggian 600 ft, semua fasilitas HLD sudah diset untuk proses pendaratan. Pilot harus memperhatikan manual pesawat terbang yang dikemudikannya, agar setting dari HLD sudah benar-benar pada posisi mendarat. Biasanya untuk take off atau lepas landas, sudut flaps diset 5 derajat lebih tinggi dari saat mendarat. Ini berarti CL maksimum yang dapat dihasilkan sayap dengan bantuan HLD nya akan lebih tinggi saat mau mendarat, agar kecepatan approach yang akan dijalaninya dapat cukup

15

rendah, tetapi dalam batas aman (belum mencapai V stall nya). Pilot juga harus mewaspadai agar pada saat final descend ini pesawat agar diterbangkan lebih halus supya tidak menimbulkan getaran karena keceptan yang terlalau rendah.

Catatan: Keseluruhan proses descend akan membawa pesawat terbang dari ketinggian jelajahnya sampai ke ketinggian siap untuk mendarat. Konsentrasi pilot harus dijaga tetap tinggi agar setting up alat-alat avionic maupun kondisi terbang pesawat benar-benar dalam kondsi aman. Merubah arah pesawat terbang agar sesuai dengan kondisi landasan yang dituju, harus diusahakan tidak menggunakan mekanika terbang yang mengakibatkan terjadinya faktor beban (load factor = n) saat pesawat melakukan banking. Maka gaya angkat yang harus dibangkitkan oleh sayap perlu ditambah, agar pesawat terbang tidak terpaksa kehilangan ketinggian terbangnya akibat adanya side slipping. Untuk itu gerakan-gerakan memutar (turning) harus diusahakan dengan yawing dan dikendalikan lewat pedal-pedal kaki oleh pilot, yang dapat menjaga agar vektor gaya angkat lift tetap berada pada bidang vertikal yang sama dengan vektor berat pesawat terbang. Ada kecenderungan pilot-pilot yang kurang berhati-hati akan selalu memilih banking daripada yawing, karena pesawat langsung digerakkan dengan kontrol stik dengan tangannya saja, sedangkan pedal kaki tetap pada kondisi pasif. ATC dalam memandu pesawat terbang yang akan mendarat agar pada posisi aman, menginstruksikan pilot agar pesawat dapat searah dengan landasan yang akan didaratinya. Para ATC yang menggunakan radar dapat memandu dengan detail, sedangkan yang tidak menggunakannya harus dengan visual capacity dan harus memandu pilot agar memilih arah yang benar. Pilot harus menyadari penuh bahwa pada saat melakukan descend, energi

potensial dari pesawat terbang harus secara bertahap digunakan untuk gerak. Ini berarti engine pesawat kinerjanya dikurangi. Apabila karena melaukan gerakan banking kebutuhan gaya angkat akan bertambah, perlu kehati-hatian pilot dalam mengatur kinerja mesin untuk mempercepat laju pesawat agar gaya angkat yang dihasilkan dapat mempertahankan ketinggian terbangnya. Oleh karenanya apabila

16

diperlukan merubah arah terbang pesawat baik dengan banking atau yawing, masih ada cukup ketinggian untk melakukan recovery apabila terjadi side slipping karena pesawat kekurangan gaya angkat.

2.6 Approach (Mendekat Ke Landasan) Altitude: 600 ft 50 ft Setelah pesawat terbang sudah menurun secara bertahap sampai ke ketinggian 600 ft, maka fase approach ini akan membawa pesawat terbang ke ketinggian 50 ft untuk kemudian mendarat. Tahap approach ini karena merupakan persiapan untuk mendarat ditujuan yang menjadi targetnya, pilot dituntut agar dapat melaksanakannya dengan aman dan terkendali penuh. Untuk itu perlu diperhatikan : High lift devices (HLD) pada sayap (Flaps dan slats) sudah diset untuk fase mendarat, dimana defleksi dari flapsnya biasanya lebih besar dari defleksi yang di laksanakan saat pesawat akan take off (tinggal landas). Tujuannya adalah meningkatkan nilai koefisien gaya angkat maksimum (Cl max) pada sudut serang sayap yang optimal. Saat approach ini kinerja engine dikurangi agar kecepatan terbang secara bertahap dapat diatur menjadi 1,2 Vstall, mengingat saat touch down kecepatan mendaratnya harus sama sepert itu. Pada saat turbulensi udara didaerah lapangan terbang tinggi, terutama saat terjadi hujan angin didaerah bandara yang dituju, pilot harus siap untuk merubah dari posisi menurun kembali ke menanjak lagi dengan meningkatkan kinerja mesin, apabila dikhawatirkan pesawat mungkin gagal mendarat karena kondisi udara setempat. Panduan dari ATC untuk membatalkan pendaratan agar pesawat kembali menajak, harus diberikan tepat waktu agar pilot sempat melakukan perubahan fase terbang itu dengan aman dan terkendali penuh. Setting dari avionics baik secara otomatis ataupun manual, harus benar-benar sudah sesuai dengan kondisi landasan yang dituju. Ini untuk memastikan agar ketinggian terbang, temperatur udara sekeliling maupun tekanan udara lokal sudah terinputkan kesistem avionics yang ada.

17

Pilot harus mengusahakan dengan bantuan ATC agar dia dapat melihat dimana posisi landasan dan center line nya untuk mengkoreksi apabila perlu arah terbang dari pesawat yang dikendalikannya.

2.7 Landing (Mendarat) Secara devinisi proses pendaratan dimulai dari saat ketinggian terbang masih diatas 50 ft dari run way, dan pesawat bergerak dengan kecepatan approach speed (1,2 1,3 Vstall) dan kemudaian menyentuh runway (touch down) yang disusul deng ground run diatas runway sambil melakukan pengereman, sehingga kemudian pesawat dapat dikemudikan menuju ke tempat parkir yang disediakan dengan kecepatan aman dan terkendali penuh. Ini berarti bahwa pesawat terbang selain menggunakan gaya dorong dari mesin penggerak juga sambil menggunakan dan menghabiskan energi potensial yang masih dipunyainya. Pilot harus menyadari bahwa dalam kondisi demikian, pesawat harus mampu melakukan perlambatan agar kecepetan approach yang tidak menjadi semakin tinggi, sehingga membahayakan struktur under carriage (sistem roda pesawat) dan fuselage yang merupakan struktur penyangga dari undercarriage tersebut saat rodaroda pertama kali menyentuh pendaratan. Ada tiga hal yang harus benar-benar dipahami oleh seorang pilot: 1) Vstall landing = Dimana LMW = Maksimum landing weight = berat maksimum saat mendarat

dengan bahan bakar yang dibawa masih 30% - 50%. Karenanya apabila saat take off atau lepas landas setelah mengudara pilot harusmemutuskan untuk mendarat kembali karena adanya gangguan teknis yang fatal, pesawat harus membuang sebagiab bahan bakarnya diudara sebelum kemudian mendarat kembali. Cl maks pada persamaan diatas dicapai pada sudut serang maks dengan HLD terpasang penuh. Ini berarti sudut landing fuselage = (maks + HLD) fix tidak sama dengan nol, atau fuselage harus membuat sudut positif terhadap runway. Selain itu aplikasi HLD pada saat landing dengan memposisikan flats flaps lebih optimal, akan menggesar grafik Cl- saat landing lebih ke kiri pada dan nilai Cl

18

maks dicapai pada harga maks lebih kecil dibanding saat take off, yang berarti pula sudut fuselage terhadap runway dapat lebih kecil.

2)

Untuk melakukan pengereman dari ketinggian 50 ft sampai touch down, pesawat harus dapat membangkitkan hambatan (drag) yang cukup. Dan ini dapat otomatis tercapai karena struktur undercarriage akan menambah zero lift drag dan nilai Cl maks yang tinggi akan menghasilkan inducd drag ( )

Disini terlihat bahwa untuk mendarat dengan baik fuselage pesawat terbang harus membuat sudut dengan runway untuk membangkitkan Cl maks yang optimal. Ini dapat dianalogikan dengan kejadian nyata bagaimana seekor burung saat akan hinggap disuatu tempat membuka lebar sayap-sayapnya dan badannya membuat sudut positif dengan tempat dituju.

Gambar 5. Analogi Pendaratan Pesawat dengan Pendaratan Burung

3)

Saat pertama kali roda-roda pesawat terbang menyentuh landasan, gaya dorong mesin berada pada posisi minimal agar energi yang dibawa pesawat adalah sisasisa energi potensialnya, dan getaran yang dirasakan oleh penumpang dapat ditekan. Aplikasi pengereman tambahan baik dari penggunaan fasilitas rem pada rodaroda maupun drag cut pada sayap peswat terbang maupun engine reverse thrusht (pengereman dengan mesin dengan cara menutup jet flo dari mesin gas turbine) 19

sehingga mengahasilkan efek pengereman, baru diaksanakan apabila semua roda berada diatas runway. Dan prosesnya pun harus bertahap agar tidak menimbulakan sentakan yang dapat mengganggu kenyamanan penumpang.

Pilot sebagai operator/pengemudi/pengendali pesawat terbang dengan sekian penumpang atau kargo harus benar-benar berkonsentrasi penuh saat proses pendaratan ini, mengingat fase terbang mendarat adalah akhir dari sebuah perjalanan terbang, maka keselamatan dan keamanan pesawat terbang secara keseluruhan harus dapat dijaga penuh.

20

III.

Gaya Dorong Untuk Terbang.

Sayap-sayap pesawat terbang dirancang untuk menghasilkan gaya angkat (lift) yang cukup agar pesawat mampu mengudara dan bahkan mencapai ketinggian jelajahnya. Karena gerakannya membelah udara ini, pesawat terbang harus dapat mengimbangi gaya hambatan (drag) yang terjadi. Untuk itu pesawat-pesawat terbang harus membawa mesin-mesin penggerak untuk menghasilkan gaya dorong yang dibutuhkan. Apabila unit-unit propulsi ini dianggap sebagai suatu bentuk silinder.

Vin

Vout

Vin Vout

: Kecepatan aliran udara masuk unit propulsi. : Kecepatan aliran udara keluar unit propulsi. : Massa aliran udara persatuan waktu. : .A.Vin

A

: Diameter cilinder. = (Vout Vin)

Gaya dorong (Thrust)

Kinetik energi yang terjadi : KE

= m (Vout Vin)

Effisiensi Propulsive P (Froude) =

TVin m (Vout - Vin)2Vin (Vout Vin)

=

=

2 Vout / Vin 1

Dari persamaan gaya dorong dan effisiensi propulsi diatas, terlihat bahwa : Apabila unit propulsi dapat meningkatkan kecepatan massa aliran udara saat melaluinya cukup tinngi, maka gaya dorong yang dibangkitkanpun bertambah cukup besar. dapat

21

Tetapi sebaliknya, effisiesi propulsi akan menjadi kecil apabila ada selisih yang besar antara kecepatan keluar dan masuk dari aliran udara tersebut. Sementara itu dengan melihat type unit propulsi yang ada, dibedakan : Mesin-mesin reaksi dalam bentuk mesin-mesin turbojet dan turbofan, dimana gaya dorong yang dihasilkan secara langsung jet meninggalkan nosselnya. o Vout Cp Tnossel Tamb = Vjet = = koefisen perpindahan panas pada teanan tetap = Temperatur gas dalam dalam nossle. = Temperatur udara sekelilingnya. berasal dari kecepatan aliran

Pada kecepatan terbang yang tinggi (Vin), effisiensi propulsi dapat optimal. Penggerakan dengan propeller (tidak langsung). Propeller-propeller yang diputar oleh mesin-mesin penggerak jenis mesin piston atau turboprop akan menaikkan kecepatan massa aliran udara (Vout) yang melaluinya lewat energi putar yang di yang dihasilkan. Harga Vout tidak mungkin berbeda jauh dengan Vin (kecepatan aliran udara sebelum melalui propeller). Maka penggunaan propeller sebagai penghasil gaya dorong dibatasi oleh Vin = kecepatan terbang 0.55 M Kecepatan putar (kecepatan periperal) pada ujung-ujung propeller 0.6 M. Tanpa meningkatkan kecepatan periperal pada daun propeller, dapat dilakukan dengan merubah sudut pitch dari daun-daun propellernya untuk meningkatkan energy putar yang diberikan kepada massa aliran udara yang melaluinya. Maka haruslah difahami bahwa: Penggerakan denagn propeller perlu waktu apabila unit propulsi dilepaskan dapat menghasilkan tambahan gaya dorong. Diameter propeller yang cukup besar didukung dngan mesin turbojet atau turbofan, akan menghasilkan gaya dorong yang besar. Untuk Vin yang kecil, pesawat untuk misi-misi short take off and landing (STOL) lebih sesuai menggunakan propelller, karena effisiensi propulsinya pun pada kecepatan Vin yang rendah suda dapat optimal.

22

IV.

Pilot Sebagai Operator Pesawat Terbang.

Pesawat terbang adalah hasil industri yang canggih dengan aplikasi teknologi tinggi serta tingkat pengerjaan yang cermat dan teliti dengan toleransi yang sangat kecil. Selain itu sebelum diserahkan kepada customer/airliner/cargo operator, uji terbang oleh para test pilot dilaksanakan untuk memastikan tidak adanya kegagalan komponen dan sistem didalam pesawat tersebut. Namun demikian karena dalam pengoperasiannya sehari-hari, pesawat terbang dikemudikan dan dikendalikan oleh banyak pilot, maka secara nyata para pilot pun walau sudah terlatih benar harus dievaluasi kinerjanya dari waktu kewaktu. Kinerja pilot ditentukan oleh: Pemahaman dasar dari mekanika terbang. Keterampilan dalam dalam berinteraksi dengan sistem kendali. Kestabilan jiwa dalam menghadapi kejadian-kejadian yang bervariasi dan menuntut konsentrasi. Mengusai teknik-teknik berkomunkasi lisan maupun menulis laporan agar riwayat pesawat terbang dan cara-cara pengendalian yang dilaksanakan dapat secara berkesinambungan terkait dengan baik. Voice recorder dan log book pesawat merupakan catatan nyatanya. Mampu menyesuaikan diri dengan berbagai lokasi destinasi terbang dalam hal penguasaan alat-alat kendali, serta menerima panduan dari ATC. Berbagai program pelatihan yang berkesinambungan perlu diikuti oleh para pilot, agar ada refreshing time dalam hal refleks tubuh, kesigapan dalam bereaksi dan keyakinan untuk mengoperasikan dengan benar. Sebagai contoh adalah program penyegaran di simulator-simulator pesawat terbang yang sehari-harinya dioperasikan, diulang setiap periode tertentu. Sementara itu, kondisi kesehatan fisik maupun kejiwaan, perlu pula diperiksa secara periodis agar apabila mulai terlihat adanya defect yang dapat mengganggu kinerja pilot, dapat segera mendapatkan penanganan medis yang tepat. Jelas bahwa pilotsebagai operator pesawat terbang harus pula mendapatkan selain jaminan yang layak juga proteksi terhadap gangguan kinerjanya.

23

V.

PENUTUP

Mekanika terbang adalah teori pengoperasian pesawat terbang dan metode pengendaliannya. Dengan memahami mekanika terbang ini, para pilot akan mengendalikan pesawat terbang secara aman, terutama dalam hal management daya dan kinerja mesin pendorong, agar difungsikan secara optimal. Maka sesungguhnya penyegaran akan teori-teori terbang ini perlu, disamping pelatihan refleks cara-cara pengendalian di simulator.

Interaksi yang baik antara pilot yang mengemudikan dan pesawat terbangnya, dapat lebih optimal apabila aplikasi dari metode-metode pengendalian dapat secara sempurna dilaksanakan.

Selain itu gangguan fisik dari para pilot dapat berakibat adanya kesalahan dalam pengemudian yang benar. Pemeriksaan kesehatan secara rutin perlu dilaksanakan.

24

Daftar Pustaka

1. Kermode 1987, Mechanic of Flight 9th edition, Scientific and Technical, England. 2. ME Eshelby 2000, Aircraft Perormance: Theory & Practice, AIAA Education Series. 3. Nguyen X Fix 1993, flight Mechanic of High Performance Airraft, Cambridge University Perss. 4. JB Russel 1996, Performance & Stability of Aircraft, Arnold, London. 5. Bandun Pamadi 1998, Performance, Stability, Dynamics, & Control of Aircraft, AIAA Education Series.

25

TENTANG PENULIS

Iwan Kusmarwanto Lahir di Jogjakarta 06 mei 1948 menempuh pendidikan strata 1 di jurusan Teknik Mesin UGM 1975, studi lanjutan strata 2 dan strata 3 di College Of Aeronautic, Cranfield Institute Of Technolog, Bedford England lulus tahun 1982; 1985 spesialisasi Fix And Rotary Wing Aerodynamicist

Penulis selain sebagai pimpinan sebuah industri kimia di Surabaya, juga pernah menjadi konsultan di PT. IPTN sampai dengan 1996, dan dosen luar biasa diberbagai perguruan tinggi negeri dan swasta sampai sekarang

26