materi hukum lingkungan(1)

31
HUKUM LINGKUNGAN Disampaikan Oleh: Bambang Satrijadi, S.H. M.Si. Asisten Deputi Urusan Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua 1

Upload: genio6317

Post on 06-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Materi Hukum Lingkungan(1)

TRANSCRIPT

HUKUM LINGKUNGAN

Disampaikan Oleh:

Bambang Satrijadi, S.H. M.Si.

Asisten Deputi Urusan Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP RI

Jl. Perintis Kemerdekaan KM 17

Makassar

PENDAHULUAN

Kita sadar bahwa lingkungan hidup terasa semakin penting artinya bagi kelangsungan hidup kita. Tanpa lingkungan hidup yang baik, kita tidak dapat hidup dangan nyaman dan damai. Alangkah indahnya hidup kita apabila sekeliling kita terdapat tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau segar, air mengalir jernih dan udara segar, serta jauh dari hingar bingarnya suara mesin.

Tapi itu semua hanya mimpi, apabila kita tidak berbuat untuk melestarikan lingkungan. Bahkan karena ulah kita semualah lingkungan hidup semakin rusak. Hal itu sebenarnya sangatlah dilarang oleh Allah SWT, sebagaimana tertuang dalam Al Quran dalam Surat Al Qassash ayat 77; Dan capailah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan

Dan kalau kita kaji sejarah masalah lingkungan yang pernah terjadi di bumi ini, adalah sudah berlangsung sejak pertama bumi dicipta. (Otto Sumarwoto, 1997);

Air bah yang dihadapi oleh Nabi Nuh

Ambruknya kerajaan Mesopotamia disebabkan oleh salinasi yaitu naiknya kadar garam dalam tanah

Runtuhnya Pompei disebabkan letusan gunung berapi yang dahsyat dalam tahun 79

Eropa dalam abad ke-14 dilanda oleh wabah pes yang menewaskan beribu ribu orang

Dalam abad ke-19 London dan banyak kota industri telah mengalami masalah asbut (asap kabut) yang disebabkan oleh pembakaran batu bara untuk pemanasan rumah dan proses industri.

Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi bencana alam gempa bumi dan Tsunami di Lautan Hindia, yang mengakibatkan tewasnya ratusan ribu orang di Indonesia (Aceh), Thailand, Malaysia, India, dsb.

Tapi dari kejadian itu semua, ada hikmah yang bisa diambil oleh kita sebagai umat manusia. Hal itu kita yakini karena Allah SWT telah mengisyaratkan kepada kita dalam Surat Ar Rum ayat 41; Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Supaya mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.

Dari firman Allah dan pengalaman-pengalaman permasalahan lingkungan yang pernah terjadi, akan menjadi pelajaran pada kita untuk selalu menjaga dan melestarikan lingkungan, supaya kita tidak menerima resiko sebagai akibat perbuatan kita yang merusak lingkungan.

A.

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA (TERMASUK BAKU MUTU LINGKUNGAN PLH)

Peraturan perundang undangan yang efektif merupakan salah satu kebutuhan utama dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan, karena merupakan perangkat untuk menegakkan hukum lingkungan. Menurut IUCN, UNEP dan WWF (1991) peran hukum lingkungan dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup sangat menentukan karena mampu :

Memberi efek pada kebijakan yang dirumuskan dalam mendukung konsep pembangunan berkelanjutan;

Sebagai sarana penaatan melalui penerapan berbagai macam sanksi (sanksi administrasi, pidana dan perdata);

Memberi panduan kepada masyarakat tentang tindakan yang dapat ditempuh untuk melindungi hak dan kewajibannya;

Memberi definisi tentang hak, kewajiban, dan perilaku yang merugikan publik.

Memberi dan memperkuat mandate serta otoritas kepada aparat pemerintah terkait untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.

Peraturan Perundang undangan Lingkungan Hidup antara lain :

Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati)

Undang Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 61 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyesuaian (Inpassing) ke dalam Jabatan dan Angka Kredit Pengendali Dampak Lingkungan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (LPJP2SLH) pada Kementerian Lingkungan Hidup

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 78 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengelolaan Permohonan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan pada Kementerian Lingkungan Hidup

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke air atau Sumber Air

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Domestik

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk Menetapkan Kelas Air

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.

Rancangan Peraturan Perundang undangan Lingkungan Hidup antara lain : RUU Pengelolaan SDA

Rancangan Revisi UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

RUU tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik

RUU tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik

RPP tentang Pendanaan Lingkungan

R. Keppres tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut

R. Keppres tentang Pengelolaan Karst

Peraturan Perundang undangan Sektor yang Terkait dengan Lingkungan Hidup antara lain :

Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas

Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Undang Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

Rancangan Peraturan Perundang undangan Sektor yang Terkait dengan Lingkungan Hidup antara lain : RUU Perkebunan

RUU Keolahragaan

Revisi UU Penataan Ruang

RUU Penerbangan

RUU Jalan

RUU Lalu Lintas

RUU Perkeretaapian

RUU Pelayaran

RUU Perikanan

RUU Kepariwisataan

RPP Hutan Adat

RPP Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Reklamasi Hutan

RPP Keselamatan Operasi pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi

RPP Perizinan dan Peneliti Asing

RPP Persyaratan Bangunan Gedung

RPP Penyelenggaraan Bangunan Gedung

RPP Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung

RPP Pembinaan Penyelenggaraan Bangunan Gedung

RPP Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

R. Keppres Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perbatasan Kalimantan, Sarawak, Sabah

R. Keppres Rencana Tata Ruang Wilayah Sulawesi

R. Keppres Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Bali

R. Keppres Rencana Tata Ruang Wilayah Kalimantan

R. Keppres Rencana Tata Ruang Wilayah Sumatera

B.

SEJARAH PERKEMBANGAN PERUNDANG - UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Titik tolak pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia sebagai manifestasi konkrit dari upaya upaya sadar, bijaksana dan berencana dimulai pada tahun 1982 dengan dikeluarkannya Undang Undang nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebelum itu berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup masih bersifat parsial-sektoral, dimana masing masing materi ketentuannya mengacu kepada pengaturan masalah tertentu secara khusus. Dengan demikian, beberapa ketentuan acapkali dirasakan tumpang tindih satu sama lain sehingga membawa implikasi implikasi luas di bidang kelembagaan dan kewenangan pengaturannya.

Secara historis maka keberadaan berbagai ketentuan hukum yang mengatur permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) periode waktu yaitu :

1. Zaman Hindia Belanda;

2. Sesudah Kemerdekaan RI, sebelum Undang Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (1982 1997);

3. Sesudah Undang undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (1982 1997).

Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) telah menandai awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya Undang undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya sekedar berperan serta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara itu, permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum.

Di sisi lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan semakin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Dalam mencermati perkembangan tersebut, dipandang perlu untuk menyempurnakan Undang undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997) mendeteksi beberapa permasalahan yang mendorong perlunya penyempurnaan Undang undang nomor 4 Tahun 1982 yang selama lebih dari satu dekade di sebut sebagai undang undang payung, yaitu :

1. Berkembangnya perhatian masyarakat dunia tentang lingkungan hidup seperti berlangsungnya Konvensi Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang menghasilkan suatu deklarasi dan Agenda 21.

2. Masih banyaknya peraturan pelaksanaan yang belum ditindaklanjuti sehingga sering menjadi hambatan dalam penerapan UULH.

3. Meningkatnya peran masyarakat yang menuntut keterbukaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

4. Penerapan audit lingkungan yang dirasakan sangat bermanfaat dan belum mendapatkan tempat memadai di dalam peraturan perundang undangan.

5. Analisis mengenai dampak lingkungan masih dilihat sebagai formalitas dalam pengelolaan lingkungan, sehingga terjadi kecenderungan meskipun studi analisis mengenai dampak lingkungan telah dibuat namun pada kenyataannya masih banyak usaha dan/atau kegiatan yang mencemarkan lingkungan hidup.

6. Kesulitan pembuktian kasus lingkungan sehingga sulit untuk dapat menerapkan ketentuan pidana ex Pasal 22 UULH dan belum diaturnya tindak pidana korporasi.

Menyadari berbagai kelemahan seperti tersebut di atas dan untuk mengantisipasi perkembangan yang akan dating baik lingkup nasional maupun global maka telah diadakan penggantian terhadap UULH, sebagaimana tertuang dalam Undang undang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup yang diundangkan pada tanggal 19 September 1997. Falsafah yang melandasi dan prinsip prinsip yang terkandung dalam Undang undang nomor 23 Tahun 1997 tidaklah berbeda dengan Undang undang nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengembangan pengembangan lain yang diatur dalam Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah hak setiap orang atas informasi lingkungan hidup, dan hak untuk berperanserta dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dapat dilaksanakan dengan cara :

1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;

2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

3. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;

4. Memebrikan saran pendapat;

5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

C.

LANDASAN HUKUM DI BIDANG AMDAL

Dasar hukum untuk melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah :

UU No. 23 Th. 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Pasal 1 angka 21 menyatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

b. Pasal 15 ayat (1) menyatakan setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Ayat (2) menyatakan Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PP No. 27 Th. 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Pelaksanaan dari Pasal 15 Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3838).

Dalam pertimbangan PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dinyatakan bahwa :

a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup, perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha dan/atau kegiatan;

b. bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin;

c. bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup;

d. bahwa dengan diundangkannya Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu dilakukan penyesuaian terhadap peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

e. bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur melalui pedoman pelaksanaan yang digariskan dalam SK Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Keputusan Kepala Bapedal yaitu :

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 1999 tentang Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Th. 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 41 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 2000 tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Pusat

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Keputusan Kepala Bapedal Nomor 105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

D.

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN ADMINISTRASI

Konsep Penegakan Hukum Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Konsep penegakan hukum yang diatur Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 pada dasarnya dimulai dari ketentuan yang mengatur persyaratan penataan lingkungan hidup dimana setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, dengan menetapkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Tindakan tersebut di atas adalah suatu tindakan yang preemtif, yang diikuti dengan tindakan preventif mulai tindakan penataan baku mutu lingkungan serta penetapan standarisasi lingkungan yang merupakan tindakan proaktif. Agar ketentuan tersebut diatas diterapkan setiap usaha dan/atau kegiatan sejauhmungkin tidak akan menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Apabila usaha dan/atau kegiatan tersebut ternyata melanggar ketentuan yang telah ditegaskan dan wajib untuk dilaksanakan, ternyata tidak melaksanakan kewajiban sehingga menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dalam hal ini muncullah apa yang disebut Kasus Lingkungan Hidup atau Sengketa Lingkungan HidupUntuk menyelesaikan kasus kasus lingkungan hidup atau sengketa lingkungan hidup tersebut, instrumen yang diatur oleh UU No. 23 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :

1. Instrumen Sanksi administrasi

2. Instrumen Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Di Pengadilan dan di luar Pengadilan)

3. Instrumen Hukum Pidana

PENEGAKAN HUKUM

5 (lima) Perangkat Penegakan Hukum Administrasi

1. Perizinan

2. Persyaratan Dalam Izin : Amdal, Baku Mutu Lingkungan, Tata Ruang

3. Keberadaan Pejabat Pengawas

4. Mekanisme Pengawasan

5. Sanksi Adminitrasi (bertahap dan sistematis)

Perizinan Lingkungan

Izin Lingkungan :

1. Izin Ordonansi

2. Izin Pembuangan Limbah Cair

3. Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan/atau Penimbunan Limbah B3

4. Izin Pengangkutan Limbah B3

5. Izin Pemanfaatan Limbah B3 sebagai Kegiatan Utama

6. Izin Usaha

7. Izin Dumping

Izin yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup

Seluruh Izin Usaha/kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup

1. Izin HPH

2. HPHTI

3. Izin Usaha Perkebunan

4. Izin Usaha Industri

5. Izin Kuasa Pertambangan

6. Izin Pemanfaatan Penggunaan Air Bawah Tanah

10 (sepuluh) Mekanisme Penegakan Hukum administrasi Di Bidang Lingkungan Hidup

1. Permohonan izin disertai informasi dan/atau Studi Dampak Lingkungan;

2. Mencantumkan persyaratan dan kewajiban pencegahan dan penanggulangan;

3. Dampak lingkungan dalam izin (terukur, realistis dan mudah dipahami);

4. Konsultasi publik dalam rangka menggali masukan sebelum penerbitan izin;

5. Keberadaan mekanisme pengelolaan masukan publik;

6. Mengumumkan izin (untuk diketahui oleh publik);

7. Laporan Status Penaatan oleh pemegang izin (secara berkala);

8. Inspeksi lapangan secara berkala;

9. Keberadaan aturan tentang hak dan kewajiban Pengawas dan pihak yang diawasi;

10. Pemberlakuan sanksi administrasi secara bertahap dan sistematis.

Penerapan sanksi administrasi hanya dapat efektif dilaksanakan (serta sanksi perdata maupun pidana) apabila didukung pengawasan yang efektif, yang melakukan pemantauan secara terus menerus dan dilakukan secara berkesinambungan serta didukung data yang akurat dari pelanggaran yang dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan. Sistem pengawasan ini menjadi tanggung jawab dari para pejabat pengawas yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan lingkungan hidup yang wajib dilakukan.

Sesuai dengan semangat otonomi daerah, maka pejabat pengawas di daerah diangkat oleh Kepala Daerah (Propinsi oleh Gubernur dan Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota).

Pejabat pengawas mempunyai kewenangan kewenangan untuk :

a. Melakukan pemantauan;

b. Meminta keterangan;

c. Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;

d. Memasuki tempat tertentu;

e. Mengambil contoh;

f. Memeriksa peralatan;

g. Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta

h. Meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.

Pejabat pengawas apabila menemui pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku maka berwenang untuk memberikan :

a. Teguran lisan, diikuti

b. Teguran tertulis, satu sampai tiga kali dengan tenggang waktu yang disepakati.

Apabila peringatan yang diberikan oleh pejabat pengawas tersebut tidak ditaati dan dipatuhi oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, maka instrumen Sanksi Administratif dapat diterapkan.

Penerapan sanksi administrasi diberikan oleh Kepala Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota) dalam bentuk Paksaan Pemerintahan terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk :

a. Mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran.

b. Menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran.

c. Melakukan tindakan penyelamatan.

d. Penanggulangan dan/atau

e. Pemulihan atas beban biaya penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.

Paksaan pemerintahan ini juga dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan (mungkin masyarakat atau instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan pusat dan daerah).

Wujud dari sanksi administrasi tersebut juga dapat berbentuk pencabutan ijin usaha (yang dilakukan oleh pejabat pemberi ijin), atas usul Kepala Daerah atau pihak yang berkepentingan. Pencabutan ijin usaha ini hanya dilakukan apabila ada pelanggaran tertentu seperti telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat dari pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Selain penerapan paksaan pemerintahan yang dilakukan oleh Kepala Daerah, pencabutan ijin usaha yang dilakukan oleh pejabat pemberi ijin, penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan juga dapat diwajibkan melakukan Audit Lingkungan Hidup yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

E.

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN PIDANA

Instrumen hukum pidana dalam ketentuan Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 hanya dapat didayagunakan apabila sanksi hukum lain seperti sanksi administrasi, sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan tidak efektif, tingkat kesalahan pelaku relatif berat, akibat perbuatannya relatif besar, dan perbuatannya mengakibatkan keresahan masyarakat.

Jadi sanksi hukum pidana yang diatur dalam ketentuan Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 sebagai penunjang hukum administrasi dan didasarkan pada asas subsidiaritas artinya hukum pidana adalah upaya terakhir dari rangkaian kaidah hukum yang lain.

Norma tindak pidana lingkungan hidup dapat juga bersifat perorangan atau kolektif dan bahkan bentuknya dapat merupakan kejahatan korporasi, maka dalam ketentuan Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 juga diatur tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.Tindak pidana lingkungan hidup oleh korporasi dilaksanakan dengan tetap memperhatikan hal hal sebagai berikut :

a. Korporasi mencakup baik badan hukum maupun non badan hukum seperti organisasi.

b. Korporasi dapat bersifat privat (PT) dan dapat pula bersifat publik (BUMN, BUMD).

c. Apabila diidentifikasi bahwa tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan dalam bentuk organisasional, maka organisasi alamiah (manager, agen) dan korporasi dapat dipidanakan baik sendiri sendiri maupun bersama sama.

d. Terdapat kesalahan manajemen dalam korporasi.

e. Pertanggungjawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang orang yang bertanggungjawab dalam badan hukum tersebut berhasil diidentifikasi, dituntut dan dipidana.

f. Segala sanksi pidana dan hukuman pada dasarnya dapat diberlakukan pada korporasi, kecuali pidana mati dan penjara.

g. Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi tidak menghapus kesalahan perorangan.

Apabila dikaji secara mendalam peraturan hukum pidana dalam Undang undang Nomor 23 Tahun 1997, sebenarnya merupakan hukum pidana yang Komprehensif Total, karena beberapa hal yang penting telah diatur didalamnya, seperti :

a. Keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dengan segala otoritas kewenangannya sebagai penyidik (Pasal 40)

b. Pengaturan delik material, tindak pidana yang tidak tergantung kepada hukum administrasi (bersifat mandiri) atau diistilahkan dengan Administrative Independent Crime (AIC) (Pasal 41 dan 42)

c. Pengaturan delik formil, tindak pidana yang tergantung dengan hukum administrasi dan distilahkan dengan Administrative Dependent Crime (ADC) yang mengandung pengertian bahwa kriminalitas pencemaran atau perusakan lingkungan tergantung kepada ada atau tidaknya pelanggaran hukum administrasi (seperti pelanggaran izin atau baku mutu limbah) (Pasal 43 dan 44)

d. Pengaturan tindak pidana korporasi yang merupakan rumusan kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam pasal 51 KUHP (Pasal 45 dan 46)

e. Pendayagunaan tindakan tata tertib (Pasal 47)

f. Tindak pidana lingkungan hidup adalah kejahatan, bukan delik aduan (Pasal 48)

Bagi pemerintah daerah, dapat memiliki PPNS dibidang lingkungan hidup untuk melaksanakan penyidikan terhadap kejahatan dibidang lingkungan hidup. PPNS ini berkedudukan di instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan daerah Propinsi/Kabupaten/Kota.

Dari uraian tersebut di atas, konsep penegakan hukum berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 telah menampung segala tindakan hukum yang dapat dikenakan terhadap para pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh korporasi.

Dengan demikian sebaiknya tidak perlu lagi ada alasan untuk tidak mendayagunakan penegakan hukum lingkungan tersebut kepada para pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan.

BEBERAPA CONTOH KASUS

Ada beberapa kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang telah ditangani KLH dengan pihak pihak lain. Kasus kasus itu antara lain tumpahan minyak, penambangan pasir dan pencemaran oleh industri :

a. Penataan Tumpahan Minyak di Laut

Ganti rugi atas tenggelamnya Kapal Bumi Sarana milik PT. Kalla Lines yang bermuatan industrial fuel oil (IFO), di Pantai Congot, Kulon Progo, Mei 2002. Kompensasi yang diterima nelayan di Kabupaten Kulonprogo sebesar Rp. 2.100.000.000.

Ganti rugi kandasnya kapal TB Mitra Jaya VI dan Tongkang Bumindo, yang bermuatan marine fuel oil (MFO). Pemerintah Kabupaten Bengkalis memperoleh kompensasi sebesar Rp. 375.000.000.

Penanganan pencemaran crude oil di 61 pulau di Kepulauan Seribu, pada tanggal 4 Februari 2004 telah berhasil dikumpulkan 12.159 karung tarball bercampur pasir untuk mencari sumber pencemarnya. KLH bersama sama Departemen ESDM, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Sudin Perhubungan Kepulauan Seribu dan Lemigas, masih mengumpulkan bahan dan keterangan.

b. Penambangan Pasir Laut

Kapal kapal yang di tahan karena kasus penambangan pasir laut adalah :

MV Profesor Gorjunov (milik PT. Aneka Yasa Setia)

MV Samsung Apolo (milik PT. Aneka Yasa Setia)

MV Vasco Da Gama (milik PT Equator Reka Citra)

TB Jasmine V (milik PT Pola Kendali Karimun)

TB Olivia (milik PT Pola Kendali Karimun)

MV Alexander Wapper (milik PT Citra Karimun Aditya)

MV Lange Wapper (milik PT Citra Karimun Aditya)

Status penanganan kasus tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Sesuai instruksi Presiden RI tanggal 8 November 2002, TB Jasmine V dan TB Olivia membayar 15 persen dari harga kapal, yaitu sebesar Rp. 6.075.000.000

Pengadilan Negeri Tanjung Pinang tanggal 9 Oktober 2002 memutuskan denda Rp. 30.000.000 atau subsider kurungan 6 bulan.

c. Pencemaran Laut oleh Industri

Pencemaran oleh pabrik pupuk di Bontang

Pencemaran amoniak di perairan laut pantai Kota Bontang (dekat pabrik) akibat pipa amoniak pabrik pupuk PT. Kalimantan Timur rusak. Pipa amoniak yang bocor telah diperbaiki dan PT. Pupuk Kaltim bekerjasama dengan lembaga penelitian telah melakukan kajian kondisi lokasi pipa amoniak yang bocor tersebut.

Pencemaran minyak di Kabupaten Indramayu

Terjadi tumpahan minyak ke laut yang mencemari perairan laut Kabupaten Indramayu diakibatkan oleh pipa bawah laut untuk menyalurkan minyak mentah milik kilang minyak Pertamina Balongan rusak. KLH telah melakukan investigasi dan pendekatan kepada pihak Pertamina. Saat ini pihak Pertamina UP VI, Balongan, telah memperbaiki kilang minyak yang rusak pada titik koordinat 06 17-05S dan 108-30,-00T, dan tidak menggunakannya kembali.

Ganti Rugi Kasus Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

NoPerkaraGanti Rugi

(Milyar Rp)Pengelola

1PT. Ade Plantation9,600KLH, Bapedalda Provinsi Riau dan Bapedalda Kabupaten Palalawan

2MT.Bumi Sarana

(Kalla Lines)0,480Pemda DI Yogyakarta dan Masyarakat Kabupeten Kulon Progo

3MT Natuna16,500Pemda Riau, Pemda Kota Batam dan Masyarakat Pulau Batam

4PT. Palur Raya1,100Pemda Jawa Tengah dan Masyarakat Ngringo

5MT. King Fischer6,500Pemda dan Nelayan Kabupaten Cilacap

6TB. Mitra Jaya dan

Tongkang Bumindo0,375Pemerintah Kabupaten Bengkalis

Total34,375

Sumber : Laporan Kerja KLH, 2001 2004

DAFTAR PUSTAKA

Mas Achmad Santosa, SH.LLM. 2003. Hukum Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Pelatihan Hukum Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat; KLH; Makassar.

Undang undang Nomor 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Nomor 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7/2001 tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Menteri Menteri Negara Lingkungan Hidup.Badan Pengendalian Dampak Lingkungan 2001. Modul Kebijakan, Hukum dan Peraturan Perundang undangan di Bidang Lingkungan Hidup; Kursus Pengantar Pengelolaan Lingkungan.

ADMINISTRASI

PIDANA

PERDATA

Peringatan

Audit Lingkungan

Paksaan Pemerintahan

Pencabutan Izin

Tindak Pidana Biasa

Tindak Pidana Korporasi

Rumusan Deliknya :

Delik Formil

Delik Materil

Gugatan biasa

Class Action

Hak Gugat LSM

Hak Gugat Instansi

Pengelolaan Lingkungan

Stricht Liability

PAGE 23