manajemen pembelajaran literasi dan numerasi di …

14
Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426 92 | Julaeha. 92-105 MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI SEKOLAH DASAR SESUAI FRAMEWORK ASESMEN KOMPETENSI MINIMUM Julaeha Sekolah Dasar Negeri Kranji VI, Bekasi E-mail: [email protected] Abstrak Pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi antarsiswa, siswa dengan guru dan sumber belajar agar terjadi perubahan perilaku pada diri siswa dari berbagai aspek perilaku, baik sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Perubahan perilaku pada diri siswa dapat diketahui oleh guru melalui penilaian yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan oleh siapapun tergantung kebutuhannya, di antaranya oleh guru pada tingkat satuan pendidikan dan pemerintah pada tingkat nasional. Penilaian secara nasional telah lama dilaksanakan oleh pemerintah melalui Ujian Nasional (UN) dengan tujuan untuk menguji kompetensi siswa secara individual, baru mulai tahun 2021 ini pada setiap satuan pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK) akan dilaksanakan asesmen nasional, yang terdiri atas Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Asesmen nasional dilakukan untuk mengevaluasi sistem, bukan untuk menguji siswa secara individual. Dengan kata lain, asesmen nasional ditujukan untuk memotret mutu setiap satuan pendidikan pada jenjang kelas V SD, VIII SMP, dan XI SMA/SMK, sehingga dapat dirumuskan tindak lanjut yang relevan oleh setiap pihak yang terlibat. Fokus AKM adalah kemampuan siswa yang dijadikan sampel terkait literasi dan numerasi yang merupakan kemampuan mendasar yang penting untuk hidup siswa. Hal ini mendasari bagaimana pembelajaran literasi dan numerasi dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan, termasuk SD agar relevan dengan kerangka kerja (framework) AKM. Peran kepala sekolah sangat dominan dalam mengelola pembelajaran literasi dan numerasi pada setiap jenjang kelas di SD sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan framework AKM. Kata kunci : asesmen, literasi, numerasi Abstract Learning is an interaction that occurs between students, students and teachers and learning resources so that changes in behavior occur in students from various aspects of behavior, both attitudes, knowledge, and skills. Changes in behavior in students can be known by the teacher through assessment which is an integral part of learning. Assessment can be carried out by anyone depending on their needs, including by teachers at the education unit level and the government at the national level. National assessment has long been carried out by the government through the National Examination (UN) with the aim of testing student competencies individually, only starting in 2021 in each education unit (SD, SMP, SMA/SMK) a national assessment will be carried out, which consists of an Assessment Minimum Competence (AKM), character survey, and learning environment survey. National assessments are conducted to evaluate the system, not to test individual students. In other words, the national assessment is aimed at photographing the quality of each educational unit at the fifth grade elementary school, VIII junior high school, and XI high school/vocational school level, so that relevant follow-up can be formulated by each party involved. The focus of AKM is on the ability of the sampled students related to literacy and numeracy which are fundamental abilities that are important for students' lives. This underlies how literacy and

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

29 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

92 | Julaeha. 92-105

MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI

DI SEKOLAH DASAR SESUAI FRAMEWORK

ASESMEN KOMPETENSI MINIMUM

Julaeha

Sekolah Dasar Negeri Kranji VI, Bekasi

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi antarsiswa, siswa dengan guru dan sumber

belajar agar terjadi perubahan perilaku pada diri siswa dari berbagai aspek perilaku, baik

sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Perubahan perilaku pada diri siswa dapat

diketahui oleh guru melalui penilaian yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan oleh siapapun tergantung kebutuhannya, di

antaranya oleh guru pada tingkat satuan pendidikan dan pemerintah pada tingkat nasional.

Penilaian secara nasional telah lama dilaksanakan oleh pemerintah melalui Ujian Nasional

(UN) dengan tujuan untuk menguji kompetensi siswa secara individual, baru mulai tahun

2021 ini pada setiap satuan pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK) akan dilaksanakan asesmen

nasional, yang terdiri atas Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan

survei lingkungan belajar. Asesmen nasional dilakukan untuk mengevaluasi sistem, bukan

untuk menguji siswa secara individual. Dengan kata lain, asesmen nasional ditujukan untuk

memotret mutu setiap satuan pendidikan pada jenjang kelas V SD, VIII SMP, dan XI

SMA/SMK, sehingga dapat dirumuskan tindak lanjut yang relevan oleh setiap pihak yang

terlibat. Fokus AKM adalah kemampuan siswa yang dijadikan sampel terkait literasi dan

numerasi yang merupakan kemampuan mendasar yang penting untuk hidup siswa. Hal ini

mendasari bagaimana pembelajaran literasi dan numerasi dilaksanakan pada setiap jenjang

pendidikan, termasuk SD agar relevan dengan kerangka kerja (framework) AKM. Peran

kepala sekolah sangat dominan dalam mengelola pembelajaran literasi dan numerasi pada

setiap jenjang kelas di SD sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan framework AKM.

Kata kunci: asesmen, literasi, numerasi

Abstract

Learning is an interaction that occurs between students, students and teachers and learning

resources so that changes in behavior occur in students from various aspects of behavior, both

attitudes, knowledge, and skills. Changes in behavior in students can be known by the teacher

through assessment which is an integral part of learning. Assessment can be carried out by

anyone depending on their needs, including by teachers at the education unit level and the

government at the national level. National assessment has long been carried out by the

government through the National Examination (UN) with the aim of testing student

competencies individually, only starting in 2021 in each education unit (SD, SMP,

SMA/SMK) a national assessment will be carried out, which consists of an Assessment

Minimum Competence (AKM), character survey, and learning environment survey. National

assessments are conducted to evaluate the system, not to test individual students. In other

words, the national assessment is aimed at photographing the quality of each educational unit

at the fifth grade elementary school, VIII junior high school, and XI high school/vocational

school level, so that relevant follow-up can be formulated by each party involved. The focus

of AKM is on the ability of the sampled students related to literacy and numeracy which are

fundamental abilities that are important for students' lives. This underlies how literacy and

Page 2: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

93 | Julaeha. 92-105

numeracy learning is carried out at every level of education, including elementary school so

that it is relevant to the AKM framework. The role of the principal is very dominant in

managing literacy and numeracy learning at every grade level in elementary school so that it

can be carried out in accordance with the AKM framework.

Keywords: assessment, literacy, numeracy

PENDAHULUAN

Penilaian menurut paradigma

kontemporer merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dengan pembelajaran

(assement as learning). Dalam Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

(Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2016

dinyatakan bahwa penilaian merupakan

proses pengumpulan dan pengolahan

informasi untuk mengukur pencapaian hasil

belajar peserta didik. Hasil belajar

merupakan bukti perubahan perilaku siswa

setelah pembelajaran berlangsung. Dari

hasil belajar yang diperoleh melalui

penilaian, guru dapat merumuskan tindak

lanjut perbaikan pembelajaran berikutnya.

Dengan demikian, penilaian dapat

dijadikan dasar untuk melaksanakan

pembelajaran yang lebih baik dari waktu ke

waktu.

Penilaian hasil belajar dapat

dilaksanakan oleh siapapun sesuai dengan

tujuan dan kebutuhannya, termasuk oleh

guru, satuan pendidikan, dan pemerintah

(Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016).

Penilaian hasil belajar oleh guru bertujuan

untuk memantau dan mengevaluasi proses,

kemajuan belajar, dan perbaikan hasil

belajar siswa secara berkesinambungan.

Penilaian hasil belajar oleh satuan

pendidikan bertujuan untuk menilai

pencapaian standar kompetensi lulusan

untuk semua mata pelajaran. Sementara itu,

penilaian hasil belajar oleh pemerintah

bertujuan untuk menilai pencapaian

kompetensi lulusan secara nasional pada

mata pelajaran tertentu.

Penilaian yang dilaksanakan oleh

guru dapat berupa penilaian diagnostik,

formatif, maupun sumatif dengan tujuan

yang berbeda-beda untuk setiap jenis

penilaian tersebut. Penilaian oleh guru dan

satuan pendidikan idealnya dilaksanakan

untuk memperbaiki kualitas proses

pembelajaran, dibandingkan menguji siswa

secara individual. Penilaian yang

sebelumnya telah dilaksanakan oleh

pemerintah pada setiap akhir jenjang

pendidikan dikenal dengan Ujian Nasional

(UN) dengan tujuan untuk menguji

kemampuan siswa secara individual. Pada

tahun 2021, penilaian pemerintah melalui

asesmen nasional yang meliputi Asesmen

Kompetensi Minimum (AKM), survei

karakter, dan survei lingkungan belajar

lebih ditujukan untuk mengevaluasi sistem

pendidikan di setiap satuan pendidikan atau

untuk memotret mutu setiap satuan

pendidikan. Berdasarkan potret mutu dari

hasil asesmen nasional, seluruh pihak yang

terlibat terutama satuan pendidikan dapat

merumuskan tindak lanjut perbaikan

kualitas proses pembelajaran dari berbagai

aspek pendidikan.

AKM merupakan salah satu bentuk

penilaian yang dilaksanakan oleh

pemerintah secara nasional (AKM

nasional) dan oleh guru pada tingkat kelas

(AKM berbasis kelas) untuk aspek

pengetahuan. Fokus AKM adalah

kemampuan literasi dan numerasi siswa

yang merupakan kemampuan mendasar

yang dibutuhkan untuk hidup siswa, lintas

profesi dan bidang ilmu. Literasi

merupakan kemampuan siswa dalam

Page 3: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

94 | Julaeha. 92-105

membaca dan memaknai isi bacaan, baik

berupa teks fiksi maupun teks informatif.

Sementara itu, numerasi merupakan

kemampuan siswa dalam bernalar,

memecahkan masalah, dan mengambil

keputusan secara logis dan rasional

berdasarkan fakta, data, informasi, dan

pengetahuan. Kemampuan literasi dan

numerasi dalam konteks AKM tersebut

diujikan kepada siswa yang menjadi sampel

di jenjang kelas V SD, VIII SMP, dan XI

SMA/SMK bukan untuk memotret

kemampuan siswa secara individual,

melainkan untuk memotret kualitas sistem

pendidikan di setiap satuan pendidikan.

Kemampuan literasi dan numerasi

yang akan sangat dibutuhkan oleh siswa

dalam hidupnya sudah seharusnya untuk

difasilitasi oleh guru melalui pembelajaran

di setiap satuan pendidikan, termasuk

jenjang SD. Kemampuan tersebut bukan

hanya diujikan kepada siswa pada AKM

nasional maupun AKM berbasis kelas,

tetapi juga dipelajari oleh siswa melalui

pembelajaran literasi dan numerasi yang

tentunya relevan dengan kerangka kerja

(framework) AKM. Framework AKM

membahas tentang konten, konteks, dan

proses kognitif yang relevan untuk

pembelajaran literasi dan numerasi pada

setiap jenjang pendidikan. Peran seluruh

pihak sangat diperlukan agar pembelajaran

literasi dan numerasi terlaksana sesuai

dengan framework AKM, sehingga siswa

dipersiapkan untuk dapat menjalani

hidupnya dengan literat dan numerat agar

kelak mereka dapat hidup dengan layak dan

menjadi manusia yang sejahtera lahir dan

batin.

Kepala sekolah sebagai pemimpin

di setiap satuan pendidikan idealnya

memiliki empat kompetensi sesuai model

kompetensi kepala sekolah termasuk

jenjang SD, yakni: (1) mengembangkan diri

dan orang lain; (2) memimpin

pembelajaran; (3) memimpin manajemen

sekolah; dan (4) memimpin pengembangan

sekolah. Hal ini dikuatkan oleh

Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018,

bahwa kepala sekolah memiliki tugas dan

tanggungjawab pada bidang manajerial,

pengembangan kewirausahaan, dan

supervisi pendidikan. Berdasarkan

kompetensi, tugas, dan tanggung jawab

kepala sekolah di atas, idealnya kepala

sekolah memiliki peran strategis agar

pembelajaran literasi dan numerasi dapat

dilaksanakan secara tertib, lancar, dan

efektif. Kepala sekolah dapat mengelola

pembelajaran literasi dan numerasi di

satuan pendidikan yang dipimpinnya, baik

terkait konten, konteks, maupun prosesnya

agar tetap sesuai dengan framework AKM.

Asesmen Kompetensi Minimum

Manusia merupakan makhluk

subjektif yang memandang objek tertentu

secara beragam dan berbeda satu dengan

lainnya dengan segala keunikannya.

Artinya, secara kodrat alam manusia

memiliki kodrat masing-masing baik dasar

maupun ajar. Sekaitan dengan hal tersebut,

pendidikan sebagai upaya memanusiakan

manusia (humanisasi) idealnya dilakukan

secara inklusif dengan memerdekakan

siswa sebagai manusia yang unik.

Dewantara (2004) menyatakan bahwa

pendidikan terdiri atas pendidikan umum

(SD, SMP, dan SMA) yang mengajarkan

ilmu atau kecakapan-kecakapan hidup dan

pendidikan khusus atau vokasi (SMK) yang

mengajarkan ilmu atau kecakapan-

kecakapan kerja/karier. Karena tugas

manusia dalam menjalani kehidupannya

termasuk belajar adalah berjuang sebagai

bentuk ujian, maka idealnya jenis

pendidikan umum yang mengajarkan ilmu

dan kecakapan hidup diuji melalui

Page 4: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

95 | Julaeha. 92-105

kehidupannya. Artinya, siswa sebagai

manusia yang lulus dari ujian tersebut

adalah yang mampu menjalani hidup dan

perikehidupannya dengan wajar.

Hal di atas direspon positif oleh

pemerintah secara berangsur dan berjenjang

melalui Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemdikbud) dengan

dikeluarkannya Permendikbud Nomor 43

Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian

yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan

dan Ujian Nasional. Pada Permendikbud

tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa

UN untuk jenjang SD ditiadakan mulai

tahun 2019. Selanjutnya, mulai tahun 2021

UN resmi ditiadakan untuk setiap jenjang

pendidikan dan digantikan dengan

Asesmen Nasional yang secara filosofis

relevan dengan hakikat pendidikan yang

merdeka dan memerdekakan. UN bersifat

menguji kompetensi individu pada bidang

ilmu atau mata pelajaran tertentu,

sedangkan Asesmen Nasional bertujuan

untuk menghasilkan informasi atau

memantau perkembangan mutu pendidikan

dan kesenjangan antarbagian dalam sistem

pendidikan di setiap satuan pendidikan dari

waktu ke waktu. Asesmen Nasional ini

dilakukan untuk meningkatkan mutu

pendidikan di satuan pendidikan, sehingga

dirancang untuk menghasilkan informasi

akurat dalam rangka memperbaiki kualitas

belajar dan mengajar yang pada gilirannya

akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Dengan demikian, Asesmen Nasional

merupakan evaluasi sistem pendidikan

bukan evaluasi individual yang dilakukan

secara komprehensif meliputi AKM, survei

karakter, dan survei lingkungan belajar.

Hal yang perlu ditegaskan adalah

bahwa Asesmen Nasional tidak

menentukan kelulusan siswa, sehingga

dilakukan bukan di akhir jenjang

pendidikan melainkan dilaksanakan pada

kelas V, VIII, dan XI di setiap satuan dan

jenjang pendidikan di Indonesia dengan

peserta yang telah ditentukan oleh

Kemdikbud berdasarkan beberapa aspek

(30 orang untuk jenjang SD dan 45 orang

untuk jenjang SMP/SMA/SMK). Selain itu,

Asesmen Nasional tidak digunakan untuk

menilai siswa yang menjadi peserta

asesmen. Dengan kata lain, hasil Asesmen

Nasional tidak memuat skor atau nilai

siswa secara individual melainkan memuat

informasi tentang sistem pendidikan di

setiap satuan pendidikan sebagai dasar

perbaikan kualitas proses pembelajaran

untuk meningkatkan hasil belajar siswa

sesuai dengan level atau tingkatannya

(learning at the right level), baik Perlu

Intervensi Khusus (PIK), Dasar, Cakap,

atau Mahir. Penilaian untuk kelulusan

siswamerupakan kewenangan pendidik atau

guru dan satuan pendidikan.

Asesmen Nasional dilaksanakan

secara komprehensif meliputi AKM untuk

mengukur kemampuan literasi membaca

dan literasi matematika (numerasi) siswa,

Survei Karakter untuk mengukur sikap,

nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang

mencerminkan karakter siswa sebagai

perwujudan Profil Pelajar Pancasila

(beriman, bertakwa dan berakhlak mulia;

mandiri; kreatif; bernalar kritis, bergotong

royong, dan berkebinekaan global), dan

Survei Lingkungan Belajar untuk

mengukur kualitas proses pembelajaran dan

iklim sekolah yang menunjang

pembelajaran. Literasi dan numerasi

merupakan kemampuan mendasar yang

dapat diterapkan secara luas dalam segala

situasi dan dibutuhkan siswa untuk

menjalani hidup dan perikehidupannya

lintas bidang ilmu atau mata pelajaran dan

lintas profesi. Artinya, profesi apapun akan

selalu membutuhkan kemampuan literasi

dan numerasi yang dapat diajarkan pada

Page 5: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

96 | Julaeha. 92-105

semua bidang ilmu atau mata pelajaran di

setiap jenjang pendidikan.

AKM sebagaimana dipaparkan di

atas merupakan asesmen yang dilaksanakan

secara nasional pada aspek pengetahuan

(kognitif). Pengembangan soal AKM dalam

framework AKM dibagi ke dalam enam

level, yakni level 1 (kelas 1 – 2), level 2

(kelas 3 – 4), level 3 (kelas 5 – 6), level 4

(kelas 7 – 8), level 5 (kelas 9 – 10), dan

level 6 (kelas 11 – 12). Setiap kompetensi

yang diukur dalam setiap level dituangkan

ke dalam learning progression literasi dan

numerasi. Hal ini mendasari pelaksanaan

AKM yang dilaksanakan selain secara

nasional juga berbasis kelas. AKM berbasis

kelas dilaksanakan oleh guru di setiap

satuan dan jenjang pendidikan untuk

memantau progres belajar literasi dan

numerasi (milestone) sebelum

dilaksanakannya AKM secara nasional

pada kelas V, VIII, dan XI. Dengan

demikian, guru harus memiliki

pengetahuan tentang kerangka kerja AKM,

pembelajaran berbasis AKM, dan

bagaimana mengembangkan soal AKM

(Pusmenjar, 2020, hlm. 19-33).

Pembelajaran Literasi Di Sekolah Dasar

Kemampuan literasi merupakan

salah satu kategori keterampilan yang

dibutuhkan pada abad 21, selain

kompetensi abad 21 (4C) dan kualitas

karakter menurut WEF (world economic

forum). Kemampuan literasi yang

dibutuhkan oleh setiap individu pada abad

21 agar dapat hidup dengan layak di

lingkungan masyarakat dunia terdiri atas

enam keterampilan, di antaranya literasi

membaca. Literasi membaca merupakan

kemampuan untuk memahami,

menggunakan, mengevaluasi, merefleksi

bentuk-bentuk teks tertulis yang dibutuhkan

oleh individu. Literasi membaca menurut

framework AKM dapat ditinjau dari tiga

komponen (aspek), yakni konten, proses

kognitif, dan konteks sebagaimana

framework asesmen internasional PISA

(Programme for Internasional Student

Assessment) dan TIMSS (Trends in

International Mathematics and Social

Study).

Konten teks dalam literasi

membaca, meliputi teks fiksi atau teks

imajinasi dan teks informasi atau teks

faktual. Teks fiksi berupa karya imajinatif

yang mengangkat persoalan-persoalan

kehidupan manusia (cerita rakyat, legenda,

fabel, mitos, fiksi ilmiah, satir, puisi, prosa,

drama, novel, pantun, soneta, epos, cerita

fantasi, ironi, lirik lagu, dll.), sedangkan

teks informasi atau nonfiksi berupa teks

yang ditulis berdasarkan data-data faktual,

peristiwa-peristiwa, dan sesuatu yang

benar-benar ada dan terjadi dalam

kehidupan yang dilengkapi dengan

gambar/foto, tabel, grafik, infografis,

diagram, dll. (iklan, dokumen perusahaan,

berita, artikel, laporan, pidato, buku

pelajaran, pamplet, brosur, bulletin,

infografis, label makanan/obat, resep,

ulasan, jurnal ilmiah, laporan penelitian,

buku panduan, editorial, dll.). Teks fiksi

dapat digunakan dalam pembelajaran untuk

membangkitkan daya imajinasi dan

kreativitas siswa, terutama siswa SD yang

pada umumnya memiliki karakteristik

senang berimajinasi, sementara teks

informasi dapat digunakan dalam

pembelajaran untuk menumbuhkan

keterampilan berpikir kritis dengan dasar

fakta, data, dan informasi.

Konteks teks dalam literasi

membaca terdiri atas konteks personal,

sosial budaya, dan saintifik. Konteks

personal berupa teks atau bacaan yang

berisi peristiwa, latar, aksi, karakter,

suasana, perasaan, ide, mapun wawasan

Page 6: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

97 | Julaeha. 92-105

yang bersifat personal (hobi, cita-cita,

peristiwa, pengalaman, gaya hidup,

pekerjaan/profesi, dll.), konteks sosial

budaya berupa teks atau bacaan yang

mencerminkan pandangan masyarakat

terkait kondisi sosial budaya (transportasi

umum, permainan tradisional,

perekonomian, kebijakan publik, makanan

khas, tarian, kebiasaan masyarakat, dll.),

sementara konteks saintifik berupa teks

atau bacaan yang dapat meningkatkan

kemampuan untuk memahami pengetahuan

kecakapan ilmiah dengan mengidentifikasi

pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,

menjelaskan fenomena ilmiah, mengambil

simpulan berdasarkan fakta, memahami

karakteristik sains, dan kemauan untuk

terlibat dan peduli terhadap isu-isu sains

(ilmu ruang angkasa, ilmu medis,

kandungan gizi, ilmu fisika, cuaca/iklim,

gejala alam, ilmu biologi, dll.). Beragam

konteks dilibatkan dalam pembelajaran

literasi, agar siswa memiliki kemampuan

literasi yang berkembang mulai dari level

perlu intervensi khusus, dasar, cakap, dan

mahir.

Proses kognitif pada literasi

membaca terdiri atas tiga level, yakni (1)

menemukan informasi dalam teks (access

& retrieve); (2) memahami teks (interpret

& integrate); dan (3) mengevaluasi dan

merefleksi teks (evaluate & reflect). Level

menemukan informasi dalam teks (access

& retrieve) merupakan kompetensi untuk

menemukan, mengidentifikasi, dan

mendeskripsikan suatu gagasan atau

informasi yang secara eksplisit terdapat

dalam teks. Level memahami teks

(interpret & integrate) merupakan

kompetensi untuk menguraikan dan

mengintegrasikan informasi yang

ditemukan dengan cara membandingkan

dan mengontraskan ide atau informasi

dalam atau antarteks, membuat simpulan,

mengelompokkan, dan mengombinasikan

ide dan informasi dalam teks atau antarteks.

Sementara itu, level mengevaluasi dan

merefleksi teks (evaluate & reflect)

merupakan kompetensi untuk membuat

penilaian terhadap teks atau membuat

refleksi terhadapnya dengan menggunakan

pengetahuan, ide, atau sikap yang termuat

secara eksplisit atau implisit dalam teks

kedalam kehidupan atau pengalaman

sehari-hari. Pembelajaran literasi

dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari

level menemukan informasi dalam teks,

memahami teks, dan merefleksi teks

(Pusmenjar, 2020, hlm. 11-21).

Pembelajaran literasi sesuai dengan

framework asesmen nasional AKM

merujuk pada asesmen internasional PISA

dan TIMSS meliputi beberapa tahapan

supaya siswa dapat berinteraksi dengan

konten-konten yang termuat di dalam teks,

baik fiksi maupun informasi. Tahapan

dalam pembelajaran literasi menurut

framework AKM relevan dengan level

dalam proses kognitif untuk literasi

membaca sebagai berikut.

Page 7: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

98 | Julaeha. 92-105

Gambar 1. Pembelajaran Literasi Membaca sesuai Framework AKM

Berdasarkan Gambar 1 di atas,

pembelajaran literasi membaca pada

jenjang SD dimulai dari pengelolaan

terhadap konteks dan tugas membaca siswa

dimana guru harus memiliki bank atau

koleksi teks, baik fiksi maupun informasi

yang dikembangkan sendiri atau komunitas

agar relevan dengan konteks siswa yang

diajarnya. Selanjutnya, guru memfasilitasi

pembelajaran literasi membaca secara

bertahap mulai dari membaca permulaan

(kelas awal SD) dan membaca lancar

pemahaman untuk menemukan informasi

yang secara eksplisit terdapat dalam teks,

menceritakan isi teks dengan bahasa

sendiri, menyimpulkan makna dari isi teks,

menilai teks, dan merefleksi isi teks

dikaitkan dengan pengalaman atau

kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Numerasi di Sekolah

Dasar

Numerasi merupakan kemampuan

berpikir menggunakan konsep, prosedur,

fakta, dan alat matematika untuk

menyelesaikan masalah sehari-hari pada

berbagai jenis konteks yang relevan untuk

individu sebagai warga negara Indonesia

dan dunia. Numerasi juga dapat dimaknai

sebagai kemampuan yang dimiliki individu

dalam menggunakan pengetahuan

matematika yang dimilikinya untuk

menjelaskan kejadian, memecahkan

masalah, atau mengambil keputusan dalam

kehidupan sehari-hari (berpikir/bernalar

logis dan sistematis). Numerasi banyak

kaitannya dengan bidang ilmu Matematika,

terutama terkait konten dalam numerasi

berdasarkan framework AKM merujuk

pada bidang kajian dalam bidang ilmu

Matematika yang meliputi: Bilangan

(Kuantitas), Aljabar (Perubahan dan

Hubungan), Geometri dan Pengukuran

(Ruang dan Bentuk), serta Statistik dan

Penyajian Data (Ketidakpastian dan Data).

Konteks numerasi seperti halnya

konteks literasi meliputi konteks personal,

sosial budaya, dan saintifik. Konteks

personal berupa aktivitas seseorang,

keluarga, atau kelompok tertentu (makanan,

belanja, permainan, kesehatan pribadi,

transportasi pribadi, olahraga, perjalanan,

penjadwalan pribadi, keuangan pribadi,

dll.), konteks sosial budaya berupa masalah

komunitas atau masyarakat baik lokal,

nasional, maupun global (sistem

pemungutan suara, transportasi umum,

pemerintahan, kebijakan publik, demografi,

Page 8: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

99 | Julaeha. 92-105

periklanan, statistik, ekonomi nasional,

dll.), dan konteks saintifik berupa aplikasi

matematika di alam semesta dan isu serta

topik yang berkaitan dengan sains dan

teknologi (cuaca/iklim, ekologi, ilmu

medis, ilmu ruang angkasa, genetika,

pengukuran, dll. baik ekstra- maupun

intramatematika). Beragam konteks

dilibatkan dalam pembelajaran numerasi,

agar siswa memiliki kemampuan numerasi

yang berkembang dari mulai level perlu

intervensi khusus, dasar, cakap, dan mahir,

sehingga guru dapat memberikan intervensi

pembelajaran sesuai dengan level belajar

numerasi siswa (learning at the right level).

Proses kognitif pada numerasi

terdiri atas tiga level, yakni (1) knowing

(mengetahui) berupa kemampuan

pengetahuan peserta didik tentang fakta,

proses, konsep, dan prosedur; (2) applying

(menerapkan) berupa kemampuan siswa

untuk menerapkan pengetahuan atau

pemahaman tentang fakta, relasi, proses,

konsep, prosedur, dan metode pada konteks

situasi nyata untuk menyelesaikan masalah

atau menjawab pertanyaan; dan (3)

reasoning (bernalar) berupa kemampuan

siswa dalam menganalisis data dan

informasi, membuat simpulan, dan

memperluas pemahaman mereka dalam

situasi baru, baik yang tidak diketahui

sebelumnya maupun konteks yang lebih

kompleks. Pembelajaran numerasi

dilaksanakan secara berjenjang sesuai

dengan tahapan proses kognitif di atas, agar

setiap siswa belajar sesuai dengan lintasan

belajar masing-masing (learning trajectory)

(Pusmenjar, 2020, hlm. 70-73).

Pembelajaran numerasi sesuai

dengan framework asesmen nasional AKM

merujuk pada asesmen internasional PISA

dan TIMSS meliputi beberapa tahapan

supaya siswa dapat mengetahui,

menerapkan, dan bernalar menggunakan

objek matematis untuk memecahkan

masalah dan mengambil keputusan yang

melibatkan proses berpikir logis sistematis.

Proses belajar ini dapat melatih

kemampuan siswa dalam berpikir kritis,

memecahkan masalah, dan mengambil

keputusan berdasarkan fakta, data,

informasi, dan pengetahuan. Fakta

merupakan sesuatu yang tertangkap oleh

alat indera, data merupakan catatan dari

fakta, informasi merupakan keterkaitan

antardata yang memunculkan makna yang

lebih komprehensif, sedangkan

pengetahuan merupakan informasi yang

terbukti benar dan diyakini benar. Tahapan

dalam pembelajaran numerasi relevan

dengan level dalam proses kognitif untuk

numerasi sebagai berikut.

Gambar 2. Pembelajaran Numerasi sesuai Framework AKM

Page 9: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

100 | Julaeha. 92-105

Berdasarkan Gambar 2 di atas,

pembelajaran numerasi dimulai dari

masalah kontekstual tertentu untuk

diformulasikan kedalam masalah matematis

bersama guru dan siswa. Selanjutnya, guru

memfasilitasi siswa untuk melakukan

aktivitas matematis sambil melakukan

eksplorasi terhadap objek-objek matematis

berupa fakta, konsep, prosedur, relasi,

operasi, dan objek matematis lainnya. Guru

memantau kinerja mandiri siswa dalam

melakukan eksplorasi matematis dengan

sekali-kali memberikan bimbingan atau

bantuan untuk siswa yang

membutuhkannya. Objek-objek matematis

yang berhasil dieksplorasi oleh siswa dan

tertanam dalam benaknya dikaitkan dengan

konteks baru tertentu, sehingga siswa dapat

lebih memaknai atau menginterpretasi

objek-objek matematis tersebut. Akhirnya,

guru menguji kemampuan numerasi siswa

terkait objek-objek matematis yang

dipahaminya melalui masalah kontekstual

baru lainnya sehingga pembelajaran lebih

bermakna dan akan terskemakan dengan

baik dalam skemata benak siswa. Hal ini

relevan dengan pembelajaran matematika

kontemporer menurut Harel (2008) yang

disebut dengan Model Triadic.

Gambar 3. Pembelajaran Numerasi sesuai Model Triadic (Harel, 2008)

Berdasarkan Gambar 3 di atas,

pembelajaran numerasi dimulai dari

masalah tertentu baik kontekstual maupun

rekayasa sebagai pemicu aktivitas berpikir

(aksi mental) meskipun masih bersifat acak

(belum terstruktur), sehingga siswa dapat

memformulasikannya ke dalam masalah

matematis dan menyelesaikan masalah

tersebut menggunakan pengetahuan

matematika yang telah diketahui atau

dipahaminya (fakta, konsep, prosedur,

relasi, operasi, dll.) dan berjuang mencari

tahu pengetahuan matematika yang belum

diketahuinya. Kesempatan yang diberikan

untuk siswa berjuang memecahkan masalah

melalui aktivitas eksplorasi matematis

secara mandiri akan membentuk alur

berpikir yang lebih teratur, sehingga siswa

mampu menemukan atau menghasilkan

materi pembelajaran berupa objek

matematis tertentu yang kebenarannya

masih bersifat informal-subjektif.

Selanjutnya, guru memfasilitasi

pembelajaran agar terjadi aktivitas

Page 10: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

101 | Julaeha. 92-105

pemahaman terhadap konten materi

pembelajaran numerasi yang memiliki

kebenaran formal-universal. Akhirnya,

konten materi pembelajaran numerasi akan

bermakna bagi siswa ketika dikaitkan

kembali dengan konteks yang relevan dan

digunakan untuk memecahkan masalah

yang relevan dengan materi pembelajaran

yang telah dipelajari (Suryadi, 2019, hlm.

14).

Pembelajaran numerasi berdasarkan

paradigma di atas relevan dengan

pernyataan Dewantara (2004, hlm. 48)

bahwa dalam pengajaran pengetahuan, guru

tidak hanya menyampaikan pengetahuan

yang baik dan perlu saja, tetapi juga yang

bermanfaat untuk hidup siswa dengan cara

menemukan sendiri dan tidak melupakan

lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan

yang bermanfaat merupakan hasil proses

belajar yang bermakna, eksplorasi

matematis merupakan perjuangan siswa

untuk menemukan sendiri pengetahuan,

dan lingkungan di sekitar siswa merupakan

konteks yang dapat berbentuk masalah

untuk menstimulasi belajar siswa. Hal ini

dikuatkan dengan pernyataan Iriawan

(2019, hlm. 362-366) bahwa pembelajaran

matematika idealnya diawali dengan proses

rekontekstualisasi matematis merupakan

tahap pembelajaran yang mengembalikan

materi pembelajaran matematika kedalam

konteksnya sehingga setiap siswa dapat

memaknainya dengan cara pandang yang

berbeda, dan diakhiri dengan

kontekstualisasi matematis yang

merupakan proses pembelajaran

matematika yang mengondisikan siswa

untuk mengalami atau terlibat dengan

situasi didaktis nyata yang kontekstual.

Dengan demikian, pembelajaran numerasi

idealnya dimulai dengan masalah

kontekstual sebagai input untuk

diselesaikan secara mandiri oleh siswa dan

diakhiri dengan masalah kontekstual

lainnya yang masih relevan sebagai bentuk

evaluasi untuk mengukur ketercapaian

kemampuan numerasi siswa.

Manajemen Pembelajaran Literasi dan

Numerasi di SD

Pembelajaran literasi pada jenjang

SD dapat terlaksana dengan efektif sesuai

framework AKM apabila dikelola dengan

baik secara sistemik melibatkan seluruh

unsur atau sumber daya yang dimiliki oleh

sekolah sesuai dengan perannya masing-

masing. Guru dapat mengembangkan bank

atau koleksi teks yang terdiri atas teks fiksi

dan teks informasi dengan beragam

konteks, kemudian mengelola pembelajaran

literasi dengan memanfaatkan bank teks

tersebut. Teks fiksi akan lebih banyak

digunakan pada jenjang SD terutama kelas

awal dibanding dengan teks informasi,

karena siswa SD memiliki karakteristik

secara umum yang masih senang

berimajinasi. Kepala sekolah berperan

sesuai dengan tugas dan tanggung

jawabnya, terutama dalam bidang

manajerial dan supervisi akademik sesuai

kompetensinya dalam memimpin

pembelajaran dan memimpin manajemen

sekolah terkait pembelajaran literasi.

Kepala sekolah menginisiasi kegiatan

sekolah untuk menguatkan kemampuan

literasi guru, tenaga kependidikan, dan

siswa yang terintegrasi dengan program

Gerakan Literasi Sekolah dan Gerakan

Literasi Kelas. Selain itu, kepala sekolah

memantau atau memonitor kinerja guru

dalam mempersiapkan perangkat

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

dan melakukan penilaian pembelajaran

berbasis pembelajaran literasi sesuai

framework AKM.

Kepala sekolah dapat memfasilitasi

guru untuk mengembangkan bank atau

Page 11: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

102 | Julaeha. 92-105

koleksi teks dengan beragam konteks,

memberikan contoh sebagai model untuk

memimpin pembelajaran terkait

pelaksanaan pembelajaran literasi,

melakukan supervisi pembelajaran

menerapkan pendekatan yang relevan untuk

meningkatkan kemampuan guru dalam

merancang, melaksanakan, dan menilai

pembelajaran literasi sesuai framework

AKM, seperti supervisi kolaboratif

reflektif. Kepala sekolah juga sebagai

pemimpin dan manajer di setiap satuan

pendidikan dapat membangun jejaring

kemitraaan dengan komunitas lain di

sekitarnya yang memiliki kepedulian

terhadap pendidikan untuk mendukung

seluruh program sekolah, terutama terkait

pembelajaran literasi. Kepala sekolah yang

visioner memiliki visi dan misi yang jelas

dan terukur untuk mewujudkan lulusan

yang literat, disertai strategi yang logis dan

rasional yang relevan dengan teori-teori

kontemporer tentang pembelajaran literasi

di SD.

Pembelajaran numerasi pada

jenjang SD harus disesuaikan dengan

karakteristik siswa SD yang masih berpikir

konkret, sehingga setiap konten selalu

disesuaikan dengan konteks yang dekat

dengan hidup siswa. Peran semua unsur di

setiap satuan pendidikan sangat

menentukan terlaksananya pembelajaran

numerasi secara efektif sesuai framework

AKM. Guru dapat mengembangkan

berbagai masalah kontekstual atau rekayasa

dengan beragam konteks, kemudian

mengelola pembelajaran numerasi dengan

memanfaatkan berbagai masalah tersebut.

Kepala sekolah berperan sesuai dengan

tugas dan tanggung jawabnya, terutama

dalam bidang manajerial dan supervisi

akademik sesuai kompetensinya dalam

memimpin pembelajaran dan memimpin

manajemen sekolah terkait pembelajaran

numerasi. Kepala sekolah menginisiasi

kegiatan sekolah untuk menguatkan

kemampuan numerasi guru, tenaga

kependidikan, dan siswa. Selain itu, kepala

sekolah memantau atau memonitor kinerja

guru dalam mempersiapkan perangkat

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

dan melakukan penilaian pembelajaran

berbasis pembelajaran numerasi sesuai

framework AKM.

Kepala sekolah dapat memfasilitasi

guru untuk mengembangkan berbagai

masalah kontekstual dan rekayasa dengan

beragam konteks, memberikan contoh

sebagai model untuk memimpin

pembelajaran terkait pelaksanaan

pembelajaran numerasi, melakukan

supervisi pembelajaran menerapkan

pendekatan yang relevan untuk

meningkatkan kemampuan guru dalam

merancang, melaksanakan, dan menilai

pembelajaran numerasi sesuai framework

AKM. Kepala sekolah juga sebagai

pemimpin dan manajer di setiap satuan

pendidikan dapat membangun jejaring

kemitraaan dengan komunitas lain di

sekitarnya yang memiliki kepedulian

terhadap pendidikan untuk mendukung

seluruh program sekolah, terutama terkait

pembelajaran numerasi. Kepala sekolah

yang visioner memiliki visi dan misi yang

jelas dan terukur untuk mewujudkan

lulusan yang numerat, disertai strategi yang

logis dan rasional yang relevan dengan

teori-teori kontemporer tentang

pembelajaran numerasi di SD.

Manajemen pembelajaran literasi

dan numerasi yang baik di setiap satuan

pendidikan akan menentukan efektivitas

pembelajaran literasi dan numerasi di

satuan pendidikan tersebut. Manajemen

pembelajaran dilaksanakan secara

kolaboratif dengan penuh kesadaran akan

tugas, tanggung jawab, wewenang, dan

Page 12: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

103 | Julaeha. 92-105

peran masing-masing. Hal ini relevan

dengan pernyataan Hicks & Gullett (1981,

hlm. 5) bahwa manajer dalam aktivitas

manajemen berjalan saling membutuhkan

dan bergandengan tangan dengan sebuah

organisasi yang dipimpinnya. Manajemen

pembelajaran yang baik akan

menumbuhkan budaya belajar kolaboratif

dan iklim belajar yang kondusif untuk

siswa melaksanakan pembelajaran literasi

dan numerasi, yang pada akhirnya akan

mampu mewujudkan generasi yang literat

dan numerat. Generasi tersebut merupakan

generasi gemilang berbudaya yang mampu

menaklukan alam dan zaman, sehingga

menjadi manusia paripurna yang hidup

dengan layak di lingkungan masyarakat

dunia, sejahtera lahir dan batin.

Kesejahteraan lahir dan batin siswa

merupakan tujuan utama pendidikan,

termasuk pembelajaran literasi dan

numerasi yang merupakan bagian integral

dari pendidikan dengan cara memberikan

ilmu pengetahuan tentang keterbukaan

wawasan dan pemecahan masalah secara

logis dan sistematis.

SIMPULAN

Asesmen nasional yang akan

dilaksanakan mulai tahun 2021, melalui

AKM, survei karakter, dan survei

lingkungan belajar di setiap satuan

pendidikan pada setiap jenjang pendidikan

kelas V SD, kelas VIII SMP, dan kelas XI

SMA/SMK harus disambut baik oleh

shareholders dan stakeholders pendidikan

pada jenjang pendidikan tersebut. Asesmen

nasional yang akan dilaksanakan tidak lagi

melakukan evaluasi individual, melainkan

mengevaluasi sistem pendidikan di setiap

satuan pendidikan. Potret mutu pendidikan

setiap satuan pendidikan merupakan dasar

perbaikan secara berkelanjutan di satuan

pendidikan tersebut. Mutu pendidikan di

setiap satuan pendidikan dipotret melalui

hasil AKM dengan fokus pada kecakapan

literasi membaca dan numerasi, survei

karakter untuk memotret sikap dan budi

pekerti siswa, serta survei lingkungan

belajar untuk memotret lingkungan belajar

siswa sebagai pendukung pembelajaran.

Literasi dan numerasi merupakan

kemampuan mendasar yang dibutuhkan

untuk hidup siswa harus dipelajari sejak

dini, mulai dari jenjang SD. Fasilitasi dan

intervensi guru dalam pembelajaran literasi

dan numerasi di SD harus disesuaikan

dengan framework AKM, agar siswa dapat

belajar sesuai dengan tingkat

pencapaiannya (learning at the right level).

Pembelajaran literasi melibatkan konten

berupa teks fiksi dan teks informasi yang

melibatkan proses pembelajaran membaca

dan menemukan isi teks secara eksplisit,

menginterpretasi dan mengintegrasikan isi

teks secara implisit agar dapat dimaknai

dan disimpulkan oleh siswa, serta

mengevaluasi dan merefleksi teks dikaitkan

dengan teks lainnya dan pengalaman

sehari-hari siswa. Sedangkan pembelajaran

numerasi melibatkan masalah kontekstual

untuk diformulasikan oleh siswa kedalam

masalah matematis, dieksplorasi secara

mandiri oleh siswa, dimaknai dengan

mengaitkan pengetahuan matematis dengan

masalah kontekstual lainnya, serta

dievaluasi dengan masalah kontekstual

yang berbeda dengan sebelumnya.

Manajemen pelaksanaan

pembelajaran literasi dan numerasi akan

sangat menentukan efektivitas

pembelajaran literasi dan numerasi.

Beberapa pengelolaan pembelajaran literasi

dan numerasi di SD yang dapat dilakukan

oleh guru dan kepala sekolah, antara lain:

a. Guru membuat bank atau koleksi teks

yang dikembangkan sendiri oleh guru,

baik teks fiksi maupun teks informasi

Page 13: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

104 | Julaeha. 92-105

untuk pembelajaran literasi, sedangkan

kepala sekolah memonitor kinerja guru

dalam merancang pembelajaran literasi

di SD.

b. Guru membuat bank atau koleksi

masalah kontekstual yang dikembangkan

sendiri oleh guru untuk pembelajaran

numerasi, sedangkan kepala sekolah

memonitor kinerja guru dalam

merancang pembelajaran numerasi di

SD.

c. Guru melaksanakan pembelajaran

literasi secara bertahap, mulai dari

membaca dan menemukan isi teks secara

eksplisit, menginterpretasi dan

mengintegrasikan isi teks sampai

memaknai dan menyimpulkan isi teks

secara implisit, serta mengevaluasi dan

merefleksi teks dikaitkan dengan teks

lainnya dan pengalaman hidup siswa.

Sementara itu, kepala sekolah

melakukan supervisi akademik dengan

menerapkan pendekatan kontemporer,

serta menempatkan diri sebagai

pemimpin pembelajaran melalui menjadi

model atau contoh bagi guru dalam

pembelajaran literasi.

d. Guru melaksanakan pembelajaran

numerasi secara bertahap, mulai dari

memahami masalah kontekstual,

memformulasikan masalah kontekstual

kedalam masalah matematis, melakukan

eksplorasi matematis, menginterpretasi

objek matematis dikaitkan dengan

masalah kontekstual lainnya, dan

mengevaluasi siswa menggunakan

masalah kontekstual yang berbeda

dengan sebelumnya. Sementara itu,

kepala sekolah melakukan supervisi

akademik dengan menerapkan

pendekatan kontemporer, serta

menempatkan diri sebagai pemimpin

pembelajaran melalui menjadi model

atau contoh bagi guru dalam

pembelajaran numerasi.

e. Kepala sekolah membangun jejaring

kemitraan dengan komunitas lainnya

untuk mendukung terlaksananya

pembelajaran literasi dan numerasi, baik

secara material maupun non-material.

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara. 2004. Pendidikan. Yogyakarta:

Majelis Luhur Persatuan Taman

Siswa.

Harel. 2008. What is Mathematics? A

Pedagogical Answer to a

Philosophical Question. Dalam B.

Gold & R.A. Simons (Eds.): Proof

and other Dilemmas: Mathematics

and Philosophy (pp. 256-290). The

Mathematical Associationof

America.

Hicks, G. H. & Gullett, C. R. 1981.

Management. Tokyo Japan:

McGraw Hill, Inc.

Iriawan, S. B. 2019. Pengembangan Model

Pembelajaran Matematika berbasis

Sistem Among Ki Hadjar

Dewantara untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis,

Kemandirian Belajar, dan

Kebiasaan Berpikir Matematis

Siswa Sekolah Dasar. (Desertasi).

Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud). 2016. Peraturan

Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian

Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud). 2018. Peraturan

Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018

Page 14: MANAJEMEN PEMBELAJARAN LITERASI DAN NUMERASI DI …

Jurnal EDUPENA, Volume 01, Nomor 02, Desember 2020 p-ISSN 2722-3426

105 | Julaeha. 92-105

tentang Penugasan Guru sebagai

Kepala Sekolah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud). 2019. Peraturan

Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 43 Tahun 2019

tentang Penyelenggaraan Ujian

yang Diselenggarakan Satuan

Pendidikan dan Ujian Nasional.

Jakarta: Kemdikbud.

Pusat Asesmen dan Pembelajaran

Kemdikbud. 2020. Framework

AKM. Jakarta: Badan

Pengembangan, Penelitian, dan

Perbukuan.

Suryadi, D. 2019. Landasan Filosofis

Penelitian Desain Didaktis (DDR).

Bandung: Pusat Pengembangan

DDR Indonesia.