makalah melena
DESCRIPTION
melenaTRANSCRIPT
MAKALAH DISKUSI
MO GEH
“PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS”
Kelompok 4
030.07.178 Nandang Sudrajat030.07.179 Naradina Kharisma030.07.180 Narizka Budi Rahmadhiani030.07.181 Nesia Priandari030.07.182 Ni Putu Fera Suari P.030.07.183 Nico Hadi Susanto030.07.184 Nidia Putri Cintami030.07.185 Nidya Paras Ayu030.07.187 Nina Sania030.07.188 Nita Arinil Haq030.07.189 Novi Agustina030.07.190 Novi Elis Khumaesa030.07.191 Novy Rosalia Chandra030.07.192 Novita Natasia K.030.07.303 Mohd. Zulhelmi Bin Ramli030.07.304 Muhammad Aviq Bin Mansor030.07.305 Munirah Binti Abdul Maleq030.07.306 Mustaqiran P. Bin Sulaiman030.07.307 Nadiah Binti Ahmad Lutfi030.07.308 Najibah Binti YA
Jakarta, 9 Oktober 2008
BAB I
KASUS
Seorang wanita usia 38 tahun, obese datang ke UGD RSAL Dr.Mintohardjo pada
pukul 23.00 dengan keluhan muntah cairan seperti kopi disertai b.a.b warna hitam. Pasien
ini datang ke UGD dengan muntah cairan seperti kopi dan b.a.b berwarna hitam.
Sindroma ini disebut juga sebagai hematemesis melena.
Pada anamnesis pada nyonya tersebut ternyata pasien mempunyai riwayat sering
mengkonsumsi obat-obat anti reumatik untuk mengatasi keluhan pada kedua lututnya
yang telah diderita pada dua tahun terakhir. Pasien juga mempunyai keluhan nyeri ulu
hati, mual, muntah-muntah dan bila makan terasa cepat kenyang.
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA)
Saluran pencernaan terbagi menjadi dua, yakni : Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA)
dan Saluran Cerna Bagian Bawah (SCBB). Yang menjadi batas antara saluran cerna
bagian atas dan saluran cerna bagian bawah adalah Ligamentum Treitz. Sehingga saluran
cerna bagian atas terdiri dari esophagus, gaster dan duodenum.
Vaskularisasi Saluran Cerna Bagian Atas
Perdarahan abdomen berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi tiga
yakni, truncus coelliacus, arteri mesenterica superior dan art44eeri mesenterica inferior.
Ketiga cabang ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu, foregut (diperdarahi oleh truncus
coeliacus), midg yaituut (diperdarahi oleh mesenterica superior), dan handgut
(diperdarahi oleh mesenterica inferior).
Foregut yang diperdarahi oleh truncus coeliacus memperdarahi saluran cerna
bagian atas yang terdiri dari hepar, gaster, lien, dan duodenum. Hepar diperdarahi oleh
arteri hepatica comunis yang bercabang menjadi arteri hepatica propiat (yang benar –
benar menuju hati) dan arteri gastroduodenale (yang memperdarahi gaster dan
duodenum). Arteri hepatica propiat bercabang menjadi arteri hepatica dextra yang
memperdarahi lobus dextra dan arteri hepatica sinistra yang memperdarahi lobus sinistra,
caudatus dan lobus quadrates.
Gaster mendapat perdarahan dari arteri gastrica sinistra. Lien mendapat
perdarahan dari arteri lienalis, yang berjalan melalui pancreas.
Semua vena di organ gastrointestinal dalam abdomen akan bermuara ke vena porta
kecuali vena rectum inferior distal yang mana akan bermuara ke vena cava inferior. Ada
tiga vena utama yang akan bermuara ke vena porta, yaitu vena lienalis, vena mesentereica
superior, dan vena gastrica sinistra. Vena porta berjalan bersama arteri hepatica dan
ductus choledochus, kemudian vena porta akan bercabang menjadi vena interlobularis
hepatis lalu masuk ke sinusoid hati dan di sinusoid akan terjadi proses metabolisme. Hasil
dari metabolisme tersebut akan dibawa oleh vena sentralis kemudian masuk ke vena
sublobularis (interkalaris) lalu dibawa ke vena hepatica menuju ke vena cava inferior.
B. HISTOLOGI SCBA
Pada dasarnya gambaran histologi saluran cerna terdiri dari 4 lapisan (berturut-turut
dari arah lumen), yakni :
1. Tunika Mukosa
- Epitel
- Lamina Propia
- Tunika Muskularis Mukosa
2. Tunika Submukosa
3. Tunika Muskularis
- T. M Sirkularis
- T. M Longitudinalis
4. Tunika Adventisia / Serosa
Esophagus
T.Mukosa dari esophagus terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Di
bawah epitel terdapat lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat jarang, terkadang juga
terdapat nodulus limfatikus dan kelenjar kardia esophagus. Pada Tunika muskularis
mukosa terdapat berkas otot polos yang memanjang dengan tebal yang bervariasi.
T. Submukosa dari esophagus berupa jaringan ikat jarang, didalamnya terdapat
kelenjar esophagus yang bersifat mukosa atau mukoserosa. Juga ditemukan plexus
meissner (terdiri atas ganglion otonom dan serat saraf), pembuluh darah, pembuluh limfe,
dan nodulus limfatikus.
T. Muskularis terdiri atas 2 lapisan, yakni T. M Sirkularis pada bagian dalam berupa
berkas serat otot melingkar, sedangkan di sebelah luar terdapat T. M Longitudinalis
berupa berkas serat otot yang memenjang. Diantara kedua lapisan otot tersebut terdapat
Plexus Mienterikus Auerbach. Pada 1/3 bagian atas esophagus terdiri dari otot skelet, 1/3
bagian tengah esophagus terdiri dari otot skelet pada T.M Sirkularis dan otot polos pada
T.M Longitudinalis, sedangkan pada 1/3 bagian bawah esophagus terdiri dari otot polos.
T. Adventisia / Serosa terdiri atas jaringan ikat jarang.
Gaster
Secara bistologis, gaster terbagi menjadi 3 bagian yakni :
1. Kardia; merupakan bagian yang berhubungan dengan esophagus
2. Fundus ; merupakan badan dari gaster
3. Pilorus ; merupakan bagian yang berhubungan dengan duodenum
Kardia Gaster
T. Mukosa terdiri dari epitel selapis torak. Mukosa kardia tampak berlipat-lipat karena
terdapat semacam lekukan seperti sumur yang disebut faveola gastrika (gastric pits). Pada
lamina propia terdapat kelenjar kardia , yang terkadang meluas dan menjorok ke dalam
lamina propia esophagus. Tunika Muskularis Mukosa berjalan agak berkelok-kelok
karena adanya kelenjar kardia. Pada tunika muskularis mukosa terkadang terdapat
limfonodulus.
T. Submukosa dari kardia gaster tidak terdapat adanya kelenjar. Pada lapisan ini
terdapat jaringan ikat jarang yang memadat, pembuluh darah, limfe, dan juga terdapat
plexus meissner.
T. Muskularis Sirkularis tampak menebal membentuk sfingter. T.Muskularis
Longitudinalis merupakan lapisan otot polos yang memanjang.
T. Adventisia terdiri dari jaringan ikat jarang.
Fundus gaster
T. Mukosa fundus gaster dilapisi epitel selapis torak. Terlihat juga faveola gastrika di
antara tonjolan mukosa. Pada bagian dasar terdapat muara dari kelenjar fundus. Kelenjar
fundus sendiri terdapat di dalam lamina propia. Kelenjar fundus tersusun dari bermacam-
macam sel, yakni :
1. Sel Mukus Leher ; berbentuk sel torak, terdapat pada leher kelenjar
2. Sel HCl atau sel parietal (oxyntic cell) ; bentuknya mirip segitiga atau bulat, terdapat
terutama pada bagian ismus kelenjar.
3. Sel zimogen atau sel prinsipal (chief cell) ; bentuknya mirip sel HCl, banyak terdapat
di bagian dasar kelenjar.
T.Submukosa terdiri atas jaringan ikat jarang, plexus meissner, namun tidak didapati
adanya kelenjar.
T. Muskularis sirkularis lebih tebal dari T.Muskularis longitudinalis, dan terdapat
plexus mienterikus auerbach diantara keduanya.
T. Adventisia merupakan jaringan ikat jarang.
Pilorus gaster
T. Mukosa pilorus gaster dilapisi epitel selapis torak, juga terdapat faveola gastrika
yang lebih dalam dari yang terdapat di fundus gaster. Di lamina propia terdapat nodulus
limfatikus dan juga kelenjar pilorus yang terdiri atas sel mukus.
T.Submukosa terdiri atas jaringan ikat jarang, plexus meissner, namun tidak didapati
adanya kelenjar.
T.Muskularis sirkuler amat tebal dan membentuk sfingter pilori.
T. Adventisia merupakan jaringan ikat jarang.
Duodenum
T.mukosa dilapisi epitel selapis torak dengan sel goblet yang berfungsi mengsekresi
mucus untuk melapisi lumen usus dan mikrovili untuk memperluas permukaan agar lebih
mudah dalam melakukan absorpsi. Tunika mukosa membentuk vili intestinalis.Lamina
propia terdapat di bawah epitel dan juga di sekitar kriptus Lieberkuhn. Di dasar dari
kriptus Lieberkuhn terdapat sel paneth yang mengandung lisozim untuk menghancurkan
dinding bakteri tertentu sehingga dapat mengatur flora usus. Terkadang pada lamina
propia terdapat nodulus limfatikus.
T.Submukosa pada duodenum dipenuhi kelenjar Brunner yang bersifat mukus. Juga
didapati plexus miessner. T.Mukosa dan T.Submukosa bersama-sama membentuk plika
sirkularis kerckringi.
T.Muskularis sirkularis dan T.Muskularis longitudinalis, diantaranya terdapat plexus
mienterikus auerbach.
T. Adventisia terdiri dari jaringan ikat jarang.
C. HISTOPATOLOGI TUKAK PEPTIK
Tukak peptic atau ulkus peptikum disebabkan radang yang akan menyebabkan
kerusakan pada mukosa.
Tukak peptic terdapat ciri-ciri seperti berikut :
I. Diskontinuitas dari epitel
II. Perubahan pada dasar
Terdapat dua tipe ulkus yaitu yang tergaung dan yang tidak tergaung. Ulkus yang
tergaung (bagian permukaan lebih kecil dari bagian dasarnya) biasanya disebabkan oleh
TBC usus (coller button ulcer) ataupun disentri amoeba yang menyebabkan feses
berlendir dan berdarah. Ulkus yang tidak tergaung (bagian permukaan lebih besar dari
dasarnya) biasanya disebabkan ulkus peptikum.
Ulkus peptikum ini dapat juga diklasifikasikan menurut derajat keparahannya, yaitu:
Active bleeding /
visible bleeding
Adherent clot Flat, pigmented
spot
Clean base
Perlu perawatan
ICU selama 1 hari
dan ward 2 hari
Ward selama 3 hari Ward selama 3 hari Rawat jalan /
“discharge”
D. FISIOLOGI HEMOSTASIS
Faal hemostasis pada orang normal
Hemostasis adalah pengehentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak.
Hemostasis melibatkan tiga langkah utama:
1. Spasme vaskuler
Pembuluh darah yang terpotong atau robek akan segera berkonstriksi akibat respons
vaskuler inheren terhadap cedera dan vasokonstriksi yang dilindungi oleh rangsang
simpatis. Konstriksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek, sehingga
pengeluaran darah dapat diperkecil. Karena permukaan endotel (bagian dalam) pembuluh
saling menekan satu sama lain akibat spasme muskular awal ini, endotel tersebut menjadi
lengketdan melekat satu sama lain, kemudian menutup pembuluh yang rusak. Tindakan
fisik ini saja tidak cukup untuk secara total mencegah pengeluaran darah selanjutnya,
tetapi untuk memperkecil pengeluaran darah dari pembuluh yang rusak sampai tindakan-
tindakan hemostatik lainnya menyumbat defek tersebut.
2. Pembentukan sumbat trombosit
Trombosit dalam keadaan normal tidak melekat ke permukaan endotel pembuluh
darah, tetapi apabila lapisan dalam ini rusak akibat cedera pembuluh, trombosit akan
melekat ke kolagen yang terpajan. Setelah berkumpul ditempat cedera tersebut, trombosit
mengeluarkan adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2, dimana zat kimia ini
menyebabkan permukaan trombosit dalam sirkulasi yang lewat menjadi lengket dan
melekat ke lapisan trombosit pertama. Trombosit yang baru melekat ini, akan
mengeluarkan lebih banyak ADP, sehingga lebih banyak trombosit yang melekat, sesuai
dengan mekanisme umpan balik positif. Proses sumbatan ini diperkuat juga oleh
tromoksan A2 yang secara langsung mendorong agregasi trombosit dan secara tidak
langsung meningkatkan proses tersebut dengan mencetuskan pengeluaran lebih banyak
ADP dari granula trombosit. Trombosit tidak menumpuk di lapisan dalam pembuluh
darah normal disekitarnya oleh adanya prostasiklin yang dikeluarkan oleh sel-sel
endotelyang melapisi bagian dalam pembuluh.
3. Koagulasi darah
Koagulasi darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari cairan menjadi
gel padat. Pembentuakan suatu bekuan diatas sumbat trombosit memperkuat dan
menunjang sumbat, memperkuat tambalan yang menutupi lubang di pembuluh, sehingga
darah tidak lagi dapat mengalir. Jenjang pembekuan dapat dicetuskan oleh jalur intrinsik
atau jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik mencetuskan pembekuan intra vaskuler. Jalur ini
melibatkan tujuh langkah terpisah, berjalan saat faktor XII diaktifkan karena berkontak
dengan kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedera, kemudian pengaktifan faktor XI,
yang selanjutnya terjadi pengaktifan faktor IX yang melibatkan Ca++ dan faktor IV.
Kemudian jalur ekstrinsik, yang memerlukan kontak dengan faktor-faktor jaringan di luar
darah mengawali proses pembekuan darah keluar jaringan. Jika mendapat trauma,
jaringan mengeluarkan tromboplastin jaringan. Tromboplastin secara langsung
mengaktifkan faktor X, sehingga melewatkan semua langkah pendahuluan pada jalur
intrinsik. Setelah faktor X aktif, protombin diubah menjadi trombin yang dibantu oleh
Ca++, faktor V dan PF3, setelah trombin terbentuk, akan mengaktifkan faktor XII, yang
akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang masih dalam bentuk jaringan ikat longgar,
fibrian yang masih berupa jaring ikat longgar tersebut diubah menjadi jaring fibrin yang
lebih stabil yang dapat menangkap sel-sel darah sehingga terbentuk bekuan darah.
E. ETIOLOGI PERDARAHAN SCBA
Manifestasi dari perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat berupa
terjadinya hematesis, melena ataupun keduanya. Namun Melena tidak hanya terjadi
karena adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA) tapi juga dapat terjadi
karena adanya perdarahan pada saluran cerna bagian bawah dengan aliran darah yang
lambat, sehingga timbullah feses bercampur darah yang berwarma hitam. Untuk lebih
memastikannya dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa endoskopi yang dapat melihat
asal dari perdarahan tersebut.
Berikut ini merupakan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
hematemesis dan melena antara lain :
Sirosis hati
Tukak Peptik
Gastritis erosif
F. PATOGENESIS HEMATEMESIS MELENA
Hematemesis adalah muntah darah hitam dari saluran cerna bagian atas. Darah yang
berwarna hitam disebabkan karena darah yang keluar bercampur dengan asam lambung.
Melena adalah BAB yang disertai darah berwarna hitam. Hal ini terjadi jika darah berada
dalam usus besar dalam jangka waktu lama (14 jam) sehingga bakteri akan mengurainya
menjadi senyawa kimia (hematin) yang berwarna hitam.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG PERDARAHAN SCBA
Pemeriksaan laboratorium
- darah : Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit
- faal hati : bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, albumin, globulin,
HBSAg, AntiHBS
- fungsi ginjal : kreatinin, ureum
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti.
Mula-mula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium,
diikuti pemeriksaan lambung dan duodenum, sebaiknya dengan kontras ganda.
Pemeriksaan dilakukan dengan berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di
daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip, atau tumor di
esofagus, lambung, duodenum.
Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber
perdarahan SCBA. Tergantung keterampilan dokternya, endoskopi dapat
dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah
hematemesis berhenti.
Pemeriksaan endoskopi ini dapat dilakukan secara elektif untuk pasien dengan
perdarahan yang ringan atau hanya menunjukkan keadaan anemi dan tes darah
samar pada tinja menunjukkan hasih positif. Dapat juga dilakukan secara darurat
untuk pasien dengan perdarahan yang masif, namun waktu pelaksanannya
ditentukan oleh keadaan hemodinamik dari pasien dan dilakukan jika keadaan
pasien telah stabil. Pasien dengan keadaan shock sebaiknya endoskopi ditunda
setelah resusitasi selesai dilakukan. Pada endoskopi darurat dapat ditentukan sifat
dari perdarahan yang sedang berlangsung.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG dapat menunjang diagnose hematemesis/melena bila diduga
penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara langsung memberi
informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi
portal, keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan
persiapan sesudah perdarahan akut berhenti.
H. DIAGNOSIS KERJA
I. DIAGNOSIS BANDING
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas terbagi atas :
1. Penatalaksanaan umum / suportif
2. Penatalaksanaan khusus
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
4. Usaha meningkatkan faktor defensif
5. Penatalaksanaan bedah
1. Penatalaksanaan umum / suportif
Tujuan dari penatalaksanaan ini adalah untuk memperbaiki keadaan umum dan tanda
vital. Pemberian resusitasi pada pasien yang datang dengan perdarahan saluran cerna
bagian atas menjadi hal yang penting. Pasien dengan perdarahan SCBA segera dilakukan
pemasangan infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCl 0.9 %) ataupun koloid
(plasma expander) sambil menunggu pemberian transfusi darah bila diperlukan. Kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan suhu air kamar juga dapat dilakukan untuk
mengurangi distensi lambung dan memperbaiki hemostatik serta perkiraan kasar jumlah
pendarahan. Pasien juga harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit
dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktivitas perdarahan. Pada penderita dengan
hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat
diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif,
dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja.
2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus merupakan terapi endoskopik, metode terapi yang digunakan
antara lain :
a. Contact thermal
- Monopolar electrocoagulation : Berhubung dengan adanya resiko terjadinya kerusakan
jaringan dewasa ini tidak dianjurkan lagi.
- Bipolar / Multipolar elektrokoagulasi : Efektif dan menggantikan kedudukan dari
monopolar electrocoagulation.
- Heater probe : Keberhasilan dari heater probe antara lain terletak pada tekanan ujung
alatnya yang bekerja sebagai tampon bagi pembuluh darah yang robek.
b. Non contact thermal
- Laser : Argon dan Neodymium-yttrium-aluminium-garnet (Nd:YAG) adalah yang
pertama dipakai untuk keperluan ini. Dinilai efektif untuk menghentikan perdarahan
tetapi mahal dan rumit.
c. Non thermal ( Suntikan Adrenalin, polidokanol, alcohol, cyanoacrylate, pemakaian
metal clip)
Terapi endoskopik yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan mendukung adalah
penyuntikan submukosa di sekitar pendarahan dengan menggunakan adrenalin 1: 10000
sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alcohol absolute tidak
melebihi 1 ml.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
Faktor agresif merupakan faktor yang dapat merusak pertahanan dari mukosa, meliputi
asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, enzim pankreas, infeksi H. pylori
(Helicobacter pylori) yang bersifat gram-negatif, OAINS (obat anti inflamasi non
steroid), alkohol, nikotin dan radikal bebas. Faktor agresif tersebut menyebabkan
terjadinya perdarahan SCBA karena kelainan non-varices. Usaha yang dibutuhkan untuk
menghilangkan faktor agresif antara lain :
a. Memperbaiki / menghindari faktor predisposisi atau resiko seperti gizi, stres,
lingkungan, dan sosioekonomi.
b. Menhindari atau menghentikan zat yang agresif seperti asam, cuka, OAINS, rokok,
kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi atau menetralkan asam lambung seperti
antasida, antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa
proton (PPI).
Pemberian PPI terutama untuk mencegah pendarahan ulang. Dosis yang dipakai
adalah omeprazole 80 mg bolus dilanjutkan dengan 8 mg tiap jam i.v. selama 72 jam.
4. Usaha meningkatkan faktor defensif
Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel
permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang cukup tebal,
sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H dan
regulasi pH intra sel.
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan faktor defensif
selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
5. Penatalaksanaan bedah
Indikasi pembedahan pada kasus perdarahan SCBA (hematemesis – melena) yaitu :
a. Bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal
b. Terdapat komplikasi seperti stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum
refrakter, obstruksi organis, dan penetrating ulcer
c. Perdarahan terus menerus dan tidak terkendali
d. Penurunan Hb
e. Kebutuhan transfusi meningkat (keadaan gawat I atau gawat II)
Yang dimaksud keadaan gawat I bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama
membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila
dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi
sebanyak 2 liter.
Selain hal-hal tersebut di atas, pengaturan makanan pada pasien dengan perdarahan
saluran cerna juga perlu diperhatikan. Pada penderita dengan gangguan saluran
pencernaan, dapat diberikan makanan dengan konsistensi yang berbeda dari makanan
biasa. Karena pada gangguan fungsi saluran pencernaan, penderita sebaiknya mendapat
asupan makanan yang teksturnya lebih lembut dari makanan biasa agar makanan mudah
dikunyah, ditelan dan dicerna. Adapun proses pemberian makanan untuk pasien dengan
gangguan saluran pencernaan adalah :
Syarat syarat yang diperlukan agar makanan layak dikonsumsi oleh penderita gangguan
saluran pencernaan adalah :
Makanan tidak asam / tidak mengandung asam
Tidak merangsang saluran pencernaan
Memenuhi kebutuhan energi, protein dan gizi lainnya
Mudah ditelan
Porsi diberikan dalam ukuran kecil dengan frekuensi sering
Mengandung serat minimal
Makanan Cair Jernih Makanan Cair Padat Makanan Lunak
Teh, kaldu jernih,
Air bubur kacang hijau
KH : Kentang, tapioka
Protein : Susu, es krim,
yoghurt, telur ayam, tahu
KH : Nasi tim, bubur, roti,
Makaroni, Maizena,
Protein
Makanan Cair Jernih
Makanan Cair Kental
MakananLunak
Makanan Biasa
giling
Lemak : Mentega
Bumbu: Garam, bawang
merah, Gula, kecap
Sayur : Jus sayur + gelatin
Buah : Jus buah, jelly
- Hewani : Ayam tidak
berlemak dan tidak berurat,
bisa di rebus / panggang
- Nabati : Susu kedelai,
Tempe, Tahu, Kacang hijau
Sayur : Bayam, Labu siam
Buah : Jus buah buahan tanpa
di sertai kulitnya
K. PROGNOSIS
Dengan keterbatasan informasi yang diperoleh, maka prognosis pasien ini adalah
Dubia Ad Bonam, yakni ragu-ragu menuju keadaan yang baik.
BAB III
DISKUSI KASUS
Anamnesis lengkap dan teliti pada pasien ini :
Identitas lengkap
- nama
- jenis kelamin
- usia
- alamat
- pekerjaan
- dll
Riwayat penyakit dahulu
- apakah pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati seperti
hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain ?
- obat-obatan yang dikonsumsi selain obat rematik ?
- lama pemakaian obat-obatan rematik ?
- banyak jenis obat-obatan rematik yang dikonsumsi ?
Riwayat penyakit sekarang
- lokasi nyeri (hanya di ulu hati saja atau ada penyebaran ? )
- sifat nyeri (seperti ditusuk-tusuk atau terbakar ? )
- frekwensi nyeri (terus menerus atau hilang setelah makan ? )
- apakah ini perdarahan pertama atau sebelumnya sudah pernah ?
- apakah terjadi perdarahan di tempat lain ?
- bagaimana warna urin ?
- apakah mengkonsumsi obat-obatan selain anti rematik?
Gaya hidup
- apakah sering mengkonsumsi alkohol ?
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum
- kesadaran
- tanda vital
2. Inspeksi
- tanda – tanda anemia :
- conjuctiva pucat
- tanda – tanda sirosis :
- ikterus
- ascites
- oedem tungkai dan sakral
- spider nevi
- eritema palmarum
- caput medusae
3. Palpasi
- nyeri tekan
4. Auskultasi
- bising usus
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun Praktikum Kumpulan Foto
Mikroskopik Histologi. Jakarta : Universitas Trisakti. 2007.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
3. http://webanatomy.net/histology/digestive/
4. http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Histo/HistoImages/
5. Hematemesis. Available at :http://www.ilmukedokteran.net Accessed on
September 23, 2008.
6. Djajapranata I. Pandangan Mutakhir Pengobatan Perdarahan Saluran Cerna Non-
Variseal . Available at : http://www.pgh.or.id. Accessed on September 24, 2008.
7. Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available at :
www.papdi.org . Accessed on September 24, 2008.
8. Adi P. PARADIGMA BARU PENGOBATAN GASTRITIS DAN TUKAK
PEPTIK. Available at : http://www.pgh.or.id/. Accessed on September 23, 2008.
9. Gastritis. Available at : http://www.medicastore.com/. Accessed on September 23,
2008.
10. OBAT AINS. Available at : http://fkunsri.wordpress.com/. Accessed on
September 23, 2008.
11. Sherwood L, ed. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2r ed. Darah. 2001. Jakarta
: ECG; 356-61.