makalah sabutret fix

32
Tugas Makalah MENGENAL PROSES PEMBUATAN SEBUTRET BERBAHAN DASAR LATEKS SEGAR Disusun oleh : Kelompok 2 THP B Dessy Putri Sona (131710101020) Yusuf Ali Fauzi (131710101074) Anis Sabrina Hanifa (131710101056) Moh. Afton Nadir (131710101111)

Upload: dessy-putri-sona

Post on 25-Jan-2016

194 views

Category:

Documents


54 download

DESCRIPTION

makalah karet

TRANSCRIPT

Tugas Makalah

MENGENAL PROSES PEMBUATAN SEBUTRET BERBAHAN DASAR

LATEKS SEGAR

Disusun oleh :

Kelompok 2

THP B

Dessy Putri Sona (131710101020)

Yusuf Ali Fauzi (131710101074)

Anis Sabrina Hanifa (131710101056)

Moh. Afton Nadir (131710101111)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKUKTAS TEKNOLOGU HASIL PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan

karet paling luas di dunia. Sebagian karet alam tersebut di ekspor dalam

bentuk bahan baku karena industri barang-barang dari karet dalam negeri

belum berkembang dengan baik. Peningkatan konsumsi karet alam di dalam

negeri dapat dipacu melalui pengembangan industri barang jadi lateks (BJL),

mengingat komponen karet di dalam barang jadi lateks sangat dominan.

Hingga saat ini secara global industri barang jadi lateks baru mengkonsumsi

sekitar 8% dari produksi karet alam dunia, sedangkan secara domestik

industri barang jadi lateks saat ini menyerap sekitar 17% dari konsumsi karet

alam dalam negeri. Salah satu produk dari hilir karet ialah serat sabut kelapa.

Produk ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk-produk

yang bernilai komersial (Tejano, 1985). Potensi dari serat sabut kelapa

(mattress fibre ataucoir fibre) yang merupakan hasil dari pengolahan sabut

kelapa sebenarnya dapat digunakan menjadi penahan panas pada industri

pesawat terbang, dan bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil

(Mahzan et al, 2010), dan g) meningkatkan stabilitas dan ketahanan struktur

jalan apabila digunakan sebagai bahan pencampur dalam pengaspalan

(Thulasirajan dan Narasimha, 2011).

Selain dari produk-produk di atas, serat sabut kelapa dapat

dikembangkan menjadi produk yang dikenal dengan sebutan serat sabut

kelapa berkaret(sebutret). Produk ini merupakan kombinasi antara serat sabut

kelapa dengan karet alam. Pada dasarnya produk serat sabut kelapa berkaret

ini telah diproduksi dan dimanfaatkan oleh negara lain seperti India, Srilanka,

Philipina dan Thailand menjadi produk yang bernilai tinggi, bahkan hasil

produksi tersebut telah diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika.

Serat sabut kelapa berkaret mempunyai beberapa keunggulan jika

dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan baku busa sintetis yang

ada sekarang ini di pasaran. Adapun keunggulan dari produk serat sabut

kelapa berkaret ini adalah relatif lebih ringan, bersifat lebih sejuk dan dingin,

lebih tahan terhadap bakteri.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah ;

1. untuk mengetahui proses pembuatan sebutret (Serabut kelapa berkaret)

2. untuk mengetahui manfaat dan keunggulan dari sebutret sebagai salah satu

produk hilir komoditi karet

3. untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pembuatan sebutret

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Karet Alam Untuk Pembuatan Sebutret

Karet alam (lateks) yang digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan serat sabut kelapa berkaret adalah lateks yang telah dipekatkan

dengan metode pemekatan tertentu hingga mengalami peningkatan pekat.

Proses pemekatan lateks dapat dilakukan dengan empat cara. Menurut

Nazaruddin dan Paimin (1996) proses pemekatan lateks dengan kadar karet

kering sama dengan 60-65% dapat diproduksi dengan cara pemusingan,

pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi, namun berdasarkan kemudahan

secara teknis dan konsistensi mutunya untuk memproduksi lateks pekat

umumnya dilakukan dengan cara pemusingan.

Bahan yang akan disemprotkan ke dalam pembuatan serat sabut kelapa

berkaret adalah lateks pekat yang sudah dicampur dengan berbagai macam

bahan kimia melalui proses vulkanisasi sehingga menghasilkan kompon.

Vulkanisasi adalah suatu proses mengaplikasikan panas kepada campuran

elastomer dan bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meningkatkan

elastisitas, kekuatan dan kemantapan karet. Bahan yang biasa digunakan dalam

proses vulkanisasi di industri pengolahan karet adalah belerang yang fungsinya

untuk mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lainnya yang biasanya

juga digunakan adalah peroksida organik dan damar fenolik.

Selain itu, bahan-bahan kimia yang juga biasa digunakan dalam proses

pemekatan lateks dilakukan melalui proses dispersi. Adapun fungsi bahan

pendispersi adalah untuk membantu dalam proses pembasahan dari bahan yang

terdispersi, mengurangi atau mencegah pembentukan busa serta mencegah

terjadinya penggabungan kembali partikel. Secara khusus bahan kimia yang

ditambahkan ke dalam lateks adalah stabilizer, accelerator, activator,

antioxidant dan curing agent. Bahan-bahan kimia yang ada dalam kompon

lateks menurut Goutara, dkk(1985) adalah:

1. Bahan Pemvulkanisasi

Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet

membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak

dan plastis, akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis.

Bahan pemvulkanisasi yang biasa digunakan adalah belerang.

2. Bahan Pencepat (accelerator)

Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses

vulkanisasi tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang

lama dan suhu yang tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat

digolongkan sebagai berikut.

a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin.

b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin.

c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol.

d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida.

e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat.

3. Bahan Penggiat (activator)

Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan

pencepat. Bahan penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO).

4. Bahan Pemantap (stabilizer)

Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau

tidak terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat,

Kalium hidroksida, dan jenis surfaktan lainnya.

5. Antioksidan

Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh

ozon maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari,

serta ion prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil

dan turunan fenol.

6. Bahan Pengisi

Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus

vulkanisat sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan

pengisi yang digunakan antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan

carbon filler (karbon hitam).

2.2 Lateks Pekat

Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dibuat dengan

proses tertentu. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan menggunakan empat

cara yaitu: Sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi.

Diantara keempat cara tersebut sentrifugasi dan pendadihan merupakan cara

yang telah dikembangkan secara komersial sejak lama.

Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan

sentrifuge berkecepatan 6000-7000 rpm. Lateks yang dimasukkan kedalam alat

sentrifugasi (separator) akan mengalami pemutaran yaitu gaya sentripetal dan

gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal tersebut jauh lebih besar daripada percepatan

gaya berat dan gerak brown sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet

dengan serum. Bagian serum yang mempunyai rapat jenis besar akan terlempar

ke bagian luar (lateks skim) dan partikel karet akan terkumpul pada bagian

pusat alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%,

sedangkan lateks skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8% dengan

rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3.

Pemekatan lateks dengan cara pendadihan memerlukan bahan pendadih

seperti Natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa,

carboxy methylcellulosa dan tepung ilesiles. Adanya bahan pendadih

menyebabkan partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi

butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir

karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih

kecil dari serum akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang

dibawah adalah serum.

2.3 Serat Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian terluar dari buah kelapa yang

membungkus tempurung kelapa, mempunyai ketebalan berkisar 5-6 cm yang

terdiri atas lapisan luar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium), serta

memiliki komposisi kimia seperti selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas,

arang, ter, tannin, dan potassium (Rindengan et al, 1995, Ferry dan Mahmud,

2005).

Kelapa merupakan bahan baku untuk menghasilkan serat sabut. Umur

produktif tanaman kelapa berada pada usia tanaman 15-50 tahun. Lokasi

penanaman sangat menentukan produksi atau buah kelapa yang dihasilkan

dalam satu pohon. Pada lokasi dataran rendah atau pesisir dapat menghasilkan

buah antara 35-50 biji permusim panen. Hasil panen pada daerah perbukitan

dan daerah-daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah seperti di

beberapa wilayah kepulauan hanya menghasilkan 15-35 biji kelapa

permusim. Musim panen dilakukan setiap tiga bulan dengan produksi rara-

rata 30 biji per-pohon, sehingga dalam satu hektar dapat menghasilkan biji

kelapa sebanyak 4.140 perpanen.

Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan

komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat

digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis. Adapun

klasifikasi dari serat alami, yaitu serat hewan, seperti: rambut/bulu hewan,

serat sutera dan serat avian; serat mineral, seperti: asbes, serat keramik dan

serat logam; dan serat tanama, seperti: serat biji, serat daun, serat kulit, serat

buah dan serat tangkai. Serat sintetis terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama,

yang bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses

polimerisasi lanjutan seperti: viskosa, asetat, kuproamonium, dan lain-lain.

Kedua, yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi

misalnya: polyester, nilon, poliuretan, polivinil, dan lain-lain. Ketiga yaitu

yang berbahan dasar anorganik misalnya serat logam, gelas, dan lain-lain.

Serat sabut kelapa merupakan serat alami yang dihasilkan dari sabut

kelapa. Rendemen serat kelapa adalah berkisar antara 80-90 gram serat per-

butir (Van Dam, 1997 dan Pujiastuti, 2007). Serat sabut kelapa memiliki

panjang 15-30 cm, bahkan bisa mencapai 40 cm. Setiap butir buah kelapa

rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%,

tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari

sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa

dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat

panjang (bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127

gram debu sabut. Dengan kata lain, kandungan sabut kelapa terdiri atas

35,3% serat panjang dan sedang, 6,9% serat pendek, 49% gabus (serbuk

sabut), dan 16,8% bagian yang hilang (Van-Dam, 1997 dan Pujiastuti,2007).

Menurut Martini (2007) serat sabut kelapa memiliki panjang antara

150-350 mm, bahkan ada yang mencapai 400 mm dengan diameter serat

sekitar 0,1-1,5 mm (Djatmiko et al, 1990). Hasil pengolahan sabut kelapa dari

1000 butir kelapa yang setara dengan 227,8 kg kg sabut dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg

sabut

Komposisi Bobot (Kg) Rendeman

%

1. Bristle fibre 62,6 27,5

2. Mattress fibre 38,2 16,8

3. Coir fibre

a. Epicarp 42,6 18,7

b. Fibrous dust 6,2 2,7

c. Pith (gabus) 78,2 34,3

Jumlah 227,8 100,0

Sumber: Djatmiko et al (1990); Martini (2007)

Serat kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu

serat dengan serat lainya (anonym, 2005; Martini, 2007). Serat sabut

kelapa sangat elastis dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991;

Martini, 2007). Adapun komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa

adalah seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa

Komponen Sabut% Serat Sabut

%

Air 26,00 5,25

Pektin 14,25 3,00

Hemiselulosa 8,50 0,25

Lignin 29,23 45,84

Selulosa 21,07 43,44

Sumber : Joseph dan Kindangen (1993); Martini (2007)

Menurut Wildan (2010) rasio antara serat panjang, serat medium dan

serat pendek yang dihasilkan berkisar antara 60% serat panjang, 30% serat

medium dan 10% serat pendek. Panjang serat panjang adalah lebih dari 150

mm (dapat mencapai 350 mm), panjang serat medium antara 50 sampai 150

mm dan panjang serat pendek adalah kurang dari 50 mm. Ukuran diameter

serat kelapa adalah antara 50 hingga 300 μm. Serat kelapa terdiri dari sel serat

kelapa dengan ukuran panjang 1 mm dan ukuran diameter 5-8 μm (Van

Daam, 2002).

2.4 Pembuatan Serat Sabut

Serat sabut tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan perendaman

pada sabut. Menurut Awang (1991) dan Pujiastuti (2007), ada beberapa

langkah yang dapat dilakukan dalam pembuatan serat, yaitu:

1. Pemisahan sabut kelapa yang telah masak dari tempurung kelapa.

2. Perendaman dalam bak berisi air, diusahakan di dalam air yang mengalir

supaya terjadi penggantian air yang baik dan kontinyu. Maksud

perendaman adalah untuk melunakan sabut kelapa agar mudah terjadi

pemisahan serat-serat dari gabus dalam sabut kelapa. Apabila lapisan

epicarpium dihilangkan, maka lama proses perendaman hanya 3-5 hari dan

bila tidak dihilangkan maka proses perendaman antara 3-6 minggu.

3. Pemisahan serat sabut kelapa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama

pemisahan serat menggunakan rol berputar dengan sejumlah besar paku

sepanjang 4-5 cm. Rol pemecah (breaker roll) akan berputar dan pakunya

merobek sabut kelapa tanpa merusak serat. Tahap ini menghasilkan serat

yang berukuran besar, panjang dan kasar yang disebut bristle fiber.

4. Tahap kedua adalah tahap membersihkan serat kasar melalui proses

penggilingan dengan rol pembersih yang permukaannya terpasang paku-

paku yang lebih halus dari rol pemecah. Tahap ini menghasilkan serat

yang lebih halus yang disebut matress fiber.

2.5 Pembuatan Serat Sabut Kelapa Berkaret (SEBUTRET)

Pembuatan Sebutret meliputi empat proses yakni proses pengolahan sabut

kelapa menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses

pengolahan lateks dan proses pembuatan sebutret. Adapun penjelasannya,

yaitu sebagai berikut:

1. Proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting

Pada tahap ini kulit kelapa yang kering digiling dengan mesin pemecah

sabut untuk diambil seratnya. Selanjutnya serat gilingan disortir untuk

memisahkan serat kasar dan halus. Setelah dipisah, serat kasar digiling ulang,

sedang serat halus dipintal membentuk semacam tambang. Hasil pintalan serat

dioven selama 4 jam dalam suhu 80o C. Usai dioven, pintalan kering diperam

selama sehari semalam. Kemudian pintalan yang telah diperam dibongkar atau

diurai kembali untuk menjadi serat keriting.

Terdapat tiga cara untuk memperoleh serat keriting, yaitu dengan

mengurai pintalan serat yang mengalami proses pengeritingan cara kering,

pengeritingan cara basah, dan pengeritingan dengan pemanasan oleh uap air

mendidih. Pada proses kering, serat dipintal dalam kondisi alaminya (kering),

pada proses basah, serat yang akan dipintal terlebih dahulu dibasahi dengan

sedikit air, dan pada pemanasan dengan uap air mendidih, serat yang telah

dipintal dilalukan dengan uap panas. Perlakuan penambahan air dan pemanasan

dengan uap air mendidih bertujuan agar serat menjadi lemas dan mengikuti

bentuk spiral atau sinusoidal (Sinurat, 2001).

Pintalan serat yang diproses dengan cara kering, cara basah, dan

pemanasan dengan uap air mendidih dikeringkan hingga mencapai kadar air

keseimbangan. Pengeringan bertujuan agar serat menjadi berbentuk sinusiodal

dan plastis atau tidak mudah kembali ke bentuk semula. Setelah proses

pengeringan pintalan serat didinginan dan diperam pada suhu ruangan.

2. Proses pengolahan disperse kimia

Pada proses ini padatan kimia ditimbang sesuai formula. Selanjutnya

kedalam guci keramik perpeluru, dituangkan satuan padatan kimia sesuai

ukuran yang dibakukan dan ditambah air. Setelah itu keramik berisi padatan

kimia dan air diputar selama 24 jam pada mesin pengocok (ball mill disperse)

supaya senyawa. Kemudian senyawa cairan kimia dituang atau disimpan dalam

keadaan tertutup dalam bejana plastic dan siap digunakan untuk proses

pengolahan lateks karet alam.

3. Proses pengolahan lateks

Lateks hasil sadapan dikebun disaring, ditimbang sesuai kebutuhan.

Sesuai formula, larutan kimia dituangkan kedalam lateks kebun untuk

memisahkan latkes dari air, melalui pendidihan atau sentrifuse. Selanjutnya

adonan lateks berkimia diaduk dengan mesin streerer (homogenizer) minimal

selama 4 jam agar terjadi senyawa yang diharapkan. Adonan yang sudah

senyawa diperam tertutup selama seminggu (7 hari) agar terjadi pemisahan

antara air dan lateks pekat 60%. Kemudian lateks pekat 60% ditambah dengan

larutan kimia sesuai formula yang dibakukan menggunakan homogenizer

selama 4 jam, maka jadilah kompon.

4. Proses pengolahan Sebutret

Pada proses ini serat sabut kelapa yang sudah keriting, sesuai ukuran,

density dan ingredientnya kemudian dicetak dalam cetakan secara manual

sesuai dengan kebutuhan. Setelah serat keriting dalam cetakan kemudian

disemprot tahap I dengan kompon menggunakan gunsprayer didorong udara

dari kompresor. Setelah terlapis kompon kemudian dioven (tahap I) selama 1

jam dengan suhu 60OC. Setelah satu jam, kemudian dikeluarkan dari oven dan

semprot tahap II, setelah itu dioven kembali selama 4 jam dengan suhu 80-

90OC. Dan jadilah sebutret.

2.6 Diagram Alir1. Persiapan pengolahan serat sabut kelapa kering.

Gambar 1. Diagram Alir Persiapan pengolahan serat sabut kelapa kering.

Serat keriting

Penguraian pintalan

Pintalan kering

Pengeringan & pemintalan serat

Pemintalan

Pembersihan serat

Serat kelapa lurus

2. Kompon Lateks

Gambar 2. Diagram Alir Kompon Lateks

Kompon

Pemeraman selama 7 hari

Lateks pekat 60%

Penambahan larutan yang dibakukan selama 4 jam

Pengadukan selama 4 jam

Penambahan Larutan kimia

Penimbangan sesuai kebutuhan

Penyaringan

Lateks Segar

3. Pembuatan sebutret

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan SEBUTRET

Pencetakan lapisan tipis serat

Serat keriting

Penyemprotan tipis pada seluruh bagian serat sabut kelapa (tahap 1)

Pengadukan 2-3 menit

Kompon lateks

Pengempaan dalam cetakan

Lapisan tebal

Penumpukan lapisan tipis

Penyemprotan sheet tipis (tahap 2)

Pengeringan

Vulkanisasi dalam oven dengan suhu 100-110o selama 60-75

menit

Pemotongan

Sebutret

2.7 Serat Sabut Kelapa Berkaret (SEBUTRET)

Pengertian serat keriting dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret

(sebutret) yaitu serat alami dari sabut kelapa yang diubah bentuknya menjadi

serat bergelombang (keriting) melalui proses pengeritingan. Tujuan

penggunaan serat keriting adalah untuk meningkatkan tinggi lentur produk

yang dihasilkan. Pengeritingan dilakukan dengan pemintalan serat,

pembentukan pintalan serat (tambang), serta pengeringan dan pemeraman

tambang. Dengan mengubah serat menjadi pintalan atau tambang, maka serat

menjadi terikat dan terpuntir keras serta tidak ada kecenderungan menjadi

longgar atau kembali ke posisi semula (Sinurat, 2001). Tambang hasil

pengeringan dan pemeraman diurai kembali menjadi bentuk serat-serat,

sehingga diperoleh jenis serat yang berubah bentuk menjadi bergelombang

yang disebut serat keriting (curled fibre). Serat keriting sebaiknya tidak

dibebani secara mekanik sebelum dilapisi dengan karet, karena serat dapat

berubah menjadi lurus atau pipih dan tidak bergelombang (Sinurat, 2003).

Susunan atau tumpukan serat keriting memiliki ikatan antar serat yang

lebih kuat dan lebih elastis dibandingkan tumpukan serat lurus. Penggunaan

serat keriting sebagai bahan pembuatan sebutret dapat menghasilkan produk

sebutret yang mempunyai sifat kepegasan yang lebih baik dari bahan serat

alami. Jika serat-serat keriting diikat persinggungannya dan dibalut

kerangkanya dengan karet maka sebutret memiliki sifat kepegasan yang lebih

baik karena bentuk gelombang yang dimilikinya menjadi permanen, atau

segera kembali ke bentuk semula setelah pembebanan. Pengikatan dan

pembalutan karet pada serat keriting bertujuan agar persinggungan serat-serat

keriting dapat bersatu dan terikat dengan baik sehingga lebih kuat untuk

menahan beban dinamis (Sinurat et al., 2000).

Sebutret belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam negeri

karena belum dikenal oleh masyarakat luas. Selama ini informasi mengenai

sebutret dapat diketahui oleh kalangan tertentu hanya melalui pertemuan,

pameran, media massa atau televisi dan secara lisan. Meskipun harga sebutret

relatif lebih tinggi dari harga rata-rata busa sintetis, namun harga sebutret

diperkirakan masih dapat diturunkan dengan mengurangi biaya produksi

terutama dengan meningkatkan kapasitas produksi dan penganekaragaman

produksi sebutret (Sinurat, 2003).

2.8 Keunggulan Sebutret

Menurut BPTK (2003) sebutret memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih

ringan jika dibandingkan dengan karet busa (busa alam), hal ini disebabkan

oleh subutret terdiri atas karet dan serat-serat bergelombang yang memiliki

pori-pori (rongga) yang besar. Produk sebutret dapat dibuat dengan kerapatan

bervariasi sesuai dengan kebutuhan sehingga berat tiap volum (density)

sebutret juga berbeda-beda. Sebutret mempunyai kepegasan yang baik, sejuk

dan dingin karena terbuat dari karet alam dan memiliki rongga yang besar,

tahan terhadap air dan bakteri karena serat-serat yang membentuk jaringan,

diikat dan dibalut lapisan karet, bebas dari segala macam kutu dan serangga,

tidak berdebu seperti kapuk dan pemakainnya tidak berisik karena mempu

meredam bunyi (Sinurat, 2003). Sebutret ini juga lebih ramah terhadap

lingkungan dibandingkan dengan busa sintetis yang dapat menghasilkan gas

berbahaya (isosianat) untuk kesehatan (Maspanger, et al., 2005).

Keunggulan dari produk sebutret antara lain memiliki bobot ringan dan

berpori karena memiliki rongga dengan pori-pori yang lebar. Kemudian

sebutret memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga tidak menimbulkan

panas pada pemakainya, meskipun dalam kondisi lama diduduki atau ditiduri.

Kondisi ini menyebabkan produk seperti cocomatras sangat bagus untuk

meningkatkan kualitas tidur, dan menghindari terjadinya sick backpain, sakit

tulang belakang. Bagusnya sirkulasi udara pada cocomatras sangat baik untuk

matras bayi, hal ini akan sangat membantu juga untuk menyerap bau pesing

dari air kencing bayi.

Sifat lentur pada sebutret, menyebabkan produk ini istimewa, sehingga

awet, tidak kempis atau lekuk asal tidak dipanasi lebih dari 90 0C. Satu hal

yang lebih special, menggunakan produk ini memiliki efek refleksi pada

tubuh serasa dipijat akibat serat keriting yang digunakan.

2.9 Manfaat Sebutret

Inovasi tiada henti pemanfaatan sabut kelapa terus dilakukan. Adapun

Istilah yang umum di Indonesia untuk produk ini adalah Sebutret (serat sabut

berkaret). Paduan antara sabut dan karet alam ini menghasilkan produk

unggulan yang berkualitas tinggi. Berbagai produk sebutret antara lain

seperti: Coir Matrass (matras sabut kelapa) atau cocomatras, Coir Sheet atau

cocosheet, atau bahkan untuk bahan jok mobil mewah dan jok mebelair , jok

kapal bahkan jok pesawat telah menggunakan aplikasi sebutret . Kegunaan

lain dari sebutret dapat digunakan sebagai aplikasi peredam suara studio

musik yang hasilnya dapat dibandingkan dengan peredam suara sintetis.

Beberapa produk sebutret antara lain :

Kasur dan bantal guling Sabutret

Matras olah raga sebutret / Coir Matrass

Jok sabutret untuk Pesawat, mebel air, dan kapal (Van, 2002).

2.10 Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Sabutret

Ada beberapa faktor menurut Sinurat et al (2001) yang berpengaruh dalam

proses pembuatan sebutret tersebut, antara lain:

a. Tingkat kekeringan pada sabut, karena sabut yang terlalu kering akan

menyulitkan dalam proses pemisahan serat.

b. Besar kecilnya diameter gulungan pintalan pada rol penggulung, karena

makin besar diameter rol penggulung makin cepat penarikan tali dari

corong pemuntir yang mengakibatkan pintalan menjadi mudah terputus.

Diameter gulungan pintalan yang disarankan tidak melebihi dari 100 mm.

c. Penggunaan jenis serat, apakah serat alami atau tanpa pengeritingan

ataupun serat keriting, sehingga untuk pembuatan sebutret yang relatif

tebal hendaknya menggunakan serat keriting karena serat keriting

mempunyai kepegasan yang lebih baik dibandingkan dengan serat alami.

d. Penggunaan jenis pengolahan kompon lateks, karena lateks yang

dihasilkan dengan metode pusingan memiliki tingkat pampatan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan lateks dadih.

e. Jumlah kompon lateks yang disemprotkan.

f. Proses penekanan pada tumpukan sheet, karena kurangnya penekanan

pada sheetakan berpengaruh pada tingkat kerapatannya sehingga

menyebabkan besarnya rongga di dalam produk.

g. Tingkat kepegasan akan berkurang apabila produk terkena air dan berada

dalam ruangan yang lembab. Kepegasan produk akan kembali normal

apabila dipindahkan ke dalam ruangan yang kering. Hal ini terjadi karena

serat-serat yang telah diselubungi oleh lapisan karet menjadi agak kaku

dan cendrung kembali keposisi awal.

h. Alat penyemprot yang digunakan, karena kompon lateks dadih yang

bersifat cendrung menggumpal sehingga proses penyemprotan akan

terhenti yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di dalam saluran

nozleinjektor jika kompresor tidak mampu memompakan udara dalam

jumlah yang cukup. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan

kompresor yang bertenaga 3-4 Hp atau sekitar 0,75 Hp

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil penyusunan makalah tentang serat sabut kelapa berkaret ini

dapat disimpulkan bahwa:

1. Karet alam (lateks) yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan

serat sabut kelapa berkaret adalah lateks yang telah dipekatkan dengan

metode pemekatan tertentu hingga mengalami peningkatan pekat.

Pembuatan Sebutret meliputi empat proses yakni proses pengolahan sabut

kelapa menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses

pengolahan lateks dan proses pembuatan sebutret

2. Keunggulan dari produk sebutret antara lain memiliki bobot ringan dan

berpori karena memiliki rongga dengan pori-pori yang lebar. Kemudian

sebutret memiliki sirkulasi udara yang baik Sifat lentur pada sebutret,

menyebabkan produk ini istimewa, sehingga awet, tidak kempis atau lekuk

asal tidak dipanasi lebih dari 90 0C dan memiliki efek refleksi pada tubuh

serasa dipijat akibat serat keriting yang digunakan.

Manfaat sebutret yaitu dapat menghasilkan beberapa produk antara lain

Kasur dan bantal guling Sabutret, matras olah raga sebutret / Coir Matrass

Jok sabutret untuk pesawat, mebel air, dan kapal (Van, 2002).

3. Faktor yang mempengaruhi pembuatan sebutret antara lain,tingkat

kekeringan pada sabut, besar kecilnya diameter gulungan pintalan pada rol

penggulung, penggunaan jenis serat, penggunaan jenis pengolahan

kompon lateks, proses penekanan pada tumpukan sheet, tingkat kepegasan

akan berkurang apabila produk terkena air dan berada dalam ruangan yang

lembab, alat penyemprot yang digunakan

3.2 Saran

Perlu dilakukan perlakuan yang tepat untuk pembuatan sebutret

agar tidak terjadi kerusakan terhadap produk yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Bogor: Balai Penelitian

Teknologi Karet.

Anwar C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Awang SA. 1991. Kelapa, Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Balai Penelitian Teknologi Karet. 2012. Jok Sebutret, Produk Alternatif yang

Prospektif. www. Dprin.co.id. [ 15 Desember 2012].

Djatmiko BS. Raharja, dan Iskandar A. 1990. Pra Studi Kelayakan Komoditi

Sabut Kelapa. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Ferry Y dan Mahmud Z. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah

Kelapa.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Porspektif; 4. 2 :

55-63.http://www.perkebunan.litbang.deptan.go.id/.../perspektif Vol 4 No.2-

3.Zainal. [19 Desember 2012].

Goutara, B. Djatmiko, W. Tjibtadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Bogor: Agro

Industri Press Industri Jurusan teknologi Industri Pertanian Fateta IPB.

Joseph GH dan Kindangen JG. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan

Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding

Konferensi Nasional Kelapa III. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Industri.

Mahzan S, Zaidi AMA, Arsat N, Hatta MNM, Ghazali MI, Mohideen SR. 2010.

Study on Sound Absorbtion Properties of Coconut Coir Fibre Reinforced

Composite with Added Recycled Rubber. International Journal of Integrated

Engineering Vol 2, No

1.http://penerbit.uthm.edu.my/ojs/index.php/ijie/article/view/126[13Februari

2012].

Tejano EA. 1985.State of the Art of Coconut Coir Dust and Husk Utilization

(General Overview). Paper presented during the National Workshop on

Waste Utilization, Coconut Husk held on November 12, 1984 at the

Philippine Coconut Authority, Diliman, Quezon City, PHILIPPINES. ©

Philippine Journal of Coconut Studies.

Thulasirajan K dan Narasimha VL. 2011. Studies on Coir Fibre Reinforced

Bituminous Concrete. International Journal of Earth Sciences and

Engineering ISSN 0974-5904, Volume 04, No 06 SPL, October 2011, pp.

835-838. http://www.ace-klu.in/img/020410420.pdf [13 Februari 2012].