makalah kelompok 6 kelas a

36
Pengendalian Nyamuk Vektor Demam Berdarah menggunakan 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Bacillus Thuringiensis H-14 OLEH : Ramdani (K11111301) Dian Ihwana Ansar (K11111325) Wana (K11111355) Risma (K11111385) Jumrianti Irma Risman Sri Kartini Ningsih DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN KELAS A FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: ramdani-harduning

Post on 03-Aug-2015

82 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kelompok 6 Kelas A

Pengendalian Nyamuk Vektor Demam Berdarah menggunakan

500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Bacillus Thuringiensis H-14

OLEH :

Ramdani (K11111301)Dian Ihwana Ansar (K11111325)

Wana (K11111355)Risma (K11111385)

JumriantiIrma Risman

Sri Kartini Ningsih

DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN KELAS A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012

Page 2: Makalah Kelompok 6 Kelas A

PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,

rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul “Pengendalian Nyamuk Vektor Demam Berdarah

menggunakan 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Bacillus Thuringiensis

H-14” tepat pada waktunya. Penulis menyadari perlu adanya pengetahuan

tentang pengendalian vector demam berdarah menggunakan bahan kimia

dan bahan alami.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini,

karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis

harapkan guna memacu kreativitas dalam menciptakan karya-karya yang

lebih baik lagi

Makassar, 20

September 2012

Penulis

2

Page 3: Makalah Kelompok 6 Kelas A

DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................... 1Prakata ................................................................................................ 2Daftar Isi............................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUANA. Latar belakang........................................................................ 4B. Rumusan Msalah.................................................................... 6C. Tujuan

Penelitian................................................................................. 6D. Manfaat Penelitian.................................................................. 7

BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian....................................................................... 8B. Pembahasan........................................................................... 13

BAB IV PENUTUPA. Simpulan................................................................................. 23B. Saran....................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 25

3

Page 4: Makalah Kelompok 6 Kelas A

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk aedes aegypti dan Aedes albopitus. Faktor – faktor  yang

mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue sangat

kompleks, antara lain iklim dan pergantian musim, kepadatan

penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi. Berdasarkan

kejadian dilapangan dapat diidentifikasikan factor utama adalah

kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan

lingkungan tempat tinggal. Sehingga terjadi genangan air yang

menyebabkan berkembangnya nyamuk. Insiden dan prevalensi

penyakit Demam Berdarah Dengue menimbulkan kerugian pada

individu, keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk

kematian, penderitaan, kesakitan, dan hilangnya waktu produktif.

Penyakit demam berdarah dengue menjadi momok tiap

tahun. Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD

pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan

kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %) (WHO, 2006). Jumlah kasus

tersebut meningkat menjadi 17% dan kematian 36% dibanding

tahun 2004. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

4

Page 5: Makalah Kelompok 6 Kelas A

Demam Berdarah Dengue. Beberapa di antaranya adalah factor

inang (host), lingkugan (environment) dan faktor penular serta

patogen (virus).

Insiden di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000

penduduk (1989-1995) dan pernah meningkat tajam saat Kejadian

Luar Biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,

hingga tahun 2005 masih ada daerah berstatus Kejadian Luar

Biasa, sampai mei tahun 2005 di seluruh Indonesia tercatat 28.224

kasus dengan jumlah kematian 348 orang, hingga awal oktober

2005 kasus demam berdarah dengue di 33 propinsi tercatat 50.196

kasus dengan 701 diantaranya meninggal. Dari data di atas

menunjukkan peningkatan hampir 2 kali lipat dari mei hingga awal

oktober 2005.

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang bisa

mewabah. Usaha untuk mengatasi masalah penyakit tersebut di

Indonesia telah puluhan tahun dilakukan, berbagai upaya

pemberantasan vector, tetapi hasilnya belum optimal. Secara

teoritis ada empat cara untuk memutuskan rantai penularan demam

berdarah dengue, yaitu melenyapkan virus, isolasi penderita,

mencegah gigitan nyamuk dan pengendalian vector. Untuk

pengendalian vector dilakukan dengan tujuh cara yaitu dengan cara

kimiawi, mekanis, fisik, biologis, biofisikal, secara undang-undang

5

Page 6: Makalah Kelompok 6 Kelas A

dan integrasi. Namun angka penderita dan kematian demam

berdarah selalu meningkat. Untuk itu penulis menyusun makalah

ini, menyadari perlu adanya pengetahuan tentang pengendalian

vector demam berdarah menggunakan bahan kimia dan secara

biologis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dosis efektif pengendalian vektor demam berdarah

dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion

500 g/l) ?

2. Apakah Bacillus thuringiensis H-14 mampu menjadi salah satu

cara biologis dalam pengendalian vector demam berdarah

dengue ?

3. Apakah dampak kesehatan dari penegndalian demam berdarah

dengue menggunakan insektisida dan pengendalian demam

berdarah menggunakan Bacillus Thuringiensis H-14 ?

4. Apakah pengendalian menggunakan insektisida laden500EC

(b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus Thuringiensis H-14 sebagai

cara biologis yang lebih baik digunakan sebagai bentuk

pengendalian demam berdarah dengue ?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk:

6

Page 7: Makalah Kelompok 6 Kelas A

1. Mengetahui dosis efektif pengendalian vektor demam

berdarah dengue menggunakaln insektisida LADEN 500EC

(b.a Malathion 500 g/l).

2. Mengetahui kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi

salah satu cara biologis dalam pengendalian vector demam

berdarah dengue .

3. Mengetahui dampak kesehatan dari pengendalian demam

berdarah dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC

(b.a Malathion 500 g/l) dan pengendalian demam berdarah

menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14.

4. Mengetahui bentuk pengendalian demam berdarah dengue

yang baik antara pengendalian menggunakan insektisida

laden500EC (b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus Thuringiensis

H-14 sebagai cara biologis.

D. Manfaat Penulisan

1. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

pengetahuan tentang pengendalian vektor demam berdarah

dengue secara kimia.

2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai pemenuhan tugas mata

kuliah Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan.

BAB II

7

Page 8: Makalah Kelompok 6 Kelas A

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)

Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Kutowinangun,

Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah pada bulan Juli

2007. Hasil pengamatan tentang knocdown time (KT50 & KT95

dan kematian nyamuk uji Ae. aegypti) setelah terpapar

insektisida LADEN 500EC dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha,

dengan pembanding insektisida RIDER 500EC (dosis 1000

ml/ha) dengan aplikasi pengasapan (thermal fogging) dengan

pelarut solar, pengamatan di dalam dan di luar rumah. Disajikan

pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti

setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN

500EC (pelarut solar) di dalam dan di luar rumah

Dosis insektisida LADEN 500 EC (ml/ha)

Dalam Rumah Luar Rumah

KT50

KT95

Kematian (%)

KT50

KT95

Kematian (%)

( menit) ( menit)

250 23,59 80,36 88,8 45,02 158,86 77,2

500 21,32 76,29 96,0 38,01 149,95 83,2

750 11,91 28,90 100 18,95 37,45 100

1000 8,10 16,65 100 14,32 24,76 100

8

Page 9: Makalah Kelompok 6 Kelas A

Pembanding

Rider 500 EC

dosis 1000

9,30 17,08 100 14,72 28,26 100

Keterangan :

1) Uji probit waktu kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan

2) LDN : LADEN 500 EC; RDR : RIDER 500EC

Tabel 2. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti

setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN

500EC (pelarut air) di dalam dan di luar rumah

Dosis insektisida LADEN 500 EC (ml/ha)

Dalam Rumah Luar Rumah

KT50

KT95

Kematian (%)

KT50

KT95

Kematian (%)

( menit) ( menit)

250 23,89 82,98 88,0 45,75 163,39 76,4

500 24,13 73,58 95,2 39,74 139,72 82,4

750 18,14 45,20 100 25,21 65,93 100

1000 12,00 27,63 100 17,96 39,67 100

1000 (RDR) 14,82 38,84 100 21,45 48,77 100

250 23,89 82,98 88,0 45,75 163,39 76,4

Keterangan :

1) Uji probit waktu kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan

2) LDN : LADEN 500 EC; RDR : RIDER 500EC

Berdasarkan perhitungan probit, waktu kelumpuhan =

KT50 insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000

9

Page 10: Makalah Kelompok 6 Kelas A

ml/ha) pelarut solar, terhadap Ae. aegypti di dalam rumah,

masing-masing adalah 21,32; 11,91 dan 8,10 menit, sedangkan

RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah

9,30 menit. Tetapi kematian nyamuk Ae. aegypti di dalam

rumah setelah pengasapan insektisida LADEN 500EC dosis

750 dan 1000 ml/ha, serta pembanding RIDER 500EC dosis

1000 ml/ha adalah 100%. Waktu kelumpuhan KT50, insektisida

LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut solar,

terhadap Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing adalah

38,01; 18,95 dan 14,32 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis

1000 ml/ha sebagai pembanding adalah 14,72 menit. Kematian

nyamuk Ae. aegypti di luar rumah setelah pengasapan LADEN

500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, maupun pembanding RIDER

500EC dosis 1000 ml/ha adalah 100%.

Perlakuan insektisida LADEN 500EC (pelarut solar)

terhadap nyamuk Ae. aegypti, pada analisis probit (waktu

kelumpuhan KT50), insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750

dan 1000 ml/ha) pelarut air, terhadap nyamuk uji Ae. aegypti di

dalam rumah, masing-masing adalah 24,13; 18,14 dan 12,00

menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai

pembanding (pelarut air) adalah 14,82 menit. Kematian nyamuk

uji Ae. aegypti di dalam rumah aplikasi pengasapan LADEN

10

Page 11: Makalah Kelompok 6 Kelas A

500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha (pelarut air) adalah 100%

sebanding dengan RIDER 500EC (pelarut air) dosis 1000 ml/ha.

Perhitungan probit, insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750

dan 1000 ml/ha) pelarut air, waktu kelumpuhan KT50 terhadap

Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing adalah 39,74; 25,21

dan 17,96 menit, sedangkan RIDER 500EC (pelarut air) dosis

1000 ml/ha sebagai pembanding adalah lebih lambat daripada

LADEN 500EC dosis 1000 ml/ha 21,45 menit. Kematian

nyamuk uji Ae. aegypti di luar rumah setelah pengasapan

insektisida LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, adalah

100%, sama dengan pembanding RIDER 500EC dosis 1000

ml/ha.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada kematian

jentik nyamuk Ae. aegypti setelah aplikasi pengasapan

insektisida LADEN 500EC (dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha)

dan insektisida RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha (pelarut solar

maupun air) baik di dalam maupun di luar rumah. Pada analisis

statistik dengan uji X2, terbukti ada perbedaan kematian yang

bermakna pada tiap-tiap dosis yang diuji (P<0,05) tetapi pada

dosis yang efektif yaitu Insektisida LADEN 500EC (b.a

Malathion 500 g/l), dosis 750 dan 1000 ml/ha (dilarutkan dalam

solar maupun air) tidak ada perbedaan yang bermakna

11

Page 12: Makalah Kelompok 6 Kelas A

(p>0,05), artinya dosis tersebut mempunyai kemampuan yang

sama untuk membunuh nyamuk nyamuk Ae. Aegypti.

2. Bacillus Thuringiensis H-14

Hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan adalah

B. thuringiensis H-14 yang ditumbuhkan pada media air cucian

beras ahsilnya dapat tumbuh dan berkembang dengan jumlah

sel hidup sebanyak 1,47 x 106 sel/ml. uji patogenesi dengan

konsentrasi 0,1 ml/100 ml terhadap larva nyamuk An. Aconitus

dan Ae. Aegypti berturut-turut diperoleh kematian sebesar 100%

setelah 24 jam perlakuan dan 0 % pada control.

Penelitian B. thuringiensis H-14 galur lokal yang

dikembangkan dalam media air cucian beras C4 dan

patogenisitasnya terhadap larva nyamuk An. Aconitus dan Ae.

Aegypti . hasilnya disajikan pada table 1. Konsentrasi B.

thuringiensis H-14 galur lokal dapat mematikan 50 % dan 90 %

larva nyamuk An. Aconitus setelah 24 jam pengamatan sebesar

0,024 ml/100 ml (LC50) dan 0,048 ml/100 ml (LC90). Setelah 48

jam pengamatan membutuhkan konsentrasi 0,013 ml/100 ml

(LC50) dan 0,035 ml/100 ml (LC90). Untuk larva nyamuk Ae.

Aegypti memerlukan konsentrasi sebesar 0,002 ml/100 ml

(LC50) dan 0,005 ml/100 ml (LC90). Konsentrasi yang diperlukan

pada 48 jam pengamatan, yaitu sebesar 0,0004 ml/100 ml

12

Page 13: Makalah Kelompok 6 Kelas A

(LC50) dan 0,003 ml/100 ml (LC90). Sedangkan kematian larva

pada control sebesar 0%.

Table 1. Patogenisitas B. thuringiensis H-14 galur lokal dalam mesia

air cucian beras terhadap larva yamuk Ae. Aegypti di laboratorium

Kematian 50% dan 90 % larva nyamuk sesudah pengujian

24 jam 48 jam

Larva UjiLC50

(ml/100ml)

Kontrol

LC90

(ml/100ml)

Kontrol

LC50

(ml/100ml)

Kontrol

LC90

(ml/100ml)

Kontrol

Ae. aegypti 0,002 0 0,005 0 0,004 0 0,003 0pH : 7,0Suhu Ruangan : 20-240 CSuhu Air : 23-250 CKelembaban : 69-89%LC = Lethal Concentration

B. Pembahasan

1. Dosis Efektif Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue

menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)

Insektisida LADEN (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750 dan

1000 ml/ha (dilarutkan dalam solar maupun air) terbukti efektif

dalam pengendalian vector demam berdarah dengue. Malathion

adalah insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki

spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang sangat khas,

yaitu dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin

(Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion juga

13

Page 14: Makalah Kelompok 6 Kelas A

mempunyai sifat racun sangat tinggi (LC50-96 jam) pada ikan

Rainbow trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch

(Martinez et al. 2004). Insektisida malathion membunuh insekta

dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan dengan

pernapasan/uap. Dipergunakan untuk mengontrol banyak tipe

insekta. Malathion juga mempunyai sifat toksis pada insekta

yang cukup tinggi, sedangkan toksisitas pada mamalia relatif

rendah, sehingga banyak digunakan.. Penggunaan malathion

secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang

kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga.

Insektisida mengalami proses biotransformasi di dalam darah,

hati, sedangkan tempat penimbunan utama di dalam jaringan

lemak.

2. Kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi Salah Satu

Cara Biologis dalam Pengendalian Vector Demam Berdarah

Dengue

Penelitian pertumbuhan dan pengembangan B.

thuringiensis H-14 galur lokal dengan menggunakan media air

cucian beras C4, ternyata dapat tumbuh dan berkembang pada

media tersebut. Beras banyak mengandung unsur-unsur :

protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), besi (Fe), Phospor (P)

dan vitamin B1. Asam amino dan karbohidrat merupakan

14

Page 15: Makalah Kelompok 6 Kelas A

sumber nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14 galur

lokal. Jumlah sel hidup B. thuringiensis H-14 yang dihasilkan

sebanyak 1,47 x 106 sel/ml jumlah sel sebenarnya bukanlah

merupakan hal yang utama dalam menentukan toksisitasnya dai

bakteri tersebut dalam menentukan aktivitas larvasidanya.

Bacillus thuringiensis H-14 dikatakan efektif apabila

dapat membunuh larva . 70% dalam 21 jam pengujian. Dalam

penelitian ini dilakukan pengamatan larva sampai dengan 48

jam, karena merupakan dasar utama untuk menghitung dan

menegaskan kematian larva setelah 24 jam pengujian.

Kematian 24 jam pengujian ini karena aktivitas larvasida

Bacillus thuringiensis H-14, bukann adanya intervensi atau

faktor-faktor lain yang mempengaruhinya kematian larva.

Mengingat daya bunuh Bacillus thuringiensis H-14 sangat cepat,

sehingga kadang-kadang tidak ada atau kecil sekali perbedaan

jumlah kematian larva setelah 24 dan 8 jam pengamatan.

Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal yang ditumbuhkan

dalam media infus kedelai, menghasilkan jumlah sel hidup : 8 x

109 sel/ml dan patogenitasnya terhadap larva Ae. Aegypti pada

2 jam sesudah aplikasi masing-masing memerlukan konsentrasi

: 0,01 ml/100ml (LC50) ; 0,035 ml/100 ml (LC90) dan 0,001 ml/100

ml (LC50) dan 0,004 ml/ 100 ml (LC90) (Blondine, 2004b).

konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal dalam media

15

Page 16: Makalah Kelompok 6 Kelas A

infus kedelai untuk membunuh larva nyamuk Ae. Aegypti lebih

kecil dibandingkan dengan konsentrasi Bacillus thuringiensis H-

14 galur lokal yang dikembangkan dalam media beras C4 pada

24 jam sesudah perlakuan. Bacillus thuringiensis H-14 galur

lokal dalam media infus kedelai untuk membunuh 90 % (LC90)

larva nyamuk Ae. Aegypti , yaitu ; LC90 = 0,004 ml/100 ml

dibandingkan dengan LC90 = 0,005 ml/100 ml. Selain itu tingkay

kekentalan air beras yang mungkin juga dapat mempengaruhi

jumlah nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14. Karena

itu tingkat kekentalan air beras perlu diperhatikan untuk

penelitian selanjutnya.

Kemungkinan jumlah spora B. thuringiensis H-14 lebih

cepat mengendap ke dasar air sehingga jumlah larvasida yang

termakan oleh larva Ae.aegypti lebih banyak. Selain itu

patogenisitas B. thuringiensis H-14 terhadap larva nyamuk

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu instar larva,

makanan, periode pemaparan, kualitas air, galur bakteri,

perbedaan kepekaan masing-masing larva nyamuk yang diuji,

suhu air, formulasi, sedimentasi/pengendapan. Dengan

memperhatikan berbagai penggunaan dosis tersebut

tampaknya larva Ae. Aegypti rentan terhadap B. thuringiensis H-

14.

16

Page 17: Makalah Kelompok 6 Kelas A

3. Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah

Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a

Malathion 500 g/l) dan Pengendalian Demam Berdarah

menggunakan B. thuringiensis H-14

a. Dampak Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah

Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a

Malathion 500 g/l)

Pelaksanaan thermal fogging memiliki banyak

dampak negative. Dampak negative yang dapat ditimbulkan

thermal foging yaitu sebagai polutan yang mencemari

makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah

pelaksanaan fogging dapat mengganggu kesehatan warga

baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena

itu pada saat akan dilakukan fogging warga dihimbau untuk

menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring,

gelas, sendok dsb. Dalam hal ini belum semua warga

melaksanakannya, bahkan pada saat fogging masih banyak

warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang

mengikuti penyemprot dan ada warga memasuki rumah

sebelum asap fogging di dalam rumah habis. Selain itu

Fogging memerlukan biaya cukup besar (± Rp. 1.900.000

untuk fogging radius 200 meter) dan tenaga yang cukup

banyak dan terlatih (tidak efisien). Sedangkan daya

17

Page 18: Makalah Kelompok 6 Kelas A

bunuhnya hanya 1 – 2 hari, setelah itu nyamuk akan menjadi

banyak lagi dan akan mudah menularkan demam berdarah

dengue.

Pelaksanaan fogging pada umumnya memberikan

kepuasan semu pada warga, sehingga merasa aman dan

tidak melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) lagi.

Meski begitu terdapat beberapa dampak dari thermal fogging

menurur Inten yaitu :

1) Kandungan mala-thion pada asap fogging dapat

menyebabkan kelainan saluran cerna (gastrointestinal)

dan bagi wanita hamil yang ter-papar malathion risiko

kelai-nan gastrointestinal pada anaknya 2,5 kali lebih

besar.

2) Paparan malation ini juga mengakibatkan Leukemia pada

anak-anak, Aplastik anemia, gagal ginjal, dan defek pada

bayi baru lahir. Bahkan juga berperan dalam kerusakan

gen dan kromosom, kerusakan paru serta penurunan

sistem kekebalan tubuh.

3) Penelitian juga menyimpulkan malation mempunyai

peran terhadap 28 gangguan pada manusia, mulai dari

gangguan gerakan sperma hingga kejadian hiperaktif

pada anak.

18

Page 19: Makalah Kelompok 6 Kelas A

b. Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah

menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14

Seperti yang telah dibahas di atas, pengendalian

vector DBD secara biologis dengan menggunakan patogen

Bacilus thuringiensis H-14 aman untuk digunakan oleh

manusia, karena toksin yang dikandungnya labil terhadap

cahaya dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang

(briket) yang tampak mempunyai aktivitas residu lebih besar

tersedia secara komersial sehingga dapat digunakan dengan

aman dalam air minum.

Keuntungan dari tindakan pengendalian secara

biologis mencakup tidak adanya kontaminasi kimiawi

terhadap lingkungan, kekhususan terhadap organisme target

(efek BTI sebagai contoh, terbatas pada nyamuk dan yang

berhubungan dengan diptera ) dan penyebaran mandiri dari

beberapa preparat ke tempat-tempat yang tidak dapat

ditangani dengan mudah oleh cara lain.

Sampai saat belum ditemukan atau belum ada laporan yang

menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis

pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit.

Namun, sel vegetatif B. thuringiensis berpotensi

memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh

19

Page 20: Makalah Kelompok 6 Kelas A

Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat

menyebabkan penyakit manusia atau tidak.

Adapun kerugian dari tindakan pengendalian biologis

mencakup mahalnya pemeliharaan organisme, kesulitan

dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan

penggunaannya pada tempat-tempat yang mengandung air

dimana sugu, pH dan polusi organic dapat melebihi

kebutuhan sempit agen, juga fakta bahwa pengendalian

biologis ini hanya efektif terhadap tahap imatur dari nyamuk

vector. Lebih jauh lagi, penurunan dalam jumlah larva tidak

selalu harus terjadi dalam kaitannya dengan penularan

penyakit, karena bila makanan dibatasi, penurunan

kejenuhan larva dapat mengakibatkan nyamuk yang lebih

besar dan lebih sehat dan juga lebih mampu untuk bertahan

hidup. Larvasida ini tidak berdaur ulang dan tidak stabil

dalam penyimpanan (WHO, 1979) serta interval waktu yang

dibutuhkan untuk penyemprotan hanya berkisar 1 minggu.

Selain itu tidak dapat mengendalikan pupa serangga

sasaran, karena bekteri tersebut hanya dimakan jentik.

4. Pengendalian menggunakan Air Beras sebagai Cara Biologis

yang Lebih Baik Digunakan sebagai Bentuk Pengendalian

Demam Berdarah Dengue

20

Page 21: Makalah Kelompok 6 Kelas A

Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vaktor

yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menimbulkan

resistensi vector, matinya hewan lain yang bukan merupakan

target serta menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena

itu, perlu mencari alternative lain untuk mengendalikan vector

penyakit. Salah satu cara yang paling banyak diteliti dan

potensial serta dipandang mempunyai prospek dimasa

mendatang adalah menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis

yang pathogen terhadap larva nyamuk, sehingga Pengendalian

vector secara hayati mulai mendapat perhatian kembali yang

lebih besar, baik dari segi penelitian maupun penerapan di

lapangan sejak pertengahan abad ini. Salah satu cara

pengendalian vector secara hayati adalah dengan

menggunakan B. thuringiensis H-14

B . Thuringiensis H-14 (BTI) BTI adalah larvasida nyamuk

yang ampuh, secara lingkungan tidak mengganggu yang

tampak sangat aman untuk manusia. TI tersedia secara

komersial dibawah sejumlah nama dagang. Korpus paraspora

yang mebentuk preparat ini mengandung toksin yang

berdegranulasi semata-mata dalam lingkungan alkali pada usus

nyamuk.

21

Page 22: Makalah Kelompok 6 Kelas A

Bacilus thuringiensis bersifat kosmopolit antara lain dapat

diisolasi dari tanah khususnya tanah yang berada di bawah

pohon, cabang dan lubang pohon yang sudah tua umurnya,

tanah yang becek, tempat pembiakan larva nyamuk yang sehat

maupun larva yang sakit (Blondine dan Widyastuti, 1991; Lee,

1998).

Keuntungan dari bahan pembasmi ini adalah bahwa

penggunaannya memusnahkan larva nyamuk tetapi

menyelamatkan predator entomofagus yang mungkin ada.

Formulasi BTI cenderung untuk menetap di dasar wadah air

segera setelah penggunaan dan memerlukan penggunaan

berulang. Selain itu, toksin yang dikandungnya labil terhadap

cahaya dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang

(briket) yang tampak mempunyai aktivitas residu lebih besar

tersedia secara komersial dan dapat digunakan dengan aman

dalam air minum. Kelebihan dari penggunaan agen larvisidal

terhadap B. thuringiensis H-14, karena daya racun yang tinggi

terhadap jentik nyamuk dan jentik lalat hitam, sedangkan ikan

dan serangga air lainnya tidak terpengaruh olehnya (Dit. Jen.

P2M & PLP, 1986), bioinsektisida tersebut bersifat spesifik

target, tidak toksik terhadap lingkungan dan organisme yang

bukan menjadi sasaran, khususnya predator jentik nyamuk dan

vertebrata lain serta juga aman bagi manusia (Mulla dkk, 1984).

22

Page 23: Makalah Kelompok 6 Kelas A

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan

sebagai berikut :

1. Dosis efektif dari thermal fogging dalam pengendalian aedes

aegypti sebagai vector demam berdarah dengue yaitu insektisida

LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750 dan 1000 ml/ha

baik dilarutkan dalam solar maupun air.

2. Larva Ae. Aegypti rentan terhadap B. thuringiensis H-14 sehingga

dapat digunakaln sebagai salah satu pengendalian vector cara

biologis.

3. Dampak kesehatan dari insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion

500 g/l) yaitu merupakan polutan dan menyebabkan berbagai

kelainan dalam tubuh manusia. Sedangkan menggunakan B.

thuringiensis H-14 aman bagi kesehatan dan lingkungan, hingga

saat ini, belum ada dampak negatif yang spesifik dari penggunaan

B. thuringiensis H-14.

23

Page 24: Makalah Kelompok 6 Kelas A

4. Karena thermal fogging memiliki dampak terhadap kesehatan maka

sudah seaharusnya pengendalian demam berdarah dengue

menggunakan B. thuringiensis H-14 karena tidak memiliki dampak

negative terhadap kesehatan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan, direkomendasikan agar :

1. Thermal fogging menggunakan LADEN 500EC (b.a Malathion 500

g/l) dilakukan hanya pada lokasi yang sedang terjadi penularan

demam berdarah dengue dan harus didahuli dan diikuti gerakan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serentak.

2. Pemerintah memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk

memanfaatkan makhluk hidup yang ada disekitar sebagai upaya

pengendalian vektor secara biologis. Dan masyarakat harus

senantiasa menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari

faktor penyebab penyakit, terutama yang disebabkan oleh nyamuk.

24

Page 25: Makalah Kelompok 6 Kelas A

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Choirul. 2008. Fogging Bukan Solusi Terbaik lakukan 3M. http://mediainfokota.jogjakota.go.id/detail.php?berita_id=126. (7 September 2012)

Boesri, Hasan dan Damar tri Boewono. 2007. Jurnal Pengendalian nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus denagn Penyemprotan Sistem Pengasapan (thermal fogging) menggunakan Insektisida Laden 500EC. (9 September 2012) Blondine Ch.P dan Umi Widyastuti.Pencarian dan Isolasi Patogen Serta pengujian Potensinya sebagai Pengendali Jentik Nyamuk.Buletin Penelitian Kesehatan. (9 September 2012)

Blondine Ch.P dan Damar TB.Pengendalian Vektor DBD Aedes Aegypti menggunakan Bacillus thuringiensis H-14 Galur Lokal Formulasi Bubuk (powdew) di Kota Salatiga. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (9 September 2012)

Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. (8 September 2012)

Daud, Anwar. 2005. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Hasanuddin University Press. Makassar. (7 September 2012)

Depkes RI.2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.Depkes RI. Jakarta. (9 September 2012)

Intan. 2010. Dampak Fogging. http://bungajepun.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. (7 September 2012)

Ircham Machfoedz, Eko suryani, Sutrisno dan Sabar santoso. 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan.Fitramaya.Yogyakarta. (9 September 2012)

25

Page 26: Makalah Kelompok 6 Kelas A

NN. 2008. Makalah Nyamyk Aedes dan Pengendaliannya . http://informasi-budidaya.blogspot.com/2011/04/makalah-nyamuk-aedes-dan.html . (7 September 2012)

P2M-Dinkes Kota Salatiga.Laporan Kegiatan Program Penanggulangan DBD di Kota Salatiga tahun 2006.Dinkes Kota Salatiga. Jawa Tengah. (9 September 2012)

Praba Ginanjar, dkk. 2006. Efikasi Isolat Bacillus thuringiensis dari Tanah yang Ditumbuhkan dalam Media Air Cucian Beras Terhadap larva Aedes aegypti.Proceeding Strategi Pengendalian Nyamuk sebagai Vektor Tular penyakit Dalam Upaya Peningkatan Kualitas kesehatan Masyarakat.Badan penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.ISBN : 979-7040425-4 . (9 September 2012)

Yuiana, Mareta. 2008. Satuan Penyuluhan Penyakit DBD. http://ners-blog.blogspot.com/2011/10/satuan-penyuluhan-penyakit-dbd.html (9 September 2012)

26