manual blu | imasyarakat publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan,...
TRANSCRIPT
MANUAL BLU | i
ii | MANUAL BLU
MANUAL BLU | iii
iv | MANUAL BLU
MANUAL BLU | i
KATA PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah memberikan koridor
baru bagi instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada
masyarakat untuk dapat menerapkan pola keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas dengan sebutan umum sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum
(satker BLU). Peluang ini diberikan kepada instansi pemerintah yang melaksanakan tugas melayani
masyarakat publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, pengelola dana
khusus, dan pengelola barang jasa lainnya) untuk mengelola kegiatannya dengan ala bisnis (business
like) sehingga pemberian layanan kepada masyarakat dapat lebih efisien dan efektif.
Sebagai pembina keuangan satker BLU, Menteri Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perbendaharaan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang pembinaan pengelolaan keuangan satker BLU. Dalam kerangka pembinaan tersebut,
maka disusun manual yang mengacu pada paparan kebijakan teknis. Manual ini memiliki makna yang
sangat penting sebagai pedoman dan informasi bagi satker BLU, pembina keuangan, Kementerian
Negara/Lembaga, Dewan Pengawas, dan pemangku kepentingan lainnya terkait dengan penerapan
pengelolaan satker BLU untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Manual ini terdiri atas lima bagian yaitu (1) Memahami BLU, (2) Membentuk Satker BLU, (3) Menata
Kelembagaan BLU, (4) Mengelola Keuangan BLU, dan (5) Akuntabilitas BLU. Dengan manual ini,
semua pihak diharapkan dapat lebih memahami mengenai bagaimana BLU dibentuk dan dikelola.
Akhirnya, semoga manual ini dapat bermanfaat bagi satker BLU, pembina keuangan, Kementerian
Negara/Lembaga, Dewan Pengawas, dan pemangku kepentingan lainnya sehingga pengelolaan
BLU dapat berjalan dengan baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jakarta, Juli 2013
Direktur Jenderal Perbendaharaan
Agus Suprijanto
ii | MANUAL BLU
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR BOKS
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
SINGKATAN DAN AKRONIM
- Bagaimana BLU Dikembangkan di
Indonesia?
- Apa itu BLU?
- Bagaimana Kategorisasi BLU Bidang
Pendidikan?
- Apa Maksud dan Tujuan Penyusunan
Manual BLU ini?
- Bagaimana Sistematika Penyajian
Manual BLU ini?
I. MEMAHAMI BLU
2
4
7
9
9
- Apa Persyaratan Substantif Menjadi
Satker BLU?
- Apa Persyaratan Teknis Menjadi
Satker BLU?
- Apa Persyaratan Administratif
Menjadi Satker BLU?
- Bagaimana Proses Pengusulan
Satker BLU?
- Bagaimana Proses Penilaian dan
Penetapan Satker BLU?
- Kapan Status Satker BLU
Berakhir?
12
14
15
21
21
22
1
i
ii
vi
vii
viii
ix
II. MEMBENTUK SATKER BLU 11
DAFTAR ISI
MANUAL BLU | iii
- Bagaimana Menata Organisasi BLU
Bidang Pendidikan?
- Siapa Unsur Pengelola BLU?
- Pemimpin BLU
- Pejabat Keuangan BLU
- Pejabat Teknis BLU
- Satuan Pemeriksaan Intern
- Dewan Pengawas
- Bagaimana menata Kepegawaian
BLU?
24
29
29
29
29
30
31
38
- Siapa Unsur Pejabat Perbendaharaan
BLU?
- Kuasa Pengguna Anggaran
- Pejabat Pembuat Komitmen
- Pejabat Penguji dan
Penandatangan SPM
- Pejabat Penerbit SP3B BLU
- Bendahara Pengeluaran
- Pejabat Pengelola Dana BLU
38
38
40
41
41
42
42
III. MENATA KELEMBAGAAN BLU 23
iv | MANUAL BLU
- Bagaimana Proses Perencanaan
dan Penganggaran BLU?
1. Mengidentifikasi Tarif Layanan
BLU
2. Mengajukan Target PNBP BLU
3. Menyusun dan Mengajukan
Usul Standar Biaya
4. Menyusun dan Mengajukan
Pengesahan Rencana Bisnis
dan Anggaran
5. Mengkaji dan Menetapkan RBA
Berdasarkan Pagu Anggaran
6. Menyusun RBA Definitif
7. Menyusun RBA dalam kerangka
Penyusunan APBN
44
44
47
48
50
53
54
54
IV. MENGELOLA KEUANGAN BLU 43
- Bagaimana Proses Pelaksanaan
Anggaran BLU?
1. Menyusun DIPA BLU
2. Mengajukan Pengesahan DIPA
BLU
3. Mengelola Kas
4. Mengelola Keuangan Intern
Satker BLU
5. Mengajukan Pengesahan
Pendapatan dan Belanja BLU
6. Mengajukan Persetujuan Revisi
RBA
7. Mengajukan Pengesahan Revisi
DIPA BLU
- Bagaimana Proses Pengelolaan
Piutang dan Utang BLU?
1. Menyusun dan Menentukan
Kualitas Piutang
2. Menyetujui dan Menghapus
Piutang Bersyarat
3. Kriteria dan Batasan Utang BLU
56
56
57
57
60
60
63
65
67
67
69
71
MANUAL BLU | v
- Bagaimana Mengelola Risiko BLU
Bidang Pendidikan?
1. Menerapkan Manajemen Risiko
Pada BLU
2. Tujuan dan Manfaat Penerapan
Manajemen Risiko
3. Struktur Manajemen Risiko
4. Proses Manajemen Risiko
5. Mitigasi Risiko
6. Risiko-Risiko Utama Satker BLU
Bidang Pendidikan
- Bagaimana Menerapkan
Remunerasi BLU?
1. Umum
2. Teknis Penerapan Sistem
Remunerasi
3. Penyusunan Usulan Remunerasi
74
74
74
76
77
77
78
82
82
83
84
- Bagaimana Bentuk
Pertanggungjawaban BLU?
1. Laporan Keuangan
2. Laporan Kinerja
- Bagaimana Pengawasan dan
Pemeriksaan BLU?
1. Reviu Laporan Keuangan BLU
2. Audit Keuangan dan Kinerja
88
88
96
101
101
105
V. AKUNTABILITAS BLU 87
vi | MANUAL BLU
3
6
8
13
45
61
62
75
85
96
100
DAFTAR BOKS
Perbandingan Penerapan BLU di Beberapa Negara
Kelembagaan Sektor Publik di Indonesia
Data dan Fakta BLU di Bidang Pendidikan
Beberapa Kasus Persiapan Menjadi BLU
Sistematika Usulan Tarif Layanan BLU kepada Menteri Keuangan
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN adalah triwulanan
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN lebih dari satu kali dalam satu triwulan
Risiko, Manajemen Risiko, Kemungkinan, dan Dampak Risiko
Proposal Usulan Remunerasi
Balanced Scorecard
Contoh Penilaian Kinerja Layanan untuk BLU Bidang Pendidikan
MANUAL BLU | vii
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
31
64
68
70
72
79
Keanggotaan Dewas
Perubahan Akibat Revisi RBA Definitif
Penggolongan Kualitas Piutang PNBP
Kewenangan Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU
Kewenangan Persetujuan atas Pinjaman Jangka Pendek BLU
Risiko Utama Satker BLU Bidang Pendidikan
DAFTAR TABEL
viii | MANUAL BLU
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
26
27
49
50
52
53
53
54
55
56
57
58
59
59
65
66
71
76
84
89
93
97
DAFTAR GAMBAR
Kriteria Struktur Organisasi BLU
Ilustrasi Struktur Organisasi Satker BLU
Penyusunan RBA
Skema Penyusunan RBA
Belanja pada Ikhtisar RBA
Pengajuan dan Pengesahan RBA
Pengkajian dan Penetapan RBA Pagu Anggaran
Penyusunan RBA Definitif
Penyusunan RBA dalam Kerangka Penyusunan APBN
DIPA BLU
Saldo Awal Kas
Pembukaan Rekening
Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening
Pembukaan Rekening Pengelolaan Kas
Kewenangan Pengesahan Revisi RBA Definitif
Revisi DIPA
Alur Penghapusan Piutang BLU
Model Tiga Tingkat Pengendalian
Tahapan Penyusunan Usulan Remunerasi
Prosedur Akuntansi
Mapping Laporan SAK ke Laporan SAP
Peta Strategi PTN BLU
MANUAL BLU | ix
SINGKATAN DAN AKRONIM
ADK
APBN
BAS
BLU
BPK
BUN
Dewas
DIPA
K/L
KPA
KPKNL
KPPN
PA
PK BLU
PNBP
PNS
PPK
PP-SPM
PSAK
PSBDT
PUPN
Arsip Data Komputer
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bagan Akun Standar
Badan Layanan Umum
Badan Pemeriksa Keuangan
Bendahara Umum Negara
Dewan Pengawas
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga
Kuasa Pengguna Anggaran
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Pengguna Anggaran
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pegawai Negeri Sipil
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Penguji dan Penandatangan Surat Perintah Membayar
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih
Panitia Urusan Piutang Negara
x | MANUAL BLU
RBA
Renstra
RM
SAI
SAK
SAP
Satker
SBK
SDM
SIMAK-BMN
SOP
SP2B
SP2D
SP3B
SPI
SPM
SPP
TGR
TUP
UP
Rencana Bisnis dan Anggaran
Rencana Strategis
Rupiah Murni
Sistem Akuntansi Instansi
Standar Akuntansi Keuangan
Standar Akuntansi Pemerintahan
Satuan Kerja
Standar Biaya Keluaran
Sumber Daya Manusia
Sistem Informasi Barang Milik Negara
Standard Operating Procedures
Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Surat Perintah Pencairan Dana
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Satuan Pemeriksaan Intern
Surat Perintah Membayar
Surat Permintaan Pembayaran
Tuntutan Ganti Rugi
Tambahan Uang Persediaan
Uang Persediaan
SINGKATAN DAN AKRONIM
MANUAL BLU | 1
1
MEMAHAMIBLU
Bagaimana BLU dikembangkan di Indonesia?
Apa itu BLU?
Bagaimana kategorisasi BLU bidang pendidikan?
Apa maksud dan tujuan penyusunan manual BLU ini?
Bagaimana sistematika penyajian BLU ini? 1
2 | MANUAL BLU
Mem
aham
i BLU
Instansi pemerintah dapat ditinjau dari sudut
mechanic view, sebagai bagian dari birokrasi,
atau organic view, sebagai organisasi yang
berkembang dinamis. Dari kacamata organic
view, instansi pemerintah dapat dipersepsikan
sebagai agen pemerintah untuk melayani
masyarakat (public service agency). Fungsi ini
bersifat dinamis dan dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk autonomous agency, yaitu
semacam badan otonom yang tetap menjadi
bagian pemerintah dan melaksanakan
kaidah-kaidah bisnis yang sehat, namun tidak
mengutamakan mencari keuntungan.
Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang
nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, pemerintah memperkenalkan Pola PK
BLU bagi satker yang menyediakan layanan
kepada masyarakat. Secara khusus ketentuan
mengenai PK BLU diatur pada pasal 68 dan
69 undang-undang dimaksud, yang kemudian
diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 23 tahun 2005 tentang PK BLU. Hal
ini membuka koridor baru bagi penerapan
basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan
Pasal 68 dan Pasal 69 dari undang-undang
tersebut, instansi pemerintah yang tugas
pokok dan fungsinya memberi pelayanan
kepada masyarakat dapat menerapkan pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan
menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas. Instansi BLU ini diharapkan menjadi
contoh konkret yang menonjol dari penerapan
manajemen keuangan berbasis pada hasil
kinerja.
Secara khusus, peluang menjadi satker
BLU terbuka bagi satker pemerintah yang
melaksanakan tugas operasional pelayanan
publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan,
pengelolaan kawasan, lisensi dan pengelola
dana), untuk membedakannya dari fungsi
pemerintah sebagai regulator dan penentu
kebijakan. Praktik ini telah berkembang luas
di manca negara berupa upaya pengagenan
(agencification) aktivitas yang tidak harus
dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi
diselenggarakan oleh instansi yang dikelola
ala bisnis (business like) sehingga pemberian
layanan kepada masyarakat menjadi lebih
efisien dan efektif.
Bagaimana BLU
Dikembangkan di Indonesia?
MANUAL BLU | 3
Mem
aham
i BLU
Perbandingan
Penerapan BLU di Beberapa NegaraIdeologi dan doktrin new public management telah mengilhami banyak negara di dunia untuk
membentuk unit organisasi pemerintah yang bertindak sebagai agen dalam memberikan layanan
kepada masyarakat. Tren agencification yang dimulai awal tahun 1990-an di beberapa negara maju
memiliki beberapa karakteristik yang unik, antara lain:
Trading fund
INGGRIS
Industrial and Commercial Establishment Publique
PERANCIS
State agencies (agentschappen)
BELANDA
• Bagian dari kementerian induknya.
• Otonomi pengelolaan, namun bekerja berdasarkan
kontrak kinerja dengan principal.
• Pendapatan sebagian berasal dari kementerian induknya,
sehingga barang/jasa yang dihasilkan harus disetujui
kementerian keuangan dan dewan kementerian.
• Anggaran diterbitkan terpisah dari anggaran kementerian.
• Entitas tidak terpisah.
• Memiliki otonomi pengelolaan, namun dibatasi pada
pengeluaran pegawai dan investasi.
• Pendapatan berasal dari anggarannya sendiri.
• Pengawasan anggaran hanya merupakan evaluasi
anggaran, karena bergantung pada anggarannya sendiri.
• Entitas di dalam pemerintah/kekayaan negara yang tidak
terpisahkan.
• Pembiayaan dapat dilakukan sendiri tanpa persetujuan
parlemen.
• Pendapatan dari jasa layanan dan tidak memerlukan
pendanaan APBN.
• Diupayakan menyetorkan sebagian pendapatan kepada
negara.
• Tarif dalam full cost, meski tidak berupaya mengejar
keuntungan.
• Profit bukan merupakan objek pajak.
4 | MANUAL BLU
Mem
aham
i BLU
Dengan Pola PK BLU, fleksibilitas diberikan
dalam rangka pelaksanaan anggaran,
termasuk pengelolaan pendapatan dan
belanja, pengelolaan kas, dan pengelolaan
aset. Kepada BLU juga diberikan kesempatan
untuk mempekerjakan tenaga profesional
non PNS serta kesempatan pemberian
imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan
kontribusinya. Sebagai penyeimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan
dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya. Satker BLU berperan
sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga
induknya dengan menandatangani kontrak
kinerja (a contractual performance agreement),
di mana menteri/pimpinan lembaga induk
bertanggung jawab atas kebijakan layanan
yang hendak dihasilkan, dan BLU bertanggung
jawab untuk menyajikan layanan yang diminta.
Apa itu BLU?
BLU adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Dalam pengelolaan keuangannya, BLU
diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktik-praktik bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan negara
pada umumnya. Instansi pemerintah yang
menerapkan Pola PK BLU menyelenggarakan
kegiatan yang bersifat operasional.
Instansi dimaksud dapat berasal dari dan
berkedudukan pada berbagai jenjang eselon
(struktural) atau non eselon (non struktural).
Berdasarkan jenis layanan yang diberikan,
satker BLU dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) golongan besar:
1. Penyedia layanan barang dan/atau jasa,
misalnya: pendidikan dan pelatihan,
kesehatan, penelitian dan pengembangan,
serta bidang penyiaran publik.
2. Pengelola wilayah/kawasan tertentu,
misalnya: otorita, kawasan pengembangan
ekonomi terpadu.
3. Pengelola dana khusus, misalnya:
pengelola dana bergulir, rekening dana
investasi, dan rekening pembangunan
daerah.
MANUAL BLU | 5
Mem
aham
i BLU
BLU bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas serta penerapan praktik bisnis
yang sehat.
Satker BLU mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Berkedudukan sebagai lembaga
pemerintah (bukan kekayaan negara yang
dipisahkan).
2. Menyelenggarakan pelayanan umum yang
menghasilkan semi barang/jasa publik
(quasi public goods).
3. Tidak mengutamakan mencari keuntungan/
laba.
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip
efisiensi dan produktivitas ala bisnis
(business like).
5. Rencana kerja/anggaran dan
pertanggungjawaban dikonsolidasikan
pada instansi induk.
6. Pendapatan BLU dapat digunakan
langsung.
7. Pegawai dapat terdiri atas PNS dan
profesional non-PNS.
Dalam pengelolaan keuangannya,
BLU diberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-
praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat”
“
“
6 | MANUAL BLU
Mem
aham
i BLU
Pola transformasi kelembagaan sektor publik pada tahun 1990an dan awal 2000 terjadi dalam
berbagai cara, antara lain: (1) rightsizing (cut the government), yaitu reorganisasi untuk mengurangi
birokrasi demi meningkatkan efisiensi; (2) corporatization (managing for results), yaitu membuat
autonomous agency di instansi pemerintah yang bekerja ala korporasi; atau (3) privatization, yaitu
menjadikan sektor publik terbuka untuk dimiliki masyarakat/swasta. Dalam kasus Pola PK BLU, pola
transformasi mengikuti pola corporatization.
Sebagai agen yang otonom, satker BLU memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan
instansi lainnya. Berikut ini merupakan perbandingan kelembagaan sektor publik di Indonesia.
Kelembagaan Sektor Publik
di Indonesia
Kriteria
Status hukum
Tujuan
Manajemen
Pengelolaan
keuangan
Sumber dana
SDM
Satker
Bagian K/L
Non profit
Kepemerintahan
Asas universalitas
RM APBN
PNS
BLU
Bagian K/L
Not for profit
Otonom ala korporasi
Nomenklatur
kepemerintahan
Dikecualikan asas
universalitas
RM APBN
PNBP BLU
PNS
Non PNS
BUMN
Badan Hukum/ kekayaan
negara dipisahkan
Profit
Korporasi,
Perum, Persero
Bisnis
RM APBN (PMN)
Pendapatan usaha
Pegawai persero
(Diolah dari berbagai sumber)
MANUAL BLU | 7
Mem
aham
i BLU
Fleksibilitas diberikan dalam rangka
pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan
pendapatan dan belanja, pengelolaan kas,
dan kesempatan untuk mempekerjakan
tenaga profesional non PNS serta kesempatan
pemberian imbalan jasa kepada pegawai
sesuai dengan kontribusinya. Fleksibilitas
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing satker BLU, karena tidak
semua satker BLU membutuhkan suatu
fleksibilitas tertentu.
Bagaimana Kategorisasi BLU
Bidang Pendidikan?
BLU bidang pendidikan menyelenggarakan
pendidikan kepada masyarakat dalam
berbagai jenjang, antara lain menengah
atas, akademi, institut, universitas, maupun
pendidikan lainnya.
Saat ini terdapat 3 (tiga) kategori utama BLU
bidang pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan Tinggi di bawah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, yang
terdiri dari Universitas dan Politeknik
penyelenggara pendidikan tinggi yang
diperuntukkan bagi masyarakat luas.
b. Pendidikan Tinggi Agama di bawah
Kementerian Agama, yang terdiri
dari Universitas dan Institut Agama
penyelenggara pendidikan tinggi yang
diperuntukkan bagi masyarakat luas.
c. Pendidikan Kedinasan di bawah K/L, yang
terdiri dari Balai Diklat, Politeknik, Akademi,
dan Sekolah Tinggi penyelenggara
pendidikan khusus/keahlian yang seluruh/
sebagian lulusannya diperuntukkan
memenuhi kebutuhan internal K/L.
8 | MANUAL BLU
Mem
aham
i BLU
Jumlah satker BLU bidang pendidikan merepresentasikan bagian terbesar dari seluruh satker BLU,
yaitu sebesar 51%. Pertumbuhan satker BLU bidang pendidikan dimulai dengan penetapan UIN
Sunan Kalijaga sebagai satker BLU di tahun 2007. Semenjak itu pertambahan satker BLU bidang
pendidikan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga pada akhir triwulan III/2012
mencapai 73 satker. Meskipun penerapan BLU di masing-masing institusi pendidikan belum
seluruhnya memuaskan, harus diakui bahwa hal tersebut telah memicu perbaikan tata kelola di
sebagian besar satker BLU.
Berikut ini beberapa data dan fakta mengenai satker BLU pendidikan, meliputi jumlah seluruh satker
BLU, proporsi satker BLU pendidikan per kategori, dan perkembangan jumlah satker BLU pendidikan
per tahun.
Data dan Fakta
BLU di Bidang Pendidikan
15.38%
33.57%51.05%
34.25%20.55%
45.21%
PendidikanKesehatanLainnya
KemendikbudKemenagLainnya
117
43 51 6173
0
50
100
2007 2008 2009 2010 20112012
MANUAL BLU | 9
Mem
aham
i BLU
Manual ini ditujukan bagi satker BLU bidang
pendidikan di lingkungan Pemerintah
Pusat. Penyusunan manual dimaksudkan
untuk memberikan petunjuk bagi pelaksanaan
PK BLU pada satker BLU bidang pendidikan.
Secara khusus, tujuan dari manual ini antara
lain:
1. Memberikan pedoman sekaligus informasi
bagi satker BLU bidang pendidikan
terkait dengan kewajiban dan fleksibilitas
dalam menerapkan PK BLU, dalam
rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Sistematika penyajian manual ini sebagai
berikut:
1. Memahami BLU, memuat bagaimana
BLU dikembangkan di Indonesia, apa
itu BLU, bagaimana kategorisasi BLU
bidang pendidikan, apa maksud dan
tujuan penyusunan manual BLU ini, serta
bagaimana sistematika penyajian manual
BLU ini.
Apa Maksud dan Tujuan
Penyusunan Manual BLU ini?
Bagaimana Sistematika Penyajian Manual BLU ini?
2. Memberikan pedoman bagi pembina
keuangan untuk melaksanakan pembinaan
PK BLU.
3. Memberikan pedoman sekaligus informasi
bagi K/L sebagai pembina teknis bagi
satker BLU yang berada di bawah
kewenangannya.
4. Memberikan pedoman dan informasi
bagi Dewan Pengawas dalam rangka
pengawasan pengelolaan BLU terhadap
Satker BLU.
5. Memberikan informasi kepada pemangku
kepentingan lainnya.
2. Membentuk satker BLU, memuat apa
persyaratan substantif menjadi satker BLU,
apa persyaratan teknis menjadi satker
BLU, apa persyaratan administratif menjadi
satker BLU, bagaimana proses pengusulan
satker BLU, bagaimana proses penilaian
dan penetapan satker BLU serta kapan
status satker BLU berakhir.
3. Menata Kelembagaan BLU, memuat
10 | MANUAL BLU
Mem
aham
i BLU
bagaimana menata organisasi BLU bidang
pendidikan, siapa unsur pengelola BLU,
bagaimana menata kepegawaian BLU,
serta siapa unsur pejabat perbendaharaan
BLU.
4. Mengelola Keuangan BLU, memuat
bagaimana proses perencanaan dan
penganggaran BLU, bagaimana proses
pelaksanaan anggaran BLU, bagaimana
proses pengelolaan piutang dan utang
BLU, bagaimana mengelola risiko BLU
bidang pendidikan, serta bagaimana
menerapkan remunerasi BLU.
5. Akuntabilitas BLU, memuat bagaimana
bentuk pertanggungjawaban BLU serta
bagaimana pengawasan dan pemeriksaan
BLU.
Sistematika penyajian diurutkan
berdasarkan tahapan dan alur proses
untuk menjadi satker BLU, melengkapi
infrastrukturnya, menjalankannya, dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan BLU.
MANUAL BLU | 11
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
MEMBENTUKSATKER BLU
Apa persyaratan substanstif menjadi satker BLU?
Apa persyaratan teknis menjadi satker BLU?
Apa persyaratan administratif menjadi satker BLU?
Bagaimana proses pengusulan satker BLU?
Bagaimana proses penilaian & penetapan satker BLU?
Kapan status satker BLU berakhir?
2
12 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Apa Persyaratan Substantif
Menjadi Satker BLU?
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
calon BLU sebelum melakukan penilaian
pemenuhan persyaratan substantif:
1. Merupakan satker pemerintah yang
dibentuk berdasarkan peraturan menteri/
pimpinan lembaga atau peraturan lainnya
yang lebih tinggi, dan disetujui oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi baik bersifat struktural
(memiliki eselonering tertentu) maupun
non struktural (tidak memiliki eselonering
tertentu).
2. Mempunyai pengelolaan keuangan yang
mandiri dan dicirikan dengan:
a. Memiliki kode satker dari Kementerian
Keuangan,
b. Memiliki alokasi anggaran tersendiri
dalam dokumen pelaksanaan anggaran
yang terpisah dari instansi vertikalnya,
dan
c. Membuat laporan keuangan sebagai
pertanggungjawaban anggaran.
3. Mempunyai pendapatan fungsional yang
signifikan dari hasil layanan yang diberikan
kepada masyarakat berupa PNBP.
4. Merupakan satker yang telah berdiri
sekurang-kurangnya dalam 2 tahun
anggaran atau satker baru yang
diamanatkan Peraturan Pemerintah atau
peraturan lainnya yang lebih tinggi.
MANUAL BLU | 13
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Kasus 3
Berdasarkan Undang Undang APBN tahun
anggaran berjalan, DPR mengamanatkan
pembentukan satker BLU. Potensi
pendapatan yang akan diperoleh di masa
depan cukup signifikan untuk menjamin
kontinuitas layanan.
Beberapa Kasus
Persiapan Menjadi BLU
Analisis
Seyogyanya difokuskan pada kejelasan
bentuk kelembagaan satkernya terlebih
dahulu, sebelum dikembangkan menjadi
satker BLU.
Kasus 1
Sebuah balai diklat di bawah K/L akan
dikembangkan menjadi satker BLU. Diklat
tersebut sudah berjalan selama lebih dari
2 tahun anggaran. Seluruh pembiayaan
balai diklat diperoleh dari alokasi rupiah
murni APBN dan menginduk pada satker
Sekretariat Jenderal K/L. Ke depan, balai
diklat dimaksud akan diarahkan untuk
melayani masyarakat luas dan memperoleh
pendapatan yang signifikan.
Analisis
Seyogyanya balai diklat tidak
dikembangkan menjadi satker BLU,
mengingat balai diklat dimaksud bukan
merupakan satker mandiri dan tidak
mempunyai pendapatan yang signifikan.
Kasus 2
Sebuah satker PNBP yang telah berdiri
selama 5 tahun mempunyai pendapatan
yang cukup signifikan, namun sebagian
besar pendapatannya dikelola di luar
mekanisme anggaran yang berlaku
(off-budget). Untuk menghindari temuan
pemeriksaan satker ingin berubah bentuk
menjadi satker BLU, sehingga menjadi
lebih akuntabel.
Analisis
Seyogyanya memperbaiki tata kelola
satker PNBP terlebih dahulu dengan
mengelola seluruh pendapatan sesuai
peraturan yang berlaku (on budget),
sebelum mengusulkan menjadi satker
BLU.
(Diolah dari berbagai sumber)
14 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Persyaratan substantif bagi BLU Pendidikan
terpenuhi apabila instansi pemerintah
bersangkutan:
1. Menyelenggarakan layanan umum
yang berhubungan dengan penyediaan
jasa pendidikan dan pengajaran dalam
berbagai jenjang, seperti: pendidikan tinggi
berbentuk Universitas, Institut, Akademi,
Sekolah Tinggi, dan sejenisnya, serta
pendidikan menengah seperti Balai Besar
Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan
Ilmu Pelayaran (BP3IP).
2. Menyelenggarakan layanan pendidikan
yang sebagian besar dinikmati oleh
masyarakat umum dan bukan layanan
kepada satker pemerintah lainnya (internal
service).
3. Bukan merupakan pelayanan yang
bersifat administratif dan mandatory yang
hanya dapat dilaksanakan oleh instansi
pemerintah. Contoh instansi pemerintah
penyelenggara layanan penerbitan SIM,
STNK, paspor, KTP, surat nikah, akta
kelahiran, sertifikat tanah dan pemberian
hak atas tanah, ijin pendirian perusahaan,
ijin usaha, dan bentuk-bentuk perijinan
lainnya, layanan di bidang pertahanan dan
keamanan, layanan di bidang kejaksaan,
serta layanan di bidang peradilan tidak
dapat dikembangkan menjadi satker BLU.
Penilaian persyaratan teknis calon BLU
terpenuhi apabila satker bersangkutan:
1. Mempunyai kinerja layanan di bidang tugas
pokok dan fungsinya yang layak dikelola
dan ditingkatkan pencapaiannya melalui
BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga. Hal ini dicirikan
dari pengaruh (impact) layanan terhadap
masyarakat yang cukup besar atau
layanannya mempengaruhi pencapaian
sasaran program K/L.
2. Mempunyai kinerja keuangan satker yang
sehat dan memenuhi batasan threshold
tertentu, yaitu:
a. Mempunyai pendapatan yang signifikan
paling sedikit Rp 15 milyar; dan
b. Mempunyai nilai skor akhir kelayakan
di atas 160 dihitung dari penilaian
jumlah nominal pendapatan, rasio
PNBP terhadap total jumlah biaya
operasional, rasio jumlah gaji terhadap
total biaya operasional, dan jumlah
nominal aset.
Apa Persyaratan Teknis Menjadi Satker BLU?
MANUAL BLU | 15
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Agar dapat menghasilkan dokumen
persyaratan administratif yang
memuaskan, satker harus memenuhi unsur-
unsur:
1. Menyusun Pernyataan Kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja layanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan
kesanggupan tersebut disusun sesuai
dengan format yang ditetapkan Menteri
Keuangan, bermaterai, ditandatangani oleh
pimpinan satker yang mengajukan usulan
untuk menerapkan PK BLU, dan disetujui
oleh menteri/pimpinan lembaga terkait
2. Menyusun dokumen Pola Tata Kelola yang
menjelaskan hal-hal berikut ini:
a. Organisasi dan tata laksana yang
memuat mengenai struktur organisasi
yang menggambarkan posisi satker
dalam kerangka organisasi K/L, serta
hubungan, wewenang, dan tanggung
jawab di antara unit kerja atau jabatan
di dalamnya. Uraian di dalamnya harus
mencerminkan pengelompokan fungsi
yang logis. Isi dari sub bab ini harus
dapat menjelaskan antara lain:
1) Dasar hukum atau ketentuan
perundang-undangan
yang menjadi acuan dalam
pembentukan satker.
2) Bagan struktur organisasi sebelum
dan sesudah menjadi satker BLU
secara memadai.
3) Justifikasi bahwa penambahan
dan/atau penghapusan unit kerja
telah mempertimbangkan prinsip
efisiensi dan efektifitas pelayanan.
4) Uraian tupoksi organisasi secara
rinci pada berbagai jenjang
jabatan.
5) Uraian tugas jabatan yang meliputi
nama jabatan, persyaratan jabatan,
standar kompetensi, ikhtisar
jabatan, tujuan jabatan, uraian
tugas dan kegiatan, hasil kerja,
wewenang, tanggung jawab,
dan hubungan kerja yang tidak
duplikatif.
6) Pembagian tugas, wewenang,
dan tanggung jawab di antara
pemimpin BLU, pejabat teknis,
dan pejabat keuangan secara logis
dan telah mengikuti aturan yang
berlaku.
7) Pembentukan SPI dan Dewas
sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Prosedur kerja yang menggambarkan
alur proses dan prosedur penyelesaian
tugas sesuai wewenang dan tanggung
jawab masing-masing jabatan. Satker
harus mempunyai prosedur kerja untuk
Apa Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU?
16 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
semua kegiatannya, terutama untuk
kegiatan utama (core business). Isi dari
bagian ini harus dapat menjelaskan
antara lain:
1) Cakupan prosedur kerja sesuai
dengan tupoksi.
2) Uraian prosedur kerja meliputi
definisi, tujuan pembentukan,
prosedur kerja, ruang lingkup,
pejabat yang bertanggung jawab,
batas waktu penyelesaian, dan
penjelasan lainnya.
3) Prosedur kerja yang digambarkan
dalam bagan alur.
4) Prosedur kerja layanan yang
mengedepankan prinsip efisiensi.
c. Ketersediaan dan pengembangan
SDM yang memadai untuk
menjalankan kegiatan dalam rangka
mencapai tujuannya. Ketersediaan
SDM mencakup kuantitas SDM,
standar kompetensi, pola rekrutmen,
dan rencana pengembangan SDM. Isi
dari bagian ini harus dapat menjelaskan
antara lain:
1) Uraian profil SDM secara jelas,
sekurang-kurangnya memuat
statistik pegawai berdasarkan
pendidikan atau kompetensi yang
dimiliki, jabatan, dan usia.
2) Analisis terhadap ketersediaan dan
kondisi ideal (gap analysis) pegawai
sesuai dengan kebutuhan/
perkembangan organisasi ke
depan.
3) Kebijakan pengembangan pegawai
terkait pola rekrutmen, promosi,
demosi, pemberhentian, dan
mutasi.
4) Upaya peningkatan kompetensi
pegawai di masing-masing
unit, antara lain pendidikan dan
pelatihan, tugas belajar, dan in-
house training.
d. Akuntabilitas satker yang memadai,
meliputi penjelasan mengenai
mekanisme pengukuran kinerja yang
telah dan akan dilakukan dengan
pendekatan keluaran (output-based
approach). Mekanisme pengukuran
kinerja yang menggunakan pendekatan
masukan dapat dipergunakan
sepanjang masih sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Isi dari bagian
ini harus dapat menjelaskan antara lain:
1) Kebijakan pengukuran kinerja
program, kegiatan, dan keuangan
yang efektif.
2) Mekanisme pengukuran dan
penilaian kinerja program, kegiatan,
dan keuangan.
3) Media pertanggungjawaban kinerja
program, kegiatan, dan keuangan
yang tersedia untuk pihak internal
dan eksternal.
4) Laporan akuntabilitas program,
kegiatan, dan keuangan dilakukan
secara periodik.
e. Transparansi layanan yang diberikan
meliputi komitmen satker untuk
menginformasikan layanan dan
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
MANUAL BLU | 17
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
kinerjanya kepada masyarakat luas
melalui pengelolaan media publikasi
yang memadai. Isi dari bagian ini harus
dapat menjelaskan antara lain:
1) Media publikasi yang permanen
yang digunakan, seperti website,
surat kabar, dan media lainnya.
2) Pemuktahiran informasi secara
berkala yang dilakukan.
3) Umpan balik yang menyatakan
publikasi sudah cukup informatif.
4) Mekanisme penanganan saran/
masukan dan pengaduan/keluhan
masyarakat.
5) Adanya kebijakan terkait
keterbukaan informasi kepada
publik.
3. Menyusun Renstra Bisnis BLU yang
menunjukkan adanya peningkatan kinerja
layanan dan keuangan sesudah satker
tersebut menjadi satker BLU ke depan.
Renstra ini harus menggambarkan:
a. Kinerja yang telah dicapai sampai
dengan tahun berjalan, yang
menyiratkan adanya tata kelola yang
baik dalam penyelenggaran tupoksi. Isi
dari bagian ini harus dapat menjelaskan
antara lain:
1) Kinerja tahun berjalan dalam
berbagai aspek secara memadai,
yaitu dari aspek layanan,
keuangan, SDM, serta sarana dan
prasarana.
2) Kinerja tahun berjalan yang
menunjukkan tren peningkatan
dibandingkan dengan kondisi
tahun-tahun sebelumnya.
3) Laporan kondisi kinerja tahun
terakhir yang diperinci sesuai
dengan kegiatan, indikator kinerja
kegiatan, rencana belanja, realisasi
belanja, target keluaran, dan
realisasi keluaran.
4) Pengukuran kinerja yang telah
mengikuti metode yang lazim
atau sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, misalnya Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) atau BSC.
5) Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi capaian kinerja
secara memadai.
b. Strategi bisnis dalam 5 tahun ke
depan yang menggambarkan capaian
rasional yang dapat diraih oleh satker
apabila berubah menjadi satker BLU
berdasarkan analisis kemampuan
yang dimiliki saat ini. Secara terperinci
strategi bisnis ini harus menjelaskan:
1) Analisis situasi/lingkungan
yang realistis dan memadai
menggunakan metode yang
berlaku umum, misal: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and
Threats (SWOT)/Boston Consulting
Group (BCG)analysis.
2) Strategi besar (grand strategy)
pengembangan layanan BLU
secara memadai berdasarkan
hasil identifikasi analisis situasi/
lingkungan.
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
18 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
3) Visi dan misi sesuai dengan visi
dan misi K/L dengan penjelasan
yang cukup memadai. Visi
organisasi ke depan harus
menantang organisasi untuk
mewujudkan cita dan citra yang
dikehendaki. Sedangkan misi
menggambarkan sesuatu yang
harus diemban atau dilaksanakan
sesuai visi yang ditetapkan, agar
tujuan organisasi dapat terlaksana
dan berhasil dengan baik. Visi dan
misi yang dibuat dapat berbeda
dengan visi dan misi saat ini.
4) Tujuan, sasaran, dan indikator
sasaran secara memadai.
5) Kebijakan yang menggambarkan
pilihan strategi yang cocok dan
dapat dilaksanakan secara efisien
dan efektif.
6) Indikator kinerja program dan
kegiatan lima tahunan yang jelas
dan sesuai dengan kebijakan
berupa indikator layanan,
keuangan, SDM, serta sarana dan
prasarana.
7) Matriks keterkaitan antara visi,
misi, tujuan, sasaran, kebijakan,
program, dan kegiatan (termasuk
kegiatan rutin).
c. Proyeksi layanan dan keuangan
dari satker BLU ke depan
yang menggambarkan potensi
perkembangan yang signifikan apabila
berubah menjadi satker BLU, sehingga
dapat berkontribusi dalam penyediaan
layanan publik. Proyeksi ini berisikan:
1) Asumsi ekonomi yang dapat
diperbandingkan berdasarkan
kemampuan riil atau sumber daya
yang dimiliki.
2) Anggaran indikatif yang disusun
secara realistis dan memadai.
3) Analisis proyeksi keuangan yang
sesuai dengan bidang layanan
menggunakan metode yang tepat.
4) Analisis proyeksi peningkatan
volume dan/atau kualitas layanan
yang logis dan signifikan.
5) Analisis proyeksi peningkatan
PNBP yang realistis dan signifikan
yang disertai indikasi tarif yang
akan diberlakukan.
6) Analisis peningkatan proporsi
belanja dari PNBP.
4. Menyusun laporan keuangan pokok sesuai
dengan ketentuan yang berlaku bagi satker
pemerintah. Kriteria utama yang harus
dipenuhi adalah penyajian yang lengkap
dan sesuai dengan SAP yang berlaku.
Untuk satker instansi pemerintah yang
baru atau satker lainnya yang berasal dari
non instansi pemerintah dapat menyusun
laporan keuangan sesuai ketentuan SAK
yang berlaku. Materi laporan keuangan
pokok ini harus memenuhi unsur-unsur:
a. Disajikan dengan lengkap mengikuti
ketentuan mengenai penyusunan
laporan keuangan K/L/satker.
Komponen dari laporan keuangan
sesuai SAP memuat:
1) Laporan Realisasi Anggaran, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
MANUAL BLU | 19
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang
dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri dari unsur
pendapatan dan belanja.
2) Neraca, yaitu laporan yang
menggambarkan posisi keuangan
mengenai aset, kewajiban, dan
ekuitas pada tanggal tertentu.
3) Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK), yaitu laporan yang berisi
penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam Laporan
Realisasi Anggaran, dan Neraca,
disertai laporan mengenai kinerja
keuangan.
b. Terdapat konsistensi penyajian data
laporan keuangan dengan data
persyaratan administratif lainnya, yang
meliputi:
1) Kesesuaian antara kinerja
keuangan dengan indikator kinerja
yang ada di Renstra Bisnis.
Renstra Bisnis harus dapat
diterjemahkan dalam rencana kerja
dan proyeksi pendapatan dan
belanja satker BLU.
2) Analisis laporan keuangan, yaitu
berupa analisis tren, analisis
persentase per komponen,
analisis rasio, dan analisis sumber
penggunaan dana. Penggunaan
metode analisis dapat disesuaikan
dengan bidang layanan satker
yang bersangkutan. Metode
analisis tersebut digunakan untuk
menguraikan lebih lanjut tentang
informasi keuangan satker,
sehingga pengguna laporan
keuangan mempunyai informasi
tambahan mengenai tren posisi
keuangan, tren pendapatan dan
biaya, tren arus kas, potensi
kemampuan pelayanan publik, dan
pemenuhan kewajiban dengan
sumber daya yang ada di masa
yang akan datang, serta kontribusi
satker yang akan menerapkan
PK BLU terhadap kesejahteraan
masyarakat di masa sekarang dan
di masa depan.
5. Menyusun Standar Pelayanan Minimal
yang menggambarkan ukuran pelayanan
yang harus dipenuhi oleh satker instansi
pemerintah yang akan menerapkan PK
BLU dengan mempertimbangkan kualitas
layanan, pemerataan, dan kesetaraan
layanan serta kemudahan memperoleh
layanan. Standar Pelayanan Minimal
tersebut harus ditetapkan oleh menteri/
pimpinan lembaga yang sekurang-
kurangnya mengandung unsur:
a. Persetujuan berupa tanda tangan dari
pimpinan satker yang bersangkutan
dan menteri/pimpinan lembaga.
b. Jenis kegiatan atau layanan yang
diberikan satker, yaitu uraian mengenai
seluruh layanan yang diberikan oleh
satker baik yang bersifat internal
satker maupun layanan yang diberikan
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
20 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini
merupakan tupoksi dari satker yang
bersangkutan. Pemahaman layanan ini
harus menjelaskan antara lain:
1) Layanan secara komprehensif
yang mencakup uraian mengenai
jenis layanan, standar layanan,
standar SDM, standar sarana dan
prasarana, serta standar lainnya.
2) Kualitas, pemerataan, dan
kesetaraan layanan, serta
kemudahan untuk mendapatkan
layanan.
3) Kebutuhan para pemangku
kepentingan (internal dan
eksternal).
4) Pengalaman empiris untuk
menjalankan Standar Pelayanan
Minimal.
5) Kesesuaian dengan tupoksi satker.
c. Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal, yaitu uraian
mengenai target tahunan pencapaian
Standar Pelayanan Minimal dengan
mengacu pada batas waktu
pencapaian Standar Pelayanan Minimal
sesuai dengan peraturan yang ada dan
merincinya ke dalam uraian rencana
pencapaian Standar Pelayanan
Minimal untuk masing-masing unit
layanan secara memadai. Rencana
Standar Pelayanan Minimal ini harus
menjelaskan antara lain:
1) Rencana pencapaian Standar
Pelayanan Minimal yang telah
mencantumkan target waktu.
2) Acuan pada standar pelayanan
tertinggi yang telah dicapai dalam
bidang terkait contoh ISO.
d. Indikator pelayanan yang memuat jenis
layanan, indikator Standar Pelayanan
Minimal, dan batas waktu pencapaian
Standar Pelayanan Minimal. Indikator
layanan ini harus memuat antara lain:
1) Indikator pelayanan yang realistis
sesuai sumber daya.
2) Rincian jenis layanan, indikator, dan
batas waktu penyelesaian layanan.
3) Kesesuaian dengan prinsip-prinsip
SMART criteria yaitu : Specific
(fokus pada layanan), Measurable
(dapat diukur), Attainable (dapat
dicapai), Relevant (relevan dan
dapat diandalkan), Timely (tepat
waktu).
6. Menyampaikan laporan keuangan hasil
audit tahun terakhir sebelum satker
diusulkan untuk menjadi satker BLU
dari pemeriksa eksternal. Satker harus
membuat pernyataan bersedia untuk
diaudit secara independen yang disusun
dengan mengacu pada format yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, serta
ditandatangani oleh pemimpin satker dan
disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga
terkait.
7. Terdapat konsistensi penyajian data dan
informasi antar dokumen administratif.
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
MANUAL BLU | 21
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Pemimpin satker secara berjenjang
menyampaikan usulan dengan dilampiri
dokumen persyaratan administratif di atas
kepada menteri/pimpinan lembaga untuk
kemudian dilakukan pengkajian/penilaian
Bagaimana Proses Pengusulan Satker BLU?
pertimbangan penetapan satker bersangkutan
menjadi satker BLU. Menteri Keuangan
menetapkan keputusan penetapan satker
tersebut menjadi satker BLU berdasarkan
rekomendasi dari Tim Penilai. Hasil keputusan
Menteri Keuangan disampaikan kepada:
1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Menteri/pimpinan lembaga beserta
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal,
dan Unit Eselon I yang membawahi satker
yang bersangkutan.
3. Unit Eselon I lain lingkup Kementerian
Keuangan terkait.
4. Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN
setempat.
5. Satker BLU yang ditetapkan.
Bagaimana Proses Penilaian dan Penetapan Satker BLU?
Penilaian persyaratan administratif calon
satker BLU dan penetapan menjadi satker
BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan. Menteri
Keuangan memberi keputusan penetapan atau
surat penolakan terhadap usulan penetapan
BLU paling lambat 3 bulan sejak diterimanya
usulan dari menteri/pimpinan lembaga.
Proses penilaian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
penilaian kelengkapan dan akurasi penyajian
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktorat Pembinaan PK BLU, dan penilaian
material oleh Tim Penilai yang dibentuk Menteri
Keuangan.
Hasil penilaian Tim Penilai dituangkan dalam
Berita Acara Penilaian dan disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan
oleh K/L bersangkutan. Berdasarkan hasil
pengkajian/penilaian tersebut K/L selanjutnya
mengajukan usulan penetapan menjadi satker
BLU bagi calon satker BLU yang dianggap
layak kepada Menteri Keuangan.
22 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Sementara itu, status satker BLU akan
berakhir apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan sesuai
dengan kewenangannya,
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan
berdasarkan usul dari menteri/pimpinan
lembaga sesuai dengan kewenangannya,
atau
3. Berubah statusnya menjadi badan hukum
dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan status satker BLU oleh Menteri
Keuangan dilakukan apabila satker BLU sudah
tidak lagi memenuhi persyaratan substantif,
teknis, dan/atau administratif, antara lain
diakibatkan perubahan orientasi layanan
sehingga tidak menghasilkan PNBP, tidak
terpenuhinya target kinerja, dan hal-hal lainnya
yang mengganggu kontinuitas penerapan Pola
PK BLU. Perubahan menjadi badan hukum
dengan kekayaan negara yang dipisahkan
antara lain apabila satker Perguruan Tinggi
Negeri BLU berubah status menjadi Perguruan
Tinggi Negeri Badan Hukum.
Kapan Status Satker BLU Berakhir?
MANUAL BLU | 23
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
MENATA KELEMBAGAAN
BLUBagaimana menata organisasi BLU bidang pendidikan?
Siapa unsur pengelola BLU?
Bagaimana menata kepegawaian BLU?
Siapa unsur pejabat perbendaharaan BLU?
3
24 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Struktur organisasi bidang pendidikan
harus menggambarkan posisi jabatan
yang ada pada organisasi dan hubungan
wewenang/tanggung jawab antar jabatan
dalam pelaksanaan tugasnya. Melalui
struktur organisasi, budaya dan prinsip-prinsip
organisasi diterapkan dalam menjalankan roda
kehidupannya.
Desain organisasi harus memperhatikan
keserasian antara besaran organisasi dengan
beban tugas, kemampuan dan sumber
daya yang dimiliki. Dalam rangka menjamin
kejelasan mekanisme kerja dan akuntabilitas
organisasi, maka desain organisasi satker BLU
harus menggambarkan secara jelas bagan
organisasi meliputi kedudukan, susunan
jabatan, dan hubungan kerja antar unit. Tugas
dan wewenang tiap jabatan harus diuraikan
secara jelas, berikut persyaratan menduduki
jabatannya.
Satker BLU harus mempunyai struktur
organisasi dengan kriteria sebagai berikut:
1. Menggambarkan pengendalian internal
yang memadai, dapat dilihat antara lain
dari:
a. Pemisahan tugas yang memadai;
Harus ada pemisahan fungsi antara
fungsi pemimpin, sebagai penanggung
jawab atas seluruh kegiatan dalam
Bagaimana Menata Organisasi BLU Bidang Pendidikan?
MANUAL BLU | 25
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
suatu organisasi, fungsi keuangan,
fungsi operasional/pelaksanaan, dan
fungsi pengawasan.
b. Adanya badan/unit yang berfungsi
sebagai internal audit;
Fungsi tersebut dapat dilaksanakan
oleh SPI ataupun Inspektorat Jenderal
pada K/L. Bentuk unit tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan satker
yang bersangkutan.
2. Menunjukkan kejelasan garis komando
atau koordinasinya, yaitu agar dalam
struktur organisasi tersebut terlihat
garis komando, sehingga jelas pola
pertanggungjawabannya.
3. Menggambarkan pengelompokan fungsi
yang logis. Bidang-bidang yang ada dalam
suatu organisasi harus dikelompokkan
sesuai dengan fungsinya. Pengelompokan
fungsi-fungsi dalam struktur organisasi
harus dilakukan secara logis dan sesuai
dengan prinsip pengendalian intern.
Untuk mencapai kriteria struktur organisasi
BLU, satker BLU perlu memperhatikan prinsip-
prinsip dalam menyusun struktur organisasi
sesuai dengan kaidah organisasi modern, yaitu:
1. Adanya persamaan visi di semua
level organisasi, namun manajemen
puncaklah yang bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa visi tersebut ada dan
dipelihara.
2. Peran pemimpin adalah membangun visi
bersama, memberdayakan karyawan,
menginspirasikan komitmen, dan
mendorong pengambilan keputusan
secara efektif melalui pemberdayaan dan
kepemimpinan yang kharismatik.
3. Perumusan dan implementasi ide terjadi di
semua level organisasi.
4. Pegawai memahami tugas masing-masing,
termasuk kaitan pekerjaan masing-masing
pegawai dengan pegawai lainnya.
5. Organisasi menjalankan proses, bukan
tugas. Masing-masing proses mempunyai
‘pemilik’ dan tujuan kinerja khusus.
6. Pengguna jasa layanan sebagai faktor
pengendali kinerja. Kepuasan masyarakat
sebagai penggerak utama dan ukuran
kinerja, bukan keuntungan semata.
7. Semua pegawai mendapat informasi penuh
dan mendapat kesempatan pelatihan.
8. Membangun budaya keterbukaan,
kerjasama dan kolaborasi, budaya yang
fokus pada peningkatan kinerja yang terus-
menerus, tanggung jawab pegawai, dan
lain-lain.
26 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Prinsip penyusunan organisasi satker BLU
adalah:
1. Mempunyai visi, misi dan tujuan yang
spesifik di bidang peningkatan mutu
pelayanan masyarakat.
2. Pembagian jumlah unit organisasi harus
memperhatikan sifat pekerjaan dalam
organisasi dalam arti untuk mendukung
terwujudnya institutional coherence, maka
tugas-tugas yang bersesuaian tidak perlu
dipecah-pecah ke dalam beberapa unit
3. Adanya kepastian bahwa tugas-tugas
dalam organisasi akan terus berlangsung
dalam jangka waktu yang lama (tidak
bersifat adhoc).
4. Semua tugas organisasi harus dibagi habis
ke dalam unit-unit organisasi dibawahnya,
sehingga tidak ada tugas yang tidak
ditangani oleh suatu unit organisasi dan
tidak ada tugas yang ditangani oleh lebih
dari satu unit organisasi.
5. Setiap unit organisasi harus mempunyai
hubungan yang jelas antara satu dengan
yang lain sehingga terdapat kesatuan arah
dan tindakan dalam mencapai visi dan misi
organisasi.
6. Setiap unit organisasi harus mempunyai
kewenangan yang jelas sehingga
mekanisme pengambilan keputusan
pada masing-masing unit organisasi
dapat menunjukkan keseimbangan antara
kewenangan dan tanggung jawab.
7. Desain organisasi harus memperhatikan
keserasian antara besaran organisasi
dengan beban tugas, kemampuan dan
KriteriaStrukturOrganisasiBLUSTRUKTUR
ORGANISASI BLU
KR ITERIA
Menggambarkan pengendalian internal
yang memadai
Menunjukkan kejelasan garis komando
atau koordinasinya
Menggambarkan pengelompokan fungsi
yang logis
Kriteria Struktur Organisasi BLU
Gambar 3.1
MANUAL BLU | 27
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
sumber daya yang dimiliki.
8. Dalam rangka menjamin kejelasan
mekanisme kerja dan akuntabilitas
organisasi, maka desain organisasi BLU
harus menggambarkan secara jelas
pembaganan mengenai kedudukan,
susunan jabatan, dan hubungan kerja antar
unit organisasi.
Jika struktur organisasi yang ada saat
ini (existing) belum menggambarkan
pengendalian internal yang memadai, maka
harus diajukan format struktur organisasi
yang baru yang memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005. Penyusunan struktur organisasi yang
baru hendaknya memperhatikan kebutuhan
terhadap fleksibilitas, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan,
kreativitas, pengetahuan, dan kemampuan
dalam mengatasi ketidakpastian lingkungan.
PIMP. BLU
SPI
DEWAS
PJBT BID TEKNIS 1
PJBT BID TEKNIS 2
PJBT BID TEKNIS 3
PEJABATKEU
PJBT SUBID TEKNIS
1A
PJBT SUBID TEKNIS
1B
PJBT SUBID TEKNIS
1C
PJBT SUBID TEKNIS
2A
PJBT SUBID TEKNIS
2B
PJBT SUBID TEKNIS
2C
PJBT SUBID TEKNIS
3A
PJBT SUBID TEKNIS
3B
PJBT SUBID TEKNIS
3C
PJBT KEU
1
PJBT KEU
2
Ilustrasi Struktur Organisasi Satker BLU
Gambar 3.2
28 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Satker BLU dapat melakukan perubahan/
penyesuaian tata kelola maupun perubahan
struktur organisasi. Perubahan tata kelola dan
struktur organisasi tersebut dilakukan dengan
mengikuti peraturan atau ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Tata laksana atau prosedur kerja merupakan
urutan pekerjaan yang dilakukan oleh satker
BLU dalam melaksanakan kegiatannya.
Prosedur kerja ini menggambarkan wewenang/
tanggung jawab masing-masing jabatan dan
prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan
tugasnya. Secara sederhana, prosedur
kerja dapat diartikan sebagai pedoman yang
menunjukkan apa yang harus dilakukan,
kapan hal tersebut dilakukan, dan siapa yang
melakukannya. Sehingga, adanya prosedur
kerja sangat dibutuhkan oleh setiap organisasi,
baik dari tingkat pimpinan hingga level
organisasi yang terendah.
Prosedur kerja dapat memberikan arah bagi
BLU dalam upaya peningkatan kinerja BLU
yang bersangkutan, disamping menghindarkan
adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan
pekerjaan. Disamping itu, prosedur kerja
dapat digunakan untuk menelusuri kesalahan-
kesalahan prosedural, baik dalam pemberian
pelayanan kepada publik maupun pelaksanaan
pekerjaan rutin.
Satker pemerintah yang menjadi satker BLU
harus mempunyai prosedur kerja untuk semua
kegiatannya, terutama kegiatan utama (core
business). Prosedur kerja disajikan dalam
bentuk bagan arus (flowchart) diikuti dengan
narasi yang menjelaskan bagan arus tersebut.
Prosedur kerja mencakup empat aspek, yaitu
aspek pelayanan, keuangan, administrasi
(termasuk aspek sarana dan prasarana), dan
SDM.
MANUAL BLU | 29
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Siapa Unsur Pengelola BLU?
BLU dikelola oleh pejabat pengelola
BLU yang terdiri dari Pemimpin BLU,
Pejabat Keuangan, dan Pejabat Teknis.
Sebutan tersebut dapat disesuaikan dengan
nomenklatur yang berlaku pada instansi
pemerintah yang bersangkutan. Kedudukan
Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis dalam
struktur organiasi harus setara untuk menjamin
adanya mekanisme saling uji (check and
balance). Selain itu, dalam rangka pembinaan
dan pemeriksaan intern BLU juga dilengkapi
dengan Dewas dan SPI.
Kepala satker berkedudukan sebagai
Pemimpin BLU yang berfungsi sebagai
penanggung jawab umum operasional serta
keuangan BLU, dan berkewajiban:
a. menyiapkan Renstra Bisnis BLU,
b. menyiapkan RBA tahunan,
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan
pejabat teknis sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban
kinerja operasional dan keuangan BLU.
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai
penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban:
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA,
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan
anggaran satker BLU,
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan
belanja,
d. menyelenggarakan pengelolaan kas,
e. melakukan pengelolaan utang-piutang,
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang,
aset tetap, dan investasi BLU,
g. menyelenggarakan sistem informasi
manajemen keuangan, dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan
penyusunan laporan keuangan.
Pejabat Teknis BLU berfungsi sebagai
penanggung jawab teknis di bidang masing-
masing yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di
bidangnya,
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA,
dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja
operasional di bidangnya.
Pemimpin BLU
Pejabat Keuangan BLU
Pejabat Teknis BLU
30 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Fungsi pengawasan dan pemeriksaan
intern dalam pelaksanaan kegiatan harus
dilaksanakan oleh satker BLU. Fungsi tersebut
dapat dilaksanakan oleh SPI sebagai unit yang
melakukan fungsi pemeriksaan intern BLU,
dan sebagai unit kerja yang berkedudukan
langsung di bawah pemimpin BLU untuk
menjamin independensinya dari kegiatan atau
unit kerja yang diaudit.
Secara umum, fungsi SPI antara lain:
a. Membantu Pemimpin BLU dalam
menyelenggarakan penilaian atas sistem
pengendalian, pengelolaan manajemen
serta memberikan saran perbaikan.
b. Sebagai konsultan dan juga melaksanakan
pengawasan dalam rangka pengelolaan
risiko, pengendalian dan penerapan
prinsip-prinsip good governance.
c. Sebagai mitra kerja strategis unit kerja
dalam mencapai sasaran kegiatan.
d. Sebagai mitra kerja dari auditor eksternal.
Kepala SPI harus memiliki kualifikasi akademis
dan kompetensi yang memadai agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Kepala SPI diangkat dan diberhentikan oleh
Pemimpin BLU. Pembentukan SPI disesuaikan
dengan kondisi satker yang bersangkutan. Jika
satker belum mampu membentuk SPI, maka
fungsi pengawasan intern dapat diserahkan
kepada Inspektorat Jenderal pada K/L
bersangkutan, atau unit lain yang mendapat
kewenangan dari Pemimpin BLU untuk
melakukan fungsi pengawasan.
Tugas-tugas SPI antara lain:
Satuan Pemeriksaan Intern a. Pemeriksaan dan penilaian terhadap baik
atau tidaknya pengendalian akuntansi dan
pengendalian administratif dan mendorong
penggunaan cara-cara yang efektif dengan
biaya yang minimum.
b. Menilai sampai seberapa jauh pelaksanaan
kebijakan manajemen puncak/ Pemimpin
BLU dipatuhi.
c. Menilai sampai seberapa jauh aset
dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari
segala macam kerugian.
d. Menilai keandalan informasi yang dihasilkan
oleh berbagai unit.
e. Memberikan rekomendasi perbaikan
kegiatan-kegiatan satker BLU.
Ruang lingkup SPI meliputi audit keuangan
dan audit manajemen. Audit keuangan melihat
kewajaran atas laporan keuangan yang telah
disajikan manajemen dengan fokus pada
audit operasional organisasi. Sementara audit
manajemen melihat segi efisiensi, efektivitas,
ekonomi, dengan tujuan menguji apakah
pelaksanaan/kegiatan telah sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku.
SPI mempunyai wewenang antara lain:
a. Menyusun, mengubah dan melaksanakan
kebijakan audit internal termasuk antara
lain menentukan prosedur dan lingkup
pelaksanaan pekerjaan audit.
b. Mengakses seluruh dokumen, pencatatan,
personal dan fisik, informasi tempat atas
obyek audit yang dilaksanakannya, untuk
mendapatkan data dan Informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.
c. Melakukan verifikasi dan uji kehandalan
terhadap informasi yang diperolehnya,
dalam kaitan dengan penilaian efektivitas
sistem yang diauditnya.
MANUAL BLU | 31
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
2
Omset di atas Rp 30
milyar atau aset di
atas Rp 200 milyar.
No Nilai omset dan aset
1
Omset antara Rp 15
s.d. 30 milyar atau
aset antara Rp 75
s.d. 200 milyar.
3 orang tsb. di atas, atau 5 orang terdiri dari: :• 2 dari kementerian
teknis• 2 dari Kementerian
Keuangan• 1 tenaga ahli
Jumlah Dewas Keterangan
3 orang terdiri dari :• 1 dari kementerian
teknis• 1 dari Kementerian
Keuangan• 1 tenaga ahli
Nilai omset berdasarkan jumlah PNBP pada LRA tahun terakhir.Nilai aset berdasarkan nilai aset dalam Neraca tahun terakhir.
Jumlah Dewas tersebut dapat ditinjau kembali apabila realisasi nilai omset dan/atau nilai aset mengalami penurunan selama 2 (dua) tahun berturut turut lebih rendah dari persyaratan.
Tabel 3.1 Keanggotaan Dewas
d. SPI tidak mempunyai kewenangan
pelaksanaan dan tanggung jawab atas
aktivitas yang direviu/diperiksa, tetapi
tanggung jawab SPI adalah pada penilaian
dan analisis atas aktivitas tersebut.
Dewas adalah organ BLU yang bertugas untuk
melakukan pengawasan terhadap BLU.
Adapun tugas, keanggotaan, persyaratan, dan
hal-hal terkait Dewas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Keanggotaan dan Persyaratan
Pembentukan Dewas
Dewas untuk BLU di lingkungan
pemerintah pusat dibentuk dengan
keputusan menteri/pimpinan lembaga atas
persetujuan Menteri Keuangan. Unsur-
unsur Anggota Dewas terdiri dari pejabat
K/L sebagai unsur pembina teknis, pejabat
dari Kementerian Keuangan sebagai
unsur pembina keuangan, dan tenaga ahli
yang sesuai dengan kegiatan satker BLU
sebagai unsur profesional.
Dewas dibentuk apabila satker BLU
memenuhi syarat minimum nilai omzet dan/
atau nilai aset, yang dapat dijelaskan pada
tabel berikut ini :
Dewan Pengawas
32 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
` Keanggotaan Dewas dari unsur K/L dan
dari unsur Kementerian Keuangan adalah
wakil menteri atau pejabat struktural
maupun pejabat fungsional yang bukan
pegawai BLU yang masih aktif.
Keanggotaan Dewas dari unsur profesional
merupakan orang yang mempunyai
kompetensi pada bidang tugas sesuai jenis
BLU akan tetapi bukan pegawai BLU yang
bersangkutan.
b. Persyaratan Keanggotaan Dewas
Yang dapat diangkat sebagai anggota
Dewas adalah orang perseorangan dengan
persyaratan:
1) memiliki integritas, dedikasi, itikad baik
dan rasa tanggung jawab;
2) memahami masalah-masalah yang
berkaitan dengan kegiatan BLU;
3) dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya;
4) bukan sebagai kepala daerah, anggota
legislatif, anggota Parpol, anggota
DPD, staff khusus menteri/ penasehat
menteri;
5) bukan merupakan pegawai BLU; dan
6) mampu melaksanakan perbuatan
hukum dan tidak pernah dinyatakan
pailit atau tidak pernah menjadi
anggota direksi atau komisaris atau
Dewas yang dinyatakan bersalah
sehingga menyebabkan suatu badan
usaha pailit, atau orang yang tidak
pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.
Dalam rangka memenuhi persyaratan
tersebut dilakukan penilaian internal oleh
K/L terhadap calon anggota Dewas dari
unsur pejabat K/L dan dari unsur tenaga
ahli yang sesuai dengan layanan BLU
sementara penilaian oleh Kementerian
Keuangan dilakukan terhadap calon
anggota Dewas dari unsur pejabat
Kementerian Keuangan.
c. Kewenangan, Tugas, Kewajiban, dan Hak
Dewan Pengawas
Dewan Pengawas melakukan pengawasan
pengelolaan BLU yang dilakukan
oleh pejabat pengelola BLU terhadap
pelaksanaan Rencana Strategis Bisnis
(RSB), Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA), RKA K/L, DIPA, dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Kewajiban-kewajiban Dewas:
1. Menelaah RKA K/L dan RBA serta
kebenaran pencantuman saldo awal
dan saldo akhir pada RBA dan DIPA.
2. Menandatangani RBA selaku pihak
yang mengetahui RBA.
3. Memberikan pendapat dan saran
kepada menteri/pimpinan lembaga
dan Menteri Keuangan mengenai RSB
dan RBA.
4. Melaporkan kepada menteri/pimpinan
lembaga dan Menteri Keuangan jika
terjadi gejala penurunan kinerja BLU.
5. Mengikuti perkembangan kegiatan
Dewan Pengawas
MANUAL BLU | 33
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
BLU, memberikan pendapat dan saran
kepada menteri/pimpinan lembaga dan
Menteri Keuangan.
6. Memberikan masukan, saran, atau
tanggapan atas laporan keuangan dan
laporan kinerja BLU kepada pejabat
pengelola BLU.
7. Memberikan masukan, saran, atau
tanggapan atas kelayakan, kualitas,
jumlah, dan harga barang yang dibeli.
8. Mengawasi dan memberikan nasehat
pelaksanaan pengelolaan keuangan
BLU dan kepatuhan terhadap
peraturan.
9. Memberikan persetujuan penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang
BLU dengan jumlah lebih dari Rp 200
juta s.d. Rp 500 juta per penanggung
utang.
10. Memberikan persetujuan atas pinjaman
jangka pendek untuk peminjaman
yang bernilai di atas 10% s.d. 15%
dari jumlah pendapatan BLU TA
sebelumnya yang tidak bersumber dari
APBN dan hibah terikat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan Dewas
terkait Rencana Strategis Bisnis (RSB):
• Dewas harus memastikan RSB yang
ada masih berlaku/tidak kadaluwarsa.
• Dewas harus memastikan bahwa
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
sudah diadopsi ke dalam RSB.
• Dewas harus memastikan bahwa
RSB sesuai dengan Renstra K/L dan
realistis untuk diwujudkan dalam jangka
5 tahun.
• Perubahan dalam RSB harus disetujui
terlebih dahulu oleh Dewas, sebelum
disampaikan kepada menteri teknis
dan Menteri Keuangan.
• Dewas harus mengevaluasi target
kinerja yang terdapat di dalam RSB
dibandingkan dengan capaian pada
tahun berjalan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan Dewas
terkait Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA):
• Dewas harus memastikan RBA
berdasarkan pagu indikatif/sementara
dan pagu definitif telah dievaluasi dan
disahkan olehnya sebelum dikirim
kepada menteri teknis.
• Dewas mengevaluasi kesesuaian
program/kegiatan dalam RBA yang
akan dilakukan dengan RSB dan
peraturan yang berlaku.
• Dewas mengevaluasi penggunaan
standar biaya, kesesuaian belanja
antara RBA dan RKA satker, kelayakan
belanja, dan hal-hal lain untuk
memastikan efisiensi belanja telah
dilakukan.
• Dewas mengevaluasi target
pendapatan yang akan dicapai
dengan melihat progres PNBP yang
telah dicapai oleh satker BLU dalam
beberapa tahun terakhir.
• Dewas memberikan masukan/
saran kepada pemimpin BLU apabila
terdapat ketidakpatuhan terhadap
Dewan Pengawas
34 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
alokasi belanja satker BLU.
• Dewas membuat kertas kerja
penelaahan RBA/Revisi RBA dan
dapat memberitahukannya kepada
menteri teknis apabila terdapat indikasi
pelanggaran terhadap ketentuan yang
berlaku.
• Dewas memonitor ketepatan waktu
penyampaian RBA Definitif (7 hari
kerja setelah tahun anggaran berjalan)
kepada Kementerian Keuangan.
• Dewas mengevaluasi efektivitas
pelaksanaan RBA tahun sebelumnya
dan dituangkan ke dalam laporan
Dewas.
Dewas melaporkan pelaksanaan tugas,
kewajiban, dan haknya sebagai bentuk
pertanggungjawaban berkala kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri
Keuangan yang disampaikan paling sedikit
1 kali dalam satu semester dan sewaktu-
sewaktu apabila diperlukan.
Menteri/pimpinan lembaga melakukan
evaluasi setiap semester atas kinerja
Dewas dan hasil evaluasi tersebut
disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan dapat menggunakan
hasil evaluasi sebagai bahan pertimbangan
dalam melakukan evaluasi kinerja Dewas.
Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan
bahwa anggota Dewas tidak melaksanakan
tugas dan kewajibannya dengan baik,
maka Menteri Keuangan dapat:
1) menyampaikan rekomendasi
pemberhentian antar waktu anggota
Dewas dari unsur pejabat K/L dan
tenaga ahli kepada menteri/pimpinan
lembaga terkait.
2) melakukan pemberhentian dan
penggantian antar waktu anggota
Dewas dari unsur pejabat Kementerian
Keuangan.
d. Pengangkatan Dewas
Dengan memperhatikan tugas, fungsi, dan
kewenangan Dewas, Dewas dari unsur
pejabat Kementerian Keuangan haruslah
benar-benar yang memahami mengenai
peraturan-peraturan, pengelolaan
keuangan, RBA, Renstra Bisnis, dan
lain-lain terkait BLU. Bagi Dewas dari K/L
haruslah yang kompeten dan profesional
di bidang layanan. Untuk pencalonan
menjadi Dewas dari unsur pejabat K/L dan
unsur tenaga ahli/profesional merupakan
kewenangan menteri/pimpinan lembaga.
Pengangkatan anggota Dewas dari unsur
pejabat Kementerian Keuangan merupakan
kewenangan Menteri Keuangan.
Masa jabatan anggota Dewas ditetapkan
selama 5 tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 kali masa jabatan
berikutnya. Pengangkatan anggota Dewas
tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan Pejabat Pengelola BLU,
kecuali pengangkatan untuk pertama
Dewan Pengawas
MANUAL BLU | 35
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
kalinya pada waktu pembentukan BLU.
Menteri/pimpinan lembaga menyampaikan
usulan pengangkatan calon ketua/
anggota Dewas dari unsur pejabat K/L
dan unsur tenaga ahli/profesional kepada
Menteri Keuangan untuk mendapatkan
persetujuan.
Menteri/pimpinan lembaga dapat
menyampaikan rekomendasi nama
calon anggota Dewas yang berasal dari
unsur pejabat Kementerian Keuangan
dalam usulan. Usulan pengangkatan
anggota Dewas disertai dengan informasi
kompetensi yang paling sedikit terdiri dari:
1) Daftar Riwayat Hidup;
2) Salinan/fotocopy ijazah terakhir yang
dimiliki yang disahkan oleh pejabat
berwenang pada K/L bersangkutan;
dan
3) Surat Pernyataan dari menteri/pimpinan
lembaga bahwa calon anggota Dewas
yang diusulkan telah dilakukan proses
penilaian internal
Setelah mendapatkan persetujuan Menteri
Keuangan, menteri/pimpinan lembaga
segera menerbitkan keputusan tentang
penetapan pengangkatan anggota
Dewas. Keputusan penetapan tersebut
ditembuskan kepada Menteri Keuangan
dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Apabila Menteri Keuangan menolak usulan
pengangkatan calon ketua/anggota
Dewas, menteri/pimpinan lembaga
segera mengajukan usulan calon dewas
lainnya selambat-lambatnya 1 bulan sejak
disampaikannya keputusan penolakan oleh
Menteri Keuangan.
e. Pemberhentian Dan Penggantian Anggota
Dewas
Menteri/pimpinan lembaga berwenang
memberhentikan dan mengganti anggota
Dewas dari unsur pejabat K/L dan
unsur tenaga ahli/profesional. Menteri/
pimpinan lembaga dapat mengusulkan
pemberhentian dan penggantian anggota
Dewas dari unsur pejabat Kementerian
Keuangan. Menteri Keuangan berwenang
mengusulkan pemberhentian dan
mengganti anggota Dewas dari unsur
pejabat Kementerian Keuangan.
Pemberhentian dan penggantian Dewas
dapat dikarenakan:
1) Pemberhentian dan Penggantian Antar
Waktu
Dapat dilakukan apabila anggota
Dewas tidak dapat meneruskan masa
jabatannya karena:
a) tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik;
b) tidak melaksanakan ketentuan
perundang-undangan;
c) terlibat dalam tindakan yang
merugikan BLU;
Dewan Pengawas
36 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
d) dipidana penjara;
e) berhalangan tetap;
f) mengundurkan diri; atau
g) menduduki jabatan lain yang
berakibat terjadi benturan
kepentingan dalam pengawasan
BLU atau munculnya halangan
yang mengganggu kemampuan
untuk bertindak secara bebas
dalam pengawasan BLU.
Masa jabatan anggota Dewas
Pengganti Antar Waktu ditetapkan
selama sisa masa jabatan anggota
Dewas yang diganti.
2) Pemberhentian karena Berakhir Masa
Jabatan
Menteri/pimpinan lembaga
menerbitkan keputusan pemberhentian
anggota Dewas yang berakhir masa
jabatannya tanpa persetujuan Menteri
Keuangan dengan tembusan kepada
Menteri Keuangan dan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
Menteri/pimpinan lembaga mengajukan
usulan pengangkatan untuk masa
jabatan Dewas berikutnya kepada
Menteri Keuangan selambat-lambatnya
3 bulan sebelum berakhirnya masa
jabatan anggota Dewas.
3) Pemberhentian Anggota Dewas karena
status satker BLU Berakhir
Dalam hal status satker BLU
berakhir, menteri/pimpinan lembaga
menerbitkan keputusan pemberhentian
anggota Dewas tanpa persetujuan
Menteri Keuangan dengan tembusan
kepada Menteri Keuangan dan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
Status satker BLU berakhir karena:
a) dicabut oleh Menteri Keuangan;
b) dicabut oleh Menteri Keuangan
berdasarkan usul dari menteri/
pimpinan lembaga; atau
c) berubah statusnya menjadi badan
hukum dengan kekayaan negara
yang dipisahkan.
f. Sekretaris Dewas
Sekretaris Dewas BLU, adalah organ
Dewas yang membantu pelaksanaan
tugas, kewajiban dan hak Dewas di bidang
kesekretariatan. Sekretaris Dewas diangkat
dan diberhentikan oleh Pemimpin BLU
atas persetujuan Dewas. Sekretaris Dewas
memiliki kewajiban antara lain:
1) menyiapkan penyelenggaraan rapat
Dewas, termasuk menyiapkan
undangan dan bahan-bahan rapat
Dewas;
2) menghadiri rapat Dewas dan rapat
gabungan antara Dewas dan Pejabat
Pengelola BLU;
3) mengelola, memutakhirkan dan
menyimpan dokumen dan informasi
yang terkait dengan pelaksanaan tugas
Dewas;
4) menyusun notulen rapat;
MANUAL BLU | 37
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
5) mengumpulkan data atau informasi
yang relevan dengan pelaksanaan
tugas Dewas;
6) melaporkan pelaksanaan tugas kepada
Dewas secara berkala;
7) membantu Dewas dalam menyusun
program kerja, laporan, pendapat,
kajian, dan saran Dewas; dan
8) melaksanakan kegiatan-kegiatan lain
yang mendukung pelaksanaan tugas,
kewajiban, dan hak Dewas.
Sekretaris Dewas adalah orang
perseorangan yang:
1) memiliki integritas, dedikasi, itikad baik,
dan rasa tanggung jawab;
2) dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya;
3) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan Negara; dan
4) menguasai Teknologi Informasi.
Dewas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap BLU, dibentuk dengan keputusan
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan
Menteri Keuangan
“ “
38 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Bagaimana menata Kepegawaian BLU?
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU
dapat terdiri atas PNS dan/atau tenaga
profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan
BLU. Pejabat pengelola BLU dan pegawai
BLU yang berasal dari tenaga profesional non
PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau
berdasarkan kontrak. Pejabat perbendaharaan
pada BLU pada kementerian negara/lembaga
yang meliputi KPA, Bendahara Penerimaan,
dan Bendahara Pengeluaran harus dijabat oleh
PNS.
Syarat pengangkatan dan pemberhentian
pejabat pengelola dan pegawai BLU yang
berasal dari PNS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian. Syarat pengangkatan dan
pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai
BLU di lingkungan K/L yang berasal dari tenaga
profesional non PNS diatur oleh pemimpin
BLU.
Kebutuhan tenaga profesional non PNS
disesuaikan dengan Renstra Bisnis, Pola Tata
Kelola, dan Standar Pelayanan Minimal satker
BLU.
BLU menerapkan standar kompetensi bagi
pejabat pengelola dan pegawai BLU. Adanya
standar kompetensi menunjukkan aspek
transparansi dalam penempatan posisi jabatan,
dan memenuhi aspek keadilan. Sedangkan
terkait tenaga profesional non PNS, selain
standar kompetensi BLU perlu mengatur
mengenai batasan usia, jumlah/proporsi tenaga
profesional non PNS yang dianggap layak dan
jangka waktu kontrak non PNS.
K/L hendaknya memiliki pertimbangan khusus
terhadap pola mutasi para pejabat BLU,
yaitu dalam rangka promosi dan demosi
berdasarkan kinerja yang telah dicapai.
Siapa Unsur Pejabat Perbendaharaan BLU?
KPA adalah pejabat yang memperoleh
kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian
kewenangan dan tanggung jawab penggunaan
anggaran pada K/L yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Kepala Satker BLU berkedudukan sebagai
KPA dan menetapkan Pejabat Perbendaharaan
Negara lainnya yaitu PPK dan PP-SPM. Dalam
hal kepala satker BLU berkedudukan sebagai
PA, pimpinan satker BLU dapat menunjuk
pejabat lain yang berstatus PNS sebagai KPA.
MANUAL BLU | 39
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Setiap terjadi pergantian jabatan kepala
Satker, setelah serah terima jabatan pejabat
kepala Satker yang baru langsung menjabat
sebagai KPA.
Dalam pelaksanaan anggaran pada Satker
BLU, KPA memiliki tugas dan wewenang:
a. menyusun RBA, RKA-K/L, dan DIPA;
b. menetapkan PPK untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja negara
(untuk 1 DIPA, KPA menetapkan 1 atau
lebih PPK);
c. menetapkan PP-SPM untuk melakukan
pengujian tagihan dan menerbitkan
SPM atas beban anggaran belanja
Negara (untuk 1 DIPA, KPA menetapkan
1 PP-SPM);
d. menetapkan panitia/pejabat yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan
pengelola anggaran/keuangan;
e. menetapkan rencana pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana;
f. memberikan supervisi dan konsultasi
dalam pelaksanaan kegiatan dan
penarikan dana;
g. mengawasi penatausahaan dokumen
dan transaksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
h. menyusun laporan keuangan dan
kinerja atas pelaksanaan anggaran
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan dan anggaran yang berada dalam
penguasaannya kepada PA. Pelaksanaan
tanggung jawab KPA dilakukan dalam
bentuk:
a. mengesahkan rencana pelaksanaan
kegiatan, rencana penerimaan PNBP
BLU dan rencana penarikan dana;
b. merumuskan standar operasional yang
diperlukan dalam rangka pengelolaan
BLU;
c. menyusun sistem pengawasan dan
pengendalian agar proses penyelesaian
tagihan atas beban APBN, baik RM
maupun pendapatan BLU (PNBP)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
d. melakukan pengawasan agar
pelaksanaan kegiatan dan pengadaan
barang/jasa sesuai dengan keluaran
(output) yang ditetapkan dalam DIPA;
e. melakukan monitoring dan evaluasi
agar pembuatan perjanjian/kontrak
pengadaan barang/jasa dan
pembayaran atas beban APBN
sesuai dengan keluaran (output) yang
ditetapkan dalam DIPA serta rencana
yang telah ditetapkan;
f. merumuskan kebijakan agar
pembayaran atas beban APBN
sesuai dengan keluaran (output) yang
ditetapkan dalam DIPA; dan
g. melakukan pengawasan, monitoring,
dan evaluasi atas pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran dalam rangka
penyusunan laporan keuangan.
KPA menetapkan PPK dan PP-SPM
dengan surat keputusan. Penetapan PPK
dan PP-SPM tersebut tidak terikat periode
tahun anggaran. Artinya, dalam hal tidak
terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan
sebagai PPK dan/atau PP-SPM pada
saat pergantian periode tahun anggaran,
40 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Unsur Pejabat BLU
penetapan PPK dan/atau PP-SPM tahun
yang lalu masih tetap berlaku. Dalam hal PPK
atau PP-SPM dipindahtugaskan/pensiun/
diberhentikan dari jabatannya/berhalangan
sementara, KPA menetapkan PPK atau PP-
SPM pengganti dengan surat keputusan dan
berlaku sejak serah terima jabatan. PPK dan
PP-SPM yang penunjukannya berakhir harus
menyelesaikan seluruh administrasi keuangan
yang menjadi tanggung jawabnya pada saat
menjadi PPK atau PP-SPM.
KPA menyampaikan surat keputusan
penunjukkan PP-SPM dan PPK kepada:
a. Kepala KPPN selaku Kuasa BUN beserta
spesimen tanda tangan PP-SPM dan cap/
stempel Satker;
b. PP-SPM disertai dengan spesimen tanda
tangan PPK; dan
c. PPK.
Dalam hal tidak terdapat penggantian PPK dan/
atau PP-SPM, pada awal tahun anggaran, KPA
menyampaikan pemberitahuan kepada pejabat
tersebut pada huruf a, b dan c di atas.
PPK adalah pejabat yang ditetapkan oleh KPA
dalam rangka melaksanakan kewenangan
PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/
atau tindakan yang dapat mengakibatkan
pengeluaran atas beban APBN. Dalam
melaksanakan kewenangan dimaksud,
PPK memedomani pelaksanaan tanggung
jawab KPA kepada PA. PPK tidak dapat
merangkap sebagai PP-SPM. Untuk satu
DIPA, KPA dapat menetapkan beberapa
PPK. Dalam melakukan tindakan yang dapat
mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja negara, PPK memiliki tugas dan
wewenang:
a. menyusun rencana pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana
berdasarkan DIPA;
b. menerbitkan Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa;
c. membuat, menandatangani dan
melaksanakan perjanjian/kontrak
dengan Penyedia Barang/Jasa;
d. melaksanakan kegiatan swakelola;
e. memberitahukan kepada Kuasa
BUN atas perjanjian/ kontrak yang
dilakukannya;
f. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/
kontrak;
g. menguji dan menandatangani surat
bukti mengenai hak tagih kepada
negara;
h. membuat dan menandatangani SPP;
i. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian
kegiatan kepada KPA;
j. menyerahkan hasil pekerjaan
pelaksanaan kegiatan kepada KPA
dengan Berita Acara Penyerahan;
k. menyimpan dan menjaga keutuhan
seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
dan
Pejabat Pembuat Komitmen
MANUAL BLU | 41
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Unsur Pejabat BLU
l. melaksanakan tugas dan wewenang
lainnya yang berkaitan dengan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara.
Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan
dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA
di atas, dilakukan dengan:
a. menyusun jadwal waktu pelaksanaan
kegiatan termasuk rencana penarikan
dananya;
b. menyusun perhitungan kebutuhan UP/
TUP sebagai dasar pembuatan SPP-UP/
TUP; dan
c. mengusulkan revisi Petunjuk Operasional
Kegiatan (POK)/DIPA kepada KPA.
Sementara pengujian atas surat bukti mengenai
hak tagih kepada negara dilakukan dengan :
a. menguji kebenaran materiil dan keabsahan
surat-surat bukti mengenai hak tagih
kepada negara; dan/atau
b. menguji kebenaran dan keabsahan
dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran
belanja pegawai.
PP-SPM melaksanakan kewenangan KPA
untuk melakukan pengujian tagihan dan
perintah pembayaran atas beban anggaran
negara. Dalam rangka melakukan pengujian
tagihan dan perintah pembayaran, PP-SPM
memiliki tugas dan wewenang:
a. menguji kebenaran SPP atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan SPP
beserta dokumen pendukung;
b. menolak dan mengembalikan SPP,
apabila tidak memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan;
c. membebankan tagihan pada mata
anggaran yang telah disediakan;
d. menerbitkan SPM atau dokumen lain
yang dipersamakan dengan SPM;
e. menyimpan dan menjaga keutuhan
seluruh dokumen hak tagih;
f. melaporkan pelaksanaan pengujian dan
perintah pembayaran kepada KPA; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang
lainnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengujian dan perintah
pembayaran.
PP-SPM bertanggung jawab terhadap:
a. kebenaran administrasi;
b. kelengkapan administrasi; dan
c. keabsahan administrasi dokumen hak
tagih pembayaran yang menjadi dasar
penerbitan SPM dan akibat yang timbul
dari pengujian yang dilakukan.
Tata cara pencairan dana yang berasal dari
Pejabat Penguji dan Penandatangan SPM
Pejabat Penerbit SP3B BLU
42 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
RM mengikuti ketentuan sebagaimana diatur
dalam PMK 190/PMK.05/2012 tentang Tata
Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara. Sementara itu, penggunaan dan
pertanggungjawaban PNBP BLU berpedoman
pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis
dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran
Badan Layanan Umum dan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/
PB/2011 tentang Mekanisme Pengesahan
Pendapatan dan Belanja Satker BLU.
Pendapatan yang diperoleh oleh BLU
dapat dikelola langsung untuk membiayai
pengeluaran BLU sesuai dengan RBA definitif.
Pengelolaan pendapatan dan belanja BLU
dilaksanakan secara tertib, efisien, transparan
dan bertanggung jawab sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Untuk SPM bagi pelaksanaan pembayaran
yang bersumber dari RM (baik UP maupun
LS), ditandatangani oleh PP-SPM, kemudian
diajukan ke KPPN untuk diterbitkan SP2D,
sedangkan untuk yang bersumber dari
Pendapatan BLU setelah diterbitkan SPM
Internal dapat diterbitkan SP2D Internal (bisa
juga dengan sebutan lain yang dirasa lebih
sesuai, misal: Surat Perintah Transfer Dana,
Cek, dan lain-lain yang sejenis).
Dalam rangka pertanggungjawaban
pendapatan dan/atau belanja atas PNBP
BLU, BLU mengajukan SP3B BLU kepada
KPPN untuk diterbitkan SP2B BLU. Pejabat
penanda tangan SP3B BLU adalah juga
Pejabat Penguji/Penanda tangan SPM.
Demikian juga petugas pengantar SP3B
BLU adalah petugas pengantar SPM.
Bendahara Pengeluaran mengelola
rekening pengeluaran untuk menampung
uang yang bersumber dari RM, dan
pengelolaannya mengikuti ketentuan PMK
190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara
Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Pejabat pengelola dana BLU bertugas
untuk mengelola dana BLU yang ditampung
dalam Rekening Operasional, Rekening
Pengelolaan Kas, dan Rekening Dana
Kelolaan. Pemimpin BLU dapat menunjuk
Bendahara Penerimaan yang sudah ada
sebelumnya (ketika satker masih berbentuk
satker PNBP) untuk menjadi pejabat
pengelola dana BLU. Pengelolaan belanja
yang bersumber dari pendapatan BLU,
mengacu pada peraturan yang ditetapkan
oleh pemimpin Satker BLU.
Unsur Pejabat BLU
Bendahara Pengeluaran
Pejabat Pengelola Dana BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
43 | MANUAL BLU
1
MENGELOLAKEUANGAN
BLUBagaimana proses perencanaan dan penganggaran BLU?
Bagaimana proses pelaksanaan anggaran BLU?
Bagaimana proses pengelolaan piutang dan utang BLU?
Bagaimana mengelola risiko BLU bidang pendidikan?
Bagaimana menerapkan remunerasi BLU?
4
44 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
1. Mengidentifikasi Tarif Layanan BLU
BLU dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/
jasa layanan yang diberikan dalam bentuk tarif
yang disusun atas dasar perhitungan biaya per
unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif
layanan tersebut harus mempertimbangkan 4
aspek yaitu :
a. Kontinuitas dan pengembangan layanan
yaitu pengaruh pengenaan tarif secara
keseluruhan terhadap kelangsungan
hidup (going concern) dan pertumbuhan
satker BLU. Keberlangsungan dan tingkat
pertumbuhan dapat dilihat dari proyeksi
terhadap kinerja layanan/keuangan yang
akan datang yang tercermin dari proyeksi
laporan keuangan di masa yang akan
datang
b. Daya beli masyarakat
yaitu pertimbangan yang berorientasi
kepada kemauan dan kemampuan daya
beli masyarakat penerima layanan (ability
and willingness to pay) terhadap masing-
masing tarif layanan.
c. Asas keadilan dan kepatutan
memperhatikan antara lain :
1) Pengenaan tarif kepada masyarakat
penerima layanan mencerminkan
keadilan dan kepatutan sesuai dengan
golongan masyarakat penerima
layanan tersebut.
2) Tarif yang dikenakan tidak bertentangan
dengan kebijakan dan peraturan
pemerintah yang berlaku.
d. Kompetisi yang sehat
yaitu apabila dibandingkan dengan industri
sejenis dan dengan mempertimbangkan
antara lain faktor lokasi dan nilai tambah
yang diberikan, tarif yang dikenakan
merupakan tarif yang wajar untuk
diberlakukan kepada masyarakat.
Menteri Keuangan mengatur pedoman
umum penyusunan tarif layanan. Menteri/
pimpinan lembaga mengatur pedoman teknis
penyusunan tarif layanan BLU. BLU menyusun
tarif layanan dengan memperhatikan pedoman
umum dan pedoman teknis tersebut.
Tarif layanan diusulkan oleh pemimpin BLU
kepada menteri/pimpinan lembaga. Menteri/
pimpinan lembaga menyampaikan usulan
tarif layanan kepada Menteri Keuangan untuk
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Bagaimana Proses Perencanaan dan Penganggaran BLU?
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
45 | MANUAL BLU
Sistematika Usulan Tarif Layanan BLU kepada Menteri Keuangan
VI.
V.
IV.
III.
II.
I.Pendahuluan
a. Kondisi umum b. Potensi dan permasalahan
Karakteristik BLU
a. Visi, misi dan tujuan b. Tupoksi, struktur organisasi, pusat biaya dan unit-unit layanan c. Produk/layanan
Perhitungan biaya per unit/hasil per investasi danaa. Kebijakan dalam perhitungan biaya per unit /hasil per investasi
danab. Perhitungan biaya per unit hasil per investasi dana per produk/
layanan
Usulan Tarif
a. Kebijakan tarif b. Tarif yang diusulkan
Dasar Pertimbangan Tarif
a. Kontinuitas dan pengembangan layananb. Daya beli masyarakat c. Asas keadilan dan kepatutan d. Kompetisi yang sehat
PENUTUP
Lampiran-Lampiran
46 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Perencanaan dan Penganggaran BLU
Penyusunan usulan tarif BLU dilakukan melalui
tahap-tahap antara lain :
a. Persiapan usulan tarif layanan yaitu:
1) Mengidentifikasi tarif-tarif yang
sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangannya.
2) Mengidentifikasi tujuan penentuan tarif
dan bagaimana keterkaitan penentuan
tarif tersebut dengan strategi satker
BLU.
3) Mengumpulkan data-data dan
informasi yang diperlukan dalam
penyusunan usulan tarif.
b Menyusun analisis mengenai kondisi
umum, potensi, dan permasalahan, yaitu:
1) menyusun analisis mengenai
kondisi tarif BLU yang saat ini telah
diberlakukan, apabila dibandingkan
dengan aspek legalitas, kesesuaian
dengan kebijakan dan regulasi dalam
lingkup kewenangan K/L, serta
kesesuaian dengan ke-4 aspek yang
harus diperhatikan dalam tarif layanan,
dan
2) Menyusun analisis permasalahan,
potensi, kelemahan, peluang, serta
tantangan jangka menengah yang akan
dihadapi apabila tarif yang ada selama
ini tetap diberlakukan, serta bagaimana
tarif yang diusulkan oleh BLU dapat
mendorong terwujudnya visi dan misi
BLU
c. Menyusun perhitungan biaya per unit
dengan tahapan antara lain:
1) Mengidentifikasi pusat-pusat biaya
(cost center) dan pusat-pusat
pendapatan (revenue center)
2) Mengidentifikasi layanan pada pusat
pendapatan dan target layanan sesuai
dengan RBA
3) Mengidentifikasi biaya masing-masing
pusat pendapatan. Biaya dalam
masing-masing kegiatan diklasifikasikan
dalam biaya langsung, tidak langsung,
biaya variabel, dan biaya tetap sesuai
RBA serta klasifikasi biaya dari RM dan
PNBP sesuai dengan kebutuhan dan
kebijakan tarif.
4) Melakukan distribusi biaya dari pusat
biaya kepada pusat pendapatan
Tahapan penyusunan perhitungan biaya per
unit tersebut dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1) Perhitungan biaya per unit adalah
perhitungan biaya per unit layanan
dengan ketentuan kebijakan dan
asumsi-asumsi yang digunakan.
2) Metode perhitungan biaya per unit
dapat menggunakan sistem biaya
tradisional, activity base costing atau
metode costing yang lain.
3) Asumsi biaya, volume, pendapatan
sesuai dengan asumsi-asumsi dalam
RBA.
4) Klasifikasi biaya sesuai dengan metode
costing yang digunakan, disesuaikan
dengan karakteristik BLU, dan
kebutuhan manajemen.
5) Perhitungan biaya per unit bersifat
full costing yaitu perhitungan semua
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
47 | MANUAL BLU
Perencanaan dan Penganggaran BLU
biaya secara akrual terdiri dari biaya
yang langsung berhubungan dengan
layanan dan biaya yang tidak langsung
berhubungan dengan layanan.
6) Distribusi kegiatan tidak langsung
terhadap kegiatan langsung yang
menghasilkan layanan dapat
menggunakan beberapa metode
costing antara lain: Simple Distribution,
Step Down Method, Activity Based
Costing, Double Distribution atau yang
lain.
d. Penyusunan usulan tarif BLU
Penyusunan usulan tarif BLU dilakukan
dengan memperhatikan kebijakan tarif yang
akan dilakukan. Tarif layanan BLU yang
ditetapkan dapat lebih besar dari biaya
per unit layanan (cost plus), lebih kecil dari
biaya per unit layanan (cost minus) atau
sama dengan biaya per unit layanan (cost
recovery).
Setelah usulan tarif layanan tersusun, satker
BLU mengajukan usulan tersebut kepada
menteri/pimpinan lembaga. Selanjutnya
menteri/pimpinan lembaga melakukan
penelaahan usulan tarif dengan memperhatikan
justifikasi 4 aspek tarif dan kesesuaian tarif yang
dikenakan dengan kebijakan dan peraturan
teknis K/L.
Dalam proses penelaahan menteri/pimpinan
lembaga dapat meminta satker BLU untuk
membahas dan memperbaiki usulan tarif
yang diajukan. Hasil pembahasan tersebut
selanjutnya digunakan sebagai bahan
penyempurnaan usulan tarif BLU. Usulan tarif
yang telah disempurnakan diajukan menteri/
pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan
untuk ditetapkan.
Menteri Keuangan c.q. Ditjen Perbendaharaan
c.q. Direktorat PPK BLU melakukan pengkajian
atas kelengkapan dan kelayakan usulan tarif
satker BLU. Hasil kajian kemudian disampaikan
kepada tim penilai tarif untuk dinilai dengan
memperhatikan justifikasi atas 4 aspek tarif
layanan. Dalam melakukan penilaian terhadap
usulan tarif, tim penilai tarif dapat mengundang
narasumber atau pihak tekait yang kompeten di
bidangnya apabila diperlukan.
Hasil penilaian berupa rekomendasi
diserahkan kepada Menteri Keuangan melalui
Dirjen Perbendaharaan. Menteri Keuangan
menetapkan/menolak usulan tarif berdasarkan
rekomendasi yang disampaikan oleh tim penilai
tarif.
Selain ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
penetapan tarif BLU dapat didelegasikan
oleh Menteri Keuangan kepada menteri/
pimpinan lembaga dan/atau pemimpin BLU.
Pendelegasian kewenangan penetapan tarif
layanan ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan mengenai penetapan tarif layanan
satker BLU.
2. Mengajukan Target PNBP BLU
Target PNBP BLU merupakan hasil
penghitungan atau penetapan PNBP BLU,
yang diperkirakan akan diterima dalam 1 tahun
yang akan datang (1 Januari s.d. 31 Desember
tahun yang akan datang). Penyusunan target
(rencana) PNBP BLU dikoordinasikan oleh
masing – masing K/L. Target (rencana) PNBP
48 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Perencanaan dan Penganggaran BLU
BLU disusun serealistis mungkin dengan
memperhitungkan seluruh potensi pendapatan
yang akan diperoleh pada tahun berkenaan.
3. Menyusun dan Mengajukan Usul Standar
Biaya
Standar Biaya adalah satuan biaya yang
ditetapkan baik berupa SBM maupun SBK
sebagai acuan perhitungan kebutuhan
anggaran dalam RKA-K/L.
SBM adalah satuan biaya berupa harga
satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk
menyusun biaya komponen masukan kegiatan.
Harga Satuan Biaya Masukan adalah nilai suatu
barang yang ditentukan pada waktu tertentu
untuk penghitungan biaya komponen masukan
kegiatan. Tarif Biaya Masukan adalah nilai
suatu jasa yang ditentukan pada waktu tertentu
untuk penghitungan biaya komponen masukan
kegiatan. Indeks Biaya Masukan adalah satuan
biaya yang merupakan gabungan beberapa
barang/jasa masukan untuk penghitungan
biaya komponen masukan kegiatan.
SBM berfungsi sebagai acuan bagi K/L
untuk menyusun biaya komponen masukan
kegiatan dalam RKA-K/L berbasis kinerja
yang merupakan batas tertinggi yang besaran
biayanya tidak dapat dilampaui dalam
penyusunan RKA-K/L.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, SBM
berfungsi sebagai :
a. batas tertinggi yaitu merupakan besaran
biaya yang tidak dapat dilampaui;
b. estimasi yaitu merupakan besaran
biaya yang dapat dilampaui disesuaikan
dengan harga pasar dan ketersediaan
alokasi anggaran dengan memperhatikan
prinsip ekonomis efisiensi, efektifitas,
serta mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain SBM yang telah ditetapkan, Menteri
Keuangan dapat menyetujui SBM lainnya
berdasarkan usulan dari menteri/pimpinan
lembaga dengan mempertimbangkan hal-hal
antara lain sebagai berikut:
a. kekhususan satuan biaya yang dimiliki K/L;
b. tuntutan peningkatan kualitas pelayanan
publik tertentu; dan/atau
c. daerah terpencil/daerah perbatasan/pulau
terluar.
SBK berfungsi sebagai acuan bagi K/L untuk
menyusun biaya keluaran kegiatan dalam RKA-
K/L berbasis kinerja. Kriteria keluaran kegiatan
yang diusulkan menjadi SBK adalah sebagai
berikut:
a. merupakan keluaran kegiatan yang bersifat
berulang;
b. mempunyai jenis dan satuan yang jelas
dan terukur;
c. mempunyai komponen/tahapan yang jelas
dalam pencapaian keluaran;
d. bukan merupakan keluaran kegiatan
pengadaan sarana dan prasarana; dan
e. bukan merupakan keluaran dari Komponen
Kegiatan 001 dan Komponen Kegiatan
002.
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
49 | MANUAL BLU
Gambar 4.1 Penyusunan RBA
Perencanaan dan Penganggaran BLU
SBK dapat berupa Indeks Biaya Keluaran
atau Total Biaya Keluaran. Dalam rangka
perencanaan anggaran, SBK berfungsi
sebagai:
a. batas tertinggi dalam penyusunan RKA-K/L
b. referensi untuk:
1) penyusunan prakiraan maju; dan/atau
2) bahan penghitungan pagu indikatif K/L
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Standar
Biaya Keluaran berfungsi sebagai estimasi
yang merupakan perkiraan besaran biaya yang
dapat dilampaui disesuaikan dengan harga
pasar dan ketersediaan alokasi anggaran
dengan mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
K/L menyusun dan mengusulkan SBK kepada
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Anggaran. Dalam penyusunan SBK K/L
menggunakan:
a. SBM dan/atau
b. Satuan biaya lain yang tidak termasuk SBM
dengan mempertimbangkan kepatutan
dan kewajaran harga satuan biaya ( satuan
biaya lain tersebut tidak termasuk satuan
biaya untuk menambah penghasilan dan
fasilitas pejabat negara/pegawai negeri/non
pegawai negeri)
Mekanisme pengajuan dan penetapan SBK
lebih lanjut agar mengikuti ketentuan Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai
Satuan Biaya.
50 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Gambar 4.2 Skema Penyusunan RBA
Perencanaan dan Penganggaran BLU
4. Menyusun dan Mengajukan Pengesahan
Rencana Bisnis dan Anggaran
Pengesahan Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA) disusun dengan mengacu pada Renstra
Bisnis lima tahunan, sementara Renstra Bisnis
mengacu pada Renstra K/L. RBA memuat
program, kegiatan, anggaran pendapatan dan
belanja termasuk estimasi saldo kas.
RBA disusun berdasarkan usulan dari
masing-masing unit kerja pada satker BLU.
Masing-masing unit kerja tersebut mengajukan
kebutuhan anggaran yang diperlukan beserta
target pendapatannya. Penyusunan kebutuhan
anggaran yang akan diajukan harus berada
dalam koridor program, kegiatan, dan kebijakan
yang telah dituangkan dalam Renstra Bisnis.
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
51 | MANUAL BLU
Pemimpin BLU bertugas untuk menerjemahkan
dan mensosialisasikan Renstra Bisnis
tersebut kepada unit-unit kerja yang ada serta
menghimpun rencana dan anggaran yang telah
diajukan oleh masing-masing unit kerja untuk
kemudian ditransformasikan dalam bentuk
RBA. RBA disusun berdasarkan :
1) Basis kinerja dan perhitungan akuntansi
biaya menurut jenis layanannya.
2) Kebutuhan dan kemampuan pendapatan
yang diperkirakan akan diterima.
3) Basis akrual.
RBA menganut pola anggaran fleksibel dengan
persentase ambang batas belanja tertentu.
Pola anggaran fleksibel merupakan pola
anggaran yang penganggaran belanjanya
dapat bertambah atau berkurang dari yang
dianggarkan sepanjang pendapatan terkait
bertambah atau berkurang setidaknya
proporsional. Hal ini hanya berlaku untuk
belanja yang bersumber dari pendapatan
PNBP BLU.
Persentase ambang batas merupakan
besaran persentase realisasi belanja yang
dapat melampaui anggaran dalam DIPA BLU.
Besaran ini ditentukan tanpa memperhitungkan
saldo awal kas dan tercantum dalam RKA-K/L
dan DIPA BLU.
Konsolidasi RBA kedalam RKA-K/L
memerlukan ikhtisar RBA mengingat RBA
disusun per unit kerja sementara RKA-K/L
disusun per fungsi, sub fungsi, program,
kegiatan dan output. Ikhtisar RBA adalah
ringkasan RBA yang berisikan program,
kegiatan, sumber pendapatan dan jenis belanja
serta pembiayaan sesuai dengan format RKA-
K/L.
52 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Gambar 4.3 Belanja pada Ikhtisar RBA
Selanjutnya, pengajuan usulan RBA
oleh Pemimpin BLU untuk mendapatkan
persetujuan dan pengesahan dari menteri/
pimpinan lembaga dapat digambarkan sebagai
berikut :
Perencanaan dan Penganggaran BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
53 | MANUAL BLU
Gambar 4.4 Pengajuan dan Pengesahan RBA
5. Mengkaji dan Menetapkan RBA Berdasarkan
Pagu Anggaran
Proses pengkajian dan penetapan RBA
berdasarkan Pagu Anggaran dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Gambar 4.5. Pengkajian dan Penetapan RBA Pagu Anggaran
Perencanaan dan Penganggaran BLU
54 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
7. Menyusun RBA dalam kerangka
Penyusunan APBN
Dalam rangka penyusunan APBN, terdapat
tiga kali penetapan pagu dana untuk K/L yaitu
pagu indikatif, pagu anggaran, dan alokasi
anggaran. Angka yang tercantum dalam ketiga
ketentuan tersebut merupakan angka tertinggi
yang tidak boleh dilampaui oleh K/L sebagai
acuan dalam menyusun RKA-K/L. Pagu
Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran
yang diberikan kepada K/L sebagai pedoman
6. Menyusun RBA Definitif
Setelah alokasi anggaran ditetapkan satker
BLU sekali lagi menyesuaikan RBA yang telah
dibuat menjadi RBA Definitif. Penyusunan RBA
Definitif dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 4.6. Penyusunan RBA Definitif
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
55 | MANUAL BLU
Gambar 4.7 Penyusunan RBA dalam kerangka Penyusunan APBN
Perencanaan dan Penganggaran BLU
dalam penyusunan Renja-K/L. Pagu indikatif
diperoleh dari angka prakiraan maju yang
sudah dicantumkan tahun sebelumnya yang
telah melalui proses penyesuaian ditambah
dengan inisiatif baru pada kesempatan pertama
yang diakomodir/disetujui
Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi
anggaran yang dialokasikan kepada K/L
dalam rangka penyusunan RKA-K/L. Pagu
anggaran ditetapkan Menteri Keuangan
dengan berpedoman pada kapasitas fiskal,
besaran pagu indikatif, Renja-K/L, dan
memperhatikan hasil evaluasi kinerja K/L.
Angka yang tercantum dalam pagu anggaran
adalah angka di pagu indikatif, penyesuaian
angka dasar (jika diperlukan lagi) ditambah
dengan inisiatif baru pada kesempatan kedua
yang diakomodir/disetujui. Pagu anggaran
K/L disampaikan kepada setiap K/L paling
lambat pada akhir bulan Juni. Alokasi
Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran
pengeluaran yang dialokasikan kepada K/L
berdasarkan hasil pembahasan Rancangan
APBN yang dituangkan dalam berita acara
hasi kesepakatan Pembahasan Rancangan
APBN antara Pemerintah dan DPR. Angka
yang tercantum dalam alokasi anggaran
adalah angka yang tertuang dalam berita acara
hasil kesepakatan pembahasan RUU APBN,
penyesuaian angka dasar (jika diperlukan
lagi), ditambah dengan inisiatif baru pada
kesempatan ketiga yang diakomodir/disetujui.
Penyusunan RBA oleh satker BLU tidak dapat
dilepaskan dari kerangka penyusunan APBN.
Penyusunan RBA harus sejalan dengan timeline
penetapan pagu indikatif, pagu anggaran, dan
alokasi anggaran pada penyusunan APBN.
56 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Bagaimana Proses Pelaksanaan Anggaran BLU?
1. Menyusun DIPA BLU
DIPA BLU disusun dengan mengacu pada RBA
Definitif dan Ikhtisar RBA Definitif. DIPA BLU
merupakan dokumen pelaksanaan anggaran
BLU, dan menjadi dasar pencairan/penarikan
dana dari APBN.
Gambar 4.8 DIPA BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
57 | MANUAL BLU
Penjelasan untuk tanda *) di poin saldo awal kas pada Gambar 4.8 diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Gambar 4.9 Saldo Awal Kas
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
2. Mengajukan Pengesahan DIPA BLU
DIPA BLU disampaikan oleh menteri/pimpinan
lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen
Anggaran. Selanjutnya Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Anggaran mengesahkan
DIPA BLU paling lambat tanggal 31 Desember
dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA
BLU (SP-DIPA BLU).
3. Mengelola Kas
BLU perlu melakukan pengelolaan kas
terhadap pendapatan yang bersumber dari
pendapatan PNBP. Pengelolaan kas BLU
dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang
sehat. Artinya, pengelolaan kas BLU harus
ditujukan dan mampu untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat secara
berkesinambungan.
Secara sederhana pengelolaan kas BLU
adalah seluruh aktivitas yang bertujuan untuk
menjamin ketersediaan kas dalam jumlah
dan waktu tertentu dalam rangka pemberian
layanan. Dalam hal pengelolaan kas, BLU
menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
a. Merencanakan penerimaan dan
pengeluaran kas berdasarkan rencana
kegiatan yang tercantum dalam RBA.
b. Menerima pendapatan yang bersumber
dari PNBP satker BLU. Pendapatan PNBP
tersebut berasal dari tarif layanan termasuk
pendapatan yang berasal dari pemanfaatan
aset yang dimiliki.
c. Menyimpan kas, melakukan pembayaran,
dan mengelola rekening bank.
58 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Gambar 4.10 Pembukaan Rekening
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
Dalam rangka mengelola pendapatan dan
belanja, satker BLU membuka rekening
yang terdiri dari rekening pengeluaran untuk
menampung dana yang bersumber dari
RM dan rekening lainnya untuk mengelola
pendapatan dan belanja yang bersumber dari
PNBP BLU. Pembukaan rekening pengeluaran
harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Kuasa
BUN. Sementara untuk pembukaan rekening
lainnya harus mendapat ijin dari Kuasa BUN
Pusat (DJPBN).
Rekening lainnya pada BLU terdiri dari rekening
operasional BLU untuk mengelola pendapatan
dan BLU, rekening pengelolaan kas BLU untuk
penempatan idle cash BLU dan rekening
dana kelolaan menampung dana yang tidak
dimasukkan ke dua rekening pengelolaan kas
dan operasional BLU.
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
59 | MANUAL BLU
Gambar 4.11 Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening
Gambar 4.12 Pembukaan Rekening Pengelolaan Kas
60 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
Dalam rangka pengelolaan kas, pemimpin
BLU dapat menutup rekening pengelolaan
kas BLU untuk dipindahkan ke rekening
operasional BLU.
d. Menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan
kas. Pemimpin BLU bertanggung jawab
terhadap seluruh dana yang berada pada
penguasaannya dan bertanggung jawab
atas pembayaran yang dilaksanakannya.
Pemimpin BLU juga perlu melakukan
pemeriksaan jumlah kas yang berada
dalam penguasaannya secara rutin. Selain
pemeriksaan kas secara rutin, setiap
transaksi keuangan yang dilakukan oleh
satker BLU juga harus dibukukan.
Pertanggungjawaban terhadap pengelolaan
kas yang dilakukan oleh BLU disusun
dalam bentuk laporan. BLU perlu
membuat laporan pertanggungjawaban
pengelolaan kas secara rutin minimal 1
bulan sekali. Laporan pertanggungjawaban
sekurang-kurang memuat informasi
mengenai keadaan pembukuan pada
bulan pelaporan, meliputi saldo awal,
penambahan, penggunaan, dan saldo
akhir dari buku-buku pembantu penjelasan
atas selisih (jika ada);
4. Mengelola Keuangan Intern Satker BLU
Salah satu fleksibilitas yang dimiliki oleh BLU
adalah dapat menggunakan pendapatan
yang diperoleh secara langsung. Untuk
menjamin akuntabilitas keuangan dan
mencegah terjadinya penyimpangan pencairan
kas, pemimpin BLU wajib menyusun SOP
pengelolaan kas.
SOP ini setidaknya terdiri dari prosedur
penerimaan dan prosedur pengeluaran kas.
Prosedur penerimaan menjadi pedoman bagi
masyarakat/mitra kerja dalam melakukan
penyetoran PNBP BLU dan bagi bendahara
dalam melakukan pencatatan atas penerimaan
BLU. Prosedur penerimaan tidak hanya
mengatur mekanisme penerimaan pada
satker BLU, tetapi juga mengatur prosedur
pencatatan/pengakuan atas PNBP tersebut.
Prosedur pengeluaran menjadi pedoman
bagi bendahara dalam melakukan pencatatan
pengeluaran dan bagi unit-unit kerja pada
satker BLU ketika akan mencairkan dana BLU
untuk membiayai kegiatannya.
5. Mengajukan Pengesahan Pendapatan dan
Belanja BLU
Dalam rangka mempertanggungjawabkan
pendapatan dan belanja PNBP BLU yang
dapat digunakan langsung, BLU mengajukan
SP3B BLU. Penyampaian SP3B BLU tersebut
dapat dilakukan satu kali atau lebih dalam satu
triwulan, sehingga BLU dapat mengajukan
SP3B BLU ke KPPN secara mingguan,
bulanan dan/atau triwulanan disesuaikan
dengan kebutuhan.
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
61 | MANUAL BLU
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN adalah triwulanan
1) Cut off
a) Triwulan I adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja mulai tanggal 1 Januari s/d 27 Maret 20xx.
Cut off triwulan I adalah tanggal 28 Maret 20xx (3
hari kerja sebelum akhir triwulan I)
b) Triwulan II adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja sejak cut off triwulan I, yaitu tanggal 28
Maret 20xx s/d 26 Juni 20xx. Cut off triwulan II adalah
tanggal 27 Juni 20xx (3 hari kerja sebelum akhir
triwulan II).
c) Triwulan III adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja sejak cut off triwulan II, yaitu tanggal 27 Juni
20xx s/d 26 September 20xx. Cut off triwulan
III adalah tanggal 27 September 20xx (3 hari kerja
sebelum akhir triwulan III).
d) Triwulan IV adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja sejak cut offt riwulan III, yaitu tanggal 27
September 20xx s/d 31 Desember 20xx.
2) Pengajuan SP3B BLU
a) Pengajuan SP3B BLU Triwulan I adalah mulai tanggal
28, 29, 30, dan paling lambat tanggal 31 Maret
20xx pada pukul 10.00 waktu setempat.
b) Pengajuan SP3B BLU Triwulan II adalah mulai tanggal
27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30 Juni 20xx
pada pukul 10.00 waktu setempat.
c) Pengajuan SP3B BLU Triwulan III adalah mulai
tanggal 27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30
September 20xx pada pukul 10.00 waktu setempat.
d) Pengajuan SP3B BLU Triwulan IV mengikuti
ketentuan mengenai langkah-langkah menghadapi
akhir tahun anggaran.
62 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN lebih dari satu kali dalam satu triwulan
Pada triwulan II, SP3B BLU pertama diajukan pada
tanggal 29 Juli 20xx untuk realisasi sejak cut off
pada triwulan II yaitu tanggal 27 Juni 20xx sampai
dengan realisasi pendapatan dan/atau belanja yang
dipertanggungjawabkan dalam SP3B dimaksud yaitu
tanggal 28 Juli 20xx
1) BLU menyampaikan SP3B BLU kedua pada tanggal
25 Agustus 20xx untuk realisasi sejak tanggal 29 Juli
20xx sampai dengan realisasi pendapatan dan/atau
belanja yang dipertanggungjawabkan dalam SP3B
dimaksud yaitu tanggal 24 Agustus 20xx).
2) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III
(27 September 20xx) masih terdapat realisasi
pendapatan dan/atau belanja, maka satker BLU
menyampaikan SP3B BLU ketiga dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) SP3B BLU yang ketiga merupakan
pertanggungjawaban realisasi pendapatan dan/atau
belanja sejak tanggal 25 Agustus 20xx s.d. tanggal 26
September 20xx.
b) Pengajuan SP3B BLU yang ketiga adalah mulai
tanggal 27, 28, 29 dan paling lambat tanggal
30September 20xx.
c) Realisasi pendapatan dan/atau belanja
tanggal 27, 28, 29dan 30 September 20xx
dipertanggungjawabkan dalam SP3B BLU Triwulan
berikutnya.
d) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III
(tanggal 27 September 20xx) tidak terdapat realisasi
pendapatan dan/atau belanja, maka satker BLU
tidak menyampaikan SP3B BLU ketiga.
e) Pengajuan SP3B BLU pertama pada triwulan IV
adalah realisasi pendapatan dan belanja sejak cut
off triwulan III (tanggal 27 September 20xx) s.d
realisasi yang akan dipertanggungjawabkan pada
SP3B BLU berikutnya.
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
63 | MANUAL BLU
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
a. Mengajukan dan Menguji SP3B BLU
BLU menyampaikan SP3B BLU ke KPPN
dilampiri:
1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab
(SPTJ) yang ditandatangani oleh Kuasa
PA/Pemimpin BLU, dan
2) ADK SP3B BLU yang dihasilkan dari
aplikasi yang telah disediakan oleh
DJPBN.
KPPN selanjutnya menerbitkan SP2B BLU
berdasarkan SP3B BLU yang diajukan oleh
BLU. Dalam hal terjadi kesalahan pada SP3B
BLU, BLU mengajukan ralat SP3B BLU ke
KPPN. Kesalahan SP3B BLU dapat berupa
kesalahan administrasi dan/atau kesalahan
pencantuman jumlah nominal pendapatan
dan/atau belanja BLU, termasuk kesalahan
pencantuman kegiatan, output, jenis belanja,
dan akun.
Pengajuan ralat SP3B BLU dilampiri:
1) Fotokopi SP3B BLU yang akan diralat.
2) SPTJ yang ditandatangani oleh KPA/
Pemimpin BLU.
3) ADK dan hard copy ralat SP3B BLU.
4) penjelasan penyebab terjadinya kesalahan
yang ditandatangani KPA/Pemimpin BLU.
KPPN selanjutnya menerbitkan ralat SP2B
BLU berdasarkan ralat SP3B BLU.
b. Pejabat Penandatangan dan Petugas
Pengantar SP3B BLU
Pejabat penandatangan, petugas pengantar
SP3B BLU, dan petugas pengambil SP2B
BLU adalah PP-SPM, petugas pengantar
SPM dan petugas pengambil SP2D pada
BLU. Pada surat Keputusan PA/Kuasa PA
tentang penunjukan PP-SPM, petugas
pengantar SPM dan petugas pengambil SP2D
agar ditambahkan kewenangan sebagai
penandatangan SP3B, pengantar SP3B BLU
dan pengambil SP2B BLU.
6. Mengajukan Persetujuan Revisi RBA
Revisi RBA Definitif dapat dilakukan sepanjang
tidak mengubah program pada DIPA BLU serta
dapat dilakukan:
1) dalam rangka percepatan pencapaian
sasaran kinerja.
2) dalam rangka penggunaan saldo awal kas
untuk menambah pagu belanja, dan/atau
3) akibat terlampauinya target PNBP BLU.
Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan biaya
operasional, atau merupakan hasil optimalisasi
dan digunakan untuk hal-hal yang bersifat
prioritas, mendesak, kedaruratan atau yang
tidak dapat ditunda, dapat dilakukan antar
program.
64 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Tabel 4.1 Perubahan Akibat Revisi RBA Definitif
No.Akibat Revisi
RBA Definitif
Menyusun Ikhtisar
RBA
Updating
Data RKA K/L
Revisi
DIPA BLU
1.
Tidak mengubah data
RKA K/L dan DIPA
BLU
Tidak Tidak Tidak
2.Hanya mengubah data
RKA K/LYa Ya Tidak
3.Mengubah data RKA
K/L dan DIPA BLUYa Ya Ya
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
Adapun perubahan yang terjadi akibat revisi
RBA Definitif dan pengaruhnya terhadap
penyusunan Ikhtisar RBA, data RKA-K/L dan
DIPA BLU dapat dijelaskan pada tabel berikut :
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
65 | MANUAL BLU
Gambar 4.13 Kewenangan Pengesahan Revisi RBA Definitif
Revisi RBA Definitif disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri
Keuangan (DJA dan DJPBN). Revisi RBA
Definitif yang telah mendapatkan pengesahan
tersebut di atas merupakan dasar melakukan
kegiatan BLU.
7. Mengajukan Pengesahan Revisi DIPA BLU
Revisi DIPA BLU yang sumber dananya berasal
dari PNBP dilakukan akibat adanya Revisi RBA
Definitif, perubahan/ralat karena kesalahan
administrasi dan hal-hal khusus yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Ikhtisar RBA Definitif sebagaimana dijelaskan
pada tabel diatas digunakan sebagai dasar
untuk pemutakhiran RKA K/L atau Revisi DIPA
BLU.
Usul Revisi RBA Definitif yang akan dilakukan
oleh BLU disampaikan unit kerja BLU
bersangkutan kepada pejabat keuangan
BLU, selanjutnya pejabat keuangan BLU
menelaah usulan untuk kemudian disampaikan
kepada pemimpin BLU guna mendapatkan
pengesahan. Pengaturan mengenai
kewenangan pengesahan Revisi RBA Definitif
diatur sebagai berikut:
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
66 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Gambar 4.14 Revisi DIPA
Revisi DIPA BLU dapat dilakukan sepanjang:
a. dalam program yang sama.
Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan
biaya operasional, atau merupakan hasil
optimalisasi dan digunakan untuk hal-hal
yang bersifat prioritas, mendesak, darurat
atau yang tidak dapat ditunda, dapat
dilakukan antar program.
b. tidak mengurangi volume Keluaran
Kegiatan Prioritas Nasional
dan/atau Prioritas Bidang, dan
c. tidak mengakibatkan pengurangan alokasi
anggaran terhadap:
1) pembayaran berbagai tunggakan.
2) paket pekerjaan yang bersifat
multiyears, dan
3) paket pekerjaan yang telah
dikontrakkan dan/atau direalisasikan
dananya sehingga menjadi minus.
Revisi DIPA BLU yang berakibat menambah
keluaran (output) baru, dapat dilakukan
sepanjang sejalan dengan indikator kinerja
Proses Pelaksanaan Anggaran BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
67 | MANUAL BLU
kegiatan dalam DIPA BLU. Revisi DIPA BLU
yang memenuhi batasan-batasan tersebut
diatas dilakukan tanpa perubahan SP RKA-
K/L, sementara apabila batasan-batasan tidak
terpenuhi maka revisi DIPA BLU dilakukan
dengan berpedoman pada ketentuan yang
berlaku. Sebagai contoh revisi penggunaan
saldo awal dan revisi pagu belanja yang
melewati batas dengan menambah output
baru harus mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
Bagaimana Proses Pengelolaan Piutang dan Utang BLU?
1. Menyusun dan Menentukan Kualitas Piutang
BLU dapat memberikan piutang sehubungan
dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.
Piutang BLU merupakan piutang negara dan
terjadi sehubungan dengan penyerahan barang
dan/atau jasa (tidak dalam bentuk uang).
Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan
nilai tambah, sesuai dengan praktik bisnis yang
sehat. Untuk itu Pemimpin BLU wajib membuat
SOP pengelolaan piutang BLU yang disetujui
menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan.
SOP pengelolaan piutang BLU paling kurang
mencakup :
a. Prosedur dan persyaratan pemberian
piutang;
b. Penatausahaan dan akuntansi piutang;
c. Tata cara penagihan piutang; dan
d. Pelaporan piutang
Piutang BLU merupakan aset di neraca yang
harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai
bersih yang dapat direalisasikan (net realizable
value). Untuk itu, diperlukan penyesuaian
dengan membentuk penyisihan piutang tidak
tertagih yaitu cadangan yang harus dibentuk
sebesar persentase tertentu dari akun piutang
berdasarkan penggolongan kualitas piutang.
Kualitas piutang adalah hampiran atas
ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan
kepatuhan membayar kewajiban oleh debitur.
Penilaian kualitas piutang dilakukan
berdasarkan kondisi piutang pada tanggal
laporan keuangan. Kualitas piutang
menentukan besarnya cadangan yang harus
dibentuk dari akun piutang.
68 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Tabel 4.2 Penggolongan Kualitas Piutang PNBP
Penggolongan
Kualitas PiutangKondisi Piutang
Kualitas lancarApabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh
tempo yang ditetapkan
Kualitas kurang lancarApabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan
Kualitas diragukanApabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan
Kualitas macet
Apabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau Piutang
telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/DJKN
Dalam rangka penyisihan piutang tidak tertagih
pada BLU, Pemimpin BLU wajib menilai kualitas
piutang serta memantau dan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan agar hasil
penagihan piutang yang telah disisihkan
senantiasa dapat direalisasikan.
Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan
mempertimbangkan sekurang-kurangnya :
a. Jatuh tempo piutang
b. Upaya penagihan
Dalam pengelolaan piutang, BLU wajib
membentuk penyisihan piutang tidak tertagih
yang umum dan yang khusus. Besarnya
cadangan yang harus dibentuk untuk
penyisihan piutang tidak tertagih yang umum
dan yang khusus ini adalah sebagai berikut :
a. Penyisihan piutang tidak tertagih yang
umum ditetapkan paling sedikit sebesar
0,5% dari piutang yang memiliki kualitas
lancar.
b. Penyisihan piutang tidak tertagih yang
Proses Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
69 | MANUAL BLU
khusus ditetapkan sebesar:
1) 10% dari piutang dengan kualitas
kurang lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan atau nilai barang sitaan;
2) 50% dari piutang dengan kualitas
diragukan setelah dikurangi dengan
nilai agunan atau nilai barang sitaan;
dan
3) 100% dari piutang dengan kualitas
macet setelah dikurangi dengan nilai
agunan atau nilai barang sitaan.
K/L dapat melakukan restrukturisasi terhadap
debitur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam hal:
a. Debitur mengalami kesulitan pembayaran;
dan/atau
b. Debitur memiliki prospek usaha yang
baik dan diperkirakan mampu memenuhi
kewajiban setelah dilakukan Restrukturisasi.
Kualitas piutang setelah persetujuan
restrukturisasi dapat diubah oleh K/L, yaitu:
a. setinggi-tingginya kualitas kurang lancar
untuk piutang yang sebelum restrukturisasi
memiliki kualitas diragukan atau kualitas
macet; dan
b. tidak berubah, apabila piutang yang
sebelum restrukturisasi memiliki kualitas
kurang lancar.
Apabila kewajiban yang ditentukan dalam
restrukturisasi tidak dipenuhi oleh debitur, maka
kualitas piutang dinilai kembali seakan-akan
tidak terdapat restrukturisasi.
2. Menyetujui dan Menghapus Piutang
Bersyarat
Satker BLU harus melakukan penagihan
secara maksimal terhadap piutang BLU. Dalam
hal piutang BLU tidak terselesaikan setelah
dilakukan penagihan secara maksimal maka
tahap-tahap yang dilakukan adalah:
a. BLU menyerahkan pengurusan piutang
kepada PUPN/DJKN sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
pengurusan piutang negara,
b. PUPN mengurus sampai lunas, selesai,
optimal/dinyatakan PSBDT, atau
c. Pemimpin BLU melakukan penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang
BLU yang dinyatakan PSBDT
dengan menerbitkan surat keputusan
penghapusan.
Penghapusan secara bersyarat terhadap
piutang BLU yang telah dinyatakan PSBDT
oleh PUPN dilakukan dengan menghapuskan
Piutang BLU dari pembukuan BLU tanpa
menghapus hak tagih negara. Penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang BLU
dilakukan dengan dilengkapi:
a. Daftar nominatif para penanggung utang
b. Besaran piutang yang dihapuskan; dan
c. Surat pernyataan PSBDT dari PUPN
Proses Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
70 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
No. Jumlah Piutang Kewenangan Keterangan
1.
≤ Rp.200.000.000
per penanggung
utang.Pemimpin BLU
Penghapusan piutang BLU
dilaporkan kepada Dewas atau
pejabat yang ditunjuk dengan
tembusan kepada menteri/
pimpinan lembaga
2.
Rp. 200.000.001
sd. 500.000.000 per
penanggung utang.
Pemimpin BLU dengan
persetujuan Dewas atau pejabat
yang ditunjuk oleh menteri/
pimpinan lembaga yang
bersangkutan
3.
> Rp.500.000.000
per penanggung utang
Sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang
penghapusan Piutang Negara
Tabel 4.3 Kewenangan Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU
Perlakuan akuntansi penghapusan piutang
dilakukan dengan cara mengurangi akun
piutang dan akun penyisihan piutang tidak
tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam
surat keputusan.
Selanjutnya pemimpin BLU menyampaikan
laporan penghapusan secara bersyarat
terhadap piutang BLU kepada Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan
Negara dan Direktur Jenderal Perbendaharaan
paling lambat 5 hari kerja setelah surat
keputusan penghapusan diterbitkan.
Penghapusan secara mutlak terhadap piutang
BLU dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penghapusan
piutang negara.
Proses Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
Pemimpin BLU diberikan kewenangan
penghapusan secara bersyarat sesuai jenjang
kewenangannya. Kewenangan penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang BLU adalah
sebagai berikut:
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
71 | MANUAL BLU
Alur penghapusan piutang BLU adalah sebagai berikut:
Gambar 4.15 Alur Penghapusan Piutang BLU
3. Kriteria dan Batasan Utang BLU
Dalam kegiatan operasional dengan pihak
lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola
secara tertib, efisien, ekonomis, transparan,
dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktik
bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU
pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
BLU dan harus dibayarkan dari PNBP BLU.
Secara umum, terdapat dua jenis utang
pada BLU yaitu utang jangka pendek dan
utang jangka panjang. Utang jangka pendek
ditujukan hanya untuk belanja operasional, dan
utang jangka panjang dapat dilakukan apabila
mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan. BLU
dapat melakukan pinjaman jangka pendek
atas namanya sendiri sesuai kebutuhan.
Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman
dalam rangka menutup selisih antara jumlah
kas yang tersedia ditambah aliran kas masuk
yang diharapkan dengan jumlah pengeluaran
yang diproyeksikan dalam suatu tahun
anggaran (mismatch). Pinjaman jangka pendek
digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja
operasional/memberikan manfaat jangka
pendek.
BLU dapat melakukan perikatan pinjaman
jangka pendek dengan pihak lain yaitu badan
usaha dalam negeri baik berupa lembaga
keuangan perbankan maupun non perbankan,
badan usaha lainnya atau BLU. Dalam
melakukan perikatan pinjaman dimaksud aset
tetap dilarang dijadikan jaminan.
Proses Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
72 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melakukan pinjaman jangka pendek adalah:
a. Kegiatan tersebut telah tercantum dalam
RBA tahun anggaran berjalan, namun
dana yang tersedia dari PNBP tidak/belum
mencukupi untuk menutup kebutuhan
atau kekurangan dana untuk membiayai
kegiatan dimaksud.
b. Kegiatan yang akan dibiayai bersifat
mendesak dan tidak dapat ditunda.
c. Saldo kas dan setara kas BLU tidak
mencukupi atau tidak memadai untuk
membiayai pengeluaran dimaksud, dan
d. Jumlah pinjaman jangka pendek yang
masih ada ditambah dengan jumlah
pinjaman jangka pendek yang akan ditarik
tidak melebihi 15% (lima belas persen) dari
jumlah pendapatan BLU tahun anggaran
sebelumnya yang tidak bersumber
langsung dari APBN (Rupiah Murni) dan
hibah terikat.
Tabel 4.4 Kewenangan Persetujuan atas Pinjaman Jangka Pendek BLU
No. Jumlah Pinjaman Kewenangan
1.
≤ 10% jumlah pendapatan BLU
tahun anggaran sebelumnya yang
tidak bersumber dari APBN (Rupiah
Murni) dan hibah terikat.
Pemimpin BLU
2.
10% < X ≤ 15% jumlah pendapatan
BLU tahun anggaran sebelumnya
yang tidak bersumber dari APBN
(Rupiah Murni) dan hibah terikat..
Pemimpin BLU atas persetujuan Dewan
Pengawas
3.
10% < X ≤ 15% jumlah pendapatan
BLU tahun anggaran sebelumnya
yang tidak bersumber dari RM dan
hibah terikat.
Pemimpin BLU atas persetujuan
menteri/pimpinan lembaga atau
pejabat yang ditunjuk oleh menteri/
pimpinan lembaga bagi BLU yang
tidak memiliki Dewas
Proses Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
73 | MANUAL BLU
Pelaksanaan pinjaman jangka pendek antara
BLU dengan pihak lain, dituangkan dalam
Perjanjian Pinjaman yang paling kurang memuat
hal-hal sebagai berikut:
a. pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian
Pinjaman
b. jumlah pinjaman
c. peruntukan pinjaman
d. persyaratan pinjaman
e. tata cara pencairan pinjaman dan
f. tata cara pembayaran pinjaman.
Pejabat Keuangan BLU melaksanakan
pembayaran pokok pinjaman, bunga, dan biaya
lainnya pada saat jatuh tempo sesuai Perjanjian
Pinjaman. Kewajiban yang timbul sebagai
akibat dari Perjanjian Pinjaman merupakan
tanggung jawab BLU. Penatausahaan pinjaman
jangka pendek dilaksanakan oleh Pejabat
Keuangan BLU, mencakup kegiatan:
a. administrasi pengelolaan pinjaman dan
b. akuntansi pengelolaan pinjaman.
Dalam hal terdapat penyelesaian kegiatan yang
lambat atau penyerapan pinjaman yang rendah,
Pemimpin BLU mengambil langkah-langkah
penyelesaian. Pemimpin BLU melakukan
evaluasi kinerja kegiatan yang didanai dari
pinjaman paling sedikit setiap semester
berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja
yang telah ditetapkan.
Pejabat keuangan BLU menyampaikan laporan
bulanan kepada Pemimpin BLU mengenai
realisasi penyerapan dan pembayaran
kewajiban yang timbul akibat pinjaman jangka
pendek.
Pejabat teknis BLU menyampaikan laporan
bulanan kepada Pemimpin BLU mengenai
realisasi kegiatan yang dibiayai pinjaman jangka
pendek. Laporan bulanan tersebut disampaikan
oleh Pemimpin BLU kepada Dewan Pengawas
atau menteri/pimpinan lembaga untuk BLU
yang tidak memiliki Dewas.
BLU yang beralih statusnya menjadi badan
hukum lain dengan kekayaan negara yang
dipisahkan atau turun statusnya menjadi satker
PNBP harus menyelesaikan sisa kewajiban
yang timbul sebagai akibat dari Perjanjian
Pinjaman.
Proses Pengelolaan Utang dan Piutuang BLU
74 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Bagaimana Mengelola Risiko BLU Bidang Pendidikan?
1. Menerapkan Manajemen Risiko Pada BLU
Manajemen risiko adalah kegiatan kunci bagi
suatu organisasi. Manajemen risiko yang
berhasil akan menjamin pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Tujuan
organisasi tersebut dicapai melalui serangkaian
aktivitas dari penetapan perencanaan
strategis, pelaksanaan tugas dan fungsi,
dan pengelolaan sumber daya. Keseluruhan
aktivitas tersebut melibatkan risiko. Manajemen
risiko membantu pengambilan keputusan
dengan mempertimbangkan ketidakpastian dan
pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan.
Dengan perkembangan kompleksitas
pengelolaan keuangan BLU, perlu diterapkan
manajemen risiko pada BLU. Manajemen
Risiko dimaksudkan sebagai salah satu upaya
untuk mendukung pencapaian tujuan dan misi
organisasi secara efektif, efisien, dan produktif.
2. Tujuan dan Manfaat Penerapan Manajemen
Risiko
a. Penerapan manajemen risiko bagi BLU
bertujuan untuk:
1) Mengantisiapsi dan menangani segala
bentuk risiko secara efektif dan efisien;
2) Mengidentifikasi, mengukur, dan
mengendalikan risiko serta memantau
kinerja manajemen risiko, dan
3) Mengintegrasikan proses manajemen
risiko ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kinerja.
b. Manfaat penerapan manajemen risiko:
1) Menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diharapkan dalam bentuk keluhan
maupun keberatan dari stakehokders;
2) Memberikan perlindungan bagi
satker BLU sebagai akibat kegagalan
manusia, proses, dan sistem, dan
3) Meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan
produktivitas.
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
75 | MANUAL BLU
Risiko, Manajemen Risiko,
Kemungkinan, dan Dampak Risiko
Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur
berdasarkan kemungkinan dan dampaknya sementara manajemen risiko adalah pendekatan
sistematis untuk menentukan tindakan terbaik dalam kondisi ketidakpastian.
Kemungkinan Keterangan
Rendah Tidak Pernah-Jarang Terjadi
Sedang Kemungkinan terjadinya Sedang
Tinggi Kemungkinan Tinggi terjadi/Hampir Pasti terjadi
Kemungkinan Resiko
Dampak Risiko
Tingkat Konsekuensi Risiko Keterangan
Rendah
- Pengaruhnya terhadap strategi dan aktivitas operasi
rendah
- Pengaruhnya terhadap kepentingan para pemangku
kepentingan (stakeholders) rendah
Sedang
- Pengaruhnya terhadap strategi dan aktivitas operasi
sedang
- Pengaruhnya terhadap kepentingan para pemangku
kepentingan (stakeholders) sedang
Tinggi
- Pengaruhnya terhadap strategi dan aktivitas operasi
tinggi
- Pengaruhnya terhadap kepentingan para pemangku
kepentingan (stakeholders) tinggi
76 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Gambar 4.16 Model Tiga Tingkat Pengendalian
Mengelola Resiko BLU
Model tersebut bekerja sebagai berikut:
1. Pengendalian di tingkat kebijakan
bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan, memfasilitasi, dan
mengawasi efektivitas dan integritas proses
manajemen risiko.
2. Pejabat di tingkat pengendalian operasional
bertanggung jawab langsung atas
pengelolaan dan pengendalian risiko
sehari-hari.
3. Tingkatan pengawasan pengendalian
3. Struktur Manajemen Risiko
Pengelolaan risiko BLU mengadopsi model tiga
tingkatan pengendalian sebagaimana terlihat
pada gambar berikut:
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
77 | MANUAL BLU
berfungsi memberikan penilaian
independen atas efektivitas pelaksanaan
manajemen risiko.
Secara umum, risiko yang berpotensi muncul
dalam organisasi dan perlu memperoleh
perhatian dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Fraud, adanya tindak kecurangan.
Ciri-cirinya: disengaja, melanggar hukum,
merugikan negara.
b. Stratejik dan kebijakan, risiko ini
disebabkan oleh:
1) Perubahan kebijakan lingkungan
organisasi
2) Kebijakan organisasi sebagai respon
terhadap perubahan kebijakan
lingkungan organiasasi
c. Operasional, risiko ini disebabkan terjadinya
kegagalan pada:
1) SDM
2) Proses
3) Sistem
d. Kepatuhan, munculnya risiko ini karena
adanya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku
e. Finansial, adalah risiko yang disebabkan
oleh adanya kegagalan pihak ketiga dalam
memenuhi kewajibannya kepada BLU.
4. Proses Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko adalah sebagai
berikut :
a. Penetapan konteks dilakukan dengan
cara menjabarkan latar belakang, ruang
lingkup, tujuan, dan kondisi lingkungan
pengendalian dimana manajemen risiko
akan diterapkan.
b. Identifikasi risiko dilakukan dengan cara
mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab,
dan proses terjadinya peristiwa risiko yang
dapat menghalangi, menurunkan, atau
menunda tercapainya sasaran BLU.
c. Analisis risiko dilakukan dengan cara
mencermati sumber risiko dan tingkat
pengendalian yang ada serta dilanjutkan
dengan menilai risiko dari sisi konsekuensi
dan kemungkinan terjadinya.
d. Evaluasi risiko dilakukan untuk pengambilan
keputusan mengenai perlu tidaknya
dilakukan penanganan risiko lebih lanjut
serta prioritas penanganannya.
e. Penanganan risiko dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai opsi penanganan
risiko yang tersedia dan memutuskan
opsi penanganan risiko yang terbaik
yang dilanjutkan dengan pengembangan
rencana mitigasi risiko.
f. Monitoring dan Reviu dilakukan dengan
cara memantau efektivitas rencana
penanganan risiko, strategi, dan sistem
manajemen risiko.
g. Komunikasi dan konsultasi dilakukan
dengan cara mengembangkan komunikasi
kepada stakeholder internal maupun
eksternal.
5. Mitigasi Risiko
Risiko-risiko yang telah diidentifikasi dan
dianalisis, langkah selanjutnya adalah dilakukan
Mengelola Resiko BLU
78 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
mitigasi atas risiko-risiko tersebut. Mitigasi
risiko ini ditujukan untuk menentukan jenis
penanganan yang efektif dan efisien untuk
setiap risiko tersebut. Manajemen memilih
serangkaian aksi tindak lanjut selaras dengan
toleransi risiko perusahaan.
Strategi yang dapat diambil antara lain:
a. Menghindari aktivitas yang mengandung
risiko. Opsi ini dipilih apabila dampak risiko
lebih besar daripada dampak tercapainya
tujuan organisasi, opportunity loss, dan
biaya untuk menghindari risiko.
b. Mengurangi baik kemungkinan dan/
atau dampak. Opsi ini dilakukan dengan
membuat membuat analisis biaya manfaat
terlebih dahulu.
c. Memindahkan (transfer), yaitu melakukan
transfer risiko dengan pihak ketiga. Opsi ini
dilakukan apabila kemampuan pemilik risiko
dalam mengelola risiko lebih kecil daripada
kemampuan pihak ketiga yang akan dibagi
risikonya. Selain itu, biaya untuk membagi
risiko lebih kecil daripada dampak risiko
yang akan diterima. Contoh: asuransi
dan kontrak kerja dengan pihak ketiga
(outsourcing).
d. Menerima risiko dengan tidak melakukan
tindakan apapun untuk mempengaruhi
dampak dan kemungkinan risiko. Opsi ini
dipilih apabila kapasitas untuk menerima
risiko lebih besar daripada dampak risiko
yang diterima.
Adapun kriteria risiko-risiko yang diretensi
antara lain:
a. Maksimal memiliki tingkat konsekuensi
pada level yang telah ditetapkan untuk
diretensi sesuai dengan toleransi dan
selera risiko instansi yang telah ditetapkan.
b. Terdapat perlindungan hukum yang
memadai mencakup regulasi dan/atau
kontrak/perjanjian, dan
c. Unit Pengambil Risiko dan Pemilik Risiko
terkait dapat memastikan dengan tingkat
keyakinan di atas 85% bahwa tidak akan
terjadi kegagalan pada orang, proses, dan
sistem yang ada.
Sementara itu, kriteria risiko-risiko yang harus
ditransfer antara lain:
a. Risiko-risiko residual dengan tingkat
konsekuensi pada level yang tidak dapat
diterima sesuai denga toleransi dan risiko
instansi yang dapat diterima, dan
b. Instansi tidak memiliki sumber daya yang
memadai untuk membiayai konsekuensi
risiko yang diperkirakan.
6. Risiko-Risiko Utama Satker BLU Bidang
Pendidikan
Secara umum, terdapat risiko-risiko utama
yang harus dimitigasi oleh satker BLU bidang
pendidikan. Laporan mengenai mitigasi risiko-
risiko utama tersebut harus disampaikan
kepada Dewas setiap semesternya sebagai
bahan pengawasan.
Selain memonitor risiko-risiko di atas, satker
BLU dapat membuat dan memonitor risiko-
risiko lainnya yang mungkin timbul, sesuai
selera risiko (risk appetite) pemilik risiko.
Mengelola Resiko BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
79 | MANUAL BLU
Tabel 4.5. Risiko Utama Satker BLU Bidang Pendidikan
Deskripsi Risiko Penyebab Akibat
Analisis Risiko
Konsekuensi (K)
Probabilitas (P)
Level (L)
Mitigasi Risiko
1. Fraud
Penyalahgunaan
pengelolaan kas
jangka pendek
BLU
Tidak diawasinya
pengelolaan kas
jangka pendek
pada BLU
Pendapatan BLU dari
hasil usaha lainnya
tidak optimal
K : Berat
P : Sedang
L : 3
• Menyusun SOP
pengelolaan kas jangka
pendek BLU
• Meningkatkan
pengawasan oleh SPI
Penyalahgunaan
kerjasama
operasi BLU
Tidak adanya
pengawasan
terhadap
kerjasama BLU
yang memadai
• Pendapatan hasil
kerjasama operasi
tidak optimal
• Aset negara dapat
rusak dan/atau
berpindah tangan
tanpa imbalan
yang memadai
K : Berat
P : Sedang
L : 3
• Menyusun SOP
kerjasama operasi BLU
• Meningkatkan
pengawasan oleh SPI
• Menerapkan sistem
reward and punishment
terhadap pengelola
kerjasama operasi
Penyalahgunaan
pembukuan
pendapatan dan
belanja BLU
Tidak adanya
pengawasan
pendapatan dan
belanja BLU yang
memadai
• Penyelewengan
pendapatan BLU
• Inefisiensi belanja
BLU
K : Berat
P : Tinggi
L : 3
• Menyusun SOP
pengelolaan
pendapatan dan belanja
BLU
• Meningkatkan
pengawasan oleh SPI
2. Stratejik dan kebijakan
Perubahan
kebijakan untuk
menerapkan
uang kuliah
tunggal (UKT)
Kebijakan agar
pendidikan
dapat terjangkau
masyarakat kurang
mampu/miskin
• Pendapatan BLU
berkurang
• Ketidakcukupan
dana untuk
membiayai
kegiatan
operasional BLU
K : Sedang
P : Tinggi
L : 2
• Memperbaiki
perencanaan keuangan
satker
• Mengefisienkan belanja
yang bersumber dari
Bantuan Operasional
PTN
80 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Tabel 4.5. Risiko Utama Satker BLU Bidang Pendidikan
Deskripsi Risiko Penyebab Akibat
Analisis Risiko
Konsekuensi (K)
Probabilitas (P)
Level (L)
Mitigasi Risiko
Pergantian
pimpinan BLU
yang berakibat
perubahan
orientasi satker
Pimpinan BLU
mempunyai visi
yang berbeda
dengan periode
sebelumnya
• Keberlangsungan
program /kegiatan
terganggu
• Inkonsistensi
kebijakan yang
membingungkan
K : Sedang
P : Sedang
L : 2
• Menyusun Renstra
Bisnis yang telah
disepakati K/L
• Melakukan kaderisasi
pejabat pengelola BLU
Perubahan
organisasi dan
tata kerja satker
Tuntutan
masyarakat dan
aturan yang lebih
tinggi
Keberlangsungan
kegiatan terganggu
K : Sedang
P : Rendah
L : 2
Menyusun Renstra Bisnis
yang akomodatif
3. Operasional
Pengangkatan
SDM non PNS
yang tidak
efisien
Tidak adanya
perencanaan SDM
yang baik
• Inefisiensi belanja
BLU
• Timbulnya
permasalahan
kepegawaian yang
mengganggu
operasional BLU
K : Berat
P : Tinggi
L : 3
• Melakukan analisis
kebutuhan SDM BLU
• Mengangkat pegawai
non PNS sesuai
kebutuhan BLU
Rasio tenaga
pendidik/ dosen
dibandingkan
mahasiswa tidak
terpenuhi
Kurang akuratnya
perencanaan
pengembangan
SDM
Proses belajar
mengajar terganggu
K : Sedang
P : Sedang
L : 2
• Melakukan reviu atas
pelaksanaan SPM
• Meningkatkan
pengawasan oleh SPI
Proses belajar
mengajar
terhenti karena
unjuk rasa dan
sebab lain yang
sejenis
Tidak adanya
penegakan disiplin
dan kode etik
Proses belajar
mengajar berhenti
K : Berat
P : Sedang
L :
• Menyusun pedoman
disiplin dan kode etik
bagi mahasiswa
• Menegakkan disiplin
dan kode etik
mahasiswa
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
81 | MANUAL BLU
Deskripsi Risiko Penyebab Akibat
Analisis Risiko
Konsekuensi (K)
Probabilitas (P)
Level (L)
Mitigasi Risiko
Tabel 4.5. Risiko Utama Satker BLU Bidang Pendidikan
Sarana dan
prasarana tidak
tersedia secara
memadai
Kurang akuratnya
perencanaan
pengadaan barang
Proses belajar
mengajar tidak
berjalan optimal
K : Sedang
P : Sedang
L : 2
• Menyusun pedoman
pengadaan barang
• Menyusun blueprint
pengembangan sarana
dan prasarana
• Mengadakan sarana
dan prasarana dari
pendapatan BLU
Dukungan
sistem teknologi
informasi tidak
berjalan optimal
Kurangnya
kepedulian
terhadap
pembangunan
sistem TI
Proses belajar
mengajar tidak
berjalan optimal
K : Sedang
P : Sedang
L : 2
Mengembangkan dan
menerapkan sistem TI
sesuai dengan kebutuhan
Keterlambatan
pembayaran
uang kuliah
mahasiswa
Kurangnya
kesadaran
mahasiswa
Pendapatan BLU
menjadi berkurang
K : Berat
P : Rendah
L : 2
Meningkatkan sosialisasi
kepada mahasiswa
Pendapatan
tidak terkumpul
dalam rekening
operasional
Pengelolaan
pendapatan yang
tidak efisien
• Inefisiensi belanja
• Oppurtunity loss
PNBP
K : Berat
P : Sedang
L : 3
Menyusun dan mematuhi
SOP pengelolaan kas BLU
Pelaksanaan manajemen risiko haruslah
menjadi bagian integral dari pelaksanaan
sistem manajemen BLU. Proses manajemen
risiko ini merupakan salah satu langkah yang
dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement).
Monitoring selama pengendalian risiko
berlangsung perlu dilakukan untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang bisa terjadi.
Perubahan-perubahan tersebut kemudian
perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan
perbaikan-perbaikan. Pada prinsipnya
pemantauan dan telaah ulang perlu dilakukan
untuk menjamin terlaksananya seluruh proses
manajemen risiko dengan optimal.
82 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
1. Umum
Remunerasi merupakan imbalan kerja yang
dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan
tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon,
dan/atau pensiun. Remunerasi diberikan
kepada Pejabat Pengelola, Dewas, dan
Pegawai BLU berdasarkan tingkat tanggung
jawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan
kepada Sekretaris Dewas. Penentuan besaran
gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut :
a. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas
ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola
BLU serta tingkat pelayanan;
b. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan
industri pelayanan sejenis;
c. Kepatutan, yaitu menyesuaikan
kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan;
Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga sekurang-kurangnya
mempertimbangkan indikator keuangan,
pelayanan, mutu, dan manfaat bagi masyarakat
Dalam rangka pemberian remunerasi tersebut,
maka BLU harus memperhatikan komponen
sistem remunerasi sebagai berikut:
a. Pay for position
Penghargaan pelaksanaan pekerjaan (pay for
position) untuk mendorong dan menghargai
berlangsungnya kewajiban pelaksanaan proses
bekerja. Komponen ini dikaitkan dengan harga
jabatan.
Untuk PNS, struktur remunerasinya terdiri dari
gaji pokok dan tunjangan-tunjangan struktural/
fungsional yang dibayarkan dari RM ditambah
tunjangan yang dibayarkan dari pendapatan
BLU (PNBP). Sementara untuk non PNS
profesional struktur remunerasinya merupakan
penyetaraan sebagai PNS ditambah tunjangan
yang semuanya dibayarkan dari pendapatan
BLU (PNBP). Besaran remunerasi bersifat tetap
dan dibayarkan rutin setiap bulan.
b. Pay for performance
Penghargaan kinerja (pay for performance)
bertujuan untuk mendorong motivasi
perwujudan kinerja. Komponen remunerasi
ini dikaitkan dengan pencapaian target kinerja
sebagaimana yang telah dikontrakkinerjakan.
Komponen ini diberikan sebagai penghargaan
atas capaian kinerja individu yang dikaitkan
dengan kinerja unit kerja/organisasi. Komponen
ini berupa insentif dan/atau bonus. Besarannya
tergantung pada tingkat capaian target dan
dibayarkan secara periodik sesuai kebijakan
unit kerja/organisasi.
c. Pay for people
Program perlindungan keamanan, fasilitas
untuk mendukung kenyamanan dan
Bagaimana Menerapkan
Remunerasi BLU?
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
83 | MANUAL BLU
kesejahteraan yang ditetapkan dengan kriteria
yang bersifat individual (pay for people) atau
disebut dengan program benefit.Komponen
remunerasi ini terkait dengan kondisi
perorangan/individu, yang dapat berupa premi
asuransi, pesangon, pensiun.
Contoh :
Pemberian remunerasi dalam bentuk fasilitas
dalam rangka mendorong motivasi dan
penghargaan kepada pegawai BLU atas kinerja
yang telah dicapai (misalnya fasilitas kendaraan
dinas atau kepesertaan dalam sebuah
asuransi).
Hal utama yang perlu pula diperhatikan
dalam rangka pemberian remunerasi adalah
pelaksanaan proses analisis jabatan yang
terdapat pada BLU. Proses ini dimulai dari
aktivitas analisis jabatan, menyusun uraian
jabatan, dan melaksanakan evaluasi jabatan.
Rangkaian proses analisis jabatan dilakukan
dalam rangka mengidentifikasi :
a. Tingkat risiko jabatan yang disandang
(misalnya risiko terkait dengan masalah
penggunaan dana/uang, risiko
penyalahgunaan wewenang);
b. Tingkat kompleksitas jabatan;
c. Peringkat jabatan;
Analisis jabatan dilaksanakan dengan cara
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kompetensi jabatan (misalnya jenjang
pendidikan minimal pascasarjana untuk
Direktur Utama);
b. Tingkat urgensi tugas sebuah jabatan
dalam sebuah proses bisnis (misalnya
seorang Kepala Bagian Keuangan yang
memiliki kewenangan melakukan otorisasi
pengeluaran unit kerja).
Hal-hal tersebut diatas perlu mendapatkan
perhatian dalam menerapkan sistem
remunerasi pada pegawai BLU
2. Teknis Penerapan Sistem Remunerasi
Perhitungan besaran gaji Pejabat Keuangan
dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar
90% dari gaji Pemimpin BLU. Sedangkan
perhitungan honorarium Dewas ditetapkan
sebagai berikut :
a. Honorarium Ketua Dewas sebesar 40%
dari gaji Pemimpin BLU.
b. Honorarium anggota Dewas sebesar 36%
dari gaji Pemimpin BLU.
c. Honorarium Sekretaris Dewas sebesar
15% dari gaji Pemimpin BLU
Bagi Pejabat Pengelola, Dewas, dan Sekretaris
Dewas yang diberhentikan sementara dari
jabatannya memperoleh penghasilan sebesar
50% dari gaji/honorarium bulan terakhir yang
berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai
dengan ditetapkannya keputusan definitif
tentang jabatan yang bersangkutan.
Di samping pemberian gaji/honorarium, Pejabat
Pengelola, Dewas, Sekretaris Dewas, dan
Pegawai BLU dapat memperoleh tunjangan
tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon,
dan/atau pensiun dengan memperhatikan
kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan. Apabila Pejabat Pengelola,
Dewas, dan Sekretaris Dewas telah berakhir
Menerapkan Remunerasi BLU
84 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
masa jabatannya, dapat diberikan pesangon
berupa santunan purna jabatan dengan
pengikutsertaan dalam program asuransi
atau tabungan pensiun yang beban premi/
iuran tahunannya ditanggung oleh BLU yang
besarannya ditetapkan paling banyak sebesar
25% dari gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola,
Dewas, Sekretaris Dewas, dan Pegawai BLU
pada masing-masing BLU ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan usulan menteri/
pimpinan Lembaga.
3. Penyusunan Usulan Remunerasi
Proses penyusunan usulan remunerasi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 4.17 Tahapan Penyusunan Usulan Remunerasi
Dokumen sumber yang diperlukan dalam
rangka penyusunan proposal remunerasi:
a. Tugas Dan Fungsi BLU
b. Struktur Organisasi BLU
c. Diskripsi Pekerjaan/Job Desk
d. Kompetensi Jabatan/Job Competency
e. Data Pembanding/Benchmarking
f. Data Keuangan
g. Data Kinerja
Menerapkan Remunerasi BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
85 | MANUAL BLU
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang :
Menjelaskan latar belakang, urgensi dan pertimbangan usulan pengusulan remunerasi
2. Maksud dan Tujuan :
Maksud dan tujuan sistem remunerasi dengan sistem kinerja BLU berdasarkan visi dan
misi organisasi.
3. Landasan hukum
Ketentuan dan peraturan yang menjadi landasan hukum penetapan sistem remunerasi
baru ini adalah segala ketentuan dan peraturan terbaru dan atau yang masih berlaku
Bab II. Data Umum BLU
1. Visi, misi, tujuan, dan budaya kerja organisasi
2. Tugas dan fungsi organisasi
3. Struktur organisasi
4. Komposisi pegawai
(PNS, non PNS Profesional, dan rencana pengembangan pegawai)
5. Data Kinerja
a. Data Keuangan (3 tahun sebelum, tahun berjalan, dan 3 tahun kedepan)
- Rupiah Murni
Pagu, Realisasi Belanja (Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja
Modal)
- PNBP
Target, Realisasi Belanja (Belanja Barang dan Belanja Modal)
b. Data Keuangan
- Belanja Pegawai terdiri dari Rupiah Murni (akun 51 dan 52) dan PNBP
- proyeksi keuangan
c. Kinerja Operasional
Bab III. Sistem Remunerasi
1. Kebijakan eksisting remunerasi
2. Rencana kebijakan remunerasi
3. Identifikasi komponen remunerasi
Proposal
Usulan Remunerasi
86 | MANUAL BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Proposal
Usulan Remunerasi
4. Perhitungan remunerasi
a. komponen pay for position
b. komponen pay for performance
c. komponen pay for people
5. Penyusunan skala/struktur jabatan (struktural dan fungsional)
6. Penyusunan skala besaran remunerasi
a. Besaran remunerasi mencerminkan nilai jabatan dan/atau
b. benchmarking dari jabatan yang selevel pada industri yang sejenis
yang memiliki skala/kompleksitas mendekati sama
7. Perhitungan kebutuhan remunerasi
Menyajikan perhitungan kebutuhan remunerasi untuk 1 bulan dan 1 tahun termasuk gaji ke
13 dan sumber pembiayaan remunerasi (RM dan PNBP)
Bab IV : Analisis Remunerasi
Analisis di dasarkan pada empat faktor :
- Proporsionalitas,yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola BLU
serta tingkat pelayanan;
- Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
- Kepatutan, yaitu menyesuaikan dengan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;
- Kinerja operasional BLU, ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Dewan Kawasan
Bab V : Penutup
MANUAL BLU | 87
Aku
ntab
ilitas
BLU
AKUNTABILITASBLU
Bagaimana bentuk pertanggungjawaban BLU?
Bagaimana pengawasan dan pemeriksaan BLU? 5
88 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
Bagaimana Bentuk
Pertanggungjawaban BLU?
BLU menyusun dan menyajikan laporan
keuangan dan laporan kinerja sebagai
bentuk pertanggungjawaban dan transparansi
dalam pengelolaan keuangan dan kegiatan
pelayanannya.
1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah catatan informasi
dari transaksi keuangan suatu entitas pada
suatu periode akuntansi tertentu yang dapat
digunakan untuk menggambarkan kinerja BLU.
Laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai posisi keuangan, operasional
keuangan, dan arus kas BLU yang bermanfaat
bagi pengguna laporan keuangan dalam
membuat dan mengevaluasi keputusan
ekonomi. Pemimpin BLU bertanggung jawab
atas penyusunan dan penyajian laporan
keuangan BLU. Laporan Keuangan dilengkapi
dengan surat pernyataan tanggung jawab
pemimpin BLU yang berisikan pernyataan
bahwa pengelolaan anggaran telah
dilaksanakan berdasarkan sistem pengendalian
intern yang memadai, akuntansi keuangan
telah diselenggarakan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan, dan kebenaran isi
laporan keuangan merupakan tanggung jawab
pemimpin BLU.
a. Prosedur Akuntansi
Untuk menyajikan laporan keuangan, BLU perlu
melakukan langkah-langkah sesuai prosedur
akuntansi yang dimulai dengan pencatatan,
penggolongan, pengikhtisaran hingga
pelaporan, yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Pencatatan
Penyusunan laporan keuangan didasari
atas transaksi keuangan yang dapat
mengakibatkan perubahan pada aset,
utang, modal, pendapatan, dan biaya,
sebagai contoh penerimaan bunga
pinjaman, pembelian inventaris kantor, dan
sebagainya.
Dasar pencatatan transaksi keuangan
adalah bukti transaksi, contohnya kuitansi
pembelian inventaris, dan rekening koran
pembayaran bunga pinjaman.
Bukti transaksi tersebut dijurnal secara
historis dengan menyebutkan akun yang
didebet dan dikredit disertai dengan jumlah
masing-masing.
2) Penggolongan
Penggolongan merupakan proses
memindahkan data (posting) dari jurnal
ke Buku Besar secara periodik, sebagai
contoh memindahkan catatan penerimaan
bunga pinjaman ke Buku Besar
penerimaan bunga pinjaman.
MANUAL BLU | 89
Aku
ntab
ilitas
BLU
3) Pengikhtisaran
Pengikhtisaran Buku Besar dilakukan pada
akhir periode akuntansi yang mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Pembuatan Neraca Percobaan (Neraca
Saldo)
Merupakan ringkasan dari akun-akun
buku besar. Pembuatan Neraca Saldo
ini untuk membuktikan bahwa jumlah
debet dan kredit pada buku besar telah
sama.
b) Pembuatan Jurnal Penyesuaian untuk
mengoreksi perkiraan-perkiraan tertentu
sehingga mencerminkan keadaan aset,
kewajiban, biaya, pendapatan dan
modal yang sebenarnya. Contoh jurnal
penyesuaian adalah jurnal penyusutan,
biaya inventaris kantor.
4) Pelaporan
Pelaporan merupakan proses menyusun
laporan keuangan berupa Laporan
Aktivitas, Neraca, Laporan Arus Kas dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Gambar 5.1. Prosedur Akuntansi
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
90 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
b. Standar Akuntansi
Suatu pedoman agar laporan keuangan dapat
dibandingkan baik dengan laporan keuangan
periode sebelumnya maupun dengan
laporan keuangan satker BLU yang lain. BLU
menerapkan dua standar akuntansi SAK dan
SAP
1) Standar Akuntansi Keuangan
Standar akuntansi adalah prinsip akuntansi
dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan suatu entitas.
Satker BLU merupakan instansi
pemerintah yang menerapkan paradigma
mewiraswastakan pemerintah (enterprising
the government), sehingga dikelola
ala bisnis (business like). Sebagai
konsekuensinya, akuntansi dan pelaporan
keuangan satker BLU juga dilakukan
layaknya entitas bisnis dengan menerapkan
SAK yang diterbitkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia (Ikatan Akuntan
Indonesia/IAI). SAK yang diterbitkan oleh
IAI tersebut berupa Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Satker BLU
menerapkan SAK yang telah ada tersebut
disesuaikan dengan jenis industrinya
masing-masing.
Apabila SAK yang sudah ada dianggap
tidak sesuai atau tidak cocok untuk
diterapkan pada suatu BLU, maka BLU
tersebut dapat mengembangkan sendiri
standar akuntansi yang spesifik sesuai
dengan jenis industrinya, dengan mengacu
pada pedoman akuntansi BLU yang
berlaku. Standar akuntansi yang telah
dikembangkan tersebut harus ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga setelah
mendapatkan persetujuan dari Menteri
Keuangan.
Laporan keuangan berdasarkan SAK terdiri
dari Laporan Operasional, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
2) Standar Akuntansi Pemerintahan
Sebagai satker yang masih merupakan
satker pemerintah, satker BLU merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari
K/L induknya. Oleh karena itu, laporan
keuangan BLU harus dikonsolidasikan
dengan laporan keuangan K/L. Laporan
keuangan untuk tujuan konsolidasi tersebut
disusun dan disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan keuangan berdasarkan SAP yaitu
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
c. Sistem Akuntansi BLU
Sistem akuntansi BLU adalah serangkaian
prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari proses
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran
dan pelaporan keuangan BLU yang mencakup
semua pendapatan dan belanja BLU, baik
yang bersumber dari pendapatan usaha dari
jasa layanan, hibah, pendapatan RM dan
pendapatan usaha lainnya.
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
MANUAL BLU | 91
Aku
ntab
ilitas
BLU
BLU setidak-tidaknya mengembangkan 3
sistem akuntansi yang merupakan subsistem
dari sistem akuntansi BLU, yaitu sistem
akuntansi keuangan, sistem akuntansi aset
tetap, dan sistem akuntansi biaya.
1) Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem Akuntansi Keuangan adalah
sistem akuntansi yang menghasilkan
laporan keuangan pokok untuk tujuan
umum (general purpose). Tujuan laporan
keuangan adalah:
a) Akuntabilitas, yaitu
mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepada BLU dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara periodik.
b) Manajemen, yaitu membantu para
pengguna untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan suatu BLU
dalam periode pelaporan sehingga
memudahkan fungsi perencanaan,
pengelolaan, dan pengendalian atas
seluruh penerimaan, pengeluaran,
aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk
kepentingan stakeholders.
c) Transparansi, yaitu memberikan
informasi keuangan yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat berdasarkan
pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh
atas pertanggungjawaban BLU
dalam pengelolaan sumber daya
yang dipercayakan kepadanya
dan ketaatannya pada peraturan
perundang-undangan
Sistem akuntansi keuangan mencakup
antara lain:
a) Kebijakan akuntansi
Kebijakan akuntansi meliputi pilihan
prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi,
peraturan, dan prosedur yang
digunakan BLU dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan.
b) Subsistem akuntansi
Subsistem akuntansi merupakan
bagian dari sistem akuntansi.
Contohnya subsistem penerimaan kas,
subsistem pengeluaran kas.
c) Prosedur Akuntansi
Prosedur akuntansi adalah prosedur
yang digunakan untuk menganalisis,
mencatat, mengklasifikasi dan
mengikhtisarkan informasi untuk
disajikan di laporan keuangan.
d) Bagan Akun Standar
BAS merupakan daftar perkiraan Buku
Besar yang ditetapkan dan disusun
secara sistematis oleh pemimpin BLU
untuk memudahkan perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran
serta akuntansi dan pelaporan
keuangan. Untuk tujuan konsolidasi
laporan keuangan BLU dengan
laporan keuangan K/L, digunakan BAS
yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
92 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
Sistem Akuntansi Keuangan BLU wajib
dikembangkan oleh BLU paling lama
2 tahun setelah ditetapkan sebagai
sebagai satker BLU.
2) Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem Akuntansi Aset Tetap menghasilkan
laporan tentang aset tetap untuk keperluan
manajemen aset. Sistem ini menyajikan
informasi tentang jenis, kuantitas, nilai,
mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU
ataupun bukan milik BLU tetapi berada
dalam pengelolaan BLU.
Pengembangan Sistem Akuntansi Aset
Tetap diserahkan sepenuhnya kepada
BLU yang bersangkutan. Namun demikian,
BLU dapat menggunakan sistem yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan
seperti Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-
BMN).
3) Sistem Akuntansi Biaya
BLU mengembangkan Sistem Akuntansi
Biaya yang menghasilkan informasi tentang
harga pokok produksi, biaya satuan
(unit cost) per unit layanan, dan analisis
varian. Sistem Akuntansi Biaya berguna
dalam perencanaan dan pengendalian,
pengambilan keputusan, dan perhitungan
tarif layanan.
d. Penyajian Laporan Keuangan
Dalam penyajian laporan keuangan, setiap
komponen harus diidentifikasi secara jelas dan
menyajikan informasi antara lain mencakup:
1) nama BLU atau identitas lain.
2) cakupan laporan keuangan, apakah
mencakup hanya satu unit usaha atau
beberapa unit usaha.
3) tanggal atau periode pelaporan.
4) mata uang pelaporan dalam Rupiah.
5) satuan angka yang digunakan dalam
penyajian laporan keuangan.
e. Konsolidasi Laporan Keuangan BLU ke
dalam Laporan Keuangan K/L
Laporan keuangan BLU yang dikonsolidasikan
adalah laporan keuangan berdasarkan
SAP. Komponen laporan keuangan yang
dikonsolidasi yaitu Laporan Realisasi Anggaran
dan Neraca.
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan
informasi mengenai realisasi anggaran BLU.
Informasi yang wajib disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran adalah transaksi
keuangan BLU yang bersumber dari
pendapatan usaha dari jasa layanan, hibah,
pendapatan RM, dan pendapatan usaha
lainnya. Dalam mengkonsolidasikan laporan
realisasi anggaran ke laporan K/L, satker BLU
mengesahkan pendapatan dan belanjanya ke
KPPN dengan mekanisme SP3B/SP2B.
Pos-pos neraca juga dikonsolidasikan ke
neraca K/L. Untuk tujuan ini perlu dilakukan
reklasifikasi pos-pos neraca agar sesuai
dengan SAP dengan menggunakan BAS yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dalam hal sistem akuntansi keuangan BLU
belum dapat menghasilkan laporan keuangan
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
MANUAL BLU | 93
Aku
ntab
ilitas
BLU
untuk tujuan konsolidasi dengan laporan
keuangan K/L, BLU perlu melakukan konversi
laporan keuangan BLU berdasarkan SAK ke
dalam laporan keuangan berdasarkan SAP.
Proses konversi laporan keuangan dari SAK
ke SAP mencakup pengertian, klasifikasi,
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan
atas akun-akun neraca dan laporan aktivitas/
operasi, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengertian
Pada umumnya, pengertian akun-akun
menurut SAK tidak jauh berbeda dengan
SAP. Apabila ada pengertian yang berbeda,
maka untuk tujuan konsolidasi pengertian
akun menurut SAP, yaitu berdasarkan
Peraturan Pemerintah mengenai SAP.
2) Klasifikasi
Klasifikasi aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan biaya perlu disesuaikan
dengan klasifikasi aset sesuai dengan BAS
yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Keuangan. Penyesuaian tersebut dilakukan
dengan cara mapping laporan SAK ke
laporan SAP.
Gambar 5. 2. Mapping Laporan SAK ke Laporan SAP
3) Pengakuan dan pengukuran
SAK menggunakan basis akrual dalam
pengakuan aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan biaya. Pendapatan
diakui pada saat diterima atau hak untuk
menagih timbul sehubungan dengan
adanya barang/jasa yang diserahkan
kepada masyarakat. Biaya diakui jika
penurunan manfaat ekonomi masa depan
yang berkaitan dengan penurunan aset
atau peningkatan kewajiban telah terjadi
dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti
pengakuan biaya terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan kewajiban
atau penurunan aset, misalnya akrual hak
karyawan atau penyusutan aset tetap.
SAP menggunakan basis akrual dalam
pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas
serta basis kas dalam pengakuan
pendapatan dan belanja. Pendapatan
diakui pada saat kas diterima pada
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
94 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
rekening Kas Umum Negara. Belanja
diakui pada saat terjadinya pengeluaran
dari rekening Kas Umum Negara dan
dipertanggungjawabkan. Pendapatan
(tidak termasuk pendapatan yang ditransfer
dari APBN) dan belanja BLU diakui
jika pendapatan dan belanja tersebut
dilaporkan dengan mekanisme SP3B BLU
dan SP2B BLU atas pendapatan dan
belanja tersebut. Belanja yang didanai
4) Pengungkapan
Pengungkapan laporan keuangan
berpedoman pada ketentuan mengenai
SAP.
f. Rekonsiliasi Laporan Keuangan
Sebelum laporan keuangan disampaikan
kepada pihak-pihak yang berwenang maka
harus dilaksanakan proses rekonsiliasi internal
dan rekonsiliasi ekternal.
1) Rekonsiliasi Internal
a) Rekonsiliasi antara Buku Bank dengan
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
dari pendapatan BLU diakui sebagai
belanja oleh Bendahara Umum Negara jika
belanja tersebut telah dilaporkan dengan
mekanisme SP3B BLU dan SP2B BLU.
Untuk kepentingan konsolidasi dengan
laporan keuangan K/L, perlu dilakukan
penyesuaian atas akun pendapatan dan
belanja yang berbasis akrual menjadi akun
pendapatan dan belanja berbasis kas.
Rekening Koran;
b) Rekonsiliasi antara Laporan Barang
(SIMAK-BMN) dengan Laporan
Keuangan berdasarkan SAP (SAKPA);
c) Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan
SAP dengan Laporan Keuangan SAK.
2) Rekonsiliasi eksternal
a) Rekonsiliasi dengan KPPN dilakukan
setiap bulan yaitu :
(1) Rekonsiliasi rekening Koran BLU
dengan Saldo Kas BLU pada SAU
KPPN
Pendapatan Berbasis Kas =(Pendapatan BLU + pendapatan diterima
di muka) – pendapatan yang masih harus
diterima
Belanja Berbasis Kas =Biaya BLU – Biaya yang dibayar tidak tunai
termasuk Penyusutan + utang biaya yang
dibayar + biaya dibayar di muka.
Formula penyesuaian pendapatan dan belanja berbasis akrual menjadi berbasis kas :
MANUAL BLU | 95
Aku
ntab
ilitas
BLU
(2) Rekonsiliasi data SAI dengan SAU
yaitu:
• Rekonsiliasi Laporan Realisasi
Anggaran yaitu rekonsiliasi data
estimasi pendapatan, pagu
belanja, realisasi pendapatan,
realisasi belanja, realisasi
pengembalian pendapatan,
realisasi pengembalian belanja
• Rekonsiliasi Neraca yaitu
rekonsiliasi data kas di bendahara
pengeluaran; Kas pada Badan
Layanan Umum dan investasi
jangka pendek BLU.
b) Rekonsiliasi Laporan Barang dengan
KPKNL berdasarkan Perdirjen
Kekayaan Negara tentang Rekonsiliasi
Barang Milik Negara
g. Penyampaian Laporan Keuangan BLU
1) Laporan keuangan BLU berdasarkan SAK
Disampaikan secara berjenjang kepada
eselon I kementerian teknis serta kepada
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktur PPK BLU
setiap triwulan, semester, dan tahunan.
Penyampaian laporan keuangan
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) laporan triwulanan paling lambat tanggal 15
setelah triwulan berakhir, terdiri dari laporan
operasional, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan, disertai laporan
kinerja.
b) laporan semesteran paling lambat tanggal
10 setelah semester berakhir, terdiri dari
laporan operasional, neraca, laporan arus
kas, dan catatan atas laporan keuangan,
disertai laporan kinerja.
c) laporan tahunan (unaudited) paling lambat
tanggal 20 setelah tahun berakhir, terdiri
dari laporan realisasi anggaran/laporan
operasional, neraca, laporan arus kas, dan
catatan atas laporan keuangan, disertai
laporan kinerja.
d) laporan keuangan tahunan (audited)
disampaikan kepada Dit PPK BLU paling
lambat tanggal 30 April setelah tahun
berakhir harus diaudit oleh auditor ekstern,
yaitu oleh BPK atau Kantor Akuntan Publik
(KAP).
Dalam hal tanggal penyampaian
Laporan Keuangan jatuh pada hari libur,
penyampaian Laporan Keuangan paling
lambat dilaksanakan pada hari kerja
berikutnya.
2) Laporan Keuangan BLU berdasarkan SAP
Penyusunan, penyampaian dan
kelengkapan Laporan Keuangan BLU
untuk konsolidasian dilaksanakan secara
berjenjang berdasarkan peraturan yang
berlaku.
Laporan Keuangan tahunan (unaudited)
disampaikan kepada Dit. PPK BLU dan
UAPPA-Es1 terdiri dari Laporan keuangan
berdasarkan SAK dan Laporan Keuangan
berdasarkan SAP, sedangkan Laporan
Keuangan tahunan (audited) disampaikan
kepada Dit. PPK BLU paling lambat tanggal
Bentuk Pertanggungjawaban BLU
96 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
30 April setelah tahun berakhir harus
diaudit oleh auditor ekstern, yaitu oleh BPK
atau Kantor Akuntan Publik (KAP).
2. Laporan Kinerja
a. Pengelolaan Kinerja BLU sesuai dengan
Balanced Scorecard (BSC)
BSC adalah suatu alat manajemen
strategis yang secara komprehensif
menjelaskan tentang sasaran strategis
dan kinerja suatu institusi dari beberapa
perspektif stakeholder, customer, internal
process dan learning and growth.
Proses penyusunan BSC pada satker BLU
adalah sebagai berikut:
1) Menentukan Perspektif Peta Strategi
Dalam menentukan peta strategi, satker
BLU
a) Menentukan pemangku kepentingan
(stakeholders) dan ekspektasinya atas
layanan yang dilakukan oleh BLU
b) Menentukan perspektif pelanggan
(customers)
c) Menentukan perspektif bisnis proses
internal
d) Menentukan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan
2) Menentukan Sasaran Strategis
a) Menentukan kata kunci dari Visi dan
Misi unit organisasi
Balanced Scorecard
MANUAL BLU | 97
Aku
ntab
ilitas
BLU
Gambar 5.3 Peta Strategi PTN BLU
b) Menerjemahkan kata kunci ke dalam
Sasaran Strategis
Berdasarkan kata kunci yang terdapat
pada Visi dan Misi, satker BLU
menentukan kondisi ideal yang dan
realistis yang ingin dicapai. Sasaran
strategis ini merupakan sasaran yang
bersifat penting dan memperoleh
prioritas tinggi dan jajaran manajemen.
c) Mengelompokkan Sasaran Strategis
1) Sasaran Strategis pada perspektif
stakeholders
2) Sasaran strategis pada perspektif
pelanggan (customers)
3) Sasaran Strategis pada perspektif
Bisnis Proses Internal
4) Sasaran Strategis pada perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
d) Menggambarkan ke dalam peta strategi
3) Menyusun Indikator Kinerja Utama
Dalam menyusun IKU menganut prinsip
sebagai berikut:
a) Specific yaitu indikator kinerja harus
mampu menyatakan sesuatu yang
khas/unik dalam menilai kinerja suatu
unit kerja;
b) Measurable yaitu indikator kinerja harus
dapat diukur dengan jelas, memiliki
satuan pengukuran, dan jelas pula cara
98 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
pengukurannya;
c) Agreeable yaitu indikator kinerja harus
disepakati antara bawahan dan atasan;
d) Realisitic yaitu indikator kinerja harus
dapat dicapai, namun menantang;
e) Time-bouded yaitu indikator
kinerja harus memiliki batas waktu
penyampaian;
f) Continuously improved yaitu indikator
kinerja dapat menyesuaikan dengan
perkembangan strategi organisasi.
Sementara itu, unsur-unsur yang harus
dipertimbangkan dalam menyusun indikator
kinerja antara lain:
(a) Biaya pelayanan (cost of service)
(b) Penggunaan (utilization)
(c) Kualitas dan standar pelayanan (quality
and standards)
(d) Cakupan pelayanan (coverage)
(e) Kepuasan (satisfaction)
b. Penilaian Kinerja Keuangan BLU
Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU
melakukan penilaian kinerja BLU. Penilaian
kinerja BLU meliputi penilaian kinerja keuangan
dan kinerja layanan. Penilaian kinerja keuangan
meliputi aspek keuangan, dan aspek
kepatuhan pengelolaan keuangan BLU.
c. Penilaian Kinerja Layanan
Penilaian kinerja layanan sangat tergantung
dari jenis layanan dari Satker BLU tersebut
sesuai dengan tujuan pelayanannya. Penilaian
kinerja layanan selanjutnya digabungkan
dengan penilaian kinerja keuangan sehingga
menghasilkan penilaian kinerja BLU secara
keseluruhan. Penilaian kinerja layanan BLU
akan terdiri dari beberapa aspek yang antara
lain meliputi penilaian terhadap produktivitas,
efisiensi, mutu layanan, pengembangan
organisasi dan pengelolaan SDM, dan aspek
lain yang sesuai dengan karakteristik BLU
bidang pendidikan.
Penilaian kinerja layanan sangat tergantung
dari jenis layanan dari Satker BLU tersebut
sesuai dengan tujuan pelayanannya.
“ “
MANUAL BLU | 99
Aku
ntab
ilitas
BLU
No. Indikator Rumus/Unsur Penilaian
A. Aspek Keuangan
1. Rasio Keuangan
1.1. Rasio Kas (cash ratio) Kas dan Setara KasX 100%
Kewajiban Jangka Pendek
1.2. Rasio Lancar (current ratio) Aset LancarX 100%
Kewajiban Jangka Pendek
1.3. Periode Panagihan Piutang
(collection period) Piutang Usaha x 360X 1 hari
Pendapatan Operasional
1.4. Perputaran Aset Tetap (fixed
asset turnover)Pendapatan Operasional
X 100%Aset Tetap
1.5. Imbalan atas Aktiva Tetap
(return on asset)Surplus atau Defisit sebelum Pos
Keuntungan atau KerugianX 100%
Total Aset Tetap
1.6. Imbalan Ekuitas (return on
equity)Surplus atau Defisit sebelum Pos
Keuntungan atau KerugianX 100%
Total Ekuitas
2. Rasio Biaya Operasional
Pendapatan Operasional
(BOPO)
Pendapatan BLUX 100%
Biaya Operasional
B. Aspek Kepatuhan Pengelolaan Keuangan BLU
1. Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA) Definitif
Jadwal Penyusunan dan Kelengkapan
2. Laporan Keuangan
Berdasarkan SAK
Laporan Triwulan I, Semester I, Triwulan III, Tahunan, dan
Audit Laporan Keuangan serta Opini Audit atas Laporan
Keuangan
3. Surat Perintah Pengesahan
Pendapatan dan Belanja BLU
(SP3B BLU)
Penyampaian SP3B BLU minimal sekali dalam Satu
Triwulan dan kesesuaian jumlah saldo awal kas dengan
saldo akhir kas triwulan sebelumnya
4. Tarif Layanan Peraturan yang digunakan sebagai dasar dalam
memungut tarif atas layanan yang diberikan
5. Sistem Akuntansi Memiliki Sistem Akuntansi Keuangan, Sistem Akuntansi
Biaya, dan Sistem Akuntansi Aset
6. Persetujuan Rekening Rekening sudah mendapatkan persetujuan Bendahara
Umum Negara baik Rekening Pengelolaan Kas BLU,
Rekening Operasional BLU, dan Rekening Dana Kelolaan
7. Standard Operating Procedure
(SOP)
Memiliki SOP Pengeloaan Kas, SOP Pengelolaan Piutang,
SOP Pengelolaan Utang, SOP Pengadaan Barang dan/
atau Jasa, dan SOP Pengelolaan Barang Inventaris.
100 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
Contoh Penilaian Kinerja Layanan untuk BLU
Bidang Pendidikan
1. Tata kelola perguruan
tinggi yang baik
a. Efektivitas perencanaan perguruan tinggi berdasarkan audit/reviu
Kementerian/Lembaga/Dewas
b. Program studi memenuhi standar mutu pendidikan akademik
2. Peringkat
internasional/
regional/nasional
a. Perolehan peringkat internasional/regional/nasional yang baik dari lembaga
pemeringkat yang kredibel.
b. Hasil akreditasi terbaru atas institusi perguruan tinggi dari BAN-PT.
3. Kualitas mahasiswa
dan lulusan.
a. Ketepatan waktu penyelesaian studi sesuai batas masa studi yang
diharapkan.
b. Indeks prestasi kumulatif mahasiswa yang baik.
c. Perbaikan aksesibilitas layanan perguruan tinggi kepada mahasiswa
miskin/kurang mampu dan berkebutuhan khusus yang memperhatikan
kesetaraan gender.
d. Peningkatan mahasiswa berprestasi unggul dalam bidang akademik dan/
atau dalam minat dan bakat.
e. Peningkatan jumlah lulusan yang masuk ke dunia kerja dan/atau
melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.
f. Keberlanjutan penyerapan lulusan oleh pemanfaat lulusan.
4. Sumber daya
manusia
a. Efektivitas sistem rekrutmen dan seleksi dosen dan tenaga kependidikan.
b. Ketersediaan dosen dan tenaga kependidikan yang proporsional.
c. Peningkatan jumlah dosen dan tenaga kependidikan yang mengikuti
pendidikan/sertifikasi keahlian lanjutan dalam rangka pengembangan SDM.
5. Penelitian,
pengabdian kepada
masyarakat, dan
kerjasama
a. Peningkatan jumlah penelitian yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa.
b. Peningkatan jumlah publikasi ilmiah pada institusi yang terakreditasi oleh
dosen dan mahasiswa.
c. Peningkatan jumlah hibah bersaing dan/atau kontrak kerjasama penelitian
yang diterima oleh perguruan tinggi.
6. Sarana dan Prasarana a. Ketersediaan gedung dan/atau alat pengajaran yang berkualitas dan
proporsional.
b. Ketersediaan layanan ICT yang berkualitas.
c. Peningkatan kualitas dan aksesibilitas materi perpustakaan.
7. Kepuasan a. Kepuasan mahasiswa atas layanan pendidikan dan fasilitas lainnya yang
diberikan oleh perguruan tinggi.
b. Kepuasan pemanfaat lulusan atas kualitas lulusan perguruan tinggi.
MANUAL BLU | 101
Aku
ntab
ilitas
BLU
Bagaimana Pengawasan dan Pemeriksaan BLU?
1. Reviu Laporan Keuangan BLU
Reviu dilakukan oleh SPI. Tujuan reviu adalah
untuk memberikan keyakinan terbatas
atas akurasi, keandalan, dan keabsahan
informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan sebelum disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri
Keuangan. Reviu tidak memberikan dasar
untuk menyatakan pendapat seperti dalam
audit, karena dalam reviu tidak mencakup
suatu pemahaman atas pengendalian intern,
penetapan resiko pengendalian, pengujian
catatan akuntansi dan pengujian atas respon
terhadap permintaan keterangan dengan cara
pemerolehan bahan bukti yang menguatkan
melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi
dan prosedur tertentu lainnya yang biasa
dilakukan dalam suatu audit.
Reviu hanya mengumpulkan keterangan yang
dapat menjadi bahan untuk penyusunan
Statement of Responsibility (Pernyataan
Tanggung Jawab) oleh Pemimpin BLU. Reviu
dapat mengarahkan perhatian SPI kepada
hal-hal penting yang mempengaruhi laporan
keuangan, namun tidak memberikan keyakinan
bahwa SPI akan mengetahui semua hal
penting yang akan terungkap melalui suatu
audit.
Dalam melakukan reviu atas laporan keuangan,
SPI harus memahami secara garis besar
sifat transaksi entitas, sistem dan prosedur
akuntansi, bentuk catatan akuntansi, dan basis
akuntansi yang digunakan untuk menyajikan
laporan keuangan.
a. Ruang Lingkup Reviu
Ruang lingkup reviu hanya terbatas pada
penelaahan laporan keuangan dan catatan
akuntansi. Hal ini diperlukan dalam rangka
menguji kesesuaian antara angka-angka
yang disajikan dalam laporan keuangan
terhadap catatan, buku, laporan yang
digunakan dalam sistem akuntansi di
lingkungan BLU yang bersangkutan.
b. Sasaran Reviu
Sasaran reviu adalah untuk memperoleh
keyakinan terbatas bahwa laporan
keuangan entitas pelaporan telah disusun
dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi yang digunakan.
c. Jadwal Pelaksanaan Reviu
Jadwal pelaksanaan reviu dilakukan secara
paralel dengan pelaksanaan anggaran dan
penyusunan laporan keuangan BLU. SPI
membuat Pernyataan Telah Direviu atas
laporan keuangan BLU dan dilampirkan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
laporan keuangan yang disampaikan ke
Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri
Keuangan. Dalam hal satker BLU belum
memiliki SPI reviu dilakukan oleh Itjen K/L
yang bersangkutan. Pernyataan Telah
Direviu diterbitkan setidak-tidaknya sekali
dalam setahun terhadap laporan keuangan
tahunan BLU.
102 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
d. Persiapan Reviu
Sebelum pelaksanaan reviu, aparat
pengawasan intern perlu melakukan
persiapan-persiapan agar reviu dapat
dilaksanakan secara efektif dan terpadu.
Adapun persiapan yang dilakukan dalam
rangka pelaksanaan reviu adalah sebagai
berikut:
1) Pengumpulan informasi keuangan
SPI mengumpulkan informasi keuangan
seperti laporan bulanan, triwulanan,
semesteran, dan tahunan serta
kebijakan akuntansi dan keuangan
yang telah ditetapkan. Informasi ini
diperlukan untuk memperoleh informasi
awal tentang laporan keuangan entitas
yang bersangkutan serta ketentuan-
ketentuan yang berlaku dalam
akuntansi dan pelaporan keuangan.
2) Persiapan penugasan
Sebelum dilakukan penugasan reviu
perlu persiapan yang memadai antara
lain penyusunan tim reviu. Tim ini
secara kolektif harus mempunyai
kemampuan teknis yang memadai
di bidang akuntansi dan pelaporan
keuangan pemerintah. Jadwal dan
jangka waktu pelaksanaan reviu
disesuaikan dengan kebutuhan
dan batas waktu penyelesaian dan
penyampaian laporan keuangan.
3) Penyiapan program kerja reviu
Tim yang ditugasi untuk melakukan
reviu perlu menyusun program kerja
reviu yang berisi langkah-langkah
dan teknik reviu yang akan dilakukan
selama proses reviu.
e. Pelaksanaan Reviu
1) Penelusuran angka-angka dalam
laporan keuangan.
SPI menelusuri angka-angka yang
disajikan dalam laporan keuangan
ke buku atau catatan-catatan yang
digunakan untuk meyakini bahwa
angka-angka tersebut benar.
Penelusuran ini dapat dilakukan
dengan:
a) Membandingkan angka pos
laporan keuangan terhadap saldo
buku besar,
b) Membandingkan saldo buku besar
terhadap buku pembantu,
c) Membandingkan angka-angka
pos laporan keuangan terhadap
laporan pendukung, misalnya Aset
Tetap terhadap Laporan Mutasi
Aset Tetap dan Laporan Posisi
Aset Tetap.
2) Permintaan keterangan
Dalam menentukan permintaan
keterangan, SPI dapat
mempertimbangkan:
a) Sifat dan materialitas suatu pos;
b) Kemungkinan salah saji;
c) Pengetahuan yang diperoleh
selama persiapan reviu;
d) Pernyataan tentang kualifikasi para
personel bagian akuntansi entitas
tersebut;
e) Seberapa jauh pos tertentu
dipengaruhi oleh pertimbangan
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
MANUAL BLU | 103
Aku
ntab
ilitas
BLU
manajemen;
f) Ketidakcukupan data keuangan
entitas yang mendasari;
g) Ketidaklengkapan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan.
Permintaan keterangan dapat meliputi:
a) Kesesuaian antara sistem akuntansi
dan pelaporan keuangan yang
diterapkan oleh entitas tersebut
dengan peraturan yang berlaku.
b) Kebijakan dan metode akuntansi
yang diterapkan oleh entitas yang
bersangkutan.
c) Prosedur pencatatan, pengklasifikasian
dan pengikhtisaran transaksi serta
penghimpunan informasi untuk
diungkapkan dalam laporan keuangan
d) Keputusan yang diambil oleh pimpinan
entitas pelaporan/pejabat keuangan
yang mungkin dapat mempengaruhi
laporan keuangan
e) Informasi dari hasil audit atau reviu
atas laporan keuangan periode
sebelumnya.
f) Personel yang bertanggung jawab
terhadap akuntansi dan pelaporan
keuangan, mengenai:
(1) Apakah pelaksanaan anggaran telah
dilaksanakan sesuai dengan sistem
pengendalian intern yang memadai.
(2) Apakah laporan keuangan telah
disusun dan disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi.
(3) Apakah terdapat perubahan
kebijakan akuntansi pada entitas
pelaporan tersebut.
(4) Apakah ada masalah yang timbul
dalam implementasi Standar
Akuntansi dan pelaksanaan sistem
akuntansi.
(5) Apakah terdapat peristiwa setelah
tanggal neraca yang berpengaruh
secara material terhadap laporan
keuangan.
Daftar pertanyaan tersebut merupakan
ilustrasi pertanyaan-pertanyaan yang
dapat diajukan dalam rangka memperoleh
keterangan dari personel yang kompeten
dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan entitas. Namun demikian perlu
diingat bahwa pertanyaan-pertanyaan
tersebut tidak harus diterapkan untuk
setiap reviu dan juga tidak dimaksudkan
untuk mencakup seluruh aspek yang
direviu.
f. Prosedur analitik
Prosedur analitik dilakukan pada akhir
reviu. Prosedur analitik dirancang untuk
mengidentifikasi adanya hubungan antar
pos dan hal-hal yang kelihatannya tidak
biasa. Prosedur analitik dapat dilakukan
dengan:
1) Mempelajari laporan keuangan untuk
menentukan apakah laporan keuangan
sesuai dengan Standar Akuntansi.
2) Membandingkan laporan keuangan
dalam beberapa periode yang setara.
3) Membandingkan realisasi terhadap
anggaran.
4) Mempelajari hubungan antara unsur-
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
104 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
unsur dalam laporan keuangan yang
diharapkan akan sesuai dengan pola
yang dapat diperkirakan atas dasar
pengalaman entitas tersebut.
Dalam menerapkan prosedur ini, SPI
harus mempertimbangkan jenis masalah
yang membutuhkan penyesuaian, seperti
adanya peristiwa luar biasa dan perubahan
kebijakan akuntansi. Jumlah-jumlah yang
disebabkan karena adanya peristiwa luar
biasa atau perubahan kebijakan tersebut
harus dieliminasi dari laporan keuangan
sebelum dilakukan proses reviu.
g. Pelaporan
SPI membuat kertas kerja yang memuat
hal-hal berikut ini:
1) Kertas kerja penelusuran angka-angka
pos laporan keuangan.
2) Daftar pertanyaan reviu dan kertas kerja
permintaan keterangan.
3) Kertas kerja prosedur analitik.
4) Masalah yang tercakup dalam
permintaan keterangan dan prosedur
analitik.
5) Masalah yang dianggap tidak biasa
oleh aparat pengawasan intern
selama melaksanakan reviu, termasuk
penyelesaiannya.
Kertas kerja ini menjadi dasar untuk
pembuatan laporan hasil reviu dan
Pernyataan Telah Direviu oleh SPI. Laporan
hasil reviu memuat masalah yang terjadi
dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan, rekomendasi untuk pelaksanaan
koreksi, dan koreksi yang telah dilakukan
oleh entitas yang direviu. Hasil pelaksanaan
reviu dituangkan dalam Pernyataan Telah
Direviu, yang menyatakan bahwa:
1) Reviu dilaksanakan sesuai dengan
Standar Akuntansi dan peraturan
terkait.
2) Semua informasi yang dimasukkan
dalam laporan keuangan adalah
penyajian manajemen entitas
pelaporan tersebut.
3) Reviu terutama mencakup penelusuran
angka-angka dalam laporan keuangan,
permintaan keterangan kepada para
pejabat/petugas yang terkait dan
prosedur analitik yang diterapkan
terhadap data keuangan.
4) Lingkup reviu jauh lebih sempit
dibandingkan dengan lingkup audit
yang tujuannya untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan
secara keseluruhan. Dengan demikian,
reviu tidak bertujuan untuk menyatakan
pendapat seperti dalam audit.
5) SPI tidak menemukan adanya suatu
modifikasi material yang harus
dilakukan atas laporan keuangan
agar laporan tersebut sesuai dengan
Standar Akuntansi.
6) Tanggal penyelesaian permintaan
keterangan dan prosedur analitik
yang dilakukan oleh akuntansi harus
digunakan sebagai tanggal laporannya.
Laporan hasil reviu mencakup hal-hal
sebagai berikut:
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
MANUAL BLU | 105
Aku
ntab
ilitas
BLU
1) Hasil penilaian mengenai pengendalian
akuntansi dan pengendalian
administratif.
2) Hasil atas penilaian kepatuhan atas
pelaksanaan kebijakan manajemen
pemimpin BLU.
3) Hasil reviu mengenai penggunaan aset.
4) Rekomendari perbaikan kegiatan-
kegiatan satker BLU.
Laporan hasil reviu dan Pernyataan Telah
Direviu disampaikan kepada Pemimpin BLU
terkait dalam rangka penandatanganan
Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of
Responsibility). Laporan Keuangan yang direviu
oleh SPI harus disertai dengan Pernyataan
Telah Direviu yang ditandatangani oleh Ketua
SPI.
Prosedur lain yang dilaksanakan sebelum
atau selama reviu tidak boleh diungkapkan
dalam laporan audit. Apabila SPI tidak dapat
melaksanakan penelusuran angka-angka
pos dalam laporan keuangan, pengajuan
pertanyaan dan prosedur analitik yang
dipandang perlu untuk memperoleh keyakinan
terbatas yang seharusnya ada dalam suatu
reviu, maka reviu dianggap tidak lengkap.
Suatu reviu yang tidak lengkap bukanlah dasar
yang memadai untuk menerbitkan laporan reviu
dan/atau Pernyataan Telah Direviu.
2. Audit Keuangan dan Kinerja
Laporan Pertanggungjawaban BLU diaudit oleh
pemeriksa ekternal (BPK atau KAP). Audit atas
laporan pertanggungjawaban BLU meliputi:
a. Audit Keuangan
Audit keuangan merupakan audit atas
laporan keuangan. Audit keuangan
menghasilkan laporan hasil audit yang
memuat opini atas laporan keuangan.
Opini merupakan pernyataan profesional
auditor mengenai kewajaran informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria:
1) Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
2) Kecukupan pengungkapan (adequate
disclosures)
3) Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
4) Efektivitas sistem pengendalian internal
Opini yang dapat diberikan oleh auditor
yaitu:
1) Opini wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion)
2) Opini wajar dengan pengecualian
(qualified opinion)
3) Pernyataan menolak memberikan opini
(disclaimer of opinion), atau
4) Opini tidak wajar (adversed opinion)
Audit keuangan dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai atas
pendeteksian salah saji yang material
dalam laporan keuangan. Konsep
keyakinan memadai menunjukkan bahwa
auditor bukan seorang penjamin kebenaran
laporan keuangan. Salah saji dibedakan
menjadi dua yaitu kekeliruan (errors) dan
ketidakberesan (irregularities) . Kekeliruan
adalah salah saji yang tidak disengaja
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
106 | MANUAL BLU
Aku
ntab
ilitas
BLU
sedangkan ketidakberesan adalah salah
saji yang disengaja.
b. Audit Kinerja
Audit kinerja merupakan audit atas
pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas audit aspek ekonomi dan
efisiensi serta audit aspek efektivitas.
Audit kinerja menghasilkan laporan hasil
audit yang memuat temuan, kesimpulan,
dan rekomendasi. Dalam audit kinerja,
tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada
masalah-masalah akuntansi saja namun
juga meliputi evaluasi terhadap struktur
organisasi, pemanfaatan komputer, metode
produksi, pemasaran, dan bidang-bidang
lain sesuai dengan keahlian auditor.
c. Audit dengan Tujuan Tertentu
Audit dengan tujuan tertentu merupakan
audit yang tidak termasuk dalam audit
keuangan dan audit kinerja. Audit ini
meliputi antara lain audit atas hal-hal lain di
bidang keuangan negara, audit investigatif
dan pengawasan atas pengendalian intern.
b. Pengawasan oleh Dewas
Pengawasan oleh Dewas meliputi aspek:
1) Pengelolaan keuangan.
2) Layanan.
3) Organisasi dan SDM.
4) Sarana dan prasarana.
5) Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban dan tugas dewas sebagaimana
dijelaskan pada bagian Kelembagaan.
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
MANUAL BLU | 107
Aku
ntab
ilitas
BLU
108 | MANUAL BLU
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
4. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
5. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.
6. Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga.
7. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Pusat Investasi Pemerintah
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah
9. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
10. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Stándar
Pelayanan Minimal.
11. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
12. Peraturan Menteri Keuangan No. 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis Anggaran serta
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
13. Peraturan Menteri Keuangan No. 230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang BLU.
14. Peraturan Menteri Keuangan No. 77/PMK.05/2009 tentang Pinjaman pada Badan Layanan
Umum.
15. Peraturan Menteri Keuangan No. 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir.
16. Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum.
17. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif dalam
Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
18. Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas pada Badan
Layanan Umum.
19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik
Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja sebagaimana telah dirubah terakhir kali
dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 05/PMK.05/2010.
20. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi
bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum sebagaimana
MANUAL BLU | 109
telah dirubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.05/2007.
21. Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa
pada Badan Layanan Umum.
22. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor Per/02/M.PAN/1/2007 tentang
Pedoman Organisasi Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
23. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 38/2012 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
24. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-55/PB/2011 tentang Tata Cara Revisi
RBA Definitif dan Revisi DIPA BLU.
25. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011 tentang Mekanisme
Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU.
26. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-58/PB/2008 tentang Mekanisme
Pengembalian Sisa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Yang
Diterima Sebelum Ditetapkan Sebagai Satuan Kerja Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
27. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-08/PB/2008 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Dilingkungan Pemerintah Pusat.
28. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2007 tentang Tata Cara
Pengintegrasian Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/
Lembaga.
29. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian
Usulan Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
30. Lembaga Administrasi Negara, Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Penerbit Lembaga
Administrasi Negara, Jakarta, 2004.
31. LAN dan BPKP, Perencanaan Strategis Instansi Pemerintah, cetak ke-2, Lembaga Administrasi
Negara Jakarta, 2000.
32. Deputi IV – Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP, Pedoman
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
Jakarta.
33. Nasution, Mulia P., Kebijakan Kerjasama Operasional dan Utang pada Rumah Sakit Badan
Layanan Umum, paper seminar, Jakarta, 2007.
MANUAL BOOK BLU
PengawasDirektur Jenderal Perbendaharaan
Penanggung JawabDirektur PPK BLU
PenyusunTim Direktorat PPK BLU
Desain dan LayoutDaryono
Muhammad Fithrah
Bayu Candra Setiawan
Sukmawan Wachida
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Jl. Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta Pusat
Telepon (021) 3812767, 3449230 ext 5632
Faximile (021) 3812767