makalah kimia fisika timah
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
MAKALAH KIMIA FISIKA
TIMAH
OLEH
KELOMPOK VI
APRILA F. PARMA (D611 12 259)
ALGIYUL BELO P. (D611 12 266)
ELSYA PERTIWI (D611 12 904)
M. ABURIZAL B. (D611 12 271)
BAGUS FIRMANSYAH (D611 12 009)
RESTU DESTIM (D611 12 276)
MAKASSAR2013
KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini dengan baik .
Tulisan ini adalah hasil pembicaraan dan penelitian kami dalam
melaksanakan tugas mata kuliah Kimia Fisika berjudul Timah disertai dengan
analisa dan kesimpulan serta hal yang lain sesuai dengan tugas.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan laporan seperti ini, dapat memberikan wawasan baru bagi pembaca
yang mungkin masih asing dengan timah dan pengolahannya.
Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini, terutama kepada Bapak
Ir. M. Fauzi Arifin M.Si sebagai dosen mata kuliah Kimia Fisika yang telah
memberikan banyak saran dan wawasan baru mengenai pengolahan logam.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang
lain di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar
bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Makassar, 22 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................1
1.3 TUJUAN....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN TIMAH...............................................................................................3
2.2 SIFAT TIMAH...........................................................................................................9
2.4.1 SIFAT KIMIA TIMAH....................................................................................10
2.4.2 SIFAT FISIKA TIMAH....................................................................................1
2.3 POTENSI TIMAH DI INDONESIA.............................................................................13
2.4 PROSES PENAMBANGAN DAN PENCUCIAN TIMAH...............................................14
2.5 PROSES PENGOLAHAN TIMAH ..............................................................................17
2.6 MANFAAT DAN DAMPAK PENGOLAHAN TIMAH ...................................................21
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................................23
3.2 SARAN ...................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alam
termasuk sumber daya mineral logam. Kesadaran akan banyaknya mineral logam
ini mendorong bangsa Indonesia untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam
tersebut secara efisien. Dalam pemanfaatanya, tentu saja menggunakan berbagai
metode dan teknologi sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal dengan hasil
yang optimal dengan keuntungan yang besar, biaya produksi yang seminim
mungkin serta ramah lingkungan.
Pengolahan timah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat tidak lepas dari
peran reaksi kimia fisika. Pencucian maupun pemisahan pada timah merupakan
bagian dari proses yang melibatkan reaksi-reaksi kimia fisika.
Oleh karena itu, proses pemurnian timah untuk memperoleh hasil yang ekonomis
perlu di kaji dan dipelajari dari segi kimia fisika. Untuk itulah makalah ini dibuat
sebagai alat untuk memberi informasi terkait timah dan pengolahannya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, makalah ini secara khusus akan
membahas permasalahan :
1. Bagaimana proses pembentukan timah ?
2. Apa saja sifat kimia dan sifat fisika timah ?
3. Di daerah mana saja potensi timah di Indonesia ?
4. Bagaimana penambangan dan proses pencucian timah ?
5. Bagaimana proses pengolahan timah ?
6. Apa manfaat dan dampak dari pengolahan timah ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kimia Fisika mengenai timah dan pengolahannya agar pembaca dapat
memahami proses-proses yang dilakukan untuk memperoleh timah yang
ekonomis, mulai dari pencucian, pemisahan, pengolahan, sampai pada
pencetakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Timah
Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Unsur ini merupakan
logam miskin keperakan, dapat ditempa (malleable), tidak mudah teroksidasi
dalam udara sehingga tahan karat, ditemukan dalam banyak aloy, dan digunakan
untuk melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama
dari mineral cassiterite yang terbentuk sebagai oksida.
Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang
rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan
listrik yang tinggi. Dalam keadaan normal (13 – 1600C), logam ini bersifat
mengkilap dan mudah dibentuk.
Sejarah Penemuan Timah
Stannum (timah) berasal dari Bahasa Inggris, nama lainnya adalah Tin.
Dimabil dari nama dewa dalam mitologi Prancis. Timah telah ada sejak
pembentukan Bumi dan digunakan sejak Zaman Perunggu, mulai sekitar 3000
SM.
Pembentukan Timah dan Keterdapatannya
Proses pembentukan bijih timah berasal dari magma cair yang
mengandung kasiterit (SnO2). Intrusi batuan granit kepermukaan menyebabkan
fase pneumatolitic yang menghasilkan mineral-mineral bijih diantaranya bijih
timah. Mineral ini terakumulasi dan terasosiasi dalam batuan granit ataupun
batuan lain yang diterobos membentuk vein-vein bijih timah primer.
Sesuai dengan namanya, endapan timah sekunder terdiri dari mineral-
mineral bijih kasiterit yang telah tertransportasi jauh dari sumbernya (endapan
timah primer). Biasanya bijih kasiterit ini terbawa oleh arus sungai menuju muara
sungai hingga lepas pantai dan terakumulasi disana. Karenanya banyak dilakukan
kegiatan penambangan bijih timah sekunder pada daerah muara sungai dan lepas
pantai. Hal ini dilakukan dengan harapan akan diperoleh bijh timah dalam jumlah
besar.
Terbentuknya mineral kasiterit erat hubungannya dengan aktifitas magma.
Aktifitas magmatis Permo-Karbon sampai dengan Kapur di Sumatera
menyambung ke Malaysia dan Birma. Mineralisasi timah di jalur timah terjadi
mulai Trias Atas-Awal Kapur. Waktu berlangsungnya tumbukan antara lempeng
benua Malaka. Aktifitas magma pembawa logam dasar mulai dari Permo-Karbon.
Kandungan logam tersebut diperkaya oleh aktivitas magma Jura, Kapur dan
Tersier.
Hubungan timah dan granit mempunyai pengertian bahwa kehadiran timah
(cassiterite) berhubungan dengan granit berawal pada tahun 1885 oleh M Von
Micluco– Moclay yang di perkuat oleh Beck tahun 1900, dengan penelitiannya
bahwa timah diBangka-Belitung berhubungan dengan granit setempat. Genesa
pembentukan dari timah itu sendiri berawal dari pembentukan batuan dari proses
awal sampai terbentuknya batuan. Batuan plutonik yang bersuhu sangat tinggi
menerobos batuan yang ada disekitarnya sehingga terbentuk proses metamorfosis
yang luas.
Gambar 2.1.1 Mineral Kasiterit Gambar 2.1.2 Batu Granit
Menurut Daubree, endapan timah primer terbentuk dari proses
pneumatolitis. Pada proses ini mineral timah ditransfortasi dari magma chamber
sebagai gas Tinchloride (SnCL4) atau Tin-flouride (SnF4) yang kemudian
bereaksi dengan air membentuk Tin-oxide (SnO2 ) atau kasiterit dan asam klorida
atau asam flourida seperti reaksi sebagai berikut :
SnCL4(g) + 2H2O(l) -------------------- SnO2(s) + HCL(g)
SnF4(g) + 2H2O(l) ---------------------- SnO2(s) + 4HF(g)
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada proses ini akan terbentuk
kasiterit sebagai padatan dan asam chloride atau asam fluoride sebagai gas.
Endapan timah sekunder terbentuk oleh proses pelapukan, erosi,
transportasi
Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya, endapan bijih timah
sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan
secara intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan
perpindahan mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi konsentrasi
residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
Terdapat dekat sekali dengan sumbernya
Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
Ukuran butir agak besar dan angular
2. Endapan Kollovial
Endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan
endapan bijih timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada suatu gradien yang
agak mendatar diikuiti dengan pemilahan.
Ciri-cirinya :
Butiran agak besar dengan sudut runcing
Biasanya terletak pada lereng suatu lembah
3. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana
mineral berat dengan ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat dengan
sumbernya. Sedangkan mineral-mineral yang berukuran lebih kecil diendapkan
jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
Terdapat di daerah lembah
Mempunyai bentuk butiran yang membundar
4. Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara
berulang-ulang pada lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
Endapan berbentuk lensa-lensa
Bentuk butiran halus dan bundar
5. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak
transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi tidak
teratur.
Ciri-cirinya :
Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur
Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh
Terdapat pada lapisan pasir atau lempung
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang
mempunyai nilai ekonomis. Batchelor (1973) mengemukakan tentang evolusi
“Sunda land Tin Placer” yaitu pembentukan endapan timah placer terjadi dalam
kurun waktu yang lama sejak kala Miosen Tengah dengan ditandai mineralisasi
primer tersingkap dengan skala yang besar. Tubuh pluton granit ini mengalami
pelapukan laterit dalam (deep laterite weathering) yang mengakibatkan komposisi
kandungan mineral yang tidak resisten lapuk meningalkan mineral-mineral berat
termasuk kasiterit dalam matriks kaolin kemudian mengalami erosi membentuk
endapan “elluvial placer”. Proses erosi berjalan terus yang menyebabkan endapan
ini tertranspor lebih jauh membentuk endapan kolovial placer, kejadian ini terjadi
pada Sunda Land Regolith selama Miosen bawah – Pliosen Awal, tipe – tipe
endapan ini di Indonesia lebih dikenal dengan endapan timah kulit.
Proses ini dilanjutkan dengan proses “mass wasting” yang mengkibatkan
terakumulasinya endapan kollovial pada dasar lereng kulit (base of hillslope),
selama proses ini terjadi zona – zona sesar dan kekar sehingga alterasi / ubahan
hydrothermal tererosi. Akumulasi yang dibentuk dari hasil erosi ini mengandung
bongkah – bongkah regolith, karena kandungan air yang ada terlalu tinggi
menyebabkan terjadinya debris flow membentuk endapan “piedmont tin placer”
dengan ciri khas butiran timah yang kasar.
Endapan “Piedmont Tin Placer” mengalami reworking lagi dan
membentuk timah berukuran gravel yang tertransport pada lingkungan fluvial
yang dikenal dengan “Braided Stream Placer”. Endapan ini mengalami reworking
lagi membentuk endapan “Beach Placer” dengan karakteristik endapan lebih tipis
dan lebih luas dari pada endapan “Braided Stream Placer”. Variabel – variabel
yang mempengaruhi konsentrasi (kekayaan) endapan timah placer adalah :
Batuan sumber (source rock) : ukuran , kadar, distribusi butiran dari daerah
mineralisasi sebagai sumber.
Tektonik : membentuk morfostruktur permukaan bumi.
Iklim : mempengaruhi proses pada permukaan bumi yang meliputi pelapukan,
erosi, transportasi dan sedimentasi.
Klasifikasi endapan timah placer yang didasarkan atas konsep lingkungan
pengendapan sedimen dan proses yang terjadi (Osberger, 1968, dalam Batchelor,
1973). Aspek – aspek ini mempengaruhi keberadaan dan terjadinya endapan
placer, genesa endapan timah placer tergantung pada beberapa aspek diantaranya :
Sumber batuan yang mengandung endapan primer kaya akan kasiterit
Pelapukan yang kuat sehingga mampu membebaskan mineral kasiterit dengan
mineral lainnya.
Gerakan masa batuan yang lapuk sepanjang lereng
Konsentrasi mekanis material lepas yang terjadi secara selektif dan diendapkan
kedalam suatu cekungan.
• Terhindar dari proses erosi selanjutnya
Dibumi timah tersebar tidak merata akan tetapi terdapat dalam satu daerah
geografi dimana sumber penting terdapat di Asia tenggara termasuk china,
Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Hasil yang tidak sebegitu banyak
diperoleh dari Peru, Afrika Selatan, UK, dan Zimbabwe.
2.2 Sifat Timah
Timah termasuk golongan IV A dan mempunyai bilangan oksidasi +2 dan +4.
Timah merupakan logam lunak, fleksibel, dan warnanya abu-abu metalik.
Timah tidak mudah dioksidasi dan tahan terhadap korosi disebabkan
terbentuknya lapisan oksida timah yang menghambat proses oksidasi lebih
jauh. Timah tahan terhadap korosi air distilasi dan air laut, akan tetapi dapat
diserang oleh asam kuat, basa, dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat
dengan meningkatnya kandungan oksigen dalam larutan.
Jika timah dipanaskan dengan adanya udara maka akan terbentuk SnO2.
Timah ada dalam dua alotrop yaitu timah alfa dan beta. Timah alfa biasa
disebut timah abu-abu dan stabil dibawah suhu 13,2 C dengan struktur ikatan
kovalen seperti diamond. Sedangkan timah beta berwarna putih dan bersifat
logam, stabil pada suhu tinggi, dan bersifat sebagai konduktor.
Timah larut dalam HCl, HNO3, H2SO4, dan beberapa pelarut organic seperti
asam asetat asam oksalat dan asam sitrat. Timah juga larut dalam basa kuat
seperti NaOH dan KOH.
Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi +2 dan +4. Timah(II) cenderung
memiliki sifat logam dan mudah diperoleh dari pelarutan Sn dalam HCl pekat
panas.
Timah bereaksi dengan klorin secara langsung membentuk Sn(IV) klorida.
Hidrida timah yang stabil hanya SnH4.
Sifat Kimia Timah
1) Bobot atom : 118.710 sma
berat jenis : 7,3 g/cm3
Jari-jari atom : 145 (145) pm
Jari-jari kovalen : 141 pm
Jari-jari van der Waals : 217 pm
Konfigurasi elektron : [Kr]4d10 5s2 5p2
Elektron per tingkat energi : 2, 8, 18, 18, 4
Bilangan oksidasi : 4,2, -4
Nomor atom : 50
Nomor massa : 118,71
Elektronegatifitas : 1,96 (skala pauli)
2) Energi ionisasi 1 : 708,6 kJ/mol
Energi ionisasi 2 : 1411,8 kJ/mol
Energi ionisasi 3 : 2943,0 kJ/mol
Jari-jari atom : 140 pm
Jari-jari ikatan kovalen: 139 pm
3) Jari-jari van der waals : 217 pm
Struktur kristal : tetragonal (Sn putih) kubik diamond (Sn abu-abu)
4) Konduktifitas termal : 66,8 W/mK
Timah merupakan logam lunah, fleksibel, dan warnanya abu-abu metalik.
Timah tidak mudah dioksidasi dan tahan terhadap korosi disebabkan terbentuknya
lapisan oksida timah yang menghambat proses oksidasi lebih jauh. Timah tahan
terhadap korosi air distilasi dan air laut, akan tetapi dapat diserang oleh asam kuat,
basa, dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat dengan meningkatnya
kandungan oksigen dalam larutan.
Jika timah dipanaskan dengan adanya udara maka akan terbentuk SnO2.
Timah ada dalam dua alotrop yaitu timah alfa dan beta. Timah alfa biasa
disebut timah abu-abu dan stabil dibawah suhu 13,2 °C dengan struktur ikatan
kovalen seperti diamond. Sedangkan timah beta berwarna putih dan bersifat
logam, stabil pada suhu tinggi, dan bersifat sebagai konduktor.
Timah larut dalam HCl, HNO3, H2SO4, dan beberapa pelarut organic seperti
asam asetat asam oksalat dan asam sitrat. Timah juga larut dalam basa kuat seperti
NaOH dan KOH.
Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi +2 dan +4. Timah(II) cenderung
memiliki sifat logam dan mudah diperoleh dari pelarutan Sn dalam HCl pekat
panas.
Timah bereaksi dengan klorin secara langsung membentuk Sn(IV) klorida.
Hidrida timah yang stabil hanya SnH4.
Gambar 2.2.1 Timah
Sifat Fisika Timah
Keadaan benda : Padat
Titik lebur : 505.08 K (449.47 °F)
Titik didih : 2875 K (4716 °F)
Densitas : 7,365 g/cm3 (Sn putih) 5,769 g/cm3 (Sn abu-abu)
Volume molar : 16.29 ×10-6 m3/mol
Kalor penguapan : 295.8 kJ/mol
Kalor peleburan : 7.029 kJ/mol
Kalor jenis : 27,112 J/molK
Panas fusi : 7,03 kJ/mol
Tekanan uap : 5.78 E-21 Pa at 505 K
Kecepatan suara : 2500 m/s pada 293.15 K
Kekuatan tariknya rendah, sekitar 2000 psi
Modulus Youngnya adalah 5,9-7,8 x 10^6 psi
Kekuatan Mohs 1,8 atau Brinell 5,0 (1000 kg, 10 mm)
2.3 Potensi Timah di Indonesia
Jalur penyebaran timah Indonesia terdapat sekitar kurang lebih 750 km
tersebar pada daerah yang terdiri dari Karimun, Singkep, Bangka, Belitung dan
Riau. Akan tetapi endapan timah primer yang potensial terdapat di pulau Bangka
dan Belitung. Di pulau Bangka meliputi daerah Pemali, daerah Tempilang dan di
pulau Belitung terjadi pada daerah yang dinamakan daerah Tikus, Selumar, Batu
Besi, Garumedang, selain itu ada pula di daerah Teberong.
Di masa kolonial, pertambangan timah di Bangka dikelola oleh badan
usaha pemerintah kolonial "Banka Tin Winning Bedrijf" (BTW). Di Belitung dan
Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing
Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep
Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM).
Gambar 2.3.1 Peta Persebaran Timah
2.4 Proses Penambangan dan pencucian Timah
Penambangan
Sebelum kegiatan penambangan dimulai, maka terlebih dahulu dilakukan
pekerjaan-pekerjaan persiapan (development). Tahap ini bertujuan untuk
mendukung proses penambangan selanjutnya.
Lapisan kaksa (kerikil yang mengandung bijih timah) yang sudah
ditemukan, digali dengan menggunakan sebuah back hoe type kobelco dan
dikumpulkan di dekat lubang hisap (sump) dan monitor. Ketinggian tumpukan
kaksa tersebut ± 3-4 meter dengan jarak antara tumpukan kaksa dan monitor
maksimal 2 meter serta jarak antara tumpukan kaksa dengan sump ± 20 meter.
Setelah kaksa selesai dikumpulkan, kemudian dialirkan ke dalam sump dengan
cara disemprotkan menggunakan monitor dengan kemiringan aliran ± 3-4%. Air
yang digunakan untuk penyemprotan berasal dari air sungai dan air hujan yang
telah di tampung di bak penampungan dan berada di atas front kerja.
Pencucian
Pulp dari sump akan terhisap oleh pompa hisap/tanah sampai ke instalasi
pencucian yang berada di atas front kerja. Awalnya, pulp tersebut disaring dengan
menggunakan grizzly yang terdapat pada bak penampungan (store bak) untuk
dialirkan ke jig primer lewat bak penghantar (kemiringan ± 8 - 10 %) yang
diujungnya terdapat tiga pipa pembagi untuk masing-masing jig primer dan
mempunyai tiga kompartemen yaitu kompartemen A, B, dan C. Pada
kompartemen itu terdapat saringan yang diisi batu hematit sebagai bed yang
berfungsi sebagai media pemisah bijih timah/kasiterit dengan mineral ikutannya.
Pada setiap kompartemen terdapat dua buah membran yang berfungsi
memompa air di dalamnya. Air tersebut dipompa dari under water dan berfungsi
sebagai media pendorong bed. Kedua membran tersebut disatukan kemudian
digerakkan oleh pulsator dengan pukulan yang berbeda setiap kompartemennya.
Dikarenakan pulp lebih dahulu melewati kompartemen A, maka untuk
menangkap kasiterit sebanyak mungkin, pukulan pada kompartemen A lebih besar
dari kompartemen B, begitu juga pukulan di kompartemen B lebih besar daripada
di kompartemen C. Pukulan yang dihasilkan oleh kedua membran menyebabkan
terjadinya pulsion dan suction, sehingga menimbulkan efek penyaringan pada
bed.
Pada saat terjadi pulsion, batu hematit akan naik dan merenggang sehingga
kasiterit yang terkandung dalam pulp yang mengalir di atasnya akan terhisap
kedalam celah tersebut. Dan setelah terjadi suction, kasiterit masuk ke dalam
tabung kompartemen yang berbentuk trapesium dan selanjutnya akan turun
melalui spigot (karet berdiameter 10 inchi) ke saluran penghantar menuju jig clean
up. Sedangkan pulp yang berisi kasiterit berukuran lebih halus beserta mineral
ikutannya akan terus mengalir melewati kompartemen selanjutnya dan akan
mengalami proses yang sama seperti pada kompartemen A. Kasiterit dari
kompartemen B dan C juga akan dialirkan ke jig clean up melalui satu saluran
penghantar yang sama dengan kasiterit dari kompartemen A. Pulp yang terus
mengalir dan tidak terhisap kedalam kompartemen A, B, dan C akan mengalir
menuju saluran tailing.
Dikarenakan kasiterit yang dihasilkan dari jig primer masih banyak mineral
ikutannya, maka akan diproses kembali dengan menggunakan satu unit jig clean
up.
Jig tersebut ukurannya lebih kecil daripada jig primer dan mempunyai dua
kompartemen yaitu A dan B. Sebagaimana jig pimer, jig clean up juga
mempunyai dua saluran dan setiap kompartemen juga mempunyai dua saringan.
Di atas saringan juga diisi batu hematit sebagai bed, tapi ukurannya lebih kecil
daripada yang terdapat di jig primer. Karena jig primer dan jig clean up
mempunyai tipe yang sama, maka proses kerjanya sama yaitu terjadinya gaya
pulsion dan suction akibat pukulan oleh dua membran. Kasiterit yang tertangkap
baik pada kompartemen A maupun B akan turun melalui spigot dan dialirkan ke
bak penampung konsentrat melalui saluran penghantar. Sedangkan pulp yang
tidak tertangkap dalam kompartemen akan terus mengalir dan akan menjadi
tailing. Tailing tersebut di alirkan menuju bak penampung tailing kedua melalui
saluran tailing.
Terkadang masih ada mineral ikutan yang ikut masuk kedalam bak
konsentrat, ini dikarenakan ukuran mineral tersebut sangat halus, sehingga bisa
menembus saringan. Oleh karena itu, dilakukan penyemprotan sekali lagi agar
timah yang sangat halus bisa didapatkan.
Gambar 2.4.1 Jig Primer Gambar 2.4.2 Jig Clean Up
2.5 Proses Pengolahan Timah
Berikut ini adalah proses pengolahan timah yang dilakukan oleh PT.
Tambang Timah.
Sebelum bijih timah/kasiterit dilakukan peleburan, bijih timah terlebih
dahulu harus diolah dengan tujuan meningkatkan kadar Sn yang terkandung di
dalamnya agar memenuhi syarat peleburan (≥ 74 % Sn). Bijih timah yang akan
diolah berasal dari penambangan lepas pantai dan penambangan darat. Untuk bijih
timah yang berasal dari penambangan lepas pantai diangkut dengan kapal
tongkang menuju Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) di Mentok. Sedangkan
bijih timah yang berasal dari penambangan darat diangkut menuju Pusat
Pengolahan Bijih Timah (PPBT) masing-masing wilayah Pengawas Produksi.
Semua bijih timah yang berasal dari penambangan darat dan dalam pengawasan
PT. Tambang Timah, baik punya mitra usaha maupun punya rakyat dapat masuk
ke PPBT untuk diolah, tapi dengan syarat bijih timah mempunyai kadar ± 50 %
Sn. Dan apabila bijih timah tersebut mempunyai kadar dibawah 50 % Sn, maka
bijih timah dikembalikan ke pemiliknya untuk ditingkatkan lagi kadarnya minimal
50 % Sn.
1. Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) Pemali – Sungailiat Bijih timah dari
hasil penambangan di TB Mapur I diangkut menuju PPBT di Pemali - Sungailiat
untuk dilakukan pengolahan. Bijih timah tersebut sebelumnya mempunyai kadar
50 % Sn, namun setelah dilakukan pengolahan diharapkan kadarnya meningkat
sampai memenuhi syarat peleburan.
Bijih timah yang akan diolah terlebih dahulu diambil sampel seperlunya
untuk dianalisa di laboratorium. Karena bijih timah dari penambangan
kebanyakan sudah mengalami proses pencucian, maka setelah diambil sampel,
bijih timah hanya dicuci secara semi manual, yaitu dengan cara disemprot.
Konsentrat dari pencucian dimasukkan ke dalam Rotary Dryer untuk dikeringkan.
Gambar 2.5.1 Rotary Dryer
Tailing (2 – 3 % Sn) dari pengeringan tersebut diproses dengan
menggunakan Air Tabel dan konsentratnya dicampur dengan konsentrat dari
pengeringan. Jadi adanya serangkaian proses pencucian bijih timah dari front
penambangan sampai ke Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) Pemali
Sungailiat.
Pencampuran ini diharapkan bijih timah harus tetap memenuhi persyaratan
peleburan (≥ 74 % Sn), sehingga bisa dikirim ke Unit Metalurgi Mentok melalui
perantara Gudang Bijih Timah Sungailiat.
2. Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) Mentok
Bijih timah dari penambangan lepas pantai (kapal keruk) diangkut
menggunakan tongkang menuju PPBT Mentok. Bijih timah tersebut belum
dilakukan proses pencucian, oleh karena itu kadarnya masih rendah (20 - 30 %
Sn). Untuk itu bijih timah tersebut harus ditingkatkan kadarnya sampai memenuhi
syarat peleburan. Bijih timah ditingkatkan kadarnya melalui proses pencucian
untuk memisahkan bijih timah dari mineral pengikutnya dengan memanfaatkan
perbedaan sifat-sifat dari butiran mineral seperti berat jenis dengan menggunakan
jig, konduktivitas listrik dengan menggunakan high tension separator, dan
kemagnetan dengan menggunakan magnetik separator.
a. Sampling
Sebelum dilakukan proses pengolahan terhadap bijih timah dari kapal
keruk, terlebih dahulu diambil sampel. Untuk bijih timah kering sampel diambil
dengan menggunakan pit sampler. Sedangkan untuk bijih timah basah
menggunakan auger sampler.
Sampel yang telah diambil tersebut dibawa ke laboratorium untuk
dianalisa secara mikroskopis. Analisa mineralogis dilakukan dengan
menggunakan mikroskop binokuler untuk menentukan komposisi mineralmineral
yang ada pada bijih timah. Hasil analisa ini diharapkan dapat mewakili komposisi
mineral yang terkandung dalam bijih timah yang akan diolah, sehingga dapat
mengatur alat yang akan digunakan pada saat pengolahan.
b. Feeding
Setelah hasil analisa sampel dari laboratorium diperoleh, bijih timah siap
untuk dilakukan proses pemisahan. Bijih timah tersebut dimasukkan ke dalam ore
bin dengan menggunakan power shovel.
Pada PPBT ini terdapat delapan buah ore bin, dengan kapasitas 30 ton
bijih timah per ore bin. Bijih timah yang terdapat dalam ore bin disemprot dengan
air bertekanan tinggi untuk diumpankan ke jig. Penyemprotan dilakukan secara
semi manual dengan menggunakan pompa semprot yang tersambung selang dan
dikendalikan oleh pekerja sehingga pengumpanan lebih terkontrol.
c. Proses Pemisahan
Pemisahan bijih timah di PPBT ini melalui dua proses pengolahan, yaitu :
- Proses Basah
Bijih timah yang telah disemprot di ore bin akan masuk ke dalam jig
primer (tipe Harz) yaitu sebagai feed. Gaya pulsion dan suction yang dihasilkan
oleh membran pada jig merupakan media untuk membantu pemisahan kasiterit
dengan pengikutnya. Kasiterit akan tertangkap pada masing-masing kompartemen
di jig. Dilakukan proses pengeringan terhadap Kasiterit yang berasal dari proses
pencucian di jig dengan menggunakan Rotary Dryer. Bijih timah hasil
pengeringan ini siap dikirim ke Unit Metalurgi Mentok untuk dilebur. Tailing
yang berasal dari proses pencucian di jig primer diproses kembali (recycle) karena
bijih timah masih mempunyai kadar Sn yang cukup tinggi. Bijih timah tersebut
akan masuk ke dalam jig sekunder (tipe Yuba) untuk dilakukan proses pencucian
tahap kedua. Konsentrat dari pencucian tahap kedua ini dikeringkan dengan
menggunakan Rotary Dryer.
- Proses Kering
Hasil pengeringan tahap dua diumpankan ke alat High Tension Separator
(HTS) untuk ditingkatkan lagi kadarnya dengan dan kemudian diumpankan lagi
ke alat Magnetik Separator (MS) dan Air table. HTS merupakan alat yang
digunakan untuk memisahkan mineral dengan memanfaatkan perbedaan
konduktivitas listriknya, dan MS merupakan alat yang digunakan untuk
memisahkan mineral dengan memanfaatkan perbedaan kemagnetannya.
Sedangkan Air Table memanfaatkan perbedaan berat jenis mineral yang akan
dipisahkan. Bijih timah yang diperoleh dari proses kering ini dicampur dengan
bijih timah dari proses basah dan dikirim ke Unit Metalurgi Mentok untuk
dilakukan proses peleburan. Sedangkan tailingnya diproses ulang untuk
mengambil mineral pengikutnya yang berharga.
2.6 Manfaat dan Dampak Pengolahan Timah
Manfaat Timah
a. Untuk membuat kaleng (tim plate) berbagai macam produk
b. Melapisi kaleng yang tebuat dari besi yang akan melindungi besi dari
perkaratan
c. Bahan baku logam pelapis
d. Solder
e. Industri plating
f. Bahan dasar kimia
g. Kuningan & perunggu
h. Industri gelas
Dampak Dari Timah
Timah juga terdapat dalam beberapa makanan. Jumlah timah yang sedikit
dalam makanan tidak berbahaya. Limit dalam makanan di Amerika Serikat adalah
300 mg/kg.
Sedangkan dampak penambangan timah dapat terjadi kerusakan
lingkungan, seperti lubang-lubang tambang, air asam tambang, dan tailing.
Gambar 2.6.1 Dampak Penambangan Timah
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki symbol
Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Unsur ini merupakan logam
miskin keperakan, dapat ditempa ("malleable"), tidak mudah teroksidasi dalam
udara sehingga tahan karat, ditemukan dalam banyak aloy, dan digunakan untuk
melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari
mineral cassiterite yang terbentuk sebagai oksida.
2. Adapun Proses pengolahan mineral timah ini meliputi banyak proses, yaitu :
-Washing atau Pencucian
-Pemisahan berdasarkan ukuran
-Pemisahan berdasarkan berat jenis
-Pengolahan tailing
-Proses Pengeringan
3. Klasifikasi timah
- Pemisahan Mineral Ikutan
- Proses pre-smelting
- Proses Peleburan ( Smelting )
- Proses Refining ( Pemurnian )
4. Pencetakan
3.2. Saran
Penambangan timah di Indonesia belakangan ini marak dilakukan dan
banyak dari pengusaha tersebut melakukannya secara illegal dan tidak
bertanggungjawab terhadap ekosistem lingkungan, maka kami menyarankan
kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penambangan serta bagi kita
semua masyarakat terlebih khusus kepada mahasiswa agar turut menjaga dan
merawat lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
file:///G:/KIMFIS%20Timah/.TIMAH.%20~%20Adalah%20Indonesia.htm
diakses tanggal 18 April 2013 pukul 18.07 WITA.
http://metal-hamzah.blog.friendster.com/2008/04/pengolahan-bijih-timah/ diakses
tanggal 18 April 2013 pukul 18.13 WITA.
http://moslemchemistry.blogspot.com/2011/04/besi.html diakses tanggal 18 April
2013 pukul 18.20 WITA.
http://www.encangirul.com/2011/04/proses-ekstraksi-timah-dari-ore.html diakses
tanggal 18 April 2013 pukul 18.17 WITA.
http://rimayantisihite.blogspot.com/2011/03/timah.html diakses tanggal 18 April
2013 pukul 18.05 WITA.
http://www.ypb97.com/2010/02/proses-pemurnian-mineral.html diakses tanggal
18 April 2013 pukul 17.53 WITA.
http://www.scribd.com/doc/52593852/Proses-Pengolahan-Bijih-Timah diakses
tanggal 5 Mei 2013 pukul 07.03 WITA.