makalah ikbal

Upload: ikbal-latieff

Post on 19-Jul-2015

198 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH LOGAM BERAT KIMIA ANALISIS LINGKUNGAN LAUT

PENCEMARAN TELUK BUYAT SULAWESI UTARA OLEH LOGAM MERKURI

OLEH:

IKBAL H31109293

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil alamin, Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Atas ijin-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan penilaian pada mata kuliah Kimia Analisis Lingkungan Laut semester akhir 2011/2012. Penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Dr, Hj. Nursiah La Nafie, M.Si atas arahan dan ilmunya pada kuliah Analisis Lingkungan Laut ini, serta teman-teman yang terlibat dalam penyusunan dan diskusi makalah ini. Penulis sadari makalah ini masih mengadung banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila pada pemanfaatannya nanti ada kekurangan sehingga kritik dan saran sangat diharapkan untuk melengkapi makalah ini. Makassar, April 2012

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sejak mulai digunakan di pertambangan emas, air raksa yang sejak dulu kala dinamai merkuri terus mengancam kehidupan di muka bumi ini. Ancaman kematian akibat bahan beracun itu bahkan kian meluas karena penggunaannya yang kini beragam. Merkuri yang telah dikenal zaman Mesir Kuno dan Romawi sejak awal memang digunakan sebagai bahan pemisah emas dari batuan lain dalam proses pengolahan tambang. Dalam perkembangannya kemudian, merkuri digunakan untuk termometer, bahan penambal gigi, juga baterai. Demikian juga cat dan obat gangguan ginjal. Semua ada merkurinya. Berbagai produk dan aplikasi itu tidak tertutup kemungkinan mencemari lingkungan, baik dalam proses pembuatan, pemakaian maupun pembuangannya. Di antara berbagai kemungkinan itu, yang paling mengancam kesehatan dan kehidupan masyarakat memang limbah dari pertambangan emas. Pencemaran merkuri akibat praktik pertambangan emas yang tidak terkontrol terjadi di berbagai wilayah di Tanah Air khususnya di perairan. Kasus Buyat merupakan kasus yang menasional yang saat ini masih

mengusik ketenangan kita, informasi yang saling kontrofersi membingungkan kita sebagai orang awam. Untuk lebih memperluas pemahaman kita mengenai pencemaran logam merkuri khususnya pada kasus Buyat, maka dibuatlah makalah ini.

1.1 Tujuan Makalah ini dibuat sebagai prasyarat penilaian mata kuliah Kimia Analisis Lingkungan Laut pada semester akhir 2011/2012. Diharapkan kita memiliki pemahaman yang cukup mengenai pencemaran lingkungan oleh logam merkuri dengan mengambil contoh pada kasus yang terjadi di Teluk Buyat, Sulawesi Utara, sehingga dampaknya dapat dihindari kelak.

BAB II PENCEMARAN LINGKUNGAN PERAIRAN OLEH LOGAM MERKURI

Pencemaran merkuri di kawasan perairan Teluk Buyat, Sulawesi Utara, telah diributkan sejak tahun 1990-an, namun kemudian timbul dan tenggelam hingga muncul kembali tahun ini dan menjadi isu hangat dalam beberapa bulan terakhir bahkan mungkin masih akan bergulir hingga tahun depan (Anonim, 2012d). Peneliti dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapeldalda) Sulawesi Utara Rizald Rompas sejak lima tahun lalu sudah melaporkan kontaminasi merkuri telah meracuni sejumlah kawasan laut dan sungai di Sulawesi Utara minimal sejak tahun 1990. Hal yang sama juga dilaporkan peneliti dari Universitas Sam Ratulangi, Manado, pada tahun 1996 (Anonim, 2012d). Kontaminasi merkuri di wilayah perairan dan pantai Sulut dilaporkan Bapedalda Sulut merupakan limbah dari aktivitas pertambangan emas rakyat, yang kurang mendapat pengawasan pemerintah seperti di Dimembe, Ranoyapo, dan Ratatotok di Kabupaten Minahasa. Diperkirakan sekitar 40 persen merkuri yang dipakai para penambang emas rakyat di kabupaten itu merembes ke laut, melalui pencucian tromol dan pada proses pemanggangan batuan (Anonim, 2012c). Praktik itu menimbulkan pencemaran ke kawasan teluk hingga kini dan memberikan dampak negatif. Tahun 1995 terdeteksi merkuri di atas ambang batas pada hati ikan kerong-kerong (Terapon jarbua) yaitu 9,1 mg/g merkuri, 18 kali lebih tinggi dari panduan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) (Anonim, 2012c).

Gambar 1: hati ikan kerong-kerong yang terkontaminasi merkuri Analisis sampel darah pada warga Buyat yang dilakukan FMIPA UI Juli 2004 menunjukkan kadar total merkuri dalam darah mereka melebihi batas normal rata-rata 8 mikrogram per liter menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety). Penduduk yang diperiksa bahkan ada yang kadar merkurinya mencapai 23,9 mikrogram per liter (Anonim, 2012c).

Sifat Fisik dan Kimia Merkuri Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Anonim, 2012a).

Merkuri atau Raksa atau Air raksa (Latin: Hydrargyrum, air/cairan perak) adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium, dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar. Raksa banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lain, walaupun penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer alkohol, digital, atau termistor) dengan alasan kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Unsur ini diperoleh terutama melalui proses reduksi dari cinnabar mineral. Densitasnya yang tinggi menyebabkan benda-benda seperti bola biliar menjadi terapung jika diletakkan di dalam cairan raksa hanya dengan 20% volumenya terendam (Anonim, 2012e). Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya merkuri (Hg) dimasukkan dalam golongan logam. Sedangkan berdasarkan densitasnya, dimasukkan ke dalam golongan logam berat. Merkuri memiliki sifat-sifat (Anonim, 2012a).: 1. Kelarutan rendah; 2. Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen; 3. Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makanan; 4. Menguap dan mudah mengemisi atau melepaskan uap merkuri beracun walaupun pada suhu ruang; 5. Logam merkuri merupakan satu-satunya unsur logam berbentuk cair pada suhu ruang 25oC; 6. Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna putih perak;

7. Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 (tiga) bulan sampai 3 (tiga) tahun sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa minggu. Merkuri terdapat sebagai komponen renik dari minyak mineral, dengan bantuan kontinental yang rata-rata mengandung sekitar 80 ppb atau lebih kecil lagi. senyawa-senyawa alkil merkuri lebih tahan urai daripada senyawa alkil atau merkuri anorganik, oleh karena itu senyawa alkil merkuri lebih berbahaya sebagai bahan pencemar (Anonim, 2012a).

Pencemaran Merkuri dari Darat ke Laut Merkuri masuk ke lingkungan perairan berasal dari berbagai sumber yang timbul dari penggunaan unsur itu oleh manusia seperti buangan laboratorium kimia, batu baterai bekas, pecahan termometer, fungisida kebun, tambal gigi amalgam dan buangan farmasi (Budiono, 2002). Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro-organisme menjadi komponen metil-merkuri (Me-Hg) yang memiliki sifat racun (toksik) dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (food chain) dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses

ekresi, yaitu karena metil-merkuri memiliki paruh waktu sampai beberapa ratus hari di tubuh hewan air, sehingga zat ini menjadi terakumulasi dan konsentrasinya beribu kali lipat lebih besar dibanding air disekitarnya (Budiono, 2002).

Gambar 2:. Pergerakan lokal unsur merkuri di perairan umum

Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi suatu zat sepanjang rantai makanan. Berikut ini adalah gambaran bagaimana perjalanan metil-merkuri dari air hingga masuk ke dalam tubuh manusia dan binatang (Suseno dan Panggabean, 2007): 1. Metil-merkuri di dalam air dan sedimen dimakan oleh bakteri, binatang kecil dan tumbuhan kecil yang dikenal sebagai plankton;

2. Ikan kecil dan sedang kemudian memakan bakteri dan plankton tersebut dalam jumlah yang sangat besar sepanjang waktu; 3. Ikan besar kemudian memakan ikan kecil tersebut, dan terjadilah akumulasi metil-merkuri di dalam jaringan. Ikan yang lebih tua dan besar mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya akumulasi kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuhnya; 4. Ikan tersebut kemudian ditangkap dan dimakan oleh manusia dan binatang, menyebabkan metil-merkuri berakumulasi di dalam jaringannya. Ikan dapat mengabsorbsi metil-merkuri melalui makanannya dan langsung dari air dengan melewati insang. Oleh karena merkuri terikat dengan protein di seluruh jaringan ikan, termasuk otot, maka tidak ada metoda pemasakan atau pencucian ikan untuk mengurangi kadar merkuri di dalamnya (Suseno dan Panggabean, 2007). Faktor-faktor yang berpengaruh di dalam proses pembentukan metil-merkuri adalah merupakan faktor-faktor lingkungan yang menentukan tingkat keracunannya. Merkuri yang diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak atau menstimuli sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut. Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata (Suseno dan Panggabean, 2007). Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari

insang. Unsur-unsur logam berat yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng, besi, tembaga, kadmium dan merkuri (Suseno dan Panggabean, 2007).

Gambar 3: poster yang menghimbau konsumen ikan

Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Keracunan merkuri pertama sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. Kontaminasi serius juga pernah diukur di sungai Surabaya, Indonesia tahun 1996. Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, keturunan, jaringan makanan, tingkah laku hewan air, fisiologi, resistensi maupun pengaruhnya yang bersifat sinergisme. Sedang pengaruhnya yang bersifat linier terjadi pada tumbuhan air, yaitu semakin tinggi kadar merkuri semakin besar pengaruh racunnya. Metilmerkuri diketahui mengganggu perkembangan janin, mengakibatkan cacat lahir pada janin yang ibunya terpajan merkuri (Anonim, 2012a).

Gambar 4: ilustrasi korban yang keracunan merkuri

Pengaruh dari toksisitas merkuri terhadap tubuh antara lain : kerusakan syaraf, termasuk menjadi pemarah, paralisys, kebutaan atau ganguan jiwa, kerusakan kromosom dan cacat bayi dalam kandungan. gejala-gejala ringan akibat keracuna merkuri adalah depresi dan suka marah-marah yang merupakan sifat dari penyakit kejiwaan, sakit kepala, sukar menelan, penglihatan menjadi kabur, daya dengan menurun, merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak dan disertai diare, lemah badan, dan cacat pada janin manusia (Anonim, 2012c).

Upaya Menangani Pencemaran Merkuri Salah satu usaha untuk detoksifikasi merkuri dapat dilakukan menggunakan mikroorgansime resisten merkuri, misalnya bakteri resisten merkuri. Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten merkuri memiliki gen resisten merkuri (Nofiani dan Gusrizal, 2004). Menurut Liebert et al, (1999), model mekanisme resisten merkuri bakteri gram negatip adalah sebagai berikut Hg(II) yang masuk periplasma terikat ke pasangan residu sistein MerP. Selanjutnya MerP mentransfer Hg(II) ke residu sistein MerT atau MerC. Akhirnya ion Hg menyeberang membran sitoplasma melalui proses reaksi pertukaran ligan menuju sisi aktif flavin disulfide oksidoreduktase, merkuri reduktase (MerA). Merkuri reduktase mengkatalisis reduksi Hg(II) menjadi Hg(0) volatil dan sedikit reaktif. Akhirnya Hg(0) berdifusi dilingkungan sel untuk selanjutnya dikeluarkan dari sel. Bakteri yang hanya memiliki protein merkuri reduktase (MerA) disebut dengan bakteri resisten merkuri spektrum sempit. Beberapa

bakteri selain memiliki protein merkuri reduktase (MerA) juga memiliki protein organomerkuri liase (MerB) (Nofiani dan Gusrizal, 2004). Data mengenai kasus akibat merkuri terhadap kesehatan manusia sangat sedikit di Indonesia sehingga perlu digalakkan kajian-kajian mengenai hal tersebut, tidak hanya merkuri tetapi bahan berbahaya lainnya juga perlu mendapatkan perhatian. Tidak ada kata yang tepat kecuali kewaspadaan lingkungan secara dini terhadap bahan berbahaya harus ditingkatkan. Perlu keterbukaan dan obyektifitas dari semua pihak pemerintah, industri dan masyarakat untuk menyelamatkan ekosistem kita.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009a, Minamata dan Minahasa, http://groups.google.co.id/group/soc.culture.indonesia/minamatadanminahasa, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.00. Anonim, 2012b, Pencemaran Lingkungan Perairan Buyat, http://air.bappenas.go.id/doc/pdf/kliping/Penanganan%20Kasus%20Pencemar an%20dan%20atau%20Perusakan%20Lingkungan%20Hidup%20didesa%20 Buyat.pdf, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.00. Anonim, 2012c, Korban Buyat, http://new.detiknews.com/read/2004/07/22/082045/179850/10/masyarakatbuyat-korban-minamata-di-bap, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.00. Anonim, 2012d, Pencemaran Merkuri, http://www2.kompas.com/kompascetak/0412/02/bahari/1412383.htm/pencemaranmerkuri, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.00. Anonim, 2012e, Merkuri, http://id.wikipedia.org/wiki/Merkuri, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.00. Budiono, A., 2002, Pengaruh Pencenaran Merkuri Terhadap Biota Air, http://wwwstd.ryu.titech.ac.jp/~indonesia/zoa/paper/pdf/makalahpengantarfals afah sains.PDF, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.00. Nofiani, R. dan Gusrizal, 2004, Bakteri Resisten Merkuri Spektrum Sempit dari Daerah Bekas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Mandor, Kalimantan Barat, Jurnal Natural Indonesia 6: 67-74 Suseno, H. dan Panggabean, S.M., 2007, Merkuri: Spesiasi dan Bioakumulasi Pada Boita Laut, Jurnal Pengelolaan Limbah 10: 66-78