masuk hindu-budha diindonesia

32
BAB I PENDAHULUAN A. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Budha di Indonesia Agama yang pertama masuk di Indonesia adalah hindu dan budha. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Budha di Indonesia sangat menarik untuk di pelajari. banyak kebudayaan pada masa tersebut yang sampai sekarang masih ada dan masih sering kita lihat. Indonesia juga mencapai puncak kejayaan masa-masa tersebut, mulai dari kerajaan sriwijaya, kerajaan majapahit, dan lain-lain. maka jika kita mempelajari kebudayaan hindu-budha mungkin tak cukup 1 tahun. kebudayaan dan sangat menarik, sangat berkesan, dan sangat berbudaya. Sistem Kepercayaan Dalam agama Budha terutama dalam system Mahayana menurut system wagniadatu menyebutkan dewa tertinggi adalah Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena tidak berbentuk. Sidharta Gautama Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak raja yang mendapat penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengantakan bahwa dunia yang kita lihat adalah maya dan manusia adalah tidak berpengetahuan. Kehidupan manusia mengalami sansana atau hidup kembali sebagai manusia atau binatang.

Upload: desiwarni-spd

Post on 24-Jun-2015

342 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masuk Hindu-budha Diindonesia

BAB IPENDAHULUAN

A. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Budha di Indonesia

Agama yang pertama masuk di Indonesia  adalah hindu dan budha. Sejarah

Perkembangan Agama Hindu Budha di Indonesia sangat menarik untuk di pelajari.

banyak kebudayaan pada masa tersebut yang sampai sekarang masih ada dan masih

sering kita lihat. Indonesia juga mencapai puncak kejayaan masa-masa tersebut, mulai

dari kerajaan sriwijaya, kerajaan majapahit, dan lain-lain. maka jika kita mempelajari

kebudayaan hindu-budha mungkin tak cukup 1 tahun. kebudayaan dan sangat

menarik, sangat berkesan, dan sangat berbudaya.

Sistem Kepercayaan

Dalam agama Budha terutama dalam system Mahayana menurut system wagniadatu

menyebutkan dewa tertinggi adalah Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena

tidak berbentuk.

Sidharta Gautama

Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak raja yang

mendapat penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengantakan bahwa dunia yang

kita lihat adalah maya dan manusia adalah tidak berpengetahuan. Kehidupan manusia

mengalami sansana atau hidup kembali sebagai manusia atau binatang.

Ganesha

Ganesha adalah anak Siwa dengan Arwati. Dengan digambarkan berkepala gajah dan

bertangan empat, pada dahinya juga terdapat mata ketiga. Dan pada setiap tangannya

terdapat benda yang berbeda yaitu :

a) Tangan kanan bawah memegang patahan gadingnya

b) Tangan kanan atas memegang tasbih

c) Tangan kiri atas memegang Kapak

d)Tangan kiri bawah memegang mangkuk yang berisi manisan

Dewa Siwa

Page 2: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Pada halaman tengah terdapat lima ekor kerbau, yaitu empat ekor kerbau kecil, dan

satu ekor kerbau besar yang merupakan kendaraan dari dewa Siwa yang

kesemuaannya terbuat dari patung.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangannya

1. Awal Perkembangan Agama Hindu

 

Agama Hindu berasal dari India. Untuk mengetahui sejarah perkembangannya

haruslah juga dipelajari sejarah perkembangan India meliputi aspek perkembangan

penduduk maupun aspek kebudayaannya dari jaman ke jaman. Berdasarkan

penelitian usia kitab- kitab Weda, para ahli sampai pada suatu kesimpulan bahwa

agama Hindu telah tumbuh dan berkembang pada sekitar 6.000 tahun sebelum

tahun Masehi. Sebagai agama tertua, agama Hindu kemudian berkembang ke

berbagai wilayah dunia, termasuk Asia Tenggara dan Indonesia.

 

2. Penduduk India

  Penduduk asli yang mendiami India sekarang bermukim di daerah dataran tinggi

Dekkan. Kehidupannya masih sangat sederhana. Bangsa Dravida berasal dari

daerah Asia Tengah (Baltic) masuk ke India dan mendiami daerah sepanjang sungai

Sindhu yang subur. Kebudayaan mereka lebih tinggi dari penduduk asli. Bangsa

Arya juga berasal dari daerah sekitar Asia Tengah, menyebar memasuki daerah-

daerah Iran (Persia), Mesopotamia, dan juga masuk ke daerah Eropa. Yang sampai

masuk ke India adalah merupakan bagian dari yang pernah masuk ke Iran. Mereka

masuk ke India dalam dua tahap di dua tempat yang berbeda. Pertama mereka

masuk di daerah Punjab yaitu daerah lima aliran anak sungai yang disambut dengan

peperangan oleh bangsa Dravida yang sudah lebih dulu bermukim di sana. Karena

bangsa Arya lebih maju dan lebih kuat, Bangsa Dravida dapat dikalahkan. Tahap

kedua Bangsa Arya masuk ke India melalui daerah dua aliran sungai yaitu lembah

sungai Gangga dan lembah sungai Yamuna, daerah ini dikenal dengan nama daerah

Doab. Kedatangan mereka tidak disambut peperangan, bahkan kemudian terjadi

percampuran melalui perkawinan. Bangsa- bangsa inilah yang menjadi nenek

moyang bangsa India sekarang.

Page 3: Masuk Hindu-budha Diindonesia

 

3. Jaman Weda

 

Telah diketahui bahwa bangsa yang datang kemudian di India adalah bangsa Arya

yang mendiami dua tempat yaitu di Punjab dan Doab. Di kedua daerah tersebut

mereka berkembang dan mengembangkan peradabannya. Dikatakan bahwa orang-

orang Aryalah yang menerima wahyu Weda. Wahyu- wahyu Weda ini tidak turun

sekaligus, melainkan dalam jangka waktu yang agak lama, dan juga tidak

diwahyukan di satu tempat saja. Penerima wahyu disebut Maha Resi, diterima

melalui pendengaran, dan oleh sebab itu wahyu Weda disebut Sruti (sru=

pendengaran). Kurun waktu turunnya wahyu- wahyu Weda itulah yang disebut

jaman Weda dan ajaran Weda inilah yang kemudian tersebar ke berbagai penjuru

dunia.

 

4. Penyebaran Agama Hindu

  Dalam suatu penggalian di Mesir ditemukan sebuah inskripsi yang diketahui

berangka tahun 1200 SM. Isinya adalah perjanjian antara Ramses II dengan

Hittites. Dalam perjanjian ini "Maitra Waruna" yaitu gelar manifestasi Sang Hyang

Widhi Wasa menurut agama Hindu yang disebut- sebut dalam Weda dianggap

sebagai saksi. Gurun Sahara yang terdapat di Afrika Utara menurut penelitian

Geologi adalah bekas lautan yang sudah mengering. Dalam bahasa Sanskerta

Sagara artinya laut; dan nama Sahara adalah perkembangan dari kata Sagara.

Diketahui pula bahwa penduduk yang hidup di sekelilingnya pada jaman dahulu

berhubungan erat dengan Raja Kosala yang beragama Hindu dari India.

Penduduk asli Mexico mengenal dan merayakan hari raya Rama Sinta, yang

bertepatan dengan perayaan Nawa Ratri di India. Dari hasil penggalian di daerah itu

didapatkan patung- patung Ganesa yang erat hubungannya dengan agama Hindu.

Di samping itu penduduk purba negeri tersebut adalah orang- orang Astika (Aztec),

yaitu orang- orang yang meyakini ajaran- ajaran Weda. Kata Astika ini adalah

istilah yang sangat dekat sekali hubungannya dengan "Aztec" yaitu nama penduduk

asli daerah itu, sebagaimana dikenal namanya sekarang ini.

Penduduk asli Peru mempunyai hari raya tahunan yang dirayakan pada saat- saat

matahari berada pada jarak terjauh dari katulistiwa dan penduduk asli ini disebut

Page 4: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Inca. Kata "Inca" berasal dari kata "Ina" dalam bahasa Sanskerta yang berarti

"matahari" dan memang orang- orang Inca adalah pemuja Surya.Uraian tentang

Aswameda Yadnya (korban kuda) dalam Purana yaitu salah satu Smrti Hindu

menyatakan bahwa Raja Sagara terbakar menjadi abu oleh Resi Kapila. Putra- putra

raja ini berusaha ke Patala loka (negeri di balik bumi= Amerika di balik India)

dalam usaha korban kuda itu. Karena Maha Resi Kapila yang sedang bertapa di

hutan (Aranya) terganggu, lalu marah dan membakar semua putra- putra raja

Sagara sehingga menjadi abu. Pengertian Patala loka adalah negeri di balik India

yaitu Amerika. Sedangkan nama Kapila Aranya dihubungkan dengan nama

California dan di sana terdapat taman gunung abu (Ash Mountain Park). Di

lingkungan suku- suku penduduk asli Australia ada suatu jenis tarian tertentu yang

dilukiskan sebagai tarian Siwa (Siwa Dance). Tarian itu dibawakan oleh penari-

penarinya dengan memakai tanda "Tri Kuta" atau tanda mata ketiga pada dahinya.

Tanda- tanda yang sugestif ini jelas menunjukkan bahwa di negeri itu telah

mengenal kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu.

 

5. Agama Hindu di Indonesia

  Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa

oleh para Musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal

dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok

yakni Musafir Budha Pahyien. Kedua tokoh besar ini mengadakan perjalanan

keliling Nusantara menyebarkan Dharma. Bukti- bukti peninggalan ini sangat

banyak berupa sisa- sisa kerajaan Hindu seperti Kerajaan Tarumanegara dengan

rajanya Purnawarman di Jawa Barat.

Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman di Kalimantan Timur, Kerajaan

Mataram Hindu di Jawa Tengah dengan rajanya Sanjaya, Kerajaan Singosari

dengan rajanya Kertanegara dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, begitu juga

kerajaan Watu Renggong di Bali, Kerajaan Udayana, dan masih banyak lagi

peninggalan Hindu tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Raja- raja Hindu ini

dengan para alim ulamanya sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan agama,

seni dan budaya, serta kesusasteraan pada masa itu.

Sebagai contoh candi- candi yang bertebaran di Jawa di antaranya Candi

Page 5: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Prambanan, Borobudur, Penataran, dan lain- lain, pura- pura di Bali dan Lombok,

Yupa- yupa di Kalimantan, maupun arca- arca dan prasasti yang ditemukan hampir

di seluruh Nusantara ini adalah bukti- bukti nyata sampai saat ini. Kesusasteraan

Ramayana, Mahabarata, Arjuna Wiwaha, Sutasoma (karangan Empu Tantular yang

di dalamnya terdapat sloka "Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa")

adalah merupakan warisan- warisan yang sangat luhur bagi umat selanjutnya.

Agama adalah sangat menentukan corak kehidupan masyarakat waktu itu maupun

sistem pemerintahan yang berlaku; hal ini dapat dilihat pada sekelumit

perkembangan kerajaan Majapahit.Raden Wijaya sebagai pendiri kerajaan

Majapahit menerapkan sistem keagamaan secara dominan yang mewarnai

kehidupan masyarakatnya. Sewaktu meninggal, oleh pewarisnya dibuatkan

pedharman atau dicandikan pada candi Sumber Jati di Blitar Selatan sebagai

Bhatara Siwa dan yang kedua didharmakan atau dicandikan pada candi Antapura di

daerah Mojokerto sebagai Amoga Sidhi (Budha). Raja Jayanegara sebagai Raja

Majapahit kedua setelah meninggal didharmakan atau dicandikan di Sila Petak

sebagai Bhatara Wisnu sedangkan di Candi Sukalila sebagai Buddha.

Maha Patih Gajah Mada adalah seorang Patih Majapahit sewaktu pemerintahan Tri

Buana Tungga Dewi dan Hayam Wuruk. Ia adalah seorang patih yang sangat tekun

dan bijaksana dalam menegakkan dharma, sehingga hal ini sangat berpengaruh

dalam pemerintahan Sri Baginda. Semenjak itu raja Gayatri memerintahkan kepada

putranya Hayam Wuruk supaya benar- benar melaksanakan upacara Sradha.

Adapun upacara Sradha pada waktu itu yang paling terkenal adalah mendharmakan

atau mencandikan para leluhur atau raja- raja yang telah meninggal dunia (amoring

Acintya). Upacara ini disebut Sradha yang dilaksanakan dengan Dharma yang

harinya pun telah dihitung sejak meninggal tiga hari, tujuh hari, dan seterusnya

sampai seribu hari dan tiga ribu hari. Hal ini sampai sekarang di Jawa masih

berjalan yang disebut dengan istilah Sradha, Sradangan yang pada akhirnya disebut

Nyadran.

Memperhatikan perkembangan agama Hindu yang mewarnai kebudayaan serta seni

sastra di Indonesia di mana raja- rajanya sebagai pimpinan memperlakukan sama

terhadap dua agama yang ada yakni Siwa dan Budha, jelas merupakan

pengejawantahan toleransi beragama atau kerukunan antar agama yang dianut oleh

Page 6: Masuk Hindu-budha Diindonesia

rakyatnya dan berjalan sangat baik. Ini jelas merupakan nilai- nilai luhur yang

diwariskan kepada umat beragama yang ada pada saat sekarang. Nilai- nilai luhur

ini bukan hanya mewarnai pada waktu lampau, tetapi pada masa kini pun masih

tetap merupakan nilai- nilai positif bagi pewaris- pewarisnya khususnya umat yang

meyakini agama Hindu yang tertuang dalam ajaran agama dengan Panca

Sradhanya. Kendatipun agama Hindu sudah masuk di Indonesia pada permulaan

Tarikh Masehi dan berkembang dari pulau ke pulau namun pulau Bali baru

mendapat perhatian mulai abad ke-8 oleh pendeta- pendeta Hindu di antaranya

adalah Empu Markandeya yang berAsrama di wilayah Gunung Raung daerah

Basuki Jawa Timur. Beliaulah yang memimpin ekspedisi pertama ke pulau Bali

sebagai penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut sebanyak ± 400 orang.

Ekspedisi pertama ini mengalami kegagalan.

Setelah persiapan matang ekspedisi kedua dilaksanakan dengan pengikut ± 2.000

orang dan akhirnya ekspedisi ini sukses dengan gemilang. Adapun hutan yang

pertama dibuka adalah Taro di wilayah Payangan Gianyar dan beliau mendirikan

sebuah pura tempat pemujaan di desa Taro. Pura ini diberi nama Pura Murwa yang

berarti permulaan. Dari daerah ini beliau mengembangkan wilayah menuju pangkal

gunung Agung di wilayah Besakih sekarang, dan menemukan mata air yang diberi

nama Sindhya. Begitulah permulaan pemujaan Pura Besakih yang mula- mula

disebut Pura Basuki.Dari sini beliau menyusuri wilayah makin ke timur sampai di

Gunung Sraya wilayah Kabupaten Karangasem, selanjutnya beliau mendirikan

tempat suci di sebuah Gunung Lempuyang dengan nama Pura Silawanayangsari,

akhirnya beliau bermukim mengadakan Pasraman di wilayah Lempuyang dan oleh

pengikutnya beliau diberi gelar Bhatara Geni Jaya Sakti. Ini adalah sebagai tonggak

perkembangan agama Hindu di pulau Bali.Berdasarkan prasasti di Bukit Kintamani

tahun 802 Saka (880 Masehi) dan prasasti Blanjong di desa Sanur tahun 836 Saka

(914 Masehi) daerah Bali diperintah oleh raja- raja Warmadewa sebagai raja

pertama bernama Kesariwarmadewa. Letak kerajaannya di daerah Pejeng dan

ibukotanya bernama Singamandawa. Raja- raja berikutnya kurang terkenal, baru

setelah raja keenam yang bernama Dharma Udayana dengan permaisurinya

Mahendradata dari Jawa Timur dan didampingi oleh Pendeta Kerajaan Empu

Kuturan yang juga menjabat sebagai Mahapatih maka kerajaan ini sangat terkenal,

Page 7: Masuk Hindu-budha Diindonesia

baik dalam hubungan politik, pemerintahan, agama, kebudayaan, sastra, dan irigasi

semua dibangun. Mulai saat inilah dibangun Pura Kahyangan Tiga (Desa, Dalem,

Puseh), Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang, Besakih, Bukit Pangelengan,

Uluwatu, Batukaru, Gua Lawah, Sistem irigasi yang terkenal dengan Subak, sistem

kemasyarakatan, Sanggar/ Merajan, Kamulan/Kawitan dikembangkan dengan

sangat baik.

Sewaktu kerajaan Majapahit runtuh keadaan di Bali sangat tenang karena tidak ada

pergolakan agama. Pada saat itulah datang seorang Empu dari Jawa yang bernama

Empu Dwijendra dengan pengikutnya yang mengembangkan dan membawa

pembaharuan agama Hindu di Bali. Dewasa ini, terutama sejak jaman Orde Baru,

perkembangan Agama Hindu makin maju dan mulai mendapat perhatian serta

pembinaan yang lebih teratur.

B. Penyebaran Budaya Hindu-Buddha di Indonesia

Budaya Indonesia tumbuh lewat lintasan sejarah yang panjang. Jika budaya diartikan

sebagai tata keyakinan, pemikiran, perilaku ataupun produk yang dihasilkan secara

bersama, maka budaya Indonesia dapat dikatakan mengalami relativitas. Artinya,

budaya yang kini berkembang di Indonesia merupakan hasil percampuran dari aneka

budaya berbeda. Hasil dari percampuran tersebut hingga kini masih berada dalam

keadaan berubah secara konstan. Terdapat gelombang-gelombang pengaruh “luar”

yang turut membentuk karakter budaya Indonesia.

Namun, pembentukan budaya oleh pengaruh “luar” bukannya hendak menganggap

Indonesia “asli” tidak punya budaya spesifik. Misalnya, dalam tata keyakinan

sesungguhnya “orang Indonesia” telah mengenal keesaan Tuhan. Meski dalam bentuk

yang masih “proto” (tua), tokoh wayang Semar (asal katanya "samar") sesungguhnya

telah beredar dalam tata keyakinan orang Indonesia lokal (terutama di Jawa) sebelum

datangnya pengaruh Hindu-Buddha. Semar digambarkan meliputi seluruh sifat dan

ciri yang tidak dimiliki makhluk biasa. Tokoh ini bukan perempuan juga bukan laki-

laki. Tidak senyum atau cemberut. Tokoh Semar merupakan upaya orang “asli”

Indonesia mencari keberadaan Tuhan yang tunggal, dan hendak diterapkan dalam

kredo keagamaan mereka. Kitab-kitab narasumber pewayangan dari India (semisal

Mahabaratha atau Baratayudha) tidak mengenal tokoh Semar ini.

Page 8: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Tulisan ini tiada bertujuan melakukan penelusuran atas dimensi prasejarah Indonesia

sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Buddha. Tulisan ini sekadar berupaya memberi

gambaran tentang pembentukan budaya Indonesia pasca datangnya pengaruh “luar”

yang turut membentuk karakter budaya Indonesia. Percampuran oleh yang “baru”

terhadap yang “lama” dari budaya yang ada merupakan titik pusat perhatian tulisan.

Datangnya Budaya “Luar”

Perlu ditegaskan terlebih dulu, pengertian budaya yang digunakan pada tulisan ini

mengacu pada pendapat Kathy S. Stolley. Menurutnya, budaya terbangun dari seluruh

gagasan (ide), keyakinan, perilaku, dan produk-produk yang dihasilkan secara

bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok. Budaya meliputi semua yang

dikreasi dan dimiliki manusia tatkala mereka saling berinteraksi.

Selain itu, budaya juga dapat dibedakan menurut komponen material dan nonmaterial

yang menyusunnya. Komponen material misalnya makanan, teknologi, pakaian,

rumah, dan sejenisnya. Sementara komponen nonmaterial termasuk bahasa, nilai,

keyakinan, tata perilaku, dan sejenisnya.

Budaya tidak statis melainkan dinamis. Budaya baru, apapun itu, tatkala memasuki

suatu ranah budaya lain akan mengalami proses percampuran. Pasca percampuran

tersebut, muncul suatu budaya jenis “baru” yang khas. Ia sulit disamakan begitu saja

dengan yang “lama” atau “baru.” Proses percampuran budaya ini dinamakan

sinkretisasi. Demikian pula budaya Hindu dan Buddha ini, selain mempertahankan

wujud-wujud aslinya, juga menampakkan pengaruh budaya “asli” Indonesia.

C. Kerajaan – kerajaan bercorak hindu-budha

1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Terletak di Tepi Sungai Mahakam, Kalimantan

Timur. Di Kutai ditemukan prasasti berupa "yupa" yaitu tugu batu yang digunakan

dalam upacara kurban. Yupa ini bertuliskan huruf Pallawa dan Bahasa Sankserta,

diperkirakan berasal dari tahun 400 M. Dalam Yupa diterangkan mengenai silsilah

raja-raja Kutai. Raja Kutai yang pertama adalah Kudungga(nama ini diperkirakan asli

orang Indonesia). Kudungga mempunyai putra yang bernama Aswawarman, nama ini

Page 9: Masuk Hindu-budha Diindonesia

diperkirakan berasal dari India sehingga Aswawarman dianggap sebagai

"wangsakarta" atau pembentuk keluarga/dinasti. Selain itu ia juga dijuluki "Ansuman"

atau dewa matahari. Aswawarman mempunyai putra bernama Mulawarman.

Mulawarman adalah raja yang terbesar/terkenal di Kutai.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Hindu ini terletak di dekat sungai Citarum, Jawa Barat. Kerajaan ini di

perkirakan berdiri tahun 450 M. Raja yang paling terkenal adalah Purnawarman. Ia

adalah raja yang sangat baik terhadap rakyat, hal ini dibuktikan dengan pembuatan

irigasi atau sungai untuk mengairi sawah dan mencegah banjir, sungai ini diberi nama

sungai "Gomati". Prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara antara lain

Prasasti Tugu, Munjul, Kebon Kopi, Pasir Awi, Jambu,Ciaruteun, dan Muara Cianten.

3. Kerajaan Kaling

Keterangan mengenai kerajaan ini diperoleh dari prasasti Tuk mas. Berdasarkan

prasasti ini diperkirakan Kerajaan Kaling berada di sekitar Purwodadi dan Blora. Raja

yang terkenal adalah Ratu Sima. Ia dikenal sebagai Ratu yang tegas, jujur, dan

bijaksana.

4. kerajaan Sriwijaya

Keterangan mengenai kerajaan sriwijaya diperoleh dari berita perjalanan I-Tsing,

seorang pendeta Budha dari Cina. Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berada

di Sumatra Selatan. Selain dari I-Tsing, keterangan mengenai Sriwijaya juga

diperoleh dari Prasasti-prasasti antara lain : Prasasti kedukan bukit yang berisi tentang

perjalanan suci Sang Dapunta Hyang, Prasasti Kota Kapur yang berisi permintaan

kepada para dewa untuk menjaga kesatuan Sriwijaya, Prasasti Telaga Batu yang berisi

kutukan terhadap mereka yang berbuat kejahatan, prasasti Talang tuo dan prasasti

Karang Berahi. Raja yang pernah berkuasa adalah Sri Jayanaga, Balaputradewa (raja

yang paling terkenal), dan Sri Sanggramawijayatunggawarman. Kerajaan Sriwijaya

runtuh akibat serangan Raja Colamanda dari India dan Ekspedisi Pamalayu dari

Singosari.

5. Kerajaan Mataram Kuno

Page 10: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Keterangan mengenai kerajaan ini diperoleh berdasarkan prasasti Gunung Wukir,

Magelang. Kerajaan ini diperintah oleh Raja Sanjaya dan Raja Sanna (Sanjaya adalah

keponakan Sanna. Kerajaan Mataram diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Sanjaya

(yang menganut agama Hindu ) dan raja-raja dari Dinasti Syailendra (yang menganut

Agama Budha). Setelah Raja Sanjaya meninggal, Mataram diperintah oleh Rakai

Panangkaran. Setelah Panangkaran yang berkuasa adalah Samaratungga, pada masa

kekuasaan Samaratungga dibangun Candi Borobudur. Pengganti Samaratungga

adalah menantunya yaitu Rakai Pikatan (suami dari Pramodhawardani). Kerajaan

Mataram mencapai Puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Raja Balitung.Pada

tahun 929 M, pusat kerajaan Mataram dipindahkan ke Watugaluh (JawaTimur) oleh

Empu Sindok. Hal ini dilakukan untuk menghindari ancaman bahaya letusan gunung

berapi. Pengganti Empu Sindok adalah Dharmawangsa. Ketika kepemimpinannya

terjadi peristiwa "Pralaya Medang" yaitu penyerbuan Mataram oleh Wura Wari

(bawahan Darmawangsa yang dihasut oleh Sriwijaya). Pengganti Dharmawangsa

sekaligus raja terakhir Mataram adalah Airlangga. Airlangga adalah menantu

Dharmawangsa. Berakhirnya kerajaan mataram karena Airlangga membagi kerajaan

menjadi dua untuk menghindari perebutan kekuasaan antara putra Darmawangsa dan

putra Airlangga, Mapanji Garasakan. Mataram dibagi menjadi dua yaitu Jenggala atau

singosari yang beribu kota di kahuripan dan Panjalu atau Kediri yang beribu kota di

Daha.

6. Kerajaan Singasari

Pusat Kerajaan Singosari terletak di Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh

Ken Arok, setelah berhasil membunuh Bupati tumapel Tunggul Ametung. Ken Arok

menjadi raja pertama Singasari dan berhasil memperistri Ken Dedes, istri Tunggul

Ametung. Ken Arok bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Pada tahun

1227 Ken Arok dibunuh oleh Anusapati (anak dari Tunggul Ametung). Pemerintahan

Anusapati tidak berjalan lama karena ia dibunuh oleh Tohjaya (anak dari Ken Arok).

Tidak lama kemudian Ranggawuni (anak dari Anusapati menuntut kekuasaan dari

Tohjaya, tetapi Tohjaya menolak dan mengirimkan pasukan melawan Ranggawuni,

dalam pertempuran tersebut Tohjaya melarikan diri dan akhirnya meninggal di daerah

Katang Lumbung. Ranggawuni naik tahta dengan gelar Sri Jaya Wisnu Wardana.

Setelah meninggal ia digantikan putranya yaitu Kertanegara. Keruntuhan kerajaan

Singasari adalah karena mendapat serangan Jayakatwang dari Kediri.

Page 11: Masuk Hindu-budha Diindonesia

7. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit berada di sekitar Delta sungai Brantas, Mojokerto. Raja

Majapahit yang pertama adalah Raden Wijaya dengan gelar Kertarajasa

Jayawardhana. Setelah Raden Wijaya meninggal, Majapahit diperintah oleh

Jayanegara.Dalam masa pemerintahannya timbul beberapa pemberontakan antara

lain, pemberontakan Nambi, Semi, Ranggalawe, Lembu Sora dan Kuti.

Pemberontakan Kuti adalah yang dianggap paling berbahaya karena berhasil

menduduki ibukota Majapahit dan Jayanegara terpaksa mengungsi ke daerah

Badander. Akhirnya pemberontakan Kuti berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada, dan

berkat jasanya ia di angkat menjadi patih Kahuripan. Pengganti Jayanegara adalah

Tribuwanatunggadewi. Ketika pemerintahannya timbul pemberontakan Sadeng,

pemberontakan ini juga berhasil ditumpas oleh Gajah Mada sehingga ia di angkat

menjadi Mahapatih Majapahit. Pada waktu pelantikan ia mengucapkan sumpah yang

dikenal dengan "Sumpah Palapa". Isi sumpahnya adalah tidak akan merasakan palapa

(istirahat) sebelum menyatukan nusantara di bawah Majapahit. Setelah

Tribuwanatunggadewi meninggal ia digantikan putranya yaitu Hayam Wuruk.

Majapahit mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di

dampingi mahapatih Gadjah Mada. Keruntuhan Majapahit antara lain akibat tidak ada

tokoh yang cakap dan berwibawa sesudah wafatnya Hayam Wuruk dan Gajah Mada,

Terjadi Perang paregrek (perang saudara) antara Bhre Wirabumi dan

Wikramawardhana, Banyak negeri bawahan Majapahit yang berusaha melepaskan

diri, dan Berkembangnya agama Islam di pesisir Pantai Utara Jawa.

D. Pengaruh Budaya Hindu-Buddha di Indonesia

Penggunaan istilah “pengaruh Hindu-Buddha” pun kiranya kurang tepat. Istilah ini

sesungguhnya hendak memberikan gambaran beberapa pengaruh yang diberikan

orang-orang India atau Cina yang datang dan melakukan kontak dengan penduduk

kepulauan Indonesia. Kebetulan, orang-orang India dan Cina yang melakukan kontak-

kontak tersebut mayoritas beragama Hindu dan Buddha. Di masa-masa awal ini,

Islam belumlah lagi berdiri selaku sebuah agama secara formal.

Tulisan ini pun sengaja tidak bercorak historiografis yang ketat pada dimensi

kronologis suatu peristiwa. Tulisan ini lebih condong pada identifikasi sejumlah

komponen material dan nonmaterial budaya yang berasal dari tradisi Hindu-Buddha.

Komponen-komponen tersebut selain punya bentuk asli juga punya dimensi sinkretis

Page 12: Masuk Hindu-budha Diindonesia

hasil percampurannya dengan kebudayaan yang berkembang di Indonesia

sebelumnya.

Pengaruh Hindu-Buddha bukan pada tataran agama belaka. Pengaruh tersebut

meliputi baik bahasa, bangunan, teknologi, aksara, politik, ataupun sistem sosial.

Kendati sekurangnya telah teridentifikasi pengaruh awalnya sejak tahun 400-an

Masehi, pengaruh Hindu-Buddha tetap dapat diidentifikasi di kehidupan Indonesia

kontemporer saat ini. Jill Forshee bahkan mencatat, sejak abad pertama Masehi telah

tercatat kontak-kontak antara masyarakat asli Indonesia dengan India juga Cina.

Kontak ini terutama melalui jalur hubungan laut.

Budaya Indonesia asli seperti “desa” yang egaliter perlahan berubah dengan

masuknya konsep kenegaraan India Selatan yang hirarkis. Raja mulai dianggap

sebagai turunan dewa. Namun, pengaruh hirarkis ini juga tidak dapat dipukul rata. Ia

terutama diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan Indonesia yang ada di pedalaman dan

mengandalkan pertanian dan penggunaan irigasi sebagai basis ekonominya.

Masyarakat atau kerajaan di pesisir pantai tidak terlampau terpengaruh oleh sistem

India Selatan ini. Di masa mendatang, wilayah-wilayah pesisiran kerap melakukan

pembangkangan politik atas kuasa sentral di pedalaman. Misalnya, pemberontakan

Pati (pesisir Utara) di bawah pimpinan Adipati Pragola terhadap Sultan Agung

Hanyakrakusuma di Yogyakarta (pedalaman-sentral)

Negara pesisir lain semisal Sriwijaya juga biasanya mengandalkan perdagangan

sebagai basis ekonominya. Dalam Negara yang demikian, tidak diperlukan wilayah

pertanian, petani yang banyak, sistem komando yang tersentralistik, serta pedalaman

yang luas oleh sebab barang produksi dapat diperoleh lewat interaksi pertukaran.

Hubungan lebih berada dalam suasana egalitarian. Ini mungkin menjadi sebab

Sriwijaya pun lebih terpengaruh oleh Buddha ketimbang Hindu.

Sebaliknya, di Jawa lebih berkembang pengaruh Hindu. Ini akibat basis ekonomi

Jawa yang kental nuansa pertaniannya. Contoh dari ini adalah kerajaan Majapahit,

Kediri, Singasari, juga Mataram Kuno. Mereka adalah Negara-negara agraris.

Letaknya di daerah-daerah subur lembah sungai, gunung berapi, dan rakyatnya hidup

dari bercocok tanam. Akibat surplus beras, mulailah kerajaan-kerajaan Jawa ini

Page 13: Masuk Hindu-budha Diindonesia

berekspansi keluar wilayah (misalnya Majapahit) dengan mencari Negara-negara

bawahan di kepulauan Nusantara. Pola sentralistik kuasa politik mereka kemudian

berbenturan dengan nuansa egalitarian di kerajaan-kerajaan (atau wilayah-wilayan)

pesisiran.

Kerajaan Jawa biasanay tersusun secara hirarkis, dengan semua pemberkatan

diutarakan kepada raja. Namun, susunan ini hanya berlangsung di level atas (palace

circle) sementara masyarakat biasa hampir tidak tersentuh oleh ciri ini. Inilah yang

mungkin mengakibatkan pengaruh-pengaruh lain semisal Islam dan Barat (terutama

Islam yang egalitarian) masuk dengan mudahnya ke kalangan masyarakat Indonesia.

Bahasa

Kita mungkin kerap menemui nama dan kata seperti Pustaka, Karya, Guru, Sastra,

Indra, Wisnu, Wijaya, ataupun semboyan-semboyan seperti Kartika Eka Paksi

ataupun Jalesveva Jayamahe. Nama-nama dalam bahasa Sanskerta tersebut

merupakan suatu bukti bahwa hingga kini pun pengaruh India masih terasa kental di

bumi Indonesia. Salah satu penyebabnya, budaya India merupakan budaya “asing”

pertama yang sifatnya “maju” dan telah lama berasimilasi dengan budaya lokal

Indonesia. Asimilasi ini kemudian diakui selaku bagian dari budaya Indonesia itu

sendiri. Seharusnya bahasa Sanskrit ini terus "populer" layaknya bahasa Arab, tetapi

oleh sebab dahulunya ia eksklusif dikuasai oleh hanya struktur atas masyarakat dan

ahli agama saja, tidak terlampau banyak orang menguasai dan menturun-temurunkan

penguasaan bahasa ini.

Jika ditelusuri ke belakang, maka bahasa yang berkembang di Indonesia dapat dibagi

dua kelompok. Pertama rumpun bahasa Papua dan kedua rumpun bahasa Austronesia.

Rumpun bahasa Austronesia terdiri atas 200 jenis, sementara rumpun bahasa Papua

terdiri atas 150 bahasa. Rumpun bahasa Papua berkembang di wilayah timur

nusantara, termasuk Timor Timur, kepulauan Maluku dan Papua Barat. Rumpun

bahasa Austronesia juga merasuk ke wilayah-wilayah ini.

Jika bukti tertulis yang hendak dikedepankan dalam masalah bahasa ini, maka prasasti

Muara Kaman, yang berlokasi di Kalimantan Timur, 150 km ke arah hulu Sungai

Mahakam, dapat diambil selaku titik tolak tertua. Prasasti tersebut dicanangkan tahun

Page 14: Masuk Hindu-budha Diindonesia

400 Masehi. Hal yang menarik adalah, prasasti tersebut menyuratkan adanya proses

asimilasi dua budaya. Pertama Indonesia asli, kedua pengaruh India. Proses ini terlihat

dari isi prasasti yang berlingkup pada perubahan nama.

Prasasti di Muara Kaman tersebut menceritakan Raja Kudungga punya putra namanya

Acwawarman. Acwawarman punya tiga putra dan yang paling sakti di antara

ketiganya adalah Mulawarman. Acwawarman dan Mulamarman adalah bahasa

Sanskrit, sementara Kudungga adalah bukan dan kemungkinan besar adalah nama

yang berkembang sebelum datangnya pengaruh India dan agama Hindu. Jadi, nama

Kudungga dapat dikatakan sebagai nama "Kalimantan" asli atau "Indonesia" asli. Pola

ini diubah dengan mahirnya oleh para jenius lokal Indonesia, sehingga turunan

langsung dari Kudungga otomatis langsung mengadaptasi Sanskrit sebagai bahasa

penyebut gelarannya.

Sanskerta adalah bahasa yang dibawa oleh orang-orang India, sementara Pallawa

adalah huruf yang digunakan selaku tulisannya. Sanskerta secara genealogis termasuk

rumpun bahasa Indo Eropa. Termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo Eropa adalah

bahasa Jerman, Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Celtic, Gaul, dan Indo Iranian. Di

Asia, rumpun bahasa Indo Iranian adalah yang terbesar, dan termasuk ke dalamnya

adalah bahasa Iranian dan Indo Arya. Sanskerta ada di kelompok Indo Arya.2

Mengenai fungsinya, Sanskerta adalah bahasa yang dipergunakan dalam disiplin

agama Hindu dan Buddha. Dari sana, Sanskerta kemudian meluas penggunaannya

selaku bahasa pergaulan dan dagang di nusantara. James T. Collins mencatat

signifikansi penggunaan bahasa Sanskerta di nusantara. Menurutnya, ikatan antara

bahasa Melayu (cikal-bakal bahasa Indonesia) sudah ratusan tahun. Ini ditandai

bahwa sejak abad ke-7 para penganut agama Buddha di Tiongkok sanggup berlayar

hanya untuk mengunjungi pusat ilmu Buddha di Sriwijaya (Sumatera Selatan).3

Kunjungan ini akibat masyhurnya nusantara sebagai basis pelajaran agama Buddha

dan bahasa Sanskerta. I-Ching, seorang biksu Buddha dari Tiongkok bahkan menulis

2 buku berbahasa Sanskerta di Palembang. Ia menasihati pembacanya agar singgah di

Fo-shih (Palembang) untuk mempelajari bahasa dan tata bahasa Sanskerta sebelum

melanjutkan perjalanan mereka ke kota-kota suci Buddha di India.4 I-Ching

Page 15: Masuk Hindu-budha Diindonesia

mengutarakan bahwa di Palembang sendiri terdapat 1000 orang sarjana Buddha yang

rata-rata adalah orang lokal Indonesia.

Posisi Sriwijaya sebagai basis pendidikan bahasa Sanskerta membuat pengaruh

bahasa tersebut jadi signifikan “menular” lewat perdagangan. Seperti diketahui,

Sriwijaya adalah kerajaan yang basis ekonominya perdagangan oleh sebab berlokasi

di pesisir Laut Jawa dan dekat dengan Selat Malaka. Bahasa Sanskerta yang dibawa

dari India, setelah masuk ke Indonesia berangsur-angsur mengalami perubahan. Di

Jawa misalnya, bahasa hasil asimilasi Sanskerta dengan budaya lokal lalu dikenal

dengan Kawi. Bahasa Kawi atau juga dikenal sebagai Jawa Kuno kemudian menyebar

ke pulau lain. Di Sumatera Barat bahasa ini berkembang lewat kekuasaan raja-raja

vassal Jawa semisal Adityawarman. Namun, sulit dipungkiri bahwa bahasa Kawi

dipengaruhi secara besar oleh bahasa Sanskrit.

Saat itu pula, nusantara dikenal dengan penggunaan 3 bahasa yang punya fungsi

sendiri-sendiri. Pertama bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa pergaulan sehari-hari,

Melayu Kuna sebagai bahasa perdagangan, dan Sanskerta sebagai bahasa keagamaan.

Di era Hindu-Buddha jadi mainstream di nusantara, Sanskerta merupakan kelompok

bahasa “tinggi” yang dipakai dalam kepentingan keagamaan maupun bahasa formal

suatu kerajaan. Bahasa ini cukup "elitis" layaknya bahasa Yunani dan Latin pada

Abad Pertengahan Eropa.

Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu pun juga terjadi. Bahasa Melayu

ini merupakan lingua-franca yang dipergunakan dalam hubungan dagang antarpulau

nusantara. Bahasa Melayu juga kelak menjadi dasar dari berkembangnya bahasa

Indonesia selaku bahasa persatuan. Sebab itu, dapat pula dikatakan bahasa Sanskerta

ini sedikit banyak punya pengaruh pula terhadap bahasa Indonesia.

Penelusuran pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu dicontohkan oleh

prasasti Kedukan Bukit, Palembang.5 Prasasti tersebut ditemukan tanggal 29

Nopember 1920 dan diperkirakan sama tahun 683 masehi. Jejak lain penggunaan

bahasa Sanskerta juga ditemukan di Talang Tuwo, Palembang (684 M, huruf

Pallawa), prasasti Kota Kapur, Bangka (686 M, huruf Pallawa), prasasti Karang

Brahi, Meringin, Hulu Jambi (686 M, huruf Pallawa), prasasti Gandasuli, Jawa

Page 16: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Tengah (832 M, aksara Nagari), dan prasasti Keping Tembaga Laguna, dekat Manila,

Filipina. Sebagian bahasa Sanskerta kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu. Ada

kemungkinan 800 kosa kata bahasa Melayu merupakan hasil penyerapan dari bahasa

Sanskerta. Beberapa kosa kata Sanskerta yang diserap ke dalam bahasa Melayu (juga

Indonesia) antara lain

Selain kata-kata yang sudah diserap di table atas, ada pula kosa kata yang sudah

digunakan dalam prasasti-prasasti berbahasa Sanskerta sejak tahun 1303 M di wilayah

Trengganu (sekarang Malaysia). Kosa kata tersebut adalah : derma, acara, bumi,

keluarga, suami, raja, bicara, atau, denda, agama, merdeka, bendara, menteri, isteri,

ataupun seri paduka.

Selain bahasa, huruf Pallawa yang digunakan untuk menulis kosa kata Sanskerta pun

turut menyumbangkan pengaruh para huruf-huruf yang berkembang di Indonesia

seperti Bugis, Sunda, ataupun Jawi.

Arsitektur

Arsitektur atau seni bangunan ala masa Hindu-Buddha juga bertahan hingga kini.

Meski tampilannya tidak lagi serupa benar dengan bangunan Hindu-Buddha (candi),

tetapi pengaruh Hindu-Buddha membuat arsitektur bangunan yang ada di Indonesia

menjadi khas.

Salah satu ciri bangunan Hindu-Buddha adalah “berundak.” Sejumlah undakan

umumnya terdapat di struktur bangunan candi yang ada di Indonesia. Undakan

tersebut paling jelas terlihat di Candi Borobudur, bangunan peninggalan Dinasti

Syailendra yang beragama Buddha. Hal yang khas dari arsitektur candi adalah

adanya 3 bagian utama yaitu ‘kepala’, ‘badan’ dan ‘kaki.’ Ketiga bagian ini

melambangkan ‘triloka’ atau tiga dunia, yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka

(dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa). Untuk lebih

jelasnya, lihat Figure 1.

Pengaruh sistem 3 tahap hidup religius manusia ini bertahan cukup lama. Bahkan ia

banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang dibangun pada masa yang lebih

kekinian. Bangunan-bangunan yang memiliki ciri seperti ini beranjak dari bangunan

spiritual semisal masjid maupun profan (biasa) semisal Gedung Sate di Bandung.

Page 17: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Arsitektur semacam candi ini sebagian terus bertahan dan mempengaruhi bangunan-

bangunan lain yang lebih modern. Misalnya, Masjid Kudus mempertahankan pola

arsitektur bangunan Hindu ini. Masjid Kudus aslinya bernama Masjid Al Aqsa,

dibangun Jafar Shodiq (Sunan Kudus) tahun 1549 M. Yang unik adalah, sebuah

menara di sisi timur bangunan masjid menggunakan arsitektur candi Hindu.

Selain bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu pun terdapat pada gerbang masjid

yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak ketinggalan lokasi wudhu, yang

pancurannya dihiasi ornament khas Hindu. Banyak hipotesis yang diutarakan

mengapa Jafar Shodiq menempatkan arsitektur Hindu ke dalam sebuah masjid.

Hipotesis pertama mengasumsikan pembangunan tersebut merupakan proses

akulturasi antara budaya Hindu yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus

sebelumnya dengan budaya Islam yang hendak dikembangkan. Ini dimaksudkan agar

tidak terjadi Cultural Shock yang berakibat terasingnya orang-orang pemeluk Islam

baru sebab tercerabut secara tiba-tiba dari budaya mereka. Hipotesis kedua

menyatakan bahwa penempatan arsitektur Hindu diakibatkan para arsitek dan tukang

yang membangun masjid menguasai gaya bangunan Hindu. Ini berakibat hasil

pembangunan mereka bercorak Hindu.

Pengaruh arsitektur Hindu pun terjadi pada bangunan yang lebih kontemporer semisal

Gedung Sate yang terletak di Kota Bandung. Gedung Sate didirikan tahun 1920-1924

dengan arsiteknya Ir. J. Gerber. Ornamen-ornamen di bawah dinding gedung secara

kuat bercirikan ornament masa Hindu Indonesia. Termasuk pula, menara yang terletak

di puncak atas gedung yang mirip dengan menara masjid Kudus atau tumpak yang

ada di bangunan suci Hindu di daerah Bali.

Bangunan modern lain yang memiliki nuansa arsitektur Hindu juga ditampakkan

Masjid Demak. Nuansa arsitektur Hindu pada masjid yang didirikan tahun 1466 M

misalnya tampak pada atap limas yang bersusun tiga (meru), mirip dengan candi

dimana bermaknakan bhurloka, bhuvarloka, dan svarloka. Namun, tiga makna

tersebut kemudian ditransfer kearah aqidah Islam menjadi islam, iman, dan ihsan. Ciri

lainnya adalah bentuk atap yang mengecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang

atap di bawahnya. Atap tertinggi yang berbentuk limasan ditambah hiasan mahkota

pada puncaknya. Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di pura Hindu.6

Page 18: Masuk Hindu-budha Diindonesia

Kesusasteraan

Salah satu peninggalan Hindu di bidang sastra yang terkenal adalah Ramayana,

Mahabarata, dan kisah perang Baratayudha. Sastra Hindu ini cukup berpengaruh

terhadap budaya asli Indonesia semisal wayang. Wayang yang tadinya digunakan

sebagai media pemberi nasihat tetua adat terhadap keluarga yang ditinggalkan kini

memiliki trend tersendiri. Ia digunakan sebagai basis pengajaran agama dan budaya.

Tokoh-tokoh wayang yang kini terkenal adalah Pandawa Lima (Yudhistira, Bima,

Arjuna, Nakula-Sadewa), Kurawa (Duryudana dan keluarganya), Ramayana

(Hanoman, Rama, Sinta), ataupun kisah Bagavadgita (wejangan Sri Kresna atas

Arjuna sebelum perang).

Cerita-cerita yang terkandung di dalam kesusasteraan India di atas memiliki nilai

moralitas tinggi. Ia menceritakan pertempuran antara kebaikan melawan kejahatan,

kelemahan-kelemahan manusia, dan bakti terhadap orang tua serta Negara. Tradisi

sastra Hindu ini justru memperkaya khasanah cerita wayang lokal Indonesia di

antaranya dengan menghadirkan tokoh-tokoh serta alur cerita yang sangat variatif.

Sisa peninggalah Hindu kini paling jelas terlihat di Bali dan sebagian masyarakat

Tengger di Jawa Timur. Bali bahkan menjadi semacam daerah konservasi pengaruh

Hindu yang pernah berkembang di kepulauan nusantara. Di Bali, seni bangunan, seni

ukir, seni rupa dan tari masih kental nuansa pengaruh peradaban Hindu.

BAB III

PENUTUP

Koentjaraningrat mencatat, penduduk asli Indonesia telah mengembangkan sejumlah

pranata sosial semisal “Negara.” Entitas Negara ini diantaranya dibuktikan dengan

adanya prasasti Muara Kaman yang menunjukkan kerajaan Kutai dengan rajanya

Kudungga. Orang-orang Indonesia ini kemudian melakukan kontak dengan para

pedagang dari India. Selain di Kutai, juga berdiri kerajaan-kerajaan di Jawa Barat

tepatnya di tepi sungai Cisadane, Bogor. 1

Koentjaraningrat juga beranggapan kerajaan-kerajaan tersebut sudah hidup makmur

lewat kontak dagangnya dengan India Selatan. Raja-rajanya kemudian mengadaptasi

Page 19: Masuk Hindu-budha Diindonesia

konsep-konsep Hindu ke dalam struktur kerajaannya. Mereka mengundang para

Brahmana India Selatan dari aliran Wisnu atau Brahma. Para pendeta tersebut

memberi konsultasi dan nasehat mengenai struktur dan upacara-upacara keagamaan,

termasuk pula bentuk Negara, organisasi Negara, dan upacara-ucapara kenegaraan

menurut sistem yang berlaku di India Selatan. Ke-"jenius-lokal"-an orang-orang

Indonesia ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka mengadaptasi pola-pola sosial

dan politik India ke dalam hidup kerajaan mereka.

Dari anggapan ini, maka sesungguhnya pengaruh Hindu tidak datang lewat

penaklukan melainkan atas permintaan (influenced by demand). Jadi, orang-orang

Indonesia ini justru mengundang oleh sebab keinginan mereka hendak maju dan

membuka diri. Lewat cara “undangan” inilah, kesusasteraan Hindu dan agamanya

masuk ke dalam Indonesia secara hampir taken for granted. Sayang, akibat masalah

elitisme dan sistem kasta yang inheren di sistem kemasyarakatan Hindu di India, yang

menerima pengaruh paling besar adalah lapisan atas kekuasaan dan masyarakat di

sekitar istana. Mereka rata-rata memang secara sosiologis diuntungkan oleh pola

kemasyarakatan tersebut. Masyarakat biasa hampir kurang merasa tersentuh oleh

pengaruh ini.

DAFTAR PUSTAKA

(Adaptasi) Pengaruh Bahasa Sanskerta oleh Bahasa Melayu Kuna dalam

http://culture.melayuonline.com/?a=SlRSWi9xUksvQVRVY01rZQ%3D%3D

%3D&l=(adaptation-the-influence-of-sanskrit-on-(ancient-malay =Indonesia⟨

download tanggal 2 Mei 2009.

Page 20: Masuk Hindu-budha Diindonesia

James T. Collins, Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu, (Jakarta: KPG, 2009) h.23.

Kathy S. Stolley, The Basics of Sociology, (Connecticut: Greenwood Press, 2005).

Kayato Hardani, Peristiwa Diglosia dalam Masyarakat Jawa Kuna: Suatu

Interpretasi Linguistis atas Kehadiran Unsur Serapan Bahasa Sanskerta di dalam

Prasasti Bahasa Jawa Kuna Abad 9-10 Masehi, (Yogyakarta: Balai Pelestarian

Peninggalan Purbakala Yogyakarta, tt) h.3.

Koentjaraningrat, Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan,

Cet.22, 2007) h. 21.

Masjid Agung Demak: Jejak Trowulan di Tanah Rawa dalam

http://www.gatra.com/2001-12-26/versi_cetak.php?id=13523 download tanggal 3 Mei

2009.