materi ipl fillet ikan.pdf

35
7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 1/35 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1  Gambaran Umum Unit Pengolahan F ill et Ikan 4.1.1 Lokasi Unit Pengolahan F illet  Pada penelitian ini, lokasi unit pengolahan  fillet ikan yang dijadikan tempat  penelitian tersebar di Pulau Jawa. Apabila dirinci berdasarkan provinsi dan status penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet ikan, maka sebaran lokasi unit  pengolahan fillet ikan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sebaran lokasi unit pengolahan ikan (UPI) berbentuk  fillet berdasarkan  provinsi dan status penerapan CPB dan SPOS  No Provinsi Status UPI Total UPI BM LM 1 Banten 0 1 1 2 DKI Jakarta 0 3 3 3 Jawa Barat 0 1 1 4 Jawa Tengah 15 2 17 5 Jawa Timur 0 4 4 Total 15 11 26 Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOS LM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa provinsi Jawa Tengah memiliki unit  pengolahan  fillet ikan terbesar dengan jumlah tujuh belas, diikuti provinsi Jawa Timur empat unit dan provinsi DKI Jakarta tiga unit. Banyaknya unit pengolahan  fillet ikan di tiga provinsi tersebut dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan sumber bahan baku ikan seperti Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman Muara Baru, Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, PPI Tegal Sari, PPS Cilacap, PPN Brondong, PPN Prigi dan lain sebagainya.

Upload: firginiya-firdaus

Post on 31-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 1/35

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Gambaran Umum Unit Pengolahan F ill et Ikan

4.1.1  Lokasi Unit Pengolahan F ill et  

Pada penelitian ini, lokasi unit pengolahan  fillet ikan yang dijadikan tempat

 penelitian tersebar di Pulau Jawa. Apabila dirinci berdasarkan provinsi dan

status penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet  ikan, maka sebaran lokasi unit

 pengolahan fillet ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran lokasi unit pengolahan ikan (UPI) berbentuk  fillet berdasarkan provinsi dan status penerapan CPB dan SPOS

 No Provinsi

Status UPI

Total UPIBM LM

1 Banten 0 1 1

2 DKI Jakarta 0 3 3

3 Jawa Barat 0 1 1

4 Jawa Tengah 15 2 17

5 Jawa Timur 0 4 4

Total 15 11 26

Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa provinsi Jawa Tengah memiliki unit

 pengolahan  fillet  ikan terbesar dengan jumlah tujuh belas, diikuti provinsi Jawa

Timur empat unit dan provinsi DKI Jakarta tiga unit. Banyaknya unit pengolahan

 fillet  ikan di tiga provinsi tersebut dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan

sumber bahan baku ikan seperti Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam

Zachman Muara Baru, Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Pelabuhan

Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, PPI Tegal Sari, PPS Cilacap, PPN

Brondong, PPN Prigi dan lain sebagainya.

Page 2: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 2/35

33

Khusus di provinsi Jawa Tengah, dari tujuh belas unit pengolahan  fillet  

ikan yang ada, lima belas diantaranya saat ini berhenti menerapkan CPB dan

SPOS pengolahan  fillet  ikan sedangkan dua unit pengolahan lainnya lanjut

menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Kelima belas unit pengolahan

tersebut terletak di Kawasan Tegal Sari, Kota Tegal, Jawa Tengah.

4.1.2  Kapasitas Produksi dan Tingkat Utilisasi

Total kapasitas produksi terpasang seluruh unit pengolahan  fillet  ikan yang

dijadikan lokus penelitian adalah 176,2 ton/hari dengan realisasi produksi

sebesar 103,5 ton/hari (Lampiran 9). Artinya, dari total kapasitas produksi

terpasang, tingkat utilisasinya baru mencapai 58,74% sehingga terdapat kapasitas

menganggur atau idle capacity sebesar 41,26%.

Pada unit pengolahan  fillet  ikan yang termasuk kelompok BM, total

kapasitas produksi terpasang mencapai 83,2 ton/hari dengan realisasi produksi

sebesar 53,2 ton/hari. Artinya, unit pengolahan  fillet  ikan tersebut memiliki

tingkat utilitas sebesar 63,9% sehingga terdapat idle capacity sebesar 36,1%.

Pada unit pengolahan  fillet  ikan yang termasuk kelompok LM, total kapasitas

 produksi terpasang mencapai 93,0 ton/hari dengan realisasi produksi sebesar 50,3

ton/hari. Artinya, pada unit pengolahan  fillet  ikan tersebut, memiliki tingkat

utilitas sebesar 54,1% sehingga terdapat kapasitas menganggur atau idle capacity 

sebesar 45,9% (Lampiran 9).

Kondisi idle capacity di unit pengolahan  fillet  milik responden kelompok 

BM dan LM mengakibatkan sarana pengolahan  fillet  tidak dapat dioperasikan

secara maksimal sesuai dengan kapasitasnya. Tingkat idle capacity yang tinggi

ini dikhawatirkan menyebabkan biaya produksi  fillet  menjadi tidak ekonomis

karena seluruh total biaya produksi hanya dapat ditanggung oleh produk  fillet 

yang jumlahnya kurang dari yang seharusnya.

Secara umum, rendahnya tingkat utilitas pada unit pengolahan  fillet  ikan

disebabkan oleh kurangnya bahan baku. Oleh karena itu, dalam upaya

meningkatkan utilitas unit pengolahan  fillet , perlu dilakukan upaya

 pengembangan kemitraan antara unit pengolahan  fillet  ikan dengan perusahaan

 penangkap ikan, peningkatan mutu bahan baku serta mengembangkan

Page 3: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 3/35

34

diversifikasi produk  fillet  dari yang berbasis pada bahan baku hasil tangkapan

menjadi hasil budidaya seperti patin, lele dan nila. Departemen Kelautan dan

Perikanan (2009) menyatakan, pada tahun 2006, produksi lele baru mencapai

77.542 ton meningkat pada tahun 2007 menjadi 112.571 ton. Adapun patin, pada

tahun 2006, produksinya hanya sebesar 31.490 ton meningkat pada tahun 2007

menjadi 79.051 ton dan nila sebesar 169.390 ton pada tahun 2006 meningkat

menjadi 214.401 ton pada tahun 2007.

 Nurdjana (2009) menyatakan bahwa mulai periode 2009-2014, Kementerian

Kelautan dan Perikanan akan mendorong peningkatan budidaya ikan patin hingga

70%, yaitu dari 132.600 ton di tahun 2009 menjadi 1.883.000 pada tahun 2014.

Lebih lanjut Nurdjana (2009) menyatakan bahwa mulai periode 2009-2014,

 produksi ikan lele akan ditingkatkan sebesar 35%, yaitu dari 200.000 ton di tahun

2009 menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 dan nila sebesar 27%, yaitu dari

378.300 ton di tahun 2009 menjadi 1.242.900 ton pada tahun 2014. Peningkatan

 produksi tersebut menggambarkan bahwa pada periode ke depan, ketersediaan

 bahan baku ikan patin, lele dan nila akan berlimpah. Apabila unit pengolahan fillet 

mendiversifikasi produk dengan bahan baku yang berasal tiga komoditas tersebut

akan mendapatkan jaminan ketersediaan bahan baku, sehingga utilitas unit pengolahan fillet akan lebih besar lagi.

4.1.3 Tenaga Kerja Pengolahan F ill et Ikan

Jumlah tenaga kerja yang terdapat di unit pengolahan  fillet ikan kelompok 

BM dan LM sebanyak 2.432 orang dengan komposisi tenaga kerja laki-laki

sebanyak 690 orang (28,37%) dan perempuan sebanyak 1.742 orang (71,63%)

(Lampiran 10).

Apabila dilihat dari penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet ikan, unit

 pengolahan  fillet  ikan yang termasuk kelompok BM menyerap tenaga kerja

dengan jumlah 892 orang dengan komposisi tenaga kerja laki-laki sebanyak 181

orang (20,29%) dan tenaga kerja perempuan 711 orang (79,71%). Pada unit

 pengolahan  fillet  ikan yang termasuk kelompok LM, jumlah tenaga kerja yang

terserap sebanyak 1.540 orang dengan komposisi tenaga kerja laki-laki sebanyak 

Page 4: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 4/35

35

509 orang (33,05%) dan tenaga kerja perempuan dengan jumlah 1031 orang atau

(66,95%) (Lampiran 10).

Mayoritas tenaga kerja laki-laki yang berkerja di unit pengolahan  fillet 

ikan melaksanakan proses sanitasi dan pembersihan ruangan, penerimaan ikan,

distribusi ikan maupun  fillet  dari satu tahapan proses ke tahapan yang lain serta

menimbang dan mengemas produk akhir. Sedangkan mayoritas tenaga kerja

wanita melaksanakan aktivitas mem fillet  ikan. Banyaknya tenaga kerja wanita

yang mem fillet  ikan disebabkan tenaga kerja wanita memiliki tingkat ketelitian

yang tinggi dalam mengolah fillet . Tingkat ketelitian pekerja wanita dapat dilihat

dari rendemen fillet hasil produksi yang rata-rata mencapai 35 – 40%.

4.1.4 Pemasaran F ill et Ikan

Pada unit pengolahan fillet yang menjadi lokasi penelitian, pola pemasaran

yang dilakukan dapat dikelompokan menjadi 3 jenis sebagaimana diperlihatkan

 pada Gambar 4, 5, dan 6.

Gambar 4. Pola 1 pemasaran fillet ikan

Gambar 4 memperlihatkan pola pemasaran  fillet  dari produsen langsung

kepada konsumen. Pola ini dilakukan oleh unit pengolahan  fillet yang termasuk 

dalam kelompok BM dan LM. Pada kelompok BM, 15 responden melalukuan

 pemasaran  fillet  secara langsung kepada konsumen industri olahan ikan lanjutandi dalam negeri, seperti industri pengolahan kerupuk, baso, otak-otak, nugget dan

lain-lain. Pada kelompok LM, 11 responden memasarkan langsung produk  fillet 

kepada konsumen industri seperti jaringan katering dan supermarket serta importir 

luar negeri.

KonsumenProdusen

Page 5: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 5/35

36

Gambar 5. Pola 2 pemasaran fillet ikan

Gambar 5 memperlihatkan pola pemasaran  fillet  yang dilakukan melalui

 perantara ( supplier ). Pola pemasaran  fillet  seperti ini dilakukan oleh satu

responden kelompok BM. Responden memasarkan produk   fillet nya tidak 

langsung ke konsumen rumah tangga maupun industri melainkan melalui

 perantara pemasok/ supplier . Pemasok yang berhubungan secara langsung kepada

konsumen yang terdiri atas industri maupun pengecer di pasar.

Gambar 6. Pola 3 pemasaran fillet 

Gambar 6 memperlihatkan pola pemasaran  fillet yang menggunakan agen penjualan atau melalui sistem keagenan. Model pemasaran melalui sistem

keagenan tersebut dilakukan satu responden kelompok LM. Responden

memasarkan  fillet  ikan melalui agen-agen perusahaan yang ada di beberapa kota

seperti Jakarta dan Bandung. Agen-agen perusahaan kelompok LM tersebut yang

kemudian akan meneruskan produk  fillet  ikan kepada konsumen rumah tangga

maupun hotel, restoran dan rumah makan.

Berdasarkan diskusi dengan responden, harga jual  fillet yang berasal dariikan kuniran, swangi dan coklatan di dalam negeri antara Rp. 7.000 – 8.000/kg,

sedangkan yang berasal dari ikan mata goyang antara Rp. 17.000  – 18.000/kg.

 Fillet tersebut di jual sebagai bahan baku industri makanan berbahan baku ikan di

dalam negeri seperti otak-otak, baso ikan, kaki naga, siomay dan kerupuk.

Harga jual fillet ikan kakap dengan kulit di pasar dalam negeri berkisar 

Rp. 30.000/kg dan tanpa kulit Rp. 32.000/kg. Untuk pasar ekspor, harga  fillet 

kakap merah antara US $ 7,8 – 8/kg.

KonsumenProdusen Agen

Produsen Supplier 

Konsumen I

Konsumen II

Page 6: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 6/35

37

Seluruh unit pengolahan  fillet  ikan yang termasuk dalam kelompok BM

memasarkan produknya di pasar dalam negeri pada konsumen industri. Hanya

satu responden kelompok BM yang memasarkan  fillet ke konsumen industri dan

 pasar retail melalui perantara. Sedangkan responden kelompok LM memasarkan

 produknya di pasar dalam negeri dan mayoritas di pasar luar negeri (ekspor).

4.2  Proses Pengolahan F il let Ikan

Responden kelompok BM mengolah fillet tanpa memperhatikan persyaratan

dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-

2696.3-2006 tentang Penanganan dan Pengolahan  Fillet  Kakap Beku. Secara

rinci, perbandingan proses pengolahan  fillet  ikan yang dilakukan di unit

 pengolahan  fillet kelompok BM dengan LM dalam kaitannya dengan pemenuhan

 persyaratan dan ketentuan pengolahan  fillet  seperti diatur dalam SNI 01-2696.3-

2006 tentang Penanganan dan Pengolahan  Fillet  Kakap Beku dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan jumlah unit pengolahan  fillet  dalam memenuhi ketentuan proses pengolahan sesuai SNI berdasarkan penerapan CPB dan SPOS.

Urutan ProsesBM LM

Unit % Unit %

Penerimaan 0 0% 11 100%

Sortasi I 0 0% 11 100%

Penyiangan 0 0% 11 100%

Pencucian I 0 0% 11 100%

Pemfilletan 0 0% 11 100%

Perapihan 0 0% 11 100%

Pencucian II 0 0% 11 100%

Sortasi II 0 0% 11 100%

Penimbangan 0 0% 11 100%

Pengepakan 8 53,33% 11 100%

Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS

Page 7: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 7/35

38

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pada umumnya unit pengolahan

 fillet  ikan yang termasuk dalam Kelompok BM melaksanakan proses pengolahan

 fillet  tidak sesuai dengan yang diatur dalam SNI 01-2696.3-2006 tentang

Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku. Sedangkan pada unit pengolahan

 fillet  ikan kelompok LM, proses pengolahan  fillet  ikan yang dilakukan telah

memenuhi ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam SNI 01-2696.3-2006

tentang Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku.

Bentuk tidak dipenuhinya persyaratan pengolahan  fillet  ikan oleh

responden kelompok BM dapat diuraikan sebagai berikut:

1.  Penerimaan

Pada proses penerimaan, tidak dilaksanakan dalam kondisi saniter, tidak 

dilaksanakan pengujian bahan baku secara organoleptik ataupun melihat riwayat

 perlakuan bahan baku yang diterima apakah ditangani dengan sistem rantai dingin

sejak dari atas kapal hingga ke tangan  supplier/  pemasok. Apabila terjadi

 penundaan proses, bahan baku ikan tidak diberikan es sehingga suhunya tidak 

dipertahankan agar tetap dingin.

2.  Sortasi I

Proses sortasi tidak dilaksanakan. Seluruh bahan baku  fillet  yang adadikeranjang selalu diproses lebih lanjut tanpa memperhatikan ukuran dan

mutunya.

3.  Penyiangan

Proses penyiangan tidak dilakukan dalam kondisi yang saniter dan bersih.

Ikan yang menunggu untuk disiangi tidak diberikan es dengan jumlah yang cukup

untuk menjaga suhunya tetap dingin agar tidak mendorong berkembangnya

 bakteri.4.  Pencucian I

Pencucian dilakukan dengan air yang tidak dingin. Air untuk mencuci

seringkali tidak diganti apabila sudah menjadi keruh dan terkadang dicampur 

dengan air yang baru. Hal ini rentan mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada

ikan. Selain itu, Ikan yang telah dicuci diletakan pada keranjang berlubang yang

 bersentuhan langsung dengan lantai.

Page 8: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 8/35

39

5.  Pem fillet an

Proses pem fillet an dilakukan pada kondisi yang tidak saniter dan bersih.

Kondisi yang tidak saniter dan bersih ini berasal dari sarana pengolahan yang

digunakan maupun lingkungan tempat mengolah fillet . Sarana pem fillet an terbuat

dari kayu. Adapun pisau yang digunakan untuk mem fillet ikan tidak rutin dicuci

dengan air bersih. Hal tersebut menyebabkan resiko  fillet  terkontaminasi oleh

 bakteri dan serpihan kayu menjadi lebih besar.  Fillet  yang dihasilkan tidak 

diberikan es agar suhunya tetap dingin.

6.  Perapihan

Proses perapihan  fillet  dilakukan pada kondisi yang tidak saniter dan

higienis. Sarana yang digunakan untuk proses perapihan fillet seperti meja terbuat

dari bahan kayu. Hal tersebut memungkinkan ikan terkontaminasi oleh bakteri,

serpihan kayu, sisa sisik yang menempel dan sumber kontaminan lainnya.  Fillet 

ikan yang sudah dirapihkan bentuknya tidak segera dipertahankan suhunya agar 

tetap dingin.

7.  Pencucian II

Pencucian dilakukan dengan air tanah atau PDAM yang tidak dingin dan

 belum terukur kualitasnya. Air untuk mencuci sering tidak diganti apabila sudahkeruh atau air yang sudah keruh tersebut hanya ditambahkan dengan air yang

 baru.  Fillet  ikan yang telah dicuci diletakan dalam keranjang berlubang yang

 bersentukan langsung dengan lantai. Perlakuan tersebut memungkinkan  fillet 

terkontaminasi oleh bakteri dan kontaminan lainnya.

8.  Sortasi II

Proses sortasi pada umumnya tidak dilakukan dalam proses pengolahan

 fillet . Apabila dilakukan, ikan yang telah disortir tidak dipertahankan suhunyaagar tetap dingin.

9.  Penimbangan

Penimbangan tidak dilakukan secara cepat, saniter dan dalam kondisi

dingin. Hal ini ditunjukan dari seringnya  fillet  ikan yang akan ditimbang atau

menunggu untuk ditimbang diletakan di atas meja yang terbuat dari kayu dan

tidak diberi es.

Page 9: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 9/35

40

10.  Pengepakan

Hanya delapan responden kelompok BM yang melakukan proses

 pengepakan sebagaimana yang disyaratkan, yaitu ikan yang telah ditimbang di

dalam plastik seberat 1 kg secepat mungkin diletakan dalam blong/tong plastik 

 besar yang bersisi air dingin.

Proses pengepakan yang dilakukan di unit pengolahan fillet yang termasuk 

dalam kelompok BM mengindikasikan bahwa dalam menjaga mutu  fillet  ikan,

 para pengolah  fillet  masih berorientasi pada produk akhir (end product 

orientation). Hal ini dapat dilihat dari pemberian es yang hanya dilakukan pada

tahapan pengepakan dan menyampingkan kemungkinan berkembangnya bakteri

selama proses pengolahan sebagai akibat tidak diterapkannya rantai dingin secara

 berkesinambungan selama proses pengolahan  fillet . Hal tersebut mencerminkan

rendahnya tingkat pengetahuan responden kelompok BM tentang CPB dan SPOS

 pengolahan fillet ikan.

Berdasarkan pengamatan di unit pengolahan  fillet  ikan yang termasuk 

dalam kelompok BM, tidak dipenuhinya ketentuan dalam mengolah  fillet 

sebagaimana diatur dalam SNI menyebabkan  fillet  ikan rentan terkontaminasi

selama proses pengolahan. Kontaminasi dapat berasal dari lingkungan unit pengolahan, sarana dan prasarana yang digunakan dalam mengolah, dan

ketidakdisiplinan karyawan dalam menerapkan prinsip-prinsip higiene selama

melakukan proses pengolahan.

Beberapa hal yang memungkinkan  fillet  rentan terkontaminasi antara lain

masih digunakannya sarana pengolahan yang terbuat dari bahan kayu, tidak 

diterapkannya prinsip kehati-hatian dan rantai dingin (cold chain) selama proses

 pengolahan  fillet  ikan, banyaknya karyawan yang tidak menggunakan perlengkapan kerja sebagaimana yang dipersyaratkan serta masih adanya

karyawan yang merokok, makan dan minum selama proses pengolahan  fillet ikan

 berlangsung.

Berdasarkan Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa seluruh responden

kelompok LM melakukan proses pengolahan fillet sesuai dengan ketentuan dalam

SNI 01-2696.3-2006 tentang Penanganan dan Pengolahan Fillet Kakap Beku. Hal

tersebut ditunjukan dengan dipenuhinya persyaratan CPB dan SPOS pengolahan

Page 10: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 10/35

41

 fillet  ikan seperti menerapkan rantai dingin selama proses pengolahan, mencegah

terjadinya kontaminasi silang, menjaga kebiasaan karyawan agar tidak 

mengontaminasi produk, menjaga kebersihan peralatan dan ruangan proses,

menggunakan air dan es yang memenuhi persyaratan dalam melaksanakan proses

 pengolahan, memenuhi persyaratan lokasi dan konstruksi bangunan sebagaimana

yang dipersyaratkan, membuat prosedur pencatatan dan pemantauan, dan lain

sebagainya .

Berdasarkan uraian di atas, penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet 

ikan sangat perlu dilakukan oleh responden kelompok BM untuk meningkatkan

 jaminan mutu dan keamanan produk  fillet  yang dihasilkan. Hal ini mengingat

CPB dan SPOS merupakan persyaratan kelayakan dasar ( pre requisite) yang

apabila dilaksanakan secara konsisten oleh responden maka akan dapat menjamin

mutu dan kemanan produk  fillet yang diproduksi.

CPB dan SPOS berbeda dengan sistem manajemen mutu Hazard Analysis

Critical Control Point  (HACCP) maupun ISO. CPB bersisi minimum standar 

sanitasi dan proses pengolahan yang diperlukan untuk menjamin proses pengolahan

 pangan secara utuh (Luning et al  2002). Adapun SPOS adalah prosedur 

memelihara kondisi sanitasi yang berhubungan dengan seluruh fasilitas produksidan tidak terbatas pada tahap tertentu atau critical control point  (Surono 2007).

Artinya melalui penerapan CPB, diharapkan responden kelompok BM akan

memenuhi standar minimum sanitasi dan proses pengolahan fillet ikan. Pada saat

yang bersamaan, dengan penerapan SPOS, para pengolah  fillet  kelompok BM

akan dapat mengendalikan penerapan CPB pengolahan  fillet  ikan melalui

 prosedur pemantauan yang teratur. Implementasi CPB dan SPOS pengolahan

 fillet ikan secara konsisten akan menjamin mutu dan keamanan produk  fillet yangdihasilkan oleh responden pengolah fillet ikan kelompok BM.

HACCP adalah sistem manajemen keamanan pangan yang didasarkan

 pada kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik pada proses produksi,

namun dapat dikendalikan dengan tindakan pencegahan dan pengendalian bahaya

tersebut pada titik kritis (Ditjen P2HP 2008). Hal itu berarti sebagai sistem

 jaminan mutu dan keamanan pangan, HACCP menekankan tindakan pencegahan

dan pengendalian pada titik kritis tertentu dan tidak terhadap keseluruhan hal-hal

Page 11: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 11/35

42

yang diatur dalam CPB dan SPOS. Oleh karena itu, agar implementasi HACCP

dapat berjalan secara efektif, diperlukan pemenuhan persyaratan CPB dan SPOS

secara konsisten terlebih dahulu.

ISO adalah sistem manajemen mutu yang pada awalnya diterapkan di

 pabrik-pabrik. Namun saat ini, ISO telah diterapkan di organisasi, perusahaan

 bahkan perguruan tinggi serta universitas. ISO adalah badan penetap standar 

internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap

negara.

ISO 9000 adalah kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu.

Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk meningkatkan citra

 perusahaan, meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan, meningkatkan efisiensi

kegiatan, memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan,

 pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan ( plan, do, check, action),

meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam

hal pengelolaan lingkungan, mengurangi risiko usaha, meningkatkan daya saing,

meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak 

yang berkepentingan dan mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra

kerja/pemodal. Hal tersebut menunjukan bahwa sertifikasi atas penerapan salahsatu ISO 9000 tidak sepenuhnya menjamin kualitas dan kemanan dari barang

yang dihasilkan melainkan hanya menerangkan bahwa suatu perusahaan atau

organisasi telah melaksanakan bisnis proses yang berkualitas secara konsisten

(http://id.wikipedia.org/wiki/ISO 9000. 2010).

4.3  Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Penerapan CPB dan SPOS

Pengolahan F ill et Ikan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, faktor-faktor yang berpengaruh

 pada penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan pada responden pengolah

 fillet kelompok BM maupun LM dijabarkan berikut ini.

Page 12: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 12/35

43

4.3.1 Faktor Internal

4.3.1.1 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden kelompok BM dan LM akan aspek-aspek teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan secara lengkap dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan tingkat pengetahuan responden kelompok BM dan LM

Kriteria Pengetahuan

Responden

BM LM

Jumlah

Responden %

Jumlah

Responden %Tinggi 0 0 11 100

Sedang 4 27 0 0

Rendah 11 73 0 0

Jumlah 15 100 11 100

Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa pada unit pengolahan ikan yang

termasuk dalam kelompok BM, 11 responden memiliki tingkat pengetahuan yang

rendah akan aspek-aspek teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet ikan.

Hanya empat responden pengolah  fillet  kelompok BM yang memiliki tingkat

 pengetahuan dengan kategori sedang akan aspek-aspek teknis CPB dan SPOS

 pengolahan fillet ikan.

Berdasarkan rekapitulasi hasil kuisioner, responden kelompok BM,

umumnya melakukan kesalahan dalam menjawab soal yang terkait dengan hal-hal

teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet ikan, seperti aspek konstruksi

 bangunan, karyawan/pekerja, proses pengolahan, pemantauan terhadap

 pelaksanaan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan serta aspek 

 penandaan/pelabelan produk.

Pada unit pengolahan  fillet  kelompok LM, seluruh responden memiliki

tingkat pengetahuan yang tinggi tentang aspek-aspek teknis CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh sebagian

 besar responden kelompok LM yang pada umumnya lebih dari 80.

Page 13: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 13/35

44

Tingginya tingkat pengetahuan responden kelompok LM akan aspek-aspek 

teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet  ikan disebabkan oleh lamanya

 pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan serta dianut dan

dijalankannya nilai-nilai bisnis yang menekankan pentingnya mutu dan keamanan

 produk  fillet . Selain itu, dorongan permintaan pasar dan penerapan nilai-nilai

 bisnis yang menekankan pentingnya aspek mutu dan keamanan mendorong

responden kelompok LM menerapakan CPB dan SPOS dalam proses pengolahan

 fillet  ikan secara konsisten. Hal ini pada akhirnya menyebabkan responden

kelompok LM memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang aspek-aspek 

teknis penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

Rendahnya tingkat pengetahuan responden kelompok BM dibandingkan

dengan kelompok LM disebabkan oleh kurangnya sosialisasi, pembinaan dan

 pendampingan yang dilakukan pemerintah secara berkelanjutan dan singkatnya

 pengalaman dalam menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Hal

tersebut menyebabkan hingga saat ini, para pengolah  fillet  ikan kelompok BM

memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan

 fillet ikan.

4.3.1.2 Pengalaman

Terdapat perbedaan tingkat pengalaman responden kelompok LM dan BM

dalam menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet  ikan. Secara rinci perbedaan

tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan lama pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan

 fillet ikan antara kelompok BM dan LM.

Waktu Penerapan

(Bulan)

BM LM

Jumlah Unit % Jumlah Unit %

1 – 12 15 100 0 0

13 – 24 0 0 1 9,09

>24 0 0 10 90,91

Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS

Page 14: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 14/35

45

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa unit pengolahan yang termasuk dalam

kelompok BM memiliki pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan

 fillet  ikan kurang dari 12 bulan, sedangkan pada unit pengolahan  fillet  yang

termasuk dalam kelompok LM, 10 responden memiliki pengalaman menerapkan

CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan lebih dari 24 bulan.

Singkatnya waktu penerapan oleh responden kelompok BM disebabkan

inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan tidak memenuhi unsur 

karateristik inovasi yang ditandai dengan tidak dirasakannya keuntungan relatif,

tidak sesuainya penerapan CPB dan SPOS dengan nilai yang dianut serta

rumitnya penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Meskipun para

responden kelompok BM menganggap penerapan CPB dan SPOS pengolahan

fillet ikan memenuhi 2 unsur karateristik inovasi, yaitu penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan fillet ikan dapat dilihat (observability) dan dapat dicoba (triability),

kondisi tersebut tidak mendorong mereka untuk menerapkan CPB dan SPOS

 pengolahan fillet ikan. Hal itu karena dalam masa percobaan penerapan CPB dan

SPOS pengolahan fillet ikan, pemerintah memberikan bantuan dan pendampingan

kepada responden kelompok BM.

Hal sebaliknya terjadi pada unit pengolahan fillet yang termasuk kelompok LM. Penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet ikan oleh responden kelompok 

LM berlangsung sangat lama karena responden menilai bahwa penerapan CPB

dan SPOS pengolahan  fillet  ikan memenuhi unsur karateristik inovasi, seperti

responden kelompok LM merasa memperoleh keuntungan relatif, sesuai dengan

nilai-nilai yang dianut khususnya nilai-nilai bisnis perikananan, tidak 

dirasakannya kerumitan serta dapat dilihat dan dicobanya penerapan CPB dan

SPOS pengolahan fillet ikan.Berdasarkan uraian di atas diperoleh hasil bahwa pada faktor internal,

terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan lamanya waktu penerapan CPB dan

SPOS pengolahan  fillet  ikan antara responden pengolah  fillet  kelompok BM

dengan LM. Responden pengolah  fillet  kelompok BM memiliki tingkat

 pengetahuan yang lebih rendah serta memiliki pengalaman penerapan CPB dan

SPOS yang lebih singkat dibandingkan dengan responden pengolah  fillet  ikan

kelompok LM.

Page 15: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 15/35

46

4.3.2 Faktor Eksternal

4.3.2.1 Kebijakan Pemerintah di Bidang Sosial

Pendapat responden kelompok BM dan LM terkait dengan kebijakan pemerintah di bidang sosial yang mendukung penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan sangat bervariasi. Adapun pendapat responden kelompok 

BM terkait dengan kebijakan dalam bidang sosial yang dilakukan pemerintah

dalam mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan dapat dilihat

 pada Lampiran 1.

Berdasarkan Lampiran 1 terlihat, bahwa mayoritas responden kelompok 

BM berpendapat pemerintah kurang berperan dalam aspek sosial untuk 

mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal itu ditunjukan

oleh jawaban mayoritas responden yang berpendapat bahwa pemerintah kurang

dalam melakukan sosialisasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan

(66,66%), menyediakan sumber permodalan usaha (66,66%), menyediakan

sumber informasi pasar (66,66%) dan menyediakan informasi regulasi tentang

mutu dan kemanan pangan (66,66%).

Kurangnya pemerintah dalam melakukan sosialisasi CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan termasuk juga informasi regulasi tentang mutu dan

keamanan pangan kepada responden kelompok BM ditunjukan oleh minimnya

frekuensi serta keberlanjutan sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada

 pengolah  fillet  kelompok BM. Direktorat Pengolahan Hasil (Dit PH) (2008)

menyatakan, telah dilakukan 2 kali sosialisasi CPB dan SPOS pada kegiatan

Bimbingan Teknis Pengolahan Fillet di Tegal Sari, Jawa Tengah pada tanggal 1-3

Februari 2007 dan 15-17 Februari 2007. Kegiatan tersebut diikuti oleh 20 orang

 pengolah fillet ikan. Materi-materi yang disosialisasikan terdiri atas CPB, SPOS,

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan konsepsi HACCP,

Sanitasi dan Higiene serta Teknik Pengolahan Fillet Ikan.

Lebih lanjut Dit PH (2008) menyatakan, Pada tanggal 17-19 Desember 

2007 dilakukan bimbingan teknis secara langsung di unit pengolahan  fillet di TPI

Tegal Sari. Kegiatan pendampingan bertujuan untuk mendorong penyempurnaan

 penyediaan sarana dan prasara pengolahan fillet ikan serta pemanfaatannya.

Page 16: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 16/35

47

Dit PH (2006) menyatakan, dalam hal penyedian sumber permodalan bagi

15 pengolah  fillet  kelompok BM, telah dilakukan satu kali fasilitasi permodalan

ke Bank Danamon Jakarta. Sumber permodalan yang dapat difasilitasi oleh Bank 

Danamon antara lain melalui Program Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang

 besarnya mencapai Rp 500 juta. Bentuk permodalan berupa kredit yang tidak 

mensyaratkan usaha yang berbadan hukum. Sebagai tindak lanjut, Ditjen P2HP

telah mengirimkan surat ke Direksi Bank Danamon dengan alamat Menara Bank 

Danamon, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta dengan Nomor surat B.

3182/P2HP.1.3/PM.410/XI/06.

Dalam hal penyediaan informasi pasar bagi 15 responden kelompok BM,

 pemerintah telah melakukan fasilitasi pemasaran  fillet  dengan mengikutsertakan

 para pengusaha perikanan yang tergabung dalam Asosiasi Suplier Produk 

Perikanan Indonesia (ASPPI). Ditjen P2HP (2007) menyatakan hal-hal yang

disepakati dalam fasilitasi pemasaran antara pengolah fillet dengan ASPPI sebagai

 berikut:

a.  ASPPI siap bekerjasama untuk membantu mencari para pembeli baru hasil

olahan fillet dengan syarat:

-  Mutu produk  fillet  baik 

-  Kontinuitas produk  fillet terjamin

-  Adanya kestabilan harga pada periode tertentu (berdasarkan perjanjian

kerjasama)

 b.  ASSPI akan menjamin pembelian produk  fillet yang selanjutnya ASPPI akan

 berhubungan dengan buyer. ASPPI akan memperoleh komisi dari transaksi

tersebut sebesar 2 %. Produk  fillet akan dibayarkan dalam jangka waktu 1-2

 bulan.Kurangnya penyediaan sumber permodalan menyebabkan responden

kelompok BM tidak memiliki tambahan modal untuk mendukung penerapan CPB

dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Hal ini karena penerapan CPB dan SPOS

membutuhkan pemenuhan berbagai persyaratan dan perlengkapan yang

memerlukan dukungan permodalan. Selain itu, tidak adanya alternatif pasar lain

menyebabkan responden kelompok BM tidak memiliki pilihan selain pasar yang

tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Kondisi

Page 17: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 17/35

48

tersebut mengakibatkan responden kelompok BM tidak terdorong untuk 

menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan karena alasan tidak diminta

oleh pasar. Apabila pemerintah dapat menyediakan informasi pasar lain yang

menginginkan produk  fillet  diproduksi menggunakan CPB dan SPOS dengan

harga pembelian yang lebih tinggi dan memungkinkan responden kelompok BM

mengakses informasi tersebut, diharapkan akan mendorong responden kelompok 

BM menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

Pada unit pengolahan  fillet  ikan yang termasuk dalam kelompok LM,

 pendapat responden tentang peran pemerintah dalam bidang sosial untuk 

mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ditunjukan pada

Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 terlihat, dari 11 responden kelompok LM,

81,8% menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan frekuensi

sosialisasi CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan dan 100% responden

menyatakan pemerintah telah berperan baik dalam menyampaikan regulasi

tentang mutu dan keamanan pangan.

Peran pemerintah yang baik dalam melakukan sosialisasi CPB dan SPOS

 penerapan  fillet  ikan dan penyediaan informasi tentang mutu dan keamanan

 pangan kepada responden kelompok LM disebabkan responden dinilai siapmelaksanakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan dan adanya

 permintaan dari negara importir untuk menerapkan persyaratan jaminan mutu dan

keamanan pangan yang salah satunya ditandai dengan penerapan kelayakan

 pengolahan ikan, yaitu CPB dan SPOS. Hal ini dilakukan agar responden

kelompok LM dapat segera menyesuaikan dengan persyaratan negara importir.

Selain hal di atas, 63,6% responden pengolahan  fillet  kelompok LM

menyatakan pemerintah telah berperan baik dalam menyediakan sumber  permodalan dan 72,7% menyatakan pemerintah berperan baik dalam menyediakan

informasi pasar. Fasilitasi pasar yang dilakukan pemerintah dilakukan dengan

menyelenggarakan temu bisnis, penyediaan informasi online pada website

Kementerian Kelautan dan Perikanan, maupun dalam bentuk cetak seperti

majalah atau tabloid, statistik kelautan dan perikanan, statistik ekspor dan impor 

hasil perikanan, dan lain sebagainya. Ketersediaan informasi pasar yang baik,

khususnya informasi pasar yang menginginkan produk   fillet  mendorong

Page 18: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 18/35

49

responden kelompok LM meneruskan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet  

ikan hingga saat ini.

Dalam hal sumber permodalan, mayoritas para pengolah yang termasuk 

dalam kelompok LM berpendapat bahwa pemerintah sudah berperan baik dalam

melakukan hal tersebut. Hal ini didasari oleh mudahnya para pengolah yang

termasuk kelompok LM dalam memperoleh kredit invetasi maupun modal usaha

dari perbankan.

Perbedaan kebijakan yang diberikan kepada responden kelompok BM dan

LM dikarenakan pemerintah menilai bahwa responden kelompok LM sudah siap

untuk menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Selain itu, hal tersebut

dilakukan untuk merespon tuntutan pasar khususnya di luar negeri yang

mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

4.3.2.2 Kebijakan Pemerintah di Bidang Fisik 

Pendapat responden pada unit pengolahan yang termasuk dalam kelompok 

BM dan LM terkait dengan kebijakan dalam bidang fisik yang dilakukan

 pemerintah untuk mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan

secara umum tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden

yang secara umum menyatakan pemerintah kurang berperan dengan baik dalam

menyediakan fasilitas fisik.

Adapun pendapat pengolah fillet ikan yang termasuk dalam kelompok BM

terkait dengan kebijakan dalam bidang fisik yang dilakukan pemerintah dalam

mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Berdasarkan Lampiran 3 terlihat bahwa dari seluruh responden kelompok 

BM, 87% responden menyatakan bahwa pemerintah kurang berperan dalam

 penyediaan sumber air bersih, 67% responden menyatakan pemerintah kurang

 berperan dalam penyediaan es, 74% responden menyatakan pemerintah kurang

 berperan dalam penyediaan sarana rantai dingin serta 67% responden menyatakan

 pemerintah kurang berperan dalam penyediaan sarana penanganan dan

 pengolahan fillet ikan.

Page 19: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 19/35

50

Kurang berperannya pemerintah dalam menyediakan sarana air bersih

dapat dilihat dari belum tersedianya sumber air bersih secara baik di unit

 pengolahan  fillet  ikan. Saat ini, dalam memenuhi kebutuhan air bersih, para

 pengolah  fillet  membeli air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum serta

menggunakan air tanah. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat air bersih

merupakan komponen utama yang sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan

 fillet ikan.

Dalam hal penyediaan air bersih, pemerintah Kota Tegal telah

mengupayakan PDAM untuk mengalirkan air bersih ke unit pengolahan  fillet .

 Namun demikian, hingga saat ini PDAM belum dapat menyediakan sumber air 

 bersih untuk memenuhi kebutuhan para pengolahan fillet .

Dalam hal penyediaan sarana rantai dingin dan penanganan serta

 pengolahan  fillet  ikan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya antara lain

menyediakan 4 unit bangunan pengolahan  fillet  ikan, 52 unit meja proses  fillet ,

300 unit pisau  fillet , 300 unit talenan  fillet , 800 unit keranjang besar, 140 unit

keranjang kecil, 60 unit blong, 300 pasang sepatu boot, 300 stel baju kerja, 300

apron plastik, 300 topi, 400 pasang sarung tangan, 4 unit freezer , 4 unit timbangan

 besar, 4 unit timbangan kecil, 4 unit pompa semprot lantai, 4 unit kereta dorong, 4unit penghancur es, 16 lusin kantong sampah, 12 unit jebakan serangga, 400 unit

masker, 28 unit pallet, 80 unit box berinsulasi ukuran besar dan 100 unit box

 berinsulasi ukuran sedang untuk menyimpan ikan (Dit PH 2006).

Meskipun berbagai jenis sarana rantai dingin dan penanganan serta

 pengolahan  fillet  disediakan pemerintah, namun saat ini sebagian besar sarana

tersebut tidak digunakan oleh para pengolah. Pada umumnya, para pengolah

 berpendapat bahwa sarana tersebut mempersulit dan memperlambat pengolahan fillet  sehingga menurunkan hasil produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa

 penyediaan sarana rantai dingin dan pengolahan yang dilakukan oleh pemerintah

tidak memenuhi unsur karateristik inovasi karena menyulitkan proses pengolahan

yang pada akhirnya menurunkan produktivitas pengolah.

Dalam upaya mendorong para pengolah kembali menggunakan peralatan

kerja sesuai dengan ketentuan, hal yang penting untuk dilakukan adalah

meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada pengolah  fillet kelompok BM.

Page 20: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 20/35

51

Melalui pembinaan yang menyeluruh dan berkelanjutan serta pengawasan yang

 baik diharapkan pengolah  fillet  kelompok BM kembali menggunakan peralatan

yang sesuai ketentuan tersebut.

Pendapat responden kelompok LM terkait peran pemerintah di bidang

fisik dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan Lampiran 4 terlihat bahwa dari

seluruh responden kelompok LM, 90,91% responden menyatakan pemerintah

kurang berperan dalam menyediakan sumber air bersih, 81,82% responden

menyatakan pemerintah kurang berperan dalam menyediakan es, 81,82%

responden menyatakan pemerintah kurang berperan dalam menyediakan sarana

rantai dingin dan 72,73% responden menyatakan pemerintah kurang berperan

dalam menyediakan sarana penanganan dan pengolahan ikan. Kurangnya

 pemerintah dalam menyediakan dukungan kebijakan fisik dikarenakan hingga saat

ini, seluruh sarana dan prasarana yang ada di unit pengolahan responden LM

merupakan asset perusahaan dan bukan hasil bantuan pemerintah.

Meskipun pemerintah dinilai kurang memberikan dukungan penyediaan

sarana dan prasarana fisik, responden kelompok LM tetap melanjutkan penerapan

CPB dan SPOS karena didorong oleh permintaan pasar serta berbagai keuntungan

yang masih dirasakan seperti kesempatan memperluas akases pasar ke mancanegara.

4.3.2.3 Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah

Secara umum, pendapat responden kelompok BM dan LM terkait dengan

 pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam penerapan CPB

dan SPOS pengolahan fillet ikan sangat bervariasi. Pendapat responden pengolah

yang termasuk dalam kelompok BM terkait dengan pembinaan dan pengawasan

yang dilakukan pemerintah dalam penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  

ikan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Berdasarkan Lampiran 5 terlihat dari seluruh responden kelompok BM,

60% responden menyatakan pemerintah kurang berperan dalam melakukan

 pembinaan, 80% responden menyatakan pemerintah kurang berperan dalam

melakukan pengawasan dan 86% responden menyatakan pemerintah kurang

 berperan dalam melakukan penegakan hukum.

Page 21: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 21/35

52

Hal tersebut di atas dapat dilihat dari tidak berlanjutnya pembinaan yang

dilakukan pemerintah terhadap responden kelompok BM. Dit PH (2009)

menyatakan bahwa pada tahun 2008 telah dilakukan 3 kali pembinaan teknis dan

mutu kepada pengolah  fillet yang ada di sentra pengolahan  fillet  ikan Tegal Sari,

Kota Tegal, Jawa Tengah dengan tujuan sebagai berikut:

1.  mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi proses produksi

 pengolahan di unit pengolahan

2.  melakukan pendampingan teknis dalam proses pengolahan/produksi di unit

 pengolahan (yang sesuai dengan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan)

3.   pembinaan terhadap mutu proses pengolahan di unit pengolahan.

Lebih lanjut Dit PH (2010) menyatakan bahwa pada tahun 2009

dilaksanakan 1 kali pembinaan teknis dan mutu kepada pengolah fillet yang ada di

Sentra  Fillet  Ikan Tegal Sari, Kota Tegal, Jawa Tengah untuk mendorong

 penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

Adapun pendapat para pengolah fillet yang termasuk dalam kelompok LM

terkait dengan pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam penerapan CPB dan

SPOS pengolahan  fillet  ikan dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasakan

Lampiran 6, dari 11 responden kelompok LM, 45,45% menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan pembinaan dan 100% responden menyatakan

 pemerintah berperan baik dalam melakukan pengawasan. Hal tersebut

dilaksanakan dengan memberikan pelatihan-pelatihan tentang CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan. Baiknya pemerintah dalam melakukan pembinaan,

 pengawasan dan penegakan hukum kepada pengolah kelompok LM disebabkan

 pemerintah melaksanakan prioritas penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  

ikan. Hal ini karena pengolah kelompok LM dinilai sudah siap menerapkan CPBdan SPOS pengolahan  fillet  ikan serta mayoritas melakukan ekspor sehingga

diperlukan langkah cepat untuk menyesuaikan dengan aturan negara importir 

yang semakin ketat dalam mempersyaratkan mutu dan keamanan produk 

 perikanan, termasuk  fillet . Keterlambatan pemenuhan terhadap persyaratan impor 

dari luar negeri akan mengakibatkan terganggunya ekspor produk perikanan

Indonesia sehingga dikhawatirkan akan menggangu devisa negara dan

mengurangi peran sektor kelautan dan perikanan dalam perekonomian nasional.

Page 22: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 22/35

53

Selain hal di atas, 81,82% responden pengolah  fillet  kelompok LM

menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan penegakan hukum. Hal

tersebut dilaksanakan melalui penahanan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)

dan pencabutan SKP apabila dalam waktu yang ditentukan tidak dilakukan

 perbaikan terhadap temuan pengawas mutu atas ketidaksesuaian penerapan CPB

dan SPOS pengolahan fillet ikan di unit pengolahan. Peraturan Direktur Jenderal

P2HP selaku Otoritas Kompeten Mutu dan Keamanan Pangan Hasil Perikanan di

Indonesia Nomor PER.010/DJ-P2HP/2010 tentang Perubahan Peraturan Direktur 

Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No : PER 067/DJ-

P2HP/2008 tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan menyatakan untuk menjamin dan memelihara

kesesuaian unit pengolahan ikan terhadap persyaratan kelayakan unit pengolahan,

Direktorat Jenderal P2HP melakukan verifikasi satu tahun sekali dan

Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

melakukan survailen sesuai dengan tingkat kelayakan penerapan CPB dan SPOS.

Unit pengolahan ikan dengan SKP rating A dan B disurveilen setiap 2 minggu

sekali, dan unit pengolahan ikan dengan rating C disurveilen 1 bulan sekali.

Berdasarkan pendapat responden pengolah  fillet  kelompok BM, hal yangdapat dilakukan pemerintah dalam mendorong penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan adalah melalui pengembangan berbagai program atau

kegiatan pembinaan kepada pengolah hasil perikanan termasuk juga  fillet  ikan

yang saat ini belum menerapkan CPB dan SPOS. Dalam konteks regulasi, hal

tersebut sangat mungkin dilakukan mengingat Undang-undang No 45 tahun 2009

tentang Perubahan atas UU 31 tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa

 pemerintah pusat dan daerah membina dan memfasilitasi pengembangan usaha perikanan agar memenuhi standar mutu hasil perikanan.

Selain hal di atas, pengawasan yang baik dan penegakan hukum secara

tegas kepada pengolah  fillet  yang tidak menerapkan CPB dan SPOS juga

memainkan peran yang amat penting. Penegakan hukum berperan penting untuk 

memberikan efek jera bagi setiap produsen  fillet  ikan yang memproduksi  fillet 

tanpa memperhatikan mutu dan keamanannya sehingga membahayakan kesehatan

dan keselamatan konsumen.

Page 23: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 23/35

54

4.3.2.4 Permintaan Pasar

Secara umum terdapat tujuan pemasaran yang berbeda antara responen

kelompok BM dan LM. Responden kelompok BM memasarkan seluruh

 produknya ke industri pengolahan ikan lanjutan di dalam negeri sedangkan

responden kelompok LM memasarkan sebagian besar produknya ke luar negeri

selain sebagian kecil di dalam negeri.

Di dalam negeri, pasar responden kelompok BM yang sebagian besar di

dominasi oleh industri pengolahan produk perikanan lanjutan tidak mensyaratkan

 penerapan CPB dan SPOS. Setidaknya hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan

salah satu responden kelompok BM, yaitu “konsumen kita tidak minta yang

 begitu-gitu, orangnya gak kasih syarat apa-apa, gak pernah protes. Yang penting

 bersih aja diterima”.

Responden kelompok BM lainnya menyatakan, “konsumen kita tidak 

minta, tapi saya berani tanggung jawab, produk   fillet  yang kita kirim bagus

mutunya dan gak pakai formalin”.

Terdapat juga responden pada kelompok BM yang menyatakan, “ pembeli

kita nggak mempersyaratkan itu mas, yang penting ikan yang dikirim bagus.

Kalau seumpama jelek ya dipulangin. Kalau dibuat kerupuk terus kerupuknya

 patah ya dikomplain”.

Responen kelompok BM lainnya menyatakan, “yang penting sempelnya

 bagus mas, buat produksi baso, otak-otak hasilnya bagus, pasti langsung dibeli.

Kita kan udah lama dagang ke mereka. Udah ada kepercayaan gitu”.

Hal yang berbeda terjadi di kelompok pengolah LM. Konsumen produk 

 fillet  yang dilayani baik di dalam maupun luar negeri mensyaratkan penerapan

CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Hal tersebut di katakan oleh salah satu

responden, yaitu “Kalo kita kirim pasti dengan kualitas bagus. Konsumen minta

seperti itu pak. Di dalam negeri, agen-agen kita meminta  fillet  dengan kualitas

 baik. Apalagi di pasar luar negeri. Kalau kita kirim ke Eropa saja SKP kita harus

A. Jadi memang diminta mereka pak.” 

Responden kelompok LM lainnya menyatakan, “kita ini posisinya ngirim

 bahan baku pak. Pembeli kita adalah pabrik pusat di karawang yang

memproduksi baso, otak-otak dan nugget. Kebijakan perusahaan kita memang

Page 24: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 24/35

55

menerapkan GMP dan SSOP agar kualitas produknya baik, disamping disyaratkan

oleh pemerintah”.

Pengolah kelompok LM lainnya menyatakan, “penerapan GMP dan SSOP

sudah keharusan pak. Pasar mintanya kayak gitu. Jadi kita cuma nurutin apa

yang diminta aja. Selain itu, penerapan CPB dan SPOS penting untuk 

memenangkan persaingan yang saat ini semakin ketat, terutama dari produk asal

Vietnam”.

Responden kelompok LM lainnya menyatakan, “pasar kita meminta CPB

dan SPOS pak. Apalagi untuk yang pasar ekspor khususnya Eropa, Amerika dan

Jepang. Mereka secara tegas mempersyaratkan hal itu. Kalau tidak memenuhi,

sudah pasti produksi  fillet  kita gak bias masuk ke sana pak. Konsumen di sana

 juga pasti komplain kalau produk  fillet yang kita kirim rendah kualitasnya”.

Berdasarkan pernyataan responden kelompok BM dan LM tentang

 permintaan pasar di atas terlihat, bahwa pasar dalam negeri yang selama ini

dilayani oleh para pengolah kelompok BM tidak menuntut penerapan CPB dan

SPOS, sedangkan pasar luar negeri dan dalam negeri yang dilayani pengolah

kelompok LM meminta penerapan CPB dan SPOS. Kondisi tersebut pada

akhirnya mendorong pengolah kelompok BM tidak menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Sedangkan bagi responden kelompok LM, kondisi tersebut

 pada akhirnya mendorong mereka menerapkan CPB dan SPOS untuk memperoleh

Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang akan digunakan sebagai dokumen

 persyaratan ekspor dan memenangkan persaingan dengan produk impor sejenis.

Dalam upaya mendorong penerapan CPB dan SPOS oleh responden

kelompok BM, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mewajibkan industri

 pengolahan ikan lanjutan, seperti baso, otak-otak, kerupuk yang selama inimenjadi tujuan pasar responden kelompok BM menerapkan CPB dan SPOS. Hal

ini dapat dilakukan mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004

tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan menyatakan bahwa pemerintah dapat

mewajibkan penerapan standar termasuk juga CPB dan SPOS dengan

mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat, pelestarian

lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis.

Page 25: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 25/35

56

Selain hal di atas, Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 dengan tegas

menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan

wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang

diproduksi. Lebih lanjut disebutkan, bahwa badan usaha yang memproduksi

 pangan olahan untuk diedarkan bertanggung jawab atas keamanan pangan yang

diproduksi terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut.

Apabila terbukti badan usaha mengedarkan pangan yang mengandung bahan yang

dilarang, merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia, maka badan

usaha tersebut wajib mengganti segala segala kerugian yang secara nyata

ditimbulkan setinggi-tingginya Rp. 500.000.000,-.

Apabila terbukti badan usaha menyelenggarakan kegiatan atau proses

 produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan

yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, menggunakan bahan tambahan yang

dilarang, menggunakan bahan yang dilarang sebagai kemasan, memperdagangkan

 pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, mengganti label, melabel

kembali, mengganti tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa dapat dipidana dengan

 penjaran paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,-.

Saat ini di Indonesia, banyak terdapat produk  fillet  ikan impor, seperti fillet  ikan dory dari Vietnam dan  fillet  ikan Tsuchi dari China. Hal ini

mengindikasikan bahwa pasar  fillet di dalam negeri sedang tumbuh. Melihat hal

itu, maka ke depan para responden baik kelompok BM maupun LM perlu

didorong untuk menerapkan CPB dan SPOS agar dapat memenangkan persaingan

yang semakin meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada faktor eksternal terlihat adanya

 perbedaan dukungan pemerintah dalam bidang sosial, pengawasan dan penegakanhukum antara responden kelompok BM dan LM dalam penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan. Selain itu, terdapat juga perbedaan permintaan pasar 

 produk  fillet ikan milik responden kelompok BM dan LM. Perbedaan perlakuan

 pemerintah terhadap responden kelompok BM dan LM dalam mendukung

 penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan disebabkan responden kelompok 

LM dipandang sudah siap untuk menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  

ikan serta untuk merespon tuntutan pasar. Dalam hal permintaan pasar, ternyata

Page 26: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 26/35

57

 pasar  fillet  ikan responden kelompok BM yang mayoritas berada di dalam negeri

tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan, sedangkan

 pasar  fillet  ikan responden kelompok LM yang berlokasi di dalam maupun luar 

negeri mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

4.3.3 Faktor Karateristik Inovasi

Terdapat perbedaan persepsi yang sangat besar antara responden

kelompok BM dengan LM dalam menilai pengaruh faktor karateristik inovasi

terhadap penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Secara umum,

responden kelompok BM memiliki persepsi bahwa penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan tidak memenuhi faktor karateristik inovasi. Adapun

 persepsi responden kelompok BM terkait dengan faktor karateristik inovasi yang

mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan dapat dilihat

 pada Lampiran 7.

Berdasarkan Lampiran 7 terlihat dari 15 responden kelompok BM, 86,67%

menyatakan bahwa penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan tidak 

memberikan keuntungan relatif. Keuntungan relatif yang tidak dirasakan oleh

reponden kelompok BM saat melaksanakan penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan terkait dengan aspek ekonomi dan kenyamanan kerja,

seperti menurunkan produktifitas karyawan dan mengurangi kenyamanan dalam

 berkerja. Ketidakuntungan dalam aspek ekonomi adalah menurunnya

 produktivitas karyawan yang pada akhirnya berakibat pada penurunan produksi

 fillet dan pendapatan. Dalam hal kenyamanan kerja, penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan yang mensyaratkan penggunaan apron, masker, dan topi

membuat para pekerja menjadi risih dan merasa tidak nyaman saat mengolah

 fillet . Kondisi ini mengakibatkan tidak nyaman yang pada akhirnya menyebabkan

 penurunan produktivitas unit pengolahan fillet milik responden kelompok BM.

Selain hal di atas, 80% responden pengolah  fillet  kelompok BM

menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak sesuai dengan

nilai-nilai yang dianut. Hal ini disebabkan para pembeli yang sebagain besar 

adalah industri olahan ikan lanjutan seperti kerupuk, baso, dan otak-otak di dalam

negeri tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolah  fillet  ikan.

Page 27: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 27/35

58

Pembeli hanya meminta  fillet  ikan yang dibeli harus dalam kondisi baik yang

ditandai dengan tidak bau busuk, tidak lembek, tidak kotor dan harus dalam

kondisi dingin. Selain hal itu, responden kelompok BM juga menilai bahwa

 penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan tidak sejalan dengan kebiasaan

yang selama ini dilakukan saat mengolah fillet ikan.

Dalam hal tingkat kerumitan, 73,33% responden pengolah fillet kelompok 

BM menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan rumit. Hal ini

disebabkan ketatnya persyaratan yang terdapat dalam ketentuan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet . Penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan antara lain

mensyaratkan kondisi ruang proses yang bersih, peralatan kerja yang saniter,

karyawan yang higienis dan tertib dalam melakukan pengolahan  fillet , air dan es

yang mutunya baik, penerapan rantai dingin yang tidak boleh putus sejak 

 penerimaan bahan baku hingga pengemasan dan pendistribusian, penerapan

 prosedur pencatatan dan pemantauan terhadap aktifitas pengolahan dan lain

sebagainya yang kesemuanya dianggap rumit oleh responden kelompok BM

selain ketersediannya yang kurang.

Meskipun demikian, 66,67% responden menyatakan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  dapat diuji coba sampai batas tertentu dan diamati. Hal inikarena Direktorat Jenderal P2HP, Kementerian Kelautan dan Perikanan

memberikan fasilitas pendukung dan melakukan pendampingan pada saat proses

uji coba penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

Adapun persepsi para responden kelompok LM terkait dengan faktor 

karateristik inovasi yang mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan

 fillet  ikan dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8 diketahui

 bahwa dari 11 responden kelompok LM, 90,91% menyatakan bahwa penerapanCPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan memberikan keuntungan relatif. Bentuk 

keuntungan relatif yang dirasakan oleh responden kelompok LM dalam

menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan adalah kesempatan untuk 

memperluas pasar hingga ke luar negeri, kemudahan dalam memperoleh sertifikat

kesehatan sebagai dokumen pelengkap ekspor, memiliki kesempatan untuk 

terdaftar di negara importir sebagai unit pengolahan ikan dengan nilai kelayakan

tertentu dan memiliki kesempatan untuk mencantumkan nomor registrasi dari

Page 28: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 28/35

59

negara importir pada karton pengemas yang salah satunya berisi informasi tingkat

 penerapan CPB dan SPOS. Penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan juga

meminimalkan resiko ditolaknya produk  fillet di pasar.

Sebagai salah satu contoh, responden kelompok LM menyatakan sebelum

menerapkan CPB dan SPOS, tujuan pasar hanya meliputi wilayah China dan

Jepang. Setelah menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan, responden

kelompok LM tersebut mampu menembus pasar Eropa dan Amerika yang

terkenal sangat ketat peraturannya.

Selain hal di atas, 72,73% responden pengolah  fillet  kelompok LM

menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet sesuai dengan nilai-nilai

 bisnis perikanan yang dianut terutama oleh pembeli mereka di dalam maupun luar 

negeri. Dalam mengekspor produk perikanan ke luar negeri, pembeli dan

 pemerintah negara importir menerapkan ketentuan impor produk yang ketat dan

harus diikuti oleh para produsen.

Dalam hal tingkat kerumitan, 100% responden kelompok LM menyatakan

 penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan tidak rumit. Hal ini karena

 pemerintah memberikan pelatihan, pembinaan dan penyediaan panduan agar para

responden kelompok LM tersebut mampu menyesuaikan dengan peraturan negaraimportir. Sampai dengan saat ini, responden pengolah  fillet kelompok LM tetap

menerapkan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Selain hal itu, 90,91%

responden kelompok LM menyatakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet  

ikan dapat diuji coba dan diamati sampai batas tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat perbedaan antara responden

 pengolah  fillet  kelompok BM dan LM dalam mempersepsikan pengaruh faktor 

karateristik inovasi terhadap penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan.Responden kelompok BM mempersepsikan bahwa penerapan CPB dan SPOS

 pengolahan fillet ikan tidak memberikan keuntungan relatif, rumit dan tidak sesuai

dengan nilai-nilai yang dianut oleh responden kelompok BM. Hal sebaliknya

terjadi pada responden kelompok LM yang mempersepsikan penerapan CPB dan

SPOS pengolahan fillet ikan secara positif karena memberikan keuntungan relatif,

tidak rumit dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.

Page 29: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 29/35

60

Kenyataan yang terjadi pada responden pengolah fillet ikan kelompok BM

dan LM di atas telah sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rogers bahwa

semakin pengguna (user ) merasakan suatu adopsi memiliki keuntungan relatif,

sesuai dengan nilai yang dianut, tidak rumit, dapat diamati dan diuji coba sampai

 batas tertentu, maka proses adopsi inovasi tersebut akan semakin mudah dan

cepat. Hal sebaliknya adalah apabila pengguna (user ) tidak merasakan suatu

adopsi memiliki keuntungan relatif, sesuai dengan nilai yang dianut, mudah, dapat

diamati dan diuji coba sampai batas tertentu, maka proses adopsi inovasi tersebut

akan semakin lambat dan kemungkinan besar akan ditolak.

4.4  Kondisi Penerapan CPB dan SPOS

Kondisi penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan sesungguhnya

menggambarkan kelayakan unit pengolahan dalam melaksanakan proses

 pengolahan fillet ikan. Kondisi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan

dapat dilihat dengan menghitung jumlah penyimpangan yang ada di unit

 pengolahan  fillet  ikan. Secara rinci, jumlah penyimpangan dalam penerapan CPB

dan SPOS pengolahan  fillet  ikan pada unit pengolahan kelompok BM dan LM

dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Perbandingan rata-rata jumlah penyimpangan di unit pengolahan  fillet 

antara kelompok BM dan LM

Jenis Peyimpangan

Rata-rata penyimpangan di Unit Pengolahan

F ill et  

BM LM

Minor 10,28 1,27

Mayor 27,00 3,45

Serius 28,33 0,63

Kritis 3,06 0

Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOSLM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS

Berdasarkan Tabel 16 diketahui, bahwa pada unit pengolahan  fillet 

kelompok BM, seluruhnya dikatakan memiliki penerapan CPB dan SPOS

Page 30: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 30/35

61

 pengolahan  fillet  ikan yang sangat buruk. Hal ini disebabkan tingginya tingkat

 penyimpangan yang terjadi di unit-unit pengolahan  fillet  ikan tersebut.

Berdasarkan Tabel 16, rata-rata jumlah penyimpangan yang terjadi di unit

 pengolahan  fillet  ikan kelompok BM adalah 10,28 penyimpangan minor, 27,00

 penyimpangan mayor, 28,33 penyimpangan serius dan 3,06 penyimpangan kritis.

Pada unit pengolahan fillet  ikan kelompok LM, nilai kelayakan pengolahan

 fillet  ikan bervariasi antara A, B hingga C. Dari 11 unit pengolahan  fillet 

kelompok LM, satu unit pengolahan  fillet  atau 9,09% diantaranya layak dengan

kriteria C, tiga unit pengolahan  fillet atau 27,27% layak dengan kriteria B dan 6

unit pengolahan fillet atau 63,63% lulus dengan nilai A.

Pada unit pengolahan fillet  ikan kelompok BM, penyimpangan yang terjadi

 pada umumnya meliputi aspek lingkungan, konstruksi bangunan dan lay out ,

ventilasi dan fasilitas karyawan, penerangan, saluran pembuangan, persyaratan

konstruksi ruang penanganan dan pengolahan  fillet, bahan baku, penanganan

limbah, pencegahan hewan penggangu, kebersihan dan kesehatan karyawan,

 proses sanitasi, perlindungan produk dari kontaminasi dan penanganan produk 

 produk yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Secara rinci, deskripsi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan kelompok BM dijabarkan sebagai berkut:

1.  Penyimpangan Minor 

-  Kondisi kebersihan lingkungan tidak dijaga

-  Tempat cuci tangan tidak digunakan hanya untuk mencuci tangan dan bahkan

tidak tersedia

-  Tidak tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan

Lantai sebagian retak sehingga air sisa pengolahan fillet  tidak lancar terbuangke saluran pembuangan

-  Pertemuan antar dinding sulit untuk dibersihkan

-  Peralatan kebesihan tidak cukup

-  Pasokan air panas dan dingin tidak cukup

-  Frekuensi pembersihan dan desinfeksi tidak cukup mencegah kontaminasi

-  Tidak tersedia peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi kode

tertentu

Page 31: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 31/35

62

-  Tidak tersedia prosedur pengendalian serangga dan binatang penggangu

lainnya

-  Tidak tersedia posedur pembuangan binatang yang mati

-  Karyawan banyak yang tidak memelihara tingkat kebersihan

-  Proses sanitasi tidak direncanakan dan dimonitor 

-  Tidak tersedia prosedur penarikan barang yang sudah beredar 

2.  Penyimpangan Mayor 

-  Area unit pengolahan  fillet  tidak memadai untuk pekerjaan dan kondisinya

tidak saniter dan higienis

-  Kondisi lingkungan tidak dipelihara untuk mencegah kontaminasi dari

serangga dan binatang penggangu lainnya

-  Konstruksi unit pengolahan fillet tidak dirawat sehingga tidak dapat mencegah

masuknya serangga dan binatang penggangu lainnya

-  Aliran udara tidak mengalir dengan baik 

-  Pintu masuk tidak dilengkapi dengan bak cuci kaki dan tangan yang cukup

-  Bak cuci kaki tidak dilengkapi dengan air bersih dan disinfeksi

-  Fasilitas cuci tangan tidak tersedia dalam jumlah cukup dan dilengkapi dengan

sabun dan pembersih-  Keran air dioperasikan dengan tangan

-  Ruang ganti tidak tersedia dalam jumlah cukup

-  Toilet tidak dilengkapi dengan sistem siram

-  Toilet tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai

-  Saluran pembuangan tidak bersih

-  Dinding tidak kedap air 

Dinding yang memiliki tonjolan dan kabel tidak ditutup dengan baik -  Jendela tidak dilengkapi dengan kasa yang mudah dibersihkan

-  Permukaan yang kontak dengan produk seperti meja tidak memiliki saluran

 pembuangan yang baik 

-  Peralatan tidak dijaga selalu dalam keadaan bersih dan saniter 

-  Pembersihan peralatan kerja tidak dilengkapi dengan air yang memenuhi

 persyaratan air minum

-  Bahan pembungkus disimpan dengan cara yang tidak mencegah kontaminasi

Page 32: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 32/35

63

-  Es digunakan secara berulang dalam setiap tahapan proses pengolahan

-  Tempat penampungan limbah kurang tersedia dan tidak dirawat kondisi

kebersihannya

-  Penanganan limbah dilakukan secara tidak higienis

-  Tidak tersedia peta penempatan perangkap tikus

-  Karyawan tidak menggunakan perlengkapan kerja sebagaimana yang

dipersyaratkan

3.  Penyimpangan Serius

-  Konstruksi unit pengolahan  fillet  tidak dapat mencegah kontaminasi dari

kotoran, kondensasi, jamur dan lainnya

-  Kondisi tempat penanganan dan pengolahan  fillet  tidak dalam keadaan saniter 

dan higienis

-  Kondisi tidak memadai untuk mengolah dalam temperatur yang dipersyaratkan

-  Ketersediaan ventilasi kurang memadai

-  Fasilitas cuci tangan tidak tersedia dipintu masuk dalam jumlah memadai, tidak 

dilengkapi sabun dan lap

-  Tempat cuci tangan tidak tersedia dalam jumlah cukup di ruang pengolahan

-  Toilet tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan memadai-  Saluran pembuangan tidak dikonstruksi untuk mencegah kontaminasi dan

mengalir dari tempat yang bersih ke kotor 

-  Permukaan dinding banyak yang retak 

-  Konstruksi jendela tidak dapat mencegah kontaminasi serta akumulasi kotoran

dan debu

-  Pintu masuk tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi

Peralatan kerja tidak dijaga kebersihannya-  Rancang bangun dan penempatan peralatan tidak menjamin sanitasi dilakukan

secara efektif 

-  Limbah tidak ditempatkan pada wadah yang tertutup

-  Prosedur pengawasan dan pencegahan pest tidak efektif 

-  Produk  fillet tidak dipertahankan pada suhu yang mendekati suhu es mencair 

-  Produk tidak terlindung dari kontaminasi yang menyebabkan tidak layak 

dikonsumsi atau membahayakan kesehatan

Page 33: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 33/35

64

-  Bahan setengah jadi tidak disimpan dalam suhu yang mendekati titik leleh es

melalui rantai dingin

-  Air lelehan dari bahan baku tidak mengalir dengan baik 

-  Bahan baku tidak disimpan dalam suhu dingin pada saat penerimaan

-  Pembuangan isi perut dan kepala (sebelum proses) dilakukan secara tidak 

higienis

-  Setelah dibuang isi perut dan kepala, produk  fillet  tidak segera dicuci dengan

air yang sesuai persyaratan

-  Peralatan penampungan digunakan tidak dalam kondisi bersih

-  Produk yang tidak segera diproses, disimpan dalam kondisi yang tidak dingin

dan tidak diberi es

-  Tidak dilakukan pengesan produk setelah di es secara teratur 

-  Pem fillet an dan pemotongan dilakukan ditempat yang sama dengan

 pembuangan sisi perut dan kepala

-  Proses pemotongan dan pem fillet an dilakukan secara tidak higienis

-  Terjadi proses penundaan dalam pembuatan fillet atau pemotongan ikan

-   Fillet tidak segera didinginkan

4.  Penyimpangan Kritis-  Penerangan ruang pengolahan tidak dilengkapi dengan pelindung yang aman

-  Ketersediaan air yang memiliki kualitas sesuai air minum tidak cukup

-  Produk yang tidak segera diproses tidak diberikan es dan tidak berada dalam

sistem rantai dingin

-  Konstruksi jendela di ruang pengolahan dan pengepakan tidak mencegah

kontaminasi

Pada unit pengolahan  fillet  yang termasuk kelompok LM, penyimpanganyang terjadi dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.  Penyimpangan Minor 

-  Pasokan air panas dan dingin tidak cukup

-  Tidak adanya loker untuk menyimpan barang karyawan

-  Tidak tersedianya peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi kode

tertentu

Page 34: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 34/35

65

2.  Penyimpangan Mayor 

-  Keran air dioperasikan dengan tangan

-  Ruang ganti tidak tersedia dalam jumlah cukup

-  Toilet tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai

3.  Penyimpangan Serius

-  Permukaan dinding banyak yang retak 

-  Ventilasi tidak cukup memadai

Banyaknya penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan kelompok BM

menggambarkan bahwa unit pengolahan tersebut tidak layak untuk melaksanakan

 proses pengolahan  fillet  ikan. Akibat yang ditimbulkan dari penyimpangan-

 penyimpangan tersebut adalah rentannya  fillet  terkontaminasi oleh mikroba,

 bahan kimia dan partikel fisik yang bersumber dari lingkungan pengolahan,

sarana pengolahan, teknis pengolahan yang salah dan karyawan yang tidak 

menjaga kebersihannya. Penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan  fillet  

milik responden kelompok BM menggambarkan tidak adanya jaminan mutu dan

kemanan pangan produk  fillet serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum

oleh instansi berwenang. Hal tersebut tidak perlu terjadi mengingat dalam

Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa pemerintah berhak melakukan pengawasan dan melakukan tindakan administratif 

maupun penyidikan apabila patut diduga terdapat pelanggaran pidana di bidang

 pangan.

Berdasarkan uraian di atas, ternyata responden kelompok BM dan LM

memiliki pendapat berbeda dalam menilai faktor internal, eksternal dan

karateristik inovasi yang mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan

 fillet  ikan. Pada faktor internal, tingkat pengetahuan responden kelompok BMakan aspek-aspek teknis CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan lebih rendah jika

dibandingkan dengan responden kelompok LM. Demikian juga dalam hal

 pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, dimana reponden

kelompok BM ternyata kurang berpengalaman apabila dibandingkan dengan

kelompok LM. Pada faktor eksternal, dukungan pemerintah yang diberikan dalam

 bidang sosial, pengawasan serta penegakan hukum dalam penerapan CPB dan

SPOS pengolahan  fillet  ikan berbeda antara responden kelompok BM dan LM

Page 35: Materi IPL Fillet Ikan.pdf

7/16/2019 Materi IPL Fillet Ikan.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/materi-ipl-fillet-ikanpdf-5634fad673755 35/35

tergantung pada kesiapan responden untuk menerapkan CPB dan SPOS

 pengolahan  fillet  ikan serta respon atas tuntutan pasar. Pada aspek permintaan

 pasar, pembeli fillet responden kelompok BM tidak mensyaratkan penerapan CPB

dan SPOS pengolahan  fillet  ikan, sedangkan pembeli  fillet  responden kelompok 

LM mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Pada faktor 

karateristik inovasi, responden kelompok BM lebih mempersepsikan negatif 

inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Mereka menilai bahwa

 penerapan CPB dan SPOS pengolahan  fillet  ikan tidak memberikan keuntungan

relatif, rumit dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Sedangkan

responden kelompok LM lebih mempersepsikan positif inovasi penerapan CPB

dan SPOS pengolahan  fillet  ikan. Mereka menilai bahwa penerapan CPB dan

SPOS pengolahan  fillet  ikan memberikan keuntungan relatif, tidak rumit, sesuai

dengan nilai-nilai yang dianut, dapat dilihat dan diuji coba keunggulannya.