makalah pleno rhinosinusitis

24
Kata Pengantar Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah diberikan kepada kami untuk membuat makalah ini. Kelompok kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah satunya adalah dr. Monica sebagai tutor pembimbing PBL kami dan sebagai pemberi informasi, kritikan, dan saran yang membangun kami untuk lebih baik lagi. Kelompok kami sadar bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangannya. Tetapi kami telah berusaha untuk membuat makalah yang berguna bagi para pembaca. Karena itu, kami mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca demi perkembangan kami ke depan. Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca, serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya dan selamat membaca. Jakarta, 31 Maret 2014 Penulis 1

Upload: jessy-joltuwu

Post on 08-Jul-2016

29 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Rinosinusitis

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah pleno rhinosinusitis

Kata Pengantar

Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah diberikan

kepada kami untuk membuat makalah ini. Kelompok kami juga berterima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah

satunya adalah dr. Monica sebagai tutor pembimbing PBL kami dan sebagai pemberi

informasi, kritikan, dan saran yang membangun kami untuk lebih baik lagi.

Kelompok kami sadar bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangannya. Tetapi

kami telah berusaha untuk membuat makalah yang berguna bagi para pembaca. Karena itu,

kami mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca demi

perkembangan kami ke depan.

Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca,

serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya dan selamat membaca.

Jakarta, 31 Maret 2014

Penulis

1

Page 2: Makalah pleno rhinosinusitis

Daftar Isi1. Kata Pengantar....................................................................................1

2. Daftar Isi..............................................................................................2

3. Bab I Pendahuluan..............................................................................4

1.1.Latar Belakang..............................................................................4

1.2.Tujuan...........................................................................................4

4. Bab II Isi..............................................................................................5

2.1. Anamnesis....................................................................................5

2.2. Pemeriksaan ................................................................................7

2.2.1. Fisik...................................................................................7

2.2.2. Penunjang..........................................................................9

2.3. Diagnosis....................................................................................13

2.4. Etiologi.......................................................................................16

2.5. Epidemiologi .............................................................................18

2.6. Patofisiologi ..............................................................................18

2.7. Gejala Klinis .............................................................................22

2.8. Komplikasi dan Penatalaksanaan ..............................................22

2.9 Pencegahan dan Prognosis.........................................................30

5. Bab III Penutup.................................................................................31

6. Daftar Pustaka...................................................................................32

2

Page 3: Makalah pleno rhinosinusitis

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini

membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak

dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai

sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang

pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sfenoidalis di belakang bola mata.1,2

Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang

atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme

patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang

berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh rinitis

akut, infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas, berenang

dan menyelam, trauma, serta barotrauma.

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat

dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang

tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis

dengan insiden yang terbesar. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum

ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien

dengan pemberian antibiotik.

1.2 TujuanDengan adanya penulisan ini maka diharapkan penulis dan pembaca dapat

mengetahui dan memberikan pengertian tentang sejumlah bahan maupun bagian yang perlu

diperhatikan lebih dalam dari kasus yang diberikan mengenai Rhinosinusitis Maksilaris Akut.

3

Page 4: Makalah pleno rhinosinusitis

Bab II

Isi

2.1 Anamnesis

Keluhan utama sinusitis maksilaris akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri

atau rasa tekanan pada pipi unilateral atau bilateral yang bertambah ketika menunduk.

Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan ingus yang purulen, yang seringkali

turun ke tenggorok (post nasal drip) dan keluhan sistemik seperti demam serta lesu.

Keluhan lain adalah sakit kepala yang kadang-kadang disertai nyeri alih ke gigi dan

telinga, hiposmia atau anosmia, halitosis, dan batuk atau sesak akibat post nasal drip1.

Keluhan pada sinusitis maksilaris kronis tidak khas, sehingga sulit didiagnosis.

Keluhan khas nyeri pada pipi tidak ditemukan. Pasien mungkin datang dengan

keluhan sakit kepala kronik, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga,

hiposmia dan mudah lelah1,3.

2.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh

pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam

medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan

perencanaan perawatan pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari

bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis

tersebut disebut teknik Head to Toe.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat

menyususn sebuah diagnosis diferensial yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin

menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab

tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara

umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,

denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

2.2.1 Pemeriksaan Fisik

4

Page 5: Makalah pleno rhinosinusitis

Pemeriksaan Sinus Paranasal 1,4

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,

palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic dan

sinuskopi,

Inspeksi

Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi

sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu

sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu

sinusitis frontalis akut.

Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah

terbentuk abses.

Palpasi

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.

Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu oada bagian medial atap

orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.

Rinoskopi

Pada rinoskopi anterior biasa akan didapatimukosa konka hiperemis, dan edema. Pada

sinusitis anterior tampak mukopus atau nanah di meatus.

Pada rinoskopi posterior tampak nanah atau mukopus di nasofaring (post nasal drip)

Transiluminasi

Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak

tersedia.

Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada

pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan

berbatas tegas di dalam sinus maksila.

Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua

sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik

5

Page 6: Makalah pleno rhinosinusitis

dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak

berkembang.

2.2.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan penunjang yang penting dan relatif murah adalah foto polos rontgen

sinus posisi Waters, PA dan lateral, yang terlihat adalah adanya perselubungan

sinus, penebalan mukosa, dan batas udara-cairan (air fluid level)

b. CT scan juga dapat digunakan untuk pemeriksaan, dan akan menghasilkan

gambaran sinusitis yang lebih jelas, namun jarang dilakukan secara rutin karena

mahal. Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena

mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan

sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Biasanya dikerjakan pada sinusitis

kronik atau pada pre- operasi sebagai panduan operator untuk melakukan operasi

sinus.1

c. Pemeriksaan mikrobiologi sekret dan tes resistensi dapat dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus medius/ superior, yang paling baik sekret diambil

dari pungsi sinus maksilaris1.

2.3Diagnosis1. Diferensial Diagnosis5-8

Sinusitis Frontalis

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulean keempat fetus,

berasal dari sel- sel resesus frontal atau dari sel- sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,

sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal

sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris satu lebih besar

dari pada yang lainnya, dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15%

orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus ffrontalnya

tidak berkembang. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarya 2,4 cm dan

dalamnya 2cm. Sinus frontal biasanya bersekat- sekat dan tepi sinus berlekuk- lekuk. Tidak

adanya gambaran septum- septum atau lekuk- lekuk dinding sinuspada foto rontgen

menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari

orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah

6

Page 7: Makalah pleno rhinosinusitis

ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostium- ostium yang terletak di resesus frontal, yang

berhubungan dengan infundibulum etmoid.

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis

anterior.Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,

biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan

mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila

disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.

Sinusitis Etmoidalis

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir- akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus- sinus lainnya.

Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya dibagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior adalah 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm

dibagian anterior dan 1,5 dibagian posterior. Sinus etmoid berongga- rongga terdiri dari sel

yang menyerupai sarang tawon. Sel- sel ini jumlahnya bervariasi, berdasarkan letak sinus

etmoid dibagi menjadisinus etmoid anterior yang bermuara di medius dan sinus etmoid

postertior yang bermuara di meatus superior. Dibagian terdeoan sinus etmoid anterior ada

bagian yang sempit disebut resessus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel

etmoid terbesar disebut bulla etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan

yang disebut infundibulum, tempat bermuara ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di

infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.

Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi

sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)

seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. 

Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai

penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri yang dirasakan di

pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya,

terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung

7

Page 8: Makalah pleno rhinosinusitis

Sinus Sfenoidalis

Sinus sfenoid terletak di dalam os sfenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi 2 oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2cm

tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm . Saat sinus berkembang, pembuluh darah

dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus

dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas- batasnya adalah fosa serebri

media dan kelenjar hipofisa disebelah superior, atap nasofaring disebelah inferiornya, dan

lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. Karotis interna dan pada posterior

berbatasan dengan fosa serebri postertiot di daerah pons.

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola

mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis,

sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

2. Working Diagnosis5-8

Rinosinusitis

Suatu peradangan pada sinus yang terjadi akibat alergi atau infeksi karena bakteri, virus

atau jamur. Secara klinis rinosinusitis dapat dibahagikan kepada 3 yaitu ; rinosinusiitis

akut apabila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis

subakut apabila gejalanya berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis

kronis apabila gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Terdapat 4 jenis sinus yaitu sinus

frontalis, maksilaris, etmoidalis dan sfenoidalis. Apabila rinosinusitis terjadi pada

beberapa sinus, maka ia dikenali sebagai multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal dikenal sebagai pansinusitis.

Rhinosinusitis Maksilaris

Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi

oleh karena:

(1) merupakan sinus paranasal yang terbesar

(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus

maksila hanya tergantung dari gerakan silia

8

Page 9: Makalah pleno rhinosinusitis

(3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi

gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila,

(4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang

sempit sehingga mudah tersumbat

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah

yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang

menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan

telinga

Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya

sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan

menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.

Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

2.4 Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaianan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada

sindroma Kartagener, dan di luar negri adalah penyakit fibrosis kistik.1

Infeksi virus

Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim

menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus karena mukosa sinus paranasalis

berjalan kontinu dengan mukosa hidung. 1

Bakteri

Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu

lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan

lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab

otitis media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah

Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophilus influenza (20-40%), Moraxella catarrhalis

9

Page 10: Makalah pleno rhinosinusitis

(4%), bakteri anerob, Branhamella catarrhalis, streptokok alfa, Staphyolococcus aureus, dan

Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh

bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.

Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainage yang tidak

adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat

cenderung opurtunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Bakteri aerob

yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphyolococcus

aureus, Streptococcus viridians, Haemophilus influenza, Neisseria flavus, Staphyolococcus

epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Eischerichia coli. Bakteri anaerob termasuk

Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran antar

organisme aerob dan anaerob seringkali terjadi. 1

Infeksi Jamur

Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur

yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-

orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.

2.5EpidemiologiSinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat

dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang

tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sisnusitis maksilaris

adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. 9

Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis. Virus adalah

penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah

diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. 5 milyar dollar

dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya

dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.9

2.6Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi ini berhubungan dengan 3 faktor, yaitu patensi ostia, fungsi

silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem

fisiologis dan menyebabkan sinusitis.

10

Page 11: Makalah pleno rhinosinusitis

1. Patensi ostia yang berkurang pengaliran mukus atau drainage akan menjadi kurang

adekuat hipoksia disfungsi silia dan perubahan produksi mukus merusak

mekanisme dari klirens atau bersihan mukus akumulasi cairan di dalam sinus media

yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Patensi ostia berkurang pada edema, polip hidung,

inflamasi, tumor, trauma, jaringan parut, dan variasi anatomi (misalnya concha bullosa,

deviasi septum), dan instrumen atau alat pada nasal seperti pipa nasogastrik.

2. Kerusakan fungsi silia akumulasi cairan dan bakteri di dalam sinus. Gerakan silia yang

tidak efektif dapat disebabkan oleh pergerakan silia yang lambat, hilangnya koordinasi

pergerakan silia, atau hilangnya sel silia dari epitel hidung. Lambatnya pergerakan silia

dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, air dingin, sitokin atau mediator inflamasi lainnya.

Terganggunya gerakan silia dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti pada

diskinesia silia primer pada Sindrom Kartagener. Sel silia dapat hilang sebagai hasil dari

injuri epitel hidung karena iritasi saluran pernapasan, polutan, tindakan bedah, penyakit

kronis, virus, atau bakteri.

3. Silia memerlukan medium cairan untuk bergerak dan berfungsi secara normal.

Lingkungan normal silia dibentuk oleh lapisan mukus ganda (lapisan tipis perisiliaris

yang memungkinkan pergerakan silia dan lapisan gel atau serous yang tebal sebagai

tempat melekatnya ujung silia). Lapisan mukus terdiri dari mukoglikoprotein,

imunoglobulin, dan sel inflamasi. Sekret hidung dihasilkan oleh sel goblet dan sel

kolumna siliata dari sel epitel hidung dan oleh mukus submukosa. Perubahan komposisi

mukus menurunkan elastisitas atau meningkatkan viskositas merubah efektivitas

dalam membersihkan bagian dalam hidung dan mukosa intrasinus. Perubahan komposisi

mukus akan merubah pergerakan silia. Produksi mukus yang berlebihan (seperti yang

diakibatkan oleh polusi udara, alergen, iritasi atau infeksi) akan mempengaruhi sistem

klirens mukosiliaris.

2.7Gejala Klinis3 Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam

dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau

dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri/ rasa

tekanan pada muka dan bisa juga terdapat nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan

di depan telinga. Nyeri ditempat lain juga bisa dirasakan (reffered pain).. Penciuman

terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat

11

Page 12: Makalah pleno rhinosinusitis

perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan

sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.Gangguan lainnya bisa mengenai

telinga yaitu sumbatan kronik pada muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti

bronkitis (sinobronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang

susah diobati. 5-8

4 Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di

pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis

dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak

mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di

nasofaring (post nasal drip). 5-8

2.8 Komplikasi dan Penatalaksanaan

Pengobatan sinusitis kronis lebih bersifat paliatif daripada kuratif. Pengobatan paliatif

yang dapat diberikan pada penderita dengan sinusitis kronis dibagi menjadi:

A. Pengobatan konservatif

Pengobatan konservatif yang adekuat merupakan pilihan terapi untuk sinusitis

maksilaris subakut dan kronis. Antibiotik diberikan sesuai dengan kultur dan uji

sensitivitas. Antibiotik harus dilanjutkan sekurang-kurangnya 10 hari. Drainase diperbaiki

dengan dekongestan lokal dan sistemik. Selain itu juga dapt dibantu dengan diatermi

gelombang pendek selama 10 hari, pungsi dan irigasi sinus. Irigasi dan pencucian sinus

ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan

klinis masih tetap banyak sekret purulen berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali

normal, maka perlu dilakukan operasi radikal.

B. Pengobatan radikal

Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal dilakukan

dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang

terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini

dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi

intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau

tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah konka media. Prokain atau lidokain

2% dengan tambahan ephineprin disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke

12

Page 13: Makalah pleno rhinosinusitis

superior untuk saraf intraorbital. Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat

diatas akar gigi. Incisi dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi

menembus mukosa dan periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai

kanalis infraorbitalis, tempat saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.

Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat bor.

Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari kelingking dapat

masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral meatus inferior

selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok. Antrostomi intranasal ini

dapat diperlebar dengan cunam kerison dan cunam yang dapat memotong tulang kearah

depan. Lubang nasoantral ini sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah

mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa

berbagai jendela nasoantral tidak diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar

tidak ada tampon yang tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat

gut 00. biasanya tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika

terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam

antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau ke 2.

kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah edema, hematoma

dan perasaan tidak nyaman.

C. Pembedahan tidak radikal

Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan menggunakan

endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BESF). Prinsipnya adalah

membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-meatal yang menjadi sumber

penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali

melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal.7,8

3. Komplikasi1

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.1

Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi

akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:

Komplikasi Orbita

13

Page 14: Makalah pleno rhinosinusitis

Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata

(orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering

kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi

orbita ini.

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan

b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi

isi orbita namun pus belum terbentuk

c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang

orbita menyebabkan proptosis dan kemosis

d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan

bercampur dengan isi orbita

e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran

bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya

terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Komplikasi Intrakranial

Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.

Kelainan Paru

Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut sinobronkitis.

Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu juga dapat

timbul asma bronkhial.

2.9 Prognosis

Prognosis sinusitis maksilaris sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang

dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik

atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik

14

Page 15: Makalah pleno rhinosinusitis

Bab III

Penutup

Sinus adalah ruang berisi udara yang membantu mengurangi berat tengkorak, fungsi

proteksi, dan resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus yaitu sinus fontalis, sinus

maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinusitis maksilaris adalah peradangan

mukosa sinus maksilaris yang dapat disebabkan oleh bakteri (aerob atau anaerob, virus, dan

jamur). Mekanisme patofisiologi sinusitis maksilaris dipengaruhi oleh patensi osia, gangguan

fungsi silia, dan sekresi hidung. Faktor tersebut akan merubah sistem fisiologis dan

menyebabkan sinusitis. Penegakan diagnosis sinusitis adalah berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi sinusitis maksilaris adalah dengan

pemberian antibiotik untuk eradikasi bakteri, terapi simptomatis seperti pseudoefedrin dan

analgesik, serta dengan menghilangkan penyebab sinusitis. Tindakan yang dapat diperlukan

adalah bilas sinus dan terapi bedah jika pengobatan tidak adekuat. Komplikasi sinusitis relatif

jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi adalah kelainan intracranial, osteomielitis dan

abses subperiostal dan kelainan paru.

Daftar Pustaka

1. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA, Iskandar N

(eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta:

Gaya Baru; 2001.p.120-4.

2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor. Buku

ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003.p.200.

3. Brook, I. 2012. Chronic Sinusitis. Diakses dari :

http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Diakses tanggal 17 Maret 2014.

4. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2006.

5. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

tenggorok kepala & leher. Fakultas kedokteran universitas indonesia. 6th ed. Jakarta;

2011. P.145-53.

15

Page 16: Makalah pleno rhinosinusitis

6. Adam, G. L. 1997. Boies: Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.

7. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis.

Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p

8-9

8. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F, Soejak S.

Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p 81-9

9. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper DL,

Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s

Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 862-3

16