mebendazole vs mebendazole
TRANSCRIPT
Mebendazole Vs mebendazole-pirantel pamoat untuk
pengobatan cacingan (helminthiasis) pada anak-anak.
(Fereza Amelia, Muhammad Ali, Syahril Pasaribu)
Abstrak
Latar belakang: Cacingan akibat cacing tanah ( STH) adalah
infeksi yang paling umum pada negara berkembang. Meskipun
tingkat morbiditasnya tinggi, adalah masih sulit untuk
menemukan dosis efisasi obat anti cacingan untuk
penanganannya.
Obyektif:: Untuk menentukan efisasi obat mebendazole dengan
mebendazole-pirantel pamoat dalam pengobatan STH pada
anak-anak.
Metoda: Kami melakukan percobaan open-label random
terkendali dari bulan Juli hingga September 2009 di Secanggang,
Langkat, Sumatera Utara, Indonesia pada Sekolah SD. Sebelum
intervensi, data usia, jenis kelamin, status gizi, dan STH
dikumpulkan. Anak-anak secara acak dibagi menjadi dua
kelompok. Anak –anak yang dalam kelompok I menerima dosis
tunggal 500 mg mebendazole sementara mereka yang ada
dalam kelompok II menerima dosis tunggal 500 mg mebendazole
dikombinasi dengan 10 mg.kg berat badan pirantel pamoat.
Kami memeriksa eek subyek pada hari 7,14,21 dan 28 setelah
pemberian obat untuk menentukan tingkat kesembuhan dan
berkurangnya telur cacingnya. Analisa statistik dikerjakan
menggunakan Chi-kuadrat dan Student-T test dengan tingkat
interval kepercayaan 95% dan nilai P<0,05 dianggap sebagai
sudah signifikan.
Hasil: Kami menemukan bahwa tingkat kesembuhan adalah
95,4%; 78,5%, dan 89,3% atas cacing Ascaris Lumbricoides,
Trichuris trichiura, dan campuran keduanya (A. Lumbricoides dan
T. trichiura ) pada kelompok yang meminum mebendazole.
Tingkat kesembuhan adalah 98,5%; 89,2%, dan 90,2% untuk
A.lumbricoides, T. trichiura dan campuran keduanya pada
kelompok yang meminum mebendazole pirantel pamoat.
Meskipun tingkat kesembuhan tidak signifikan bedanya antara 2
kelompok itu, total telur per gram(EPG) adalah kentara rendah
untuk keduanya A. Lumbricoides dan T.trichiura (P=0,001 dan P
= 0,002) pada kelompok yang memakai kombinasi dari pada
yang hanya mebendazole saja.
Kesimpulan: Mebendazole yang dikombinasikan dengan
pirantel pamoat memiliki efisasi yang lebih tinggi ketimbang
mebendazole saja dalam mengurangi telur cacing.
Bagaimanapun, tingkat kesembuhan dari dua obat cacing ini
adalah sama.[Paediat Indones, 2013;53:209-13]
Cacingan karena penularan melalui tanah (STH) dan
schistosoma adalah kejadian paling sering pada manusia yang
tinggal di wilayah miskin pada negara berkembang. Sekitar 1/3
dari populasi dunia kena cacingan oleh spesies helminth yang
tinggal di usus besar . Cacing yang umum adalah Ascaris
lumbricoides ( Kremi), juga Ancylostoma duodenale, dan necator
Americanus,( cacing pita) Penularan melalui tanah atas helmin2
ini dihubungkan dengan masalah kesehatan yang ada di
Indonesia, meskipun data dari survey nasional tidak lengkap.
Survey yang dikerjakan antara tahun 1970-1980 di Asia tenggara
menunjukkan tingkat kecacingan Ascaris dan Trichiuris adalah
70%. Anak usia pra sekolah terhitung 10-20% dari 2 juta orang di
seluruh dunia kena cacingan dengan perantara tanah sebagai
ajang penularnya.Anak Usia sekolah pada negara berkembang
menderita cacingan yang buruk sebagai konsekuensi dari
keadaan, dan manifestasi dari STH adalah kejadian diare, sakit
perut, bobot tubuh yang rendah, malnutrisi, anemia dan tingkat
kecerdasan yang rendah.
Beberapa obat cacing dari beragam jenis rejimen telah
dicoba untuk memberantas parasit ini, tetapi dengan hasil yang
bervariasi. Empat obat cacing yang direkomendasikan WHO
sebagai obat yang mujarab untuk mengobati cacingan dan
mengendalikan STH, adalah albendazole, mebendazole,
levamisol dan pyrantel pamoat. Mebendazole bekerja dengan
mengganggu metabolisme karbohidrat dan menekan
polimerisasi mikrotubula. Pirantel pamoat memiliki efek
depolarisasi yang menyebabkan tidak berfungsinya transmisis
sinaptik pada tubuh cacing dan memblokade syaraf otot dengan
menyebakan kelumpuhan saraf cacing.
Studi sebelumnya menandaskan bahwa kedua obat telah
diikatkan sama efektifnya melawan enterobiasis. Pirantel pamoat
direkomendasikan sebagai obat pilihan dalam kasus infeksi multi
parasitik terkecuali T. trichiura dan S. stercoralis yang mana
pemberian bisa sendiri atau bersamaan harus menyertakan
mebendazole. Revisi sistematik dan analisa-meta yang
menekankan pada mebendazole dan pirantel pamoat sebagai
penyembuh dengan tingkat sembuh yang tinggi melawan A.
lumbricoides.
Tujuan dari studi ini adalah untuk menentukan efisasi
mebendazole sendirian diperbandingkan dengan mebendazole
terkombinasi dengan pirantel pamoat untuk pengobatan infeksi
STH pada anak-anak.
Metoda
Kami melakukan percoban open-label terkendali random dari
bulan Juli hingga Bulan September 2009 di Secanggang,
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Subyek adalah anak
usia sekolah dasar yang terkena STH yang belum menerima
pengobatan cacing paling tidak 1 bulan sebelum masa studi
dikerjakan. Anak-anak yang menolak diobati atau tidak
memberikan eeknya, seperti anak yang diare, batuk atau demam
tidak disertakan. Informed consent diambil dari orang tua atau
wali. Ukuran sampel dihitung dan 65 anak-anak dalam setiap
kelompok dibutuhkan. Diagnosa Helminthiasis didasarkan pada
setiap spesies helminthiasis diketemukan pada peneriksaan eek
subyek. Sebelum memberikan pengobatan pada setiap
kelompok, kami memeriksa eek, untuk mencari adanya daya
pengurangan jumlah telur, dan membandingkannya antara
setelah masa pengobatan dengan sebelum masa pengobatan.
Studi ini disetujui oleh Komite Etik dari Universitas Sumatera
Utara, Fakultas Kedokteran.
Sebelum melakukan pecobaan, kami menjelaskan dahulu
metode, akibat dari cacingan STH dan pengobatan nya terhadap
subyek dan orang tuanya. Sebelum intervensi, data pada subyek
seperti usia, jenis kelamin, status gizi, dan status cacingannya
dikumpulkan. Anak-anak dibagi ke dalam dua kelompok dengan
randomisasi sederhana menggunakan tabel bilangan random.
Anak anak dalam kelompok I menerima dosis tunggal 500 mg
mebendazole sementara yang di kelompok II juga menerima
dosis tunggal 500 mg mebendazole terkombinasi dengan juga 10
mg/berat badan pirantel pamoat. Kami memeriksa eek subyek
pada hari 7,14,21, dan 28 seteleh pengobatan untuk
menentukan adanya daya pengurangan telur dan tingkat
kesembuhan. Reduksi telur ditentukan sebagai berkurangnya
jumlah total telur per gram (EPG) dari minggu pertama hingga
minggu keempat setelah pengobatan. Telur per gram adalah
jumlah telur per slide dikalikan dengan 23. Kesembuhan total
ditentukan jika tidak ada telur cacing sama sekali pada eek
subyek dari minggu pertama hingga minggu keempat setelah
pengobatan.
Chi-Kuadrat dan T-test independen digunakan untuk
analisa statistik, dengan level signifiknasi P < 0,05 dengan
interval kepercayaan 95% (95%CI). Semua data diproses
menggunakan SPSS versi 14.0 for windows.
Hasil
Kami mencuplik 500 pelajar, sebesar 212 tidak memberikan
eeknya. Kami melakukan pemeriksaan eek ( menggunakan
Teknik Kato-Katz) pada anak sekolah dasar sebanyak 288 orang,
dan menemukan 130 anak terjangkiti cacingan. Kami
memasukkan mereka dan mengacak mereka dalam dua
kelompok. Gambar 1 menunjukkan profil dari studi ini.
500 anak dipilih
Sebanyak 130 anak, dimana 33 cowok dan 32 cewek diberi
mebendazole saja dan 36 cowok dan 29 cewek dalam kelompok
kombinasi. Rerata usia subyek adalah 9,6 ( SD 1,99) tahun pada
kelompok mebendazole dan 9 (SD 9,0) pada kelompok
kombinasi. 56 anak-anak (44,6%) terjangkiti A. Lumbricoides
(Kremi), 23 anak ( 16,1%) terjangkiti T. Trichiura, dan 51 anak
( 39,3%) dengan kejangkitan campuran.Karakteristik dasar pada
subyek adalah sama antara kedua kelompok ( tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik Dasar dari Subyek
Karakteristik
Kelompok I
(mebendazole)
(n=65)
Kelompok II
(Kombinasi)
(n=65)
Jenis kelamin,n(%)
Cowok 33(50,7) 36(55,3)
212 tidak menyediakan eek
nya
288 anak diperiksa eeknya
Terjangkiti STH ( n=130)
Mebendazole + pirantel pamoat ( n=65)
Mebendazole ( n = 65)
Pemeriksaan eek dikerjakan pada hari 7,14,21, dan 28 setelah pengobatan
Cewek 32(49,3) 29(44,70
Rerata Usia(SD), tahun 9,6(1,99) 9,0(2,83)
Rerata Bobot (SD),kg 22,7(6,78) 20,5(3,54)
Rerata tinggi (SD), cm 131(9,72) 113(14,80)
Status Gizi, n(%)
Kurang Gizi yang parah 2(3) 5(7,7)
Kurang gizi moderat 18(27,6) 4(6,1)
Kurang gizi sedang 31(47,6) 24(37)
Kecukupan gizi 14(21,8) 30(46,2)
Kelebihan bobot badan 0 1(1,5)
Kegemukan 0 1(1,5)
Rerata total telu cacing per gr
(SD)
Ascaris Lumbricoides 1.160,4(59,8) 1.011,9(58,6)
Trichurus trichiura 131,9(12,7) 118,1(10,6)
Kami menemukan tidak ada perbedaan kentara/signifikan
dalam kesembuhan pada dua kelompok, rerata kesembuhan
adalah 95,4% dan 78,5% untuk A. lumbricoides dan T. trichura.
Pada kelompok mebendazole pirantel pamoat, rerata
kesembuhan adalah 98,5% dan 89,2% untuk A. lumbricoides dan
T. trichiura. Hal yang sama pada pasien terjangkit cacingan
campuran, rerata kesembuhannya tidak kentara bedanya antara
mebandozole saja dan kombinasi terapi (89,3% dn 90,2%) (Tabel
2)
Tabel 2. rerata kesembuhan dua kelompok untuk dua spesies
STH
Parasit Obat Cacingnya
Rerata
kesembuh
an
Nilai P
A. Lumbricoides Mebendazole 95.4 0.081
Mebendazole + pirantel
pamoat98.5
T.trichiura Mebendazole 78.5 0.067
Mebendazole + pirantel
pamoat89.2
Campuran A.
lumbricoides + T.
trichiura
mebendazole 89.3 0.063
Mebendazole +pirantel
pamoat90.2
Tabel 3 menunjukkn reduksi telur cacing pada dua kelompok.
Ada perbedaan kentara pada hari ke 28 setelah pengobatan
untuk kedua kelompok, total EPG berkurang cepat pada
kelompok kombinasi mebendazole pirantel pamoat.
Tabel 3.Reduksi telur cacing pada minggu pertama dan minggu
keempat
ParasitObat
cacingnya
Total telur cacing per gram
Rerata
(SD)hari
ke-7
Rerata
(SD) hari
ke-28
95% CI
reduksiNilai P
A.
Lumbricoid
es
Mebendazol
e
871,4(52,2
)30,2(5,8)
0,36-
2,580,001
Mebendazol
e + pirantel
pamoat
92,4(7,3) 9,1(0,8)0,46-
1,59
T. TrichiuraMebendazol
e
473,3(50,4
)10,8(1,9)
0,35-
2,570,002
Mebendazol
e + pirantel
pamoat
93,1(9,3) 3,6(1,2)0,46-
1,50
Diskusi
Faktor yang mempengaruhi adanya STH adalah kebersihan,
sanitasi, tingkat status ekonomi, pengetahuan, level pendidikan
dan lingkungan. Di Sumatera Utara pada tahun 1995, prevalensi
STH adalah sekitar 57-90% . Di daerah pedesaan, bahkan pola
penularan STH cenderung sama, berbeda gaya hidup mungkin
menjadi berbeda transmisi cacingan sebagaiman kelihatan dari
prevalensi yang berbeda antar wilayah
Kami menemukan bahwa prevalensi dari kejangkitan STH
di Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara adalah
sekitar 45,1%. Studi kami menyertakan 130 subyek dengan
kejangkitan A. lumbricoides ( 44,6%). T. trichiura (16,1%) dan
campuran keduanya 39,3% , tetapi tak satupun yang kena
cacing tambang.
Beberap obat cacing dalam berbagai rejimen telah dicoba
untuk memberantas parasit-parasit itu dengan hasil yang
bervariasi. Medikasi diekomendasikan oleh WHO untuk
mengurangi morbiditas STH adalah albendazole, levamisole,
mebendazol, dan pirantel pamoat. WHO merekomendasikan
dosis untuk mebendazole adalah : 500 mg dalam dosis tunggal
untuk askariasis, 100 mg dua kali sehari untuk 3 hari, atau 500
mg dosis tunggal untuk trichuriasis dan cacing tambang. WHO
juga merekomendasikan dosis untuk albendazole yaitu 400 mg
dalam dosis tunggal, 2,5 mg/kg berat baan untuk levamisole, dan
10 mg /kg berat badan untuk pirantel.
Kami menemukan bahwa mebendazole dikombinasikan
dengan pirantel pamoat memiliki efisasi yang lebih baik dalam
pengobatan STH pada anak-anak. Dalam subyek kami, total EPG
berkurang cepat pada kelompok mebendazole, tetapi tidak ada
perbedaan yang kentara/signifikan pada rerata kesembuhan
pada hari 28 setelah pengobatan.
Penemuan kami diamini oleh penelitian sebelumnya pada
tahun 2007, di desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara. Dalam percobaan klinis ini, kombinasi
dosis tunggal dari 10 mg/ kg berat badan untuk pirantel pamoat
diikuti dengan 100 mg mebendazole dua kali sehari untuk tiga
hari mengurangi cacing yang ada dalam usus antara kombinasi
dan dosis tunggal dalam kelompok mebendazole.
Pada tahun 1995, percobaan klinis di Tajung Anom,
kecamatan pancur Batu, kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara menunjukkan bahwa 400 mg dosis tunggal albendazole
secara oral memiliki efisasi lebih tinggi ketimbang 10 mg/kg
berat badan pirantel pamoat sebagai dosis tunggal oral
dikombinasikan dengan 100 mg mebendazole dua kali sehari
secara oral untuk tiga hari.
Efek adversi dari mebendazole terapi adalah bahwa
kadang-kadang terjadi gangguan perut dan pusing, kepala rasa
berputar,keadaan mengantuk, sulit tidur, dan ruam telah
dilaporkan pada pemberian pirantel pamoat. Muntah juga
diketemukan pada 5 anak pada kelompok kombinasi dalam studi
kami. Tidak ada efek adversi yang tercatat.
Kesimpulannya, mebendazole dikombinasi dengan pirantel
pamoat memiliki efisasi yang lebih tinggi dibandingkan
mebendazole sendirian pada tema untuk mengurangi jumlah
telur cacing. Tetapi tingkat kesembuhan untuk dua obat cacing
ini adalah sama.