makalah tpl

27
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Selama bertahun-tahun kelapa sawit berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu komoditas andalan dalam menghasilkan devisa. Produksi kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya jumlah produksi kelapa sawit yang diiringi dengan pertumbuhan industri pengolahan kelapa sawit yang semakin tinggi. Industri pengolahan kelapa sawit seperti pabrik kelapa sawit yang mengolah buah kelapa sawit yang berasal dari tandan buah sawit segar menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) (Chotwattanasak dan Puetpaibon, 2011). Seiring dengan peningkatan produktifitas kelapa sawit, maka terjadi juga peningkatan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) tersebut. Limbah yang dihasilkan dari prabik kelapa sawit dapat berupa limbah cair yang dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME), limbah udara yang berupa gas boiler dan insinerator dan

Upload: deztine-pravita

Post on 11-Aug-2015

117 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah TPL

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Selama bertahun-tahun kelapa sawit berperan penting dalam

perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu komoditas andalan dalam

menghasilkan devisa. Produksi kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun.

Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya jumlah produksi kelapa sawit

yang diiringi dengan pertumbuhan industri pengolahan kelapa sawit yang semakin

tinggi. Industri pengolahan kelapa sawit seperti pabrik kelapa sawit yang

mengolah buah kelapa sawit yang berasal dari tandan buah sawit segar menjadi

Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) (Chotwattanasak dan

Puetpaibon, 2011).

Seiring dengan peningkatan produktifitas kelapa sawit, maka terjadi juga

peningkatan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi

CPO (Crude Palm Oil) tersebut. Limbah yang dihasilkan dari prabik kelapa sawit

dapat berupa limbah cair yang dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME),

limbah udara yang berupa gas boiler dan insinerator dan limbah padat seperti

tandan buah kosong, serat dan cangkang. Hal inilah yang menjadi masalah

dilingkungan jika limbah-limbah tersebut tidak diolah secara tepat sebelum

dibuang ke lingkungan. Maka dari itu, dperlukan cara yang tepat untuk

pengelolaan limbah hasil produksi kelapa sawit (Parveen, dkk, 2010).

I.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang timbul dari makalah ini yaitu bagaimana cara

pengolahan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME)

yang lebih efektif dan efisien menggunakan metode fermentasi anaerob ?

Page 2: Makalah TPL

2

I.3 Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara

pengolahan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME)

yang lebih efektif dan efisien dengan menggunakan metode fermentasi

anaerob.

Page 3: Makalah TPL

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Deskripsi Kelapa Sawit

Kelapa sawit atau Elaeis guineensis merupakan tanaman dari keluarga

Arecaceae yang berbentuk pohon. Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil.

Batangnya lurus, tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium tingginya

dapat mencapai 15-20 m (Lubis, 1992). Tanaman ini memiliki sisem

perakaran serabut. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah

dan samping. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk

menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda.

Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri

yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah

hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan

terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Tanaman ini

berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina berada pada

satu pohon. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang,dan daun, sedangkan

bagian generatifnya yakni bunga dan buah (Setyatmidjaja, 2006).

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon

(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga

sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk

lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga

sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul

digunakan sebagai tetua jantan (Hethari, dkk, 2007).

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga

merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan

Page 4: Makalah TPL

4

yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan

minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang,

kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan

buah akan rontok dengan sendirinya (Lubis, 1992).

Klasifikasi Elaeis guineensis

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Angiopspermae

Sub kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Spadiciflorae

Famili : Palmaceae

Sub Famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

(Lubis, 1992)

1.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa

sawit terdiri dari beberapa tahapan proses seperti sterilisasi buah, perontokan,

pelumatan dan pengepresan buah, purifikasi dan klarifikasi. Tandan buah

segar yang masuk ke dalam pabrik ditimbang terlebih dahulu kemudian

dibawa menuju tempat penerimaan buah. Tandan buah segar mengalami

proses perebusan menggunakan uap basah. Selanjutnya buah mengalami

proses perontokan buah pada tandan dengan menggunakan thresher. Buah

yang telah rontok mengalami proses pelumatan yang bertujuan untuk

memudahkan proses pengepresan, sehingga minyak dengan mudah dapat

Page 5: Makalah TPL

5

dipisahkan dari daging buah. Kemudian buah memasuki tahapan proses

pengepresan yang bertujuan untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit secara

mekanis. Pengepresan pada buah akan membebaskan minyak dari serat dan

biji. Minyak hasil pengepresan selanjutnya mengalami proses pemurnian yang

berfungsi untuk memisahkan minyak dari sludge dan air. Pemurnian

dilakukan dengan metode gravitasi dan mekanik. Pada stasiun ini dihasilkan

produk minyak sawit jernih. Limbah POME didapatkan dari tiga sumber yaitu

air kondenstat dari proses sterilisasi, sludge dan kotoran, serta air cucian

hidrosiklon (Setyatmidjaja, 2006).

Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat, cair dan

gas. Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah

tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah cair yang dihasilkan pabrik

pengolah kelapa sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone

atau claybath. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan,

kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi (Departemen Pertanian,

2006).

Air buangan separator yang terdiri atas sludge dan kotoran

dipengaruhi oleh: a) Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating

screen atau pada screw press. b) Sistem dan instalasi yang digunakan dalam

stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan

air limbah yang kecil. c) Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang

rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan.

1.3. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih

lanjut mempunyai potensi untuk mencemarkan lingkungan karena

Page 6: Makalah TPL

6

mengandung parameter bermakna yang cukup tinggi. Golongan parameter

yang dapat digunakan sebagai tolok ukur baku mutu limbah cair pabrik kelapa

sawit diantaranya adalah pH cairan limbah, Biological Oxygen Demand

(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS),

kandungan NH3-N dan Oil serta grease. Biological Oxygen Demand

merupakan kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan

organik sering digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan kualitas

limbah. Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan

mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi

(Rahardjo, 2009).

Chemical Oxygen Demand ialah oksigen yang diperlukan untuk

merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar

dari nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol

terhadap nilai BOD. Parameter BOD digunakan karena kandungan

padatanlimbah umumnya terdiri dari bahan organik. Umumnya nilai COD dua

kali atau lebih dari nilai BOD. Total suspended solid digunakan untuk

menggambarkan padatan tersuspensi dalam cairan limbah. Pengaruh

suspended solid lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total

solid. Semakin tinggi TSS maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk

perombakan yang lebih tinggi, oleh sebab itu diupayakan TSS lebih kecil

yaitu dengan penyaringan, pengendapan, dan penambahan bahan kimia

flokulan (Deptan, 2006).

Kebutuhan oksigen kimiawi merupakan jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang

dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara

biologis menjadi CO2 dan H2O. Kebutuhan oksigen mengacu pada jumlah

oksigen yang dibutuhkan untuk menstabilisasi bahan organik yang ada pada

limbah. Biological Oxygen Demand adalah ukuran oksigen yang dibutuhkan

Page 7: Makalah TPL

7

untuk mengoksidasi bahan organik melalui metabolisme aerobik oleh sebuah

komunitas mikroba. Chemical Oxygen Demand adalah sebuah ukuran

berdasarkan oksidasi kimiawi dari bahan organik yang terkandung dalam

limbah. Chemical Oxygen Demand dianalisis menggunakan potassium

dichromat. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD yang berarti

bahwa tidak hanya bahan organik yang dapat dioksidasi, akan tetapi bahan

anorganik juga dapat dioksidasi.

Carbon Dioksida Dissolved atau COD adalah banyaknya oksigen

dalam ppm atau milligram/liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk

menguraikan benda organik secara kimiawi. Oksigen terlarut (Dissolved

Oxygen=DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan

diukur dalam satuan miligram/liter. Oksigen yang terlarut ini digunakan

sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen

yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Total

Suspended Solid adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di

dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran

0.45 mikron.

Menurut Saifuddin, N. dan S.A. Fazlili (2009), prinsip analisa TSS

yaitu sampel disaring dengan filter kertas, filter yang mengandung zat

tersuspensi dikeringkan pada suhu 105 0C selama 2 jam. Angka COD

merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara

alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan

berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Sedangkan pemeriksaan BOD

dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan

penduduk atau industri dan untuk merancang sistem pengolahan biologis bagi

air yang tercemar tersebut.

Page 8: Makalah TPL

8

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Metode Fermentasi Anaerob

Teknik pengolahan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya

menggunakan metode pengolahan limbah kombinasi, yaitu dengan sistem proses

anaerobik dan aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik dan dialirkan ke

bak penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan limbah cair.

Setelah itu maka limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk dilakukan proses

anaerobik. Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan proses degradasi

senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam

limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran Oksigen menjadi biogas yang

terdiri dari CH4 (50-70%), serta N2, H2, H2S dalam jumlah kecil. Waktu tinggal

limbah cair pada bioreaktor anaerobik adalah selama 30 hari. Setelah proses

anaerobik maka dilakukan proses analisa (Faisal dan Unno, 2001).

Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar

kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil langsung dialirkan ke

tempat pengolahan limbah. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan

menggunakan kolam-kolam pengolahan (Departemen Pertanian, 2006).

Sistem Kolam

a. Pendinginan

Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu menara pendingin dan kolam

pendingin. Pendinginan menggunakan menara pendingin yaitu pendinginan

air limbah dengan menggunakan menara yang kemudian dibantu dengan bak

pendingin. Sedangkan pendinginan dengan kolam pendingin yaitu

pendinginan limbah dengan kolam pendinginan yang dikombinasikan dengan

pengutipan minyak dan pendinginan di dalam kolam selama 48 jam.

Page 9: Makalah TPL

9

b. Deoling pond

Fungsi kolam ini yaitu untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%.

Instalasi kolam ini merupakan instalasi tambahan untuk membantu sistem fat

pit dalam mengutip minyak. Adanya deoling pond ini memaksimalkan jumlah

minyak yang dapat diambil kembali. Kolam ini memiliki kedalaman 1.5 m

dan masa penahanan minyak pada kolam ini selama 2 jam.

c. Netralisasi

Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh

sebab itu perlu penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Pemakaian bahan

penetral didasarkan pada keasaman limbah dan kadar minyak yang

terkandung. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu

memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH

netral.

d. Kolam pembiakan bakteri

Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal

pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki

kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi

yang optimum untuk kolam ini adalah pH 7.0, suhu 30-40 0C untuk bakteri

mesophilic, kedalaman kolam 5-6 m dan ukuran kolam diupayakan dapat

menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30

ton TBS/jam (Yejian.Z, dkk, 2011).

e. Kolam anaerobik

Limbah yang telah netral dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses.

Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah

dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik. Waktu tinggal

limbah pada kolam ini selama 60 hari.

Page 10: Makalah TPL

10

f. Kolam Fakultatif

Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik.

Pada kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan.

Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7.6-7.8, BOD 600-800

ppm, COD 1250-1750 ppm. Waktu tinggal limbah pada kolam ini selama 15

hari.

g. Kolam aerasi

Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi

dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Kolam ini

dibuat dengan kedalaman 3 m dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan

jumlah oksigen terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua unit alat

aerator.

h. Kolam aerobik

Limbah yang masuk ke kolam mengandung oksigen terlarut. Penahanan

limbah dalam kolam ini selama 15 hari dan dapat menurunkan beban

pencemar limbah dari BOD 600-800 ppm menjadi 75-125 ppm. Kolam ini

adalah kolam terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai

(Rahardjo, 2009).

Sistem Reaktor

Salah satu unit dari sistem reaktor yaitu Tangki Digester. Tangki ini

berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian

bakteri mesophilic dan thermophilic. Kedua bakteri ini merupakan bakteri

methanogen yang merombak substrat dan menghasilkan gas metana (Irvan,

dkk, 2012).

Page 11: Makalah TPL

11

Kombinasi sistem kolam dengan reaktor

Pengendalian limbah yang menggunakan cara menggabungkan sistem kolam

dengan sistem reaktor dikembangkan pada areal yang sempit, hasil reaktor

yang berupa gas metana digunakan sebagai bahan bakar.

Metana merupakan hasil fermentasi anaerob bahan organik. Campuran gas

metana (CH4), karbondioksida(CO2) dan sedikit gas hydrogen (H2), hidrogen sulfida

(H2S) dan nitrogen (N2) ini dikenal dengan istilah biogas. Biogas mengandung 60-

70% metana dan sisanya merupakan gas-gas lainnya. Senyawa organik kompleks

seperti protein, karbohidrat, dan lemak ditransformasi menjadi produk-produk yang

lebih sederhana seperti asam amino, gula-gula sederhana, dan asam lemak berantai

panjang serta gliserin, melalui aktivitas enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh

bakteri fermentative (Faisal dan Unno, 2001).

Mikroorganisme anaerob dapat mengkonversi biomassa menjadi bioenergi.

Pada fermentasi anaerob, bahan organik berperan sebagai elektron donor dan aseptor.

Hal yang penting untuk diingat adalah porsi yang mendominasi dalam pembentukan

metana adalah hasil fermentasi anaerob yakni asetat sebagai elektron donor dan

elektron akseptor. Produksi metana seperti itu dikenal sebagai acetotrophic

methanogenesis (Rahardjo, 2009).

Bioenergi merupakan energi yang dihasilkan dari bahan-bahan biologis yang

dapat diperbaharui atau bahan yang mengandung unsur biologis. Fermentasi anaerob

menghasilkan produk salah satunya adalah biogas. Biogas adalah gas yang terdiri dari

metana, CO2, H2S, N2 dan H2. Melalui fermentasi anaerob senyawa organik komplek

didekomposisi oleh mikroorganisme dalam bioreaktor. Dalam digester anaerob,

sekelompok bakteri menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan senyawa

selulosa dan molekul komplek lainnya menjadi gula-gula sederhana dan monomer

lainnya. Kemudian bakteri lain yang mengkonsumsi produk hasil dekomposisi

tersebut dan memproduksi asam organik yang terus menerus dirombak sehingga

menjadi molekul kecil seperti asetat, format, hidrogen dan CO2. Bakteri khusus

Page 12: Makalah TPL

12

lainnya, bakteri metana, menggunakan molekul hasil perombakan tersebut untuk

menghasilkan metana. Bahan organik yang terdapat dalam limbah mengandung tiga

senyawa organik kompleks yaitu protein, lemak dan karbohidrat (Puetpaiboon dan

Chotwwattanasak, 2006).

Tahapan pertama dalam proses degradasi secara anaerob yaitu hidrolisis

enzimatik yang berfungsi untuk merombak karbohidrat menjadi gula sederhana,

protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Kemudian degradasi

berlanjut pada perombakan produk-produk hasil hidrolisis tersebut dan menghasilkan

produk intermediet seperti piruvat, NH3, asetat, format, CO2 dan propionat.

Kemudian produk-produk intermediet tersebut dicerna oleh bakteri metana sehingga

menghasilkan produk akhir dari fermentasi anaerob menggunakan digester anaerob

yaitu gas metana, CO2 dan H2S. Untuk mengefektifkan proses perombakan dalam

proses anaerob maka perlu diperhatikan faktor sirkulasi atau pun pengadukan yang

berfungsi untuk mempertinggi singgungan antara bakteri dengan substrat sehingga

aktivitas bakteri dapat berjalan lebih cepat.

Pada kenyataannya degradasi anaerob dapat dinyatakan sebagai reaksi kimia

pada bahan organic melalui fermentasi anaerob dan aktivitas bakteri perombak

menghasilkan gas metana, karbondioksida, hidrogen, nitrogen dan hidrogen sulfida.

Tahapan umum dalam dekomposisi anaerob terdiri dari dua tahapan utama yaitu acid

production dan methane production. Tahapan pertama yaitu acid production yang

merupakan reaksi hidrolisis dan pencairan bahan organik yang tidak dapat larut oleh

enzim ekstraseluler. Sedangkan tahapan kedua yaitu methane production yang

merupakan proses pendegradasian produk tahapan pertama oleh bakteri methanogen

menjadi metana dan karbondioksida.

Digester anaerob dapat berupa digester satu tahap dan digester dua tahap.

Digester satu tahap terdiri dari sebuah tangki digester yang digunakan untuk

mengolah limbah cair yang biasanya tidak kontinyu. Sedangkan digester dua tahap

terdiri dari dua tangki digester yang disusun secara seri. Dalam proses perombakan

bahan organik, pada digester dua tahap, tahapan pertama digunakan sebagai unit

Page 13: Makalah TPL

13

pencampuran secara kompleks dan optimasi dekomposisi oleh bakteri perombak.

Sedangkan tahapan kedua untuk mengolah supernatan yang keluar dari digester

pertama (Chotwattanasak dan Puetpaibon, 2011).

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat

dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung

metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.

Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob :

anaerob

Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O

Mikroorganisme

Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai

reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masing-

masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.

Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2

tahap:

Tahap pembentukan asam

Tahap pembentukan metana

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa

organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar

(polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh

enzim-enzim ekstraseluler. Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik

sederhana (monmer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari

sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat

diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat (Rahardjo, 2009).

Page 14: Makalah TPL

14

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri

dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menaji

metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari

reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana

dan air. Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik

sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan.

Page 15: Makalah TPL

15

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penanggulangan limbah industri pengolahan kelapa sawit mutlak dilakukan

dalam upaya melestarikan lingkungan. Salah satu upaya penanggulannya adalah

dengan sistem pengolahan biologis dengan proses anaerob. Proses anaerob

mempunyai banyak keunggulan dan dapat dikatakn lebih efektif dan efisien bila

dibandingkan dengan proses aerob antara lain dapat mengolah bahan organik yang

lebih tinggi, dapat mengolah senyawa organik terlarut maupun tersuspensi, produk

biomassa yang dihasilkan lebih kecil, lahan yang digunakan lebih sempit serta gas

yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar.

4.2 Saran

Masyarakat harus tetap menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan yaitu dengan cara menggunakan teknik pengolahan limbah

yang lebih efektif dan efisien serta ramah limgkungan.

Page 16: Makalah TPL

16

DAFTAR PUSTAKA

Chotwattanasak, J And Puetpaiboon, U. 2011. Full Scale Anaerobic Digester For

Treating Palm Oil Mill Wastewater. Journal Of Sustainable Energy &

Environment 2 (2011) 133-136

Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit.

Jakarta

Deptan, 2006. Pedoman Pengelolalan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit

Pengelolaan Lingkungan. Direktorat Pengelolaan Hasil Pertanian. Ditjen

P2HP, Deptan

Faisal, M dan Unno, H . 2001. Kinetic analysis of palm oil mill wastewater treatment

by a modified anaerobic baffled reactor. Biochemical Engineering Journal 9

(2001) 25–31

Hetharie, H. Wattimena, G.A. Maggy T.S. Aswidinnoor, H. Mathius, N.T dan

Ginting, G. 2007. Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa

Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Bul. Agron. (35) (1) 50

– 57

Irvan, Trisakti, B. Wongistani, V. Tomiuchi, Y. 2012. Methane Emission from

Digestion of Palm Oil Mill Effluent (POME) in a Thermophilic Anaerobic

Reactor. Internat. J. of Sci. and Eng., Vol. 3(1):32-35,

Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat

Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan. 435 hal.

N.A. Badroldin, A.A. Latiff, A.T. Karim And M.A. Fulazzaky. 2008. Palm Oil Mill

Page 17: Makalah TPL

17

Effluent (Pome) Treatment Using Hybrid Upflow Anaerobic Sludge Blanket

(Huasb) Reactors : Impact On Cod Removal And Organic Loading Rates.

Engineering Postgraduate Conference (Epc)

Puetpaiboon. U And Chotwattanasak,J 2006. Anaerobic Treatment Of Palm Oil Mill

Wastewater Under Mesophilic Condition

Rahardjo, P. N. 2009. Studi Banding Teknologi Pengolahan Limbah Cair Kelapa

Sawit. J. Tek. Ling. 10 (1): 09 -18

Rupani, P.F. Singh, R.P. Ibrahim, M.H And Esa, N. 2010. Review Of Current Palm

Oil Mill Effluent (POME) Treatment Methods: Vermicomposting As A

Sustainable Practice. World Applied Sciences Journal 11 (1): 70-81

Salihu, A And Md. Zahangir Alma. 2012. Palm Oil Mill Effluent: A Waste Or A Raw

Material?. Journal Of Applied Sciences Research, 8(1): 466-473

Saifuddin, N. dan S.A. Fazlili. 2009. Effect of Microwave and Ultrasonic

Pretreatments on Biogas Production from Anaerobic Digestion of Palm Oil

Mill Effleunt. American J. of Engineering and Applied Sciences 2 (1): 139

146,

Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan.

Kanisius. Yogyakarta. Hal. 127

Yejian, Z., Hairen, H. Xiangyong, Z. Zhenjia, Z. Yan Li. 2011. High-rate Mesophilic

Anaerobic Digestion of Palm Oil Mill effluent (POME) in Expanded Granular

Sludge Bed (EGSB) Reactor. International Conference on Agricultural and

Natural Resources Engineering Advances in Biomedical Engineering, Vol.3-5