makalah imunologi

32
MAKALAH IMUNOLOGI SEDIAAN YANG BEREDAR BERKAITAN DENGAN SISTEM IMUN Oleh : YULIA DARSIH (1001118) Kelas B Dosen : Dra. SYILFIA HASTI, M.Farm., Apt.

Upload: yulia-darsih

Post on 24-Oct-2015

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH IMUNOLOGI

MAKALAH IMUNOLOGI

SEDIAAN YANG BEREDAR BERKAITAN DENGAN SISTEM

IMUN

Oleh :

YULIA DARSIH (1001118)

Kelas B

Dosen : Dra. SYILFIA HASTI, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI S1

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

2013

Page 2: MAKALAH IMUNOLOGI

Penyakit autoimun berkembang bila sistem imun mengalami sensitisasi oleh protein

endogen dan menganggapnya sebagai protein asing. Hal ini merangsang pembentukan

antibodi atau perkembangan sel T yang dapat bereaksi dengan antigen endogen ini. Efektivitas

terapi imunosupresan tergantung dari jenis penyakit, dan umumnya kurang efektif dibanding

dengan pencegahan reaksi transplantasi atau pencegahan reaksi hemolitik rhesus. Berbagai

penyakit autoimun seperti ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura), anemia hemolitik

autoimun, dan glomerulonefritis akut, umumnya memberi respon cukup baik terhadap pemberian

prednisone saja. Untuk kasus berat diperlukan penambahan obat sitotoksik.

Penyakit autoimun timbul dari respon kekebalan (respon sistem imun) yang terlalu aktif

dari tubuh terhadap zat dan jaringan dalam tubuh. Dengan kata lain, tubuh justru menyerang sel

tubuh itu sendiri.Penyakit autoimun sampai hari ini belumlah ditemukan apa yang menjadi

penyebabnya. Dunia kedokteran saat ini sedang sangat mencurahkan perhatian terhadap penyakit

autoimun ini.

Empat kelompok obat imunosupresan yang digunakan di klinik adalah kortikosteroid,

penghambat kalsineurin, sitotoksik, dan antibodi.

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid (glukokortikoid) digunakana sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi

dengan imunosupresan lain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi dan untuk

mengatasi penyakit autoimun. Prednison dan prednisolon merupakan glukokortikoid yang

paling sering digunakan.

Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat, terutama bila diberikan

dalam dosis besar. Studi terbaru menunjukkan bahwa kortikosteroid menghambat proliferasi

sel limfosit T, imunitas seluler, dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin (IL-1, IL-

Page 3: MAKALAH IMUNOLOGI

2, IL-6, IFN-α, dan TNF-α). Terdapat bukti bahwa berbagai gen sitokin

memiliki glucocorticoid response element yang bila berikatan dengan kortikosteroid akan

menyebabkan hambatan transkripsi gen IL-2. Kortikoteroid juga memiliki efek antiinflamasi

nonspesifik dan antiadhesi.

Kortikosteroid biasanya digunakan bersama imunosupresan lain dalam mencegah

penolakan transplantasi. Selain itu, kortikosteroid juga digunakan untuk berbagai penyakit

autoimun. Penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang sering menimbulkan berbagai

efek samping seperti meningkatnya risiko infeksi, ulkus lambung/duodenum, hiperglikemia,

dan osteoporosis.

2. Penghambat kalsineurin

Siklosporin dan takrolimus memiliki struktur kimia yang berbeda namun bekerja

dengan mekanisme yang sama, yaitu menghambat kalsineurin. Di dalam sitoplasma limfosit

T (CD4), siklosporin berikatan dengan siklofilin, sedangkan takrolimus dengan FK506-

binding protein(FKBP). Ikatan ini selanjutnya menghambat fungsi kalsineurin. Kalsineurin

Page 4: MAKALAH IMUNOLOGI

adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan memegang peranan kunci dalam defosforilasi

protein regulator di sitosol, yaitu NFATc (nuclear factor of activated T cell). Siklosporin

juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-β yang mrupakan

penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi TGF-β diduga

memegang peranan penting pada efek imunosupresan siklosporin.

Siklosporin sangat berperan meningkatkan keberhasilan transplantasi. Siklosporin juga

bermanfaat pada beberapa penyakit autoimun seperti sindrom Behcet, uveitis endogen,

psoriasis, dermatitis atopic, rematoid arthritis, penyakti Crohn, dan sindrom nefrotik.

Siklosporin diberikan jika terapi standar dengan kortikosteroid gagal. Dalam banyak kasus

di atas, sikloporin dikombinasi dengan kortikosteroid.

Takrolimus digunakan dengan indikasi yang sama dengan siklosporin, terutama untuk

transplantasi hati, ginjal, dan jantung. Takrolimus kira-kira 100x lebih aktif dibandingkan

siklosporin.

Efek samping utama siklosporin adalah gangguan fungsi ginjal yang dapat terjadi pada

75% pasien yang mendapat siklosporin. Gangguan fungsi ginjal juga seirng menjadi factor

utama penghentian pemberian siklosporin. Takrolimus menunjukkan toksisitas yang mirip

dengan siklosporin. Nefrotoksisitas merupakan efek samping utama. Efek jangka panjang

sama dengan obat imunosupresan lain.

3. Sitotoksik

Sebagian besar obat sitotoksik digunakan sebagai antikanker. Beberapa diantaranya

digunakan sebagai imunosupresan untuk mencegah penolakan transplantasi dan pengobatan

penyakit autoimun. Obat kelompok ini menghambat perkembangan sel limfosit B dan T.

Page 5: MAKALAH IMUNOLOGI

4. Antibodi

Antibodi monoclonal dan poliklonal terhadap antigen yang ada di permukaan limfosit

digunakan secara luas untuk mencegah penolakan transplantasi (mayoritas) dan pada

berbagai penyakit autoimun, ataupun pengobatan kanker.

Antibodi poliklonal terdiri dari ATG (antithymocyte globulin), immunoglobulin

intravena (IGIV). Antibody monoclonal terdiri dari anti CD 3 dan Rh0 (D) immunoglobulin.

Sedangkan antibody monoclonal lainnya adalah trastuzumab, rituksimab, daklizumab,

basiliksimab, absiksimab, infliksimab, dan adalimumab.

Berikut obat-obat yang berkaitan dengan sistem imun:

1. Metotreksat

Komposisi :

Metotreksat

Nama paten :

Methotrexate (Upjohn Indonesia) cairan injeksi 25mg/ml, 100mg/ml (K)

Emthexate (Combiphar) cairan injeksi 2,5mg/ml; tablet 2,5mg (K)

Farmitrexat (Carlo Erba Italy) cairan injeksi 2,5mg/ml; tablet 2,5mg (K)

Mitoxat (Kalbe Farma) cairan injeksi 2,5 mg/ml; tablet 2,5mg

Texorate (Fahrenheit) tablet 2,5mg (K)

Nama kimia : 4-amino-4-deoxy--10-methylpteoryl-L-glutamic acid

Struktur kimia : C20H22N8O5

Sifat fisikokimia :

Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye, higroskopis. Praktis tidak larut dalam air,

alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan karbonat.

Page 6: MAKALAH IMUNOLOGI

Data farmakokinetik :

Kadar serum puncak dicapai selama 1-2 jam. Bioavailibilitas kira-kira 60%. Makananan

memperlambat absorpsi dan menurunkan konsentrasi puncak. Sekitar 50% terikat pada

protein. Monotreksat mengalami metabolisme hepatik dan intraseluler. Waktu paro terminal

sekitar 3 sampai 10 pada pasien yang sedang menjalani terapi psoriasis, RA, atau terapi

neoplatis dosis rendah (kurang dari 30mg/m2). Rute eliminasi primer melalui ekskresi ginjal

dan tergantung pada dosis dan cara pemberian.

Farmakologi :

Onset kerja: Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan lebih lama dari

12 minggu.;Absorpsi: Oral: cepat : diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2); tidak

lengkap setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap;Distribusi: Penetrasi lambat sampai cairan fase

3 (misal pleural efusi, ascites), eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari

plasma), melewati plasenta, jumlah sedikit masuk kelenjar susu, ;konsentrasi berangsur-

angsur dikeluarkan di ginjal dan hati.;Ikatan protein: 50%.;Metabolisme: <10%: Degradasi

dengan flora intestinal pada dampak dengan karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi

metotreksat menjadi 7-OH metotreksat di hati; ;poliglutamat diproduksi secara mempunyai

kekuatan samadengan metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat

dieliminasi oleh sel T. Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.;Ekskresi: Urin (44%-

100%); feses (jumlah kecil)

Mekanisme kerja :

Metotreksat yang masuk kedalam tubuh, kemudian akan diserap ke dalam sel. Methotreksat

yang terserap kemudian akan dipecah menjadi adenosine. Dengan adanya penambahan

jumlah adenisin melalui pemecahan methotreksat akan terjadi peningkatan jumalah

Page 7: MAKALAH IMUNOLOGI

adenosine didalam sel. Adenosine merupakan senyawa endogen yang diproduksi oleh sel

dan jaringan yang bertanggungjawab terhadap stress fisik ataupun yang diakibatkan oleh

metabolit, sehingga adenosine merupakan senyawa endogen yang berperan sebagai agen

anti-inflamasi. Kemampuan methotreksat sebagai anti-inflamasi ditunjukkan dengan adanya

gugusan adenine yang dilepaskan dari metotreksat (Limanto,2012). Mekanisme kerja

metotreksat dalam artritis tidak diketahui, tapi mungkin mempengaruhi fungsi imun. ;Dalam

psoriasis, metotreksat diduga mempunyai kerja mempercepat proliferasi sel epitel kulit.

Indikasi :

Korikarsinoma gestasional, korioadenoma destruens, molahidatiform. Profilaksis leukemia

meniengeal pada lekimea limfositik akut dan sebagai terapi pemeliharaan dalam kombinasi

dengan anti kanker lain. Terapi legeantmial sebagai terapi tunggal atau kombinasi kanker

payudara, kanker epidermoid kepala & leher. Kaner paru stadium lanjut (terutama jenis sel

kecil dan sel skuamosa). Sebagai terapi kombinasi untuk lifoma non hodkin stadium lanjut.

Terapi simtomatik psiorasis berat.

Kontra Indikasi :

Wanita hamil dan menyusui. Alkoholisme, penyakit hati alhkoholik, atau penyakit hati

kronis lainnyapasien dg diskresia darah. Hipersenditivitas terhadap metrotreksat.

Perhatian :

Pantau toksisitas sumsum tulang, hati, paru, ginjal. Hati-hati pada pasien gd kerusakan

fungsi ginjal, ascites, atau efusi pleura. Hati-hati penggunaan bersama AINS.

Informasi Obat :

Page 8: MAKALAH IMUNOLOGI

Analgetik : ekskresi dikurangi oleh asetosal, azapropazon, diklofenak, indometasin,

ketoprofen, naproksen, fenilbutazon, dan mungkin AINS lain (meningkatkan resiko

toksisitas).

Antibakteri : efek antifolat ditingkatkan oleh kotrimoksazol dan trimetropim; ekskresi

diturunkan oleh penisilin (meningkatkan resiko toksisitas).

Antiepileptika : fenitoin meningkatkan efek antifolat.

Antimalaria : efek antifolat ditingkatkan oleh pirimetamin (terkandung dalam Fansidar

dam Maloprim).

Siklosporin : meningkatkan toksisitas

Retinoid : kadar plasma metotreksat dinaikan oleh asiterin (juga meningkatkan resiko

hepatotoksisitas).

Urikosurika : ekskresi diturunkan oleh probenesid (meningkatkan resiko toksisitas).

Interaksi makanan :

Serum level metotreksat bisa menurun jika bersama dengan makanan. Makanan dengan

banyak susu dapat menurunkan absorpsi metotreksat. Folat dapat menurunkan respons obat.

Hindari echinacea (mempunyai sifat sebagai imunostimulan)

Interaksi obat :

Efek meningkatkan/toksisitas: Pengobatan bersama dengan NSAID telah menghasilkan

supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik dan toksisitas pada saluran gastrointestinal.

NSAID tidak boleh digunakan selama menggunakan metotreksat dosis sedang atau tinggi

karena dapat meningkatkan level metotreksat dalam darah (dapat menaikkan

toksisitas): ;NSAID digunakan selama pengobatan dari reumatoid artritis tidak pernah amati,

tapi kelanjutan dari regimen terdahulu pernah diikuti pada beberapa keadaan, dengan

Page 9: MAKALAH IMUNOLOGI

peringatan monitoring. Salisilat bisa meningkatkan level metotreksat, ;bagaimanapun

penggunaan salisilat untuk profilaksis dari kejadian kardiovaskular tidak mendapat

perhatian.;Penisilin, probenesid, sulfonamid, tetrasiklin dapat meningkatkan konsentrasi

metotreksat karena adanya penurunan sekresi pada tubular ginjal. ;Zat hepatoksik (asitretin,

retinoid, sulfasalazin) bisa meningkatkan resiko hepatotoksik dari metotreksat. Penggunaan

bersama dengan siklosforin dapat meningkatkan level dan toksisitas keduanya.;Metotreksat

bisa meningkatkan level merkaptopurin atau teofilin. ;Metotreksat ketika diberikan dengan

sitarabin, dapat mengubah efikasi dan toksisitas dari sitarabin, beberapa regimen kombinasi

(misalnya hiper-CVAD) pernah di desain untuk mendapatkan keuntungan dari interaksi

ini.;Efek Penurunan: Kolestiramin bisa menurunkan level metotreksat. Kortikosteroid

menurunkan pengambilan metotreksat pada leukimia sel. Pemberian obat ini seharusnya

dipisah selama 12 jam. Deksametason pernah dilaporkan tidak menyebabkan masuknya

metotreksat ke dalam sel.`

Pengaruh kehamilan : Faktor risiko : X

Pengaruh menyusui :

Metotreksat didistribusikan ke dalam air susu, dikontraindikasikan untuk ibu menyusui.

Dosis :

Koriokarsinoma & penyakit trufoblatik sejenis : 15-30 mg/hari i.m. selama 5 hari. ulangi 3-5

hari priode istirahat selama 1 minggu. Karsinoma payudara : 40mg/m2 i.v. pada hari ke 1 &

8. Terapi induksi leukemia : 3,3 mg/m2 dalam kombinasi dengan 60mg/m2, diberikan tiap

hari. Methotrexate diberikan bersama antineoplastik lain untuk terapi pemeliharaan,

diberikan 2x perminggu setiap 14 hari. Leukemia meningeal: 200-500mcg/kgBB intratekal,

interfal 2- 5 hari. Psoriasis : 10-25 mg/minggu i.m/i.v. dosis tunggal.

Page 10: MAKALAH IMUNOLOGI

Efek Samping :

Supresi sumsum tulang dan toksisitas gastrointestinal. Diare. Limfoma malignan. Stomatitis

ulseratif, leucopenia, mual, ketidaknyamanan abdominal. Malaise, fatigue, demam dan

menggigil, penurunan ketahanan terhadap infeksi. Jangka panjang : hepatotoksisitas,

fibrosis, sirosis.

Bentuk sediaan :

Tablet 2.5 mg;Vial 5 mg/2ml;Vial 50 mg/2 ml;Ampul 5 mg/ml;Vial 50mg/5ml

2. Azathioprine

Deskripsi :

Azathioprine termasuk golongan obat yang dikenal

sebagai agen imunosupresif. Obat ini digunakan untuk

mengurangi kekebalan alami tubuh pada pasien yang

menerima transplantasi organ. Azathioprine adalah obat

yang sangat kuat. Berkonsultasilah dengan dokter

mengenai kebutuhan untuk dan risiko pengobatan. Azathioprine dapat menyebabkan efek

samping yang dapat sangat serius. Azathioprine hanya tersedia dengan resep dokter.

Nama paten :

Imuran® (GlaxoSmithkline Indonesia)

Komposisi :

Azathioprine

Mekanisme kerja :

Azatioprin adalah inhibitor mitosis, bekerja pada fase S, menghambat sintesis asam

inosinat, prekursor purin, asam adenilat dan guanilat. Baik sel T maupun sel B akan

Page 11: MAKALAH IMUNOLOGI

terhambat proliferasinya oleh azatioprin. Azatioprin menghambat sintesis purin sel dan

mengakibatkan hambatan penggandaan sel. Azatioprin berperan menekan fungsi sistem

imun selular yaitu menurunkan jumlah monosit dan fungsi sel K. Pada dosis 1-5 mg/kgBB

tidak berpengaruh pada sistem imun humoral. Dengan menurunkan fungsi sistem selular ini

maka penerimaan transplan dipermudah dan timbul anergi. Kerugiannya adalah

meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan kecenderungan timbul keganasan.

Siklosporin menghambat aktifasi sel T dengan menghambat transkripsi gen yang menyandi

IL-2 dan IL-2R. Siklosporin A adalah suatu heksa-dekapeptida berasal dari jamur yang

mempunyai khasiat menghambat proliferasi dan transformasi sel Th, menghambat

sitotoksisitas sel Th, menghambat produksi limfokin sel Th, dan meningkatkan aktivitas sel

Ts. Pada transplantasi organ, obat ini meningkatkan masa hidup transplan. Kerugiannya

adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan kejadian penyakit limfoproliferatif.

Data farmakokinetik :

Azatioprin diabsorbsi baik melalui pemberian oral. Kadar dalam darah sedikit karena

berkolerasi dengan kadar tiopurin nukleotida yang banyak di jaringan dibandingakan di

plasma.

Indikasi :

Rheumatoid arthritis

Pencegahan penolakan dalam transplantasi organ dan jaringan

Penyakit autoimun

Renal homotransplantations

Kondisi penyakit lainnya yang menurut dokter memerlukan obat ini

Kontraindikasi :

Page 12: MAKALAH IMUNOLOGI

Peningkatan risiko infeksi serius dan neoplasia dalam imunosupresi kronis

Leukopenia

Trombositopenia

Gangguan ginjal atau hati

Dosis :

Dosis Dewasa :

Rheumatoid arthritis awal 1 mg/kg/hari selama 6-8 minggu. Dosis dapat menyesuaikan

secara bertahap menjadi 2,5 mg/kg/hari jika diperlukan.

Pencegahan penolakan dalam transplantasi organ dan jaringan 1-5 mg/kg/hari.

Penyakit autoimun 1-3 mg/kg/hari.

Renal homotransplantation Awal: 3-5 mg/kg/hari dimulai pada saat transplantasi.

Pemeliharaan: 1-3 mg/kg/hari.

Perhatian :

Monitor hitung darah lengkap tiap minggu selama 8 minggu pertama terapi, terutama yang

mendapat dosis tinggi atau mengalami gangguan fingsi ginjal/hati berat, Hentikan terapi

secara bertahap.

Efek samping :

Seiring dengan efek yang diperlukan, obat dapat menyebabkan beberapa efek yang tidak

diinginkan. Beberapa efek samping yang akan memiliki beberapa tanda dan gejala. Efek

samping mungkin dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah

mengonsumsi obat ini. Efek samping yang baru terjadi setelah beberapa bulan atau tahun

mungkin termasuk jenis kanker tertentu, seperti leukemia, limfoma, atau kanker kulit.

Segera hubungi dokter jika terjadi salah satu efek samping berikut ini:

Page 13: MAKALAH IMUNOLOGI

Batuk atau suara serak

Demam atau kedinginan

Punggung bawah atau samping nyeri

Nyeri atau sulit buang air kecil

Kelelahan atau kelemahan

3. Prednison

Nama Generik:

Prednison

Nama Kimia:

17-hydroxy-17-(2-hydroxyacetyl)-10,13-dimethyl-

7,8,9,10,12,13,14,15,16,17-decahydro-6H- cyclopenta[a]phenanthrene-3,11-dione

Ket:

Prednison merupakan pro drug, yang di dalam hati akan segera diubah menjadi prednisolon,

senyawa aktif steroid.

Sifat fisikokimia:

Prednison adalah serbuk kristalin berwarna putih, tak berbau. Sangat sedikit larut dalam air,

sedikit larut dalam etanol, methanol, kloroform, dan dioksan. BM 358,428 g/mol

Sub Kelas Terapi:

Hormon, Obat Endokrin Lain dan Kontraseptik

Farmakologi:

Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison),

umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi

adrenokortikal. ;Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek

Page 14: MAKALAH IMUNOLOGI

imunosupresan dan anti radangnya yang kuat.;Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek

metabolik.;Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik

yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks

hormon-reseptor. ;Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan

menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein

tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga

diperoleh, ;misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid,

meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat

vasoaktif , dan efek anti radang. ;Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat

terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami

dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. ;Oleh sebab itu jika sudah

diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-

tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat

dilakukan selama beberapa hari, ;jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat

memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah

diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat

menyebabkan krisis Addisonian,;yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang

mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi

kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini;Pemberian prednison per oral

diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon,

hormon kortikosteroid yang aktif.

Stabilitas Penyimpanan:

Simpan pada suhu 150 - 300C

Page 15: MAKALAH IMUNOLOGI

Kontra Indikasi:

Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen

obat lainnya.

Efek Samping:

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :;- Retensi cairan tubuh;- Retensi natrium;-

Kehilangan kalium;- Alkalosis hipokalemia;- Gangguan jantung kongestif;-

Hipertensi;Gangguan Muskuloskeletal :;- Lemah otot;- Miopati steroid;- Hilangnya masa

otot;- Osteoporosis;- Putus tendon, terutama tendon Achilles;- Fraktur vertebral;- Nekrosis

aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai;- Fraktur patologis dari tulang

panjang;Gangguan Pencernaan :;- Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai

perforasi dan perdarahan;- Borok esophagus (Ulcerative esophagitis);- Pankreatitis;-

Kembung;- Peningkatan SGPT (glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate

oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi

dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika terapi dihentikan.;Gangguan

Dermatologis :;- Gangguan penyembuhan luka;- Kulit menjadi tipis dan rapuh;- Petechiae

dan ecchymoses;- Erythema pada wajah;- Keringat berlebuhan;Gangguan Metabolisme :;-

Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein;Gangguan

Neurologis :;- Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri),

biasanya setelah terapi;- Konvulsi;- Vertigo;- Sakit kepala;Gangguan Endokrin :;-

Menstruasi tak teratur;- Cushingoid;- Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal,

terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit;- Hambatan

pertumbuhan pada anak-anak;- Menurunnya toleransi karbohidrat;- Manifestasi diabetes

mellitus laten;- Perlunya Peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral)

Page 16: MAKALAH IMUNOLOGI

pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus;- Katarak subkapsular posterior;-

Tekanan intraokular meningkat;- Glaukoma;- Exophthalmos;Lain-lain :;- Urtikaria dan

reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas

Interaksi Obat:

1) Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan

rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi

kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, ;maka dosis kortikosteroid harus

ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.;2) Obat-obat seperti

troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan

akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika

diberikan bersamaan, maka dosis ;kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari

toksisitas steroid.;3) Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang

diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan

apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas

salisilat. ;Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama

dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. ;4) Efek

kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan

adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan

apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. ;Oleh sebab itu indeks koagulasi

harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang

diharapkan.

Pengaruh Anak:

Page 17: MAKALAH IMUNOLOGI

Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak

boleh diberikan jangka panjang.

Pengaruh Kehamilan:

Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori C

Pengaruh Menyusui:

Tidak ada data mengenai penggunaan vaksin selama menyusui. World Health Organization

Rating menyebutkan kompatibel bagi ibu menyusui. Thomson Lactation Rating

menyebutkan risiko terhadap bayi kecil.

Bentuk Sediaan:

Tablet 5 mg, Kaptab 5 mg

Peringatan:

Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan sangat rentan terhadap infeksi, antara lain

infeksi oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar

dijaga agar terhindar dari sumber infeksi.;Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala

infeksi atau penyakit lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi dalam periode

penggunaannya. ;Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak

subkapsular posterior, glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat

memperkuat infeksi mata sekunder yang disebabkan oleh virus ataupun jamur. ;Pemberian

vaksin hidup ataupun vaksin hidup yang dilemahkan, merupakan kontraindikasi untuk

pasien yang sedang mendapat terapi kortikosteroid dosis imunosupresan. Vaksin yang

dibunuh atau diinaktifkan dapat saja diberikan, ;tetapi responnya biasanya tidak memuaskan.

;Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism ataupun sirosis biasanya menunjukkan

Page 18: MAKALAH IMUNOLOGI

efek kortikosteroid yang lebih kuat. ;Kortikosteroid harus diberikan secara sangat berhati-

hati pada pasien dengan herpes simpleks okular karena risiko terjadinya perforasi kornea.

Informasi Pasien:

Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari

sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat

infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda.

Mekanisme Aksi:

Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti radang.

4. Siklosporin A

Nama paten :

Neoral®

Sandimmune®

Mekanisme kerja :

Siklosporin A dalam respons imun adalah spesifik dengan :

Menekan secara langsung sel T helper subsets dan menekan secara umum produksi

limfokin-limfokin (IL-2, interferon, MAF, MIF). Secara umum CsA tidal( menghambat

fungsi sel B.

Produksi sel B sitotoksik dihambat oleh CsA dengan blocking sintensis IL-2.

Secara tidak langsung mengganggu aktivitas sel NK (natural killer cell) dengan

menekan produksi interferon, di mana interferon dalam mempercepat proses

pematangan dan sitolitik sel NK.

Populasi makrofag dan monosit tidak dipengaruhi oleh CsA sehingga tidak

mempengaruhi efek fagositosis, processing antigen dan elaborasi IL-1.

Page 19: MAKALAH IMUNOLOGI

Data farmakokinatik :

Absorpsi pada saluran gastrointestinal tidak sempurna dan banyak dipengaruhi. Sebagian

besar didistribusikan di luar volume darah; sekitar 33%-47% dalam plasma. 4-9% dalam

limfosit, 5-12% dalam granulosit dan 41-58% dalam eritrosit. Dalam plasma. Dalam plasma,

sekitar 90% terikat pada protein terutama lipoprotein. Siklosporin dimetabolisme oleh

system enzim hepatic sitokrom P-450 3A4. Siklosporin diekskresikan terutama lewat

empedu, hanya 6% dosis yang diekskresikan melalui urine.

Indikasi :

Transplantasi : transplantasi organ, transplantasi sumsum tulang.

Penyakit autoimun : psoriasis, uveitis endogenosa.

Kontra Indikasi :

Hipersensitif terhadap Siklosporin dan Minyak Jarak Polioksietilasi (untuk infus

intravena/IV).

Perhatian :

Fungsi ginjal dan hati harus diawasi dengan ketat.

Awasi terus kadar Siklosporin dalam darah, kreatinin serum, dan tekanan darah.

Hindari diet tinggi asupan Kalium, obat-obat yang mengandung Kalium, atau diuretika

hemat Kalium.

Vaksinasi selama terapi.

Menyusui.

Interaksi obat :

Aminoglikosida, Amfoterisin B, Siprofloksasin, Melfalan, obat-obat anti radang non steroid,

Kolkisin, Lovastatin, Ketokonazol, antibiotik makrolida seperti Eritromisin dan Josamisin,

Page 20: MAKALAH IMUNOLOGI

obat-obat kontrasepsi oral, Propafenon dan beberapa pemblok saluran Kalsium seperti

Diltiazem, Nikardipin dan Verapamil, Barbiturat, Karbamazepin, Fenitoin, Matamizol,

Rifampisin, Nafsilin, penggunaan intravena Trimetoprim dan Sulfadimidin, Prednisolon,

Metilprednisolon.

Efek Samping :

Gangguan fungsi ginjal, disfungsi hati, hipertensi, hipertrikosis, hipertrofi gusi, gemetar,

kelelahan, gangguan saluran pencernaan.

Kadang-kadang : hiperkalemia, hiperurisemia, edema, gangguan perasaan kulit seperti

kesemutan, berat badan meningkat, sakit kepala, ruam kulit, dismenore (nyeri pada saat

haid) atau amenore (tidak haid) yang bersifat sementara.

Jarang : kram otot.

Indeks Keamanan Pada Wanita Hamil kategori C:

Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik atau embriosidal

atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada

wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan

potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.

Kemasan : Kapsul 100 mg x 50 biji.

Dosis :

Transplantasi organ : 10-15 mg/kg berat badan/hari dalam 2 dosis terbagi, dimulai 12

jam sebelum pembedahan dan dilanjutkan 1-2 minggu setelah operasi.

Dosis diturunkan secara bertahap menjadi 2-6 mg/kg berat badan dalam 2 dosis terbagi.

Transplantasi sumsum tulang : dimulai pada hari sebelum transplantasi dengan dosis

sebesar 3-5 mg/kg berat badan dalam 2 dosis terbagi sebagai infus (Sandimmun ampul).

Page 21: MAKALAH IMUNOLOGI

Lanjutkan sesudah operasi selama 2 minggu. Kemudian pelihara dengan Sandimmun

Neoral (per oral) 12,5 mg/kg berat badan dalam 2 dosis terbagi selama 3 bulan lebih.

Hentikan secara bertahap setelah 1 tahun.

Uveitis endogenosa : diawali dengan 5 mg/kg berat badan diberikan dalam 2 dosis

terbagi per oral. Dosis dapat ditingkatkan sampai 7 mg/kg berat badan/hari untuk suatu

periode terbatas.

Untuk mencapai remisi (berkurangnya gejala-gejala penyakit) atau untuk meniadakan

serangan peradangan mata, pengobatan kortikosteroid sistemik dengan dosis harian

sebesar 0,2 sampai 0,6 mg/kg berat badan Prednisolon atau yang setara bisa

ditambahkan jika Sandimun Neoral saja tidak mengontrol keadaan dengan baik. Untuk

pengobatan pemeliharaan (pengobatan lanjutan), dosis harus diturunkan secara

perlahan-lahan mencapai kadar efektif terendah, selama fase remisi, tidak boleh

melebihi 5 mh/kg berat badan/hari.

Psoriasis : diawali dengan 2,5 mg/kg berat badan/hari diberikan dalam 2 dosis terbagi.

Jika tidak terdapat kemajuan setelah 1 bulan, dosis bisa ditingkatkan sebesar 0,5-1

mg/kg berat badan/bulan tetapi tidak melebihi 5 mg/kg berat badan. Untuk pengobatan

pemeliharaan (pengobatan lanjutan), dosis dinaikkan berdasarkan keadaan masing-

masing pasien sampai kadar efektif terendah, tidak lebih dari 5 mg/kg berat badan/hari.