makalah kelompok 6 kelas a
TRANSCRIPT
Pengendalian Nyamuk Vektor Demam Berdarah menggunakan
500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Bacillus Thuringiensis H-14
OLEH :
Ramdani (K11111301)Dian Ihwana Ansar (K11111325)
Wana (K11111355)Risma (K11111385)
JumriantiIrma Risman
Sri Kartini Ningsih
DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN KELAS A
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pengendalian Nyamuk Vektor Demam Berdarah
menggunakan 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dan Bacillus Thuringiensis
H-14” tepat pada waktunya. Penulis menyadari perlu adanya pengetahuan
tentang pengendalian vector demam berdarah menggunakan bahan kimia
dan bahan alami.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini,
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis
harapkan guna memacu kreativitas dalam menciptakan karya-karya yang
lebih baik lagi
Makassar, 20
September 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................... 1Prakata ................................................................................................ 2Daftar Isi............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUANA. Latar belakang........................................................................ 4B. Rumusan Msalah.................................................................... 6C. Tujuan
Penelitian................................................................................. 6D. Manfaat Penelitian.................................................................. 7
BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian....................................................................... 8B. Pembahasan........................................................................... 13
BAB IV PENUTUPA. Simpulan................................................................................. 23B. Saran....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti dan Aedes albopitus. Faktor – faktor yang
mempengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue sangat
kompleks, antara lain iklim dan pergantian musim, kepadatan
penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi. Berdasarkan
kejadian dilapangan dapat diidentifikasikan factor utama adalah
kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan tempat tinggal. Sehingga terjadi genangan air yang
menyebabkan berkembangnya nyamuk. Insiden dan prevalensi
penyakit Demam Berdarah Dengue menimbulkan kerugian pada
individu, keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk
kematian, penderitaan, kesakitan, dan hilangnya waktu produktif.
Penyakit demam berdarah dengue menjadi momok tiap
tahun. Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD
pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan
kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %) (WHO, 2006). Jumlah kasus
tersebut meningkat menjadi 17% dan kematian 36% dibanding
tahun 2004. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit
4
Demam Berdarah Dengue. Beberapa di antaranya adalah factor
inang (host), lingkugan (environment) dan faktor penular serta
patogen (virus).
Insiden di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989-1995) dan pernah meningkat tajam saat Kejadian
Luar Biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
hingga tahun 2005 masih ada daerah berstatus Kejadian Luar
Biasa, sampai mei tahun 2005 di seluruh Indonesia tercatat 28.224
kasus dengan jumlah kematian 348 orang, hingga awal oktober
2005 kasus demam berdarah dengue di 33 propinsi tercatat 50.196
kasus dengan 701 diantaranya meninggal. Dari data di atas
menunjukkan peningkatan hampir 2 kali lipat dari mei hingga awal
oktober 2005.
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang bisa
mewabah. Usaha untuk mengatasi masalah penyakit tersebut di
Indonesia telah puluhan tahun dilakukan, berbagai upaya
pemberantasan vector, tetapi hasilnya belum optimal. Secara
teoritis ada empat cara untuk memutuskan rantai penularan demam
berdarah dengue, yaitu melenyapkan virus, isolasi penderita,
mencegah gigitan nyamuk dan pengendalian vector. Untuk
pengendalian vector dilakukan dengan tujuh cara yaitu dengan cara
kimiawi, mekanis, fisik, biologis, biofisikal, secara undang-undang
5
dan integrasi. Namun angka penderita dan kematian demam
berdarah selalu meningkat. Untuk itu penulis menyusun makalah
ini, menyadari perlu adanya pengetahuan tentang pengendalian
vector demam berdarah menggunakan bahan kimia dan secara
biologis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dosis efektif pengendalian vektor demam berdarah
dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion
500 g/l) ?
2. Apakah Bacillus thuringiensis H-14 mampu menjadi salah satu
cara biologis dalam pengendalian vector demam berdarah
dengue ?
3. Apakah dampak kesehatan dari penegndalian demam berdarah
dengue menggunakan insektisida dan pengendalian demam
berdarah menggunakan Bacillus Thuringiensis H-14 ?
4. Apakah pengendalian menggunakan insektisida laden500EC
(b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus Thuringiensis H-14 sebagai
cara biologis yang lebih baik digunakan sebagai bentuk
pengendalian demam berdarah dengue ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk:
6
1. Mengetahui dosis efektif pengendalian vektor demam
berdarah dengue menggunakaln insektisida LADEN 500EC
(b.a Malathion 500 g/l).
2. Mengetahui kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi
salah satu cara biologis dalam pengendalian vector demam
berdarah dengue .
3. Mengetahui dampak kesehatan dari pengendalian demam
berdarah dengue menggunakan insektisida LADEN 500EC
(b.a Malathion 500 g/l) dan pengendalian demam berdarah
menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14.
4. Mengetahui bentuk pengendalian demam berdarah dengue
yang baik antara pengendalian menggunakan insektisida
laden500EC (b.a Malathion 500g/l) atau Bacillus Thuringiensis
H-14 sebagai cara biologis.
D. Manfaat Penulisan
1. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
pengetahuan tentang pengendalian vektor demam berdarah
dengue secara kimia.
2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan.
BAB II
7
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)
Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Kutowinangun,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah pada bulan Juli
2007. Hasil pengamatan tentang knocdown time (KT50 & KT95
dan kematian nyamuk uji Ae. aegypti) setelah terpapar
insektisida LADEN 500EC dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha,
dengan pembanding insektisida RIDER 500EC (dosis 1000
ml/ha) dengan aplikasi pengasapan (thermal fogging) dengan
pelarut solar, pengamatan di dalam dan di luar rumah. Disajikan
pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti
setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN
500EC (pelarut solar) di dalam dan di luar rumah
Dosis insektisida LADEN 500 EC (ml/ha)
Dalam Rumah Luar Rumah
KT50
KT95
Kematian (%)
KT50
KT95
Kematian (%)
( menit) ( menit)
250 23,59 80,36 88,8 45,02 158,86 77,2
500 21,32 76,29 96,0 38,01 149,95 83,2
750 11,91 28,90 100 18,95 37,45 100
1000 8,10 16,65 100 14,32 24,76 100
8
Pembanding
Rider 500 EC
dosis 1000
9,30 17,08 100 14,72 28,26 100
Keterangan :
1) Uji probit waktu kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan
2) LDN : LADEN 500 EC; RDR : RIDER 500EC
Tabel 2. Kematian (%), KT50 dan KT95 nyamuk Ae. aegypti
setelah aplikasi pengasapan (thermal fogging) Insektisida LADEN
500EC (pelarut air) di dalam dan di luar rumah
Dosis insektisida LADEN 500 EC (ml/ha)
Dalam Rumah Luar Rumah
KT50
KT95
Kematian (%)
KT50
KT95
Kematian (%)
( menit) ( menit)
250 23,89 82,98 88,0 45,75 163,39 76,4
500 24,13 73,58 95,2 39,74 139,72 82,4
750 18,14 45,20 100 25,21 65,93 100
1000 12,00 27,63 100 17,96 39,67 100
1000 (RDR) 14,82 38,84 100 21,45 48,77 100
250 23,89 82,98 88,0 45,75 163,39 76,4
Keterangan :
1) Uji probit waktu kelumpuhan nyamuk selama 60 menit pengamatan pasca pengasapan
2) LDN : LADEN 500 EC; RDR : RIDER 500EC
Berdasarkan perhitungan probit, waktu kelumpuhan =
KT50 insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000
9
ml/ha) pelarut solar, terhadap Ae. aegypti di dalam rumah,
masing-masing adalah 21,32; 11,91 dan 8,10 menit, sedangkan
RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai pembanding adalah
9,30 menit. Tetapi kematian nyamuk Ae. aegypti di dalam
rumah setelah pengasapan insektisida LADEN 500EC dosis
750 dan 1000 ml/ha, serta pembanding RIDER 500EC dosis
1000 ml/ha adalah 100%. Waktu kelumpuhan KT50, insektisida
LADEN 500EC dosis (500, 750 dan 1000 ml/ha) pelarut solar,
terhadap Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing adalah
38,01; 18,95 dan 14,32 menit, sedangkan RIDER 500EC dosis
1000 ml/ha sebagai pembanding adalah 14,72 menit. Kematian
nyamuk Ae. aegypti di luar rumah setelah pengasapan LADEN
500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, maupun pembanding RIDER
500EC dosis 1000 ml/ha adalah 100%.
Perlakuan insektisida LADEN 500EC (pelarut solar)
terhadap nyamuk Ae. aegypti, pada analisis probit (waktu
kelumpuhan KT50), insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750
dan 1000 ml/ha) pelarut air, terhadap nyamuk uji Ae. aegypti di
dalam rumah, masing-masing adalah 24,13; 18,14 dan 12,00
menit, sedangkan RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha sebagai
pembanding (pelarut air) adalah 14,82 menit. Kematian nyamuk
uji Ae. aegypti di dalam rumah aplikasi pengasapan LADEN
10
500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha (pelarut air) adalah 100%
sebanding dengan RIDER 500EC (pelarut air) dosis 1000 ml/ha.
Perhitungan probit, insektisida LADEN 500EC dosis (500, 750
dan 1000 ml/ha) pelarut air, waktu kelumpuhan KT50 terhadap
Ae. aegypti di luar rumah, masing-masing adalah 39,74; 25,21
dan 17,96 menit, sedangkan RIDER 500EC (pelarut air) dosis
1000 ml/ha sebagai pembanding adalah lebih lambat daripada
LADEN 500EC dosis 1000 ml/ha 21,45 menit. Kematian
nyamuk uji Ae. aegypti di luar rumah setelah pengasapan
insektisida LADEN 500EC dosis 750 dan 1000 ml/ha, adalah
100%, sama dengan pembanding RIDER 500EC dosis 1000
ml/ha.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada kematian
jentik nyamuk Ae. aegypti setelah aplikasi pengasapan
insektisida LADEN 500EC (dosis 250, 500, 750 dan 1000 ml/ha)
dan insektisida RIDER 500EC dosis 1000 ml/ha (pelarut solar
maupun air) baik di dalam maupun di luar rumah. Pada analisis
statistik dengan uji X2, terbukti ada perbedaan kematian yang
bermakna pada tiap-tiap dosis yang diuji (P<0,05) tetapi pada
dosis yang efektif yaitu Insektisida LADEN 500EC (b.a
Malathion 500 g/l), dosis 750 dan 1000 ml/ha (dilarutkan dalam
solar maupun air) tidak ada perbedaan yang bermakna
11
(p>0,05), artinya dosis tersebut mempunyai kemampuan yang
sama untuk membunuh nyamuk nyamuk Ae. Aegypti.
2. Bacillus Thuringiensis H-14
Hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan adalah
B. thuringiensis H-14 yang ditumbuhkan pada media air cucian
beras ahsilnya dapat tumbuh dan berkembang dengan jumlah
sel hidup sebanyak 1,47 x 106 sel/ml. uji patogenesi dengan
konsentrasi 0,1 ml/100 ml terhadap larva nyamuk An. Aconitus
dan Ae. Aegypti berturut-turut diperoleh kematian sebesar 100%
setelah 24 jam perlakuan dan 0 % pada control.
Penelitian B. thuringiensis H-14 galur lokal yang
dikembangkan dalam media air cucian beras C4 dan
patogenisitasnya terhadap larva nyamuk An. Aconitus dan Ae.
Aegypti . hasilnya disajikan pada table 1. Konsentrasi B.
thuringiensis H-14 galur lokal dapat mematikan 50 % dan 90 %
larva nyamuk An. Aconitus setelah 24 jam pengamatan sebesar
0,024 ml/100 ml (LC50) dan 0,048 ml/100 ml (LC90). Setelah 48
jam pengamatan membutuhkan konsentrasi 0,013 ml/100 ml
(LC50) dan 0,035 ml/100 ml (LC90). Untuk larva nyamuk Ae.
Aegypti memerlukan konsentrasi sebesar 0,002 ml/100 ml
(LC50) dan 0,005 ml/100 ml (LC90). Konsentrasi yang diperlukan
pada 48 jam pengamatan, yaitu sebesar 0,0004 ml/100 ml
12
(LC50) dan 0,003 ml/100 ml (LC90). Sedangkan kematian larva
pada control sebesar 0%.
Table 1. Patogenisitas B. thuringiensis H-14 galur lokal dalam mesia
air cucian beras terhadap larva yamuk Ae. Aegypti di laboratorium
Kematian 50% dan 90 % larva nyamuk sesudah pengujian
24 jam 48 jam
Larva UjiLC50
(ml/100ml)
Kontrol
LC90
(ml/100ml)
Kontrol
LC50
(ml/100ml)
Kontrol
LC90
(ml/100ml)
Kontrol
Ae. aegypti 0,002 0 0,005 0 0,004 0 0,003 0pH : 7,0Suhu Ruangan : 20-240 CSuhu Air : 23-250 CKelembaban : 69-89%LC = Lethal Concentration
B. Pembahasan
1. Dosis Efektif Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue
menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l)
Insektisida LADEN (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750 dan
1000 ml/ha (dilarutkan dalam solar maupun air) terbukti efektif
dalam pengendalian vector demam berdarah dengue. Malathion
adalah insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki
spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang sangat khas,
yaitu dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin
(Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion juga
13
mempunyai sifat racun sangat tinggi (LC50-96 jam) pada ikan
Rainbow trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch
(Martinez et al. 2004). Insektisida malathion membunuh insekta
dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan dengan
pernapasan/uap. Dipergunakan untuk mengontrol banyak tipe
insekta. Malathion juga mempunyai sifat toksis pada insekta
yang cukup tinggi, sedangkan toksisitas pada mamalia relatif
rendah, sehingga banyak digunakan.. Penggunaan malathion
secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang
kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga.
Insektisida mengalami proses biotransformasi di dalam darah,
hati, sedangkan tempat penimbunan utama di dalam jaringan
lemak.
2. Kemampuan Bacillus Thuringiensis H-14 menjadi Salah Satu
Cara Biologis dalam Pengendalian Vector Demam Berdarah
Dengue
Penelitian pertumbuhan dan pengembangan B.
thuringiensis H-14 galur lokal dengan menggunakan media air
cucian beras C4, ternyata dapat tumbuh dan berkembang pada
media tersebut. Beras banyak mengandung unsur-unsur :
protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), besi (Fe), Phospor (P)
dan vitamin B1. Asam amino dan karbohidrat merupakan
14
sumber nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14 galur
lokal. Jumlah sel hidup B. thuringiensis H-14 yang dihasilkan
sebanyak 1,47 x 106 sel/ml jumlah sel sebenarnya bukanlah
merupakan hal yang utama dalam menentukan toksisitasnya dai
bakteri tersebut dalam menentukan aktivitas larvasidanya.
Bacillus thuringiensis H-14 dikatakan efektif apabila
dapat membunuh larva . 70% dalam 21 jam pengujian. Dalam
penelitian ini dilakukan pengamatan larva sampai dengan 48
jam, karena merupakan dasar utama untuk menghitung dan
menegaskan kematian larva setelah 24 jam pengujian.
Kematian 24 jam pengujian ini karena aktivitas larvasida
Bacillus thuringiensis H-14, bukann adanya intervensi atau
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya kematian larva.
Mengingat daya bunuh Bacillus thuringiensis H-14 sangat cepat,
sehingga kadang-kadang tidak ada atau kecil sekali perbedaan
jumlah kematian larva setelah 24 dan 8 jam pengamatan.
Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal yang ditumbuhkan
dalam media infus kedelai, menghasilkan jumlah sel hidup : 8 x
109 sel/ml dan patogenitasnya terhadap larva Ae. Aegypti pada
2 jam sesudah aplikasi masing-masing memerlukan konsentrasi
: 0,01 ml/100ml (LC50) ; 0,035 ml/100 ml (LC90) dan 0,001 ml/100
ml (LC50) dan 0,004 ml/ 100 ml (LC90) (Blondine, 2004b).
konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 galur lokal dalam media
15
infus kedelai untuk membunuh larva nyamuk Ae. Aegypti lebih
kecil dibandingkan dengan konsentrasi Bacillus thuringiensis H-
14 galur lokal yang dikembangkan dalam media beras C4 pada
24 jam sesudah perlakuan. Bacillus thuringiensis H-14 galur
lokal dalam media infus kedelai untuk membunuh 90 % (LC90)
larva nyamuk Ae. Aegypti , yaitu ; LC90 = 0,004 ml/100 ml
dibandingkan dengan LC90 = 0,005 ml/100 ml. Selain itu tingkay
kekentalan air beras yang mungkin juga dapat mempengaruhi
jumlah nutrisi bagi pertumbuhan B. thuringiensis H-14. Karena
itu tingkat kekentalan air beras perlu diperhatikan untuk
penelitian selanjutnya.
Kemungkinan jumlah spora B. thuringiensis H-14 lebih
cepat mengendap ke dasar air sehingga jumlah larvasida yang
termakan oleh larva Ae.aegypti lebih banyak. Selain itu
patogenisitas B. thuringiensis H-14 terhadap larva nyamuk
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu instar larva,
makanan, periode pemaparan, kualitas air, galur bakteri,
perbedaan kepekaan masing-masing larva nyamuk yang diuji,
suhu air, formulasi, sedimentasi/pengendapan. Dengan
memperhatikan berbagai penggunaan dosis tersebut
tampaknya larva Ae. Aegypti rentan terhadap B. thuringiensis H-
14.
16
3. Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah
Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a
Malathion 500 g/l) dan Pengendalian Demam Berdarah
menggunakan B. thuringiensis H-14
a. Dampak Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue menggunakan Insektisida LADEN 500EC (b.a
Malathion 500 g/l)
Pelaksanaan thermal fogging memiliki banyak
dampak negative. Dampak negative yang dapat ditimbulkan
thermal foging yaitu sebagai polutan yang mencemari
makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah
pelaksanaan fogging dapat mengganggu kesehatan warga
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu pada saat akan dilakukan fogging warga dihimbau untuk
menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring,
gelas, sendok dsb. Dalam hal ini belum semua warga
melaksanakannya, bahkan pada saat fogging masih banyak
warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang
mengikuti penyemprot dan ada warga memasuki rumah
sebelum asap fogging di dalam rumah habis. Selain itu
Fogging memerlukan biaya cukup besar (± Rp. 1.900.000
untuk fogging radius 200 meter) dan tenaga yang cukup
banyak dan terlatih (tidak efisien). Sedangkan daya
17
bunuhnya hanya 1 – 2 hari, setelah itu nyamuk akan menjadi
banyak lagi dan akan mudah menularkan demam berdarah
dengue.
Pelaksanaan fogging pada umumnya memberikan
kepuasan semu pada warga, sehingga merasa aman dan
tidak melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) lagi.
Meski begitu terdapat beberapa dampak dari thermal fogging
menurur Inten yaitu :
1) Kandungan mala-thion pada asap fogging dapat
menyebabkan kelainan saluran cerna (gastrointestinal)
dan bagi wanita hamil yang ter-papar malathion risiko
kelai-nan gastrointestinal pada anaknya 2,5 kali lebih
besar.
2) Paparan malation ini juga mengakibatkan Leukemia pada
anak-anak, Aplastik anemia, gagal ginjal, dan defek pada
bayi baru lahir. Bahkan juga berperan dalam kerusakan
gen dan kromosom, kerusakan paru serta penurunan
sistem kekebalan tubuh.
3) Penelitian juga menyimpulkan malation mempunyai
peran terhadap 28 gangguan pada manusia, mulai dari
gangguan gerakan sperma hingga kejadian hiperaktif
pada anak.
18
b. Dampak Kesehatan dari Pengendalian Demam Berdarah
menggunakana Bacillus Thuringiensis H-14
Seperti yang telah dibahas di atas, pengendalian
vector DBD secara biologis dengan menggunakan patogen
Bacilus thuringiensis H-14 aman untuk digunakan oleh
manusia, karena toksin yang dikandungnya labil terhadap
cahaya dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang
(briket) yang tampak mempunyai aktivitas residu lebih besar
tersedia secara komersial sehingga dapat digunakan dengan
aman dalam air minum.
Keuntungan dari tindakan pengendalian secara
biologis mencakup tidak adanya kontaminasi kimiawi
terhadap lingkungan, kekhususan terhadap organisme target
(efek BTI sebagai contoh, terbatas pada nyamuk dan yang
berhubungan dengan diptera ) dan penyebaran mandiri dari
beberapa preparat ke tempat-tempat yang tidak dapat
ditangani dengan mudah oleh cara lain.
Sampai saat belum ditemukan atau belum ada laporan yang
menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis
pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit.
Namun, sel vegetatif B. thuringiensis berpotensi
memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh
19
Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat
menyebabkan penyakit manusia atau tidak.
Adapun kerugian dari tindakan pengendalian biologis
mencakup mahalnya pemeliharaan organisme, kesulitan
dalam penerapan dan produksinya serta keterbatasan
penggunaannya pada tempat-tempat yang mengandung air
dimana sugu, pH dan polusi organic dapat melebihi
kebutuhan sempit agen, juga fakta bahwa pengendalian
biologis ini hanya efektif terhadap tahap imatur dari nyamuk
vector. Lebih jauh lagi, penurunan dalam jumlah larva tidak
selalu harus terjadi dalam kaitannya dengan penularan
penyakit, karena bila makanan dibatasi, penurunan
kejenuhan larva dapat mengakibatkan nyamuk yang lebih
besar dan lebih sehat dan juga lebih mampu untuk bertahan
hidup. Larvasida ini tidak berdaur ulang dan tidak stabil
dalam penyimpanan (WHO, 1979) serta interval waktu yang
dibutuhkan untuk penyemprotan hanya berkisar 1 minggu.
Selain itu tidak dapat mengendalikan pupa serangga
sasaran, karena bekteri tersebut hanya dimakan jentik.
4. Pengendalian menggunakan Air Beras sebagai Cara Biologis
yang Lebih Baik Digunakan sebagai Bentuk Pengendalian
Demam Berdarah Dengue
20
Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vaktor
yang dilakukan secara berulang-ulang dapat menimbulkan
resistensi vector, matinya hewan lain yang bukan merupakan
target serta menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena
itu, perlu mencari alternative lain untuk mengendalikan vector
penyakit. Salah satu cara yang paling banyak diteliti dan
potensial serta dipandang mempunyai prospek dimasa
mendatang adalah menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis
yang pathogen terhadap larva nyamuk, sehingga Pengendalian
vector secara hayati mulai mendapat perhatian kembali yang
lebih besar, baik dari segi penelitian maupun penerapan di
lapangan sejak pertengahan abad ini. Salah satu cara
pengendalian vector secara hayati adalah dengan
menggunakan B. thuringiensis H-14
B . Thuringiensis H-14 (BTI) BTI adalah larvasida nyamuk
yang ampuh, secara lingkungan tidak mengganggu yang
tampak sangat aman untuk manusia. TI tersedia secara
komersial dibawah sejumlah nama dagang. Korpus paraspora
yang mebentuk preparat ini mengandung toksin yang
berdegranulasi semata-mata dalam lingkungan alkali pada usus
nyamuk.
21
Bacilus thuringiensis bersifat kosmopolit antara lain dapat
diisolasi dari tanah khususnya tanah yang berada di bawah
pohon, cabang dan lubang pohon yang sudah tua umurnya,
tanah yang becek, tempat pembiakan larva nyamuk yang sehat
maupun larva yang sakit (Blondine dan Widyastuti, 1991; Lee,
1998).
Keuntungan dari bahan pembasmi ini adalah bahwa
penggunaannya memusnahkan larva nyamuk tetapi
menyelamatkan predator entomofagus yang mungkin ada.
Formulasi BTI cenderung untuk menetap di dasar wadah air
segera setelah penggunaan dan memerlukan penggunaan
berulang. Selain itu, toksin yang dikandungnya labil terhadap
cahaya dan dirusak oleh sinar matahari. Formulasi batang
(briket) yang tampak mempunyai aktivitas residu lebih besar
tersedia secara komersial dan dapat digunakan dengan aman
dalam air minum. Kelebihan dari penggunaan agen larvisidal
terhadap B. thuringiensis H-14, karena daya racun yang tinggi
terhadap jentik nyamuk dan jentik lalat hitam, sedangkan ikan
dan serangga air lainnya tidak terpengaruh olehnya (Dit. Jen.
P2M & PLP, 1986), bioinsektisida tersebut bersifat spesifik
target, tidak toksik terhadap lingkungan dan organisme yang
bukan menjadi sasaran, khususnya predator jentik nyamuk dan
vertebrata lain serta juga aman bagi manusia (Mulla dkk, 1984).
22
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut :
1. Dosis efektif dari thermal fogging dalam pengendalian aedes
aegypti sebagai vector demam berdarah dengue yaitu insektisida
LADEN 500EC (b.a Malathion 500 g/l) dosis 750 dan 1000 ml/ha
baik dilarutkan dalam solar maupun air.
2. Larva Ae. Aegypti rentan terhadap B. thuringiensis H-14 sehingga
dapat digunakaln sebagai salah satu pengendalian vector cara
biologis.
3. Dampak kesehatan dari insektisida LADEN 500EC (b.a Malathion
500 g/l) yaitu merupakan polutan dan menyebabkan berbagai
kelainan dalam tubuh manusia. Sedangkan menggunakan B.
thuringiensis H-14 aman bagi kesehatan dan lingkungan, hingga
saat ini, belum ada dampak negatif yang spesifik dari penggunaan
B. thuringiensis H-14.
23
4. Karena thermal fogging memiliki dampak terhadap kesehatan maka
sudah seaharusnya pengendalian demam berdarah dengue
menggunakan B. thuringiensis H-14 karena tidak memiliki dampak
negative terhadap kesehatan.
B. Saran
Berdasarkan simpulan, direkomendasikan agar :
1. Thermal fogging menggunakan LADEN 500EC (b.a Malathion 500
g/l) dilakukan hanya pada lokasi yang sedang terjadi penularan
demam berdarah dengue dan harus didahuli dan diikuti gerakan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serentak.
2. Pemerintah memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk
memanfaatkan makhluk hidup yang ada disekitar sebagai upaya
pengendalian vektor secara biologis. Dan masyarakat harus
senantiasa menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari
faktor penyebab penyakit, terutama yang disebabkan oleh nyamuk.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Choirul. 2008. Fogging Bukan Solusi Terbaik lakukan 3M. http://mediainfokota.jogjakota.go.id/detail.php?berita_id=126. (7 September 2012)
Boesri, Hasan dan Damar tri Boewono. 2007. Jurnal Pengendalian nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus denagn Penyemprotan Sistem Pengasapan (thermal fogging) menggunakan Insektisida Laden 500EC. (9 September 2012) Blondine Ch.P dan Umi Widyastuti.Pencarian dan Isolasi Patogen Serta pengujian Potensinya sebagai Pengendali Jentik Nyamuk.Buletin Penelitian Kesehatan. (9 September 2012)
Blondine Ch.P dan Damar TB.Pengendalian Vektor DBD Aedes Aegypti menggunakan Bacillus thuringiensis H-14 Galur Lokal Formulasi Bubuk (powdew) di Kota Salatiga. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (9 September 2012)
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. (8 September 2012)
Daud, Anwar. 2005. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Hasanuddin University Press. Makassar. (7 September 2012)
Depkes RI.2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.Depkes RI. Jakarta. (9 September 2012)
Intan. 2010. Dampak Fogging. http://bungajepun.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. (7 September 2012)
Ircham Machfoedz, Eko suryani, Sutrisno dan Sabar santoso. 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan.Fitramaya.Yogyakarta. (9 September 2012)
25
NN. 2008. Makalah Nyamyk Aedes dan Pengendaliannya . http://informasi-budidaya.blogspot.com/2011/04/makalah-nyamuk-aedes-dan.html . (7 September 2012)
P2M-Dinkes Kota Salatiga.Laporan Kegiatan Program Penanggulangan DBD di Kota Salatiga tahun 2006.Dinkes Kota Salatiga. Jawa Tengah. (9 September 2012)
Praba Ginanjar, dkk. 2006. Efikasi Isolat Bacillus thuringiensis dari Tanah yang Ditumbuhkan dalam Media Air Cucian Beras Terhadap larva Aedes aegypti.Proceeding Strategi Pengendalian Nyamuk sebagai Vektor Tular penyakit Dalam Upaya Peningkatan Kualitas kesehatan Masyarakat.Badan penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.ISBN : 979-7040425-4 . (9 September 2012)
Yuiana, Mareta. 2008. Satuan Penyuluhan Penyakit DBD. http://ners-blog.blogspot.com/2011/10/satuan-penyuluhan-penyakit-dbd.html (9 September 2012)
26