makalah spina bifida
TRANSCRIPT
Nama : Siti Nurhayati
NIM : 41032107121042
Semester : Enam (VI)
Jurusan : PG PAUD UNINUS
Mata Kuliah : Andragogi
Dosen : Dr. H. Hendi S Muhtar, M.Pd
PENGERTIAN SPINA BIFIDA
Spina bifida adalah bentuk kecacatan kongenital dimana terjadi mal-formation atau
pembentukan yang tidak sempurna dari spinal vertebrata, sehingga spinal cord didalamnya
juga tidak sempurna. Hal ini disebabkan oleh perkembangan janin yang tidak sempurna.
Sebab spina bifida ini tidak diketahui, insidensi dari kelainan ini adalah 1 dari 1000 kelahiran
hidup ( Hallahan, 1988). Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah
pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa bagian dari vertebra
gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada
bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas
mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf
pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika
medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis
pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya
belum berfungsi secara maksimal.
Spina bifida kira-kira muncul pada 1-2 dari 1000 kelahiran hidup, tetapi bila satu anak
telah menderita maka resiko untuk anak yang lain menderita spina bifida meningkat 2-3%.
Seorang ibu yang memiliki bayi menderita spina bifida , maka resiko hal ini terulang lagi
pada kehamilan berikutnya akan meningkat. (12,14)
Spina bifida ditemukan terutama pada ras Hispanik dan beberapa kulit putih di Eropa,
dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika. Spina bifida tipe okulta
terjadi pada 10 – 15 % dari populasi. Sedangkan spina bifida tipe meningocele terjadi pada
0,1 % kehamilan. Terjadi lebih banyak pada wanita daripada pria (3 : 2) dan insidennya
meningkat pada orang China. (12,16)
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru lahir
terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di
Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut
butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh
kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
EMBRIOLOGI
Proses pembentukan embrio pada manusia melalui 23 tahap perkembangan setelah
pembuahan setiap tahap rata-rata memakan waktu selama 2 -3 hari. Ada dua proses
pembentukan sistem saraf pusat. Pertama, neuralisasi primer, yakni pembentukan struktur
saraf menjadi pipa, hal yang serupa juga terjadi pada otak dan korda spinalis. Kedua,
neuralisasi sekunder, yakni pembentukan lower dari korda spinalis, yang membentuk bagian
lumbal dan sakral. Neural plate dibentuk pada tahap ke 8 (hari ke17-19), neural fold
terbentuk pada tahap ke 9 (hari ke 19-21) dan fusi dari neural fold terbentuk pada tahap ke 10
(hari ke 22-23). Beberapa tahap yang sering mengalami gangguan yakni selama tahap 8 – 10
(yakni, ketika neural plate membentuk fold pertamanya dan berfusi untuk membentuk neural
tube) hal ini dapat menyebabkan terjadinya craniorachischisis, yang merupakan salah satu
bentuk yang jarang dari neural tube defect (NTD). (4)
Pada tahap ke 11 (hari ke 23-26), saat ini terjadi penutupan dari bagian rostral
neuropore. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya anencephaly.
Mielomeningocele terjadi akibat gangguan pada tahap 12 (hari ke 26-30), saat ini terjadi
penutupan bagian caudal dari neuropore. (4)
Penelitian pada embrio tikus telah memperoleh beberapa teori unifying yang dapat
menjelaskan anomali yang terjadi pada neural tube defek. Defek yang terjadi bersamaan
seperti hidrosefalus dan malformasi otak bagian belakang seperti malformasi Chiari II adalah
salah satu contohnya. McLone dan Naidich, pada tahun 1992, mengajukan proposal tentang
teori unifying dari defek pada neural tube yang menjelaskan anomali pada otak bagian
belakang dan anomali pada korda spinalis. Berdasarkan penyelidikan tersebut, diketahui
bahwa kegagalan lipatan neural untuk menutup sempurna, menyebabkan defek pada bagian
dorsal atau myeloschisis. Hal ini menyebabkan CSF bocor mulai dari ventrikel sampai ke
kanalis sentralis dan bahkan mencapai cairan amnion dan mengakibatkan kolaps dari sistem
ventrikel. (4)
Kegagalan dari sistem ventrikel untuk meningkatkan ukuran dan volumenya
menyebabkan herniasi ke bawah dan ke atas dari otak kecil. Sebagai tambahan, fossa
posterior tidak berkembang sesuai dengan ukuran yang sebenarnya, dan neuroblas tidak
bermigrasi keluar sesuai dengan normal dari ventrikel ke korteks. (4)
Adapun teori yang lain yang menjelaskan terjadinya spina bifida yakni teori defisiensi
asam folat. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Hingga kini tidak
diketahui mengapa asam folat dapat menyebabkan spina bifida.(4,5,6)
Malformasi Sistem Saraf Pusat (4)
24 – 26 Penutupan neuropore
anterior
Anencephaly
26 – 28 Penutupan neuropore
posterior
Spina bifida sistika dan
Spina bifida okulta
32 Sirkulasi vaskular Mikrosefali
33 35 Splitting dari proensefalon
untuk membentuk
telensefalon
Holoproensefalon
70 – 100 Pembentukan korpus
kalosum
Agenesis korpus kalosum
KLASIFIKASI
Spina bifida digolongkan sebagai berikut :
1. Spina Bifida Occulta /okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya
terdapat didaerah lumbosacral, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar
kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti
ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak
ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang
mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada neural tube defek
(NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang
terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai
dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II.
Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau
lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan
sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang
ringan. (4,10)
Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa fungsi
neurologis hanya dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah secara dini dan tepat.
(12)
Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal,
lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral
anterior. (2, 12)
a. Lipoma spinal
Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci. Pada
kasus–kasus ini, elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal. Lipoma spinal
adalah keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam jaringan saraf,
sehingga terjadi kerusakan dan mengakibatkan disfungsi neurologis. (12)
Gambar 2. Gambar MRI Lipoma Spinal
Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena dengan
bertambahnya usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf. Lipoma seperti ini
dapat berupa lipomeningomielokel atau melekat pada meningomielokel. Pemeriksaan
radiologik dilakukan seperti pada meningokel.(2)
b. Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari
epidermis menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga subarakhnoid.
Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput
rambut di permukaannya dan kebanyakan di daerah lumbal. Biasanya kelainan ini
asimptomatik, namun bila menembus duramater, sering menimbulkan meningitis rekuren.
(12)
c. Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak pada
bagian belakang tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan
sebagai deformitas kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali
kongenital yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga
mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar. (12)
d. Diastematomielia(12)
Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi dan
terdiri atas komponen-komponen :
- Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap satu atau
membentuk septa.
- Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua hemikord
diatas.
- Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya
ada abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput
rambut dari daerah yang ada diastematomielia.
2. Spina Bifida Meningocele/ meningokel
Spina bifida jenis ini melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab
untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen mendorong
melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang membentuk tulang
belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada
myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele
adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu
benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum
tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini
tidak terdaoat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya
mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun
kolon.
Gambar 3. Meningokel
3. Spina bifida myelomeningocele / Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana
korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi
pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot
atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh.
Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina bifida.
Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi
cairan di dalam dan di sekitar otak.
Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali
menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel memiliki insidens yang
tinggi sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali
ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic
anomalies pada extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf
pada regio sakral. (4)
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan
mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal. Lokasi
terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang kearah distal.
Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi oleh
selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan
tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin dan
alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks. (2,13)
Gambar 4. Mielomeningokel (15)
DIAGNOSIS
Anamnesis
Diagnosis spina bifida dapat diketahui melalui analisa riwayat kesehatan dari individu
tersebut (jika bukan bayi), riwayat kesehatan keluarga dan penjelasan yang detail tentang
kehamilan dan kelahiran. (5)
1. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra
di bagian ini terjadi paling akhir.
4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural
tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila
sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan
yang lain mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis. (15)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan
pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple
screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas
muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan
memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini
memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang
biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis
(analisa cairan ketuban).
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan neurologis pada bayi cukup sulit; terutama untuk membedakan gerakan
volunter tungkai terhadap gerakan reflektoris. Diasumsikan bahwa semua respons gerakan
tungkai terhadap rangsang nyeri adalah refleksif; sedangkan adanya kontraktur dan
deformitas kaki merupakan ciri paralisis segmental level tersebut. (12)
Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerak
bawah bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher,
bentuk tulang belakang dan gerakan. (1, 10)
Pemeriksaan Penunjang
Metode skrining tersering untuk mendiagnosis spina bifida selama kehamilan adalah
skrining serum alfa feto protein maternal (MSAFP) pada trimester kedua, dan ultrasonogafi.
Skrining MSAFP mengukur tingkat dari protein yang disebut alfa feto protein (AFP) yang
dibentuk secara alami oleh fetus dan plasenta. Selama kehamilan normal sejumlah kecil dari
AFP biasanya melintasi plasenta dan memasuki peredaran darah ibu. Namun jika terdapat
peningkatan yang abnormal dari protein ini pada peredaran darah ibu mengindikasikan bahwa
fetus mengalami defek pada vertebra. Namun demikian uji MSAFP ini tidak spesifik untuk
spina bifida dan uji ini tidak dapat menentukan secara defenitif akan adanya masalah dengan
fetus. Dengan demikian bila terdeteksi peningkatan AFP dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan tambahan seperti Ultrasonografi atau Amniosentesis untuk menegakkan
diagnosa.(8)
Ultrasonografi dapat memberikan informasi mengenai penyebab peningkatan AFP antara lain
kelainan pada fetus ataupun jumlah fetus yang lebih dari satu. Pada spina bifida akan tampak
vertebra yang terbuka atau kelainan yang tampak pada otak bayi yang menindikasikan Spina
bifida. (8)
Gambar 5. Teknik Amniosintesis (8)
Pada Amniosintesis dilakukan pemeriksaan AFP yang berasal dari cairan amnion yang
langsung diambil dari kantong amnion dengan menggunakan jarum.
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan luas dan lokasi
kelainan (15)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan
PENANGANAN
Tidak ada penanganan yang sempurna untuk spinabifida karena kerusakan jaringan
syaraf tidak bisa diganti atau diperbaiki. Tindakan pertama ditujukan pada perbaikan keadaan
umum dan mencegah pecahnya mielomeningokel. Tindakan yang dilakukan untuk kasus
mielomeningokel adalah operasi untuk menutup defek yang ada. Tindakan pembedahan
untuk menutup defek pada spinal biasanya dilakukan dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
untuk meminimalkan infeksi dan memelihara fungsi dari spinal kord. Pemberian antibiotik
yang berspektrum luas memungkinkan untuk menunda tindakan operasi sampai beberapa
saat. Tindakan operasi penutupan ini dapat dilakukan bersamaan dengan operasi pintas bila
kasus tersebut juga disertai dengan hidrosefalus yang masif. Tujuan operasi adalah menutup
medulla spinalis dengan lapisan jaringan untuk mencegah masuknya bakteri dari
kulit,mencegah kebocoran liquor serta mempertahankan fungsi neurologis dari kerusakan
berkelanjutan.
Penutupan benjolan yang pecah harus dikerjakan sedini mungkin untuk mencegah
meningitis atau kontaminasi. Bila benjolan masih utuh, pembedahan dapat ditunda sampai
berusia 5-6 bulan. Selama menunggu pembedahan, perawatan keadaan umum bayi
diutamakan ssambil mencegah kontaminasi pada benjolan, biasanya bayi dibaringkan
telungkup dan benjolan mielomeningokel ditutup dengan kain steril yang dibasahi larutan
salin atau garam fisiologis. (2,4,5,9))
Pada kelainan dengan sinus spinal pembedahan hanya dikerjakan bila dikhawatirkan
kemungkinan infeksi retrograd. Pembedahan dilakukan dengan eksisi seluruh sinus dan kista
dermoid yang menyertainya. Pada kelainan dengan lipoma lumbosakral, pembedahan
sebaiknya segera dilakukan karena makin kecil lipoma makin mudah eksisi dikerjakan.
Disamping itu lipoma dapat terus membesar baik kedalam kanalis spinalis maupun ke luar .
Tujuan pembedahan adalah membebaskan mileum dari perlengketan yang ada
sesudah lipoma dieksisi semaksimal mungkin. Pada umumnya pembedahan tidak sederhana
karena batas antara jaringan syaraf dan jaringan lipoma sukar dibedakan karena timbul
fibrosis sehingga diperlukan tindakan bedah mikro. (14)
Upaya pencegahan dan mengurangi risiko terjadinya defek tuba neuralis dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi vitamin asam folat. Konsumsi asam folat pada periode peri
konsepsi dapat mengurangi kejadian defek tuba neuralis sebesar 50% - 70%. Asam folat
adalah vitamin B yang tersedia pada bahan makanan sehari-hari seperti sayuran hijau, kacang
buncis, padi, hati, ragi, dan beberapa buah seperti jeruk. Meskipun seseorang yang
mengkosumsi sayur mayur dan daging segar akan mencerna sebanyak 2 mg setiap harinya,
ternyata tidak semua wanita hamil memperoleh asupan asam folat yang adekuat dari diet
sehari-hari ini. Pada orang dewasa normal, asupan harian yang direkomendasikan yaitu
sebesar 400 mcg. dan pada wanita hamil, menyusui, serta pada pasien dengan laju pergantian
sel yang tinggi seperti pada pasien anemia hemolitik membutuhkan asam folat sebesar 500-
600 mcg atau lebih setiap harinya. Asam folat dalam bentuk suplementasi dan bahan
makanan alami ternyata memiliki perbedaan dalam hal penyerapan dan ketersediaan didalam
tubuh. (3,5,7,14)
Wanita yang tidak merencanakan hamil dalam waktu dekat dapat mengkonsumsi
asam folat sebesar 400 mikrogram perhari, dan apabila hamil dapat dilanjutkan hingga
minggu ke-12 kehamilan. Wanita yang memiliki anak dengan spina bifida, atau riwayat spina
bifida atau penyakit neural tube lain dapat mengkonsumsi 10 dosis atau 4000 mikrogram
perhari selama 1-3 bulan sebelum hamil. Sumber asam folat dapat ditemukan pada buah-
buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan atau sereal. Hingga kini tidak diketahui mengapa
asam folat dapat mencegah spina bifida. (3,5,7,14)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim
terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai
sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
1. Mengontrol inkotinensia
2. Mencegah dan mengontrol infeksi
3. Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5
- 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila
terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan.
Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau
suprapubic vesicostomy.
1. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan
mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan
pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat
dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik
antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan
fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint
atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan
plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion,
epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak
tidak memberikan hasil yang memuaskan.
1. Rehabilitasi Medik
2. Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya
untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang
lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
1. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit
neurologis.
1. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace
diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric
Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif.
HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut.
KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi
roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan
melakukan ambulasi.
1. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga
mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan
menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk
menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau
supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener
digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
1. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi
hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada
strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi.
Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan
meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik
kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan
spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini,
bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan
pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat
dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila
digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek
pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap
lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut.
Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering
(setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran,
abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-
hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan
lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan
meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya
pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan
terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan
subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini.
Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan
kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan
tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada
ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari tipe spina bifida, jumlah dan beratnya abnormalitas, dan
semakin jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus, malformasi Chiari II dan defek
kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai, banyak anak dengan spina bifida dapat hidup
sampai dewasa.(7)
Mielomeningokel merupakan spina bifida dengan prognosis yang jelek. Setelah
dioperasi mielomeningokel memiliki harapan hidup 92 % ( 86 % dapat bertahan hidup
selama 5 tahun).(7)
Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme
campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus,
filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia),
yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot
dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau coxae yang tak nyeri.
Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering ditemukan.
1. Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.
1. Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.
1. Riwayat penyakit sekarang 2. Riwayat penyakit terdahulu 3. Riwayat keluarga
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
B3 (Brain) :
1. Peningkatan lingkar kepala 2. Adanya myelomeningocele sejak lahir 3. Pusing
B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah
Diagnosa
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
2. Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
4. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.
Intervensi
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
Tujuan :
1. Anak bebas dari infeksi
2. Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital.
Observasi tanda infeksi : perubahan
suhu, warna kulit, malas minum ,
irritability, perubahan warna pada
myelomeingocele.
2. Ukur lingkar kepala setiap 1
minggu sekali, observasi fontanel
dari cembung dan palpasi sutura
kranial
3. Ubah posisi kepala setiap 3 jam
untuk mencegah dekubitus
4. Observasi tanda-tanda infeksi dan
obstruksi jika terpasang shunt,
lakukan perawatan luka pada shunt
dan upayakan agar shunt tidak
Untuk melihat tanda-tanda terjadinya
resiko infeksi
Untuk melihat dan mencegah terjadinya
TIK dan hidrosepalus
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi
pada kepala (dekubitus)
1. Berduk
a b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
1. Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi
minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
2. Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
3. Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya
Intervensi Rasional
Dorong orangtua mengekspresikan
perasaannya dan perhatiannya
terhadap bayinya, diskusikan
perasaan yang berhubungan dengan
pengobatan anaknya
Bantu orangtua mengidentifikasi
aspek normal dari bayinya terhadap
pengobatan
Berikan support orangtua untuk
membuat keputusan tentang
pengobatan pada anaknya
Untuk meminimalkan rasa bersalah
dan saling menyalahkan
Memberikan stimulasi terhadap
orangtua untuk mendapatkan keadaan
bayinya yang lebih baik
Memberikan arahan/suport terhadap
orangtua untuk lebih mengetahui
keadaan selanjutnya yang lebih baik
terhadap bayi
mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
1. Kantung meningeal tetap utuh
2. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
tertekan Menghindari terjadinya luka infeksi dan
trauma terhadap pemasangan shunt
Intervensi Rasional
Rawat bayi dengan cermat
Tempatkan bayi pada posisi
telungkup atau miring
Gunakan alat pelindung di sekitar
kantung ( mis : slimut plastik
bedah)
Modifikasi aktifitas keperawatan
rutin (mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Untuk mencegah kerusakan pada
kantung meningeal atau sisi pembedahan
Untuk meminimalkan tegangan pada
kantong meningeal atau sisi pembedahan
Untuk memberi lapisan pelindung agar
tidak terjadi iritasi serta infeksi
Mencegah terjadinya trauma
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi Rasional
Observasi dengan cermat adanya
tanda-tanda peningkatan TIK
Lakukan pengkajian Neurologis
dasar pada praoperasi
Hindari sedasi
Ajari keluarga tentang tanda-tanda
peningkatan TIK dan kapan harus
memberitahu
Untuk mencegah keterlambatan tindakan
Sebagai pedoman untuk pengkajian
pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
Karena tingat kesadaran adalah pirau
penting dari peningkatan TIK
Praktisi kesehatan untuk mencegah
keterlambatan tindakan
1. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses
Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.
Intervensi Rasional
Jaga agar area perineal tetap bersih
dan kering dan tempatkan anak pada
permukaan pengurang tekanan.
Masase kulit dengan perlahan selama
pembersihan dan pemberian lotion.
Berikan terapi stimulant pada bayi
Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan
pergelangan kaki selama posisi
telengkup
Untuk meningkatkan sirkulasi.
Untuk memberikan kelancaran eleminasi
Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan
awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat
masa embrio.
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu
: spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan
resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus,
siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di punggung
tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida adalah pembedahan,
bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan urologi.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.
26 februari 2015 2.09 kamis
http://nuzulul- fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35562-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Spina%20Bifida.html