mbo (mati batang otak)

41
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum sekitar tahun 1950, definisi atas kematian cukup jelas, yakini saat detak jantung dan pernafasan berhenti terjadi. Namun kemudian berbagai tehnik ditemukan untuk mempertahankan detak jantung dan pernafasan walaupun pasien telah mati, sehingga muncul persepsi baru. Kematian didefinisikan sebagai hilangnya fungsi otak dan bukan fungsi jantung dan paru. Kriteria untuk kematian otak sendiri berevolusi seiring waktu. Pada tahun 1959, Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah “irreversible coma” atau koma ireversibel, untuk mendeskripsikan keadaan ini dari 23 orang pasien yang berada dalam kondisi koma, kehilangan kesadaran, refleks batang otak, respirasi, serta menunjukan hasil elektroesensefalogram yang datar. Pada tahun 1968, komite adhoc di Harvard Medical School meninjau ulang definisi kematian otak dan mendefinisikan koma ireversibel atau kematian otak sebagai tidak adanya respon dan reseptivitas, pergerakan dan pernafasan, refleks batang otak, serta adanya koma yang penyebabnya telah di identifikasi. Pada tahun 1976, The Conference of Medical Royal Colleges di inggris menyatakan bahwa kematian otak adalah hilangnya fungsi batang otak yang komplet dan ireversible. Diagnosis mati batang otak (MBO) dan prtunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI tentang MBO. Diagnosa MBO mempunyai

Upload: diar-raditya-nur-hadiar

Post on 14-Aug-2015

325 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: MBO (Mati Batang Otak)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebelum sekitar tahun 1950, definisi atas kematian cukup jelas, yakini saat detak

jantung dan pernafasan berhenti terjadi. Namun kemudian berbagai tehnik ditemukan

untuk mempertahankan detak jantung dan pernafasan walaupun pasien telah mati,

sehingga muncul persepsi baru. Kematian didefinisikan sebagai hilangnya fungsi otak dan

bukan fungsi jantung dan paru.

Kriteria untuk kematian otak sendiri berevolusi seiring waktu. Pada tahun 1959,

Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah “irreversible coma” atau koma ireversibel,

untuk mendeskripsikan keadaan ini dari 23 orang pasien yang berada dalam kondisi koma,

kehilangan kesadaran, refleks batang otak, respirasi, serta menunjukan hasil

elektroesensefalogram yang datar. Pada tahun 1968, komite adhoc di Harvard Medical

School meninjau ulang definisi kematian otak dan mendefinisikan koma ireversibel atau

kematian otak sebagai tidak adanya respon dan reseptivitas, pergerakan dan pernafasan,

refleks batang otak, serta adanya koma yang penyebabnya telah di identifikasi. Pada tahun

1976, The Conference of Medical Royal Colleges di inggris menyatakan bahwa kematian

otak adalah hilangnya fungsi batang otak yang komplet dan ireversible.

Diagnosis mati batang otak (MBO) dan prtunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI

tentang MBO. Diagnosa MBO mempunyai komponen utama, komponen pertama terdiri

dari pemenuhan prasyarat-prasyarat dan komponen kedua adalah tes klinis fungsi batang

otak.

1.2. Tujuan

1. Memberikan informasi mengenai mati batang otak (MBO).

2. Menjelaskan tentang Mati Batang Otak (MBO).

1.3. Manfaat

1. Untuk memahami tentang Mati Batang Otak (MBO).

Page 2: MBO (Mati Batang Otak)

2

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Mati

Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerakan nafas spontan) ditambah

henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak

ireversible. Pada masa ini kematian klinis dapat diikuti dengan pemulihan semua

fungsi organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberikan terapi yang optimal.

Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak

dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati

biologis merupakan proses nekrotitasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak

yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung,

ginjal, paru, dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.

Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversible serebrum,

terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral

ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah, dan

batang otak.

Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan

kerusakan berat ireversible pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif,

tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa reflek yang utuh. Ini

harus dibedakan dari mati serebral yang hasil EEG nya tenang dan dari mati otak,

dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf otak dan upaya nafas spontan. Pada

keadaan vegetatif mungkin terdapat siklus sadar-tidur.

2.2. Definisi Mati Batang Otak

Walaupun mudah dimengerti sebagai suatu konsep, namun mendefinisikan

kematian otak dalam kata-kata sangat sulit. Pada panduan Australian and new zealand

intensive care society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993, kematian otak

didefinisikan sebagai berikut. “ Istilah kematian otak harus digunakan untuk merujuk

pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversible, dan hilangnya respon refleks

batang otak dan fungsi pernafasan pusat secara ireversible, atau berhentinya aliran

darah intra kranial secara ireversible ”.

Page 3: MBO (Mati Batang Otak)

3

Menurut kriteria komite adhoc Harvard tahun 1968, kematian otak

didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi

secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adnya resepsi dan respon terhadap

rangsang, tidak adanya pergerakan nafas, dan tidak adanya refleks-refleks, yaitu

respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji pergelangan kepala

dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks

menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks faring, refleks tendon dalam,

dan refleks terhadap rangsang plantar. Yang kedua adalah data konfirmasi yaitu EEG

yang isoelektris. Kedua tes tersebut diulangi 24 jam setelah tes pertama, dengan syarat

tanpa adanya hipotermia (suhu <32,20C) atau pemberian depresan sistem saraf pusat

seperti barbiturat.

Menurut Uniform Determination of Death Act, seseorang dinyatakan mati otak

apabila mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversible dan

(2) terhentinya semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang otak secara

ireversible. Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut

jantung dan usaha nafas, serta pemeriksaan EKG dan uji apnea. Terhentinya fungsi

otak dinilai dari adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa

absennya refleks-refleks.

Menurut panduan yang digunakan di Amerika Serikat, kematian otak

didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversible, termasuk batang

otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks

batang otak dan apnea.

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan

pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (pemeriksaan tes refleks batang otak dan

apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Apabila temuan klinis yang sesuai dengan

kriteria kematian batang otak atau pemeriksaan konfirmatif yang mendukung

diagnosis kematian batang otak tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang otak

tidak dapat ditegakan.

2.3. Etiologi

Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks

batang otak. Diagnosis klinis ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaan

kedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam praktik kedokteran pada

dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik.

Page 4: MBO (Mati Batang Otak)

4

Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,

hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan

bunuh diri.

2.4. Fisiologi Cardio Respiratory

2.4.1. Fisiologi Pernafasan

Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari

pengambilan oksigen,pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di

dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas

dan membuang karbondioksida ke lingkungan. Sistem pernafasan terdiri dari

pada hidung, trakea, paru-paru, tulang rusuk, otot interkosta, bronkus,

bronkiol, alveolus dan diafragma. Udara disedot ke dalam paru-paru melalui

hidung dan trakea. Dinding trakea disokong oleh gelang rawan supaya

menjadi kuat dan sentiasa terbuka Trakea bercabang kepada bronkus kanan

dan bronkus kiri yang disambungkan kepada paru-paru. Kedua-dua bronkus

bercabang lagi kepada bronkiolus dan alveolus pada ujung

bronkiolus.Alveolus mempunyai penyesuaian berikut untuk memudahkan

pertukaran gas :

1. Diliputi Kapiler darah yang banyak

2. Dinding sel yang setebal Satu sel (Dinding sel yang tipis)

3. Permukaan yang luas dan lembab

Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas, Ia

melibatkan perubahan kepada :

1. Otot Interkosta

2. Tulang rusuk

3. Diafragma

4. Isi pada rongga toraks

5. Tekanan udara di paru-paru

Page 5: MBO (Mati Batang Otak)

5

Pada saat akan inspirasi, Otot interkosta luar mengecut (Tulang rusuk

dinaikkan ke atas), otot diafragma mengecut (diafragma menjadikannya

leper), isi pada rongga toraks bertambah dan tekanan udara paru-paru

menjadi rendah , tekanan udara di luar yang lebih tinggi sehingga membuat

udara masuk kedalam paru-paru. Sedangkan pada saat ingin ekspirasi, Otot

interkosta luar mengendur (Tulang rusuk dmenurun ke bawah, otot

diafragma mengendur (diafragma melengkung ke atas), isi pada rongga

toraks berkurang dan tekanan udara paru-paru menjadi tinggi, tekanan udara

dalam paru-paru yang lebih tinggi sehingga membuat udara keluar.

a. Pernafasan Eksternal

Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara tersebut akan

masuk ke dalam paru-paru. Udara masuk yang mengandung oksigen

tersebut akan diikat darah lewat difusi. Pada saat yang sama, darah yang

mengandung karbondioksida akan dilepaskan. Proses pertukaran oksigen

(O2) dan karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam paru-paru

dinamakan pernapasan eksternal.

Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke dalam kapiler paru-paru,

sebagian besar CO2 yang diangkut berbentuk ion bikarbonat (HCO- 3) .

Dengan bantuan enzim karbonat anhidrase, karbondioksida (CO2) air

(H2O) yang tinggal sedikit dalam darah akan segera berdifusi keluar.

Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.

Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi (yang disimbolkan HHb)

melepaskan ion-ion hidrogen (H+) sehingga hemoglobin (Hb)-nya juga

ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin akan berikatan dengan oksigen (O2)

menjadi oksihemoglobin (disingkat HbO2).

Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus), karena

adaperbedaan tekanan parsial antara udara dan darah dalam alveolus.

Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada

darah dan udara berbeda.

Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan

tekanan parsial oksigen pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain,

konsentrasi oksigen pada udara lebih tinggi daripada konsentrasi oksigen

Page 6: MBO (Mati Batang Otak)

6

pada darah. Oleh karena itu, oksigen dari udara akan berdifusi menuju

darah pada alveolus paru-paru.

Sementara itu, tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar

dibandingkan tekanan parsial karbondioksida pada udara. Sehingga,

konsentrasi karbondioksida pada darah akan lebih kecil di bandingkan

konsentrasi karbondioksida pada udara. Akibatnya, karbondioksida pada

darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa keluar tubuh lewat hidung.

b. Pernafasan Internal

Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran gas

pada pernapasan internal berlangsung di dalam jaringan tubuh. Proses

pertukaran oksigen dalam darah dan karbondioksida tersebut berlangsung

dalam respirasi seluler.

Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk, oksigen

akan lepas, dan selanjutnya menuju cairan jaringan tubuh. Oksigen

tersebut akan digunakan dalam proses metabolisme sel. Reaksi yang

terjadi adalah sebagai berikut.

Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga melalui

proses difusi. Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan

parsial oksigen dan karbondioksida antara darah dan cairan jaringan.

Tekanan parsial oksigen dalcairan jaringan, lebih rendah dibandingkan

oksigen yang berada dalam darah. Artinya konsentrasi oksigen dalam

cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam darah

mengalir menuju cairan jaringan.

Sementara itu, tekanan karbondioksida pada darah lebih rendah

daripada cairan jaringan. Akibatnya, karbondioksida yang terkandung

dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah. Karbondioksida yang

diangkut oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama

hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2).

Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam

plasma darah dan bergabung dengan air menjadi asam karbonat (H2CO3).

Oleh enzim anhidrase, asam karbonat akan segera terurai menjadi dua ion,

yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO-) Persamaan reaksinya

sebagai berikut.

Page 7: MBO (Mati Batang Otak)

7

CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya dibebaskan ke luar

tubuh oleh paru-paru, akan tetapi hanya 10%-nya saja. Sisanya yang

berupa ion-ion bikarbonat yang tetap berada dalam darah. Ion-ion

bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bu. er atau larutan

penyangga. Lebih tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam menjaga

stabilitas pH (derajat keasaman) darah.

c. Pengaturan Kimiawi Pernafasan

Tujuan akhir pernafasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi

oksigen, karbonsida, dan ion hidrogen yang sesuai dalam jaringan.

Untungnya, aktifitas pernafasan sangat rensponsif terhadap perubahan

masing-masing konsentrasi tersebut. Kelebihan karbon dioksida atau

kelebihan hidrogen dalam darah terutama bekerja langsung pada pusa

pernafasan itu sendiri, menyebabkan kekuatan sinyal motorik inspirasi

dan inspirasi ke otot-otot pernafasan sangat meningkat. Oksigen,

sebaliknya tidak memiliki efek langsung yang bermakna terhadap pusat

pernafasan di otak dalam pengaturan pernafasan. Justru, oksigen bekerja

hampir seluruhnya pada kemoreseptor perifer yang terletak di badan-

badan karotis dan aorta dan kemudian mentransfususikan semua sinyal

syaraf yang sesuai ke pusat pernafasan untuk mengatur pernafasan.

System Kemoreseptor perifer untuk mengatur aktivitas pernafasan-peran

oksigen dalam pengaturan pernafasan Selain pengaturan aktifitas

pernafasan oleh pusat pernafasan itu sendiri, masih ada mekanisme lain

yang tersedia untuk mengatur pernafasan. Mekanisme ini adalah system

kemoreseptor perifer. Reseptor kimia saraf khusus, yang disebut

kemoreseptor, terletak di beberapa area diluar otak. Reseptor ini

khususnya penting untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah,

walaupun reseptor itu juga sedikit berespon terhadap perubahan

konsentrasi karbon dioksida dan ion hidrogen. Kemoreseptor

mentransmisikan sinyal syaraf ke pusat pernafasan diotak untuk

membantu mengatur aktifitas pernafasan. Sebagian besar kemoreseptor

terletak dibadan karotis. Namun, dalam jumlah yang sedikit terletak juga

dibadan aorta, dan dalam jumlah yang sedikit terletak ditempat lain yang

berkaitan dengan arteri-arteri lainnya dari region toraks dan region

Page 8: MBO (Mati Batang Otak)

8

abdomen tubuh. Badan karotis terletak bilateral pada percabangan arteri

karotis komunis. Serabut saraf aferen berjalan melalui nerfus Hering ke

nervus Glosofanringeus dan kemudian ke area pernafasan dorsal di

medulla. Badan aorta terletak disepanjang arkus aorta, serabut saraf

arferennya berjalan mlalui nervus fagus, juga ke area pernafasan dorsal

medulla. Tiap-tiap badan kemoreseptor ini menerima suplai darah khusus

miliknya sendiri melalui arteri kecil secara langsung dari arteri besar

yang berdekatan. Darah yang mengalir melalui badan-badan ini bersifat

ekstrim, yaitu 20x berat badannya sendiri setiap menit. Oleh karena itu,

presentase pemindahan oksigen dari darah yang mengalir sebetulnya nol.

Hal ini berarti bahwa kemoreseptor setiap saat terekspos dengan darah

arteri bukan dengan vena, dan PO2 arteri.

Perangsangan kemoreseptor akibat penurunan oksigen arteri. Bila

konsentrasi oksigen darah arteri menurun dibawah normal, kemoreseptor

menjadi sangat terangsang. Kecepatan impuls terutama sensitive pada

perubahan Po 2 arteri dalam kisaran antara 60 turun sampai 30 mmHg,

yaitu kisaran saturasi hemoglobin dengan penurunan oksigen yang cepat.

Efek karbondioksida dan konsentrasi ion hydrogen pada aktifitas

kemoreseptor. Peningkatan konsentrasi karbondioksida atau konsentrasi

ion hidrogen juga mengeksitasi kemo reseptor dan dengan cara ini, secara

tidak langsung meningkatkan aktifitas pernafasan. Namun, efek langsung

dari kedua faktor ini pada pusat pernafasannya sendiri jauh lebih kuat

daripada efek tidak langsung yang diperantarai kemoreseptor (kurang

lebih tujuh kali lebih kuat) sehingga untuk tujuan praktisnya, efek tidak

langsung karbondioksida dan ion hydrogen melalui kemoreseptor ini

tidak perlu dipikirkan. Ternyata terdapat satu perbedaan antara pengaruh

karbondioksida perifer dengan karbondioksida sentral: perangsangan

melalui kemoreseptor perifer timbul lima kali lebih cepat daripada

perangsangan sentral, sehingga kemungkinan kemoreseptor perifer

terutama penting dalm meningkatkan kecepatan respons terhadap

karbondioksida pada saat latihan fisik dimulai.

Mekanisme dasar perangsangan kemoreseptor akibat kekurangan

oksigen. Belum diketahuisecara pasti bagaimana Po2 yang rendah

mengeksitasi ujung-ujung syaraf dalam badan karotis dan badan aorta.

Page 9: MBO (Mati Batang Otak)

9

Tetapi badan-badan ini mempunyai banyak macam sel mirip kelenjar

yang sangat karakteristik,disebut sel glomus, yang bersinaps secara

langsung maupun tidak langsung dengan ujung-ujung syaraf. Beberapa

peneliti menduga bahwa sel glomus ini mungkin berfungsi sebagai

kemoreseptor dan kemudian merangsang ujung-ujung syaraf. Tetapi

peneliti lain menduga bahwa ujung-ujung saraf itu sendiri secara

langsung sensitif terhadap PO2 yang rendah.

Pengaruh PO2 arteri yang rendah terhadap perangsangan

ventilasi alveolus ketika karbon dioksida arteri dan konsentrasi ion

hidrogen normal, rangsang ventilasi yang diakibatkan oleh efek oksigen

yang rendah pada kemoseptor yang aktif. Pada tekanan yang lebih rendah

dari 100 mm Hg, ventilasi akan berlangsung kira-kira menjadi dua kali

lipat bila Po 2 arteri turun sampai 60 mm Hg dan dapat meningkat

sebanyak lima kali lipat pada Po 2 yang sangat rendah.

Pernafasan pada oksigen rendah yang kronik merangsang

pernafasan yang lebih dalam lagi fenomena aklimatisasi, terjadinya

aklimatisasi adalah bahwa dalam waktu 2 atau 3 hari, pusat pernafasan di

batang otak kehilangan sekitar empat perlima sensivitasnya terhadap

perubahan Po 2 dan ion hidrogen. Oleh karena itu, ventilasi

penghembusan karbon dioksida yang terlalu banyak yang normalnya

akan menghambat peningkatan pernafasan gagal terjadi, dan oksigen

yang rendah dapat merangsang sistem pernafasan untuk mencapai nilai

ventilasi alveolus yang jauh lebih tinggi daripada dalam kondisi akut.

Berbeda dengan peningkatan 70 persen peningkatan ventilasi

yangmungkin terjadi setelah kontak terhadap oksigen yang rendah akut,

ventilasi alveolus seringkali meningkat 400 sampe 500 persen setelah 2

sampai 3 hari dalam keadaan oksigen rendah, hal ini sangat membantu

dalam mensuplai oksigen tambahan bagi pendaki gunung.

Pengaturan pernafasan selama latihan fisik, pada latihan fisik yang

berat, pemakaian oksigen dan pembentukan karbon dioksida dapat

meningkat sampai 20 kali lipat.Po 2, Pco 2 dan Ph arteri tetap hampir

mendekati normal. Hal ini masih dipertanyakan karena Pco 2, Ph dan Po

2 arteri memperlihatkan bahwa tidak satu pun dari ketiga nilai ini

berubah secara bermakna selama latihan fisik, sehingga tidak satu pun

Page 10: MBO (Mati Batang Otak)

10

menjadi cukup abnormal untuk merangsang pernafasan. Otak, ketika

mentransmisikan impuls motorik ke otot yang berlatih dianggap

mentransmisikan impuls kolateral ke batang otak pada saat yang sama

untuk mengesitasi pusat pernafasan. Hal ini analog dengan perangsangan

pusat vasomotor di batang otak salama latihan fisik yang mengakibatkan

peningkatan total yang cukup besar mulai terjadi segera setelah latihan

fisik di mulai, sebelum semua bahan kimiawi darah memiliki waktu

untuk berubah. Kemungkinan sebagian besar peningkatan pernafasan

diakibatkan oleh sinyal neurogenik yang ditransmisikan secara langsung

ke dalam pusat pernafasan batang otak pada waktu bersamaan dengan

sinyal yang menuju otot-otot tubuh untuk menimbulkan kontraksi otot.

Hubungan timbal balik antara faktor kimiawi dan faktor saraf

dalam mengatur pernafasan selama latihan fisik, sinyal saraf langsung

merangsang pusat pernafasan dalam tingkat yang hampir sesuai dengan

penyediaan kebutuhan oksigen tambahan yang dibutuhkan selama latihan

fisik, dan membuang karbon dioksida ekstra.pada saat latihan fisik

dimulai, ventilasi alveolus dengan segera meningkat tanpa didahului

peningkatan Pco 2 arteri. Kenyataanya peningkatan ventilasi alveolus ini

biasanya cukup besar sehingga pada awalnya menurunkan Pco 2 arteri di

bawah normal. Ventilasi mendahului peningkatan pembentukan karbon

dioksida dalam darah, sehingga otak mengadakan suatu rangsangan

³antisipasi´ pernafasan pada permulaan latihan, menghasilkan ventilasi

alveolus ekstra bahkan sebelum dibutuhkan. Setelah kira-kira 30 sampai

40 detik, jumlah karbon dioksida yang dilepaskan ke dalam darah dari

otot aktif hampir sama dengan peningkatan kecepatan ventilasi dan, Pco

2 arteri kembali normal bahkan ketika latihan berlangsung. Faktor

neurogenetik menggeser kurva ke arah atas sekitar 20 kali lipat, sehingga

ventilasi hampir bersesuaian dengan kecepatan pelepasan karbon

dioksida, dengan demikian dapat mempertahankan Pco2 arteri untuk

mendekati nilai normalnya.

Faktor neurogenetik untuk mengatur ventilasi selama latihan

kemungkinan merupakan respon yang dipelajari, kemampuan otak

untuk menggeser kurva respons ventilasi selama latihan fisik merupakan

respons yang dipelajari. Artinya, dengan periode latihan yang berulang-

Page 11: MBO (Mati Batang Otak)

11

ulang,otak secara progresif menjadi lebih mampu untuk menghasilkan

berbagai sinyal otak yang sesuai, yang dibutuhkan untuk

mempertahankan Pco 2 darah pada nilai normalnya. Terdapat alasan

untuk mempercayai bahwa korteks serebral terlibat dalam pembelajaran

ini, karena berbagai penelitian yang melakukan blockade terhadap

respons yang dipelajari.

2.4.2. Fisiologi Jantung

Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah

(disebut diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah

keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua Atrium mengendur dan

kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah

yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (darah

kotor) dari seluruh tubuh mengalir melalui dua vena terbesar (vena kava)

menuju ke dalam Atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan

mendorong darah ke dalam ventrikel kanan. Darah dari ventrikel kanan akan

dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke

paru-paru. Darah akan mengalir melalu pembuluh yang sangat kecil (kapiler)

yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan

melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang kaya

akan oksigen (darah bersih) mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke

serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan

atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium kiri akan

didorong menuju ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah

bersih ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam

tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-

paru.

Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh

potensial aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung

berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang

ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat

dua jenis khusus sel otot jantung yaitu 99% sel otot jantung kontraktil yang

melakukan kerja mekanis, yaitu memompa. Sel – sel pekerja ini dalam

keadaan normal tidak menghasilkan sendiri potensial aksi. Sebaliknya,

Page 12: MBO (Mati Batang Otak)

12

sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak berkontraksi tetapi

mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang

bertanggungjawab untuk kontraksi sel – sel pekerja.

Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel

otoritmik. Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum

diketahui. Secara umum diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan

siklis fluks pasif K+ keluar yang langsung bersamaan dengan kebocoran

lambat Na+ ke dalam. Di sel – sel otoritmik jantung, antara potensial -

potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf dan sel otot

rangka. Permeabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial -

potensial aksi, karena saluran K+ diinaktifkan, yang mengurangi aliran

keluar ion kalium positif mengikuti penurunan gradien konsentrasi

mereka.Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah, bagian

dalam secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah

ambang.Setelah ambang tercapai, terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai

respon terhadap pengaktifan saluran Ca2+ dan influks Ca2+ kemudian; fase

ini berbeda dari otot rangka, dengan influks Na+ bukan Ca2+ yang

mengubah potensial aksi ke arah positif. Fase turun disebabkan seperti

biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi karena terjadi peningkatan

permeabilitas K+ akibat pengaktifan saluran K+.Setelah potensial aksi usai,

inaktivasi saluran – saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya.

Sel – sel jantung yang mampu mengalami otortmisitas ditemukan pada nodus

SA, nodus AV, berkas His dan serat purkinje.

Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan

menyebar ke atrium melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke

nodus AV. Karena konduksi nodus AV lambat maka terjadi perlambatan

sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari nodus AV,

potensial aksi akan diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan

terakhir adalah ke sel purkinje.

Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan

gelombang depolarisasi yang akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap

junction.

Kontraksi otot jantung dilihat dari segi biokimia, otot terdiri dari aktin,

miosin, dan tropomiosin. Aktin, G aktin monomerik menyusun protein otot

Page 13: MBO (Mati Batang Otak)

13

sebanyak 25 % berdasarkan beratnya. Pada kekuatan ion fisiologik dan

dengan adanya ion Mg2+ akan membentuk F aktin. Miosin, turut menyusun

55 % protein otot berdasarkan berat dan bentuk filamen tebal. Miosin

merupakan heksamer asimetrik yang terdiri 1 pasang rantai berat dan 2

pasang rantai ringan. Troponin ada 3 jenis yaitu troponin T yang terikat pada

tropomiosin, troponin I yang menghambat interaksi F aktin miosin dan

troponin C yang mengikat kalsium.

Mekanisme kontraksi otot, adanya eksitasi pada miosit akan

menyebabkan peningkatan kadar Ca2+ di intraseluler.Eksitasi akan

menyebabkan Ca2+ msk dari ECM ke intrasel melalui L type channels lalu

Ca2+ tersebut akan berikatan dengan reseptor ryanodin- sensitive reseptor di

Sarkoplasmik retikulum dan akan dihasilkan lebih banyak lagi Ca 2+ ( CICR

= Ca2+ induced Ca2+ release). Kalsium yang masuk akan berikatan dengan

troponin C dan dengan adanya energi dari ATP akan menyebabkan kepala

miosin lepas dari aktin dan dengan ATP berikutnya akan menyebabkan

terdorongnya aktin ke bagian dalam ( M line ). Proses ini terjadi berulang –

ulang dan akhirnya terjadi kontraksi otot.

Sumber ATP untuk kontraksi berasal dari anaerob glikolisis,

glikogenolisis, kreatin fosfat, dan fosforilasi oksidatif. SumberATP pertama

sekali adalah cadangan ATP, setelah itu menggunakan kreatin fosfat diikuti

dengan glikolisis anaerob, lalu glikolisis aerob dan akhirnya lipolisis.

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat

tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK

meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS)

mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata

sekitar 50 sampai 60 milimeter per 100 gram otak permenit. Untuk seluruh otak kira-

kira beratnya 1200-1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit. Penghentian aliran

darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dala waktu 5

sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel

otak yang kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah

ke otak yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang

Page 14: MBO (Mati Batang Otak)

14

bersifat ireversible. Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh

kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah

konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.

Peningkatan karbon dioksida maupun hidrogen akan meningkatkan aliran darah

serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatan aliran darah

serebral.

Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran

oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara

reversible atau ireversible. Percobaan pada binatang menunjikan aliran darah otak

dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23ml/100mg/menit (normal

55ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas

23ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak

dibawah 8-9ml/100mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung lamanya.

Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak antara 8-23ml/100mg/menit.

Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial, maka

daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekuranghan oksigen. Daerah

tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati (1) tekanan perfusi yang

rendah, (2) PO2 turun, (3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan pengaturan

vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik

itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya, hanya pada

perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah

perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat dari daerah

iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan pengaturan

vasomotor. Disitu akan berkembang proses degrenerasi yang ireversible. Semua

pembuluh darah di bagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehingga berada

dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih dapat diperbaiki, oleh karena sel-sel

otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.

Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel

dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (edema serebri)

merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritrosit dan

leukosit. Akhirnya sel-sel akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai

dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.

Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.

Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai

Page 15: MBO (Mati Batang Otak)

15

mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat dan

aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan zinc

neuron, aktifasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria.

2.6. Kriteria Mati Batang Otak

Pada tahun 1959 Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah coma de passé

(koma irreversibel) dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan hilangnya

kesadaran, refleks batang otak, respirasi dan dengan hasil elektroensefalogram (EEG)

yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah komite Adhoc pada Fakultas Kedokteran

Harvard meninjau kembali defenisi kematian otak dan kemudian diartikan sebagai

koma ireversibel atau kematian otak, yaitu adalah tidak adanya respon terhadap

stimulus, tidak ada gerakan napas, tidak adanya refleks batang otak dan koma yang

penyebabnya sudah diketahui, kondisi tersebut menetap sekurang-kurangnya 6 sampai

24 jam.

Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan kerusakan batang otak

sebagai komponen penting dari kerusakan otak yang berat. Konferensi perguruan

tinggi Medical Royal dan fakultas-fakultas yang ada di dalamnya di Kerajaan Inggris

pada tahun 1976, menerbitkan sebuah pernyataan mengenai diagnosis kematian otak

dimana kematian otak diartikan sebagai hilangnya fungsi batang otak secara lengkap

dan ireversibel. Pernyataan ini memberikan pedoman yang termasuk di dalamnya

perbaikan dalam uji apnea dan memusatkan perhatian pada batang otak sebagai pusat

dari fungsi otak. Tanpa batang otak ini, tidak ada kehidupan. Pada tahun 1981 komisi

presiden untuk studi masalah etik dalam kedokteran biomedis juga penelitian tentang

perilaku menerbitkan pedomannya. Dokumen tersebut merekomendasikan kegunaan

tes konfirmasi untuk mengurangi durasi waktu yang dibutuhkan untuk observasi dan

merekomendasikan periode 24jam bagi pasien dengan gangguan anoksia dan

kemudian menyingkirkan syok sebagai syarat untuk menentukan kematian otak.

Akhir-akhir ini, Akademi Neurologi Amerika memberikan kasus berdasarkan bukti

dan menyarankan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dalam praktek. Laporan ini

secara spesifik mengarah kepada adanya peralatan-peralatan pemeriksaan klinis dan

tes konfirmasi validitas serta adanya deskripsi tentang uji apnea dalam

praktek.Sehubungan dengan dibutuhkannya konsep kematian otak, maupun metode

terstruktur suatu diagnosis, beragam kriteria telah diterbitkan. Beberapa diantaranya.

Page 16: MBO (Mati Batang Otak)

16

2.6.1. Kriteria Harvard

Kunci perkembangan diagnosis kematian otak diterbitkan “Kriteria

Harvard”, kunci diagnosis tersebut adalah:

Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive

coma).

Hilangnya kemampuan bernapas spontan.

Hilangnya refleks batang otakdan spinal.

Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi.

EEG datar.

Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan.

Kemudian, temuan klinis dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang

kurangnya 24 jam kemudian

2.6.2. Kriteria Minnesota

Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang

disarankan mungkin sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes dan

Chou mengusulkan “Kriteria Minnesota” untuk kematian otak. Yang

dihilangkan dari kriteria ini adalah tidak dimasukkannya refleks spinalis dan

aktivitas EEG karena masih dipandang sebagai sebuah pilihan pemeriksaan

untuk konfirmasi, elemen kunci kriteria Minnesota adalah:

Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan.

Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya

refleks batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya doll’s eye

movement, hilangnya respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya

refleks tonus leher.

Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam.

Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki.

Pertimbangan utama dalam mendiagnosis kematian otak adalah

sebagai berikut:

Hilangnya fungsi serebral.

Hilangnya fungsi batang otak termasuk respirasi spontan.

Bersifat ireversibel.

Page 17: MBO (Mati Batang Otak)

17

Hilangnya fungsi serebral ditandai dengan berkurangnya pergerakan

spontan dan berkurangnya respon motorik dan vokal terhadap seluruh

rangsang visual, pendengaran dan kutaneus. Refleks-refleks spinalis mungkin

saja ada. EEG merupakan indikator berharga dalam kematian serebral dan

banyak lembaga kesehatan yang memerlukan pembuktian Electro Cerebral

Silence (ECS), yang juga disebut EEG datar atau isoelektrik. Dikatakan EEG

datar apabila tidak ada perubahan potensial listrik melebihi 2 mikroVolt

selama dua kali 30 menit yang direkam setiap 6 jam. Perlu ditekankan bahwa

tidak adanya respon serebral dan EEG datar tidak selalu berarti kematian otak.

Akan tetapi, keduanya dapat terjadi dan bersifat reversible pada keadaan

hipotermia dan intoksikasi obat-obatan hipnotik-sedatif.

Fungsi-fungsi batang otak dianggap tidak ada jika tidak terdapat reaksi

pupil terhadap cahaya, tidak terdapat refleks kornea, vestibulo-ocular,

orofaringeal atau trakea. Tidak ada respon deserebrasi terhadap stimulus

noksius dan tidak ada pernapasan spontan. Untuk kepentingan dalam praktek,

apnea absolut dikatakan terjadi pada pasien, jika pasien tersebut tidak

melakukan usaha untuk menolak penggunaan alat respirasi setidaknya selama

15 menit. Sebagai tes akhir, pasien dapat dilepaskan dari respirator lebih lama

beberapa menit untuk memastikan bahwa PCO 2 arteri meningkat di atas

ambang untuk merangsang pernapasan spontan.

Jika hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa semua fungsi otak

hilang, maka pemeriksaan harus diulang dalam waktu 6 jam untuk memastikan

bahwa keadaan pasien bersifat ireversibel. Jika riwayat dan pengamatan

komprehensif yang sesuai terhadap prosedur penggunaan obat-obatan tidak

ada, maka observasi selama periode 72 jam mungkin dibutuhkan untuk

memperoleh reversibilitas walaupun jarang terjadi dalam praktek, studi perfusi

serebral menunjukkan terhentinya sirkulasi intrakranial secara sempurna

menyebabkan terjadinya kematian otak.

2.7. Penetapan Diagnosa Mati Batang Otak

Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan

kematian otak dan telah diadopsi oleh sebagian besar negara-negara di dunia.

Pemeriksaan pasien yang diduga telah mengalami kematian otak harus dilakukan

dengan teliti. Deklarasi tentang kematian otak tidak hanya menuntut dilakukannya tes

Page 18: MBO (Mati Batang Otak)

18

neurologis namun juga identifikasi penyebab koma, keyakinan akan kondisi

ireversibel, penyingkiran tanda neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang

dapat menyebabkan kebingungan, interpretasi hasil pencitraan neurologis, dan

dilakukannya tes laboratorium tambahan yang dianggap perlu.

Diagnosis kematian otak terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada tes lain

yang perlu dilakukan apabila pemeriksaan klinis yang menyeluruh, meliputi kedua tes

refleks batang otak dan satu tes apnea, memberikan hasil yang jelas. Apabila tidak

ditemukan temuan klinis, atau uji konfirmasi, yang lengkap yang konsisten dengan

kematian otak, maka diagnosis tersebut tidak dapat ditegakkan.Pemeriksaan

neurologis untuk menentukan apakah seseorang telah mengalami kematian otak atau

tidak dapat dilakukan hanya apabila persyaratan berikut dipenuhi.

Pemeriksaan neurologis untuk menentukan apakah seseorang telah mengalami

kematian otak atau tidak dapat dilakukan hanya apabila persyaratan berikut dipenuhi:

Penyingkiran kondisi medis yang dapat mengganggu penilaian klinis, khususnya

gangguan elektrolit, asam – basa, atau endokrin.

Tidak adanya hipotermia parah, didefinisikan sebagai suhu tubuh lebih kurang atau

sama dengan 32 o C.

Tidak adanya bukti intoksikasi obat, racun, atau agen penyekat neuromuskuler.

Menurut panduan sertifikasi kematian otak yang diterapkan di Hong Kong, yang

mengacu pada beberapa referensi seperti Medical Royal Colleges in United Kingdom

dan Austalian and New Zealand Intensive Care Society, sebelum mempertimbangkan

diagnosis kematian otak, harus diperiksa kondisi-kondisi serta kriteria eksklusi.

Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang konsisten

dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya dikonfirmasi dengan

pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa kondisi yang dialami pasien

diakibatkan oleh kerusakan struktural otak yang tidak dapat diperbaiki. Diagnosis dari

kelainan yang dapat menimbulkan kematian otak harus ditegakkan dengan jelas.

Diagnosis tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam setelah kejadian intrakranial

primer seperti cedera kepala berat, perdarahan intrakranial spontan, atau setelah

pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien disebabkan oleh henti jantung,

hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat tanpa periode anoksia serebri yang

jelas, atau dicurigai mengalami embolisme udara atau lemak otak maka penegakan

diagnosis akan memakan waktu lebih lama.

Page 19: MBO (Mati Batang Otak)

19

Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan diagnosis

kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan bantuan ventilator. Pasien

tidak responsif dan tidak bernafas secara spontan. Obat penyekat neuromuskuler atau

lainnya harus dieksklusi dari penyebab kondisi tersebut.

Penyebab koma lain yang harus dieksklusi adalah obat depresan atau racun.

Riwayat penggunaan obat harus secara hati-hati diperiksa. Periode observasi

tergantung pada farmakokinetik dari obat yang digunakan, dosis yang digunakan, dan

fungsi hepar serta ginjal pasien. Apabila diperlukan, tes darah dan urin serta level

serum dilakukan. Bila ada keraguan tentang adanya efek dari opioid atau

benzodiazepine, maka obat antagonis yang tepat harus diberikan. Stimulator saraf tepi

harus digunakan untuk mengkonfirmasi intak tidaknya konduksi neuromuskuler

apabila pasien menggunakan obat pelemas otot (muscle relaxant).

Hipotermia primer juga menjadi kriteria eksklusi. Suhu pasien

direkomendasikan harus di atas 35oC sebelum dilakukan uji diagnostik. Selain itu,

harus disingkirkan juga kondisi gangguan metabolik dan endokrin, serta hipotensi

arteri. Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut:

Evaluasi kasus koma

Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien

Penilaian klinis awal refleks batang otak

Periode interval observasi

o Sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam

o Usia lebih dari 2 bulan - < 1 tahun, periode interval observasi 24 jam

o Usia lebih dari 1 tahun - < 18 tahun, periode interval observasi 12 jam

o Usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam

Penilaian klinis ulang refleks batang otak

Tes apnea

Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi

Persiapan akomodasi yang sesuai

Sertifikasi kematian batang otak

Penghentian penyokong kardiorespirasi

2.7.1. Evaluasi Kasus koma

Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma

ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala berat,

Page 20: MBO (Mati Batang Otak)

20

perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan subarachnoid, jejas otak

hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatik fulminan adalah merupakan

penyebab potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat ireversibel. Dokter

perlu menilai tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi berbagai kerusakan

organ. Dokter juga harus menyingkirkan berbagai faktor perancu, seperti

intoksikasi obat, blokade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik

lain yang dapat menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible.

Kedalaman koma diuji dengan penilaian adanya respon motorik terhadap

stimulus nyeri yang standar, seperti penekanan nervus supraorbita, sendi

temporomandibuler, atau bantalan kuku pada jari Koma dalam adalah tidak

adanya respon motorik cerebral terhadap rangsang nyeri pada seluruh

ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraorbital. 19 Yang harus

diperhatikan dalam pengujian ini adalah kemungkinan adanya respon motorik

“Lazarus sign” yang dapat terjadi secara spontan selama tes apnea, seringkali

pada kondisi hipoksia atau episode hipotensi, dan berasal dari spinal. Agen

penyekat neuromuskuler juga dapat menghasilkan kelemahan motorik yang

cukup lama.

Gambar 1. Tes Rangsang Nyeri

2.7.2. Penilaian Klinis Refleks Batang Otak

Pemeriksaan refleks batang otak meliputi pengukuran jalur refleks

pada mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Saat terjadi kematian otak,

pasien kehilangan refleks dengan arah rostral ke kaudal, dan medulla

oblongata adalah bagian terakhir dari otak yang berhenti berfungsi. Beberapa

jam dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan batang otak secara menyeluruh,

dan selama periode tersebut, mungkin masih terdapat fungsi medula. Pada

kasus yang jarang dimana terdapat fungsi medula oblongata yang tetap ada,

Page 21: MBO (Mati Batang Otak)

21

ditemukan tekanan darah normal, respon batuk setelah suction trakhea, dan

takhikardia setelah pemberian 1 mg atropine.

Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak

oleh minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa

jam. Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam,

hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes

apnea) secara khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak yang kedua.

Hilangnya refleks batang otak:

Pupil:

a) Tidak terdapat respon terhadap cahaya atau refleks cahaya negatif

b) Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)

Gerakan bola mata /gerakan okular:

a) Refleks oculocephalic negatif

Pengujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak terdapat retak atau

ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii.

b) Tidak terdapat penyimpangan atau deviasi gerakan bola mata terhadap

irigasi 50 ml air dingin pada setiap telinga. Membrana timpani harus tetap

utuh, pengamatan 1 menit setelah suntikan, dengan interval tiap telinga

minimal 5 menit.

Respon motorik facial dan sensorik facial:

a) Refleks kornea negatif

b) Jaw reflex negatif (optional)

c) Tidak terdapat respon menyeringai terhadap rangsang tekanan dalam

pada kuku, supraorbita, atau temporomandibular joint.

Refleks trakea dan faring:

a) Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior

b) Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial

(tracheobronchial suctioning).

Page 22: MBO (Mati Batang Otak)

22

Tes A pnea

Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang

otak yang kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi

prasyarat terpenuhi, yaitu:

a. Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F

b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)

c. PaCO 2 normal (PaCO 2 arterial ≥ 40 mmHg)

d. PaO 2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO 2 arterial ≥ 200 mmHg)

Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator

b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul

setinggi carina)

c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada

atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)

d. Ukur PaO 2 , PaCO 2 , dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian

ventilator disambungkan kembali.

e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO 2 ≥ 60 mmHg (atau

peningkatan PaCO 2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil tes

apnea dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian

batang otak).

f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif (tidak

mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak) .

g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik

turun sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal

sesuai usia pada pasien < 18 tahun), atau pulse-oxymeter

mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang bermakna, atau terjadi

aritmia kardial.

Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah.

Apabila PaCO2 ≥ 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 ≥ 20 mmHg di

atas nilai dasar normal, tes apnea dinyatakan positif.

Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg

diatas nilai dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipastikan

dan perlu dilakukan tes konfirmasi.

Page 23: MBO (Mati Batang Otak)

23

2.7.3. Pemeriksaan Konfirmatif Jika Terdapat Indikasi

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak

diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan

refleks batang otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa

pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium,

instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya

pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu

dilakukan tes konfirmatif. Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan

sangat tergantung pada pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan,

kemanfaatan, dan kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif

yang biasa dilakukan antara lain:

a. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic

resonance, dan radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila

tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi

bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi.

b. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila

tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit.

c. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak

terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau

vasculature, bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon).

d. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan

apabila tidak terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus

medianus.

e. Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan

oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik

tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow,

mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high vascular

resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang besar.

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Page 24: MBO (Mati Batang Otak)

24

Berbagai teknik yang ditemukan untuk mempertahankan detak jantung dan

pernapasan walaupun pasien telah mati telah memunculkan persepsi baru tentang definisi

kematian sebagai hilangnya fungsi otak dan bukan fungsi jantung dan paru, dimana

kematian dapat ditentukan berdasarkan kriteria neurologis. Kematian otak kebanyakan

diakibatkan oleh cedera kepala berat dan perdarahan intrakranial. Kriteria untuk

kematian otak sendiri berevolusi seiring waktu. Kematian otak didefinisikan sebagai

hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak. Tiga temuan

penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks batang otak, dan apnea.

Pada pasien, harus diperiksa kondisi-kondisi serta kriteria eksklusi. Harus ditemukan

kondisi cedera otak berat yang konsisten dengan proses terjadinya kematian otak, tidak

bernafas secara spontan, dan hasil yang negatif pada pemeriksaan refleks-refleks batang

otak. Jika kematian otak telah didiagnosis berdasarkan kriteria klinis dasar diatas, dokter

dan keluarga harus sadar bahwa kematian otak sama dengan kematian pasien.

3.2. Saran

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi klinis

diharapkan dapat memahami keadaan mati batang otak dan dapat menegakkan diagnosis

mati batang otak secara tepat sehingga diharapkan nantinya bila kita menemukan kasus

ini kita dapat memberikan penanganan yang tepat kepada penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: MBO (Mati Batang Otak)

25

Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Jakarta Dian Rakyat.2004.

Hal.280

Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran, Edisi 11. Jakarta.EGC. 2007. Hal 107-

119, 495-538

Dorland, W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta. EGC. 2002

Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 2.

Jakarta. EGC.1994. Hal.902.

Jawetz, Melnick & Adelberg . Mikrobiologi kedokteran, Edisi 20, EGC Jakarta, 1996