makalah teori etika dan prinsip etis
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Teori Etika dan Prinsip Etis
Dalam Berbisnis” dengan lancar.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Karhi N
Sardjudin, M.M., Ak. dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing kami
dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan
terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
I.1 LATAR BELAKANG......................................................................................
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN......................................................................................
BAB I LANDASAN TEORI......................................................................................
II. 1 PENGERTIAN ETIKA......................................................................................
II.2 RELATIVITAS MORAL......................................................................................
II.3 TEORI ETIKA MODERN ......................................................................................
II. 4 TEORI ETIKA RELIGIUS......................................................................................
II.5 PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS............................................................
BAB III STUDI KASUS & PEMBAHASAN.........................................................................
III.1 STUDI KASUS......................................................................................
III.2 PEMBAHASAN......................................................................................
BAB IV PENUTUP......................................................................................
KESIMPULAN......................................................................................
SARAN......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu dampak globalisasi adalah adanya persaingan bisnis yang semakin ketat,
yang ditandai oleh kegiatan bisnis yang kini tumbuh dan berkembang melewati apa yang
pernah diprediksikan dan di'visi'kan sebelumnya. Pelakunya terbuai dengan visi dan,
misinya, terjebak di antara harapan dan kenyataan. Bisnis bisa dijalankan dengan cara berbeda
antara suatu negara atau organisasi atau perusahaan baik dari sisi budaya, politik, hukum,
ekonomi, perilaku maupun sudut pandang. Bisnis sudah tak mengenal ruang dan waktu,
dari bisnis yang hanya mempertukarkan barang dengan barang (barter) sampai dengan
bisnis dengan menggunakan sarana teknologi dan informasi. Transaksi bisnis kini dapat
diwujudkan tanpa harus adanya pertemuan fisik pembeli dan penjual. Mereka bisa tinggal
dimana saja, dan kapan saja dapat menyelenggarakan aktivitas bisnisnya. Teknologi dan
Informasi (komunikasi) telah mengubah dunia yang begitu luas menjadi semakin kecil, kini
dunia seakan telah menjadi sebuah kampung besar yang dengan mudah dijangkau manusia.
Etika merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain.
Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk menganalisis batas-batas kompetisi
seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan. Kompetisi
inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep
bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya.
Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal perdagangan dunia
yang lebih bebas di masa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih
bebas.
Bisnis bagaikan suatu pertempuran sengit tanpa kasih sayang dan rasa kemanusiaan.
Yang satu berusaha dengan segala cara untuk mematikan yang lainnya. Dalam bisnis beretika
persaingan hanyalah sarana untuk memperbaiki citra produk dan perusahaan di mata
pelanggannya. Di samping itu persaingan juga dapat menjadi instrumen untuk memperbaiki
kinerja organisasional. Justru itu makna persaingan dalam ranah bisnis harus diluruskan,
demikian juga pandangan terhadap bisnis itu sendiri.
1.2 Maksud dan Tujuan
Bisnis yang baik adalah bisnis bermoral, yakni suatu bisnis yang tidak saja
menempatkan dan mementingkan pribadi pelakunya semata. Bisnis tidak melarang
keuntungan yang besar bagi suatu perusahaan. Hanya saja semakin besar keuntungan yang
diperoleh, maka semakin besar pula tanggung jawab etika dan sosialnya kepada masyarakat.
Dalam ajaran etika, selain untuk membahagiakan dirinya, pelaku bisnis juga mengemban
amanah dan kewajiban untuk membahagiakan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
Memelihara alam dengan segala sumber dayanya adalah juga tanggung jawab kita semua,
dan pelaku bisnis harus berada di barisan depannya.
Untuk melaksanakan tanggung jawab moral, diperlukan suatu panduan yang
mengandung prinsip-prinsip, norma-norma dan standar, sehingga didapatkan kebenaran moral
dalam sikap dan perilakunya. Kesemuanya itu telah dikemas oleh para ahli dan filosof dalam
bingkai etika. Aplikasi semua nilai-nilai etika dalam kerangka bisnis disebut dengan etika
bisnis. Dengan panduan etika bisnis, pelaku usaha dan partisipan organisasi bisnis harus
berlaku manusiawi dengan menempatkan manusia di atas segalanya. Sebagai mana dirinya,
pebisnis seyogianya menyadari bahwa setiap manusia itu mempunyai hak yang mendasar dan
dilindungi, yakni hak asasi manusia. Sayangnya hak-hak manusia ini sering diremehkan,
diabaikan dan dilecehkan banyak usahawan (pelaku bisnis) saat ini.
Maksud dan dan tujuan makalah ini adalah untuk mempelajari, mensosialisasikan
nilai-nilai etika bisnis dan menjadikannya sebagai acuan dalam setiap perilaku bisnis . Nilai-
nlai positif yang terkandung dalam etika sepantasnya menjadi panutan dari pemimpin
organisasi bisnis dalam dimanapun mereka berada. Terkesan banyak pelaku usaha yang masih
keberatan dengan penyelenggaraan etika dalam usaha bisnisnya. Padahal dalam banyak hasil
penelitian etika, jarang sekali ditemukan pebisnis yang mempraktikkan nilai etika gagal dalam
bisnisnya. Malah sebaliknya praktik etika yang baik dalam setiap kegiatan bisnis akan
mendukung keberhasilan usaha, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Keberadaan nilai dalam etika bisnis adalah penting, krusial dan strategis. Hal ini
bermakna bahwa penyelenggaraan etika bisnis tidak bisa terlepas dari kemampuan
menerima dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam setiap kegiatan bisnisnya. Nilai adalah
sesuatu yang benar, yang baik dan yang indah. Keberadaan nilai dalam banyak hal dapat
mempersatukan orang-orang yang terlibat dalam suatu bisnis dan menyelesaikan konflik nilai
yang terjadi, sehingga dengan demikian penganutan nilai oleh pelaku bisnis itu akan
memudahkan pencapaian tujuan organisasinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
II. Pengertian Etika
Istilah etika berasal dari kosa kata bahasa Yunani kuno etos (bentuk tunggal dan etha
(bentuk jamak), yang berarti adat istiadat atau kebiasaan (Sudarmo dan Soedarsono, 2008).
Dalam arti ini, etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang dianggap baik
oleh kalangan atau masyarakat tertentu. Kebiasaan ini dianut dan bahkan diwarisi dari satu
generasi ke generasi berikutnya (Sudarmo dan Soedarsono, 2008).
Kata etika memiliki beberapa makna, Webster’s Collegiate Dictionary yang dikutip
oleh Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna dasar dari kata
etika, yaitu:
1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral serta
kewajiban.
2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai.
3. Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral.
4. Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok.
Sedangkan menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa etika memiliki peranan penting
dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas
yang telah disepakati oleh masyarakat. Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika
hanya dilakukan sebatas persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak
dilanggar. Norma moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya
perilaku dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui
bersama tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi.
Untuk itu, pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan mengapa kita
perlu berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang telah disepakati,
melahirkan suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka untuk memastikan benar
tidaknya keputusan moral kita.
Beberapa alasan mempelajari etika menurut Ronald Duska :
1. Beberapa kepercayaan moral yang dipegang mungkin tidak cukup karena itu
hanya kepercayaan sederhana tentang isu-isu komplek. Pelajaran etika dapat
membantu seseorang memecahkan isu yang komplek tersebut, dengan melihat
apa yang prinsip-prinsip katakan tentang kasus itu.
2. Etika dapat menyediakan pengertian yang mendalam bagaimana menimbang
dan memutuskan terhadap konflik prinsip dan menunjukan mengapa tindakan
tertentu lebih dibutuhkan dari pada yang lain.
3. Cerminan etika dapat membuat kita lebih berpengetahuan dan teliti dalam
masalah-masalah moral.
4. Alasan yang penting untuk mempelajari etika adalah untuk mengerti keadaan
dan mengapa opini-opini kita berharga. Contohnya ketika tanggung jawab ke
keluarga berbenturan dengan tanggung jawab kita terhadap pekerjaan dan
bagaimana jalan keluarnya.
5. Alasan terakhir dalam mempelajari etika adalah untuk belajar
mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar etika yang dapat diaplikasikan pada
tindakan.
Menurut ilmu pengetahuan, etika dibagi menjadi dua (Duska Duska,2005), yaitu:
1. EtikaUmum
2. Etika Khusus
Etika umum membahas prinsip-prinsip moral dasar. Sedangkan etika khusus
membahas tentang prinsip-prinsip dasar pada masing-masing bidang dalam kehidupan
masyarakat. Etika khusus dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika individual
membahas tentang kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri, sedangkan etika sosial
membahas tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat (hubungan dengan sesama
dan lingkungan) yang kemudian berkembang menjadi etika politik, etika keluarga, etika
lingkungan, dan etika profesi. Profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut pengetahuan
yang tinggi dan keahlian khusus, seperti dokter, notaris, akuntan yang selanjutnya disebut
sebagai subjek profesional. Subjek professional memiliki apa yang disebut sebagai kode etik.
Kode etik secara bahasa dikatakan sebagai sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan
manusia.
Berdasarkan suatu teori etika, keputusan moral yang kita ambil bisa menjadi
beralasan. Teori etika mampu menjelaskan mengapa tindakan-tindakan benar atau salah.
Dengan kata lain suatu teori etika membantu kita untuk mengambil keputusan moral yang
tahan uji, jika ditanyakan dasarnya. Sehingga teori etika dianggap mampu menyediakan
justifikasi untuk keputusan kita.
II.2 Relativitas Moral
Persaingan global yang ketat tanpa mengenal adanya perlindungan dan dukungan
politik tertentu, semua perusahaan bisnis mau tidak mau harus bersaing berdasarkan prinsip
etika tertentu. Terdapat tiga pandangan umum yang dianut. Pandangan pertama adalah bahwa
norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain, artinya perusahaan mengikuti
aturan norma dan moral yang berlaku di tempat perusahaan beroperasi. Pandangan kedua
adalah bahwa norma sendirilah yang paling benar dan tepat, artinya perusahaan mengikuti
aturan norma dan aturan moral di tempat perusahaan itu berasal. Pandangan ketiga adalah
immoralis naif yang menyatakan bahwa tidak norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut.
1. Norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya.
Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di Negara
tempat perusahaan tersebut beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan
bahwa tidak ada nilai dan norma moral yang bersifat universal yang berlaku di semua
Negara dan masyarakat, bahwa nilai dan norma moral yang berlaku di suatu Negara
berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh karena itu, menurut pandangan ini
norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena bagaimanapun mencuri,
merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap tidak etis.
2. Nilai dan norma moral sendiri paling benar dalam arti tertentu mewakili
kubu moralisme universal.
Yaitu bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal, dan karena itu
apa yang dianggap benar di Negara sendiri harus diberlakukan juga di negara lain
(karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan
sendirinya). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut
baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia
adalah manusia, dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap
berlaku.
3. Immoralis naif.
Pandangan ini menyebutkan bahwa tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama
sekali.
II.3 Teori Etika Modern ( Kognitivisme)
1. Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti bermanfaat´. Menurut teori ini,
suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan .Menurut suatu perumusan
terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) criteria untuk menentukan
baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
2. Deontologi
Deontologi´ (Deontology) berasaldari kata dalam BahasaYunani yaitu,deon yang
artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya. Dalam hal ini
konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan
dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi
menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya.Tujuan yang baik tidak
menjadi perbuatan itu juga baik.
3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, Karena hak berkaitan
dengan kewajiban.
4. Teori Keutamaan
Teoriti peter akhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau
akhlak seseorang.Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori keutamaan sebagai
reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah dalam mengukur perbuatan
dengan prinsip atau norma. Keutamaan bias didefinisikan sebagai berikut :disposisi
watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik
secara moral, misalnya : Kebijaksanaan, Keadilan, Kerendahan hati, Suka bekerja keras.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan keadilan dan kesamaan biasanya dapat
dibagi ke dalam tiga kategori.
1. Kategori pertama, keadilan distributif, berkaitan dengan distribusi yang adil atas
keuntungan dan beban dalam masyarakat. Prinsip dasar dari keadilan distributif adalah
bahwa yang sederajat haruslah diperlakukan secara sederajat dan yang tidak sama juga
harus diperlakukan dengan cara yang tidak sama.
2. Kategori kedua, keadilan retributif, mengacu pada pemberlakuan hukuman yang adil
pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan. Hukuman yang adil adalah hukuman
yang dalam artian tertentu layak diterima oleh pihak yang melakukan kesalahan.
3. Kategori ketiga, keadilan kompensatif, berkaitan dengan cara yang adil dalam
memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat
perbuatan orang lain. Kompensasi yang adil adalah kompensasi yang dalam artian
tertentu proporsional dengan nilai kerugian yang diderita.
II.4 Teori Etika Relijius (Nonkognitivisme)
Etika keagamaan tradisional didasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan dan semesta
moral. Sejumlah aliran eksistensialisme religious kontemporer menolak teisme
tradisional.Umumnya menolak bentuk supernaturalisme dan otoritarianisme.Sebagai gantiny
alandasan non teistik disampaikan dalam etika tillich; atau teologi radikal yang melihat agama
secarasekuler karena "Tuhan telahmati" membuat etika lebih bersifat humanistic dan
universal, serta eksesistensial.
Bagi etika keagamaan tradisional, Tuhan dianggap sebagai kebajikan (St.Agustine),
atau terbatasi oleh kebajikan (Plato), dan merupakan sumber dan pendukung semua nilai.
Etika relijius tradisional pada dasarnya bersifat deontologis, yakni mendasarkan penekanan
pada masalah tugas, kewajiban, atau memahami kebenaran dalam bertindak. Etika bersifat
agapistik, yakni berdasar pada cinta Tuhan dan sesame manusia.
Pemikir besar Eropa dari kalangan Kristen adalah ThomasAquinas (1225-1274).
Menurut aquinas, Tuhana dalah tujuan akhir manusia, karena Ia adalah nilai tertingg idan
universal, dan karenanya kebahagiaan manusia tercapai apabila ia memandang Tuhan. Dalam
perspektif religious pemikiran etika cenderung melepaskan kepelikan dialektika atau
metodologis dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas islam dengan
cara lebih langsung berakar pada AL-Qur’an dan Sunnah. Dalam topik ini pengetahuan dan
perbuatan menjadi unsure pencapaian kebahagiaan. Sumber utama pengetahuan adalah Tuhan
yang telah menganugerahkannya kepada manusia melalui berbagai cara.
II. 5 Prinsip-prinsip Etika Dalam Bisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah
lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam
bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
1. Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi
kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti
saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan
sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara
masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban
terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
(1) Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan
tuntutan mereka;
(2) Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan
yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
(3) Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan
pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga
kelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk dan jasa perusahaan;
(4) Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan,
memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena
kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan adalah
prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin
bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi
adalah tanggungjawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam
mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga
harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-
kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan
ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung
jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder
.
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran
merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik
berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya
keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan
dengan kejujuran:
1. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
2. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga
yang baik.
3. Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu
antara pemberi kerja dan pekerja, dan berkait dengan kepercayaan.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles
adalah:
1. Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok
masyarakat dengan negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan
yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis,
keadilan legal menuntut agar Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua
pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan
mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku
bisnis.
2. Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang
yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara
dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan
ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-
pihak yang terlibat.
3. Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi
yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis
keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan
ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan
satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa
melahirkan suatu win-win situation.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap
menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith,
prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis.
Prinsip ini menjadi dasardan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya
juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan
khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu,
prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang
jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan
pibak Iain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan
yang diterima dan masuk akal.
BAB III
STUDI KASUS
III. 1 Kasus Etika Bisnis Antara Telkomsel dan XL
Salah satu contoh problem etika bisnis yang marak pada tahun kemarin adalah perang provider
celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu
as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri.
Kini perang kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-
tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu
adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan
XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS.
Kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Dalam iklan tersebut, sule menyatakan
kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya
dari awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi.
Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan
yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada
kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang
“menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.
Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip
dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI,
terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara
langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan
membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi
tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini
secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat.
Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk
mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya
dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat.
III. 2 Pembahasan
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA