manajemen pelayanan publik

Upload: sampeyan-riyan

Post on 12-Jul-2015

2.914 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Filedata: [email protected]

BAB I KONSEPSI MANAJEMEN PELAYANAN

USuatu

A. Batasan Pengertian Manajemen Pelayanan ntuk dapat mempelajari manajemen pelayanan, sebelumnya kita harus memahami pengertiannya. Oleh karena itu di bawah ini akan diuraikan tentang definisi manajemen, definisi pelayanan, dan definisi manajemen

pelayanan. Ada berbagai macam definisi manajemen, misalnya Manullang (1985:17) mendefinisikan manajemen sebagai: Seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan dari pada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sementara itu Gibson, Donelly & Ivancevich (1996:4) mendefinisikan manajemen sebagai: proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengorganisasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Dua definisi tersebut di atas kelihatannya berbeda, tetapi apabila dicermati pada prinsipnya adalah sama. Yang dimaksudkan proses oleh Gibson, Donelly dan Ivancevich sebenarnya adalah penerapan ilmu dan seni sebagaimana yang dimaksud oleh Manullang. Sedangkan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan oleh Gibson,dkk disebut sebagai mengorganisasikan berbagai aktivitas lain. Sama halnya dengan definisi manajemen, definisi pelayanan juga sangat banyak. Definisi yang sangat simpel diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner, dan Crosby (1997:448): Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan. Ini adalah definisi yang paling simpel. Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos (1990:27) sebagaimana dikutip dibawah ini:Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar 1

Filedata: [email protected]

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen atau karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan. Dari dua definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan adalah tidak kasat mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan. Ciri-ciri lain yang lebih lengkap dapat dipakai untuk memahami pengertian pelayanan telah diberikan olah Zemke sebagaimana dikutip oleh Collins dan McLaughlin (1996:559) sebagai mana dapat dilihat dalam tabel 1.1 di bawah ini.Tabel 1.1 Karekteristik produk (barang) dan pelayanan Produk (Barang) Konsumen Memiliki objeknya Jasa Pelayanan Konsumen memiliki kenangan, pengalaman atau memori tersebut tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain. Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan. Setiap konsumen dan setiap kontak adalah spesial. Suatu pelayanan terjadi saat tertentu, ini tidak dapat disimpan di gudang atau dikirimkan contohnya. Konsumen adalah rekanan yang terlibat dalam proses produksi.

Tujuan pembuatan barang adalah keseragaman, semua barang adalah sama Suatu produk atau barang dapat disimpan di gudang, sampelnya dapat dikirim ke konsumen Konsumen adalah pengguna akhir yang tidak terlibat dalam proses produksi Kontrol kulaitas dilakukan dengan Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan output dengan cara membandingkan harapannya dengan spesifikasinya pengalamannya. Jika terjadi kesalahan produksi, Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang produk (barang) dapat ditarik kembali bisa dilakukan untuk memperbaiki adalah dari pasar. meminta maaf. Moral karyawan sangat penting Moral karyawan berperan sangat menentukan. Sumber: Zemke (dalam Collins & McLaughlin, 1996:559)

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar

2

Filedata: [email protected]

Berdasarkan pengertian manajemen, dan pelayanan tersebut di atas, dengan demikian manajemen pelayanan dapat diartikan sebagai suatu proses

penerapan

ilmu

dan

seni

untuk

menyususun

rencana, dan

mengimplementasikan tujuan-tujuan pelayanan.

rencana,

mengkoordinasikan

menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya

B. Pelayanan Publik, Pelayanan Umum, Pelayanan Pemerintah dan

Pelayanan Perijinan Di Indonesia, konsep pelayanan administrasi pemerintah seringkali dipergunakan secara bersama-sama atau dipakai sebagai sinonim dari konsepsi pelayanan periijinan dan pelayanan umum, serta pelayanan publik. Keempat istilah tersebut dipakai sebagai terjemahan dari public service. Hal ini dapat dilihat dalam dokumen-dokumen pemerintah sebagaimana dipakai oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara. Dalam tulisan ini administrasi pemerintah memang disejajarkan, dipakai secara silih berganti dan dipergunakan sebagai sinonim dari pelayanan perijinan, yang merupakan terjemahan dari administrative service. Sedangkan pelayanan umum, menurut penulis lebih sesuai jika dipakai untuk menerjemahkan konsep public service. Istilah pelayanan umum ini dapat disejajarkan atau dipadankan dengan istilah pelayanan publik. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai: Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Keputusan MENPAN Nomor 63/2003).Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar 3

Filedata: [email protected]

Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan periijinan dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bentuk produk pelayanannya adalah ijin atau warkat. Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau perijinan tersebut mungkin dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, misalnya upaya Kantor Pertanahan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan menerbitkan akta tanah, pelayanan penyediaan air bersih, pelayanan transportasi, pelayanan penyediaan listrik dan lain-lain. Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau perijinan juga mungkin diselenggarakan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Misalnya karena adanya ketentuan peraturan perundangan bahwa setiap pengendara harus memiliki Mengemudi, maka diselengarakan pelayanan pengadaan SIM. C. Pengertian Barang dan Jasa Publik Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab terdahulu, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat diartikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baikDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar 4

Surat Ijin

Filedata: [email protected]

dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prisipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pelayanan publik atau pelayanan umum sangat terkait dalam puaya penyediaan barang publik atau jasa publik. Barang publik atau jasa publik dipahami dengan menggunakan taksonomi barang dan jasa yang dikemukankan oleh Howlett dan Ramesh (1995:33-34). Berdasarkan derajat eksklusivitasnya (apakah suatu barang/jasa hanya dapat dinikmati secara eksklusif oleh satu orang saja) dan derajat keterhabisannya (apakah suatu barang/jasa habis terkosumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi), Howlett dan Ramesh (1995:32-33) membedakan adanya empat macam barang/jasa:a. Barang/Jasa Privat.

Ini adalah barang/jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi, seperti misalnya makana atau jasa potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah dikosumsi oleh seseorang pengguna.b. Barang/Jasa Publik

Ini adalah barang/jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah, seperti misalnya penerangan jalan atau keamanan, yang tidak dapat dibatasi penggunaannya, dan tidak habis meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna.c. Peralatan Publik

Peralatan publik ini kadang-kadang disebut juga sebagai barang/jasa semi publik, yaitu barang/jasa yang tingkat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tingkat keterhabisannya rendah. Contoh barang/jasa semi publik adalah jembatan atau jalan raya yang tetap masih dapat dipakai oleh pengguna lain setelah dipakaiDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar 5

Filedata: [email protected]

oleh seseorang pengguna, tetapi yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya kepada setiap pemakai.d. Barang /Jasa Milik Bersama.

Sedangkan barang/jasa milik bersama adalah barang/jasa yang tingkat eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisanya tinggi. Contoh barang/jasa milik bersama adalah ikan di laut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi yang tidak mungkin untuk dilakukan penerikan biaya secara langsung kepada orang yang menikmatnya. Perbedaan antara empat jenis barang/jasa tersebut dapat dilihat dalam table 1.2 di bawah ini:Tabel 1.2 Taksonomi barang dan jasa Tingkat Eksklusivitas Rendah Tinggi Tinggi Barang Milik Bersama Barang/Jasa Privat Rendah Barang/Jasa Publik Peralatan Publik Jasa Semi Publik Sumber: Howlett dan Ramesh (1995:33) Tingkat Kehabisan

Barang/

D. Penyelenggaraan Pelayanan Publik atau Pelayanan Umum Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik2.

Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat. a. b. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh yang bersifat primer dan yang bersifat sekunder. organisasi privat dapat dibedakan lagi menjadi:

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar

6

Filedata: [email protected]

Perbedaan di antara ketiga jenis pelayanan publik atau pelayanan umum tersebut adalah sebagai berikut: a. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh privat. Ini adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.b.

Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer. Ini adalah semua penyediaan barang /jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.

c.

Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder . Ini adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna / klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan, misalnya program asuransi tenaga kerja, program pendidikan dan pelayanan yang diberikan oleh BUMN. Ada lima kareteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis

penyelenggaraan pelayanan publik tersebut yaitu:a.

Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna / klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.

b.

c.d.

Type pasar. Karekteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna /klien. Locus kontrol. Karekteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyeleggara pelayanan.

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar

7

Filedata: [email protected]

e.

Sifat

pelayanan.

Hal

ini

menunjukan

kepentingan

pengguna

atau

penyelenggara pelayanan yang lebih dominan. Dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta adaptabilitas pelayanan sangat tinggi. Penyelenggara pelayanan selalu berusaha untuk merespon keinginan pengguna karena posisi tawar pengguna yang sangat tinggi. Apabila keinginan pengguna tidak direspon, maka pengguna akan beralih kepada penyelenggara pelayanan yang lain. Jelas sekali bahwa locus kontrol ada di pihak pengguna / klien. Dengan demikian sifat pelayanannya ada pelayanan yang dikendalikan oleh pengguna. Dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder, adapltabilitas tidaklah setinggi sebagaimana terjadi diprivat. Terkadang pelayanan yang diberikan memang mengalami perubahan, tetapi perubahan ini terjadi bukan karena tuntutan pengguna. Di sini locus kontrol masih di pihak penyelenggara pelayanan, tetapi posisi tawar penyelenggrara pelayanan tidak terlalu tinggi karena sudah ada lebih dari satu penyelenggara pelayanan. Jenis pasarnya adalah oligopoli. Intervensi kepentingan pemerintah mungkin tidak terlalu tinggi, tetapi masih ada intervensi kepentingan lembaga penyelenggara pelayanan. Dengan demikian sifat pelayanannya dikendalikan oleh penyelenggara pelayanan. Beberapa contoh pelayanan publik jenis ini adalah program KB, usaha-usaha yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD. Sedangkan dalam penyelenggara pelayanan publik oleh pemerintah dan bersifat primer, adapltabilitas sangat rendah. Intervensi pemerintah sangat tinggi, dan locus kontrol juga ada di tanggan pemerintah. Konsekuensinya, posisi tawar pengguna sangat rendah dan sifat pelayanan ditentukan oleh pemerintah. Sedangkan bentuk pasarnya adalah monopoli. Contoh pelayanan jenis ini adalah pelayanan pajak, pertahanan, polisi, dan perizinan. Perbedaan tiga bentuk pelayanan publik tersebur dapat dilihat dalam tabel 1.3 di bawah ini.Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar 8

Filedata: [email protected]

Tabel 1.3 Karekteristik Penyelenggaraan Pelayanan PublikKarakteristik Adaptabilitas Posisi tawar klien Bentuk/tipe pasar Locus kontrol Sifat pelayanan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Publik Privat Skunder Primer Sangat Tinggi Rendah Sangat Rendah Sangat Tinggi Rendah Sangat Rendah Kompetisi Oligopoli Monopoli Klien Provider Pemerintah Dikendalikan oleh Klien Dikendalikan Dikendalikan oleh Provider oleh Pemerintah

Sumber: Ratminto (1999:7) Mencermati tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pokok antara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta dan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik dan yang bersifat primer adalah bahwa

dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta posisi klien sangat kuat (empowerred). Sebaliknya dalam pelayanan primer yang diseleggarakan oleh organisasi publik, posisi klien sangat lemah (power less).Berdasarkan asumsi bahwa kinerja pelayanan yang diselenggarakan oleh privat lebih baik dan model penyelenggaraan pelayanan dalam organisasi privat dapat diadopsi dalam organisasi publik, secara teoretis kinerja pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintah atau pelayanan perijinan dapat ditingkatkan dengan cara memberdayakan (empowering) klien. Hal ini sesuai dengan teori exit dan voice (Joines,1994) yang akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.E. Arti Penting Manajemen Pelayanan publik

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar

9

Filedata: [email protected]

Ada beberapa hal yang mengakibatkan manajemen pelayanan menjadi suatu hal yang sangat penting sehingga kita harus mempelajarinya, diantaranya adalah sebagai berikut:a.

Dengan berlakunya Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, akan semakin banyak aktivitas pelayanan yang harus ditangani oleh Daerah. Dengan demikian Aparat di Daerah dituntut untuk dapat memahami dan mempraktikkan ilmu manajemen pelayanan.

b.

Berlakunya Undang Undang No 32 dan 33 Tahun 2004 tersebut di atas juga akan mengakibatkan interaksi antara aparat daerah dan masyarakat menjadi lebih intens. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan hak-hak asasi manusia akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang berkualitas.

c.

Globalisasi dan berlakunya era perdagangan bebas menyebabkan batas-batas antar negara menjadi kabur dan kompetisi menjadi sangat ketat. Hal ini menuntut kemampuan manajemen pelayanan yang sangat tinggi untuk dapat tetap eksis dan mampu bersaing.

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 10 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

BAB II PENGEMBANGAN MODEL MANAJEMEN PELAYANAN

A. Kebijakan Manajemen Pelayanan Umum dan Pelayanan Perizinan

M

anajemen pelayanan publik atau pelayanan umum di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan sebagai berikut:

a. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 90 / MENPAN / 1989 tentang Delapan Program Strategis Pemicu Pendayagunaan Administrasi Negara. Di antara delapan program strategis ini salah satu di antaranya adalah tentang penyederhanaan pelayanan umum. b. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 1 / 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Ini adalah merupakan pedoman bagi seluruh aparat pemerintah dalam penyeleggaraan pelayanan umum, yang antara lain mengatur tentang asa pelayanan umum, dan penyelesaian persoalan dan sengketa. c. Instruksi Presiden Nomor 1 / 1995 tentang Perbaikan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyrakat. Inpres ini merupakan instruksi dari Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negarauntuk mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi dengan Departemen/ instansi Pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan Aparatur Pemerintah kepada masyarakat baik yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan pemerintah, pembagunan, maupun kemasyarakatan.

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 11 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

d. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 06 / 1995 tentang Pedoman Peanugrahan penghargaan Abdistyabhakti bagi Unit Kerja / Kantor Pelayanan Percontohan. e. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1996. Di sini Gubernur KDH Tk I dan Bupati Walikotamadya KDH Tk II di seluruh Indonesia diintruksikan untuk: (a) mengambil langkah penyederhanaan perizinan beserta pelaksanaannya, (b) memberikan kemudahan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan di bidang usaha, dan (c) menyusun buku petunjuk pelayanan perizinan di daerah. f. Surat Edaran Direktir Jendral PUOD Nomor 503/125/POUD Tanggal 16 Januari 1996. Dalam surat edaran ini seluruh Pemerintah Daerah Tingkat II di Indonesia diperintahkan untuk membentuk unit pelayanan terpadu pola satu atap secara bertahap, yang oprasionalnya dituangkan dalam Keputusan Bupati/ Walokotamadya Kepala Daerah Tingkat II. g. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100 / 757 / OTDA Tanggal 8 Juli 2002 Tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal. h. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep. MENPAN) NOMOR 63 / 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan. i. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 / 2004 Tentang Indeks Kepuasan Masyarakat. j. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 / 2004 Tentang Tranparasi dan Akuntabilitas Pelayanan. k. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 / 2004 Tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat. l. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 119 / 2004 Tentang Pemberian Tanda Penghargaan Citra Pelayanan Prima. Hal-hal yang penting tentang isi Inpres dan Keputusan MENPAN tersebut diuraikan di bawah ini.

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 12 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

B. Pengertian Beberapa pengertian dasar yang dituliskandi dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 adalah sebagai berikut : a. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Penyelenggara Pelayanan Publik adalah Instansi Pemerintah. c. Instansi Pemerintah adalah sebuah kolektif meliputi satuan kerja / satuan organisasi Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. d. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi Pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik. e. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat / pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. f. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. g. Biaya pelayanan publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun) sebagai imbalan jasa atas pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. h. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diperoleh dari penyelenggara atau pemberian pelayanan sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat. C. Hakikat Pelayanan Publik

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 13 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. D. Asas Pelayanan Publik Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004): a. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakes oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. c. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisien dan efektiftas. d. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak da Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. E. Kelompok Pelayanan PublikDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 14 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 membedakan jenis pelayanan menjadi tiga kelompok. Adapun tiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelyanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dubutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan,sertifikat kompentensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya Dokumen-dokumen itu antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Sutar Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan / Penguasaan Tanah dan sebagainya. b. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk / jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya. c. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan transportasi, pos dan sebagainya. F. Penyelenggaraan Pelayanan Publik Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapakan prinsip, standar, pola penyelenggaraan biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaiaan pengaduan sengkata, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan peleyanan publik. Kesemuanya itu akan dijelaskan dalam sub bab-sub bab di bawah ini. 1. Prinsip Pelayanan Publik Di dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebut bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 15 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

a. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal: 1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; 2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan danpenyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; 3) Rinciaan biaya pelayanan publikdan tata cara pembayaran . c. Kepastian Waktu Pelaksanan Pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditujuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan /persoalan dalam pelaksanan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). h. Kemudahan Akses

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 16 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat teknologi telekomunikasi dan informatika, i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapai dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. 2. Standar Pelayanan Publik Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi: a. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. b. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya Pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. d. Produk PelayananDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 17 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik. f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan prilaku yang dibutuhkan.3.

Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan adanya empat pola pelayanan, yaitu: a. Fungsional Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenanangan. b. Terpusat Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. c. Terpadu Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Terpadu satu atap Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 18 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. 2) Terpadu satu pintu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. d. Gugus tugas Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain pola pelayanan sebagaimana yang telah disebutkan tersebut di atas, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanan sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola penyelenggaraan pelayanan publik dimaksud mengikuti prinsip-prinsip sebagaimana ditetapkan dalam pedoman ini. 4. Biaya Pelayanan Publik Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 diamanatkan agar penetapan besarnya biaya pelayanan publikperlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat; b. Nilai / harga yang berlaku atas barang dan atas jasa;c. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan

tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan;d. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenangdan memperhatikan prosedur sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 19 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

5.

Pelayanan Bagi Penyandang Cacat, Lanjut Usia, Wanita Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 juga mengatur bahwa

Hamil dan Balita penyelenggara pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita. 6. Pelayanan Khusus Penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti pelayanan trasportasi, kesehatan, dimungkinkan unruk meberikan penyelenggaraan pelayanan khusus, dengan ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, seperti ruang perawatan VIP di rumah sakit, dan gerbong eksekutif kereta api (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004). 7. Biro Jasa Pelayanan Dalam kaitannya dengan biro jasa pelayanan, Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menegaskan bahwa pengurusan pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas, memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang dan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan harus berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan yang bersangkutan, terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan, sepanjang tidak menggangu fungsi darat. penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai contoh, biro jasa perjalanan, angkutan udara, laut dan

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 20 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

8.

Tingkat Kepuasan Masyarakat Ukuran keberhasilan penyelenggara pelayanan ditentukan oleh tingkat

kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan tingkat kepuasan masyarakat, Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 mengamankan agar setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei indeks kepuasan masyarakat. 9. Pengawasan Penyelenggara Pelayanan Publik Pengawasan penyelenggara pelayanan publik dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004): a. Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. c. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 10. Setiap menyelesaikan Untuk Penyelesaian Pengaduan pimpinan setiap unit penyelenggara atau pelayanan publik wajib laporan pengaduan pengaduan masyarakat Unit mengenai pelayanan pengaduan

ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan sesuai dengan kewenangannya. menampung masyarakat Dalam tersebut. menyediakan loket/kotak pengaduan. menyelesaikan

masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu memperhati-

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 21 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

kan hal-hal sebagai berikut (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004): 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)8)

Prioritas penyelesaian pengaduan; Penentuan pejabat yang menyelesaikan pengaduan; Prosedur penyelesaian pengaduan; Rekomendasi penyelesaian pengaduan; Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan; Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan; Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang

mengadukan; Dokumentasi penyelesaian pengaduan. Penyelesaian Sengketa Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit penyelenggara pelayanan publik yang bersangkutandan terjadi sengketa, maka Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 mengatur bahwa penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum. 12. Evalusai Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam kaitannya dengan evalusai kinerja penyelenggaraan pelayanan publik, Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa pimpinan penyelenggaraan pelayanan publikwajib secara berkala mengadakan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan dilingkungan secara berkelanjutan dan hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan. Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya belum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, perlu terus melakukan upaya peningkatan. Dalam melakukan evaluasi kinerjaDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 22 Kapuas Sintang Kalbar

11.

Filedata: [email protected]

pelayanan publik harus mengunakan indikator yang jelas dan terukur dengan ketentuan yang berlaku.G.

Penyusunan

Petunjuk

Pelaksanaan

Penyelenggaraan

Pelayanan Publik Petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik dugunakan sebagai landasan penyusunan standar pelayanan oleh masing-masing pimpinan unit penyelenggaraan pelayanan. Petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya memuat (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004) hal-hal sebagai berikut: a. Landasan Hukum Pelayanan Publik Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan. b. Maksud dan Tujuan Pelayanan Publik Hal-hal yang dicapai dari penyelenggaraan pelayanan. c. Sistem dan Prosedur Pelayanan Publik Sistem dan prosedur pelayanan publik sekurang-kurangnya memuat: 1) Tata cara pengajuan permohonan pelayanan; 2) Tata cara penanganan pelayanan; 3) Tata cara penyampaian hasil pelayanan; dan 4) Tata cara penyampaian pengaduan pelayanan. d. Persyaratan Pelayanan Publik Persyaratan teknis dan administratif harus dipenuhi oleh masyarakat penerima pelayanan. e. Biaya Pelayanan Publik Besaran biaya dan rincian biaya pelayanan publik. f. Waktu Penyelesaian Jangka waktu penyelesaian pelayanan publik. g. Hak dan KewajibanDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 23 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Hak dan kewajiban pihak pemberi dan penerima pelayanan publik h. Pejabat Penerima Pengaduan Pelayanan Publik Penunjukan pejabat yang menangani pengaduan pelayanan publik. Selanjutnya dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 juga ditentukan pimpinan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah diharuskan menetapkan petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenagannya masing-masing.

H.

Ketentuan Lain-lain Selain hal-hal tersebut di atas, dalam Keputusan Menteri Pendayaguanaan

Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 juga diatur ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam menyusun petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan pelayanan publik dapat berkonsultasi dengan kementerian Pendayaguanaan Aparatur Negara.2. Masukan,

saran

dan

penyempurnaan

terhadap

pedoman

umum

penyelenggaraan pelayanan publik, disampaikan kepada Sekretaris Menteri Pendayaguanaan Aparatur Negara. I. UmumTerbaik Penghargaan bagi penyelenggara pelayanan umum terbaik diatur dalam Keputusan MENPAN Nomor 06 / 1995 tentang Penghargaan Abdisatyabhakti ini dibedakan Pedoman Peanugrahan dua, yaitu Piala Penghargaan Abdisatyabhakti bagi Unit Kerja atau Kantor Palayanan Percontohan. menjadi Abdisatyabhakti dan Piagam Abdisatyabhakti. Piala Abdisatyabhakti diberikan kepada unit pelayanan yang telah menunjukan tingkat kinerja pelayanan yang optimal sehingga layak menjadi contoh atau panutan. Sedangkan PiagamDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 24 Kapuas Sintang Kalbar

Penghargaan

Bagi

Penyelenggara

Pelayanan

Filedata: [email protected]

Abdisatyabhakti diberikan kepada unit pelayanan yang telah berupaya melakukan perbaikan mutu pelayanan secara berarti walaupun belum optimal. Kriteria pemberian Penghargaan Abdisatyabhakti meliputi dua kriteria pokok, yaitu kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif. Kriteria kualitatif mengacu pada Keputusan MENPAN Nomor 81 / 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum, yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. Kesederhanaan. Kejelasan dan Keputusan. Keamanan. Keterbukaan. Efisien. Ekonomis. Keadilan yang merata. Ketepatan waktu. Sedangkan kriteria kuantitatif yang ditentukan adalah sebagai berikut: a. Jumlah warga / masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan atau per tahun), perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya meningkat atau tidak.b. Lamanya waktu pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai permintaan

(dihitung secara rata-rata).c. Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan memper-

mudah pelayanan kepada masyarakat.d. Frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyrakat penerima pelayanan

terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit kerja atau kantor pelayanan yang bersangkutan. e. Hal-hal yang bersifat positif menonjol sebagai prestasi khusus. Penghargaan Abdisatyabhakti ini diserahkan setahun sekali dan dipilih oleh panitia tingkat nasional. Penghargaan Abdisatyabhakti sudah pernah diberikan padaDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 25 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

tahun 1995, 1996 dan 1997. Sejak tahun1998 program pemberian Penghargaan Abdisatyabhakti ini dihentikan sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi. Program ini juga belum dilanjutkan lagi setelah Kementerian Pendayaguanaan Aparatur Akan Negara. pada Digabung tahun dengan sudah Menteri Koordinator Pengawasan Menteri Pembangunan dan Pendayaguanaan Aparatur Negara (MenKo WasBang / PAN). tetapi 2004 dikeluarkan Keputusan Pendayaguanaan Aparatur Negara Nomor 119 / 2004 Tentang Pemberian Tanda Penghargaan Citra Pelayanan Prima. Di dalam Keputusan MENPAN ini diatur bahwa penghargaan dibagi menjadi tiga katagori, yaitu: a. Penghargaan Citra Pelayanan Prima b. Piagam Penghargaan Baik Tingkat Madya c. Penghargaan Baik Tingkat Pratama Implementasi Kebijakan Manajemen Pelayanan Umum Dan Pelayanan PerizinanJ. 1.

Kelemahan-kelemahan

Kebijakan

Manajemen

Pelayanan Umum Dan Pelayanan Perizinan Beberapa kelemahan dari praktik manajemen pelayanan di Indonesia adalah sebagai berikut:a. Sistem yang berlaku masih belum mengaitkan secara langsung prestasi kerja

aparat dengan perkembangan karirnya. Dengan demikian, seorang pegawai yang prestasi kerjanya tidak bagus tetap dapat naik pangkat, dan sebaliknya pegawai yang berprestasi bagus dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat justru karirnya tersendat-sendat.b. Sitem tersebut sudah dapat mengatasi hal-hal yang bersifat teknis manajerial,

tetapi masih belum membenahi hal-hal yang bersifat strategis kebijakan. Untuk mengurus lebih dari satu pelayanan perizinan, masyarakat cukup datang ke unit pelayanan terpadu satu atap. Akan tetapi prosedur, jumlahDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 26 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

kelengkapan persyaratan dan biaya yang harus dibayar masih tetap belum berubah. c. Sistem manajemen tersebut juga belum juga disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga masih cukup banyak masyarakat yang belum mengetahui sistem dan prosedur pelayanan yang harus diikuti jika masyarakat hendak mengurus sesuatu izin. Akibatnya partisipasi aktif masyarakat juga masih sangat rendah.2.

Faktor-Faktor

Manajerial

Penentu

Kualitas

Pelayanan Perizinan Berdasarkan analisis data dari media massa dan observasi diketahui bahwa hal yang paling esensial dalam peningkatan kualitas pelayanan adalah adanya kesetaraan hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat yang bertugas memberikan jasa pelayanan. Pelayanan publik hanya akan menjadi baik atau berkualitas apabila masyarakat yang mengurus sesuatu jenis pelayanan tertentu mempunyai posisi tawar yang sebanding dengan posisi tawar petugas pemberi pelayanan. Perlunya kesetaraan posisi tawar antara petugas pemberi pelayanan dengan masyarakat pengguna jasa pelayanan dalam manajemen pelayanan perizinan dapat dicermati dalam kasus-kasus di bawah ini: Kasus lemahnya posisi tawar klien di BPN ..mantan Presiden Soeharto punya sebidang tanah seluas 14.383 meter persegi di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Selain Soeharto, di kawasan itu ada juga tanah seluas 4.000 persegi yang dikuasai Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut). ..Lancarnya Keluarga Cendana membuat iri 250 anggota memperoleh tanah di Tawangmangu Pemilik Tanah Persil (HPTP) Himpunan

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 27 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Tawangmangu. Sudah puluhan tanah warga HPTP mengajukan sertifikat, tapi belum juga berhasil (Sumber: Gatra 50 / IV, 31 Oktober 1988) Kasus di atas membuktikan bahwa Keluarga Cendana mendapat pelayanan sertifikasi tanah dengan cepat dan mudah, sementara masyarakat biasa yang sudah puluhan tahun mengurus belum juga mendapatkan sertifikat tanah. Ini terjada karena posisi tawar mantan Presiden Soeharto dan keluarganya sangat kuat, sedang posisi tawar masyarakat biasa sangat lemah. Pentingnya kesetaraan posisi tawar antara petugas dan instansi pemberi pelayanan di satu sisi dengan masyarakat pengguna jasa di sisi yang lainnya adalah mutlak untuk mewujudkan pelayanan perizinan yang berkualitas. Dengan demikian masyarakat harus diberdayakan dan pemberi pelayanan harus dikontrol. Kontrol ini harus dilakukan kepada semua instansi pemberi pelayanan, baik itu pemerintah Swasta maupun LSM. Biasanya hanya instansi pemerintah saja yang ditengarai melakukan penyimpangan, padahal sebagaimana tersaji dalam kasus dibawah ini, swasta dan LSM pun akan melakukan penyimpangan apabila kontrol terhadap mereka lemah. Kasus penyimpangan KUT karena lemahnya kontrol Menurut Menteri Prakoso, kredit macet KUT mencapai Rp. 6 triliun atau hamper mendekati 80% dari total KUT tahun anggaran 1998 / 1999 yang berjumlah Rp. 7,7 triliun. .pejabat Departemen Keuangan menduga bahwa penyaluran KUT dilakukan secara serampangan . Keterlibatan LSM dan koperasi yang berpengalaman membuat dana KUT salah sasaran . Bahkan, tak jarang, ada KUD atau LSM yang nakal sehinggadana KUT tak sampai ketangan petani, seperti terjadi di Sulawesi Selatan atau Malang, Jawqa Timur. Di Sulawesi Selatan ada Rp. 27 miliar dana KUTyang tidak diterima petani.

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 28 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Koperasi dadakan bermunculan menyambut datangnya rezeki tiban dari KUD. Hitung saja, fee yang secara resmi bisa diperoleh perantara mencapai 5 persen. Tak aneh jika anggota sampai menemukan fakta bahwa KUT yang diterima petani hanya 70 persen . Selebihnya masuk kantong pejabatatau para penyalurnya. (Sumber Tempo, 5 maret 2000) Kesetaraan ini akan dapat diwujudkan apabila terdapat mekanisme exit dan voice. Mekanisme exit artinya pengguna jasa pelayanan mempunyai pilihan untuk menggunakan penyediaan jasa layanan perizinan yang lain apabila dia tidak puas dengan sesuatu penyedia jasa. Apabila alternatif penggunaan penyedia jasa layanan perizinan tidak dimungkinkan, maka harus ada mekanisme voice. Mekanisme voice ini artinya pengguna jasa dapat menyampiakan dan mengekpresikan ketidak puasannya terhadap pelayanan yang diberikan oleh instansi penyelenggara pelayanan perizinan. Jadi untuk mewujudkan kesetaraan hubungan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan, yang harus dilakukan adalah: (a) memperkuat posisi tawar pengguna jasa pelayanan; dan (b) mengfungsikan mekanisme voice. Sedangkan factorfaktor manajerial yang menjadi penentu kualitas pelayanan perizinan adalah: (a) adanya birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa; (b) terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugasuntuk memberikan pelayanan perizinan, dan (c) diterapkannya sitem yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan. Dengan demikian kualitas pelayanan perizinan sangat dipengaruhi oleh lima hal, yaitu: a. b. c. Kuatnya posisi tawar pengguna jasa pelayanan; Berfungsinya mekanisme voice Adanya birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat,

khususnya pengguna jasa;

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 29 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

d. e.

Terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang Diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan Manajemen pelayanan perizinan dan juga pelayanan umum atau

bertugas memberikan pelayanan perizinan; dan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan. pelayanan pemerintah harus mengoptimalkan berfungsinya kelima faktor tersebut agar dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah dan efisien sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena lima faktor tersebut akan didiskusikan dalam sub bab-sub bab di bawah ini.3.

Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan Sebagaimana telah disinggung di dalam sub bab terdahulu, pelayanan

perizinan dan juga pelayanan umum atau pelayanan publik yang berkualitas mensyaratkatkan adanya kesetaraan hubungan atau kesetaran posisi tawar antara pemberi pelayanan dan pengguna atau penerima jasa pelayanan. Oleh karena itu posisi tawar pengguna jasa, yang selama ini sangat lemah harus diperkuat. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain dengan memberi tahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajibankewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini dikonsepkan sebagai citizens charter yang dirumuskan pertama kali Inggris. Di Indonesia konsep citizens charter belum begitu dikenal dan dikembangkan. Akan tetapisatu contoh organisasi publik yang sudah mencoba untuk menerapkan adalah RSU Kodya Yogyakarta, sebagaimana dapat dicermati dalam kasus dibawah ini: Kasus penguatan posisi tawar klien di RSU Kodya Dalam upaya meningkatkan pelayanan, Rumah Sakit Umum (RSU) Kodya Yogyakarta memberikan hak protes kepada pasien menyangkut berbagai aspek pelayanan, perilaku karyawan dan tenaga medis sampai kondisiDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 30 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

rumah sakit. Pasien juga mendapat 14 hak antara lain berhak tahu mengenai penyakitnya, rincian dan perkiraan biaya, konsultasi dengan dokter lain, maupun menolak pengobatan tertentu. Untuk memaksimalkan pelayanan, karyawan diharuskan menghapalkan visi dan misi RSU Kodya Yogyakarta yang terdiri dari 14 item untuk karyawan. Dalam kasus RSU Kodya Yogyakarta tersebut di atas sejak dini pasien atau pengguna jasa pelayanan sudah diberi tahu tentang hak-haknya, dan yang lebih penting lagi ha-hak tersebut memang diakui dan diberikan sepenuhnya sehingga posisi tawar pasien menjadi seimbang dengan posisi tawar tenaga medis atau pemberi jasa pelayanan. Hal semacam inilah yang diperlukan untuk memperkuat posisi tawar pengguna jasa pelayanan. 4. Maksimalisasi Mekanisme voice Hal lain yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan hubungan antara pemberi jasa pelayanan dan penerima jasa pelayanan adalah dengan menciptakan dan memaksimalkan mekanisme voice. Artinya penggunajasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. Bukti tentang tidak berfungsinya saluran atau mekanisme voice yang mengakibatkan buruknya kualitas pelayanan dapat disimak dalam kasus di bawah ini: Kasus tidak berfungsinya mekanisme voice Masyarakat yang mengadukan berbagai masalah ke Kotak Pos 5000 pada masa Orde Baru tidak perlu berharap banyak pengaduannya ditanggapi dan kasus yang diadukan diselidiki. Bahkan untuk kasus-kasus korupsi tingkat dirjen keatas, laporan itu malah tidak dioleh oleh panitia, melainkanDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 31 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

langsung diserahkan ke wakil presiden dan langsung kandas . Selain satunya, kasus Haryanto Dhanutirto yang langsung dikandaskan Soeharto. Hal ini diungkapkan oleh Drs. Revrisond Baswir, desen Fakultas Ekonomi UGM yang pernah menjadi salah satu panitia yang dilibatkan dalam pengolahan surat-surat di kotak pos 5000 dalam seminar dan workshop penutup crash program investigasi reporting LP3Y- LPDSISEI di Hotel Radisson, Gejayan, Depok, Sleman awal pekan ini. Revrisond mengungkapkan, antara tahun 1988 1995 ada 92.000 surat pengaduan atau laporan yang masuk dari berbagai kalangan, Dari jumlah itu 69 persen diteruskan ke instansi terlapor. Dari surat yang diteruskan ke instansi terlapor itu, ternyata 45 persen dianggap tidak benar. Padahal, pengaduan masyarakat itu berkaitan dengan soal tanah, korupsi, nepotisme dalam penerimaan pegawai, dan penyelewengan instansi lainya, yang sebenarnya banyak mengandung kebenaran. Rangking tertinggi adalah soal korupsi sekitar 31 persen. (Sumber: Bernas Online edisi 31 Maret 1999) Dalam kasus tersebut di atas, saluran atau mekanisme voice dikelola dengan membuka kotak pos 5000. akan tetapi pengelolaan saluran ini tidak dilakukan secara sungguh-sungguh sehingga posisi tawar pengguna jasa pelayanan tetap lemah, dan akibatnya banyak penyelewengan yang dilakukan oleh penyelenggara jasa pelayanan. 5. Pembentukan Birokrat Yang Berorientasi Pelayanan Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan dan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah sumber daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Hal ini tampaknya sudah disediakan oleh Pemerintah sehingga dalam berbagai dokumen resmi peningkatan kualitas sumber daya manusia selalu ditekankan. Akan tetapi sampai saat ini pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia penyelenggara pelayanan (birokrat)Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 32 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Terbukti dalam berbagai kesempatan masih saja terlontar ungkapan bahwa secara kualitas dan kuantitas, sumber daya manusia pemberi pelayanan masih belum memadai. Hal ini juga dapat dibaca dalam dua kasus tentang lemahnya sumber daya manusia, sehingga borikrat yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa masih belum dapat diwujudkan. Sebagaimana dapat disimak dalam kasus di BPN, birokrat masih lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri ketimbang kepentingan masyarakat pengguna jasa pelayanan. Sedangkan dalam kasus di PT Taspen Semarang, kepentingan pengguna jasa sama sekali tidak diperhatikan sehingga urusannya menjadi terkatung-katung. Di PT Taspen Semarang ini selain masalahnya lemahnya orientasi pada kepentingan masyarakat, juga masih ada kelemahan dalam membaca dan menafsirkan peraturan perundangan, sehingga ada perbedaan pendapat tentang ketentuan pencairan pembayaran kekurangan uang pensiun. Kasus lemahnya SDM di BPN Sampai saat ini sebagian masyarakat masih merasakan bahwa aparat Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkesan masih selalu minta dilayani, bukan melayani. Sementara tuntutan masyarakat akan adanya tansparansi, waktu penyelesaian, biaya dan persyaratan semakin deras muncul. Karena itu aparat BPN seharusnya professional, bukan sekedar tahu pengukuran atau peralihan hak atas tanah. Hal ini diungkapkan kepala Deputy Umum BPN, Drs. Wido pada penutupan Diklat ADUM BPN di aula Diklatwil III. (Sumber: Kedaulatan Rakyat 26 Februari 2000) Kasus lemahnya SDM di PT Taspen Semarang Petugas PT Taspen Semarang, saat pelayanai keperluan saya untuk pencairan pembayaran uang kekurangan pension, selalu jawabannya

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 33 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

berbeli-belit, bahkan dapat diartikan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Bulan Juli 1997, saya menerima surat tembusan dari PT Taspen Semarang yang dialamatkan kepada Mabes Polri Jakarta perihal permohonan ralat / peninjuan kembali SK Impassing PP 22 Tahun 1985, dan saya menerima Skep asli sebagai lampirannya. Hari Senin tanggal 6 April 1998 saya menerima langsung lewat PT Taspen Semarang, Skep asli dari Mabes Polri yang didalamnya tertulis antara lain bahwa masa dinas keprajuritan (MKDK) saya 29 tahun, dan masa kerja gaji (MKG) 24 tahun. Sesuai dengan penjelasan petugas Taspen sebagai syarat pencairan rapelan saya harus mengajukan permohonan atau mengisi formulir, maka pada tanggal 6 April 1998 saya sudah mengisi blanko permohonan rangkap dua dengan lampiran foto copy Skep rangkap dua. Setelah saya tunggu selama dua bulan, rapelan belum bisa terealisasi maka tanggal 5 Juni 1998 saya mengajukan permohonan lagi kepada PT Taspen Semarang. Hari Rabu tanggal 10 Juni 1998 sekali lagi saya mengurus, namun jawaban dari Bapak Kepala PT Taspen saya tidak berhak atas rapelan tersebut sebab yang berhak menerima adalah mereka yang memiliki pokok pensiun maksimal, yaitu mereka yang memiliki MDK 30 tahun. Menurut Bapak Kepala ada ketentuan susulan dari Mabes Polri, yang dalam waktu dekat saya akan diberikan jawaban berikut lampran ketentuan susulan tersebut. Padahal menurut pendapat saya, ketentuan pensiun maksimal itu tidak disebut-sebut baik dalam Petunjuk Administrasi dari Mabes Polri maupun dalam Keputusan Bersama Meteri Keuangan RI dan Panglima ABRI. Hingga kini saya belum menerima surat dari PT Taspen Semarang yang selalu saya tunggu-tunggu. (Sumber: Media Wawasan 23 Juni 1998)

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 34 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

6.

Pengembangan Kultur Pelayanan Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan

perizinan dan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah berkembangnta kultur pelayanan dalam diri birokrat. Sehebat apapun kualitas SDM yang ada, tetapi kalau mereka tidak memiliki kultur pelayanan maka kehebatan itu justru akan dipakai untuk membodohi masyarakat pengguna jasa. Dalam kasus di RS Fatmawati di bawah ini dapat kita biktikan bahwa sistem pelayanan yang tadinya baik dan sumber daya manusia yang semula begitu hebat berubah secara dratis menjadi sistem yang tidak mengutamakan kepentingan masyarakat dan SDM yang juga tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat serta sama sekali tidak menghargai pengguna jasa. Hal ini terjadi karena masih belum adanya kultur pelayanan, sehingga mereka hanya akan melayani secara baik apabila pengguna jasa mampu membayar mahal secara kontan. Kasus lemahnya kultur di RS Fatmawati Ada sesuatu yang belum juga berubah. Saya menemukan kenyataan itu beberapa minggu yang lalu di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta. Ketika itu saya menemani pembantu rumah tangga yang harus menjalani operasi tumor disana. Karena persediaan dana terbatas, ia dirawat dikelas tiga. Untuk alasan yang sama, kami juga meminta keringanan biaya. Di Dinas Sosial semua berjalan baik. Para petugas di Depok luar biasa sopan dan sangat membantu. Mereka bahkan tak meminta biaya administrasi (warisam Khas Orde Baru) sepeserpun. Sepulang mengurus surat pengantar, dengan bahagia saya mengatakan era reformasi agaknya melahirkan manusia-manusia baik yang tulus membantu sesama. Namun pernyataan saya ternyata berlebihan. Di Fatmawati, cerita sama sekali lain. Sebenarnya, istri saya dulu juga dirawat di rumah sakit yang sama, namun ketika itu kami justru terkesan dengan keramahan pelayanan para perewat dan petugas administrasi di sana. Kini, kami merasa segenapDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 35 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

keramahan itu datang karena satu hal: uang. Dulu, atas biaya kantor, istri saya dirawat dikelas satu, dan karena itu agaknya mereka bersikap sangat sopan. Kini, perlakuan menjadi sangat berbeda karena (mungkin) kami dianggap kaum tak mampu. Gaya sebagian mereka hanya dapat digambarkan dengan satu kata: Memuakkan dan itu mereka lakukan tidak hanya pada kami, melainkan pada pasien lain dikelas tiga serta mereka yang meminta keringanan biaya. Itu berlangsung sejak awal. Ketika hendak menjalani pra operasi, giliran Asih sebut saja nama pembantu saya begitu- untuk bertemu dokter berulang kali dilangkahi orang. Saat kami bertanya. Suster dengan muka dingin menjawab ketu, tunggu giliran! Sang dokter yang menangani Asih bersikap tak lebih sopan. Pertanyaan dan intruksi ia berikan dengan kasar, bahkan disertai bentakan. Pertanyaan kami mengenai rincian penyakit sesuatu yang kami anggap merupakan hak pesien hampir tak sekalipun dijawab. Dalam pemeriksaan pasca operasi, kepongahannya bertambah. Suatu kali, sang dokter memanggil Asih. Karena lehernya masih sakit akibat operasi, Asih sangat lambat memalingkan kepala agar dapat berhadapan dengan sang dokter. Akibatnya, sang dokter dengan kasar membentak: Heh, kamu budek atau apa? yang tentu saja segera diikuti rentetan hardikan berikutnya dari sang juru rawat. Ketika Asih dinyatakan boleh pulang, persoalan lain timbul. Agar pasien dapat keluar dari ruang perawatan kami harus meminta 5 (lima) tanda tangan persetujuan bahwa pasien bersangkutan memang pantas memperoleh keringanan biaya. Itu berkisar dari tanda tangan suster kepala ruangan rawat, dokter yang merawat, Kepala bidang keuangan, Wakil Direktur umum dan Keuangan, serta Direktur. Mengapa suster kepala dan dokter harus dimintai persetujuan keringanan biaya, mengapa semua baru diurusDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 36 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

disaat-saat terakhir sebelum pasien keluar, mengapa tidak ditunjuk saja satu pihak yang berwenang mengambil keputusan ketimbang lima orang semua masih misteri jawabannya belum juga terpecahkan oleh saya. Lebih hebat lagi, pengurusan tanda tangan itu harus kami lakukan sendiri. Dan itu sama sekali tidak gampang. Asih dioperasi hari Senin. Hari Selasa seusai membudek-budekan Asih, dokter mengatakan pasien boleh pulang. Tapi ketika kami mengurus soal administrasi, surat pengantar dari Dinas sosial dinyatakan kadaluwarsa sehingga Asih belum diizinkan meninggalkan Fatmawati. Kenapa kadaluwarsa? Karena operasi dilakukan sepekan sebelumnya, tapi ditunda tujuh hari atas permintaan sang dokter, tanpa alasan jelas. Kendati argumen mereka terdengar bodoh, kami menjalani perintah mereka. Esoknya, setelah urusan Dinas Sosial rampung, persoalan lain timbul. Bagian Administrasi meminta tambahan uang dari kami. OK. Kami bayar. Berikutnya, saya harus mencari tanda tangan kepala ruang rawat. Kata suster disana, suster kepala sedang mengikuti pendidikan sampai pukul 13.00. Tidak adakah wakilnya? Juga sedang mengikuti pendidikan, katanya. Tidak adakah yang bisa mengambil alih wewenang? Tidak ada, katanya sembari mengangkat bahu. Kesimpulannya, Administrasi mengatakan mereka akan berhenti menangani urusan peringanan biaya pada pukul 14.00 Pukul satu saya buru-buru datang kembali keruang rawat. Kali ini seorang suster lain menjawab dengan enteng: suster kepala sedang menjalani pendidikan. Lho. Kata saya, bukankah seharusnya ia sudah kembali. Bukan Begitu, ujarnya, pendidikannya baru dimulai pukul satu dan baru akan selesai pukul empat. Saat itu kemarahan saya tak lagi tertahankan. Dengan segera perbendaharaan carut marut saya tumpahkan. Dan nyatanya, maki-makian saya efektif. Tiba-tiba saja sebuah solusi ditemukan: surat itu bisaDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 37 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

ditandatangani seorang suster biasa! Jangan tanya kenapa tidak sejak awal pelimpahan wewenang semacam itu dilakukan. Tapi rupanya, ujian kesabaran saya belum juga selesai. Saya harus mencari dokter untuk tanda tangan berikutnya. Masalahnya, tak ada yang tahu sang dokter ada dimana.Karena itu saya dianjurkan ke ruang di mana para dokter biasa berkumpul. Saya ke sana. Nyatanya cuma ada dua pria 40 tahunan yang satu-satunya hal yang membuat saya menduga mereka adalah dokter adalah jubah putih yang dikenakannya. Mula-mula mereka cukup sopan. Namun begitu tahu bahwa saya sedang mencari tanda tangan dokter dalam rangka memperoleh keringanan biaya, salah satu dari mereka berubah ketus. Jadi, setelah mendengar dokter Lukman yang saya cari sedang rapat, saya tanya pada mereka: Tahukah Bapak kapan kira-kira beliau akan datang ke sini kembali? Sang dokter ketus menjawab: bagaimana saya bisa tahu saya bukan dokter Lukman! Akibatnya, saya terpaksa kembali memaki. Ringkas cerita Asih baru bisa pulang keesokan harinya, alias dua hari setelah ia dinyatakan boleh pulang hanya karena mengurus lima tanda tangan pemegang kuasa. Dan dalam dua hari itu, Asih terpaksa hidup tertekan, karena saat kami harus pulang dulu ke rumah, ada suster yang bersikap ekstra kasar terhadapnya. Saya terpaksa bercerita agak terperinci untuk menunjukkan betapa barbarnya perlakuan rumah sakit. Dan itu dilakukan bukan hanya pada kami. Saat terkatung-katung selama dua hari itu, saya sempat berbicara dengan para keluarga pasien lain. Cerita-cerita baru berhamburan. Seorang teman bicara bercerita ada pasien yang baru bisa pulang satu pekan setelah dinyatakan boleh keluar, gara-gara lima tanda tangan bodoh itu. Kata barbar saya rasa kata paling tepat karena skala tragedi yang dilibatkannya. Persyaratan lima tanda tangan itu hanya dibebankan padaDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 38 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

mereka yang meminta keringanan biaya. Tujuan ketidakramahan dan birokrasi yang berbelit-belit itu saya rasakan jelas adalah agar orang tidak ingin menggunakan fasilitas keringanan biaya. Namun tragedi terbesarnya adalah, mayoritas mereka yang meminta keringanan adalah kalangan tak mampu- mereka yang setiap hari sudah hidup menderita, dan kini ketika mereka mengalami tambahan kemalangan (yakni sakit), mereka harus tambah menderita akibat perlakuan rumah sakit. Padahal mereka terpaksa meminta keringanan karena bagi mereka memang tidak ada pilihan lain. Kesewenang-wenangan terhadap rakyat adalah ciri khas Orde Baru, yang tak boleh lagi terulang kini. Menyediakan layanan publik yang manusiawi tidaklah mahal. Yang dibutuhkan adalah kesadaran bahwa kita semua adalah manusia yang bersaudara. Para jururawat, petugas administrasi, dan dokter yang saya sebut tadi sepantasnya kita masukan dalam golongan makhluk di luar manusia. Belum lama ini, Republika menyiarkan bahwa Menteri Kesehatan berencana Membentuk Dewan Medik yang bertujuan menjadikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat lebih bermutu. Semoga Dewan tersebut akan memberi perhatian lebih besar pada bukan saja masyarakat yang mampu membayar mahal, namun juga mereka yang berada di lapisan paling bawah. (Sumber: Republika Online edisi 27 September 1998) Dalam kasus di Rimah Sakit Sukoharjo di bawah ini, tidak adanya kultur pelayanan juga mangakibatkan perbedaan pelayanan yang didasarkan atas kemampuan keuangan pengguna jasa pelayanan. Di sini pasien-pasien yang tidak membayar kontan diperlukan secara diskriminarif dan tidak manusiawi. Kasus jeleknya kultur pelayanan di RSU Sukoharjo Sejumlah penerima kartu sehat dari program JPS (Jaringan Pegaman Sosial) bidang kesehatan di Kabupaten Sukoharjo mengeluhkan perlakuanDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 39 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

diskriminatif yang dilakukan pihak rumah sakit. Jika memeriksakan diri ke RSU Sukoharjo dengan membawa kartu sehat JPS maka perlakuan aparat rumah sakit menjadi sangat sadis dan tidak manusiawi. Berbeda dengan pasien biasa yang tidak membawa kartu sehat. (Sumber: Kedaulatan Rakyat 26 Februari 2000) 7. Pembagunan Sistem Pelayanan Yang Mengutamakan Kepentingan Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan perizinan dan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah beroperasinya system pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Pelayanan dapat menjadi sangat tidak berkualitas apabila system yang diterapkan memang tidak memihak pada kepentingan pengguna jasa. Hal ini dapat dicermati dalam kasus komputerisasi pelayanan SIM yang bekerjasama dengan swasta. Dalam siatem pelayanan baru semua biaya dibebankan kepada masyarakat, sehingga pengurusan SIM mengalami kenaikan seribu persen lebih. Kasus penerapan sistem komputerisasi SIM yang tidak memihak masyarakat Membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) ternyata memang bisa cepat, sehari jadi, di bagian urusan SIM di lima polres di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mungkin itu karena adanya program komputerisasi Kepolisian Republik Indonesia bekerjasama dengan PT CPP (Citra Permata Persada) milik Siti Hardiyanti Rukmana sejak 1992. Ikatan kontrak berlaku lima tahun. Dalam Praktiknya membuat SIM baru bukan urusan gampang bagi pemohon, sebab masyarakat harus membayar lebih banyak dari tariff resmi Rp. 52.500,00. Demikian pula saat memperpanjang masa berlaku SIM. Pada tahun1985 silam, untuk membuat sebuah SIM C, warga Yogya hanya mengeluarkan uang sebesar Rp. 55.000,00. Namunsejak urusan SIMDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 40 Kapuas Sintang Kalbar

Masyarakat

Filedata: [email protected]

dikelola oleh PT CPP pada tahun 1992, sebuah SIM C yang baru bisa bernilai Rp. 90.000,00 hingga Rp. 100.000,00. Sedang untuk SIM A bisa melonjak hingga Rp. 120.000,00 per lembar. Kemudian pada tahun 1998, untuk bisa memperoleh SIM C, warga Yogya harus merogoh kantongnya sebesar Rp. 115.000,00 hingga Rp. 150.000,00. Sementara untuk SIM A kantong mereka harus terkuras sebanyak Rp. 150.000,00. hingga Rp. 175.000,00 bahkan Rp. 200 ribu. Biaya sebanyak itu melebihi ketentuan resmi. Bila dihitung secara benar, maka setiap pembuatan SIM baru, SIM C maupun SIM A, maka setiap pemohon pada tahun 1998 lalu hanya harus membayar di bank Rp. 52.500,00 ditambah ongkos periksa dokter Rp. 6.000,00 dan membeli polis asuransi- yang sebenarnya tidak diwajibkan senilai Rp. 10.000,00. Bila semua dijumlah ada Rp. 68.500,00. Dengan uang sebanyak itu setiap pemohon SIM bisa mendapat SIM baru. Tentu saja mereka harus lolos ujian tertulis mengenai peraturan lalu lintas dan ujian praktik yang semuanya tidak dipungut bayaran. (Sumber: Bernas Online edisi 4 Februari 1999) Kasus penerapan siatem baru yang tidak memperhatikan kepentingan masyrakat juga terjadi di PLN yang mematok batas minimal daya listrik pemasang baru dengan tidak memperhatikan kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat. Demikian juga yang terjadi di RS Soetomo yang tidak memberikan kejelasan sistem dan prosedur sehingga pasien disuruh menunggu tanpa kepastian. Kasus sistem pelayanan yang jelek di PLN Pelayanan listrik oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara) dinilai sangat buruk. Hal ini dirasakan oleh pengguna jasa PLN. Bahkan beberapa bulan terakhir konsumen pengguna jasa listrik diresahkan dengan adanya rencana kenaikan tarif listrik. Sebagian pelanggan lain juga mengelukan adanyaDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 41 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

kenaikan daya listrik pemasangan baru. Kebijakan baru menetapkan pemasangan daya baru minimal di atas 1.300 VA atau Watt itu dinilai memberatkan konsumen kecil yang hanya membutuhkan daya 450 Watt atau 900 Watt. Di sisi lain PLN Tidak pernah membuka diri terhadap keluhan pelanggan yang sudah membayar produknya, tidak pernah bicara pelayanan publik kecuali masalah teknis. Keluhan konsumen yang dirugikan karena operasi pengendalian dan penertiban aliran listrik, pencatatan meter listrik yang tidak teratur atau kenaikan tarif yang tidak transparan, tidak ditanggapi segera terbuka. (Sumber: Media Indonesia 17 November 1999) Kasus ketidakjelasan system dan prosedur pelayanan di RS Soetomo Prosedur pengurusan pelayanan askes cenderung rumit dan berbelit-belit. Hendro (43) seorang pegawai negeri sipil yang isterinya mengidap kanker payudara, oleh dokter diputuskan harus operasi. Namun saat mendaftar di RS Soetomo ditolak dengan alasan tempatnya terbatas dan harus menunggu minggu depan. Minggu berikutnya Hendro datang lagi tapi gagal lagi, hingga satu bulan Hendro belum mendapatkan tempat operasi dan belum bisa menyaksikan istrinya sehat kembali. (Sumber: Kedaulatan Rakyat 5 Juli 1999). K. Model Manajemen Pelayanan Interaksi di antara lima faktor tersebut di atas akan membentuk model manajemen pelayanan. Model ini dapat diamati dalam gambar 2.1 yang kami tampilkan di bawah ini. Dalam gambar tersebut manajemen pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan apabila penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan mendapat priorotas utama. Dengan demikian, pengguna jasa diletakan di pusat yang mendapatkan dukungan dari (a) sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa, (b) kultur pelayanan dalamDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 42 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

organisasi penyelenggara pelayanan, dan (c) sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa. Penguatan posisi tawar yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan hubungan antara penyelenggara pelayanan dan pengguna jasa pelayanan ini juga harus diimbangi dengan berfungsinya mekanisme voice yangdapat diperankan oleh media, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Profesi, dan ombudsmen atau lembaga banding. Model ini dapat dilihat ilustrasinya dalam gambar 2.1 yang kami sajikan dibawah ini.

Mekanisme Voice * Media Gambar 2.1 *LSM *Organisasi Profesi Model Manajemen Pelayanan * Ombudsmen

Kultur Organisasi

Pengguna Jasa Pelayanan

Sistem Pelayanan

SDM Pelayanan

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 43 Mekanisme Voice Kapuas Sintang Kalbar * Media *LSM *Organisasi Profesi * Ombudsmen

Filedata: [email protected]

BAB III PENCIPTAAN BUDAYA PELAYANAN

SA.

ebagaimana telah dijelaskan dalam model manajemen pelayanan dalam bab dua, salah satu faktor yang harus ada agar dapat diselenggarakan pelayanan yang berkualitas adalah adanya budaya pelayanan yang

berorientasi kepada kepentingan pelanggan atau pengguna jasa. Oleh kerena, itu dalam bab empat ini akan dibahas tentang penciptaan budaya pelayanan. Sub bab dibawah ini akan dimulai dengan tinjauan konsep dan teori, kemudian dalam sub bab-sub bab selanjutnya akan ditelaah kebijakan yang terkait dengan penciptaan budaya pelayanan di kalangan aparat Pemerintah di Indonesia. Empat Tipe Budaya Organisasi

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 44 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Berdasarkan perhatiannya terhadap orang dan perhatiannya terhadap kinerja, Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughlin, 1996: 760-762) membedakan ada empat macam budaya organisasi, yaitu: 1. Apathetic Culture Dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia maupun perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas, dua-duanya rendah. Di sini penghargaan 2. diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan pemanipulasian orang-orang lain. Caring Culture Budaya tipe ini dicirikan oleh rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tingginya perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, dan bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan tugas. 3. Exacting Culture Ciri utamanya adalah bahwa perhatian terhadap orang sangat rendah, tetapi perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Di sini secara ekonomis, penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas kegagalan yang dilakukan juga sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan pekerjaan menjadi sangat rendah.4. Integrative Culture

Dalam organisasi yang memiliki budaya integrative, maka perhatian terhadap orang maupun perhatian terhadap kinerja keduanya sangat tinggi. Secara visual, perbedaan di antara ke empat model budaya organisasi tersebut dapat dilihat ilustrasinya dalam gambar dibawah ini. Gambar 3.1 Empat Tipe Budaya Organisasi Perhatian Terhadap Hubungan Antar Manusia Apathetic Exacting Caring Integrative

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 45 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Perhatian Terhadap Kinerja Sumber: Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughin, 1996: 760-762) B. Budaya Organisasi Publik di Indonesia Organisasi-organisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhtaian yang sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas, tetapi memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Hal ini tampak dari ciri-ciri birokrat sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. tugas-tugasnya. Budaya caring ini tidak cocok dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Dengan demikian harus diadopsi budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan kondusif dengan manajemen pelayanan publik. Budaya organisasi seperti ini disebut kultur kinerja (Ivancevich, Lorenzi, Skinner & Crosby 1997:460) C. Budaya Kinerja Dalam Organisasi Pelayanan Ivancevich, Lorenzi, Skinner & Crosby (1997:460) mendefinisikan budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya. Pengertian ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan apabila organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe integrativeDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 46 Kapuas Sintang Kalbar

Lebih mementingkan kepentingan pimpinan ketimbang Lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat. Meminimalkan resiko dengan cara menghindari insiatif. Menhindari tanggungjawab. Menolak tantangan. Tidak suka berkreasi dan beriinovasi dalam melaksanakan

kepentingan klien atau pengguna jasa.

Filedata: [email protected]

sebagaimana dimaksudkan oleh Sethia dan Grinow. Dan birokrat-birokrat yang ada dalam organisasi itu tleah mengadopsi semangat kewirausahaan sebagaimana disampaikan oleh Osborne dan Gabler (1993:14). Adapun semangat kewirausahaan yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1993:14) adalah sebagai berikut: 1. Mengarahkan ketimbang mengayuh; 2. Memberi wewenang kepada masyarakat; 3. Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan; 4. Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang oleh peraturan; 5. Lebih berorientasi pada hasil bukan input; 6. Berorientasi pada pelanggan bukan birokrasi; 7. Beorientasi wirausaha; 8. Bersifat antisipatif; 9. Menciptakan desentralisasi; 10. Berorientasi pada pasar. Organisasi yang memiliki tiga ciri tersebut di atas (budaya kinerja, budaya organisasi bertipe integrative dan mengadopsi 10 semangat kewirausahaan) disebut organisasi yang memiliki budaya pelayanan. Dengan kata lain budaya pelayanan dalam organisasi terbentuk bila: 1. Organisasi memiliki budaya kerja.2. Organisasi memiliki budaya organisasi bertipe integrative.

3. Orang-orang dalam organisasi memiliki 10 semangat kewirausahaan. D. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Budaya Pelayanan Untuk menciptakan atua mengembangkan budaya pelayanan di kalangan pegawai negeri, pemerintah melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan kebijakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 25/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25 AprilDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 47 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara dan surat Nomor: 170/M.PAN/6/2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, merupakan acuan untuk pengembangan budaya kerja di setiap instansi pemerintah. Nilai-nilai dasar budaya kerja menurut Kementerian PAN terdiri dari (Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2002): 1. Komitmen dan Konsistensi. 2. Wewenang dan tanggungjawab. 3. Keikhlasan dan kejujuran. 4. Integritas dan profesionalisme. 5. Kreativitas dan kepekaan. 6. Kepemimpinan dan keteladanan. 7. Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja. 8. Ketepatan dan kecepatan. 9. Rasionalitas dan kecerdasan emosi. 10. Keteguhan dan ketegasan. 11. Disiplin dan keteraturan kerja. 12. Keberanian dan kearifan. 13. Dedikasi dan loyalitas. 14. Semangat dan motivasi. 15. Ketekunan dan kesabaran. 16. Keadilan dan keterbukaan. 17. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. E. Nilai-Nilai dasar Budaya Kerja Yang Dikembangkan Oleh BPKP Adapun nilai-nilai luhur BPKB (2004) adalah sebagai berikut: 1. Profesionalisme, meliputi: a. Komitmen dan konsistensi (terhadap visi, misi dan tujuan organisasi)

Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 48 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

b. c. d. e. f. a. b. c. d. a. b. c. d. e. f.

Wewenang dan tanggungjawab Integritas dan profesional Ketepatan/keakurasian dan kecepatan Disiplin dan keteraturan kerja Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Kepemimpinan dan keteladan Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja Keteguhan dan ketegasan Semangat dan motivasi Keikhlasan dan kejujuran Kreativitas dan kepekaan/sensitivitas (terhadap lingkungan kerja) Rasionalitas dan kecerdasan emosi. Ketekunan dan kesabaran Keberanian dan kearifan (dalam mengambil keputusan dan menangani Dedikasi dan loyalitas

2. Kerjasama, meliputi:

3. Keserasian keselarasan dan keseimbangan, meliputi:

konflik) 4. Kesejahteraan, meliputi: a. Keadilan dan keterbukaan Penjelasan atas nilai-nilai dasar tersebut menurut BPKP adalah sebagai berikut (Dikutip dari Model Pengembangan Budaya Kerja yang dibuat oleh BPKP sebagaimana dapat dilihat dan diakses dari www.bpkp.go.id): a. Profesionalisme Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, diperlukan adanya sumber daya manusia yang profesional. Hal ini berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka harus memiliki kapabilitas, berdisiplin pada pelaksanaan tugas, berorientasi pada pencapaian hasil dan memiliki integritasDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 49 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

yang tinggi dalam rangka mengemban visi dan misi organisasi. Kapabilitas merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan BPKP mengingat perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat. Perkembangan yang sangat cepat mustahil akan dapat direspon apabila tidak ditunjang dengan adanya kapabilitas dari para pelaksana aktivitas / program / kebijakan organisasi. Dengan kapabilitas yang tinggi, pegawai akan bekerja dengan orientasi kepada hasil, yang selanjutnya meningkatkan integritas moral dan etika untuk berinteraksi, baik dengan rekan sejawat, bawahan, atasan maupun dengan pihak-pihak luar organisasi. Nilai-nilai dasar yang terkait dengan sikap profesionalisme ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Komitmen dan Konsistensi Komitmen, artinya keteguhan hati, tekat yang mantap dan janji untuk melekukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakini. Konsistensi, artinya ketetapan, kesesuian, ketaatan dan kemantapan dalam bertindak sesuai dengan visi, misi, janji, prinsip, amanah, kebijakan atau aturan yang ditetapkan (taat azas). Dengan demikian komitmen dan konsistensi dapat diartikan memengang teguh sepenuh hati dan taat azas dalam melaksanakan tugas, yang telah ditetapkan oleh sekelompok orang atau badan yang terikat dalam satu wadah kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Komitmen dan konsistensi kepda visi dan misi organisasi sangat diperlukan dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan organisasi. Dengan selalu komit dan konsisten kepada visi dan misi akan mendorong organisasi melaksanakan kegiatan-kegiatannya sejalan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.2.

Wewenang dan Tanggung jawab

Wewenang, artinya hak dan kekuasaan untuk melaksanakan sesuatu. Sedangkan tanggung jawab, artinya kesedian menanggung sesuatu, yaitu bila salah wajib memperbaikinya atau berani dituntut atau diperkarakan.Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 50 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

Tanggung jawab hendaknya seimbangan dengan kewenangan yang dimiliki. Wewenang diperlukan agar dalam melaksanakan suatu kegiatan mempunyai dasar hukum, sehingga legalitas kegiatan tersebut tidak diragukan / dipertanyakan. Kewenangan yang diberikan harus disertai dengan tanggung jawab apabila ada penyimpangan dalam pelaksanaan kewenangan tersebut. Kewenangan yang disertai dengan tanggung jawab bertujuan untuk mendorong semangat berakuntabilitas bagi para aparatur negara dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. 3. Integritas dan Profesional Integritas adalah kepribadian yang dilandasi unsur kepribadian, keberanian, kebijaksanaan, dan pertanggungjawaban sehingga menimbulkan kepercayaan dan rasa hormat. Orang yang mempunyai integritas yang baik adalah orang yang tidak diragukan lagi serta selalu konsisten dalam kata dan perbuatan. Profesional adalah orang yang terampil, andal dan sangat bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya. Integritas sangat diperlukan untuk mendorong praktik-praktik yang sehat dalam pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi. Dengan integritas yang tinggi seorang pegawai akan selalu bertindak jujur yang pada akhirnya akan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Aparatur negara yang berintegritas harus didukung profesionalitas dalam bidangnya, dan dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan kwalitas produk yang dihasilkan. 4. Ketetapan / keakurasian dan Kecepatan Ketetapatn artinya mengena sasaran, mencapai tujuan, ketelitian, dan bebas kesalahan. Sedangkan kecepatan artinya menggunakan waktu yang lebih pendek. Ketepatan dan kecepatan memberikan kepastian dalam arti waktu, kuantitas, kualitas dan finansial yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan dan pemberian pelayanan kepada stakeholders . Ketepatan/keakurasian sangat diperlukan agar data yang dihasilkan dari suatuDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 51 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

kegiatan dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang diambil dari data yang tidak akurat akan dapat menimbulkan resiko dikemudian hari. Ketepatan/keakurasian dan kecepatan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan waktu dan sumber daya.5.

Disiplin dan Keteraturan Kerja

Secara konseptual disiplin lebih merujuk pada sikap yang selalu taat kepada aturan, norma, dan prinsip-prinsip tertentu. Disiplin berarti juga kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan sekalipun. Keteraturan lebih menunjukan perilaku yang konsisten mengikuti ketentuan dan prosedur tertentu. Dengan pengertian lain ketentuan kerja yaitu sistem kerja yang tersusun dan terencana secara baik serta sesuai jadual yang ditetapkan. Disiplin dan keteraturan kerja sangat diperlukan agar dalam pelaksanaan setiap kegiatan para pegawai selalu mengikuti ketentuan yang berlaku. Sikap disiplin akan sangat membantu seseorang menyelesaikan pekerjaannya tepat pada waktunya dan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Disiplin dan ketrampilan kerja bertujuan untuk membentuk watak aparatur yang menghargai waktu dan bekerja secara sistematis dan terencana. 6. Pengusaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu Pengetahuan adalah hasil study dan penelitian obyek tertentu baik murni maupun terapan, diolah dengan metode tertentu sehingga bermanfaat bagi kehidupan individu, instansi dan masyarakat luas. Teknologi adalah cara atau cara metode kerja untuk menghasilkan suatu produk barang/ jasa tertentu yang dibutuhkan oleh suatu instansi dan masyarakat. Pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan karena akan mempermudah pegawai dalam melakukan tugasnya. Peralatan yang menggunakan teknologi tinggi akan terasa tidak berguna apabila tidak tahu cara mengoprasikannya. Dengan demikian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan agarDiktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 52 Kapuas Sintang Kalbar

Filedata: [email protected]

pegawi

dapat

memanfaatkan

peralatan

berteknologi

canggih

untuk

memudahkan pelaksanaan tugasnya. b. Kerjasama Komitmen di antara para anggota organisasi sangat diperlukan untuk saling mendukung satu sama lain dalam rangka mewujudkan visi dan misi organisasi. Ini berarti setiap anggota organisasi harus menghindari ego sektoral dan meme